Selasa, 20 Mei 2008

Harus Melakukan Thawaf Wada? (Perpisahan) JikaKepulangannya Tertunda Di Mekkah

Kumpulan Artikel Islami

Harus Melakukan Thawaf Wada? (Perpisahan) JikaKepulangannya Tertunda Di Mekkah

>> Pertanyaan :

Apa hukumnya thawaf wada bagi orang yang melakukan umrah apabila iaterlambat pulang sehari atau lebih?

>> Jawaban :

Thawaf wada bagi orang yang mengerjakan umrah hukumnya tidak wajibapabila niat awal ketika ia tiba di Mekkah adalah melakukan thawaf,sai dan tahallul [mencukur habis atau memendekkan rambut kepala] lalupulang ke negerinya. Sebab, thawaf umrah itu sendiri baginya sudahmewakili thawaf wada. Akan tetapi kalau seusai umrah ia masih tinggaldi Mekkah, maka menurut pendapat yang kuat adalah ia wajib melakukanthawaf wada berdasarkan beberapa dalil berikut ini:

1. Luasnya cakupan ucapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam,

Tidak seorang pun boleh berangkat sebelummenjadikan akhir amalnya berada di Baitullah.

Hadits ini sifatnya umum dan cakupannya luas. Kata ahad berben-tuknakirah dalam konteks nafy atau dalam konteks nahy [larangan] yangmencakup siapa saja yang keluar hendak meninggalkan Mekkah.

2. Ibadah umrah itu sama dengan ibadah haji, bahkan Nabi Shalallaahualaihi wasalam menyebutnya haji kecil sebagaimana disebutkan didalam hadits Amru bin Hazm yang sangat populer dan diterimasepenuhnya oleh ummat, di mana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalambersabda,

Umrah itu adalah haji kecil.

3. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda kepada Yalabin Umayah,

Lakukanlah di dalam umrahmu apa yang Anda lakukandi dalam hajimu.

Nah, apabila Anda melakukan thawaf wada ketika melakukan ibadah haji,maka lakukan pula ketika Anda menunaikan umrah. Tidak ada yang keluardari itu kecuali yang telah disepakati oleh para ulama seperti wuqufdi Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina dan melontar jumroh.Hal-hal tersebut sudah menjadi ijma tidak dikerja-kan ketikamenunaikan umrah.

Hal lain yang perlu kita ingat adalah bahwa jika seseorang melakukanthawaf wada, maka berarti ia telah bebas dari tanggungan dan lebihhati-hati. Sebab, jika Anda melakukan thawaf wada tidak akan adaseorang ulama pun yang mengatakan bahwa Anda telah melakukan kesalahan.Tetapi jika Anda meninggalkan Mekkah tanpa melakukan thawaf wadapasti ada sebagian ulama yang mengatakan, Anda telah melakukankesalahan, karena Anda telah meninggalkan Baitullah tanpa thawaf wada.

[Ibnu Utsaimin: Fatawa wa Rasail lil Mutamirin: Jilid 1, hal. 24.]

Artikel Harus Melakukan Thawaf Wada? (Perpisahan) JikaKepulangannya Tertunda Di Mekkah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Harus Melakukan Thawaf Wada? (Perpisahan) JikaKepulangannya Tertunda Di Mekkah.

Hukum Berjabat Tangan Dengan Wanita Tua

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Berjabat Tangan Dengan Wanita Tua Hukum Berjabat Tangan Dengan Wanita Tua

Kategori Al-Masaa'il

Rabu, 23 Juni 2004 09:40:10 WIBHUKUM BERJABAT TANGAN DENGAN WANITA TUAOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaan.Bagaimana hukum berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah jika sudah lanjut usia Bagaimana pula jika wanita tersebut meletakkan kain atau semisalnya sebagai penyekat telapak tangannya JawabanSeorang pria dilarang secara mutlak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik yang masih muda maupun sudah tua, baik yang menjabat tangannya adalah seorang pemuda maupun kakek tua, karena tindakan itu bisa menimbulkan fitnah bagi keduanya.Selain itu, ada sebuah hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Sesungguhnya, aku tidak berjabat tangan dengan wanita".Aisyah Radhiallahu anha berkata :"Artinya : Demi Allah, tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menyentuh tangan wanita. Beliau tidak membai'at kaum wanita, kecuali dengan ucapan".Tidak ada perbedaan, apakah wanita itu berjabat tangan dengan memakai penutup ataukah tanpa penutup, dikarenakan keumuman dalil-dalil tersebut dan untuk menutup pintu-pintu yang menjerumuskan kepada fitnah.Wallahu Waliyyut Taufik[Disalin dari kitab Fatawa An-Nazhar wal Khalwat wal Ikhtilath edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Memandang, Berkhalwat, hal. 23-24, terbitan At-Tbyan]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=846&bagian=0


Artikel Hukum Berjabat Tangan Dengan Wanita Tua diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Berjabat Tangan Dengan Wanita Tua.

Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Sabtu, 18 Desember 2004 06:26:42 WIBHUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIKOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengasuransikan jiwa dan harta milik JawabanAsuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan, kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah.Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir [judi], bahkan realitasnya ia adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah [al-azlam] dan khamr. Di dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim [orang yang merugi]. Namun bila dia mati dalam waktu –waktu yang dekat, maka justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, [kaidah yang berlaku, pent], "Setiap akad [transaksi] yang terjadi antara Al-Ghunm [mendapatkan keuntungan] dan Al-Ghurm [mendapatkan kerugian] maka ia adalah maysir"[Majmu Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makkiy, Juz III, hal. 192, dari Fatwa Syaikh Muhammad bin Utsaimin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 37-38 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1237&bagian=0


Artikel Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Mengasuransikan Jiwa Dan Harta Milik.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Toleransi

Kumpulan Artikel Islami

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Toleransi Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Toleransi

Kategori Toleransi

Kamis, 25 Nopember 2004 09:20:24 WIBHAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM TOLERANSIOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaliSebagian orang terkadang masih kabur tentang pemahaman makna toleransi, dia mengira bahwa ada beberapa perkara yang bertolak belakang dengan makna toleransi. Padahal perkara tersebut adalah inti dan kunci pintu toleransi. Inti dan kunci dari pintu toleransi itu diantaranya.[1]. Marah Ketika Keharuman Allah DilanggarAllah Ta'ala berfirman."Artinya : Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi ma'af dan [bagi] orang-orang yang menerima [mematuhi] seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka [diputuskan] dengan musyawarah antara mereka dan mereka mema'afkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka. Dan [bagi] orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan dholim, mereka membela diri" [Asy-Syura : 37 - 39]Dari Aisyah Radliyallahu anha dia menceritakan."Artinya : Tidaklah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disuruh memilih antara dua urusan melainkan beliau memilih yang paling mudah, selama tidak mengandung dosa, bila mengandung dosa, beliau adalah orang yang paling jauh darinya, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah marah sekalipun kecuali bila keharuman Allah dilanggar, beliau marah karena Allah" [Hadits Riwayat Bukhari 6/419-420 dan Muslim 2327][2]. Menuntut HakSeorang lelaki datang menuntut haknya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berlaku kasar kepada belliau, para shabatpun hendak menghardiknya, namun beliau bersabda : "Biarkanlah dia, karena orang yang mempunyai hak untuk berbicara" [Telah lewat takhrij hadits ini][Disalin dari kitabToleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali, terbitan Maktabah Salafy Press, hal. 49-50, penerjemah Abu Abdillah Mohammad Afifuddin As-Sidawi.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1189&bagian=0


Artikel Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Toleransi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Toleransi.

Apakah Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram Apakah Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Selasa, 27 Januari 2004 08:15:57 WIBAPAKAH SHALATNYA SEORANG WANITA DI RUMAH LEBIH UTAMA ATAUKAH DI MASJIDIL HARAMOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah shalatnya seorang wanita di rumah lebih utama ataukah di Masjidil Haram Jawaban.Shalat sunnah di rumah adalah lebih utama baik bagi kaum pria ataupun bagi kaum wanita, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat-shalat fardhu"Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat-shalat sunnah di rumahnya, padahal beliau sendiri bersabda :"Artinya : Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di tempat-tempat lain kecuali Masjidil Haram"Berdasarkan sabda ini maka kami katakan : Jika telah dikumandangkan adzan Zhuhur, sementara saat itu Anda sedang ada di rumah Anda, yang mana Anda berdomisili di Mekkah, dan Anda hendak melakukan shalat Zhuhur di Masjidil Haram, maka yang paling utama Anda lakukan adalah hendaknya Anda melaksanakan shalat Rawatib Zhuhur di rumah Anda kemudian Anda datang ke Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat Zhuhur dan sebelumnya Anda melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid. Sebagian ulama berpendapat bahwa berlipat gandanya pahala shalat di ketiga masjid ini adalah khusus pada shalat-shalat fardhu, karena shalat fardhu inilah yang hendaknya dilaksanakan di masjid-masjid itu, adapun shalat sunnah maka pahalanya tidak dilipat gandakan. Namun pendapat yang benar adalah bahwa berlipat gandanya pahala adalah bersifat umum, yaitu untuk semua shalat baik shalat fardhu maupun shalat sunnat, hanya saja shalat sunnat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi atau Masjid Al-Aqsha tidak berarti lebih baik jika dibanding dengan di rumah, bahkan shalat sunat yang dilakukan di rumah adalah lebih utama.Akan tetapi jika seseorang masuk ke dalam Masjidil Haram lalu ia melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid di Masjidil Haram. maka itu lebih baik seratus ribu kali kebaikan dari pada shalat Tahiyatul Masjid di masjid-masjid lainnya, dan shalat Tahiyatul Masjid di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu shalat tahiyatul masjid di masjid-masjid lainnya. Begitu juga jika Anda datang dan masuk ke dalam Masjidil Haram lalu Anda melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid, kemudian untuk menanti tiba waktunya shalat fardhu Anda melaksanakan shalat sunah, maka sesungguhnya shalat sunah itu lebih baik dari seratus ribu shalat sunah serupa dari pada di masjid-masjid lainnya.Masih ada pertanyaan lain sehubungan dengan hal tadi, yaitu tentang shalat malam [shalat tarawih pada bulan ramadhan], apakah bagi wanita lebih utama melaksanakannya di Masjidil Haram atau di rumah .Jawabannya adalah : Untuk shalat-shalat fardhu, maka lebih utama dilaksanakan di rumah, sebab sehubungan dengan shalat fardhu bagi kaum wanita, maka Masjidil Haram seperti masjid-maasjid lainnya. Adapun shalat malam Ramadhan, sebagian ahli ilmi mengatakan : Bahwa yang lebih utama bagi kaum wanita adalah melaksanakan shalat malam di masjid-masjid, berdasarkan dalil bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan keluarga serta mengimami mereka dalam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan, dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'anhu dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'anhu, bahwa kedua sahabat Rasulullah ini memerintahkan seorang pria untuk mengimami shalat kaum wanita di masjid dan dalam masalah in saya belum bisa memastikan karena dua atsar yang diriwayatkan dari Umar dan Utsman itu lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, begitu juga yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan keluarganya tidak menjelaskan bahwa beliau mengumpulkan mereka di masjid untuk shalat berjama'ah. Dan saya belum bisa memastikan, manakah yang lebih utama bagi seorang wanita, melaksanakan shalat tarawih di rumahnya atau di Masjidil Haram Dan yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya, kecuali jika ada nash yang menyebutkan dengan jelas bahwa shalatnya di Masjidil Haram adalah lebih utama. Akan tetapi jika ia datang ke Masjidil Haram maka diharapkan mendapatkan pahala sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat [di masjid-masjid lain]"Namun jika kehadirannya dapat menimbulkan fitnah, maka tidak diragukan lagi bahwa shalat di rumahnya adalah lebih utama.[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/228][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal.140-142, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=86&bagian=0


Artikel Apakah Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram.

Tempat Kembali Anak-Anak Keturunan Kaum Mukminin Dan Kaum Musyrikin

Kumpulan Artikel Islami

Tempat Kembali Anak-Anak Keturunan Kaum Mukminin Dan Kaum Musyrikin Tempat Kembali Anak-Anak Keturunan Kaum Mukminin Dan Kaum Musyrikin

Kategori Ath-Thiflu = Anak Muslim

Senin, 21 Februari 2005 11:50:53 WIBTEMPAT KEMBALI ANAK-ANAK KETURUNAN KAUM MUKMININ DAN KAUM MUSYRIKINOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kemana tempat kembali anak-anak kaum mukminin dan kaum musyrikin yang mati masih kecil Jawaban.Tempat kembali anak-anak kaum mukminin adalah Surga, sebab mereka mengikuti para orang tua mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman.â€Å"Artinya : Orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannnya” [Ath-Thur : 21]Adapun keturunan non muslim, menurut pendapat yang paling shahih, adalah kita mengatakan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Di dunia mereka diperlakukan seperti kedua orang tuanya. Namun di akhirat, Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka lakukan sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Dan Allah Yang Maha Mengetahui ke mana tempat kembali mereka”.Inilah pendapat kami.Dan sebenarnya permasalahan seperti ini tidak begitu penting bagi kita, namun yang perlu kita perhatikan adalah hukum mereka di dunia ini, yaitu mereka disikapi sebagaimana orang-orang musyrikinj, kalau mati tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak sihalati dan tidak dikubur di pemakaman kaum muslimin. Wallahu a’lam.[Majmu Ats-Tsamin 1/93][Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa’id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1354&bagian=0


Artikel Tempat Kembali Anak-Anak Keturunan Kaum Mukminin Dan Kaum Musyrikin diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tempat Kembali Anak-Anak Keturunan Kaum Mukminin Dan Kaum Musyrikin.

Apa Yang Dilakukan pada Saat Membagi Giliran

Kumpulan Artikel Islami

Apa Yang Dilakukan pada Saat Membagi Giliran

>> Pertanyaan :

Syaikh Abdurrahman As-Sa'dy ditanya: Apakah wajib menyamakan danberbuat adil dalam memberi nafkah serta pakaian di antara para istri?

>> Jawaban :

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah wajib menyamakan bentuk nafkahdan pakaian di antara para istri, sesuai dengan kemampuannya secaraadil sebab jika tidak menyamakan pembagian berarti telah berbuatzhalim. Adapun sikap adil dalam hal kasih sayang dan kecenderunganhati di luar kemampuan manusia.

Artikel Apa Yang Dilakukan pada Saat Membagi Giliran diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apa Yang Dilakukan pada Saat Membagi Giliran.

30 Kiat Menuntut Ilmu

Kumpulan Artikel Islami

30 Kiat Menuntut Ilmu Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz padaseorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian sesrius danpengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiarayang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakandengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan,sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala.

Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akantumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikutmemikul dosa karenanya.

Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikantanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baikdan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya.Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagaiberikut:

Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangankanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannyadan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya [yang lebih tua,red]. Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yangsedang makan.

Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalammakan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkanmakanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agarberhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.

Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewahdalam makan [harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain] supayatidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajariagar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yangdemikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanyamemen-tingkan perut saja.

Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang laindalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehinggatidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akansulit bagi dia melepaskannya.

Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarnaputih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwasutera itu hanya untuk kaumwanita.

Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, makahendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal [menjulurkanpakaiannya hingga melebihi mata kaki]. Jangan sampai mereka terbiasadengan hal-hal ini.

Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengananak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika halini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlakdemikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadisetelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta,mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagaiakibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini,dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedinimungkin kepada mereka.

Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca alQur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’andengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi n dan juga pelajaran fikih danlain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yangbaik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanyaagar senantiasa mencintai dan menela-dani mereka. Dia juga harusdiberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhahdan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus kedalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak ber-kembangdi daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombaldan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusakhati dan jiwa.

Biasakan ia untuk menulis indah [khath] danmengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semuamenunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.

Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlakmulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yangdapat membahagia-kannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan,hendaknya jangan disebar-kan di hadapan orang lain sambil dinasihatibahwa apa yang dilakukannya tidak baik.

Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, makahendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkatkesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, makaorang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalusering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannyakebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.

Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalamber-komunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicarakasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknyamenciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah danmemperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapatancaman dan kemarahan dari ayah.

Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karenamenyebabkan rasa malas [kecuali benar-benar perlu]. Sebaliknya, dimalam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur [janganpaksakan dengan aktivitas tertentu, red] sebab dapat menimbulkankebosanan dan melemahnya kondisi badan.

Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewahdan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyutdalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kakukarena terlalu lama tidur dan kurang gerak.

Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengansembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karenaadanya keyakinan bahwa itu tidak baik.

Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerakbadan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memilikiketrampilan memanah [atau menembak, red], menunggang kuda, berenang,maka tidak mengapa menyi-bukkan diri dengan kegiatan itu.

Jangan biarkan anak terbiasa melotot,tergesa-gesa dan bertolak [berkacak] pinggang seperti perbuatanorang yang membangggakan diri.

Melarangnya dari membangga-kan apa yang dimilikiorang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan.Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormatitemannya.

Tumbuhkan pada anak [terutama laki-laki] agartidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya.Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secaraberlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.

Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya,baik dari keluarga terpandang [kaya], sebab itu merupakan cela,kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab ituadalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberikarena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.

Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengahmajlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain,membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.

Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lututatau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri ataududuk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lututtegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh RasulullahShallallaahu alaihi wa sallam.

Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yangbermanfaat atau dzikir kepada Allah.

Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baiksumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.

Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dansia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah daribergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.

Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dansabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebabpujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.

Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yangpositif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesaibelajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.

Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun makaharus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkanmeninggalkan bersuci [wudhu] sebelumnya. Cegahlah ia dari berdustadan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanyaperintah-perintah.

Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepadaorang tua, guru, pengajar [ustadz] dan secara umum kepada yangusianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat.Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka [mengganggumereka].

Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikananak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atasadalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian,banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagipendidikan anak perempuan. Wallahu a’lam.

Dari mathwiyat Darul Qasim “tsalasun wasilah li ta’dib al abna’’”asy Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin rahimahullah .

[Ubaidillah Masyhadi]

Artikel 30 Kiat Menuntut Ilmu diambil dari http://www.asofwah.or.id
30 Kiat Menuntut Ilmu.

Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram MenutupWajahnya di Hadapan Laki-Laki

Kumpulan Artikel Islami

Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram MenutupWajahnya di Hadapan Laki-Laki

>> Pertanyaan :

Telah Tuan syaikh sebutkan bahwa wanita yang sedang berihram wajibmenutup wajahnya apabila di sekelilingnya ada kaum lelaki, apakahwanita itu harus menutup wajahnya dengan niqab atau dengan lainnya?

>> Jawaban :

Ia menutup wajahnya dengan sesuatu yang bukan niqab atau burqa, diamenutup wajahnya secara sempurna.

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram MenutupWajahnya di Hadapan Laki-Laki diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bagaimana Cara Wanita yang Sedang Berihram MenutupWajahnya di Hadapan Laki-Laki.

Hukum Orang Yang Bekerja Di Restoran Yang Menjual Minuman Dan Makanan Haram

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Orang Yang Bekerja Di Restoran Yang Menjual Minuman Dan Makanan Haram Hukum Orang Yang Bekerja Di Restoran Yang Menjual Minuman Dan Makanan Haram

Kategori Fatawa Jual Beli

Jumat, 25 Maret 2005 13:53:17 WIBHUKUM ORANG YANG BEKERJA DI RESTORAN YANG MENJUAL MINUMAN DAN MAKANAN HARAMOlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Bagaimanakah hukum orang yang bekerja di suatu restoran yang menjual minuman haram, dimana dia berusaha untuk tidak menyuguhkan atau membawa minuman-minuman ini kepada para pelanggan, dengan tetap melayani para pengunjung yang memesan makanan dan minuman yang tidak haram Dan perlu diketahui bahwa saya berjalan melewati orang yang meminum minuman haram itu dan melihat orang yang melayaninya, karena memang kami berada di satu tempat. Lalu bagaimana hukumnya seorang muslim yang menjual hal tersebut dalam rangka menarik pelanggan Dan bagaimana pula hukumnya orang yang menyuguhkan daging babi bagi para pelanggan pada saat bekerja di restoran tersebut, misalnya berbuat dan bekerja pada saat bekerja di restoran tersebut, misalnya berbuat dan bekerja dalam rangka mencari rizki Dan bagaimana pula hukum pemilik restoran tersebut yang ditempatnya terdapat daging babi dan mengais rizki darinya JawabanPertama : Diharamkan bekerja dan berusaha dengan membantu menyajikan hal-hal yang haram, baik itu minuman khamr maupun daging babi. Dan upah yang diperoleh darinya pun haram. Sebab, yang demikian itu merupakan bentuk tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan, sedang Allah telah melarang hal tersebut melalui firmanNya."Artinya : Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" [Al-Maaidah : 2]Dan kami menasihati Anda untuk menghindarkan diri bekerja di restoran seperti ini dan yang semisalnya. Sebab dengan menghindarinya, berarti telah menyelamatkan diri dari tolong menolong dalam suatu hal yang diharamkan oleh Allah.Kedua : Diharamkan bagi orang muslim untuk menjual barang-barang haram, seperti daging babi dan khamr. Telah ditegaskan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau telah bersabda."Artinya : Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan nilai harganya" [Diriwayatkan oleh Ahmad I/247, 293 dan 322, Abu Dawud III/768 nomor 3488, Ad-Daraquthni III/7, Ath-Thabrani XII/155 nomor 12887, Ibnu Hibban XI/313 nomor 4938, Al-Baihaqi VI/13 dan IX/353]Sedagkan rizki dan penarikan pengunjung itu berada di tangan Allah, bukan pada penjualan hal-hal yang haram. Berdasarkan hal tersebut, maka wajib bagi orang muslim yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dengan menjalankan semua perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. Dia berfirman."Artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya" [Ath-Thalaaq : 2-3]Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertnanyaan ke 2 dan ke 3 dari Fatwa Nomor 8289, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1384&bagian=0


Artikel Hukum Orang Yang Bekerja Di Restoran Yang Menjual Minuman Dan Makanan Haram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Orang Yang Bekerja Di Restoran Yang Menjual Minuman Dan Makanan Haram.

Jika Manusia Merasa Bahwa Dirinya BersenggamaPada-hal Itu Bukan Kenyataan, Maka Mungkin Itu Berasal dari Jin

Kumpulan Artikel Islami

Jika Manusia Merasa Bahwa Dirinya BersenggamaPada-hal Itu Bukan Kenyataan, Maka Mungkin Itu Berasal dari Jin

>> Pertanyaan :

Aku mengetahui seseorang yang mengeluhkan perkaranya. Yaitu, ketika iahendak tidur, sedangkan ia berada di atas tempat tidurnya, ia merasabahwa seorang wanita menyetubuhinya. Hal itu berulang-ulang kaliterjadi padanya, dan ia mengalami orgas-me karenanya. Ia bertanyatentang hal itu, lalu sebagian orang memberitahukan kepadanya bahwamungkin jin wanita menye-tubuhinya.

Apakah ini benar Apakah mungkin manusia menyetubuhi jin atau menikahdengan mereka Dan, apa hukum mengenai hal itu?

>> Jawaban :

Ini bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan. Jin itu ada-kalanyamenampakkan diri dalam wujud manusia yang sempurna anggota tubuhnya,dan tidak ada yang menghalanginya untuk menyetubuhi manusia kecualidengan membentengi diri dengan dzikir, doa, dan wirid-wirid yangma'tsur. Adakalanya ia menga-lahkan sebagian wanita, walaupun telahmeminta perlindungan [kepada Allah] darinya, di mana ia merasukinyadan meng-gaulinya. Tidak ada halangan juga bahwa wanita jinmenampakkan diri dalam wujud wanita yang lengkap anggota tubuhnya danmenggauli laki-laki hingga membangkitkan syahwatnya. Ia merasamenyetubuhinya, keluar mani karenanya, dan merasakan orgasme tersebut.Cara membentengi dari keburukannya ialah memelihara diri, berdoa,berdzikir, mempergunakan wirid-wirid yang ma'tsur, dan memeliharaamal-amal shalih serta menjauhi hal-hal yang diharamkan. Wallahu a`lam.

Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang ditandatanganinya

Artikel Jika Manusia Merasa Bahwa Dirinya BersenggamaPada-hal Itu Bukan Kenyataan, Maka Mungkin Itu Berasal dari Jin diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jika Manusia Merasa Bahwa Dirinya BersenggamaPada-hal Itu Bukan Kenyataan, Maka Mungkin Itu Berasal dari Jin.

Pandangan Hukum Agama Terhadap Para Ayah Yang Enggan Menikahkan Putri-Putrinya

Kumpulan Artikel Islami

Pandangan Hukum Agama Terhadap Para Ayah Yang Enggan Menikahkan Putri-Putrinya Pandangan Hukum Agama Terhadap Para Ayah Yang Enggan Menikahkan Putri-Putrinya

Kategori Pernikahan

Rabu, 7 April 2004 07:08:47 WIBPANDANGAN HUKUM AGAMA TERHADAP PARA AYAH YANG ENGGAN MENIKAHKAN PUTRI-PUTRINYA KARENA MEREKA INGIN TETAP MEMPEROLEH GAJI PUTRI-PUTRINYA.OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana pandangan hukum agama menurut Syaikh terhadap para ayah [orang tua] yang enggan menikahkan putri-putrinya karena masih ingin mendapat bagian dari gaji putri-putri mereka Jawaban.Keenganan bapak [orang tua] atau lainnya menikahkan putri-putrinya karena [agar] tetap mendapat bagian dari gaji putrinya adalah haram hukumnya. Jika yang enggan menikahkan itu selain bapak [ayah] maka tidak ada hak baginya mengambil harta perempuan asuhannya sedikitpun, dan jika dia adalah ayah dari perempuan itu maka boleh mengambil [memiliki] harta milik putrinya selagi tidak membahayakan sang putri dan tidak dibutuhkannya. Sekalipun begitu, ayah tidak boleh enggan [menghalang-halangi] menikahkannya karena hal tersebut, sebab yang demikian itu merupakan pengkhianatan terhadap amanat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.â€Å"Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul [Muhammad] dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan keapadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” [Al-Anfal : 27-28]Mari perhatikan dan hayati dua ayat di atas. Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mengkhianati Allah dan RasulNya dan melarang mengkhianati amanah, Dia befirman, â€Å"Bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” [Al-Anfal : 27-28], sebagai suatu isyarat bahwa berkhianat itu tidak boleh, apakah karena ingin mendapat keuntungan harta atau karena sayang kepada anak.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Apabila seseorang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya datang kepadamu untuk melamar, maka kawinkanlah ia [dengan putrimu], jika tidak [kamu kawinkan], niscaya terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi ini” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, namun predikatnya mursal. Hadits ini mempunyai syahid lain di dalam riwayat At-Turmudzi dari riwayat Abu Hatim Al-Muzani]Jika ditakdirkan bahwa ayah atau wali yang lain enggan dan tidak mau menikahkan putrinya dengan lelaki yang layak baginya, maka dalam kondisi seperti ini urusan kewaliannya berpindah kepada wali-wali yang lain berdasarkan urutan yang paling atas. Dan jika seperti itu terulang [pada wali-wali yang lain], maka kewaliannya menjadi gugur, karena walinya telah menjadi fasiq.[Bagian dari fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 443-444 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=595&bagian=0


Artikel Pandangan Hukum Agama Terhadap Para Ayah Yang Enggan Menikahkan Putri-Putrinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pandangan Hukum Agama Terhadap Para Ayah Yang Enggan Menikahkan Putri-Putrinya.

Jika Masa Haid Lebih Lama Dari Biasanya Dan Berubah Dari Awal Bulan Menjadi Akhir Bulan

Kumpulan Artikel Islami

Jika Masa Haid Lebih Lama Dari Biasanya Dan Berubah Dari Awal Bulan Menjadi Akhir Bulan Jika Masa Haid Lebih Lama Dari Biasanya Dan Berubah Dari Awal Bulan Menjadi Akhir Bulan

Kategori Wanita - Thaharah

Sabtu, 10 September 2005 15:13:22 WIBJIKA MASA HAIDH LEBIH DARI BIASANYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita biasanya mengalami masa haidh selama enam hari, kemudian pada suatu bulan ia mengalami masa haidh melebihi masa haidh bisa selama beberapa hari Jawaban.Jika masa hadih seorang wanita biasanya selama enam hari kemudian pada bulan tertentu masa-masa haidh itu bertambah panjang hingga mencapai sembilan hari atau sepuluh hari, maka hukum haidh tetap berlaku pada dirinya, yaitu meninggalkan shalat hingga haidh itu berhenti, ketetapan ini diberlakukan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membatasi masa haidh pada batasan tertentu, dan Allah berfirman.â€Å"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : Haidh itu adalah suatu kotoran” [Al-Baqarah : 222]Maka selama seorang wanita masih mengeluarkan darah haidh berarti ia tetap dikenakan hukum haidh hingga berhenti darah haidh itu lalu ia mandi, bersuci dan melaksanakan shalat, dan jika pada bulan berikutnya ia mengalami masa haidh kurang dari itu maka ia harus segera mandi jika telah selesai haidhnya kendatipun masa haidhnya itu tidak selama masa haidh sebelumnya.Dan, yang penting bagi seorang wanita adalah jika ia mengeluarkan darah haidh maka hukum haidh berlaku baginya dengan meninggalkan shalat, walaupun masa haidhnya itu tidak sama dengan kebiasaan masa haidh yang lalu, ataupun masa haidh itu lebih cepat atau lebih lama dari masa haidh yang biasanya, kemudian jika habis masa haidhnya maka hukum haidh tidak berlaku lagi baginya, ayitu ia kembali mengerjakan shalat.[Majmu Fatawa wa Rasa’il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/277]JIKA WAKTU HAIDH BERUBAH DARI AWAL BULAN MENJADI AKHIR BULANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita biasa mengalami masa haidh di awal bulan, kemudian tiba-tiba ia mengalami haidh di akhir bulan, bagaimanakah pendapat Anda tentang hal ini Jawaban.Jika seorang wanita mengalami keterlambatan masa haidhnya, misalnya : jika biasanya ia mengalami haidh pada awal bulan lalu pada suatu bulan haidhnya itu datang pada akhir bulan, maka pendapat yang benar adalah, jika ia melihat darah bearti ia sedang haidh, dan bila ia tidak lagi melihat darah keluar berarti ia telah suci, demikian sebagaimana keterangan di atas.[Majmu Fatawa wa Rasa’il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/278][Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1570&bagian=0


Artikel Jika Masa Haid Lebih Lama Dari Biasanya Dan Berubah Dari Awal Bulan Menjadi Akhir Bulan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jika Masa Haid Lebih Lama Dari Biasanya Dan Berubah Dari Awal Bulan Menjadi Akhir Bulan.

Propaganda Penyatuan Agama Pada Hari Ini

Kumpulan Artikel Islami

Propaganda Penyatuan Agama Pada Hari Ini Propaganda Penyatuan Agama Pada Hari Ini

Kategori Propaganda Sesat

Jumat, 21 Mei 2004 08:43:08 WIBTINJAUAN HISTORIS TEORI PENYATUAN AGAMA DAN BEBERAPA KASUS YANG BERKAITAN DENGANNYAOlehSyaikh Bakr bin Abdullah Abu ZaidBagian Keempat dari Enam Tulisan [4/6][4] PROPAGANDA PENYATUAN AGAMA PADA HARI INIPada kesempatan akhir kurun empat belas Hijriyah hingga pada hari ini dibawah selogan ‘membangun dunia baru’, Yahudi dan Nasrani secara terang-terangan menyuarakan persatuan agama, yaitu antara mereka dengan kaum muslimin. Dalam istilah lain mereka mengatakan : â€Å"Penyatuan antara pengikut nabi Musa, Isa dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Dibawah slogan ‘seruan kepada penyatuan agama’, pendekatan antara agama’ dan ‘ persaudaraan antara agama’. Bahkan di Mesir telah dibuka sebuah markas dengan nama tersebut.[1]Lalu dengan nama ‘persatuan agama’ dan telah dibuka pula sebuah markas di Sinai Mesir dengan nama tersebut. [2]Muncul juga dengan nama ‘persaudaraan Islam Nasrani’, juga dengan nama ‘Himpunan Islam Nasrani Anti Komunisme’.Lalu muncul pula ke tengah masyarakat dengan berbagai slogan, diantaranya : ‘persatuan agama’, ‘perhimpunan agama’, ‘persatuan tiga agama’, ‘agama ibrahimiyah’, ‘persatuan agama ilahi’, ‘kaum beriman’,’persatuan kaum beriman’, ‘persatuan umat manusia’, ‘agama universal’ , ’kebersamaan antar agama’, ‘pengikut millah’, ’persatuan agama-agama internasinal’ dan lain-lain. [3]Kemudian muncul pula slogan lain yaitu : ‘persatuan kitab-kitab samawi’. Slogan itu bermuara kepada pemikiran mencetak Al-Qur’an Al-Karim, Taurat dan Injil dalam satu jilid !Kemudian propaganda ini juga menyentuh aspek ritual ibadah [4]. Terbukti dengan ajakan Paus Paulus II menegakkan shalat bersama yang diikuti wakil dari tiga agama, yaitu Islam dan Ahlu Kitab [Yahudi dan Nasrani] di tempat bernama Asis di Italia pada tanggal 27 Oktober 1986M.Kemudian peristiwa itu berulang kembali dengan nama ‘Shalat Ruhul Qudus!’ [5]Sementara itu di Jepang, telah dilakukan shalat bersama di puncak gunung Kito. Yang sangat menyedihkan sekali didapati beberapa anggota organisasi-organisasi Islam yang terpandang termasuk diantara perserta shalat bersama itu !Dan masih banyak cara-cara lainnya yang menjebak kaum muslimin ke dalamnya. Sehingga pandangan dan perhatian tertuju kepadanya serta banyak yang berpartisipasi untuk kegiatan mereka. Seperti halnya istilah ; ‘perdamaian dunia, pelita ketenangan dan kebahagiaan umat manusia, persaudaraan, kebebasan, penyebaran kebaikan dan lain-lainnya’. Ketiga istilah tersebut merupakan sarana-sarana penunjang gerakan Fremasonry, yaitu : ‘Kebebasan, persaudaraan dan persamaan’. Atau dalam istilah lain mereka menyebutnya dengan : ‘Kedamaian, kasih sayang dan kemanusiaan’. Dengan mengedepankan propaganda ‘Spiritualisme Modern’ yang diwujudkan dengan menghadirkan para arwah, arwah muslim, arwah Yahudi, arwah Nasrani, arwah penganut Budha dan lain-lain. Itu tidak lain adalah propaganda zionisme Internasional yang jelas-jelas merusak. Ustadz Muhammad Husein rahimahullah telah menjelaskan bahaya tersebut dalam kitabnya berjudul : ‘Spiritualisme Modern Propaganda Sesat dan Merusak, Memanggil Arwah dan Hubungannya Dengan Gerakan Zionisme Internasional”[Disalin dari kitab Al-Ibthalu Linazhariyyatil Khalthi Baina Diinil Islaami Wa Ghairihii Minal Adyan, edisi Indonesisa Propaganda Sesat Penyatuan Agama, Oleh Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid, Terbitan Darul Haq]_________Foote Note[1] Lihat kitab Muhammad Al-Baahi berjudul Al-Ikhaa’ An-Diini, Mujamma’ Al-Adyaan/Siyasah Ghaira Islamiyah hal.3, ia berkata : â€Å"Sebuah kelompok yang berupaya menyatukan kaum Muslimin dengan kaum Nasrani berpusat di markas organisasi pemuda Islam di Kairo”.[2] Masih dalam kitab terdahulu disebutkan : ‘Organisasi bernama Mujamma’ Al-Adyan, didirikan di Wadi Raahah di Sinai.[3] Internasionalisasi adalah ajaran baru yang mengajak untuk membahas cara melepaskan diri dari belenggu agama-agama yang ada di dunia, pada hakikatnya usaha tersebut adalah untuk memupus Dienul Islam. Silakan lihat. Mu’jam Al-Manahi Al-Lafzhiyyah hal. 370-371[4] Disarikan dari Silsilah Taqarir Al-Ma’lumat Departemen Agama Kuwait, nomor dokumen 61334. Markas Raja Faisal untuk penelitian dan pembahasan Islamiyah di Riyadh.[5] Tidak diberitakan secara jelas kepada kami menghadap kearah kiblat manakah Paus Paulus II ketika mengimami mereka shalat. Apakah dilakukan di baitur rahmah [masjid] ataukah di baitul adzab [gereja] Baru pertama kali inilah kaum muslimin shalat diimami oleh orang kafir !!!

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=741&bagian=0


Artikel Propaganda Penyatuan Agama Pada Hari Ini diambil dari http://www.asofwah.or.id
Propaganda Penyatuan Agama Pada Hari Ini.

Ucapan, ?Sesungguhnya Allah Berada Di Setiap Tempat (DiMana-Mana)?

Kumpulan Artikel Islami

Ucapan, ?Sesungguhnya Allah Berada Di Setiap Tempat (DiMana-Mana)?

>> Pertanyaan :

Saya teringat sebuah kisah di salah satu stasiun radio saat salahseorang anak bertanya kepada ayahnya tentang Allah, lalu sang ayahmenjawab bahwa Allah berada di setiap tempat [di mana-mana].Pertanyaan yang ingin saya ajukan, Bagaimana hukum syariat terhadapjawaban yang seperti ini?

>> Jawaban :

Itu adalah jawaban yang batil dan termasuk ucapan ahli bidah sepertiJahmiyyah, Mutazilah dan orang yang sejalan dengan madzhab mereka.

Jawaban yang tepat dan sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jamaahadalah bahwa Allah Taala berada di langit, di Arasy, di atas seluruhmakhluk-Nya dan ilmu-Nya meliputi semua tempat sebagaimana yangdidukung oleh ayat-ayat Al-Quran, hadits-hadits Nabi dan ijma ulamaSalaf. Di dalam Al-Quran, Allah berfirman,

Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit danbumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. [Al-Araf:54].

Hal ini ditegaskan oleh Allah dengan mengulang-ulangnya dalam enamayat yang lain di dalam kitab-Nya.

Makna istiwa menurut Ahlussunnah adalah tinggi dan naik di atasArasy sesuai dengan keagungan Allah Taala, tidak ada yang mengetahuicaranya selain-Nya. Hal ini sebagaimana ucapan Imam MalikRahimahullaah ketika ditanya tentang hal itu,

[Yang namanya] Istiwa itu sudah dimaklumisedangkan caranya tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib danbertanya tentangnya adalah bidah.

Yang dimaksud oleh beliau adalah bertanya tentang bagaimana caranya.Ucapan semakna berasal pula dari syaikh beliau, Rabiah binAbdurrahman. Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan dari UmmuSalamah Radhiallaahu anhuma. Ucapan semacam ini adalah pendapatseluruh Ahlussunnah; para shahabat dan para tokoh ulama Islam setelahmereka.

Allah telah menginformasikan dalam ayat-ayat yang lain bahwa Diaberada di langit dan di ketinggian, seperti dalam firman-firman-Nya:

Maka putusan [sekarang ini] adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagiMaha Besar. [Ghafir: 12].

Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalihdinaikkan-Nya. [ Fathir: 10].

Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah MahaTinggi lagi Maha Besar. [Al-Baqarah: 255].

Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itubergoncang, atau apakah kamu merasa aman terha-dap Allah yang dilangit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamuakan mengetahui bagaimana [akibat mendustakan] peringatan-Ku. [Al-Mulk:16-17].

Allah telah menjelaskan secara gamblang dalam banyak ayat di dalamkitab-Nya yang mulia bahwa Dia berada di langit, di ketinggian dan halini selaras dengan indikasi ayat-ayat seputar istiwa.

Dengan demikian, diketahui bahwa perkataan ahli bidah bahwa AllahTaala berada di setiap tempat [di mana-mana] tidak lain adalahsebatil-batil perkataan. Ini pada hakikatnya adalah madzhab al-Hulul[semacam re-inkarnasi-penj.] yang diada-adakan dan sesat bahkanmerupakan kekufuran dan pendustaan terhadap Allah Taala sertapendustaan terhadap Rasul-Nya Shalallaahu alaihi wasalam di manasecara shahih bersumber dari beliau menyatakan bahwa Rabb-nya beradadi langit, seperti sabda beliau,

Tidakkah kalian percaya kepadaku padahal aku iniadalah amin [orang kepercayaan] Dzat Yang berada di langit[ ShahihAl-Bukhari, kitab Al-Maghazy, no. 4351; Shahih Muslim, kitab Az-Zakah,no. 144, 1064.]

Demikian pula yang terdapat di dalam hadits-hadits tentang Isra danMiraj serta selainnya.

[ Majalah ad-Dawah, vol.1288, Fatwa Syaikh Ibnu Baz. ]

Artikel Ucapan, ?Sesungguhnya Allah Berada Di Setiap Tempat (DiMana-Mana)? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ucapan, ?Sesungguhnya Allah Berada Di Setiap Tempat (DiMana-Mana)?.

Adab Berbicara

Kumpulan Artikel Islami

Adab Berbicara Ajaran Islam amat sangat serius memperhatikan soalmenjaga lisan sehingga Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salambersabda:Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku [untuk menjaga] apa yangada antara dua janggutnya [lisan] dan apa yang ada antara dua kakinya[kema-luannya] maka aku menjamin Surga untuknya. [HR. Al-Bukhari].

Menjaga Lisan

Seorang muslim wajib menjaga lisannya, tidak boleh berbicara batil,dusta, menggunjing, mengadu domba dan melontarkan ucapan-ucapan kotor,ringkasnya, dari apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Sebabkata-kata yang merupakan produk lisan memiliki dampak yang luar biasa.

Perang, pertikaian antarnegara atau perseorangan sering terjadi karenaperkataan dan provokasi kata. Sebaliknya, ilmu pengetahuan lahir,tumbuh dan berkembang melalui kata-kata. Perdamaian bahkanpersaudaraan bisa terjalin melalui kata-kata. Ironinya, banyak orangyang tidak menyadari dampak luar biasa dari kata-kata. Padahal NabiShallallaahu alaihi wa Salam bersabda:Sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawakeridhaan Allah, dan dia tidak menyadarinya, tetapi Allah mengangkatdengannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengansuatu kalimat yang membawa kemurkaan Allah, dan dia tidakmempedulikannya, tetapi ia menjerumuskan-nya ke Neraka Jahannam [HR. Bukhari]

Hadis Hasan riwayat Imam Ahmad menyebutkan, bahwa semua anggota badantunduk kepada lisan. Jika lisannya lurus maka anggota badan semuanyalurus, demikian pun sebaliknya. Ath-Thayyibi berkata, lisan adalahpenerjemah hati dan penggantinya secara lahiriyah. Karena itu, haditsImam Ahmad di atas tidak bertentangan dengan sabda Nabi yang lain: Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jikaia baik maka baiklah seluruh jasad, dan bila rusak, maka rusaklahseluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah hati. [HR. Al-Bukhari danMuslim].

Berkata Baik Atau Diam

Adab Nabawi dalam berbicara adalah berhati-hati dan memikirkanterlebih dahulu sebelum berkata-kata. Setelah direnungkan bahwakata-kata itu baik, maka hendaknya ia mengatakannya. Sebaliknya, bilakata-kata yang ingin diucapkannya jelek, maka hendaknya ia menahandiri dan lebih baik diam. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salambersabda:Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya iaberkata yang baik atau diam. [HR. Al-Bukhari].

Adab Nabawi di atas tidak lepas dari prinsip kehidupan seorang muslimyang harus produktif menangguk pahala dan kebaikan sepanjang hidupnya.Menjadikan semua gerak diamnya sebagai ibadah dan sedekah. NabiShallallaahu alaihi wa Salam bersabda: … Dan kalimat yang baikadalah sedekah. Dan setiap langkah yang ia langkahkan untuk shalat [berjamaahdi masjid]adalah sedekah, dan menyingkirkan duri dari jalan adalahsedekah. [HR. Al-Bukhari].

Sedikit Bicara Lebih Utama

Orang yang senang berbicara lama-lama akan sulit mengendalikan diridari kesalahan. Kata-kata yang me-luncur bak air mengalir akanmengha-nyutkan apa saja yang diterjangnya, dengan tak terasa akanmeluncurkan kata-kata yang baik dan yang buruk. Ka-rena itu NabiShallallaahu alaihi wa Salam melarang kita banyak bicara. BeliauShallallaahu alaihi wa Salam bersabda artinya,…Dan [Allah] membenci kalian untuk qiila wa qaala. [HR. Al-Bukharidan Muslim]. Imam Nawawi rahimahullah berkata, qiila wa qaala adalahasyik membicarakan berbagai berita tentang seluk beluk seseorang [ngerumpi].Bahkan dalam hadits hasan gharib riwayat Tirmidzi disebutkan, orangyang banyak bicara diancam oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi waSalam sebagai orang yang paling beliau murkai dan paling jauhtempatnya dari Rasulullah pada hari Kiamat. Abu Hurairah Radhiallaahuanhu berkata, 'Tidak ada baiknya orang yang banyak bicara.' Umar binKhathab Radhiallaahu anhu berkata, 'Barangsiapa yang banyak bicaranya,akan banyak kesalahannya.'

Dilarang Membicarakan Setiap Yang Didengar

Dunia kata di tengah umat manusia adalah dunia yang campur aduk.Seperti manusianya sendiri yang beragam dan campur aduk; shalih, fasik,munafik, musyrik dan kafir. Karena itu, kata-kata umat manusia tentuada yang benar, yang dusta; ada yang baik dan ada yang buruk. Karenaitu, ada kaidah dalam Islam soal kata-kata, 'Siapa yang membicarakansetiap apa yang didengarnya, berarti ia adalah pembicara yang dusta'.Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam :Cukuplah seseorang itu berdosa, jika ia membicarakan setiap apayang di-dengarnya.

Dalam riwayat lain disebutkan:Cukuplah seseorang itu telah berdusta, jika ia membicarakan setiapapa yang didengarnya. [HR. Muslim].

Jangan Mengutuk dan Berbicara Kotor

Mengutuk dan sumpah serapah dalam kehidupan modern yang serbamaterialistis sekarang ini seperti menjadi hal yang dianggap biasa.Seorang yang sempurna akhlaknya adalah orang yang paling jauh darikata-kata kotor, kutukan, sumpah serapah dan kata-kata keji lainnya.Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan, Nabi Shallallaahu alaihiwa Salam bersabda:Seorang mukmin itu bukanlah seorang yang tha'an, pelaknat, [jugabukan] yang berkata keji dan kotor. [HR. Bukhari].

Tha'an adalah orang yang suka-merendahkan kehormatan manusia, denganmencaci, menggunjing dan sebagainya.

Melaknat atau mengutuk adalah do’a agar seseorang dijauhkan darirahmat Allah. Imam Nawawi rahima-hullah berkata, 'Mendo’akan agarseseorang dijauhkan dari rahmat Allah bukanlah akhlak orang-orangberiman. Sebab Allah menyifati mereka dengan rahmat [kasih sayang] diantara mereka dan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.Mereka dijadikan Allah sebagai orang-orang yang seperti bangunan, satusama lain saling menguatkan, juga diumpamakan sebagaimana satu tubuh.Seorang mukmin adalah orang yang mencintai saudara mukminnya yang lainsebagai-mana ia mencintai dirinya sendiri. Maka, jika ada orang yangmendo’akan saudara muslimnya dengan laknat [dijauhkan dari rahmatAllah], itu berarti pemutusan hubungan secara total. Padahal laknatadalah puncak doa seorang mukmin terhadap orang kafir. Karena itudisebutkan dalam hadits shahih:Melaknat seorang mukmin adalah sama dengan membunuhnya. [HR.Bukhari]. Sebab seorang pembunuh memutus-kan orang yang dibunuhnyadari berbagai manfaat duniawi. Sedangkan orang yang melaknatmemutuskan orang yang dilaknatnya dari rahmat Allah dan kenikmatanakhirat.

Jangan Senang Berdebat Meski Benar

Saat ini, di alam yang katanya demokrasi, perdebatan menjadi hal yanglumrah bahkan malah digalakkan. Ada debat calon presiden, debat calongubernur dan seterusnya. Pada kasus-kasus tertentu, menjelaskanargumen-tasi untuk menerangkan kebenaran yang berdasarkan ilmu dankeyakinan memang diperlukan dan berguna.

Tetapi, berdebat yang didasari ketidak-tahuan, ramalan, masalah ghaibatau dalam hal yang tidak berguna seperti tentang jumlah AshhabulKahfi atau yang sejenisnya maka hal itu hanya membuang-buang waktu danberpe-ngaruh pada retaknya persaudaraan. [Lihat Tafsir Sa'di, 5/24,surat Kahfi: 22]

Maka, jangan sampai seorang mukmin hobi berdebat. RasulullahShallallaahu alaihi wa Salam bersabda:Saya adalah penjamin di rumah yang ada di sekeliling Surga bagiorang yang meninggalkan perdebatan, meski dia benar. Dan ditengah-tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun diabergurau. Juga di Surga yang tertinggi bagi orang yang baik akh-laknya. [HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani].

Dilarang Berdusta Untuk Membuat Orang Tertawa

Dunia hiburan [entertainment] menjadi dunia yang digandrungi olehsebagian besar umat manusia.

Salah satu jenis hiburan yang digandrungi orang untuk menghilangkanstress dan beban hidup yang berat adalah lawak. Dengan suguhan lawakini orang menjadi tertawa terbahak-bahak, padahal di dalamnya campurbaur antara kebenaran dan kedustaan, seperti memaksa diri denganmengarang cerita bohong agar orang tertawa. Mereka inilah yangmendapat ancaman melalui lisan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salamdengan sabda beliau:Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuatorang-orang tertawa. Celakalah dia, dan celakalah dia! [HR. AbuDaud, dihasankan oleh Al-Albani].

Merendahkan Suara Ketika Berbicara

Meninggikan suaranya, berteriak dan membentak. Dalam pergaulan sosial,tentu orang yang semacam ini sangat dibenci. Bila sebagai pemimpin,maka dia adalah pemimpin yang ditakuti oleh bawahannya. Bukan karenakewibawaan dan keteladanannya, tapi karena suaranya yang menakutkan.Bila sebagai bawahan, maka dia adalah orang yang tak tahu diri.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, 'Orang yang meninggikansuaranya terhadap orang lain, maka tentu semua orang yang berakalmenge-tahui, bahwa orang tersebut bukanlah orang yang terhormat.' IbnuZaid berkata, 'Seandainya mengeraskan suara [dalam berbicara], adalahhal yang baik, tentu Allah tidak menjadikannya sebagai suara keledai.'Abdurrahman As-Sa'di berkata, 'Tidak diragukan lagi, bahwa [orangyang] meninggikan suara kepada orang lain adalah orang yang tidakberadab dan tidak menghormati orang lain.'

Karena itulah termasuk adab berbicara dalam Islam adalah merendahkansuara ketika berbicara. Allah berfirman, artinya: Dan rendahkanlahsuaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. [QS. Luqman: 19].

[Ainul Haris]

Artikel Adab Berbicara diambil dari http://www.asofwah.or.id
Adab Berbicara.

Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid danTatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid danTatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Seorang wanita sedanghaid berihram bersama suaminya, dan setelah suci wanita tersebutmelakukan umrah sendirian dan sehabis umrah darahpun keluar lagi,apakah harus mengulangi umrah lagi Dan apakah dia berdosa masuk kehalaman masjidil Haram tatkala sedang haid?

>> Jawaban :

Boleh bagi wanita berihram dalam keadaan haid sebab tatkala Asma'binti Umais berada di Dzil Hulaifah bertanya kepada Rasulullah: WahaiRasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam saya sedang nifas .Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: Mandi danbalutlah dengan kain lalu berihramlah. Dan dia melakukan Ihram secarabenar. Dan boleh seorang wanita melakukan umrah sendiri tanpa disertaimahrom, sebab masih berada di dalam kota. Akan tetapi keluar darahhaid kembali membuat permasalahan baru. Jika wanita tersebut yakinbahwa benar-benar telah suci, maka dia berarti melakukan umrah secarasah. Apabila wanita tersebut ragu-ragu, maka lebih baik mengulangiumrah. Ini bukan berarti harus kembali lagi ke miqat, tetapi cukupmengulangi thawaf, sa'i dan menggunting rambut saja.

Artikel Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid danTatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Ihram Bersama Suaminya Dalam Keadaan Haid danTatkala Ia Telah Suci, Ia Umrah Sendirian.

Etika Berbeda Pendapat

Kumpulan Artikel Islami

Etika Berbeda Pendapat Etika Berbeda Pendapat

Kategori Akhlak

Minggu, 24 Oktober 2004 23:23:08 WIBETIKA BERBEDA PENDAPATOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Syaikh yang terhormat, banyak perbedaaan pendapat yang terjadi di antara para aktivis dakwah yang menyebabkan kegagalan dan sirnanya kekuatan. Hal ini banyak terjadi akibat tidak mengetahui etika berbeda pendapat. Apa saran yang Syaikh sampaikan berkenan dengan masalah ini Jawaban.Yang saya sarankan kepada semua saudara-saudara saya para ahlul ilmi dan praktisi dakwah adalah menempuh metode yang baik, lembut dalam berdakwah dan bersikap halus dalam masalah-masalah yang terjadi perbedaan pendapat saat saling mengungkapkan pandangan dan pendapat. Jangan sampai terbawa oleh emosi dan kekasaran dengan melontarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas dilontarkan, yang mana hal ini bisa menyebabkan perpecahan, perselisihan, saling membenci dan saling menjauhi. Seharusnya seorang da’i dan pendidik menempuh metode-metode yang bermanfaat, halus dalam bertutur kata, sehingga ucapannya bisa diterima dan hati pun tidak saling menjauhi, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” [Ali-Imran : 159]Allah berfirman kepada Musa dan Harun ketika mengutus mereka kepada Fir’aun.â€Å"Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut” [Thaha : 44]Dalam ayat lain disebutkan.â€Å"Artinya : Serulah [manusia] kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [An-Nahl : 125]Dalam ayat lain disebutkan.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka” [Al-Ankabut : 46]Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan mengindahkannya, dan tidaklah [kelembutan itu] luput dari sesuatu kecuali akan memburukkannya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr wash Shilah : 2594]Beliaupun bersabda.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr wash Shilah : 2592]Maka seorang da’i dan pendidik hendaknya menempuh metode-metode yang bermanfaat dan menghindari kekerasan dan kekasaran, karena hal itu bisa menyebabkan ditolaknya kebenaran serta bisa menimbulkan perselisihan dan perpecahan di antara sesama kaum muslimin. Perlu selalu diingat, bahwa apa yang Anda maksudkan adalah menjelaskan kebenaran dan ambisi untuk diterima serta bermanfaatnya dakwah, bukan bermaksud untuk menunjukkan ilmu Anda atau menunjukkan bahwa Anda berdakwah atau bahwa Anda loyal terhadap agama Alah, karena sesungguhnya Allah mengetahui segala yang dirahasiakan dan yang disembunyikan. Jadi, yang dimaksud adalah menyampaikan dakwah dan agar manusia bisa mengambil manfaat dari perkataan anda. Dari itu, hendaklah Anda memiliki faktor-faktor untuk diterimanya dakwah dan menjauhi faktor-faktor yang bisa menyebabkan ditolaknya dan tidak diterimanya dakwah.[Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwiah, Juz 5, hal.155-156, Syaikh Ibnu Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 198-200 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1137&bagian=0


Artikel Etika Berbeda Pendapat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Etika Berbeda Pendapat.

Bepergian Ke Negara Kafir

Kumpulan Artikel Islami

Bepergian Ke Negara Kafir Bepergian Ke Negara Kafir

Kategori Sikap Kepada Kafir

Senin, 22 Maret 2004 07:14:12 WIBBEPERGIAN KE NEGARA KAFIROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum bepergian ke negara kafir Dan apa hukum bepergian untuk maksud wisata Jawaban.Tidak boleh bepergian ke negara kafir kecuali dengan tiga syarat.Syarat Pertama : Memiliki ilmu yang dapat membantah keraguanSyarat Kedua : Memiliki pondasi agama yang kuat yang bisa melindunginya dari dorongan syahwatSyarat Ketiga : Membutuhkan kepergian tersebut.Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka ia tidak boleh bepergian ke negara kafir karena bisa menimbulkan fitnah atau dikhawatirkan akan terkena fitnah, disamping hal ini merupakan penyia-nyiaan harta, karena pada perjalanan semacam ini biasanya seseorang mengeluarkan banyak uang, di samping hal ini malah menyuburkan perkenomian kaum kuffar.Tapi jika ia memang memerlukannya, misalnya untuk berobat atau menuntut ilmu yang tidak tersedia di negaranya, sementara ia pun telah memiliki ilmu dan agama yang kuat sebagaimana kriteria yang kami sebutkan, maka tidak apa-apa.Adapun bepergian untuk tujuan wisata ke negara-negara kafir, itu tidak perlu, karena ia masih bisa pergi ke negara-negara Islam yang memelihara penduduknya dengan symbol-simbol Islam. Negara kita ini, alhamdulillah, kini telah menjadi negara wisata di beberapa wilayahnya. Dengan begitu ia bisa bepergian ke sana dan menghabiskan masa liburnya di sana.[Al-Majmu Ats-Tsamin, Juz I, hal 49-50, Syaikh Ibnu Utsaimin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 349-350 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=519&bagian=0


Artikel Bepergian Ke Negara Kafir diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bepergian Ke Negara Kafir.

Penentuan Dimulai Dan Berakhirnya Bulan Puasa

Kumpulan Artikel Islami

Penentuan Dimulai Dan Berakhirnya Bulan Puasa Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiallahu 'anhuma,dia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda: jika kalian melihatnya [bulan sabit yang mengawali bulanRamadhan-red] maka berpuasalah*, dan jika kalian melihatnya [bulansabit yang mengawali bulan Syawwal-red] maka berbukalah; jika kaliandikabuti oleh awan [sehingga tidak bisa/terhalangi melihatnya-red]maka perkirakanlah hitungannya [dengan menyempurnakan bulan yangberkabut awan tersebut, yakni bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari-red] .

* dengan meniatkan puasa pada malam harinya untuk esok harinya

Takhrij Hadits Secara Global

Hadits ini ditakhrij [dikeluarkan] oleh Imam al-Bukhari dengan lafazhdiatas, Imam Muslim, an-Nasai dan Ibnu Majah.

Makna Hadits Secara Global

Hukum-Hukum syara' ini dibangun atas al-Ashl [pondasi, pokok, landasan]sehingga tidak boleh beralih darinya kecuali dengan secara yakin.

Diantaranya; bahwa hukum asal dalam penentuan bulan Ramadhan adalahmasih berjalannya bulan Sya'ban dan terbebasnya dzimmah [tanggungandalam diri] dari kewajiban berpuasa, selama bulan Sya'ban tersebutbelum sempurna tiga puluh hari sehingga diketahui telah berakhir ataumelihat bulan sabit sebagai pertanda dimulainya bulan Ramadhansehingga diketahui ia telah masuk.

Oleh karena itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam mengaitkanberlakunya hukum puasa dan tidaknya di bulan Ramadhan dengan [dapatatau tidaknya] melihat [ru'yah] bulan sabit. Jika disana terdapatkabut awan, salju atau semisalnya maka beliau Shallallahu 'alaihiWasallam memerintahkan agar mereka memperkirakan hitungannya; yaitudengan menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari penuh,kemudian baru mereka memulai puasa. Hal ini dilakukan berdasarkankaidah yang berbunyi: hukum asal sesuatu adalah masih berlaku/berjalannyastatusnya yang terdahulu [yang sudah berlaku/berjalan] sebagaimanaadanya .

Perbedaan Para Ulama

Sebab Terjadinya Perbedaan Pendapat

Perbedaan pendapat tersebut terjadi karena terjadinya perbedaanpenafsiran terhadap makna sabda beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam; [faqduruulahu] apakah maknanya perkirakanlah hitungannya [denganmenyempurnakan hitungan bulan Sya'ban menjadi 30 hari] atau persempitlah[ciutkan hitungan] bulan Sya'ban dan perkirakanlah [hitunglah] menjadidua puluh sembilan hari saja .

Diantara implikasi dari adanya perbedaan diatas adalah timbulnyaperbedaan para ulama mengenai beberapa masalah:

A. Masalah berpuasa pada tanggal 30 bulan Sya'ban; bila pada saat itubulan sabit tidak muncul/kelihatan karena diselimuti oleh kabut awan,salju atau hal lainnya yang tidak memungkinkan untuk melihatnya [ru'yah].Terdapat dua pendapat para ulama mengenai hal itu:

Wajib berpuasa pada hari itu sebagai bentuk zhann [sangkaan; yangpersentase kemungkinan benarnya adalah lebih dari 50%-red] dantindakan ihtiath [preventif] ; ini adalah pendapat yang masyhur darimazhab Imam Ahmad [pendapat ini dianggap sebagai mufradaat Imam Ahmad[satu-satunya pendapat di kalangan para imam mazhab yang empat] danjuga pendapat yang diriwayatkan dari sejumlah para shahabat,diantaranya; Abu Hurairah, Ibnu 'Umar, 'Aisyah dan Asma'.

Dalil :

Berdasarkan pengertian sabda nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam ; [faqduruulahu] yang ditafsirkan dengan makna persempitlah [ciutkan hitungan]bulan Sya'ban dan perkirakanlah [hitunglah] ia menjadi dua puluhsembilan hari saja.

Tidak wajib berpuasa pada hari itu, dan jika berpuasa denganmenjadikannya sebagai ganti dari hari bulan Ramadhan maka hal itu darisisi hukum tidak dianggap alias tidak shah ; ini adalah pendapatJumhur Ulama, diantaranya tiga imam mazhab [selain Imam Ahmad]; ImamAbu Hanifah, Imam asy-Syafi'i dan Imam Malik. Demikian juga, pendapatini dipilih oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah. Beliau menyatakanbahwa riwayat-riwayat yang demikian banyak dari Imam Ahmad menunjukkandia memilih pendapat ini juga. Dan diantara para ulama besar mazhabHanbali yang memilih pendapat ini adalah Abul Khaththab dan Ibnu 'Aqil.Pengarang buku al-Furu' berkata: saya tidak menemukan indikasibahwa Imam Ahmad secara terang-terangan mewajibkan hal itu ataupunmemerintahkannya; oleh karenanya tidak patut pendapat tersebut [yangmenyatakan beliau mewajibkan berpuasa pada hari itu] dinisbatkankepada beliau.Dalil :

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhan [Imam Bukharidan Muslim] dari Abu Hurairah secara marfu' , sabda nabi Shallallâhu 'alaihiwasallam : Berpuasalah kalian [dengan meniatkan puasa malam harinyauntuk esok harinya-red] karena melihatnya [munculnya bulan sabitpertanda datangnya bulan Ramadhan-red] dan berbukalah [ menghentikanpuasa] karena melihatnya [munculnya bulan sabit pertanda datangnyabulan Syawwal-red]; lalu jika kalian dikabuti oleh awan [sehinggatidak dapat/terhalangi melihatnya-red] maka sempurnakanlah bilanganbulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari [penuh] .

Jadi, hadits ini dan semisalnya menjelaskan tentang makna pertamayaitu perkirakanlah hitungannya [dengan menyempurnakan hitunganbulan Sya'ban menjadi 30 hari] .

Pendapat Jumhur ulama tersebut dipertegas lagi oleh Ibnu al-Qayyimdalam kitabnya al-Hadyu dimana beliau mendukung pendapat Jumhur danmenyanggah selain pendapat tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwatidak ada pendapat seorangpun dari para shahabat yang sharih [secaraterang-terangan] yang dapat dipertanggung jawabkan kecuali dari Ibnu 'Umaryang memang dikenal sebagai orang yang amat keras dan preventif dalamberpendapat.

Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah juga menyatakan bahwa pendapat yangdinisbatkan kepada Imam Ahmad berkenaan dengan wajibnya berpuasa padahari yang diragukan [30 Sya'ban] tidak otentik dan valid. Demikianpula halnya dengan yang dinisbatkan kepada para shahabat Imam Ahmadmeskipun sebagian dari mereka meyakini bahwa wajibnya berpuasa padahari tersebut termasuk pendapat beliau. Pendapat beliau yang sharihdan dicantumkan secara tertulis dari beliau adalah bolehnya berbukaatau berpuasa pada hari itu. Pendapat ini sejalan dengan pendapat ImamAbu Hanifah dan mayoritas para shahabat dan Tabi'in. Pokok-Pokok utamasyari'at secara keseluruhan telah menetapkan bahwa tindakan preventif[al-Ihtiath] tidak memiliki implikasi wajib ataupun diharamkan.

B. Masalah ; jika bulan sabit pertanda dimulainya bulan Ramadhanterlihat di suatu negeri, apakah hal itu mengharuskan semua orangberpuasa atau tidak Setidaknya terdapat empat pendapat mengenai halini:

Wajib atas seluruh kaum muslimin dimanapun mereka berada untukberpuasa ; ini adalah pendapat yang ma.syhur dari Imam Ahmad dan parapengikutnya serta merupakan mufradaat mazhab beliau. Pendapat ini jugamerupakan pendapat Imam Abu Hanifah.

Alasannya ; karena masuknya bulan Ramadhan telah mantap danhukum-hukum yang berkaitan dengannya pun demikian, maka wajib berpuasaatas dasar tersebut.

Tidak wajib berpuasa bagi penduduk negeri yang lain bahkan setiappenduduk negeri dapat menentukan ru'yahnya secara tersendiri ; iniadalah pendapat sebagian ulama, yaitu pendapat al-Qasim bin Muhammad,Salim bin 'Abdullah dan Ishaq bin Rahawaih.

Alasannya ; berdasarkan riwayat Kuraib yang berkata: aku datang keSyam [dan sudah berada disana] dimana ketika itu sudah mulai memasukibulan Ramadhan; lalu kami melihat munculnya bulan sabit pada malamJum'at. Kemudian di akhir bulan, aku kembali ke Madinah lalu Ibnu 'Abbasmenanyaiku [tentang banyak hal] kemudian menyinggung tentang bulansabit seraya berkata: 'kapan pertamakali kalian melihat munculnyabulan sabit [pertanda masuknya bulan Ramadhan]. Lantas akumemberitahukan beliau tentang hal itu. Beliau berkata: 'Tetapi kamitelah melihatnya [dalam riwayat yang lain; memakai shighat fi'il al-Mudhari'â€"red] muncul pada malam Sabtu dan kami masih berpuasa hingga kamimenyelesaikannya tiga puluh hari penuh'. Lalu aku berkata: 'bukankahcukup bagimu ru'yah Mu'awiyah dan puasanya'. Beliau menjawab: 'tidak!Demikianlah yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihiwasallam kepada kami . [H.R.Muslim].

Perlu rincian lagi; jika al-Mathaali' â€" jamak dari kata mathla' - [posisimunculnya bulan] berbeda maka masing-masing negeri harus berdasarkanmathla' nya sendiri, sedangkan jika hal itu sama maka hukum puasa dantidak puasanya bagi mereka satu paket ; ini adalah pendapat yangmasyhur dari Imam asy-Syafi'i dan pendapat yang dipilih oleh SyaikhulIslam, Ibnu Taimiyyah.

Jika jarak antara kedua negeri kurang dari 2226 Km maka hilal [bulansabit] mereka satu paket, dan jika lebih dari jarak tersebut makatidak satu paket ; ini adalah pendapat as-Syaikh Muhammad bin 'AbdulWahhab al-Marakisyi sebagaimana yang dinyatakan dalam kitabnya al-'AzbuzZallal fii Mabaahits Ru'yatil Hilal .

INTISARI HADITS

Berpuasa di bulan Ramadhan terkait dengan ru'yah semua orangatau sebagian mereka terhadap hilal [bulan sabit]. Ibnu Daqiq al-'Iedmenolak untuk mengaitkan hukumnya berdasarkan perhitungan ahli nujum[astrolog]. Selanjutnya, ash-Shan'ani menjelaskan andaikata hal ituterbatas kepada perhitungan [hisab] mereka niscaya hanya sedikitorang yang mengetahuinya sedangkan syara' dibangun atas apa yangdiketahui oleh banyak orang.

Berbuka [tidak berpuasa] juga terkait dengan hal tersebut.

Bahwasanya jika hilal tidak terlihat, maka mereka tidak berpuasamelainkan menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi tiga puluhhari, demikian pula mereka tidak berbuka melainkan menyempurnakanbilangan bulan Ramadhan menjadi tiga puluh hari.

Bahwasanya jika terdapat kabut awan, mereka memperkirakanbilangan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari penuh. Ash-Shan'aniberkata: Jumhur Fuqaha dan Ahli Hadits berpendapat bahwa yangdimaksud dengan sabdan beliau [faqduruu lahu] adalah menyempurnakanbilangan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari sebagaimana yangditafsirkan dalam hadits yang lain.

[Disadur dari kitab Taysiirul 'Allaam Syarhu 'Umdatil Ahkaam ,karya Syaikh 'Abdullah Ali Bassam, jld. I, hal. 409-413, haditske-175].

Artikel Penentuan Dimulai Dan Berakhirnya Bulan Puasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penentuan Dimulai Dan Berakhirnya Bulan Puasa.

Tidak Mampu Mengqadha Puasa

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Mampu Mengqadha Puasa Tidak Mampu Mengqadha Puasa

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Kamis, 21 Oktober 2004 12:52:26 WIBAPAKAH KELUARNYA AIR KETUBAN DAPAT MEMBATALKAN PUASAOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seorang wanita tengah hamil sembilan bulan saat bulan Ramadhan. Pada permulaan bulan Ramadhan tersebut wanita itu mengeluarkan cairan, cairan itu bukan darah dan dia tetap berpuasa saat cairan itu keluar, hal ini telah terjadi sepuluh tahun yang lalu. Yang saya tanyakan adalah Apakah wanita itu diwajibkan untuk mengqadha puasa, sebab saat mengeluarkan cairan itu ia tetap berpuasa .JawabanJika kenyataannya seperti yang disebutkan maka puasa wanita itu sah dan tidak perlu mengqadhanya.[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 10/221, fatwa nomor 6549]MENGQADHA PUASA BAGI YANG TIDAK PUASA KARENA HAMILOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya hamil di bulan Ramadhan maka saya tidak berpuasa. dan sebagai penggantinya saya berpuasa sebulan penuh dan bersedekah, kemudian saya hamil kedua kalinya di bulan Ramadhan maka saya tidak berpuasa dan sebagai gantinya saya berpuasa sebulan, sehari demi sehari selama dua bulan dan saya tidak bersedekah, apakah dalam hal ini diwajibkan bagi saya untuk bersedekah .JawabanJika seorang wanita hamil khawatir pada dirinya atau khawatir pada janinnya jika berpuasa lalu ia berbuka, maka yang wajib baginya hanya mengqadha puasa, keadaannya saat itu adalah seperti keadaan orang sakit yang tidak kuat berpuasa atau seperti orang yang khawatir dirinya akan mendapat bahaya jika berpuasa, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 185][ibid, 10/219, fatwa nomor 114.]TIDAK MAMPU MENGQADHA PUASAOlehSyaikh Abdul Aziz bin BaazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Saya seorang wanita yang sakit, saya tidak berpuasa beberapa hari pada bulan Ramadhan lalu dan karena sakit yang saya alami maka saya tidak dapat mengqadha puasa, apakah yang harus saya lakukan sebagai kaffarah-nya . Kemudian juga, saya tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan tahun ini, apakah yang saya lakukan sebagai kaffarah-nya .JawabanOrang sakit yang menyebabkan sulit baginya untuk berpuasa disyari'atkan untuk tidak berpuasa, lalu jika Allah memberinya kesembuhan maka ia harus mengqadha puasanya itu berdasarkan firman Allah."Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa] sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 185]Dan Anda boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan ini jika Anda masih dalam kondisi sakit, karena tidak berpuasa merupakan keringanan [rukhshah] dari Allah bagi orang yang sakit serta orang yang musafir, dan Allah suka jika rukkhshah-Nya itu dijalankan, sebagaimana Allah benci jika perbuatan maksiat dilakukan. Kemudian Anda tetap diwajibkan untuk mengqadha puasa, semoga Allah memberi Anda kesembuhan dan memberi kita semua ampunan atas dosa yang telah kita perbuat.[Fatawa Ash-Shiyam, halaman 57]ORANG MENINGGAL YANG MEMPUNYAI TANGGUNGAN PUASAOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Bila ada seorang muslim yang meninggal, baik pria maupun wanita, sementara ia mempunyai tanggungan puasa yang harus diqadha, apakah harus dipuasakan oleh keluarganya ataukah cukup memberi makan orang miskin atas namanya . Dan bagaimana pula hukumnya jika puasa yang belum dilaksanakannya itu puasa nadzar, bukan qadha Ramadhan .JawabanJika seorang meninggal dengan tanggungan puasa Ramadhan yang belum diqadhanya karena sakit, maka untuk hal ini ada dua kemungkinan .Kemungkinan pertama : Penyakit yang dideritanya itu terus berlanjut sampai meninggal sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha puasa. Jika demikian keadaannya maka tidak ada kewajiban apapun baginya, tidak ada kewajiban untuk mengqadha puasa dan tidak pula kewajiban untuk memberi makan, karena ada halangan untuk mengqadha puasa.Kemungkinan kedua : Jika ia telah sembuh dari penyakit yang menyebabkan ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan, lalu datang bulan Ramadhan berikutnya, sementara ia belum mengqadha puasa Ramadhan yang pertama, kemudian setelah Ramadhan kedua ia meninggal, maka wajib bagi keluarganya memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya pada bulan Ramadhan yang pertama atas nama dia, hal ini dilakukan oleh keluarganya atas namanya, karena ia telah melakukan kelalaian dalam mengqadha puasa. Adapun cukupnya mengqadha puasa yang dilakukan oleh keluarganya, para ulama telah berbeda pendapat tentang hal ini.Kemudian bila puasa yang belum ia laksanakan itu puasa nadzar, maka puasanya itu harus dipuasakan oleh keluarganya berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa yang mati dan ia mempunyai tanggungan puasa" dalam riwayat lain disebutkan : "Puasa orang yang bernadzar hendaknya walinya mempuasakan untuknya". [ibid][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1125&bagian=0


Artikel Tidak Mampu Mengqadha Puasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Mampu Mengqadha Puasa.

Sumpah Dalam Jual Beli 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Sumpah Dalam Jual Beli 2/2 Sumpah Dalam Jual Beli 2/2

Kategori Fatawa Jual Beli

Sabtu, 24 April 2004 08:38:37 WIBSUMPAH DALAM JUAL BELIOlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]Pertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : â€Å"Ada seseorang yang mengatakan, â€Å"Barang ini dulu saya beli sekian”, padahal harga sebenarnya lebih rendah dari harga yang disebutkannya itu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak, bahkan ada juga di antara mereka yang mengucapkan sumpah untuk itu, lalu bagaimana hukumnya JawabanBarangsiapa membeli suatu barang dagangan kemudian menawarkannya untuk dijual seraya berkata, â€Å"Barang ini dulu saya beli dengan harga sekian”, padahal ucapannya itu bohong, dengan tujuan mendapatkan keuntungan lebih dari barang yang dibelinya tersebut, berarti dia telah melakukan suatu perbuatan yang diharamkan dan terjerumus ke lembah dosa. Dan sudah pasti berkah jual belinya akan dilenyapkan. Dan jika mengucapkan sumpah dalam hal tersebut, makanya dosanya lebih besar dan siksanya pun lebih pedih. Dengan demikian, dia masuk ke dalam ancaman yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahihnya, dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.â€Å"Artinya : Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah pada hari Kiamat kelak serta dan tidak juga Dia akan menyucikan mereka. Dan bagi mereka adzab yang pedih”.Lalu kami tanyakan, â€Å"Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah Mereka itu benar-benar gagal lagi merugi”. Beliau menjawab.â€Å"Artinya : Orang yang menyebut-nyebut pemberian, pria yang memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki, dan yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah bohong”.[Lafazh hadits ini milik At-Tirmidzi,-pent]At-Tirmidzi mengatakan, â€Å"Hadits hasan shahih”. Dan dalam sebuah riwayat lain disebutkan : â€Å"Dengan sumpah yang keji”. Serta apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain, bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Sumpah itu dapat melariskan dagangan tetapi juga menjadi penghilang berkah”Juga didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya jilid IV halaman 316, dari Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ada seseorang yang menawarkan suatu barang di pasar, lalu dia bersumpah atas nama Allah bahwa dia telah memberikan harga yang paling rendah yang belum pernah diberikan, agar ada seorang muslim yang terjebak, lalu turunlah ayat.â€Å"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji [nya dengan] Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian [pahala] di akhirat, dan Allah tidak akan berbicara pada mereka dan tidak [pula] akan melihat kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak [pula] akan menyucikan mereka. Bagi mereka Adzab yang pedih” [Ali-Imran : 77] [1]Dan didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih keduanya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.â€Å"Artinya : Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak juga dilihat dan di sucikanNya, dan bagi mereka adzab yang sangat pedih ; Seseorang yang mempunyai kelebihan air di sebuah jalanan, dimana dia menghalangi para pejalan dari air tersebut, lalu seseorang membai’at seseorang –dalam sebuah riwayat : seorang imam- yang dia tidak membai’atnya melainkan untuk kepentingan dunia, yang jika orang dibai’atnya itu memberi apa yang dia inginkan, maka dia akan mentaatinya dan jika tidak maka dia tidak mentaatinya, serta seseorang yang menawar barang dagangan orang lain setelah Ashar, lalu dia [penjual, -ed] bersumpah dengan menggunakan nama Allah bahwa dia benar-benar telah memperoleh barang tersebut sekian dan sekian, lalu diambillah oleh orang itu” [2]Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke-27 dari Fatwa Nomor 19637, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]Foote Note.[1] Hadits Riwayat Al-Bukhari III/12 dan i6i V/167, Ibnu Abi Hatim di dalam At-Tafsiir II/355 nomor 823 [Tahqiq Dr Hikmay Basyir Syan], serta Abd bin Hamid dan Ibnul Munzdir, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabAd-Durrul Mantsuur II/44[2] Hadits Riwayat Ahmad II/253 dan 480, Al-Bukhari III/76 dan 160, VIII/124, Muslim I/103 nomor 108, Abu Dawud III/749 dan 750 nomor 3474 dan 3575, At-Tirmidzi IV/150-151 nomor 1595 dengan sebagia lafazh hadits tersebut, An-Nasa’i VII/247 nomor 4462, Ibnu Majah II/744 dan 958 nomor 2207 dan 2870, Ibnu Abi Syaibah VI/257, Abu Awanah I/41, Ibnu Hibban XI/274 nomor 4908, hadits senada, Al-Baihaqi di dalam kitab As-Sunnah V/330 dan VIII/160, dan juga di dalam kitab Al-Asmaa wash Shifaat I/551 nomor 477 [Tahqiq Al-Hasyidi], Al-Baghawi X/142 nomor 2516 dengan hadits senada.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=659&bagian=0


Artikel Sumpah Dalam Jual Beli 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sumpah Dalam Jual Beli 2/2.

Hukum Menabuh Rebana Di Dalam Pernikahan

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Menabuh Rebana Di Dalam Pernikahan

>> Pertanyaan :

Apa hukum menabuh rebana seminggu sesudah pernikahan Apakah bolehmenggunakan alat lain selain rebana?

>> Jawaban :

Menabuh rebana dalam rangka perayaan pernikahan itu adalah pada malamresepsinya, waktunya tidak boleh lebih dari itu, karena apa yangdiperbolehkan untuk suatu kesempatan, maka sesungguhnya ia terkaitdengan kadar kesempatan itu. Maksud dari menabuh rebana pada hari-haripesta pernikahan adalah untuk menampakkan rasa gembira dan bahagiadari satu sisi, dan di sisi lain untuk memaklumkan pernikahan. Sebab,memaklumkan nikah itu termasuk perkara yang dibenarkan agama. Adapunmerayakannya hingga berhari-hari, maka saya berpendapat tidak adakeringanannya [tidak diperbolehkan]. Sedangkan menggunakan alat musikselain rebana hukumnya adalah sebagaimana asalnya, yaitu haram. Sebabada hadits shahih di dalam Shahih Bukhari yang bersumber dari AbuMalik Al-Asyari bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalambersabda,.

Akan ada beberapa kaum dari ummatku yang menghalalkan zina, kainsutra, khamar dan alat-alat musik.

Yastahilluna al-hira, artinya: mereka menghalalkan kemaluan. Maksudnyaadalah zina. Nauzubillah. Al-Harir dan al-Khamr artinya sudah sangatjelas [yaitu kain sutera dan minuman keras. pen]. Sedangkan al-maazifadalah semua alat musik, terkecuali yang dihalalkan oleh Sunnah, yaitumenabuh reban pada acara pesta pernikahan.

[ Majalah al-Dawah: 19/7/1412, edisi 1325. fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin.]

Artikel Hukum Menabuh Rebana Di Dalam Pernikahan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Menabuh Rebana Di Dalam Pernikahan.

Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang

Kumpulan Artikel Islami

Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang

Kategori At-Tauhid Awwalan

Senin, 31 Mei 2004 09:04:43 WIBPENJELASAN TENTANG KETIDAK JELASAN AQIDAH YANG BENAR DAN KONSEKUENSI KONSEKUENSINYA DALAM BENAK KEBANYAKAN ORANGOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniDari contoh ini, saya ingin menjelaskan bahwa aqidah tauhid dengan segenap konsekuensinya tidaklah jelas -sayang sekali- di benak mayoritas orang-orang yang beriman kepada aqidah salaf itu sendiri, apalagi di benak orang lainnya yang mengikuti aqidah asy'ariyah atau maturidiyah atau jahmiyah dalam masalah seperti ini. Maka saya melontarkan contoh seperti tadi untuk menunjukkan bahwa masalah ini tidaklah semudah seperti yang digambarkan oleh sebagian da'i yang bersama-sama dengan kita dalam menda'wahkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sekarang ini, sesungguhnya urusannya tidaklah mudah sebagaimana yang disangka oleh sebagian mereka. Dan sebabnya adalah seperti apa yang telah dijelaskan terdahulu, yaitu berupa perbedaan antara orang-orang jahiliyah musyrik yang pertama, ketika mereka diseru untuk mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, mereka menolak karena mereka memahami makna kalimat thayyibah ini, dan antara mayoritas kaum muslimin pada masa ini yang mengucapkan kalimat thayyibah tetapi tidak memahami maknanya secara benar. Perbedaan ini merupakan perbedaan yang pokok, terbukti dalam masalah aqidah seperti tadi, yang saya maksud adalah masalah ketinggian Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas semua makhluk-Nya. Hal ini membutuhkan penjelasan, seorang muslim tidaklah cukup hanya meyakini :"Artinya : [Allah] Yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy". [Thaha : 5]Irhamuu man fii al-ardhi yarhamkum man fii asy-samaa'i"Artinya : Sayangilah yang di bumi, niscaya yang dilangit akan menyayanginmu" [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud [4941], dan At-Tirmidzi [1925], dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah [925]].Tanpa dia mengetahui bahwa kata "Fii" yang terdapat dalam hadits tersebut bukan berarti menunjukkan tempat [dibawah]. Hal itu seperti "Fii" yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :Am amintum man fii asy-samaa'i"Artinya : Apakah kalian merasa aman dari [Allah] yang di [atas] langit" [Al-Mulk : 16].Karena "Fii" disini maknanya adalah " 'Ala" [di atas], dan dalil tentang hal itu banyak, bahkan banyak sekali. Di antaranya adalah hadits terdahulu yang banyak disebut oleh manusia, dan hadits itu dengan seluruh jalannya -Alhamdulillah- shahih. Dan makna sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sayangilah yang di bumi" bukan berarti serangga dan ulat-ulat yang ada di dalam bumi ! Tetapi yang dimaksud adalah yang berada di atas bumi, seperti manusia dan hewan. Dan hal itu sesuai dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : "... maka yang di langit akan menyayangimu" maksudnya : yang di atas langit. Orang-orang yang telah menerima da'wah yang hak [benar] ini mesti berada di atas kejelasan tentang perincian seperti tadi. Dan contoh lain yang mendekati hadits diatas, hadits Al-Jariyah yang dia itu adalah pengembala kambing, hadits ini masyhur, saya akan menyebutkannya sebagai penguat. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya : "Dimana Allah " Dia menjawab : "Di langit" [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim [537], Abu Daud [930] Nasa'i [I/14-18] dari hadits Mu'awiyah bin Al-Hakami As-Sulami Radhiyallahu 'anhu]Seandainya engkau pada hari ini bertanya kepada beberapa guru besar Al-Azhar -misalnya- : "Dimana Allah ", maka mereka akan menjawab :" Di setiap tempat !". Padahal Jariyah [budak wanita] menjawab bahwa Allah di langit, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan jawaban Jariyah tersebut. Mengapa Karena Jariyah itu menjawab berdasarkan fitrah dan dia hidup di tempat yang memungkinkan dengan istilah kita pada masa ini untuk kita namakan dengan sebutan "lingkungan salafiyah" yang belum tercemar dengan lingkungan yang buruk, karena dia telah lulus dari "madrasah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam" sebagaimana yang mereka istilahkan sekarang ini.Madrasah ini tidak khusus hanya bagi sebagian laki-laki dan tidak pula hanya bagi sebagian wanita. Tetapi madrasah ini untuk seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan wanita, oleh karena itu seorang pengembala kambing mengetahui aqidah yang benar, karena dia tidak tercemar dengan lingkungan yang buruk. Dia mengetahui aqidah yang benar sebagaimana terdapat dalam kitab Al-Qur'an dan As-Sunnah, padahal kebanyakan dari orang-orang yang mengaku memiliki ilmu tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak mengetahui hal tersebut, dia tidak mengetahui dimana Rabbnya !. Padahal masalah tersebut disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.Pada hari ini saya mengatakan bahwa tidak didapati sedikit pun dari penjelasan ini di kalangan kaum muslimin, dimana seandainya engkau bertanya -saya tidak mengatakan kepada pengembala kambing- tetapi kepada pemimpin umat atau kelompok maka dia akan bingung ketika menjawab sebagaimana kebanyakan manusia bingung saat ini kecuali orang-orang yang dirahmati Allah, dan jumlah mereka itu sangat sedikit.[Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 31-35, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=764&bagian=0


Artikel Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang.