Sabtu, 10 Mei 2008

Anjuran Melakukan Perintah Rasul Sesuai Kemampuan,Menjauhi Larangannya Dan Larangan Banyak Bertanya

Kumpulan Artikel Islami

Anjuran Melakukan Perintah Rasul Sesuai Kemampuan,Menjauhi Larangannya Dan Larangan Banyak Bertanya Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, menceritakanbahwasanya di mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallambersabda : Apa yang aku larang kalian dari [mengerjakan]-nya makajauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk [melakukan]-nyamaka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, karena sesungguhnyayang menghancurkan orang-orang yang sebelum kalian adalah karenabanyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka [yang mereka ajukan] danperselisihan mereka dengan para Nabi-Nabi [yang diutus kepada] mereka . [H.R.Bukhari dan Muslim].

Takhrij Hadits secara global

Hadits dengan lafazh diatas dikeluarkan oleh Imam Muslim saja daririwayat az-Zuhri dari Sa'id bin al-Musayyab dan Abu salamah; keduanyadari Abu Hurairah, begitu juga dikeluarkan oleh Imam Bukhari, ImamAhmad dan an-Nasai serta ditashhih oleh Imam Ibnu Hibban.

Makna Hadits secara Global

Dalam hadits tersebut kita diperintahkan untuk hanya melakukan apayang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam danmenjauhi apa saja yang dilarang oleh beliau. Larangan tersebutdimaksudkan agar kita tidak terjebak dengan apa yang telah menimpaumat-umat terdahulu yang hancur dan binasa gara-gara terlalu banyakbertanya kepada Nabi-Nabi mereka tentang sesuatu yang tidak adafaedahnya begitu juga seringnya mereka berselisih dan membantahNabi-Nabi mereka tersebut.

Penjelasan Tambahan

Banyak hadits-hadits lain yang senada dengan hadits tersebut yangmenunjukkan larangan bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu danjustru memojokkan posisi si penanya sendiri seperti pertanyaanseseorang yang menanyakan kepada Nabi bagaimana nasibnya nanti, apakahdi neraka atau di surga atau yang bertanya tentang nasabnya, danlain-lainya. Begitu juga larangan bertanya perihal yang sia-sia, ataudengan maksud mengejek atau dimaksudkan untuk menyombongkan diri/berkeraskepala sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Munafik dan selainmereka.

Pertanyaan serupa yang juga dilarang adalah mempertanyakan ayat-ayatdengan tujuan untuk sekedar menunjukkan kekerasan hati dan penolakanterhadapnya seperti yang dilakukan oleh kaum Musyrikun dan Ahlul Kitab.Begitu juga larangan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar hal-halyang hanya diketahui oleh Allah semata dan tidak dapat diketahui olehmanusia, seperti bertanya tentang kapan saat kiamat terjadi dantentang ruh.

Hadits-Hadits tersebut juga berbicara tentang larangan bagi kaumMuslimin untuk bertanya banyak seputar hal yang berkaitan dengan halaldan haram dan larangan bertanya seputar hal yang belum terjadi sepertiada seseorang yang bertanya tentang apa yang terjadi terhadapkeluarganya padahal masalah yang ditanyakannya itu masih bersifatdugaan/perandaian.

Jadi, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diatas [hadits yangkita bicarakan] maksudnya adalah : barangsiapa yang tidak menyibukkandirinya dengan memperbanyak bertanya tentang hal-hal yang tidakterdapat semisalnya dalam AlQuran ataupun as-Sunnah tetapi justerukesibukannya hanya dalam memahami firman Allah dan Sabda RasulNya yangtujuannya semata-mata hanya agar dapat menjalankan segala yangdiperintahkan kepadanya dan menjauhi segala yang dilarang baginya,maka orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits diatas denganorang yang mendatangkan/melakukan apa yang diperintahkan olehRasulullah.

Sedangkan orang yang tidak memberikan perhatiannya untuk memahami apayang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya dan justeru banyakmenyibukkan dirinya dengan menciptakan pertanyaan-pertanyaan yangmasih bersifat kemungkinan; bisa terjadi dan bisa tidak, danmencari-cari jawabannya berdasarkan pertimbangan logika semata, makaorang semacam ini dikhawatirkan termasuk orang yang telah melanggarhadits tersebut diatas yaitu melakukan larangan dan meniggalkanperitah yang ada.

Sesungguhnya banyaknya terjadi peristiwa-peristiwa yang tidakbersumber sama sekali dari AlQuran maupun dari as-Sunnah lantaranmeninggalkan kesibukan yang semestinya diarahkan kepada perbuatanmelakukan perintah Allah dan RasulNya dan menjauhi larang-larangankeduanya. Jika saja orang yang ingin melakukan suatu pekerjaanbertanya tentang apa yang disyari'atkan oleh Allah berkaitan denganpekerjaan tersebut [yang ditanyakannya] lantas dia menjalankanpekerjaan itu, begitu juga dia bertanya tentang pekerjaan apa yangdilarang oleh Allah lantas dia meninggalkan pekerjaan tersebut, makadapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi masih dalamkaitannya dengan AlQuran dan as-Sunnah. Sebab yang terjadi justerusebaliknya, seseorang melakukan suatu pekerjaan berdasarkan logika danhawa nafsunya semata, sehingga secara umum peristiwa-peristiwa ituterjadi dalam kondisi yang bertentangan dengan apa yang disyari'atkanoleh Allah, dan dalam hal ini barangkali sangat sulit untuk merujuknyakembali kepada hukum-hukum yang telah disebutkan dalam AlQuran dan as-Sunnahkarena sudah terlalu jauh dari keduanya.

Secara global, barangsiapa yang melakukan apa yang diperintahkan olehNabi Shallallahu 'alaihi Wasallam dalam hadits tersebut [yang kitabahas] dan menjauhi apa yang dilarang oleh beliau dan dia memfokuskandirinya hanya pada apa yang diperintahkan kepadanya saja, terlepasdari yang lainnya maka dia akan mendapakan keselamatan di dunia danakhirat sedangkan orang yang berbuat sebaliknya dengan menyibukkandirinya berdasarkan pertimbangan logika dan perasaan semata, maka diatelah terjerumus kedalam apa yang dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihiWasallam sama seperti halnya Ahlul Kitab yang binasa lantaran terlalubanyak bertanya dan berselisih dengan para Nabi mereka danketidaktundukan serta ketidakta'atan mereka kepada para Rasul yangdiutus kepada mereka.

Permasalahan hadits diatas

Setidaknya terdapat tiga masalah yang dibicarakan para ulama seputarhadits diatas, yaitu: pertama, masalah bertanya tentang hal-hal yangtidak bermanfaat dan hal-hal yang masih diperkirakan akan terjadi.Kedua, masalah keutamaan meninggalkan al-Muharramât [hal-hal yangdiharamkan] atas perbuatan ta'at yang sifatnya sunnah. Ketiga, masalahorang yang tidak mampu melakukan perintah secara keseluruhan tetapihanya mampu melakukan sebagiannya saja.

i] Masalah bertanya tentang hal yang tidak bermanfaat dan hal-halyang masih diperkirakan akan terjadi

Yang dimaksud dengan bertanya tentang hal yang tidak bermanfaattersebut adalah adanya pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidakperlu dilontarkan karena bisa saja hal tersebut berakibat jelekterhadap si penanya sendiri, begitu juga dengan masalah bertanyatentang hal-hal yang sebenarnya belum terjadi namun diperkirakan akanterjadi.

Sebab-Sebab dibencinya banyak bertanya perihal yang tidakbermanfaat

Diantara sebab dari adanya larangan banyak bertanya seputar hal-halyang telah disebutkan diatas adalah ; Pertama, karena ditakutkandengan pertanyaan semacam itu justru akan menurunkan beban syar'i [taklif]yang lebih berat lagi [karena Rasul masih hidup dan berbicaraberdasarkan wahyu semata, maka datangnya jawaban tentang masalah yangdipertanyakan berarti perintah/taklif yang wajib dita'ati], sepertipertanyaan tentang apakah haji dilakukan setahun sekali atau tidak .Dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,Muslim, Abu Daud, Ahmad dan ditashhih oleh Ibnu Hibban, NabiShallallahu 'alaihi Wasallam bersabda : Sesungguhnya orang-orangIslam yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya tentangsesuatu yang tidak diharamkan maka lantaran pertanyaannya hal itu [kemudian]diharamkan .

Berkaitan dengan hadits ini, ada yang berpendapat bahwa hal itu khususpada zaman Rasul saja, sedangkan setelah beliau wafat, hal itu bisaterhindarkan. Namun bukan lantaran itu saja sebenarnya sebabdibencinya bertanya tentang hal itu, tetapi ada sebab lainnya yaitu,sebagaimana yang diisyaratkan dalam ucapan Ibnu 'Abbas, bahwa seluruhpermasalahan agama yang diperlukan oleh kaum Muslimin pasti telahdijelaskan oleh Allah dalam KitabNya dan telah disampaikan olehRasulNya sehingga tidak perlu lagi seseorang mengajukan pertanyaansebab Allah Maha Mengetahui kemaslahatan hamba-hambaNya; sesuatu yangdidalamnya diperuntukkan bagi kemaslahatan dan mendapatkan hidayahbuat mereka yang tentunya Allah pasti menjelaskannya sebelum adanyapertanyaan , sebagaimana Allah berfirman : …..Allah menerangkan [hukumini] kepadamu, supaya kamu tidak sesat.. . [Q.,s. an-Nisa'/4: 176].Maka oleh karenanya tidak diperlukan lagi pertanyaan tentang apapunapalagi sebelum terjadinya dan sebelum kebutuhan akan hal itu, akantetapi keperluan yang sesungguhnya adalah bagaimana memahami apa yangtelah diinformasikan oleh Allah dan RasulNya, kemudian mengikuti danmengamalkannya. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallamsering ditanyai beberapa masalah maka beliau langsung merujuknyakepada AlQuran; seperti tatkala beliau ditanya oleh Umar tentangpengertian al-Kalâlah , maka beliau menjawab dengan sabdanya : cukupbagimu [dalam masalah ini/al-Kalâlah] ayat ash-Shaif . [H.R. Muslimdan Ibnu Majah].

Kedua, ditakutkan bahwa dengan pertanyaan itu justeru akan menimpa sipenanya itu sendiri, dan karenanya Nabi sangat membenci pertanyaansemacam itu dan mencelanya, seperti pertanyaan yang berkaitan denganhukum Li'an ; yaitu pertanyaan seseorang kepada Nabi perihal sesuatuyang masih merupakan dugaan/perandaian yang mungkin akan terjaditerhadap keluarganya dan ternyata lantaran pertanyaan itu hal tersebutbenar-benar terjadi. [Lihat Musnad Ahmad, Shahih Muslim, Sunan at-Turmuzidan Shahih Ibnu Hibban].

Jadi, bila himmah/keinginan si pendengar begitu mendengar perintah danlarangan hanya diarahkan kepada penciptaan masalah-masalah yangberpretensi kemungkinan terjadi dan kemungkinan tidak terjadi sajamaka hal inilah yang termasuk dalam larangan tersebut yang dibenciuntuk bertanya-tanya tentangnya sebab hal itu malah akan mematahkansemangat untuk mengikuti perintah tersebut. Dan hal ini pula yangmenyebabkan Ibnu 'Umar memarahi seseorang yang bertanya kepadanyatentang hukum menyalami hajar aswad, maka lantas hal itu dijawab olehIbnu 'Umar : aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallammenyalaminya dan menciumnya . Orang tersebut berkata kepadanya :bagaimana jika aku tidak sanggup melakukannya karena sesuatu hal bagaimana jika sedang dalam keadaan berdesak-desakan ..Lalu Ibnu 'Umarmenjawab : jadikan ungkapanmu 'bagaiman jika' itu di negeri Yaman saja![barangkali si penanya ini berasal dari negeri Yaman yang memangpenduduknya suka membuat pernyataan semacam itu atau hal semacam itumerupakan kebiasaan yang ada di negeri Yaman-penj], aku telah melihatNabi Shallallahu 'alaihi Wasallam menyalaminya dan menciumnya . [dikeluarkanoleh at-Turmuzi]. Maksud Ibnu Umar dalam riwayat tersebut adalah bahwajadikanlah keinginanmu semata-mata untuk mengikuti sunnah Rasulullahsehingga tidak perlu mengemukakan bayangan-bayangan kemungkinan tidakdapat melaksanakan hal itu atau lantaran sulitnya melakukan hal itusebelum terjadi, karena hal itu justeru bisa mematahkan semangat untukmengikuti sunnah Nabi. Bukankah tafaqquh [mendalami syari'at] hanyaterdapat dalam agama dan bertanya tentang ilmu hanya dipuji bilamanahal itu untuk dilakukan/dipraktekkan bukan hanya untuk berdebat danmencari muka.

Sikap Salaf dalam masalah ini

Yang perlu diketahui, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tidakpernah memberikan keringanan/rukhshah bertanya tentang banyak masalah[yang tidak perlu] kecuali kepada delegasi-delegasi orang 'Arabpedalaman [al-A'râb] dan orang-orang [yang kondisi keimanannya]seperti mereka yang datang kepada beliau. Hal itu [memberikan rukhshahkepada mereka] dilakukan oleh beliau dengan tujuan mendekatkan hatimereka dan melunakkannya. Sedangkan orang-orang Muhajirin dan Anshoryang tinggal disekitar kota Madinah dan telah mantap keimanannya, makahal itu [bertanya tentang banyak masalah yang tidak perlu tersebut]dilarang bagi mereka. Diantara saksi yang membenarkan statement iniadalah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari an-Nawwas binSam'ân, dia berkata: aku telah tinggal bersama Rasulullah selamasetahun di Madinah dimana tidak ada satupun hal yang mencegah/melarangkuberhijrah kecuali hanya satu permasalahan/pertanyaan saja, sedangkansalah seorang dari kami bila berhijrah mereka tidak pernahbertanya-tanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam .

Dan Dari al-Bara' bin 'Âzib, dia berkata : Jika penghujung tahun telahdatang kepadaku dan aku sebenarnya berkeinginan untuk bertanya tentangsesuatu kepada Rasulullah, lantas aku merasa takut untukmenyampaikannya maka kami hanya bercita-cita agar yang datang bertanyaitu adalah orang-orang 'Arab pedalaman [al-A'râb] . [Musnad al-Kabir,karangan Abi Ya'la].

Ibnu 'Abbas berkata : Saya tidak pernah melihat suatu kaum yang lebihbaik dari para Shahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam ; merekatidak bertanya kepada beliau kecuali tentang dua belas masalah saja,yang semuanya termuat dalam AlQuran : yaitu firman Allah : Merekabertanya kepadamu tentang khamar dan judi… . [Q.,s,al-Baqarah/2 :219]. Dan firmanNya: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang padabulan Haram.. . [Q.,s, al-Baqarah/2: 217]. Dan firmanNya :Dan merekabertanya kepadamu tentang anak-anak yatim.. [Q.,s. al-Baqarah/2:220]……hingga akhir hadits.

Berkaitan dengan pertanyaan seputar peristiwa-peristiwa yang belumterjadi, para shahabat bukannya tidak pernah menanyakan tentang halitu tetapi mereka menanyakan hal itu, semata-mata untuk mereka amalkanbegitu hal itu benar-benar terjadi, seperti pertanyaan Huzaifah kepadaNabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tentang fitnah yang akan terjadi,dan bagaimana mereka menyikapinya nanti. Begitu juga mereka pernahmenanyakan kepada beliau tentang para Umara' [pemimpin] yang beliauberitakan akan datang setelah beliau, bagaimana sikap mereka; mena'atiatau memerangi mereka. [H.R.Bukhari].

Ibnu 'Umar berkata : Janganlah kalian bertanya tentang hal-hal yangbelum terjadi, karena sungguh! saya telah mendengar 'Umar melaknatorang yang bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi . [diriwayatkanoleh Ibnu 'Abdil Barr]. Begitu juga, Zaid bin Tsabit bila ditanyaitentang sesuatu, dia balik bertanya : apakah hal ini dulu memangbegini , jika mereka menjawab : tidak, maka dia lalu berkata : biarkansaja dulu hingga terjadi .

Al-Hasan al-Bashri berkata : Hamba-Hamba Allah yang paling jahatadalah orang-orang yang mengikuti/selalu menguntit masalah-masalahyang pelik yang dengannya membuat bencana bagi hamba-hamba Allah yanglain .

Imam al-Auzâ'i berkata : Sesungguhnya bila Allah menghendakidiharamkannya keberkahan ilmu seorang hamba, maka Dia akan melemparkankesalahan-kesalahan/ucapan-ucapan ngawur ke lisannya. Sungguh akutelah melihat mereka sebagai orang-orang yang paling sedikit ilmunya .

Alhasil, banyak sekali ungkapan dan perbuatan Salaf tentangketidaksukaan mereka bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu danyang masih berpretensi kemungkinan terjadi.

Sikap-Sikap para Ulama dalam mempertanyakan sesuatu yang belumterjadi

Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi beberapa kelompok :

Ahlul Hadits : mereka menutup rapat-rapat pintu bertanya tentangmasalah tersebut [bab al-masâil] sehingga hal ini menyebabkan merekakurang faqih dan kurang keilmuannya berkaitan dengan hukum-hukumyang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya dan mereka akhirnyamenjadi pembawa fiqih yang tidak faqih.

Ahlur Ra'yi : mereka sebaliknya sangat memperluas bab ini,sehingga melahirkan banyak bab tentang ini [bab tentangpermasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal yang belumterjadi]; diantaranya ada yang terjadi menurut kebiasaan dandiantaranya ada yang tidak terjadi, dan mereka sangat disibukkandengan hal ini dengan memberikan jawaban secara berlebihan [melebihikemampuan mereka], memperbanyak perdebatan yang akibatnya melahirkanpula perselisihan hati dan memantapkan kemauan hawa nafsu, rasapermusuhan dan kebencian. Dan yang lebih menonjol lagi, adalah niatuntuk selalu menang [dalam berdebat] dan mendapatkan pujian orangserta bersombong-sombong. Hal ini tentu saja amat dicela olehulama-ulama Rabbani, begitu juga banyak hadits menunjukkan keharamanperbuatan semacam ini.

Fuqaha' Ahlul Hadits yang 'Âmilin [yang mengamalkan hadits] :Keinginan mereka yang paling besar adalah mencari makna-maknaAlQuran dan tafsiran-tafsirannya baik melalui sunnah-sunnah yangshahih, perkataan para shahabat atau orang-orang yang mengikutimereka dengan baik. Begitu juga mereka mencari/membahas sunnahRasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam ; dengan tujuan mengetahuimana yang shahih darinya dan mana yang tidak, mendalaminya [tafaqquh]dan memahaminya, mengetahui makna-maknanya, serta mengetahuiperkataan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka denganbaik dalam berbagai disiplin ilmu ; Tafsir, Hadits, masalah-masalahhalal dan haram, pokok-pokok sunnah, zuhud, raqâiq dan lain-lain.

Inilah metode yang dilakukan oleh Imam Ahmad dan orang-orang yangsependapat dengannya yang termasuk dalam kelompok ulama hadits yangRabbani. Imam Ahmad selalu berkata, bila beliau ditanyai mengenaimasalah-masalah baru yang belum terjadi : tinggalkan kami [jangansibukkan kami] dengan masalah-masalah baru yang diada-adakan ini ! .

Ahmad bin Syubwaih berkata : barangsiapa yang menginginkan ilmukubur ['Ilmul Qabri] maka hendaklah dia mengkaji atsar-atsar [hadits-hadits]dan barangsiapa yang menginginkan ilmu roti ['Ilmul Khubzi] makasilahkan mengkajinya dengan ra'yun [logika] .

ii] Masalah keutamaan meninggalkan al-Muharamât [hal-hal yangdiharamkan] atas perbuatan ta'at yang sifatnya sunnah.

Diantara masalah lain yang dibicarakan para ulama berkaitan denganhadits diatas [yang kita bicarakan], adalah masalah keutamaanmeninggalkan al-muharramât atas perbuatan ta'at . Secara zhahirnya,yang dimaksud dengan perbuatan ta'at disini adalah perbuatan ta'atyang bersifat sunnah [bukan wajib]. Sedangkan inti dari pembicaraanmereka tentang hal ini adalah bahwa menjauhi/meninggalkan al-muharramât[hal-hal yang diharamkan] meskipun sedikit lebih utama daripadamemperbanyak perbuatan-perbuatan ta'at yang bersifat sunnah, karenahal itu [menjauhi/meninggalkan al-muharramât] adalah wajib sedangkanmengerjakan keta'tan yang sunnah itu hukumnya adalah sunnah.

Masalah ini dapat disimpulkan dari potongan hadits diatas [yang kitabahas ini] yaitu dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam : Apa yang aku larang kalian dari [mengerjakan]-nya maka jauhilah ia,dan apa yang aku perintahkan kalian untuk [melakukan]-nya makadatangkanlah/lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian . Dalam hal ini,sebagian ulama berkata : Dari potongan hadits diatas diambilkesimpulan bahwa larangan adalah lebih keras dari perintah, karenatidak pernah ada keringanan/rukhshah dalam melakukan suatu larangansedangkan perintah selalu dikaitkan dengan istithâ'ah [kemampuan]dalam melakukannya . Ucapan ini diriwayatkan dari Imam Ahmad.

iii] Masalah orang yang tidak mampu melakukan perintah secarakeseluruhan dan hanya mampu melakukan sebagiannya

Dalam masalah ini, orang tersebut harus melakukan apa yang mungkinuntuk dilakukannya. Kemudian masalah ini berkembang kedalam pembahasanmasalah yang terkait dengan masalah-masalah fiqih, seperti thaharah,shalat, zakat fitrah, dan lain-lain. [untuk penjelasan yang lebihrinci lagi, lihat; kitab Jami'ul 'Ulum wal hikam, karya Syaikh IbnuRajab al-Hanbali, h. 253-257].

Intisari Hadits

Anjuran untuk melakukan perintah Rasulullah sesuai dengankemampuan yaitu dengan memberikan perhatian yang penuh terhadap apayang datang dari Allah dan RasulNya, berijtihad dalam memahaminya,mengetahui makna-maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam amaliahsehari-hari.

Para Salaf sangat berhati-hati dalam menyikapipertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang tidak perlu dan masihberpretensi kemungkinan akan terjadi bahkan cenderung menghindarinyahingga hal itu benar-benar terjadi.

Dari satu sisi, bahwa meninggalkan al-Muharamât adalah lebihutama dari melakukan perbuatan ta'at yang sifatnya sunnah.

Allah Ta'ala tidak membebankan taklif syar'i diluar kemampuanmukallaf dan dalam hal tertentu taklif tersebut berubah menjadirukhshah/dispensasi sebagai kasih sayangNya kepada hamba-hambaNyasedangkan dalam masalah larangan maka tidak ada keringanan apapununtuk melakukannya bahkan taklifnya harus dilakukan secara totalkecuali dalam keadaan darurat dimana dimaksudkan bukan untukbersenang-senang serta mengumbar hawa nafsu.

Diantara ciri-ciri umat-umat terdahulu adalah suka banyakbertanya tentang hal-hal yang tidak bermanfaat dan suka membantahNabi-Nabi yang diutus kepada mereka dan hal itulah sebagai penyebabhancur dan binasanya mereka.

[Disarikan dari kitab Jâmi'ul 'Ulûm wal Hikam , karya SyaikhIbnu Rajab al-Hanbali, juz. I, h. 238-257].

Artikel Anjuran Melakukan Perintah Rasul Sesuai Kemampuan,Menjauhi Larangannya Dan Larangan Banyak Bertanya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Anjuran Melakukan Perintah Rasul Sesuai Kemampuan,Menjauhi Larangannya Dan Larangan Banyak Bertanya.

Tidak ada komentar: