Senin, 19 Mei 2008

Tidak Diperbolehkan Meletakkan Tauhid Hakimiyah Sebagai Bagian Khusus Dalam Pembagian Tauhid

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Diperbolehkan Meletakkan Tauhid Hakimiyah Sebagai Bagian Khusus Dalam Pembagian Tauhid Tidak Diperbolehkan Meletakkan Tauhid Hakimiyah Sebagai Bagian Khusus Dalam Pembagian Tauhid

Kategori Tauhid

Jumat, 27 Februari 2004 22:45:24 WIBTIDAK DIPERBOLEHKAN MELETAKKAN TAUHID HAKIMIYAH SEBAGAI BAGIAN KHUSUS DALAM PEMBAGIAN TAUHIDOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu SyaikhSyaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh, anggota Haiah Kibarul Ulama di Saudi Arabia dan wakil Mufti' Am urusan fatwa, berkata tentang permaslahan ini.Ketika seorang muslim memperhatikan kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dansunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia akan mendapati bahwa tauhid ada tiga macam.[1]. Tauhid rububiyah yang juga diyakini oleh kaum musyrikin seluruhnya dan tidak ada seorangpun yang menentangnya, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Rabb dan Khaliq [Pencipta] segala sesuatu. Semua jiwa diciptakan di atas tauhid ini. Bahkan Fir'aun yang berkata : 'Ana Rabbukumul A'la [Aku adalah Rabb kalian yang paling tinggi]' [sesungguhnya juga meyakini akan hal ini -pen].Allah berfirman tentang Fir'aun."Artinya : Mereka [Fir'aun dan kaummnya] mendustakan [risalah yang dibawa oleh Nabi Musa] karena kedhaliman [syirik] dan kesombongannya. Sedangkan jiwa-jiwa mereka meyakininya" [An-Naml : 14][2]. Apa yang ada dalam kitab Allah berupa penjelasan nama-nama Allah dansifat-sifat-Nya dalam firman-Nya Ta'ala."Artinya : Allah memiliki nama-nama yang paling baik, maka berdo'alah kalian kepada Allah dengannya" [Al-A'raaf : 180]Begitu pula sifat-sifat Allah di dalam kitab-Nya. Allah mensifati diri-Nya dengan beberapa sifat dan menamai diri-Nya dengan beberapa nama. Dan termasuk konsekwensi iman adalah 'engkau mengimani nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya'.[3]. Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul kepada umat-umat mereka adalah mengikhlaskan agama hanya untuk Allah dan mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah."Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya : Tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi selain Aku. Maka hendaklah kalian beribadah kepada-Ku" [Al-Anbiya : 25]Apabila engkau perhatikan Al-Qur'an, maka engkau akan mendapatkan tauhid dalam pengertian ini.Allah berfirman."Artinya : Dan sungguh jika engkau bertanya kepada mereka : 'Siapakah yang menciptakan langit-langit dan bumi ' Tentu mereka akan menjawab : 'Allah' " Luqman : 25]Dan firman-Nya."Artinya : Katakanlah ; siapakah yang memberi rezki kepadamu dan langit dan bumi atau siapakah yang mampu [menciptakan] pendengaran dan penglihatan dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup serta siapakah yang mengatur segala urusan. Maka mereka akan mengatakan : 'Allah ' [Yunus : 31]Lalu Allah berfirman."Artinya : Kenapa kalian tidak bertaqwa" [Yunus : 31]Yakni kenapa kalian tidak beribadah kepadaNya dan mengikhlaskan agama hanya bagi-Nya.Adapun tentang 'al-hakimiyah', apabila yang dimaksud adalah berhukum dengan syariat Allah, maka termasuk konsekwensi tauhid seorang hamba kepada Allah dan pemurnian ibadah hanya kepada Allah adalah berhukum dengan syari'at-Nya.Barang siapa meyakini bahwa Allah itu Satu, Esa, Tunggal, Tempat bergantung, tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi selain-Nya, maka wajib atasnya berhukum dengan syariat-Nya dan menerima agama-Nya serta tidak menolak sedikitpun dari perkara itu. Dengan demikian, termasuk beriman kepada Allah adalah berhukum dengan syari'at-Nya, melaksanakan perintah-perintah-Nya, meninggalkan dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta berhukum dengan syari'at Allah dalam setiap keadaan. Jika demikian halnya maksud 'al-hakimiyah' berarti termasuk dalam tauhid uluhiyah dan tidak boleh menjadikan 'al-hakimiyah' sebagai bagian khusus yang dipisahkan karena ia termasuk bagian dalam tauhid ibadah.[Disalin dari Harian Al-Muslimun, Kuwait, no 639, Jum’at , 25 Dzulhijjah 1417H, Majalah Salafy, Edisi XXI/1418/1997 hal. 20 - 21]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=319&bagian=0


Artikel Tidak Diperbolehkan Meletakkan Tauhid Hakimiyah Sebagai Bagian Khusus Dalam Pembagian Tauhid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Diperbolehkan Meletakkan Tauhid Hakimiyah Sebagai Bagian Khusus Dalam Pembagian Tauhid.

Menabuh Rebana Bagi Wanita Dalam Pernikahan

Kumpulan Artikel Islami

Menabuh Rebana Bagi Wanita Dalam Pernikahan

>> Pertanyaan :

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya: Tentang hukum-nya wanita menabuhrebana pada saat acara pernikahan?

>> Jawaban :

Dianjurkan bagi wanita menabuh rebana pada saat acara walimah untukmenyiarkan pernikahan dan ini hanya khusus wanita saja dan tidak bolehdiiringi dengan alat musik yang lainnya atau suara para penyanyi danboleh bagi wanita rmenyuarakan nasyid dengan syarat tidak didengarkaum laki-laki. Rasulullah bersabda: Sesuatu yangmenjadi pembeda antara halal dan haram adalah rebana dan suara dalampernikahan. Imam Syaukani berkata dalam Nailul Authar: Hadits diatas menjadi dalil kuat bahwa boleh menabuh rebana dengan di iringisuara seperti [nasyid] bukan lagu-lagu yang cengeng dan mendorongberbuat kemaksiatan seperti lagu yang mensifati kecantikan danketampanan atau lagu yang seronok atau mengajak kepada mabuk-mabukan.Seperti lagu-lagu tersebut haram diperdengarkan pada saat dan diluarpernikahan.

Artikel Menabuh Rebana Bagi Wanita Dalam Pernikahan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menabuh Rebana Bagi Wanita Dalam Pernikahan.

Siapakah Sururi ?

Kumpulan Artikel Islami

Siapakah Sururi ? Siapakah Sururi

Kategori Bahaya Hizbiyyah

Senin, 9 Agustus 2004 09:38:55 WIBSIAPAKAH SURURI OlehSyaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr Hafizhahullah

>> Pertanyaan :Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr ditanya : "Kita telah mengetahui bahwa dakwah Salafiyyah adalah dakwah yang bersih dan benar. Tetapi sangat disayangkan telah datang pencemaran nama dan keburukan dari pihak lain. Seperti dari Sururiyyin [para pengikut surur]. Maka bagaimanakah Sururiyyah [pemahaman surur] itu Dan apakah kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip faham Sururiyah itu, agar kita dapat mengetahui dan menghukuminya"?

>> Jawaban :Sururiyah [pemahaman Surur] adalah Jama’ah Hizbiyyah. Muncul pada tahun-tahun terakhir ini. Tidak dikenal kecuali pada seperempat akhir abad ini. Karena semenjak dahulu hingga sekarang, ia berselimut Salafiyyah. Pada hakekatnya, Sururiyah memiliki prinsip-prinsip Ikhwanul Muslimin, bergerak secara sirriyah [sembunyi-sembunyi/rahasia]. Merupakan pergerakkan politik, takfir, mencela dan menyindir para ulama Rabbaniyyin, seperti Imam-imam kita yang tiga: Bin Baaz, Al-Albani dan Utsaimin. Menuduh mereka sebagai ulama haidh dan nifas. Setelah perang Teluk II serangannya terhadap dakwah Salafiyyah secara terang-terangan, bertambah keras baik secara aqidah dan pemberitaan. Sampai menuduh para masyayikh dan ulama kita bahwa mereka tidak mengetahui waqi’ [situasi dan kondisi/kenyataan], ilmunya dalam perkara nifas dan wanita-wanita nifas. Mereka sesuai dengan ahli bid’ah zaman dahulu, yang mengatakan: â€Å"Fiqh [Imam] Malik, Auza’i dan lainnya tidak melewati celana perempuan.” Alangkah besar dosanya. Kalimat yang keluar dari mulut mereka.Orang yang tidak menghormati para ulama, dia adalah para penyeru fitnah. Orang-orang yang merendahkan Al-Albani, Bin Baz dan Utsaimin di zaman kita, maka dia tenggelam [di dalam kesesatan], pembuat fitnah, dia berada di pinggir jurang yang dalam. Karena dia berkehendak memalingkan wajah manusia kepadanya dan menghalangi manusia dari para ulama dan imam mereka yang Rabbani.Sehingga walaupun mereka mengaku beraqidah Salafiyyah, tetapi manhaj mereka Ikhwani. Bahkan [mungkin] mereka lebih berbahaya dari Ikhwanul Muslimin, karena mereka berbaju Salafiyyah.Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar mereka diberi petunjuk menuju jalan yang lurus, dan agar kelak mereka bersama dengan Salafiyyah yang murni, yang para Sahabat Rasulullah dan para tabi’in berada diatasnya.Tambahan Redaksi Majalah As-Sunnah:Sururiyah adalah nisbat kepada seseorang yang bernama Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin. Dia pernah menjadi guru di Arab Saudi dalam waktu yang cukup lama, sehingga memungkinkan menjalankan rencananya dan menyebarkan racunnya di tengah-tengah para pemuda. Tetapi setelah nampak keburukan niatnya, dia pergi, lalu bermukim di kota London, Inggris, sebuah negara kafir.Di antara kesesatan dan penyimpangan Muhammad Surur ini adalah:[1.] Merendahkan Kitab-Kitab Aqidah Salafiyyah Dan Berlebihan Dengan Fiqhul Waqi’.Dia berkata di dalam bukunya, Manhajul Ambiya fi Dakwah Ila Allah I/8: â€Å"Aku memperhatikan kitab-kitab aqidah, maka aku lihat kitab-kitab itu ditulis bukan pada zaman kita. Sehingga kitab-kitab itu sebagai solusi berbagai permasalahan dan kemusykilan pada zaman ditulisnya kitab-kitab tersebut. Sedangkan pada zaman kita terdapat berbagai kemusykilan yang membutuhkan solusi yang baru. Kerena itulah model kitab-kitab aqidah itu sangat kering, karena hanya berisi nash-nash dan hokum-hukum. Karena inilah kebanyakan pemuda berpaling darinya dan tidak menyukainya.”Perkataan orang ini tentulah sangat menyesatkan, karena kitab-kitab aqidah yang berisi nash-nash dan hukum-hukum merupakan kebenaran hakiki. Sedangkan berpaling darinya akan menjerumuskan kepada pendapat si Fulan dan Fulan yang tidak jelas kebenarannya.[2.] Beraqidah Takfir Bil Ma’shiyah, Yaitu Mengkafirkan Kaum Muslimin Dengan Sebab Maksiat.Dia mengkafirkan para penguasa zhalim, sehingga dia banyak mencela para penguasa dan menerjuni medan politik ala Barat!Dia berkata di dalam majalahnya yang terbit di London, majalah As-Sunnah no: 26, Jumadal Ula 1413H, hal: 2-3 [Tidak ada hubungan sama sekali dengan Majalah As-Sunnah kita ini]: â€Å"Dizaman ini perbudakan memiliki tingkatan-tingkatan yang berbentuk piramida:Tingkatan Pertama:Presiden Amerika Serikat, George Bush, duduk bersila di atas singgasananya, yang besok akan diganti Clinton.Tingkatan Kedua:Tingkatan penguasa negara-negara Arab. Mereka ini berkeyakinan bahwa kebaikan dan bahaya mereka di tangan Bush [Bagaimana dia bisa memastikan aqidah mereka seperti itu Apakah dia telah membedah dada mereka Atau mereka memberitahukan kepadanya Maha suci Engkau wahai Allah, sesungguhnya hal ini merupakan kedustaan yang besar!-red]. Oleh karena inilah mereka berhajji kepada [mengunjungi] nya, serta mempersembahkan nadzar-nadzar dan kurban-kurban [Perkataan ini merupakan pengkafiran secara nyata kepada Penguasa yang zhalim! -red].Tingkatan Ketiga:Para pengiring penguasa negara-negara arab, dari kalangan menteri, wakil menteri, komandan tentara, dan para penasehat. Mereka ini bersikap nifaq kepada tuan-tuan mereka, menghias-hiasi segala kebatilan dengan tanpa malu dan ahlaq.Tingkatan Keempat, Kelima dan Keenam:Para penjabat tinggi pada kementerian. Sesungguhnya perbudakan pada zaman dahulu sederhana, karena seorang budak memiliki seorang tuan secara langsung, tetapi sekarang perbudakan itu kompleks. Aku tidak habis fikir, tentang orang yang membicarakan tauhid, tetapi mereka adalah budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak. Tuan mereka yang akhir adalah seorang Nashrani [Alangkah keji dan lancangnya perkataan yang ditujukan kepada para ulama yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala –red].Perkataan orang ini dengan jelas menunjukkan kesesatan dan kedustaan yang nyata!.[3.] Juga Mengkafirkan Rakyat Karena Maksiat Yang Mereka Lakukan.Dia berkata di dalam bukunya, Manhajul Ambiya’ Fi Dakwah ila Allah I/158: â€Å"Tidaklah aneh jika problem laki-laki mendatangi laki-laki [homo seksua] merupakan permasalahan paling penting di dalam dakwah Nabi Luth. Kerena seandainya kaumnya menyambut dakwahnya untuk beriman kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, maka sambutan mereka itu tidak ada maknanya, jika mereka tidak meninggalkan kebiasaan keji yang telah mereka sepakati itu.”Itulah aqidah sesat Surur! Adapun aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terhadap pelaku dosa besar telah mansyur, yaitu tidak keluar dari iman, tetapi imannya berkurang, dan dia dikhawatirkan terkena siksaaan Allah Ta’ala.[4.] Memusuhi Dan Mencela Para Ulama Ahlus Sunnah As-Salafiyyin.Dia berkata di majalahnya yang terbit di London, Majalah As-Sunnah no. 23, Dzulhijjah-1412 H hal. 29-30: â€Å"Dan jenis manusia yang lain [Yang dimaksudkan adalah para ulama Arab Saudi –red] mengambil [yakni mengambil bantuan resmi] dan mengikatkan sikap-sikap mereka dengan sikap para tuan mereka [yang dimaksud dengan tuan mereka disini adalah para penguasa Arab Saudi]. Maka jika sang tuan minta bantuan Amerika [Dia membicarakan masalah permintaan tolong kepada Amerika pada waktu perang teluk-red], para budak pun berlomba mengumpulkan dalil-dalil yang membolehkan perbuatan ini, dan mengingkari orang-orang yang menyelisihi mereka. Jika sang tuan berselisih dengan Iran Rafidhah, para budakpun membicarakan kebusukan Rafidhah. Dan jika perselisihan berhenti, para budakpun diam dan berhenti membagikan buku-buku yang diberikan kepada mereka. Jenis manusia ini: mereka berdusta, memata-matai, menulis laporan-laporan, dan melakukan segala sesuatu yang diminta oleh sang tuan kepada mereka. Mereka ini jumlahnya sedikit –al-hamdulillah-, mereka adalah orang-orang asing di dalam dakwah dan amal islami. Dokumen mereka telah terbongkar, walaupun mereka memanjangkan jenggot, memendekkan pakaian, dan menyangka sebagai penjaga sunnah. Adanya jenis manusia tersebut tidaklah membahayakan dakwah Islam. Kemunafikan sudah ada sejak dahulu….”Alangkah sesatnya perkataan ini, karena memperolok-olok sunnah Nabi dapat membawa kepada kekafiran! Membenci ulama Ahlus Sunnah adalah ciri utama Ahli Bid’ah! Dan kesesatan-kesesatan lainnya.Lihat:[1] Fitnah Takfir Wal Hakimiyah, hal: 93, Karya: Muhammad bin Abdullah Al-Husain.[2] Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As-ilah Al-Manhaji Al-Jiddah, Bagian Pertama hal. 45-48[3] Nazharat Fi Kitab Manhajul ambiya’ Fi Dakwah ila Allah, karya : Syaikh Ahmad Sallam.[4] Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuuha, karya: Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-‘Adnani[5] Al-Irhab, Karya: Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Makhdali.[6] Dan lain-lain.Peringatan:Sebagian orang menuduh kami [redaksi dan ustad-ustad Salaf lainnya –pen] sebagai sururi, yakni mengikuti pemahaman sesat Muhammad bin Surur, kemudian mereka memperingatkan kaum muslimin agar menjauhi kami.Padahal sifat-sifat sururi tidak ada pada kami. Bahkan sifat-sifat itu banyak melekat pada orang-orang yang telah menuduh.Maka disini kami nasehatkan dengan beberapa ayat dan hadits tentang bahaya menyakiti kaum muslimin, dan memfitnah mereka dengan perkara yang tidak ada pada mereka. Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk-Nya kepada mereka sehingga segera kembali ke jalan yang benar. Ingatlah bahwa seluruh perkataan pasti akan dicatat dan tidak akan dilupakan!Allah Ta’ala berfirman:â€Å"Artinya : [Yaitu] ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu usapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [Al-Israa : 17-18]Ingatlah bahwa seluruh perkataan pasti dimintai pertanggung-jawaban!Allah Ta’ala berfirman:â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. [Al-Israa : 36]Ketahuilah bahwa menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, merupakan kebohongan dan dosa yang nyata!Allah ta’ala berfirman:â€Å"Artinya : Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. [Al-Ahzab :58]Ketahuilah bahwa satu kalimat saja dapat menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam neraka lebih jauh dari jarak antara timur dan barat!.Rasulullah bersabda:â€Å"Artinya : Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dia fikirkan [baik atau buruknya] pada kalimat itu. Kalimat itu menyebabkan dia terjerumus ke dalam neraka lebih jauh dari timur dan barat”. [HR. Bukhari, Muslim, dari Abu Hurairah].Rasulullah memperingatkan bahaya tuduhan yang tidak benar dengan sabdanya:â€Å"Artinya â€Å" Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan, dan tidaklah dia menuduh orang lain dengan kekafiran, kecuali tuduhan itu kembali kepadanya jika yang dituduh tidak seperti itu”. [HR. Bukhari dari Abu Dzar].Beliau juga memberitakan ancaman bagi orang yang membuat fitnah atas seorang mukmin dengan abdanya:â€Å"Artinya : Barangsiapa berbicara tentang seorang mukmin apa yang tidak ada padanya, niscaya Allah tempatkan dia di dalam lumpur racun penghuni neraka sampai dia keluar dari apa yang telah dia ucapkan, dan dia tidaklah akan keluar!” [HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Baihaqi, dari Ibnu Umar, di shahihkan Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi di dalam Ru’yah Waqi’iyyah hal: 84]Hendaklah saudara-saudaraku mengetahui, kalau hanya sekedar tuduhan, maka dengan sangat mudah setiap orang akan dapat melakukannya.Tetapi hal itu bukanlah manhaj Salaf. Karena manhaj mereka adalah mengawasi apa saja yang muncul dari lisan, atau apa yang digerakkan oleh lisan, dan menegakkan hujjah terhadap setiap kalimat yang dibicarakan oleh bibir. Adapun melepaskan tuduhan-tuduhan, melepaskan istilah-istilah kasar, menyelinapkan prasangka-prasangka rusak, memunculkan gelar-gelar keji, semua itu merupakan kebatilan dan perkataan yang dusta.Sesungguhnya Allah Ta’ala mengetahui seluruh isi hati hamba-Nya terakhir, ingatlah sabda Rasulullah :Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan segala yang telah dia dengar. [HR. Muslim di dalam Muqaddimah dari Hafsh bin ‘Ashim][Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI/1423H/2002M Hal.4-7]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=968&bagian=0


Artikel Siapakah Sururi ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Siapakah Sururi ?.

Membelanjakan Atau Menyalurkan Zakat Untuk Pembangunan Masjid ?

Kumpulan Artikel Islami

Membelanjakan Atau Menyalurkan Zakat Untuk Pembangunan Masjid ? Membelanjakan Atau Menyalurkan Zakat Untuk Pembangunan Masjid

Kategori Zakat

Jumat, 21 Oktober 2005 06:37:26 WIBMEMBELANJAKAN ATAU MENYALURKAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MASJID OlehSyaikh Muhamamd bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukumnya membelanjakan zakat untuk pembangunan masjid Siapakah orang fakir itu JawabanPembelanjaan [penyaluran] zakat tidak boleh dilakukan kecuali kepada delapan golongan yang telah disebutkan oleh Allah, karena Allah menyebutkan hal itu dengan pola pembatasan yakni dengan ‘innama’, Dia berfirman.â€Å"Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah ; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah : 60]Sehingga tidak boleh dibelanjakan untuk pembangunan masjid, pengajaran ilmu dan semacamnya, sedangkan sedekah yang sunnah [bukan zakat] yang paling utama adalah disalurkan pada pos yang bermanfaat.Adapun orang fakir yang berhak menerima zakat adalah orang yang tidak mampu mencukupi dirinya sendiri dan mencukupi keluarganya sepanjang tahun disesuaikan dengan waktu dan tempat, bisa jadi dengan seribu riyal di suatu waktu dan di suatu tempat dianggap sebagai orang kaya, sedangkan di waktu dan tempat yang lain tidak dianggap sebagai kaya disebabkan oleh mahalnya biaya hidup, dan yang semisal dengan itu.Pertanyaan.Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah zakat digunakan untuk membangun masjid, melaksanakan firman Allah Ta’ala tentang keadaan ahli zakat ‘wa fi sabilillah’ [At-Taubah : 60] Jawaban.Sesungguhnya pembangunan masjid tidak masuk dalam lingkup kandungan makna firman Allah Subahanhu wa Ta’ala ‘wa fi sabilillah’ karena makna yang dipaparkan oleh para mufasir [ahli tafsir] sebagai tafsir dari ayat ini adalah jihad fi sabilillah ; karena kalau kita katakan, ‘Sesungguhnya yang dimaksud dari fi sabilillah adalah semua yang mengarah kepada kebaikan maka pembatasan pada firmanNya.â€Å"Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir….”Menjadi tidak ada gunannya, padahal sebuah pembatasan seperti yang diketahui adalah penetapan hukum pada hal yang disebutkan dan menafikan selainnya. Apabila kita katakan, ‘Sesunnguhnya ‘wa fi sabilillah’ adalah semua jalan kebaikan, maka ayat itu menjadi tidak berguna, berkenaan dengan asal kata ‘innama’ yang menunjukan adanya pembatasan.Kemudian, sesungguhnya di dalam kebolehan pembelanjaan zakat untuk pembangunan masjid dan jalan-jalan kebaikan lainnya terdapat penelantaran kebaikan ; karena sebagian besar manusia dikalahkan oleh kekikiran diirnya. Apabila mereka melihat bahwa pembangunan masjid dan jalan-jalan kebaikannya boleh dijadikan tujuan penyaluran zakat, maka mereka akan menyalurkan zakat mereka ke sana, sedangkan orang-orang fakir dan miskin tetap dihimpit kebutuhan selamanya.[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1620&bagian=0


Artikel Membelanjakan Atau Menyalurkan Zakat Untuk Pembangunan Masjid ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Membelanjakan Atau Menyalurkan Zakat Untuk Pembangunan Masjid ?.

YANG PERLU ANDA KETAHUI DARI HADITS-5 (Membatasi DiriPada Kitab ash-Shahihain, Tepatkah?)

Kumpulan Artikel Islami

YANG PERLU ANDA KETAHUI DARI HADITS-5 (Membatasi DiriPada Kitab ash-Shahihain, Tepatkah?) TANYA:

Bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang hanya membatasi diripada kitab ash-Shahihain [Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim] sajatanpa mau melirik kepada kitab-kitab sunnah yang lain Apakah al-Bukharidan Muslim mensyaratkan untuk mengeluarkan semua hadits yang shahihsaja

JAWAB:

Tidak dapat disangkal lagi, bahwa pendapat itu jauh dari benar bahkanbisa terjerumus ke dalam kesesatan karena sama artinya dengan menolaksunnah Rasulullah SAW.

Al-Bukhari dan Muslim tidak mensyaratkan untuk mengeluarkan semuahadits yang shahih saja. Seperti yang diinformasikan para ulama darial-Bukhari, bahwa ia pernah berkata, “Aku hafal 100 ribu hadits shahih.”Para ulama itu juga menukil darinya yang mengatakan, “Tapi akutinggalkan hadits-hadits lain yang shahih karena khawatir terlalupanjang [bertele-tele].”

Al-Bukhari sendiri telah menshahihkan sendiri hadits-hadits yang bukanshahih. Hal ini nampak secara jelas sekali dalam pertanyaan-pertanyaanat-Turmudzi kepadanya seperti yang terdapat di dalam Sunan at-Turmudzi.

Para ulama juga menukil dari Muslim hal serupa di mana ia pernahmengatakan, “Bukan segala sesuatu yang menurutku shahih lalu aku muatdi sini.”

Jadi, tidak dapat diragukan lagi kebablasan orang yang hanya membatasidiri pada kitab ash-Shahihain saja dan menolak kitab selain keduanya.

[SUMBER: As’ilah Wa Ajwibah Fii Mustholah al-Hadiits karyaMusthafa al-‘Adawi, hal.14-15, no.28]

Artikel YANG PERLU ANDA KETAHUI DARI HADITS-5 (Membatasi DiriPada Kitab ash-Shahihain, Tepatkah?) diambil dari http://www.asofwah.or.id
YANG PERLU ANDA KETAHUI DARI HADITS-5 (Membatasi DiriPada Kitab ash-Shahihain, Tepatkah?).

Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 2/2 Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 2/2

Kategori Al-Wala' Dan Al-Bara'

Minggu, 4 Juli 2004 20:31:37 WIBAL-WALA & AL-BARA -BENTUK LOYALITAS TERHADAP ORANG KAFIROlehSyaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-FauzanBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]KeenamMenggunakan kalender mereka khususnya kalender yang mencatat hari-hari suci dan hari-hari besar mereka, seperti kalender masehi yang menyebutkan peringatan Hari Kelahiran Al-Masih Alaihissalam, yang hari raya itu adalah bid'ah yang mereka ada-adakan, dan bukanlah dari dien [ajaran] Al-Masih Alaihissalam. Maka dengan memakai kalender tersebut merupakan keikutsertaan dalam menghidupkan syi'ar dan hari besar mereka. Untuk menghindari masalah ini maka para sahabat Radhiyallahu anhum berkeinginan untuk menentukan kalender bagi kaum muslimin pada masa Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu ; mereka berpaling dari kalender orang kafir dengan membuat kalender yang permulaannya dihitung dari hari hijrah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hal tersebut untuk menunjukkan wajibnya menyelisihi orang-orang kafir dalam masalah ini dan masalah-masalah lain yang merupakan kekhususan mereka, hanya Allah lah tempat mohon pertolongan.KetujuhKeikutsertaan kaum muslimin di hari-hari besar orang-orang kafir ; membantu mereka dalam menyelenggarakan dan penyelenggaraannya, memberikan ucapan selamat pada hari itu atau mendatangi undangan pada hari diselenggarakannnya ucpacara pada hari itu. Firman Allah Ta'ala yang berbunyi : "Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu", telah ditafsirkan bahwa dari sifat hamba-hamba adalah sesungguhnya mereka tidak mendatangi hari-hari besar orang kafir.KedelapanMemuji dan terpesona atas kemajuan mereka serta kagum atas tingkah laku dan kepandaian mereka tanpa melihat kepada aqidah-aqidah yang bathil dan nama mereka yang rusak.Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal". [Thaha : 131]Ayat tersebut tidak dapat diartikan bahwa kaum muslimin dilarang untuk mengetahui rahasia sukses mereka dengan jalan belajar dibidang-bidang perindustrian [senjata dan lain-lain], dasar-dasar ekonomi yang tidak dilarang oleh syari'ah serta strategi-strategi kemiliteran, bahkan semua itu merupakan persoalan yang dituntut oleh Islam.Allah berfirman."Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi". [Al-Anfal : 60]Pada dasarnya hal-hal yang bermanfaat diatas dan juga rahasia-rahasia alam ini pada dasarnya diciptakan Allah Ta'ala unuk kaum muslimin.Allah berfirman"Artinya : Katakanlah :'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan [siapa pulakah yang mengharamkan] rezeki yang baik '. Katakanlah : 'Semuanya itu [disediakan] bagi orng-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus [untuk mereka saja] di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui". [Al-A'raf : 32]Dan Allah berfirman."Artinya : Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, [sebagai rahmat] daripada-Nya". [Al-Jatsiah : 13].Allah berfirman."Artinya : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". [Al-Baqarah : 29].Maka merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk bersaing dalam menggali manfaat-manfaat dan potensi ini dan tidak perlu meinta-minta kepada orang kafir untuk mendapatkannya, mereka wajib memiliki pabrik-pabrik dan teknologi-teknologi canggih.KesembilanMemberi nama dengan nama-nama mereka [orang kafir] ; mereka [sebagian kaum muslimin] memberi nama anak laki-laki dan anak perempuannya dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama-nama bapak-bapak, ibu-ibu, kakek-kakek, nenek-nenek, serta nama yang dikenal di masyarakat mereka.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda."Artinya : Sebaik-baik nama adalah Abdullah dan Abdur Rahman".Dan akibat perubahan nama-nama tersebut, telah didapatkan suatu generasi yang mempunyai nama-nama aneh, hal tersebut menyebabkan terpisahnya generasi ini dengan generasi-generasi sebelumnya serta terputusnya hubungan baik antar keluarga yang sudah dikenal dengan nama-nama khusus mereka.KesepuluhMemintakan ampun dan memintakan rahmat bagi mereka, yang hal itu telah diharamkan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya."Artinya : Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun [kepada Allah] bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat[nya], sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam". [At-Taubah : 113].[Disalin dari buku Al-Wala & Al-Bara' Tentang Siapa yang Harus Dicintai dan Harus Dimusuhi oleh Orang Islam, oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, hal 21-25, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Endang Saefuddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=883&bagian=0


Artikel Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 2/2.

Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Wanita Haidh

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Wanita Haidh Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Wanita Haidh

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Sabtu, 14 Februari 2004 12:51:50 WIBHUKUM SHALAT DAN PUASA BAGI WANITA HAIDHOlehSyaikh Shalih Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Apa hukum shalat dan puasa yang dilakukan oleh wanita yang sedang haidh .JawananHaram bagi wanita itu untuk melaksanakannya. Shalat dan puasa yang ia kerjakan tidak sah berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Bukankah jika wanita sedang haidh tidak shalat dan tidak puasa" [Muttafaqun 'alaih]Jika wanita haidh telah mendapatkan kesuciannya, maka ia harus mengqadha puasa dan tidak perlu mengqadha shalat berdasarkan ucapan Aisyah Radhiyallahu 'anha : " Di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kami mengalami haidh maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa tapi kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat" [Muttafaqun 'alaih].Perbedaannya -wallahu 'alam- shalat dilakukan berulang-ulang maka jika shalat itu di qadha akan menimbulkan kesulitan bagi wanita itu, lain halnya dengan puasa.[At-Tanbihat, Syaikh Shalih Al-Fauzan, halaman : 213]SHALAT DAN PUASANYA WANITA HAIDHOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta'PertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Kami harap Anda memberi kami tambahan pendapat tentang shalat dan puasa yang dilakukan wanita saat haidh, kami telah banyak menemukan dalil-dalil tentang hal ini dan kami menginginkan yang benar .JawabanJika seorang wanita mendapatkan haidh maka ia harus meninggalkan shalat dan puasa, lalu jika ia telah mendapatkan kesuciannya maka ia harus mengqadha puasa yang ditinggalkannya selama haidh itu dan tidak perlu mengqadha shalatnya, berdasarkan hadist yang diriwayatkan Al-Bukhari dan lainnya, tentang keterangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai kekurangan agama wanita, yaitu sabda beliau."Artinya : Bukankah bila seorang di antara kalian jika ia haidh ia tidak shalat dan tidak puasa"Juga berdasarkan riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Muadzah, bahwa ia bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu 'anha : "Mengapa wanita haidh harus mengqadha puasa tapi tidak harus mengqadha shalat ". Maka Aisyah berkata : Apakah engkau Haruri Dia berkata : Saya bukan orang Haruri, tapi saya bertanya, maka Aisyah berkata : "Kami juga mengalami haid di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat". [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim serta lainnya]Sebenarnya ini merupakan ungkapan kasih sayang Allah kepada wanita, Allah tidak mewajibkan untuk mengqadha shalat karena shalat dilakukan berulang-ulang sebanyak lima kali dalam sehari, begitu juga dengan haidh yang terus menerus terjadi setiap bulanm pada diri wanita, yang mana jika shalat itu haris diqadha maka hal ini akan menimbulkan kesulittan yang besar. Adapun puasa, dikarenakan kewaijban itu hanya sekali dalam setahun, maka kewajiban itu tidak berlaku saat haidh, ini pun merupakan ungkapan kasih sayang Allah kepada wanita, lalu Allah memerintahkan kepada wanita itu untuk mengqadha puasa yang telah ia tinggalkan agar tercapainya kemaslahatn syari'ah bagi wanita itu.[Majalah Al-Buhut Al-Islamiyah 26/83][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentan Wanita penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan terbitan Darul Haq hal.155-136 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=199&bagian=0


Artikel Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Wanita Haidh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Wanita Haidh.

Usia Haid

Kumpulan Artikel Islami

Usia Haid Usia Haid

Kategori Wanita - Darah Wanita

Rabu, 25 Februari 2004 22:20:02 WIBUSIA HAIDOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-'UtsaiminUsia haid biasanya antara 12 sampai dengan 50 tahun. Dan kemungkinan seorang wanita sudah mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun, atau masih mendapatkan haid sesudah usia 50 tahun. Itu semua tergantung pada kondisi, lingkungan dan iklim yang mempengaruhinya.Para ulama, rahimahullah, berbeda pendapat tentang apakah ada batasan tertentu bagi usia haid, dimana seorang wanita tidak mendapatkan haid sebelum atau sesudah usia tersebut Ad-Darimi, setelah menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah ini, mengatakan :"Hal ini semua, menurut saya, keliru. Sebab, yang menjadi acuan adalah keberadaan darah. Seberapa pun adanya, dalam kondisi bagaimana pun, dan pada usia berapa pun, darah tersebut wajib dihukumi sebagai darah haid. Dan hanya Allah Yang Maha Tahu" [Al-Majmu 'Syarhul Muhadzdazb, Juz I, hal. 386].Pendapat Ad-Darimi inilah yang benar dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi, kapan pun seorang wanita mendapatkan darah haid berarti ia haid, meskipun usianya belum mencapai 9 tahun atau diatas 50 tahun. Sebab, Allah dan Rasul-Nya mengaitkan hukum-hukum haid pada keberadaan darah tersebut, serta tidak memberikan batasan usia tertentu. Maka, dalam masalah ini, wajib mengacu kepada keberadaan darah yang telah dijadikan sandaran hukum. Adapun pembatasan padahal tidak ada satupun dalil yang menunjukkan hal tersebut.[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin-Nisaa' oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin, dengan edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita, diterbitkan oleh Darul Haq, Penrjemah Muhammad Yusuf Harun, Ma]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=297&bagian=0


Artikel Usia Haid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Usia Haid.

Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama darithawaf qudum khusus bagi laki-laki saja

Kumpulan Artikel Islami

Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama darithawaf qudum khusus bagi laki-laki saja

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apakah lari-larikecil pada tiga putaran pertama dari thawaf qudum khusus bagilaki-laki saja, ataukah berlaku bagi laki-laki dan perempuan ?

>> Jawaban :

Lari-lari kecil hanya khusus bagi laki-laki saja, dan tidakdisunnahkan bagi kaum wanita, apalagi berlari dengan kencang.

Artikel Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama darithawaf qudum khusus bagi laki-laki saja diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah lari-lari kecil pada tiga putaran pertama darithawaf qudum khusus bagi laki-laki saja.

Urgensi Aqidah Dan Peran Aqidah Dalam Kehidupan Seorang Muslim

Kumpulan Artikel Islami

Urgensi Aqidah Dan Peran Aqidah Dalam Kehidupan Seorang Muslim Urgensi Aqidah Dan Peran Aqidah Dalam Kehidupan Seorang Muslim

Kategori Siyasi Wal Fikri

Selasa, 6 April 2004 08:59:37 WIBMUKADDIMAHPara pemikir-pemikir Barat mulai menyuarakan melalui mimbar-mimbar ilmiah mereka, bahwasanya peperangan budaya dan ideologi telah dimulai. Dan peperangan antara konsep Islami dan konsep pemikiran sekuler telah dinyatakan terang-terangan. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa kaum muslimin harus menyatukan barisan mereka dan memadukan visi dan misi mereka. Dan mereka harus mempelajari manhaj Islami yang benar.Pergolakan pemikiran membangkitkan sentimen sebagian kelompok yang menggiring mereka melakukan beberapa aksi kekerasan. Aksi tersebut bersandar kepada beberapa metodologi berpikir yang keliru, secara tidak langsung merupakan sebab timbulnya beberapa kekacauan dalam lembaran sejarah dunia Islam.Oleh karena itu, maka sudah sewajarnya kita menelaah dengan seksama pola pemikiran politik yang Islami menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan mengambil metodologi Ahlus Sunnah wal Jama'ah sebagai solusi dalam menghadapi segala tantangan zaman dan dalam membabat habis pemikiran-pemikiran yang menyesatkan.Sebagai konsekswensinya umat Islam harus bersatu di atas pedoman Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Pedoman itulah yang dapat membantu umat ini dalam mengarahkan kebangkitan umat Islam dan memperbaiki perjalanan menuju ke arah sana.Kebangkitan Islam telah muncul di atas dua manhaj :Pertama : Manhaj yang memulai dengan menancapkan aqidah yang benar dan berusaha mengamalkannya, kemudian berangkat dan situ berusaha menelurkan ide-ide politik yang sejalan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.Kedua : Manhaj yang memulai dengan memunculkan ide-ide politik dan undang-undang sementara masalah aqidah dikebelakangkan. Akhirnya mereka jatuh dalam tindakan-tindakan yang salah.Dibawah ini, akan saya salinkan secara berseri nasehat para ulama tentang masalah Politik dan Pemikiran, yang mana para ulama mengetengahkan asas-asas yang menjadi dasar dari kaidah bagi seluruh kafilah-kafilah dakwah Islam. Di samping mengetengahkan hubungan antara penguasa dan rakyat, amar ma'ruf nahi mungkar dan masalah perseteruan antara yang haq dan batil.Ulama-ulama yang berbicara dalam kesempatan ini adalah ulama-ulama dan pemikir-pemikir Islam yang handal. Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah mufti Kerajaan Saudi Arabia merangkap ketua umum Lembaga Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam. Kemudian Fadhilatusy Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, beliau adalah anggota Lembaga Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam Saudi Arabia dan mantan Dekan Ma'had 'Ali Lil Qadha. Beliau adalah seorang peniliti yang matang yang telah bernadzar untuk selalu berkhidmat pada kepentingan agama dan penyebaran aqidah yang benar. Kemudian Fadhilatusy Syaikh Dr. Shalih bin Ghanim As-Sadlan, seorang Guru Besar yang berpengalaman di Fakultas Syari'ah, seorang pengamat handal yang selalu tegak di atas manhaj yang lurus.Dan sesungguhnya para ulama tertuntut untuk menjelaskan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam bidang politik dan pola pemikiran sebagaimana halnya mereka menjelaskan bidang aqidah. [1]URGENSI AQIDAH, PERAN AQIDAH DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIMOlehFadhilatus Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

>> Pertanyaan :Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Ada beberapa orang yang memandang remeh perkara aqidah, mereka beranggapan bahwa nilai keimanan yang dimiliki sudah mencukupi bagi seseorang. Sudikah Anda menjelaskan urgensi aqidah bagi setiap pribadi muslim serta pengaruh yang timbul dari aqidah tersebut dalam kehidupannya dan dalam hubungannya terhadap diri sendiri, masyarakat muslim dan non muslim Jawaban.Bismillahirrahmanirrahim, segala puji hanyalah bagi Allah semata Rabb sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada rasul junjungan kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, bagi keluarga serta sahabat beliau, wa ba'du.Pembenahan aqidah merupakan asas dasar Dienul Islam. Tidaklah berlebihan sebab syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah merupakan rukun Islam yang pertama. Dan para rasul pertama kali menyeru kaumnya untuk membenahi aqidah mereka. Sebab aqidah merupakan dasar pondasi seluruh amal ibadah dan perbuatan yang dilakukan. Tanpa pembenahan aqidah amal menjadi tiada berguna. Allah Subhnahahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan" [Al-An'am : 88]Yaitu akan hapuslah seluruh amalan mereka. Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Sesungguhnya orang yang mempersekutukan [sesuatu dengan] Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun" [Al-Maidah : 72]Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada [nabi-nabi] sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan [Allah], niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi" [Az-Zumar : 65]Dari ayat-ayat diatas dan beberapa ayat lainnya jelaslah bahwa urgensi aqidah merupakan prioritas yang utama dan pertama dalam dakwah. Seruan dakwah pertama kali adalah kepada pembenahan aqidah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bermukim di kota Mekkah setelah diangkat menjadi rasul selama tiga belas tahun menyeru umat manusia kepada pembenahan aqidah, yakni kepada tauhid. Tidaklah diturunkan kewajiban-kewajiban ibadah kecuali setelah beliau hijrah ke Madinah. Memang benar, ibadah shalat diwajibkan ketika beliau berada di Makkah sebelum hijrah, akan tetapi bukankah syariat-syariat lainnya diwajibkan atas beliau setelah hijrah ke Madinah Hal itu menunjukkan bahwa amal ibadah itu baru dituntut setelah pembenahan aqidah. Orang yang mengatakan "cukuplah nilai keimanan tanpa memperhatikan perlu ambil peduli masalah aqidah" justru bertentangan dengan nilai keimanan itu sendiri. Sebab keimanan itu akan sempurna dengan memiliki aqidah yang benar dan lurus. Adapun jika aqidah belum benar, maka tidak akan ada tersisa iman dan nilai agama sedikitpun !

>> Pertanyaan :Bagaimana pengaruh aqidah terhadap kehidupan seorang muslim dan prilakunya Jawaban.Sebagaimana yang telah disinggung diatas bahwa jika seorang muslim memiliki aqidah yang benar maka amal ibadahnya-pun menjadi benar. Sebab aqidah yang benar akan mendorongnya melakukan amal shalih dan mengarahkannya kepada nilai-nilai kebaikan dan perbuatan terpuji. Apabila seseorang telah berikrar tiada Illah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah didasari ilmu dan keyakinan serta ma'rifah, maka akan mendorongnya melakukan amal shalih. Sebab syahadat Laa Ilaaha Illallah bukanlah sekedar kata-kata yang diucapkan lisan begitu saja. Ia merupakan ikrar bagi i'tiqad dan amalan. Ikrar dan syahadat tersebut tidak akan lurus dan berguna kecuali dengan melaksanakan segala konsekwensinya berupa amal shalih, si pengingkar akan tergerak menegakkan rukun Islam dan Iman. Ditambah beberapa perintah-perintah agama dan disempurnakan dengan melaksanakan sunnah-sunnah dan nilai-nilai keutamaan lainnya.[Disalin dari kitab Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur'an & As-Sunnah, hal 51-54 Terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]__________Foote Note.[1] Diringkas secara bebas dengan sedikit perubahan dan tambahan dari Mukadimmah buku Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur'an & As-Sunnah oleh Dr. Anwar Majid Asyqi [penyalin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=592&bagian=0


Artikel Urgensi Aqidah Dan Peran Aqidah Dalam Kehidupan Seorang Muslim diambil dari http://www.asofwah.or.id
Urgensi Aqidah Dan Peran Aqidah Dalam Kehidupan Seorang Muslim.

Fiqih Wudhu Bab Niat

Kumpulan Artikel Islami

Fiqih Wudhu Bab Niat Fiqih Wudhu Bab Niat

Kategori Fiqih Ibadah

Kamis, 9 Juni 2005 07:44:01 WIBFIQIH WUDHU BAB NIATOlehSyaikh Abdul Aziz Muhammad As-SalmanPertanyaan.Niat apakah yang dimaksudkan dalam berwudhu dan mandi [wajib] Apa hukum perbuatan yang dilakukan tanpa niat dan apa dalilnya Jawaban.Niat yang dimaksud dalam berwudhu dan mandi [wajib] adalah niat untuk menghilangkan hadats atau untuk menjadikan boleh suatu perbuatan yang diwajibkan bersuci, oleh karenanya amalan-amalan yang dilakukan tanpa niat tidak diterima. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam [menjalankan] agama dengan lurus” [Al-Bayyinah : 5]Dan hadits dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, bawha Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat ; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain [akan memperoleh balasan dari] apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju [keridhaan] Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kearah [keridhaan] Allah dan RasulNya. Barangsiapa hijrahnya karena [harta atau kemegahan] dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kearah yang ditujunya” [1]Pertanyaan.Apa makna istishhab hukum niat dan istishhab dzikir niat Apa hukum masing-masingnya Dan kapan diwajibkan dan dianjurkan menghadirkan niat bagi orang yang ingin bersuci JawabanIstishhab hukum niat maksudnya tidak memutuskan niat tersebut sampai selesai bersuci, dan ini hukumnya wajib. Adapun istishhab dzikir [pengingatan]nya maksudnya adalah niat tersebut selalu berada dalam benaknya di semua ibadah, dan hukumnya mustahab [dianjurkan]. Niat ini wajib dihadirkan di awal kewajiban-kewajiban bersuci, yaitu ketika mengucapkan basmalah, demikian pula dianjurkan menghadirkannya di awal sunnah-sunnah bersuci jika terdapat sunnah bersuci.[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 07/I/1424H -2003M]_________Foote Note[1] Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya [hadits no. 1,54, 2529, 3898, 5070, 6689, 6953 dengan lafal yang berbeda-beda] dan muslim dalam kitab shahihnya hadits no. 1907. Dan lafal hadits yang tersebut diatas dicantumkan oleh An-Nawawi dalam kitab Riyadush Shalihin dan kitab Arba’in dan Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ Ulum wal Hikam.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1450&bagian=0


Artikel Fiqih Wudhu Bab Niat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Fiqih Wudhu Bab Niat.

Hal-Hal Yang Dilakukan Pada Hari Nahar [10 Dzulhijjah], Arti Tahallul Pertama Dan Tahallul Kedua

Kumpulan Artikel Islami

Hal-Hal Yang Dilakukan Pada Hari Nahar [10 Dzulhijjah], Arti Tahallul Pertama Dan Tahallul Kedua Hal-Hal Yang Dilakukan Pada Hari Nahar [10 Dzulhijjah], Arti Tahallul Pertama Dan Tahallul Kedua

Kategori Hajji Dan Umrah

Kamis, 13 Januari 2005 21:27:58 WIBHAL-HAL YANG DILAKUKAN PADA HARI NAHAR [10 DZULHIJJAH]OlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah amal yang utama dilakukan bagi orang-orang yang haji pada hari nahar Dan apakah boleh mendahulukan dan mengakhirkan JawabanMenurut contoh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hari nahar adalah melontar jumrah 'aqabah sebanyak tujuh kali dengan membaca takbir setiap melontar, kemudian menyembelih kurban jika dia wajib menyembelih [bagi yang haji tamattu' atau qiran,-pent], kemudian mencukur habis atau memotong rambut, tapi mencukur habis lebih utama, kemudian thawaf ifadhah dan sa'i. Ini adalah urutan yang utama seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melontar jumrah 'aqabah kemudian menyembelih kurban, kemudian mencukur rambut habis, dan kemudian pergi ke Mekkah untuk thawaf ifadhah. Tapi jika seseorang mendahulukan sebagian amal-amal haji tersebut atas sebagian yang lain, maka tiada dosa baginya. Seperti bila seseorang menyembelih kurban sebelum melontar jumrah, atau thawaf ifadhah sebelum melontar, atau mencukur rambut sebelum melontar jumrah, atau mencukur rambut sebelum menyembelih kurban, maka tiada dosa baginya. Sebab ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang mendahulukan atau mengakhirkan amal-amal haji tersebut, maka beliau berkata : "Lakukanlah dan tiada dosa bagi kamu".ARTI TAHALLUL PERTAMA DAN TAHALLUL KEDUAOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah yang dimaksud tahallul pertama dan tahallul kedua JawabanAdapun yang dimaksud tahallul pertama adalah bila orang yang haji telah melakukan dua dari tiga kewajiban haji, seperti : melontar jumrah dan mencukur/memotong rambut, atau melontar jumrah dan thawaf, atau thawaf dan mencukur/memotong rambut. Sedangkan tahallul kedua adalah bila orang yang haji telah melakukan tiga kewajiban dalam haji, yaitu melontar jumrah, thawaf dan mencukur/memotong rambut. Dan jika seseorang telah melakukan dua hal saja, maka dia boleh memakai baju berjahit, memakai parfum, dan halal baginya semua hal yang haram atas orang yang ihram kecuali senggama. Tapi jika melakukan yang ketiga dan telah melaksanakan apa yang tersisa atas dia maka halal baginya melakukan senggama. Sebagian ulama berpendapat bahwa jika orang yang haji telah melontar jumrah pada hari 'Id, maka dia boleh tahallul pertama. Ini adalah pendapat yang bagus. Jika seseorang melakukan hal ini, maka insya Allah tiada dosa atas dia. Tapi yang lebih utama dan lebih hati-hati adalah agar seseorang tidak tergesa-gesa tahallul pertama hingga dia melakukan amal haji yang kedua, yaitu mencukur/ memotong rambut atau ditambahkan dengan thawaf berdasarkan hadits dari Aisyah, meskipun dalam sanadnya terdapat komentar ulama, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Jika kamu telah melontar jumrah dan telah bercukur maka telah halal bagimu parfum dan segala sesuatu kecuali senggama" [Hadits Riwayat Abu Dawud]Juga karena berpedoman hadits-hadits lain yang berkaitan tentang masalah ini. Dan karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika telah melontar jumrah pada hari 'Id, menyembelih kurban dan bercukur, maka Aisyah memberikan parfum kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lahir hadits menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memakai parfum melainkan setelah beliau melontar jumrah, menyembelih kurban dan bercukur. Maka yang utama dan lebih hati-hati adalah agar seseorang tidak tahallul awal kecuali setelah melontar dan mencukur/ memotong rambut, dan jika dapat melakukan hendaknya memotong kurban setelah melontar jumrah dan sebelum bercukur. Sebab demikian itu adalah yang paling utama karena mendahulukan beberapa hadits.[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia. Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 146 - 148, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1300&bagian=0


Artikel Hal-Hal Yang Dilakukan Pada Hari Nahar [10 Dzulhijjah], Arti Tahallul Pertama Dan Tahallul Kedua diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hal-Hal Yang Dilakukan Pada Hari Nahar [10 Dzulhijjah], Arti Tahallul Pertama Dan Tahallul Kedua.

Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai

Kumpulan Artikel Islami

Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai

Kategori Birrul Walidain

Selasa, 21 September 2004 22:32:36 WIBSEANDAINYA ORANG TUA MENYURUH UNTUK BERCERAIOlehUstadz Yazid bin Abdul Qadir JawasApabila kedua orang tua menyuruh anak untuk menceraikan istrinya, apakah harus ditaati atau tidak Dibawah ini dibawakan beberapa hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam, diantaranya yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Abu Dawud."Artinya : Dari sahabat Abdullah bin Umar berkata : "Aku mempunyai seorang istri serta mencintainya dan Umar tidak suka kepada istriku. Kata Umar kepadaku, 'Ceraikanlah istrimu', lalu aku tidak mau, maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakannya, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku, 'Ceraikan istrimu'" [Hadits Riwayat Abu Dawud 5138, Tirmidzi 1189, dan Ibnu Majah 2088]Hadits kedua diriwayatkan oleh Abu Darda."Artinya : Dari Abu Darda Radhiyallahu 'anhu bahwa ada seorang datang kepadanya berkata, "Sesunggguhnya aku mempunyai seorang istri dan ibuku menyuruh untuk menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Orang tua itu adalah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga" [Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih].Hadist ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa seandainya orang tua kita menyuruh untuk menceraikan istri kita, wajib ditaati. [Nailul Authar 7/4]Ini terjadi bukan hanya pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam saja tetapi juga pada zaman Nabi Ibrahim 'Alaihis Shalatu wa sallam. Ketika Ibrahim 'Alaihi Shalatu wa sallam berkunjung ke rumah anaknya -Ismail 'Alaihi salam- dan anaknya saat itu tidak ada di tempat, kemudian Ibrahim berkata kepada istri Ismail 'Alaihi Salam, "Sampaikan pada suamimu hendaklah dia mengganti palang pintu ini" . Ketika Ismail datang, istrinya mengatakan bahwa ada orang tua yang datang menyuruh ganti palang pintu. Ismail kemudian mengatakan bahwa orang tua yang datang itu adalah ayahnya yang menyuruh menceraikan istrinya. [Hadits Riwayat Bukhari no. 3364 [Fathul Baari 6/396-398]]Sebagian ulama yang lain mengatakan jika orang tua kita menyuruh menceraikan istri tidak harus diataati. [Masaail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 96-97]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang seseorang yang sudah mempunyai istri dan anak kemudian ibunya tidak suka kepada istrinya dan mengisyaratkan agar menceraikannya, Syaikhul Islam berkata, "Tidak boleh dia mentalaq istri karena mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk berbakti kepada Ibu" [Majmu' Fatawa 33/112]Ada orang bertanya kepada Imam Ahmad, "Apakah boleh menceraikan istri karena kedua orang tua menyuruh untuk menceraikannya " Dikatakan oleh Imam Ahmad, "Jangan kamu talaq". Orang tersebut bertanya lagi, "Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak menceraikan istrinya " Kata Imam Ahmad, "Boleh kamu taati orang tua, jika bapakmu sama dengan Umar, karena Umar memutuskan sesuatu tidak dengan hawa nafsu" [Masail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 27]Permasalahan mentaati perintah orang tua ketika diminta untuk menceraikan istri, sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para imam [aimmah] sudah menjelaskan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Pada zaman Imam Ahmad [abad kedua] dan zaman Syaikhul Islam [abad ketujuh] permasalahan ini sudah terjadi dan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat kepada kedua orang tua untuk menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali jika istri tidak taat pada suami, berbuat zhalim, berbuat kefasikan, tidak mengurus anaknya, berjalan dengan laki-laki lain, tidak pakai jilbab [tabaruj/memperlihatkan aurat], jarang shalat dan suami sudah menasehati dan mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz [durhaka], maka perintah untuk menceraikan istri wajib ditaati. Wallahu 'Alam[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1037&bagian=0


Artikel Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai diambil dari http://www.asofwah.or.id
Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai.

Berlomba-Lomba Dalam Mendirikan Bangunan

Kumpulan Artikel Islami

Berlomba-Lomba Dalam Mendirikan Bangunan Berlomba-Lomba Dalam Mendirikan Bangunan

Kategori Hadits

Kamis, 22 Juli 2004 08:40:08 WIBBERLOMBA-LOMBA DALAM MENDIRIKAN BANGUNANOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-WabilMUKADIMAHArtikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro [kecil] ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.________________________________Kondisi seperti itu telah muncul tidak lama setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana orang bermegah-megahan dalam mendirikan bangunan dan memperindah rumah mereka. Hal ini terjadi karena dunia telah dihamparkan bagi kaum muslimin dan harta melimpah ruah di tangan mereka setelah dapat menaklukkan berbagai negara dan mengembangkan kekuasaannya. Sehingga banyak dari mereka yang cenderung kepada dunia dan terjangkit penyakit umat sebelumnya, yaitu berlomba-lomba mengumpulkan harta dan menggunakannya untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan pandangan syara’. Dan penduduk pedesaan pun, yang dahulunya fakir dan miskin, sekarang telah dihamparkan kekayaan dunia kepada mereka lantas berlomba-lomba membuat bangunan perumahan bertingkat dengan bermacam-macam bentuk dan model. Semua itu telah terjadi persis seperti apa yang disinyalir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dalam Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Malaikat Jibril ketika menanyakan kepada beliau tentang waktu terjadinya kiamat. Sabda beliau.â€Å"Artinya : Tetapi, saya akan memberitahukan kepadamu tentang tanda-tandanya. [Lalu menyebutkan antara lain] â€Å"Apabila penggembala-penggembala ternak sudah berlomba-lomba dalam membuat bangunan [rumah dan sebagainya], maka itu termasuk tanda-tanda telah dekatnya kiamat” [Shahih Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Suali Jibril An-Nabiyya Shallallahu ‘alaihi wa sallam An Al-Imam Wa Al-Islam Wa Al-Ihsan Wa Ilmi As-Sa’ah 1 : 114, dan Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Bayani Al-Iman Wa Al-Islam Wa Al-Ihsan 1 : 161-164]Dan dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal.â€Å"Artinya : Dan [di antara tanda telah dekatnya hari kiamat] ialah engkau lihat orang-orang yang dahulunya berkaki telanjang, berpakaian compang-camping, miskin, menggembala kambing, latas mereka berlomba-lomba membangun rumah-rumah indah” [Shahih Muslim 1 : 158]Dan dalam riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Abbas, ia bertanya, â€Å"Wahai Rasulullajh, siapakah penggembala-penggembala kambing dan berkaki telanjang, lapar dan miskin itu ” Beliau menjawab, â€Å"Orang-orang Arab”[Musnad Ahmad 4 : 332-334, hadits nomor 2926 dengan syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, â€Å"Isnadnya Shahih”. Al-Haitsami berkata, â€Å"Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Bazaar yang seperti itu… dan dalam isnad Ahmad terdapat Syahr bin Hausyab”. Majma-uz Zawaid 1: 38-39. Al-Albani berkata, â€Å"Ini adalah isnad yang tidak apa-apa untuk menjadi syahid [pendukung hadits lain]”. Periksa Silsilatul Ahaditshish Shahihah 3 : 332, hadits nomor 1345]Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dalam membuat bangunan” [Shahih Bukhari, Kitab Al-Fitan 13 : 81-82]Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, â€Å"Yang dimaksud berlomba-lomba dalam membangun ialah apabila salah seorang membangun rumah, maka ia ingin mengungguli yang lain. Disamping itu juga bisa diartikan dengan bermegah-megah dalam memperindah dan menghiasinya, atau lebih umum lagi dari itu. Dan memang banyak didapati orang-orang yang berlebihan dalam hal ini” [Fathul Bari 13 : 88]Hal ini sudah nampak dengan jelas pada masa sekarang. Orang sudah bermegah-megahan dalam membangun rumah, berlomba-lomba tentang tingginya bangunan, luasnya, indahnya, bahkan sudah seperti gedung-gedung pencakar langit yang terkenal di Amerika dan negara-negara lain.[Disalin dari kitab Asyratus Sa’ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Terbitan CV Pustaka Mantiq, hal.113-115]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=930&bagian=0


Artikel Berlomba-Lomba Dalam Mendirikan Bangunan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berlomba-Lomba Dalam Mendirikan Bangunan.

Pendapat Para Imam Abu Hanifah Tentang Masalah Tauhid 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Pendapat Para Imam Abu Hanifah Tentang Masalah Tauhid 1/2 Pendapat Para Imam Abu Hanifah Tentang Masalah Tauhid 1/2

Kategori I'tiqad Al-A'immah

Selasa, 20 Juli 2004 09:15:57 WIBPENDAPAT PARA IMAM ABU HANIFAH TENTANG MASALAH TAUHIDOlehDr. Muhammad Abdurrahman Al-KhumaisPertama :Aqidah beliau tentang tauhid [pengesaan Allah] dan tentang tawassul syar’i serta kebatilan tawassul bid’i.[1]. Imam Abu Hanifah berkata : â€Å"Tidak pantas bagi seseorang untuk berdoa kepada Allah kecuali dengan asma’ Allah. Adapun do’a yang diizinkan dan diperintahkan adalah keterangan yang terambil. Dari firman Allah :â€Å" Artinya : Bagi Allah ada nama-nama yang bagus [al-asma’-ul-husna], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang ilhad [tidak percaya] kepada asma Allah. Nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. â€Å" [Al-A’raf:180] [1][2].Imam Abu Hanifah berkata, â€Å"Makruh hukumnya seseorang berdo’a dengan mengatakan; saya mohon kepadamu berdasarkan hak si fulan, atau berdasarkan hak para Nabu-Mu, atau berdasarkan hak al-bait al-haram dan al-Masyar al-Haram. [2][3]. Imam Abu Hanifah berkata: â€Å"Tidak pantas seseorang berdo’a kepada Allah kecuali dengan menyebut asma’ Alla. Dan saya tidak suka bila ada orang berdo’a seraya menyebutkan ‘dengan sifat-sifat kemuliaan pada ‘arsy-Mu’, [3]atau dengan menyebutkan ‘dengan hak makhluq-Mu’. [4]KeduaPendapat Imam Abu Hanifah tentang penetapan sifat-sifat Allah dan bantahan terhadap golongan Jahmiyah.[1]. Imam Abu Hanifah berkata: â€Å"Allah tidak disifati dengan sifat-sifat makhluk. Murka dan ridha Allah adalah dua dari sifat-sifat Allah yang tidak dapat diketahui keadaannya. Ini adalah pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Allah murka dan ridha. Namun tidak dapat dikatakan, bahwa murka Allah itu adalah siksa-Nya dan ridha-Nya itu pahala-Nya.Kita menyifati Allah sebagaimana Allah menyifati diri-Nya sendiri. Allah adalah Esa, Dzat yang pada-Nya para hamba memohon, tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tidak ada satupun yang menyamai-nya. Allah juga hidup, berkuasa, melihat dan mengetahui.”Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka yang menyatakan janji setia kepada Rasul. Tangan Allah tidak seperti tangan makluk-Nya. Wajah Allah tidak seperti wajah-wajah makhluk-Nya.[5][2]. Imam Abu Hanifah berkata: â€Å"Allah juga memiliki tangan, wajah dan diri seperti disebutkan sendiri oleh Allah dalam al-Qur’an. Maka apa yang disebutkan oleh Allah tentang wajah, tangan dan diri menunjukkan bahwa Allah mempunyai sifat yang tidak boleh direka-reka bentuknya. Dan juga tidak boleh disebutkan bahwa tangan Allah itu artinya kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya, karena hal itu berarti meniadakan sifat-sifat Allah, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh ahli qadar dan golongan Mu’tazilah. [6][3]. Imam Abu Hanifah juga berkata: â€Å"Tidaklah pantas bagi seseorang untuk berbicara tentang Dzat Allah. Tetapi, hendaknya ia menyifati Allah dengan sifat-sifat yang disebutkan oleh Allah sendiri. Ia tidak boleh berbicara tentang Allah dengan pendapatnya sendiri. Maha Suci Allah Rabbul ‘Alamin.[7][4]. Ketika ditanya tentang turunnya Allah, Imam Abu Hanifah menjawab, â€Å"Allah itu turun tanpa cara-cara seperti halnya turunya makhluk. [8][5]. Beliau juga berkata: â€Å"Dalam berdo’a kepada Allah, kita memanjatkan do’a ke atas, bukan ke bawah, karena bawah tidak mengandung sifat Rububiyyah dan Uluhiyah sedikitpun.[9][6]. Beliau juga berkata: â€Å"Allah itu murka dan ridha. Namun tidak dapat disebutkan bahwa murka Allah itu siksa-Nya, dan ridha Allah itu pahala-Nya.” [10][Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat [Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad], Bab Aqidah Imam Abu Hanifah, oleh Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta]_________Foote Note[1]. Ad-Durr al Mukhtar ma’a Hasyiyat Radd al-Mukhtar, VI/396-397[2]. Syarh al-Aqidah ath-Thawiyah, hal. 234, Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, II/285, Syarah al-Fiqh al Akbar, hal.108[3] Imam ABu Hanifah dan Imam Muhammad bin Hasan tidka suka apabila seseorang berdo'a dengan menyebutkan, "Wahai Allah, saya mohon kepada-Mu dengan tempat kemuliaan dari 'arsy-Mu". Karena do'a seperti ini tidak ada petunjuk tekstual [nash] yang membolehkan.Sementara Imam Abu Yusuf membolehkan do'a seperti itu, karena menurut beliau ada nash dari hadits untuk hal itu, yaitu sebuah hadits di mana Nabi berdo'a, "Wahai Allah, saya mohon kepada-Mu dengan tempat-tempat kemuliaan di 'arsy-Mu dan puncak rahmat dari kitab-Mu"Hadits ini ditulis Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya, Ad-Da'wat Al-Kabirah, ditulis dalam kitab Al-Binayah IX/382, dan kitab Nasb Ar-Rayah IV/272. Di sanadnya terdapat tiga hal yang dapat menyacatkan hadits.[a] Daud bin Abu Ashim tidak pernah mendengar hadits dari Ibnu Mas'ud[b] Abdul Malik bin Juraij adalah seorang mudallis [menyembunyikan kecacatan hadits] dan mursil [menyebutkan hadits dengan sanad tidak bersambung].[c] Umar bin Harun dituduh sebagai pendusta. Oleh karena itu, Ibnul Al-Jauzi berkata sebagaimana terdapat dalam kitab, Al-Binayah IX/382, bahawa hadits ini adalah palsu tanpa diragukan lagi dan sanadnya sangat parah seperti Anda lihat. Lihat Tahdzib At-Tahdzib III/198, VI/405, VII/501 Tarqib At-Tahdzib I/520.[4] At-Tawasul Wa Al-Wasilah hal, 82. Lihat juga, Syarh Al-Fiqh Al-Akbar, hal.198[5] Al-Fiqh Al-Absath, hal.56[6] Al-Fiqh Al-Akbar, hal.302[7] Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah II/427, Editor Dr. At-Turki, Jala Al-Ainain, hal.368[8] Aqidah As-Salaf Ashhab Al-Hadits hal.42, Dar As-Salafiyah. Al-Baihaqi, Al-Asma' wa As-Sifat, hal. 456, Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 245 Takhrij Al-Albani, Al-Qari, Syarh Al-Fiqh Al-Akbar, hal.60.[9] Al-Fiqh Al-Absath, hal.51[10] Ibid, hal.56

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=925&bagian=0


Artikel Pendapat Para Imam Abu Hanifah Tentang Masalah Tauhid 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pendapat Para Imam Abu Hanifah Tentang Masalah Tauhid 1/2.

Syarat Tinggal Di Negeri Kafir 2/3

Kumpulan Artikel Islami

Syarat Tinggal Di Negeri Kafir 2/3 Syarat Tinggal Di Negeri Kafir 2/3

Kategori Al-Wala' Dan Al-Bara'

Sabtu, 21 Agustus 2004 08:39:15 WIBSYARAT TINGGAL DI NEGRI KAFIROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminBagian Kedua dari Tiga Tulisan [2/3]Setelah dua syarat pokok tersebut bisa terpenuhi maka tinggal di negeri kafir terbagi menjadi.Pertama.Ia tinggal untuk tujuan dakwah menarik orang kedalam Islam. Ini adalah bagian dari Jihad dan hukumnya fardhu kifayah bagi yang mampu untuk itu dengan syarat bisa merealisasikan dakwah tersebut dengan baik dan tidak ada yang mengganggu atau menghalanginya, karena berdakwah kepada Islam adalah wajib. Itulah jalan yang ditempuh oleh para utusan Allah. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh umatnya menyampaikan ajaran Islam, walaupun satu ayat, di mana dan kapan saja mereka berada. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitabul Anbiya', bab "Penyebutan Bani Israel"]Kedua.Ia tinggal untuk mempelajari keadaan orang-orang kafir dan mengenal sejauh mana kerusakan aqidah, kezhaliman, akhlaq, moral dan kehancuran sistim peribadatan orang-orang kafir. Dengan demikian ia bisa memperingatkan orang-orang untuk tidak terpengaruh dan tergiur dengan mereka dan ia bisa menjelaskan kepada orang-orang yang kagum dengan mereka. Ini juga termasuk bagian dari jihad, karena bertujuan menjelaskan kehancuran agama orang-orang kafir. Dan ini secara tidak langsung mengajak manusia kembali kepada Islam, karena kerusakan kaum kafir menjadi bukti atas kebenaran agama Islam, seperti disebutkan kata mutiara : "Sesuatu menjadi jelas dengan mengetahui kebalikannya". Tetapi dengan syarat keinginan terealisir tanpa kemudharatan yang lebih besar daripadanya. Jika tidak terealisir maksud dan tujuan tiggal di negeri kafir seperti tersebut di atas, maka tidak ada faedahnya ia tinggal di negeri kafir. Jika ia bisa merealisasikan maksud dan tujuannya tapi kemudharatan yang ditimbulkan lebih besar, seperti orang-orang kafir membalasnya dengan ejekan, memaki Islam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan imam-imam Islam, maka wajib baginya menghentikan kegiatan tersebut berdasarkan firman Allah."Artinya : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka, kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan" [Al-An'aam : 108]Termasuk dalam bagian ini adalah orang Islam yang tinggal di negeri kafir untuk menjadi intel [mata-mata] guna mengetahui rencana orang kafir terhadap umat Islam, selanjutnya ia menginformasikan rencana tersebut kepada orang-orang Islam agar berhati-hati dan mengerti tentang tipu daya musuh Islam. Hal ini pernah dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau mengirimkan Hudzaifah bin Yaman ke tengah-tengah orang musyrikin di saat perang Khandaq untuk mengetahui keadaan mereka. [Diriwayatkan oleh Muslim, Kitabul Jihad, bab "Perang Ahzab"]Ketiga.Ia tinggal sebagai duta bangsa atau kepentingan diplomasi dengan negera kafir, seperti menjadi pegawai di kedutaan, maka hukumnya tergantung tujuannya. Seperti atase kebudayaan yang bertujuan memantau dan mengawasi para pelajarnya di negera kafir agar mereka tetap komitmen terhadap agama Islam, baik dari segi akhlaq maupun moral. Dengan demikian tinggalnya di tempat tersebut mendatangkan maslahat yang sangat besar dan mampu mencegah kerusakan besar yang akan terjadi.Keempat.Ia tinggal untuk kepentingan pribadi seperti berdagang dan berobat, maka di perbolehkan baginya tinggal sebatas keperluan yang ada dan sebagian ulama ada yang membolehkan tinggal di negeri kafir untuk tujuan berniaga berdasarkan sebuah atsar dari sebagian sahabat.Kelima.Ia tingggal untuk tujuan belajar. Ini seperti bagian sebelumnya yaitu tinggal untuk suatu keperluan, tetapi ini lebih berbahaya dan lebih mudah merusak aqidah dan akhlaq seseorang. Karena biasanya seorang mahasiswa merasa rendah diri dan menganggap tinggi ilmu pengajarnya, sehingga dengan mudah ia terpengaruh pemikiran, pendapat, akhlaq dan moral mereka. Selanjutnya ia mengikuti mereka kecuali orang-orang yang dikehendaki dan dilindungi Allah. Dan ini sangat sedikit jumlahnya. Selanjutnya mahasiswa atau pelajar biasanya selalu membutuhkan pengajarnya yang akhirnya ia terikat dengannya dan membiarkan kesesatan karena kebutuhan pada gurunya. Lalu di tempat belajar, biasanya ia memerlukan teman bergaul. Ia bergaul dengan sangat akrab satu sama lain serta saling mencintai. Karena bahaya itulah hendaknya ia berhati-hati.[Disalin dari Syarhu Tsalasatil Ushul, edisi Indonesia Penjelasan Kitab Tiga Landasan Utama oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq hal. 226-228, penerjemah Zainal Abidin Syamsudin, Ainul Haris Arifin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1000&bagian=0


Artikel Syarat Tinggal Di Negeri Kafir 2/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Syarat Tinggal Di Negeri Kafir 2/3.

Kecemburuan Hud-Hud Terhadap Penyelewengan Tauhid

Kumpulan Artikel Islami

Kecemburuan Hud-Hud Terhadap Penyelewengan Tauhid Kecemburuan Hud-Hud Terhadap Penyelewengan Tauhid

Kategori Mabhats

Rabu, 16 Juni 2004 21:26:45 WIBKECEMBURUAN HUD-HUD TERHADAP PENYELEWENGAN TAUHIDOlehSyaikh Abdul Mu'min bin Muhammad An-Nu'manAllah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata : "Mengapa aku tidak melihat Hud-hud apakah dia termasuk yang tidak hadir.Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan yang terang".Maka tidak lama kemudian [datanglah Hud-hud], lalu ia berkata : "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya ; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugrahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah ; dan syaithan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan [Allah], sehingga mereka tidak dapat petunjuk.Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.Allah, tiada Tuhan [yang berhak disembah] kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang besar" [An-Naml : 20 - 26]Tergerak dari sebuah rasa kecemburuan terhadap penyimpangan aqidah dalam hati seekor burung ketika ia merasa enggan melihat seseorang bersujud dan menyembah kepada selain Allah. Yang mana hal tersebut dilandasi dengan dasar ilmu bahwa penyembahan yang dilakukan kepada selain Allah adalah perbuatan sia-sia dan merupakan kebinasaan. Inilah suatu kebenaran yang nyata dan wajib untuk diketahui oleh semua orang.[Kemudian timbul pertanyaan] bagaimana mereka bisa sujud kepada selain Allah, menundukkan kepala-kepala mereka dan merendahkan [dengan rasa hina] leher-leher mereka dihadapan mahluq--mahluq Allah semsestinya kepala-kepala dan leher harus terangkat, tubuh harus berdiri tegak dihadapan makhluk Allah. Karena seluruh mahluk adalah sama derajatnya dihadapan Allah dalam permasalahan ubudiyah [peng-hambaan] meskipun dalam masalah setatus derajat kehidupan di dunia mereka berada. Maka kening itu tidak boleh ditundukkan kecuali hanya kepada Allah saja, punggung tidak boleh dimiringkan dan ditundukan dengan rasa hina kecuali hanya kepada Dzat Yang Maha Pemberi Kehidupan. Itulah kemuliaan yang telah Allah berikan kepada manusia yang mulia. Ubudiyah [peribadatan] bagi manusia adalah sebuah kedudukan yang tinggi dan tidaklah dipilih hak dan pelaksanaan peribadatan itu kecuali oleh orang-orang yang berilmu.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah diberikan penawaran oleh Allah 'Azza wa Jalla antara menjadi seorang Raja [penguasa] dan Rasul [utusan] atau sebagai seorang Hamba dan Rasul [utusan]. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memilih sisi ubudiyah [penghambaan] yaitu sebagai seorang hamba yang di utus, karena beliau mengetahui hakikat dari ubudiyah, dan bagaimana mungkin beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui hal tersebut sedangkan beliau adalah sebagai orang yang mengajarkan Al-Hikmah [Al-Qur'an dan Sunnah].Pada hakikatnya burung Hud-hud ini adalah salah satu sosok makhluq Allah yang beriman, artinya bahwa ia tidak mengetahui yang patut disembah kecuali hanya Allah semata. Sebagaimana firman Allah."Artinya : Dan tak ada satupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka" [Al-Isra : 44]Dan sebuah kenyataan bahwa burung Hud-hud ini memiliki ilmu dan mengenal beberapa perkara yang samar dimana urusan tersebut tidaklah dikenal kecuali oleh kalangan Ahlul ilmi [orang-orang yang berilmu]. Tidaklah Hud-hud ketika melewati pada suatu kaum musyrik dengan sikap sebagaimana orang-orang yang tidak peduli dengan keberadaan kaum yang mereka lewat dihadapannya, tidak pula terburu-buru dalam menafsirkan keadaan kaum tersebut, dengan mengatakan : "Mereka adalah orang-orang bodoh dan dungu". Akan tetapi Hud-hud bergerak dan pergi dengan perlahan-lahan kemudian datang melaporkan kejadian yang baru ia saksikan kepada Nabi Allah Sulaiman 'Alaihi sallam dengan kabar yang yakin [tidak diragukan kebenarannya].Ada pendapat yang mengatakan : Bahwasanya Hud-hud adalah hewan yang telah dipersiapkan secara khusus dan termasuk salah satu dari golongan pasukan Nabi Sulaiman yang bertugas khusus dalam hal pengintaian [menjaga serta mengawasi] dan memiliki kedudukan sebagai mahluk yang berakal dan berilmu.Bisa jadi perkataan itu benar. Akan tetapi yang paling penting dalam kasus di atas adalah sikap marah dan perlawanan yang dimiliki dan diberikan oleh seekor burung terhadap penyimpangan tauhid yang terjadi. Sementara di lain pihak kita melihat dan menemukan sebagian manusia dari kalangan orang-orang Islam yang melewati dan melihat kejadian sebagaimana yang dialami burung Hud-hud ini tanpa ada rasa marah dan ingkar dalam diri mereka. Bahkan terkadang mereka membenarkan sikap orang-orang yang bersalah dan tersesat dari jalan tauhid.Allah Allah [saja yang dimintai pertolongan], seandainya burung Hud-hud ini melewati pada sebagian negeri-negeri kaum muslimin pada zaman sekarang dan melihat sikap mereka bergegas untuk mendatangi tempat-tempat yang diagungkan seperti perkuburan-perkuburan, kubah-kubah [sejenis bangunan untuk menutupi atas kuburan tertentu]. Dan seandainya Hud-hud mendengar teriakan-teriakan mereka tersebut ..... dari sebagian kaum muslimin yang menyeru kepada selain Allah !!!Sungguh suatu realita pahit yang sangat disayangkan ; lalu kapan kaum muslimin akan sadar dan memperhatikan hal ini .... Demikian pula para Da'i Islam[Disalin dari Majalah : Al Ashalah edisi 15-16 hal 49-50, diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/Dzulhijjah 1423/Februari 2003, hal 11-12. Terbitan Ma'had Ali Al-Irsyad - Surabaya]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=828&bagian=0


Artikel Kecemburuan Hud-Hud Terhadap Penyelewengan Tauhid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kecemburuan Hud-Hud Terhadap Penyelewengan Tauhid.

Mewakilkan Melontar Jumrah, Menggantikan Melontar Untuk Orang Sakit, Wanita Dan Anak Kecil

Kumpulan Artikel Islami

Mewakilkan Melontar Jumrah, Menggantikan Melontar Untuk Orang Sakit, Wanita Dan Anak Kecil Mewakilkan Melontar Jumrah, Menggantikan Melontar Untuk Orang Sakit, Wanita Dan Anak Kecil

Kategori Hajji Dan Umrah

Minggu, 9 Januari 2005 14:50:24 WIBMEWAKILKAN MELONTAR JUMRAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kapan diperbolehkan mewakilkan melontar jumrah Apakah ada hari-hari yang tidak boleh mewakilkan melontar jumrah JawabanBoleh mewakilkan dalam semua waktu dan tempat melontar bagi orang yang sakit yang tidak mampu melontar, orang hamil yang takut atas dirinya, wanita menyusui yang tidak mempunyai orang yang menjaga anaknya, orang yang berusia lanjut, dan lain-lain dari orang-orang yang tidak mampu melontar sendiri. Seperti orang tua boleh mewakilkan melontar untuk anaknya yang masih kecil. Bagi orang yang mewakili, dia melontar untuk dirinya dan untuk orang yang mewakilkan dalam setiap tempat melontar dengan memulai untuk dirinya kemudian melontar untuk orang yang diwakilinya. Kecuali jika orang yang melontar jumrah sunnah, maka dia tidak harus memulai melontar untuk dirinya. Tetapi tidak boleh mewakili melontar jumrah melainkan orang yang haji. Maka orang yang tidak haji tidak dapat mewakilkan orang lain untuk melontar dan tidak sah jika dia melontar untuk menggantikan orang lain.MENGGANTIKAN MELONTAR JUMRAH UNTUK ORANG YANG MAMPU MELONTAR SENDIRIOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah mungkin bila seseorang menggantikan saya untuk melontar jumrah pada hari kedua tasyriq [12 Dzulhijjah] disebabkan kondisi keluarga yang mengharuskan saya kembali ke Riyadh pada hari itu, ataukah saya harus membayar dam untuk itu JawabanTidak boleh seseorang menggantikan melontar kepada orang lain dan bepergian sebelum rampung melontar. Bahkan dia wajib menunggu. Jika dia mampu maka dia melontar sendiri. Tapi jika dia tidak mampu melontar sendiri maka dia menunggu dan mewakilkan kepada orang yang akan menggantikannya. Seseorang yang mewakilkan melontar tidak boleh pergi hingga orang yang mewakilinya selesai dari melontar, kemudian dia [orang yang mewakilkan] melakukan thawaf wada' ke Baitullah, dan setelah itu baru boleh pulang.Adapun jika seseorang dalam keadaan sehat maka dia tidak boleh mewakilkan melontar kepada orang lain, tapi dia wajib melontar sendiri. Sebab ketika dia telah melakukan ihram haji maka dia wajib menyelesaikan rukun-rukun haji seperti disebutkan dalam firman Allah."Artinya : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah" [Al-Baqarah : 196]Demikian pula umrah sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Seseorang yang telah ihram untuk umrah, dia wajib menyempurnakannya, sebab menurut pendapat yang shahih, seseorang tidak boleh mewakilkan sebagian rukun-rukun haji selama dia masih mampu melakukan sendiri. Jika seseorang pergi sebelum melontar, dia wajib membayar dam, yaitu memberikan makan kepada orang-orang miskin.MENGGANTIKAN MELONTAR UNTUK ORANG SAKIT, WANITA, DAN ANAK KECILOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah hukum mewakilkan melontar bagi orang yang sakit, perempuan dan anak kecil.JawabanTidak mengapa mewakilkan melontar bagi orang sakit, wanita yang lemah seperti wanita hamil atau gemuk yang tidak mampu melontar jumrah. Adapun wanita yang kuat dan gesit maka dia harus melontar sendiri, siapa yang tidak mampu melontar pada siang hari setelah matahari condong ke barat [waktu dzhuhur], maka dia melontar pada malam hari. Siapa yang tidak mampu melontar pada hari Idul Adha, dia melontar pada malam sebelas Dzulhijjah. Bagi orang yang tidak mampu melontar pada hari ke-11 Dzulhijjah, dia melontar pada malam ke-12 Dzulhijjah. Kemudian siapa yang tidak mampu melontar pada hari ke-12 Dzulhijjah atau terlewatkan melontar setelah matahari condong ke barat, dia melontar pada malam ke-13 Dzulhijjah. Waktu melomtar berkahir dengan terbitnya fajar. Adapun pada siang hari, maka tidak boleh melontar melainkan setelah tergelincirnya matahari ke barat pada hari-hari tasyriq.PertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seorang wanita melaksanakan haji dan telah mengerjakan semua manasiknya kecuali melontar jumrah dan dia telah mewakilkan orang lain untuk melontar atas namanya karena dia mempunyai anak kecil, sedangkan dia melaksanakan haji wajib. Bagaimana hukumnya JawabanTidak mengapa dia mewakilkan melontar kepada orang lain. Dan melontarnya orang yang mewakilinya telah cukup baginya karena ketika melontar terjadi desak-desakan yang mengandung resiko besar bagi wanita, terutama bagi wanita yang membawa anak kecil.CARA MELONTAR JUMRAH BAGI ORANG YANG MEWAKILI ORANG LAINOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seorang menggantikan bapak dan ibunya dalam melontar jumrah di samping melontar untuk dirinya sendiri, apakah dia wajib menentukan urutan dalam melontar ataukah dia bebas mendahulukan kepada siapa yang dia kehendaki JawabanJika seseorang menggantikan ibu dan ayahnya dalam melontar jumrah karena keduanya lemah fisiknya atau karena keduanya sakit, maka dia melontar untuk dirinya dulu lalu melontar untuk kedua orang tuanya, dan jika dia mendahulukan melontar untuk ibunya atas bapaknya maka lebih baik/utama. Sebab hak ibu lebih besar daripada hak bapak, dan jika sebaliknya, yakni memulai melontar untuk bapaknya atas ibunya maka tiada dosa. Namun dia tetap harus memulai melontar untuk dirinya sendiri, khususnya jika dia melontar wajib [karena dia haji wajib]. Tapi jika dia melontar sunnah [karena melakukan haji sunnah], maka dia tidak mengapa bila dia memulai untuk dirinya sendiri atau memulai untuk kedua orang tuanya. Tapi jika memulai untuk dirinya sendiri adalah lebih utama dan lebih baik kemudian melontar untuk ibunya lalu melontar untuk ayahnya dalam satu tempat [jumrah 'aqabah] pada hari 'Id. Tapi pada selain hari Id, maka melontarnya setelah bergesernya matahari ke ufuk barat, dan melontar sebanyak duapuluh satu kali lontaran untuk tiga orang pada setiap tempat melontar [ ula, wustha dan aqabah,-pent]. Jika dia mendahulukan sebagian lontaran atas sebagian yang lain, seperti mendahulukan melontar untuk ayahnya atas ibunya atau mendahulukan melontar untuk keduanya atas melontar untuk dirinya, maka dia tiada dosa baginya jika dia melontar sunnah. Tapi jika dia melontar jumrah wajib, maka dia wajib mendahulukan melontar untuk dirinya kemudian melontar untuk kedua orang tuanya.[Disalin dai buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal. 140 - 146, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari, LC]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1290&bagian=0


Artikel Mewakilkan Melontar Jumrah, Menggantikan Melontar Untuk Orang Sakit, Wanita Dan Anak Kecil diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mewakilkan Melontar Jumrah, Menggantikan Melontar Untuk Orang Sakit, Wanita Dan Anak Kecil.

Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 4/4

Kumpulan Artikel Islami

Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 4/4 Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 4/4

Kategori Akhlak

Jumat, 3 Desember 2004 07:07:58 WIBBERAKHLAK BAIK DAN PENTINGNYA BAGI PENUNTUT ILMUOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahBagina Terkahir dari Empat Tulisan 4/4Dan pada kesempatan ini saya ingin untuk mengingatkan atas suatu masalah yang dilakukan oleh banyak manusia dengan maksud berbuat baik. Yaitu suatu kejadian menimpa seseorang lalu orang lain meninggal disebabkannya. Maka datanglah keluarga terbunuh lalu meminta tebusan [sebagai pengganti hukuman mati] terhadap pelaku, maka apakah perbuatannya itu terpuji dan dianggap sebagai sikap berakhlak baik atau apakah dalam masalah ini ada perinciannya Ya benar, yang demikian itu ada perinciannya.Kita harus memerhatikan dan memikirkan terhadap pelaku kejadian ini, apakah dia dari kalangan orang yang sudah dikenal dengan sikapnya yang ngawur atau tidak hati-hati ataukah dia dari orang yang berkata : aku tidak peduli menubruk seseorang, karena uang diyatnya [tebusannya] ada dilaci. Kita berlindung diri kepada Allah dari yang demikian itu. Ataukah ia termasuk dari kalangan orang yang tertimpa kejahatan bersama dengan sikapnya yang hati-hati dan sadar, akan tetapi Allah telah mentaqdirkannya Jawabannya adalah : Kalau orang ini dari bentuk yang kedua maka memaafkan adalah lebih utama, akan tetapi sebelum memaafkan [walaupun dalam bentuk yang kedua] wajib kita lihat apakah mayit meninggalkan hutang atau tidak jika meninggalkan hutang yang belum terbayar maka kita tidak mungkin memaafkannya".Dan kalau kita memberikan maaf, maka pemberian maaf kita tidak dianggap. Dan masalah ini barangkali lalai darinya kebanyakan manusia, mengapa kita mengatakan bahwa sebelum memaafkan wajib kita melihat apakah mayit mempunyai hutang atau tidak Mengapa kita mengatakan yang demikian Karena para ahli waris menerima baik tebusan dari mana dari mayit yang ditimpa kejadian, dan tidaklah hak menerima tebusan kecuali sesudah hutang mayit dibayar. Oleh karena itu tatkala Allah menyebutkan tentang warisan Dia berfirman :"Artinya : [Pembagian-pembagian tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat" [An Nisa : 11]Permasalahan ini tersembunyi atas sebagian manusia, oleh karena itu kami berkata : "Jika terjadi kejadian atas seseorang , maka sebelum memaafkan pelaku kita ihat dulu keadaan pelaku perbuatan terlebih dahulu, apakah termasuk orang-orang yang ceroboh atau bukan dan kita melihat keadaan korban, apakah ia mempunyai hutang atau tidak Intinya : bahwa termasuk berakhlak baik adalah memaafkan manusia, dan ini termasuk sikap mendermakan kedermawanan, karena mendermakan kedermawanan itu bisa dengan cara memaafkan atau menjatuhkan hukuman atau menggugurkan hukum.Ketiga : WAJAH BERSERI-SERI [Tholaaqotu Al-Wajhi]Yaitu seseorang berwajah ceria, dan kebalikan berwajah ceria adalah bermasam muka, oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Janganlah meremehkan sesuatu kebaikan walaupun engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri" [Hadits riwayat Muslim]Berwajah ceria akan memasukkan rasa senang pada orang yang engkau jumpai dan orang yang berhadapan denganmu, mendatangkan rasa kasih sayang dan cinta, mendatangkan kelapangan dalam hati, bahkan mendatangkan rasa lapang dada bagimu dan orang-orang yang bertemu denganmu – cobalah niscaya akan kamu dapatkan ! - . Akan tetapi jika engkau bermuka masam, maka orang lain akan lari darimu, mereka akan merasakan ketidaksukaan untuk duduk denganmu serta berbicara denganmu. Dan boleh jadi kamu akan ditimpa penyakit yang berbahaya yaitu yang dinamakan dengan tekanan [batin]. Karena berwajah ceria adalah obat yang mencegah dari penyakit ini, yaitu penyakit tekanan [batin]. Oleh karena itu para dokter menasehati orang yang ditimpa penyakit ini untuk menjauhi dari hal-hal yang membangkitkan rasa marah. Karena hal itu akan menambah penderitaannya, maka berwajah ceria akan memusnahkan penyakit ini, karena manusia akan merasakan lapang dada dan dicintai mahluk.Ini adalah tiga dasar, di mana pada tiga hal inilah berkisar sikap berakhlak baik dalam bermuamalah dengan mahluk.Dan dari hal yang sepatutnya diketahui dalam berakhlak baik adalah bergaul dengan baik. Yaitu dengan cara seseorang bergaul dengan temannya, sahabatnya, karib kerabatnya dengan pergaulan yang baik, tidak membikin kesusahan dan kepedihan mereka, tetapi mendatangkan rasa gembira sesuai dengan batasan-batasan syariat Allah. Dan batasan ini haruslah batasan yang berdasarkan syariat Allah, karena diantara manusia ada orang yang tidak gembira kecuali dengan perbuatan maksiat kepada Allah, [kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu], yang demikian tidak kita setujui. Akan tetapi memasukkan rasa senang kepada orang yang berhubungan denganmu dari kalangan keluarga, teman, karit kerabat adalah termasuk berakhlak baik, oleh karena itu Nabi bersabda :"Artinya : Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku [terhadap] keluargaku adalah orang yang terbaik diantara kalian”. [Hadits riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi]Dan sangat disayangkan banyak diantara manusia berakhlak baik kepada orang lain, akan tetapi mereka tidak berakhlak baik kepada keluarganya, ini salah dan membalikkan hak-hak, bagaimana mungkin kamu berbuat baik kepada orang-orang jauh dan berbuat jelek kepada kerabat dekat karib kerabat adalah manusia yang paling berhak kamu berhubungan dan bergaul dengan baik. Oleh karena itu bertanya seorang lelaki kepada Rasulullah :"Artinya : Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku berbuat baik padanya Rasulullah menjawab : Ibumu, lalu ia bertanya lagi : lalu siapa ya Rasulullah Beliau menjawab : Ibumu, lalu lelaki itu bertanya lagi : lalu siapa ya Rasulullah Beliau menjawab : ayahmu”. [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Intinya : bahwasanya bergaul dengan baik kepada keluarga dan sahabat-sahabat, karib kerabat, semua itu adalah termasuk berakhlak baik.Dan sepatutnya kita di tempat ini [tempat Syaikh Utsaimin menyampaikan ceramah] menampakkan keberadaan pemuda dimana kita membiasakan mereka berakhlak baik, agar tempat ini menjadi tempat pendidikan dan pengajaran, karena ilmu tanpa tarbiyah [mendidik] terkadang mudharatnya [akibat jeleknya] lebih besar dari manfaatnya, akan tetapi bersama dengan mendidik ilmu akan mengantarkan kepada hasil yang diinginkan. Oleh Karena itu Allah berfirman"Artinya : Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi [dia berkata]: "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya" [Ali Imran : 79]Ini adalah faedah ilmu, yaitu manusia menjadi Rabbaniyyin artinya mendidik hamba-hamba Allah di atas syariat Allah.Dan tempat ini kami mengharapkan kepada pendirinya untuk menjadikannya sebagai tempat berlomba-lomba dalam berakhlak utama diantaranya berakhlak baik. Dan berakhlak baik bisa terjadi karena memang sudah tabiatnya atau karena usaha untuk berakhlak baik [sebagaimana penjelasan lalu]. Dan berakhlak baik karena memang sudah menjadi tabiat adalah lebih sempurna dari berakhlak baik karena usaha untuk berakhlak baik. Dan kami telah mendatangkan dalil tentang hal ini yaitu sabda Rasulullah."Artinya : Itu telah Allah ciptakan untukmu"Dan berakhlak baik yang dihasilkan dari usaha untuk itu kadang-kadang banyak hal terlewatkan, karena berakhlak baik dengan membuat-buat membutuhkan latihan, menahan dan mengingat ketika mendapatkan hal yang membikin marah dari manusia. Oleh karena datang seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Wahai Rasulullah, berikan aku wasiat, Rasulullah bersabda : janganlah kamu marah"Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Bukanlah orang yang kuat itu pegulat, tetapi yang dinamakan orang kuat itu adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah” [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim]Apakah makna â€Å"Sor’ah” â€Å"Sor’ah” adalah seorang lelaki pegulat yang mengalahkan lawannya.Bukanlah orang yang kuat itu pegulat, tetapi yang dinamakan orang kuat itu adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah, yaitu orang yang bergulat dengan jiwanya dan menguasainya ketika marah itulah orang yang kuat.Dan penguasaan manusia terhadap jiwanya dianggap termasuk dari akhlak-akhlak yang baik. Jika kamu marah maka janganlah meneruskan kemarahanmu, [tetapi] berlindunglah kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Jika kamu marah [dalam keadaan berdiri] maka duduklah, dan ketika kamu marah dalam posisi duduk maka berbaringlah, dan jika rasa marah bertambah maka berwudhulah hingga hilang darimu rasa marah.Maksudnya kami mengatakan : Bahwa berakhlak baik itu terjadi secara tabiat dan upaya untuk berakhlak baik. Dan berakhlak baik yang dihasilkan dari tabiat adalah lebih utama ; karena sudah menjadi suatu perangai pada manusia dan ia akan mudah dalam segala keadaan [untuk berakhlak baik]. Akan tetapi berakhlak baik yang dihasilkan dari upaya terkadang terlewatkan dalam beberapa kondisi.Demikianlah kami katakan bahwa berakhlak baik dapat diperoleh dengan berusaha, artinya seseorang membiasakan dirinya. Lalu bagaimanakah manusia dapat berakhlak baik manusia dapat berakhlak baik dengan hal-hal berikut ini:Pertama :Dengan melihat dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah, melihat dalil-dalil yang menunjukkan terpujinya akhlak yang agung ini. Dan seorang yang beriman jika melihat nash-nash yang memuji tentang akhlak atauKedua :Duduk dengan orang-orang yang baik dan shalih yang dipercaya dalam keilmuan mereka atau amanat mereka, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Permisalan teman duduk yang baik dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi, penjual minyak wangi tidak akan melukaimu, mungkin engkau membelinya atau engkau mendapatkan baunya. Sedangkan pandai besi akan membakar badanmu atau pakaianmu, atau engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap”. [Hadits riwayat Bukhari]Maka wajib bagimu wahai pemuda, untuk berteman dengan orang-orang yang sudah dikenal berakhlak baik dan menjauh dari akhlak yang jelek dan perbuatan yang hina, hingga engkau mengambil dari teman itu "madrasah" darinya engkau mendapatkan pertolongan untuk berakhlak baik.Ketiga :Hendaknya seseorang memperhatikan apa yang diakibatkan oleh akhlak yang buruk, karena akhlak yang buruk dibenci, dan buruk akhlak itu dijauhi, dan buruk akhlak itu disifati dengan sifat yang jelek.Maka jika seseorang mengetahui bahwa berakhlak buruk itu mengantarkan kepada hal ini, maka hendaknya ia menjauhinya.Kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah Rasuk-Nya baik secara dhahir maupun batin dan mewafatkan kita dalam keadaan yang demikian ini dan melindungi kita didunia akhirat. Dan [melindungi] hati kita dari ketergelinciran sesudah Dia memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kepada kita rahmat-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemberi.[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhirah Al-Islamiyah Th I/No.06/1424/2003]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1207&bagian=0


Artikel Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 4/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 4/4.