Rabu, 04 Juni 2008

Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami Agama

Kumpulan Artikel Islami

Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami Agama Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami Agama

Kategori Perpecahan Umat !

Rabu, 19 Mei 2004 08:44:58 WIBSEBAB-SEBAB PERPECAHANOlehDr. Nashir bin Abdul Karim Al-'AqlBagian Kedua dari Lima Tulisan [2/5]AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya]Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami AgamaBeberapa Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami Agama Yang Dimaksud Adalah.[1]. Mengambil ilmu tidak dari ahlinya. Maksudnya ialah sebagian orang mengambil ilmu dari setiap orang yang mengajak mereka belajar. Dan dari setiap orang yang mengibarkan bendera dakwah serta mengaku : "Aku adalah seorang juru dakwah". Akhirnya mereka jadikan juru dakwah itu sebagai imam panutan dalam masalah agama. Mereka-pun menimba ilmu darinya, padahal juru dakwah itu tidak paham Islam sama sekali. Oleh sebab itu, kita temui sekarang ini slogan-slogan mentereng yang dikibarkan panji-panjinya oleh sekumpulan umat manusia, terutama para pemuda. Kita dapati pemimpin dan ketuanya jahil tentang dasar-dasar agama. Lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat lagi menyesatkan.Sebabnya ialah juru-juru dakwah tersebut melihat dirinya banyak diikuti orang yang mengambil ilmu agama darinya tanpa hati-hati dan mencari kejelasan serta tanpa metodologi yang benar. Mereka tidak melihat apakah pemimpinnya itu layak diambil ilmunya ataukah tidak !Pada umumnya mereka lebih terbawa perasaan daripada dituntun oleh ilmu. Ini jelas sebuah kesalahan fatal, artinya setiap muncul juru dakwah yang kondang dan kharismatik mereka langsung menjadikannya sebagai imam dalam agama. Meskipun juru dakwah tersebut tidak punya ilmu pengetahuan tentang sunnah nabi dan fiqih sedikitpun. Sungguh benar sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sesungguhnya Allah tidak mencabut suatu ilmu secara sekaligus setelah dianugrahkan kepadamu. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mencabutnya dari manusia dengan mewafatkan para ulama berserta ilmunya. Maka yang tersisa hanyalah orang-orang jahil. Apabila mereka dimintai fatwa maka mereka memberi fatwa menurut pendapat mereka sendiri. Maka mereka sesat dan menyesatkan" [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Kitab Al-I'tisham bil Kitab wa Sunnah 8/282. Hadits ini diriwayatkan juga dengan lafal yang berbeda oleh Imam Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Daud]Dakwah kepada agama Allah dan amar ma'ruf nahi mungkar hanya pantas dicetuskan oleh para ulama yang mulia lagi paham tentang masalah agama dan menimba ilmunya dari sumber yang asli dengan berlandaskan metode yang benar. Jika demikian, tidak semua orang yang akalnya dipenuhi pengetahuan, wawasan dan pemikiran-pemikiran boleh dijadikan imam dalam agama. Sebab banyak sekali dijumpai orang fasik bahkan orang kafir yang mengetahui banyak persoalan agama Islam, dan banyak pula dijumpai dari kalangan orientalis yang menghafal sejumlah buku-buku induk dalam ilmu fiqih. Bahkan mereka hafal Al-Qur'an, Shahih Bukhari, kitab-kitab Sunan dan lain-lainnya. Orang-orang seperti itu hanyalah hafal ilmu namun tidak memahami agama sama sekali. Begitu pula banyak orang yang mengaku dirinya muslim, dan memiliki sejumlah maklumat, namun tidak memahami metodologi memahami agama, tidak memahami kaidah-kaidah amal, mu'amalah dam iltizam [komitmen] terhadap As-Sunnah. Tidak mengambil dienul Islam dengan metodologi yang benar. Tidak mengambilnya dari ulama rabbani, sehingga mereka berfatwa tanpa ilmu, mengarahkan dan mengumpulkan orang tanpa dasar ilmu dan aqidah yang benar.[2]. Salah satu fenomena kerancuan dalam metodologi memahami agama yang merupakan sebab perpecahan umat ialah memisahkan diri dari para ulama. Yaitu sebagian penuntut ilmu, juru dakwah dan pemuda memisahkan diri dari ulama. Mereka merasa cukup menimba ilmu agama melalui buku, kaset, majalah dan media-media lainnya. Mereka enggan menuntut ilmu dari para ulama. Hal ini jelas merupakan gejala yang berbahaya bahkan merupakan benih perpecahan umat.Jika kita kembali melihat sejarah awal perpecahan umat Islam, seperti menyempalnya kelompok Khawarij dan Rafidhah, niscaya kita dapati bahwa diantara faktor utama terjadinya bencana perpecahan di kalangan orang-orang yang mengaku Islam -selain orang-orang munafik dan zindiq- adalah memisahkan diri dari sahabat. Melecehkan sahabat dan menolak mengambil ilmu dari sahabat.Orang-orang itu lebih memilih menimba ilmu secara otodidak atau dari rekannya. Mereka berkata : "Kami sudah menguasai Al-Qur'an, kami sudah memahami As-Sunnah, kami tidak butuh bimbingan orang lain, maksud mereka, tidak butuh bimbingan para sahabat dan ulama dari kalangan tabi'in. Dari situlah mereka menyempal dan keluar dari metodologi memahami agama yang benar. Menyimpang dari jalan orang-orang yang beriman [para sahabat], jalan [metode] yang diambil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan metode yang diambil para tabi'in dari para sahabat, kemudian diambil oleh generasi salaf dari para imam-imam terpercaya generasi demi generasi.Dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Ilmu ini akan diambil oleh para imam yang adil dari setiap generasi" [Hadits Riwayat Al-Khatib Al-Baghdadi dalam buku Syaraf Ashhabul Hadits hal. 28-29, Ibnu Adi dalam buku Al-Kamil I/152-153 dan III/902 dan dinyatakan hasan oleh beliau. Dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam buku Bughyatul Multamis hal. 34-35]Para imam yang adil adalah para penghafal hadits yang tsiqah [kuat hafalannya], yaitu yang mengambil ajaran agama ini dari para ulama lalu mereka menyampaikannya kepada orang lain.Memisahkan diri dari ulama merupakan bahaya yang sangat besar. Sebab ilmu hanya akan membuahkan berkah bila diambil secara benar dari alim ulama. Dan eksistensi ulama tidak akan pernah terputus sampai akhir zaman.Propaganda segelintir orang bahwa ulama juga punya kekurangan dan kekeliruan adalah propaganda yang menyesatkan. Memang benar, ulama juga manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan dan kekeliruan, namun jangan lupa, secara umum mereka merupakan teladan dan panutan. Mereka adalah hujjah, melalui merekalah Allah Subhanahu wa Ta'ala menyalurkan agama ini. Merekalah ahli dzikir dan rasikhun. Merekalah para imam yang mendapat petunjuk dan siapa saja yang menyimpang dari jalan mereka pasti binasa. Merekalah jama'ah, siapa saja yang keluar darinya pasti sesat. Menimba ilmu dari selain ahlinya [ulama] merupakan tindakan yang sangat berbahaya, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.[3]. Di antara gejala salah kaprah dalam memahami agama adalah pelecehan ulama yang dilakukan oleh sebagian orang yang sok tahu dan sejumlah oknum juru dakwah. Sangat disayangkan, gejala tidak sehat ini kita lihat mulai merebak. Tentu saja ini sangat mengkhawatirkan. Kita wajib saling menasihati guna mencegahnya. Sebab setiap perkara yang tidak segera ditanggulangi para penuntut ilmu dan alim ulama bisa menjadi bahaya besar.[4]. Sebagian pemuda yang berguru kepada sesama mereka, atau kepada pelajar-pelajar yang tidak lebih pandai daripada mereka. Yaitu belajar secara penuh serta meninggalkan ulama-ulama besar dan memutuskan hubungan dengan mereka. Bukan maksudnya tidak boleh belajar dari para penuntut ilmu, bahkan siapa saja yang menguasai salah satu disiplin ilmu syari'at, di samping itu ia juga seorang yang shalih, tentu boleh saja menimba ilmu darinya. Namun juga bukan berarti meninggalkan orang yang lebih alim daripadanya. Atau merasa cukup dengan penuntut ilmu itu serta memutuskan hubungan dengan para ulama besar. Sebab bisa jadi hal itu menjadi salah satu faktor munculnya perpecahan. Yaitu bilamana para pemuda tersebut sudah merasa cukup mengambil ilmu, teladan, panutan, etika dan petunjuk dari sebagian penuntut ilmu serta meninggalkan para ulama yang lebih alim, lebih terhormat dan lebih senior.Sudah barang tentu hal ini sangat berbahaya. Dan lebih bahaya lagi bila sebagian pemuda tersebut dianggap syaikh dalam hal ilmu oleh sebagian yang lain.Namun hal itu jangan disalah tafsirkan sebagai larangan menyelenggarakan majelis ilmu [selain majles ulama], bergaul dan bekerja sama dalam dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar. Bahkan majelis-majelis dan kerja sama dalam hal itu sangat dianjurkan. Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah menimba ilmu dengan metode yang keliru, yaitu menolak mengambil ilmu dari para ulama. Sikap seperti itu merupakan ciri ahli bid'ah dan ahwa', sikap yang sangat berbahaya dan merupakan faktor utama meletusnya perpecahan. Sebab metode seperti itu akan membatasi pengambilan ilmu dari orang-orang tertentu saja. Hal itu bisa menggiring kepada hizbiyyah [bergolong-golongan] dan ashabiyah [fanatik golongan]. Apalagi karakter ulama tidak tampak pada diri pemuda-pemuda itu. Dari sinilah bibit perepecahan akan tumbuh.[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu asbabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=735&bagian=0


Artikel Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami Agama diambil dari http://www.asofwah.or.id
Fenomena Kerancuan Dalam Metodologi Memahami Agama.

Menentang Ibunya Karena Diperintahkan Untuk Melakukan Perbuatan Yang Melanggar Allah Dan RasulNya

Kumpulan Artikel Islami

Menentang Ibunya Karena Diperintahkan Untuk Melakukan Perbuatan Yang Melanggar Allah Dan RasulNya Menentang Ibunya Karena Diperintahkan Untuk Melakukan Perbuatan Yang Melanggar Allah Dan RasulNya

Kategori Birrul Walidain

Selasa, 20 September 2005 00:33:50 WIBMENENTANG IBUNYA KARENA DIPERINTAHKAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN YANG MELANGGAR ALLAH DAN RASULNYAOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukumnya, bila seorang anak perempuan tidak mentaati ibunya karena ibunya itu memintanya untuk bermaksiat kepada Allah, seperti menyuruhnya untuk tabbaruj dan bepergian, dan menganggap hijab itu adalah khurafat belaka, tidak ada kebenarannya di dalam agama, dan menyuruhnya untuk pergi ke pesta, dan mamakai pakaian yang diharamkan oleh Allah atas seorang perempaun dan memarahi anaknya bila mengenakan hijab JawabanTidak boleh taat kepada makhluk, baik itu ayah, ibu maupun yang lainnya, di dalam maksiat kepada Allah.Rasulullah bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu hanya di dalam perbuatan yang baik’Dan beliau bersabda pula.â€Å"Artinya : Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam maksiat kepada khalik”Apa-apa yang diperintahkan oleh ibu penanya di atas adalah perbuatan-perbuatan maksiat, maka jelas tidak boleh mentaatinya, dan semoga si penanya dan ibunya diberikan hidayah dan dilindungi dari godaan setan[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesiap Fatwa-Fatwa Tentang wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerbit Darul Haq]HUKUM MENTAATI KEDUA ORANG TUA DENGAN BERMAKSIAT TERHADAP ALLAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya seorang muslimah, alhamdulillah saya melakukan setiap yang diridhai Allah dan konsisten menganakan hijab syar’i. Tapi ibu saya –semoga Allah memaafkannya- tidak menghendaki saya mengenakan hijab dan menyuruh saya nonton di bioskop dan video … dst, ia mengatakan, â€Å"Jika kamu tidak bersenang-senang, kamu akan segera tua dan beruban”JawabanHendaknya Anda tetap bersikap lembut terhadap ibu anda, berbuat baik kepadanya dan berbicara dengan yang lebih baik, karena hak seorang ibu sangat agung, namun demikian Anda tidak boleh mematuhinya pada selain yang ma’ruf, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu pada yang ma’ruf” [1]Dan sabdanya.â€Å"Artinya : Tidak boleh mentaati mekhluk dengan bemaksiat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala” [2]Begitu pula sikap terhadap ayah, suami dan sebagainya, tidak boleh mematuhi mereka dengan melakukan kemaksiatan terhadap Allah, demikian berdasarkan hadits-hadits tadi.Kendati demikian, seorang isteri, atau anak, tetap menempuh cara yang baik untuk mengatasi problema-problema tersebut, yaitu dengan menjelaskan dalil-dalil syariatnya, keharusan mentaati Allah dan RasulNya, waspada terhadap perbuatan maksiat kepada Allah dan RasulNya, sambil terus konsisten melaksanakan kebenaran, tidak mematuhi perintah yang menyelisihi kebenaran, baik perintah itu dari suami, ayah, ibu ataupun lainnya.Tidak ada salahnya menyaksikan acara televisi atau video yang tidak mengandung kemungkaran, mendengarkan seminar-seminar ilmiah dan kajian-kajian yang bermanfaat, dengan tetap waspada sehingga tidak menyaksikan acara-acara yang menampilkan kemungkaran, juga tidak boleh menonton di bioskop serta kebatilan-kebatilan lainnya.[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 5, hal. 358, Syaikh Ibnu Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]_________Foote Note[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Ahkam 7145, Muslim dalam Al-Imarah 1840[2]. Hadits Riwayat Ahmad 1098 dari hadits Ali dengan riwayat yang seperti itu, 20130 dari hadits Imron 20131 dari hadits Al-Hakim bin Amr. Al-Haitsami dalam Al-Majma 5/226 mengatakan, â€Å"Ahmad meriwayatkan dengan beberapa lafazh, Ath-Thabari meriwayatkan secara ringkas, di antaranya ; â€Å"Tidak boleh ada ketaatan terhadap makhluk dengan melakukan kemaksiatan terhadap Khaliq”. Para perawi jalur Imam Ahmad adalah orang-orang yang tergolong shahih.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1582&bagian=0


Artikel Menentang Ibunya Karena Diperintahkan Untuk Melakukan Perbuatan Yang Melanggar Allah Dan RasulNya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menentang Ibunya Karena Diperintahkan Untuk Melakukan Perbuatan Yang Melanggar Allah Dan RasulNya.

Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan DiSetiap Masjid

Kumpulan Artikel Islami

Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan DiSetiap Masjid

>> Pertanyaan :

Syaikh yang terhormat. Terjadi kepadatan manusia yang luar biasa diseputar tempat thawaf, lalu ada sebagian orang awam melakukan shalatsunnat dekat Maqam Ibrahim sehingga menghalangi orang yang sedangmelakukan thawaf, bahkan ada sebagian orang yang mengitarinya. Apakahkami salah kalau mendorong mereka dalam kondisi yang sangat berdesakanseperti itu?

>> Jawaban :

Sesungguhnya mereka yang melakukan shalat di belakang maqam itu danmemaksakan diri untuk shalat di situ, padahal orang-orang yang sedangmelakukan thawaf sangat membutuhkan tempat [untuk lewat], maka merekasebenarnya telah maelakukan kezhaliman terhadap diri mereka sendiridan telah menzhalimi orang lain. Maka mereka berdosa, melimpaui bataslagi zhalim. Mereka tidak mempunyai hak menempati tempat itu, dan andaboleh mendorongnya, Anda boleh lewat di hadapan mereka, dan bolehmelangkahi mereka di saat mereka sujud, sebab mereka sama sekali tidakberhak menempatinya. Kalau mereka masih tetap saja bersikeras untukshalat di situ, maka tidak diragukan lagi adalah karena kebodohanmereka, sebab shalat sunnat thawaf itu boleh dilakukan di setiapmasjid. Maka boleh saja seseorang menjauh dari tempat orang-orang yangsedang thawaf dan melakukan shalat di tempat lain. Bahkan AmirulMuminin Umar bin Khattab y melakukan shalat sunnat thawaf di Dzi Thua,suatu tempat jauh dari Masjidil Haram, apalagi kalau dilakukan ditempat yang lengang di dalam Masjidil Haram [tentu sangat boleh].

Maka hendaknya setiap orang selalu bertaqwa kepada Allah terhadapdirinya dan bertaqwa kepada Allah terhadap saudara-saudaranya dengantidak melakukan shalat di belakang Maqam Ibrahim, karena orang lainsangat membutuhkan tempat itu untuk thawaf. Jika ia melaku-kannya,maka tidak ada kehormatan baginya dan kita boleh mendo-rongnya, bolehmelintas di hadapannya dan boleh melangkahinya di saat ia sujud,karena dialah yang melampaui batas lagi zhalim.

[ Ibnu Utsaimin: al-Liqa as-Syahri, vol. 16, hal. 40 ]

Artikel Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan DiSetiap Masjid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Shalat Sunnat Dua Rakaat Thawaf Boleh Di Lakukan DiSetiap Masjid.

Merakit Persaudaraan dan Solidaritas

Kumpulan Artikel Islami

Merakit Persaudaraan dan Solidaritas Urgensi Persaudaraan Dan Solidaritas

Pepatah mengatakan bahwa bersatu kita teguh bercerai kita runtuh .Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan seluruh aset dan potensi UmatIslam melainkan dengan menerjemahkan arti persaudaraan dan solidaritassecara benar, lalu diwujudkan dalam interaksi sosial dan prilakukehidupan, Nabi Muhammad Salallahu alaihi wasallam telah memberigambaran kepada kita secara jelas tentang potret persaudaraan . Beliaubersabda:Orang mukmin bagi orang mukmin lainnya seperti bangunan, satu samalain saling menguatkan . Dan Rasulullah SAW menjalike jari-jarinya. [Muttafaqalaih].

Dan beliau Salallahu alaihi wasallam juga bersabda:Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling cinta, saling belaskasihnya dan saling perhatiannya laksanan badan jika salah satuanggota ada yang sakit, maka yang lainnya merasa mengeluh danpanas .[Muttafaqun alaih].

Landasan dan dasar persaudaraan dan solidaritas

Menurut Islam, bangunan persaudaraan dan solidaritas hanya bisaditegakkan di atas aqidah dan manhaj yang sahih, karena persaudaraantanpa adanya landasan -yang jelas dan kokoh yang mampu menyatukanberbagai kepentingan, ambisi dan keinginan- merupakan suatu hal yangmustahil. Maka memperjelas landasan dan manhaj persaudaraan itu lebihpenting daripada persaudaraan itu sendiri, kecuali yang dikehendakidari persaudaraan tersebut hanya berbaris dan bersatu secara jasadyang hampa dari nilai ketaqwaan, keimanan dan moralitas agama. Olehsebab itu para rasul khususnya nabi Muhammad diperintahkan terlebihdahulu untuk menegakkan agama dan jangan berpecah-belah dalam menerimakebenarannya sebagaimana dalam firmanNya, yang artinya: Dia telahmensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNyakepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yangtelah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlahagama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya . [Asy-Syura: 13].

Jadi persaudaraan yang kita inginkan adalah persaudaraan yang mampumenjamin kesamaan ideologi, pemikiran, misi, visi, prinsip danpandangan hidup tanpa harus menghilangkan kemerdekaan beraspirasi,berkreasi dan berkomunikasi, asalkan masih dalam koridor yangdibolehkan Aqidah Islam.

Dengan melandaskan persaudaraan dan solidaritas di atas aqidah, kitabisa dengan mudah menghancurkan dan meluluhkan segala bentuk kebatilan. Apabila bentuk persaudaraan tidak seperti di atas, maka Umat Islamhanya menjadi bulan-bulanan umat lain dan menjadi obyek dari berbagaikepentingan belaka. Dalam hal ini Rasulallah Salallahu alaihi wasallamtelah memberi peringatan cukup jelas tentang kondisi Umat Islam, biladalam hidupnya keluar dari Aqidah Islam dan lebih memilih keduniaan [artinya]: Hampir-hampir umat lain bersekongkol mengeroyok kalian sepertiorang-orang makan mengeroyok makanan dari nampan. Seorang bertanya:Apakah kita di saat itu sedikit Wahai Rasulallah Beliau menjawab:Bahkan kalian banyak tetapi kalian seperti buih banjir. Dan Allahmengambil dari hati-hati musuhmu rasa takut terhadap kalian, laluAllah memasukkan di hatimu [penyakit] wahan. Kami [para sahabat]bertanya: Wahai Rasulallah apa itu wahan. Beliau menjawab: Cintadunia dan benci mati. [HR Ahmad dan Abu Daud]

Penyebab Perpecahan dan Pertikaian Umat Islam

Perpecahan bukanlah semata-mata takdir dan ketentuan sunatullah akantetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor manusiawi.

Adapun foktor-faktor yang dominan menjadi pemicu perpecahan dikalangan Umat Islam antara lain:

Bercampurnya ajaran kesyirikan dan kebid'ahan dengan ajaranIslam sehingga sebagian Umat Islam sudah tidak mampu membedakanantara ajaran yang murni dengan ajaran yang batil.

Bodohnya sebagian Umat Islam terhadap ajaran Islam yang murnidan sangat lemah untuk mempelajari ajaran islam secara benar.

Fanatis dan taklid buta terhadap kelompok, tokoh atau figur.

Lebih senang mengedepankan keinginan hawa nafsu denganmengorbankan nilai-nilai keimanan.

Mendahulukan akal dan logika belaka daripada nash-nash Al-Qur'andan hadits.

Kiat-kiat untuk merealisasikan persaudaraan dan solidaritas

Pemurnian tauhid dan luruskan aqidah serta bersihkan kesyirikan,bid'ah, takhayul dan khurafat, karena tidak mungkin kita menyatukanumat dalam satu barisan sementara masih ada perbedaan yangfondamental dalam masalah aqidah

Firman Allah SWT, artinya: Dan janganlah kamu termasuk orang-orangyang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belahagama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiapgolongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [Ar-Rum:31-32].

Persaudaraan dan solidaritas yang selalu mengedepankan ilmu dancinta ulama, sebab ilmu adalah kunci perekat nilai persaudaraan,semakin tinggi kesadaran ilmu agama seseorang semaikin tinggi ilmuruhiyah persaudaraan yang ia perjuangkan.

Sabda Rasulallah:

Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan pada dirinya, makaia difahamkan dalam urusan agama . [Mutafaq 'Alaih]

Mampu menundukkan nafsu dan keinginannya di bawah apa yangdibawa oleh Rasulallah.

Sabda Rasulallah:

Tidaklah beriman diantara kalian sehingga ia memperturutkanhawa-nafsunya dengan apa yang aku bawa dan tidak melenceng darinya.

Menanggalkan segala bentuk fanatis terhadap figur, kelompok dangolongan tertentu dan hanya fanatis terhadap Aqidah Islam.Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah danRasulNya dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah MahaMendengar lagi Maha Mengetahui .

Memerangi segala bentuk taklid yang membabi-buta yangmengalahkan obyektifitas dalam memerima dali-dalil kebenaran.

Dan janganlah mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuantentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanyaitu akan akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Isra': 36].

Hak dan kewajiban dalam hidup bersaudara

Saling mengasihi dan menyayangi antara sesama saudara mukminberdasarkan sabda Rasulallah salallahu alaihi wasallamTidaklah beriman diantara kalian sehingga saudaranya lebih dicintaidari pada dirinya sendiri.

Saling memberi pertolongan dan bantuan dalam segala keperluandan kebutuhan

Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan dari saudara mukmin, makaAllah akan menghilangkan kesulitan darinya di hari Kiamat, danbarangsiapa yang memudahkan orang sedang dalam kesulitan, maka Allahakan memudahkannya di dunia dan akhirat. [HR. Muslim].

Saling mengujungi dan menziarahi, karena hal tersebut akanmenumbuhkan persaudaraan dan mendatangkan rahmat dari Allah sertaakan diluarkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya.

Barang siapa yang senang diluaskan rizkinya dan ditunda umurnya,maka hendaklah bersilaturrahmi.

Saling menjaga nama baik, kehormatan dan harga diri berdasarkansabda Rasulallah Salallahu alaliwasalllam:Ketahuilah sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatankalian menjadi haram terhadap kalian seperti haramnya bulan kalianini dan negeri kalian ini. [HR. Ahmad].

Saling mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah, sebagaimanafirman Allah, artinya: Dan orang-orang yang datang setelah mereka [Muhajirindan Anshar], mereka berdoa: Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dansaudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, danjanganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadaporang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau MahaPenyantun lagi Maha Penyayang. [Al-Hasyr: 10].

[Zaenal Abidin].

Kitab rujukan :

Al-Ukhuwwah, syuruthuha wa dhawabituha, Syaikh Abdullah binJarullah bin Ibrahim Al-Jarullah.

Al-Wala' wal Bara' fil Islam, Shalih bin Fauzan Al-Fauzan.

Al-Wala' wal Bara', Syaikah Abdullah Al-Jibrin.

Ath-Thaifah Al-Manshurah, Muhammad bin Ibrahim Syaghrah.

Manhaj Ath-Thaifah Al-Manshurah, Muhammad bin Jamil Zainu.

Artikel Merakit Persaudaraan dan Solidaritas diambil dari http://www.asofwah.or.id
Merakit Persaudaraan dan Solidaritas.

Hukum Jual Beli Sistem Kredit

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Jual Beli Sistem Kredit Hukum Jual Beli Sistem Kredit

Kategori Fatawa Jual Beli

Selasa, 17 Februari 2004 12:55:25 WIBHUKUM JUAL BELI SISTEM KREDITOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniPertanyaan.Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashhiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana hukum syara [agama] tentang jual beli dengan sistem kredit dalam pembayarannya .JawabanJual beli dengan sistem kredit [bittaqsith] adalah bid'ah amaliyah yang tidak dikenal kaum muslimin pada abad-abad [qurun] dahulu. Hal itu adalah amalan yang dipraktekkan orang-orang kafir sebelum menduduki negara kaum muslimin, kemudian menjajahnya dan mengatur negara jajahannya dengan undang-undang mereka yang kafir.Setelah medapatkan keuntungan yang besar dari negara jajahannya, mereka pergi meninggalkan pengaruh-pengaruh buruk dalam negara itu. Sedangkan kaum muslimin yang hidup pada zaman sekarang berada dalam tata kehidupan [muamalat] peninggalan orang-orang kafir tersebut. Yang lebih penting sebagaimana yang diucapkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Saya tidak meninggalkan suatu yang dapat mendekatkan kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, melainkan telah saya perintah kalian dengannya. Dan tidaklah saya meninggalkan suatu yang dapat menjauhkan kalian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekatkan kalian ke neraka, melainkan telah saya peringatkan kalian daripadanya". [Lihat As-Shahihah : 1803]Dari situ sesungguhnya Rasulullah telah melarang amalan yang pada hari ini dinamakan " Jual Beli Sistem Kredit" [Bittaqsith]. Jual beli ini adalah bid'ah yang tidak dikenal kaum muslimin sebelumnya.Saya ingatkan juga, nama ini adalah bid'ah yang tidak ditemukan dalam kitab-kitab fiqih manapun, yang menyebutkan "Jual Beli Sistem Kredit". Dalam kitab-kitab kaum muslimin ada sistem hutang dan dinamakan "Pinjam Meminjam Yang Baik" [Qardhul Hasan], sebagai istilah dalam hubungan muamalat kaum muslimin. Padahal Nabi memberi anjuran terhadap pinjam meminjam yang baik, dapat mencapai derajat keutamaan. Diibaratkan dengan memberi pinjamam 2 dinar, seperti kalau engkau memberi shadaqoh 1 dinar. Maksudnya apabila engkau telah meminjamkan 2 dinar kepada saudara engkau yang muslim, seakan-akan engkau telah mengeluarkan shodaqoh 1 [satu] dinar dari saku engkau.Sebagaimana anjuran pinjam meminjam yang baik, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memungut tambahan sebagai ganti kesabarannya terhadap saudara engkau yang muslim, dalam memenuhi hutangnya. Berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa yang menjual dua jualan dalam satu jualan maka hak baginya adalah harga yang kurang, atau termasuk riba".Dalam riwayat lain."Artinya : Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dua jual beli dalam satu jual beli".Ditanya seorang yang meriwayatkan hadits ini tentang makna larangan tersebut. Maka jawabnya."Engkau berkata, saya jual ini kepada engkau dengan harga sekian secara kontan, jika nyicil [kredit] dengan harga sekian dan sekian".Atau lebih jelasnya, saya jual barang ini kepada engkau dengan harga 100 dinar secara kontan, dan harga 105 dinar secara kredit.Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa yang menjual dua jualan dalam satu jualan maka hak baginya adalah harga yang kurang, atau termasuk riba".Maksudnya apabila dia mengambil tambahan maka itulah riba. Seperti barang ini, yang telah engkau jual dengan harga 105 dinar, yang 5 dinar sebagai ganti kesabaran menunggu.Kalau ada hukum Islam bagi individu dan pemerintah, untuk seorang pembeli yang telah dipungut 5 dinar oleh pedagang sebagai ganti kesabaran menunggu, maka pembeli tersebut berhak menuntut dan mengadukan kepada ahli ilmu.Inilah makna hadits tersebut, yang dijual satu tetapi yang ditawarkan dua jualan atau dua jual beli. "Kontan dengan harga sekian hutang dengan harga sekian". Rasulullah menamakan tambahan yang dikarenakan hutang dengan nama riba.Dalam As-Shahihain 50/419-427 dijelaskan secara rinci tentang bittaqsith. [Al-Ashalah 6/15 Shafar 1414 H hal.70][25 Fatwa Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 15-18 Design Optima, Semarang 1995]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=224&bagian=0


Artikel Hukum Jual Beli Sistem Kredit diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Jual Beli Sistem Kredit.

Shalat Dua Rakaat Ihram Bukan Syarat Sahnya Ihram

Kumpulan Artikel Islami

Shalat Dua Rakaat Ihram Bukan Syarat Sahnya Ihram Shalat Dua Rakaat Ihram Bukan Syarat Sahnya Ihram

Kategori Hajji Dan Umrah

Rabu, 22 Desember 2004 11:53:46 WIBSHALAT DUA RAKAAT IHRAM BUKAN SYARAT SAHNYA IHRAMOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah sah ihram haji atau ihram umrah dengan tanpa melaksanakan shalat dua rakaat ihram Dan apakah mengucapkan niat ihram juga sebagai syarat sahnya ihram JawabanShalat sebelum ihram bukan sebagai syarat sahnya ihram, tapi hukumnya sunnah menurut mayoritas ulama. Adapun caranya adalah dengan wudhu dan shalat dua rakaat kemudian niat dalam hati apa yang ingin dilakukan dari haji atau umrah dan melafazkan hal tersebut dengan mengucapkan, "Labbaik Allahuma umratan " jika untuk umrah saja, atau "Labbaik Allahumma hajjatan " jika ingin haji saja, atau "Labbaykallumma hajjan wa 'umratan " jika ingin melaksanakan haji dan umrah sekaligus [haji qiran] seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dana para sahabatnya, semoga Allah meridhai mereka. Namun niat seperti tersebut tidak harus dilafazkan dalam bentuk ucapan, bahkan cukup dalam hati, kemudian membaca talbiyah."Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, dengan tanpa menyekutukan apa pun kepada-Mu. Sungguh puji, nikmat, dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu".Talbiyah ini adalah talbiyah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti disebutkan dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim serta kitab-kitab hadits lain.Sebagai dalil jumhur ulama bahwa shalat dua raka'at hukumnya sunnah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram setelah shalat, maksudnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Dzhuhur kemudian ihram dalam haji wada' dan beliau berkata : "Datang kepadaku seseorang [malaikat] dari Rabbku dan berkata, "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati ini dan katakan : 'Umrah dalam haji'". Jumhur ulama mengakatan bahwa hadits ini menunjukkan disyari'atkannya shalat dua rakaat dalam ihram.Tapi sebagian ulama mengatakan, bahwa dalam hadits tidak terdapat nash [teks] yang menunjukkan diperintahkannya shalat dua rakaat ihram. Sebab redaksi : "Datang kepadaku seseorang [malaikat] dari Rabbku dan berkata, "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati ini" boleh jadi bahwa yang dimaksud adalah shalat wajib lima waktu dan bukan nash tentang shalat dua rakaat ihram. Sedangkan keberadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram setelah shalat wajib adalah tidak menunjukkan bahwa jika seseorang ihram umrah atau ihram haji setelah shalat adalah lebih utama jika dia dapat melakukan hal tersebut.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1251&bagian=0


Artikel Shalat Dua Rakaat Ihram Bukan Syarat Sahnya Ihram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Shalat Dua Rakaat Ihram Bukan Syarat Sahnya Ihram.

Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar, Apa Hukum Makan Dan Minum Ketika Muadzin Adzan

Kumpulan Artikel Islami

Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar, Apa Hukum Makan Dan Minum Ketika Muadzin Adzan Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar, Apa Hukum Makan Dan Minum Ketika Muadzin Adzan

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Rabu, 19 Oktober 2005 11:02:18 WIBTANDA SUBUH ADALAH TERBITNYA FAJAR, APA HUKUM MAKAN DAN MINUM KETIKA MUADZIN ADZAN.OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum makan dan minum ketika muadzin mengumandangkan adzan atau sesaat setelah adzan, terutama bila terbitnya fajar tidak diketahui dengan pasti JawabanBatas yang menghalangi seseorang yang berpuasa dari makan dan minum adalah terbitnya fajar, berdasarkan firman Allah Ta’ala.â€Å"Artinya : Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [Al-Baqarah ; 187]Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamâ€Å"Artinya : Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangakan adzan”Perawi hadits ini menyebutkan, â€Å"Ibnu Ummi Maktum adalah seorang laki-laki buta, ia tidak mengumandangkan adzan kecuali diberitahukan kepadanya, ‘Engkau telah masuk waktu subuh, engkau telah masuk waktu subuh” [1]Jadi, tandanya adalah terbitnya fajar. Jika muadzinnya seorang yang tepat waktu dan dikenal tidak pernah mengumandangkan adzan kecuali setelah terbitnya fajar, apabila ia adzan maka yang mendengarnya wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan patokan mendengar adzannya. Jika muadzinnya memang biasa mengumandangkan adzan berdasarkan perkiraan, maka sebaiknya orang menghentikan kegiatan makannya ketika mendengarnya, kecuali orang yang sedang di dataran dan dapat menyaksikan fajar, maka ia tidak perlu berhenti hanya karena mendengar adzannya sampai ia betul-betul melihat terbitnya fajar jika tidak ada sesuatu yang menghalanginya, karena Allah telah menetapkan hukum ini dengan ketentuan bergantinya malam ke siang yang ditandai dengan terbitnya fajar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengatakan tentang adzannya Ibnu Ummu Maktum, â€Å"Ia tidak adzan kecuali setelah terbitnya fajar” [2]Perlu saya ingatkan di sini tentang masalah yang dilakukan oleh sebagian muadzin, yaitu mereka mengumandangkan adzan sebelum fajar, yaitu sekitar lima atau empat menit dengan alas an untuk kehati-hatian bagi yang hendak berpuasa.Sikap kehati-hatian semacam ini termasuk berlebih-lebihan, bukan kehati-hatian yang syar’i, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : â€Å"â€Å"Artinya : Binasalah orang yang berlebih-lebihan” [3]Yaitu kehati-hatian yang tidak benar, karena mereka memberikan sinyal kehati-hatian untuk puasa tapi malah menimbulkan keburukan dalam perkara shalat. Banyak orang yang langsung mengerjakan shalat subuh begitu mendengar adzan. Ini berarti orang-orang tersebut shalat subuh karena mendengar adzan yang sebenarnya dikumandangkan sebelum waktunya, padahal mengerjakan shalat sebelum waktunya tidak sah. Dengan demikian berarti telah menimbulkan petaka bagi orang-orang yang shalat.Lain dari itu, hal ini pun berarti keburukan bagi yang hendak berpuasa, karena adanya adzan tersebut telah menghalangi seseorang yang hendak berpuasa dari makan dan minum, padahal saat tersebut termasuk saat yang masih dibolehkan oleh Allah. Dengan demikian berarti terlah berbuat dosa terhadap orang-orang yang hendak berpuasa, karena ia mencegah mereka dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, dan berarti pula berdosa terhadap orang-orang yang shalat karena mereka mengerjakan shalat sebelum waktunya, yang mana hal ini membatalkan shalat mereka.Maka seorang muadzin hendaknya senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menempuh cara kehati-hatian yang benar berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah.[Kitab Ad-Da’wah [5], Ibnu Utsaimin, [2/146-148]][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq]_________Foote Note[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari, Kitab Al-Adzan [617], Muslim, Kitab Ash-Shiyam [1092][2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari, Kitab Ash-Shaum [1919], Muslim, Kitab Ash-Shiyam [1092][3]. Hadits Riwayat Muslim, Kitab Al-‘Ilm [2670]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1617&bagian=0


Artikel Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar, Apa Hukum Makan Dan Minum Ketika Muadzin Adzan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tanda Subuh Adalah Terbitnya Fajar, Apa Hukum Makan Dan Minum Ketika Muadzin Adzan.

Melewati Miqat Tanpa Ihram

Kumpulan Artikel Islami

Melewati Miqat Tanpa Ihram Melewati Miqat Tanpa Ihram

Kategori Hajji Dan Umrah

Jumat, 17 Desember 2004 07:23:59 WIBMELEWATI MIQAT TANPA IHRAMOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana hukum orang yang melewati miqat tanpa ihram, baik ketika dia datang ke Mekkah untuk haji, umrah atau tujuan yang lain JawabanOrang yang datang ke Mekkah untuk haji atau umrah dan dia belum ihram ketika telah melewati miqat maka dia wajib kembali ke tempat miqat dan ihram untuk haji dan umrah dari miqat tersebut. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan demikian itu dalam sabdanya."Artinya : Penduduk Madinah ihram dari Dzul-Hulaifah, penduduk Syam [Yordania, Palestina dan sekitarnya] ihram dari Juhfah, penduduk Najd ihram dari Qarnul Manazil, dan penduduk Yaman ihram dari Yalamlam" [Hadits Riwayat Nasa'i]Demikianlah yang terdapat dalam hadits shahih. Dan Ibnu Abbas berkata : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan miqat bagi penduduk Madinah di Dzulhulaifah, bagi penduduk Syam di Juhfah, bagi penduduk Najd di Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam. Tempat-tempat miqat tersebut adalah bagi penduduk masing-masing tempat tersebut dan bagi orang-orang yang datang ke tempat tersebut dari bukan penduduknya bagi orang-orang yang ingin haji dan umrah".Maka jika seseorang datang ke Mekkah untuk haji atau umrah, ia wajib ihram dari miqat yang dilewatinya. Jika lewat Madinah ihram Dzulhulaifah, jika lewat Syam, Mesir atau Maroko ihram di Juhfah atau pada tempat yang saat sekarang disebut Rabigh, jika lewat Yaman ia ihram di Yalamlam, jika lewat Najd atau Taif ihram di Qarnul Manazil yang sekarang disebut Al-Syal dan sebagian orang menyebutnya Wadiy Muhrim. Dari tempat-tempat tersebutlah seseorang ihram untuk haji atau umrah atau sekaligus untuk keduanya. Dan yang paling utama jika datangnya pada bulan-bulan haji, maka dia berihram untuk umrah dengan tawaf dan sa'i kemudian bercukur dan tahalul, kemudian dia ihram untuk haji pada waktunya. Jika seseorang melewati miqat pada selain bulan-bulan haji, seperti pada bulan Ramadhan atau Sya'ban, maka dia ihram untuk umrah saja. Ini adalah yang sesuai dengan syari'at Islam.Adapun seseorang yang datang ke Mekkah karena tujuan selain haji atau umrah, seperti datang mengunjungi kerabat atau kawan-kawannya, maka dia tidak wajib ihram dan boleh masuk kota Mekkah dengan tidak berpakaian ihram. Ini adalah pendapat yang kuat dari dua pendapat para ulama. Namun yang paling utama baginya adalah dia umrah untuk mengambil kesempatan dalam beribadah.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal. 77 - 79. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1235&bagian=0


Artikel Melewati Miqat Tanpa Ihram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Melewati Miqat Tanpa Ihram.

Kisah Islam Mantan Bintang Pop Terkenal รข€˜Yusuf Islamรข€™

Kumpulan Artikel Islami

Kisah Islam Mantan Bintang Pop Terkenal ‘Yusuf Islam’ Kisah seorang artis yang bernama Cat Stevens yang [alhamdulillah]menjadi seorang muslim, kemudian ia dipanggil dengan nama Yusuf Islam.Inilah kisahnya seperti yang ia ceritakan, kami menukilnya secararingkas.Aku terlahir dari sebuah rumah tangga Nasrani yang berpandanganmaterialis. Aku tumbuh besar seperti mereka. Setelah dewasa, munculkekagumanku melihat para artis yang aku saksikan lewat berbagai mediamassa sampai aku mengganggap mereka sebagai dewa tertinggi. Lantasakupun bertekad mengikuti pengalaman mereka. Dan benar, ternyata akumenjadi salah seorang bintang pop terkenal yang terpampang di berbagaimedia massa. Pada saat itu aku merasa bahwa diriku lebih besar darialam ini dan seolah-olah usiaku lebih panjang daripada kehidupan duniadan seolah-olah akulah orang pertama yang dapat merasakan kehidupanseperti itu.

Namun pada suatu hari aku jatuh sakit dan terpaksa di opname di rumahsakit. Pada saat itulah aku mempunyai kesempatan untuk merenung hinggaaku temui bahwa diriku hanya sepotong jasad dan apa yang selama iniaku lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasad. Aku menilai bahwasakit yang aku derita merupakan cobaan ilahi dan kesempatan untukmembuka mataku. Mengapa aku berada disini Apa yang aku lakukan dalamkehidupan ini

Setelah sembuh, aku mulai banyak memperhatikan dan membaca seputarpermasalahan ini, lantas aku membuat beberapa kesimpulan yang intinyabahwa manusia terdiri dari ruh dan jasad. Alam ini pasti mempunyaiIlah. Selanjutnya aku kembali ke gelanggang musik namun dengan gayamusik yang berbeda. Aku menciptakan lagu-lagu yang berisikan caramengenal Allah. Ide ini malah membuat diriku semakin terkenal dankeuntungan pun semakin banyak dapat aku raih. Aku terus mencarikebenaran dengan ikhlas dan tetap berada di dalam lingkungan paraartis. Pada suatu hari temanku yang beragama Nasrani pergi melawat kemasjidil Aqsha.

Ketika kembali, ia menceritakan kepadaku ada suatu keanehan yang iarasakan di saat melawat masjid tersebut. Ia dapat merasakan adanyakehidupan ruhani dan ketenangan jiwa di dalamnya.

Hal ini berbeda dengan gereja, walau dipadati orang banyak namun iamerasakan kehampaan di dalamnya. Ini semua mendorongnya untuk membelial-Qur'an terjemahan dan ingin mengetahui bagaimana tanggapankuterhadap al-Qur'an. Ketika aku membaca al-Qur'an aku dapati bahwa al-Qur'anmengandung jawaban atas semua persoalanku, yaitu siapa aku ini Darimana aku datang Apa tujuan dari sebuah kehidupan Aku baca al-Qur'anberulang-ulang dan aku merasa sangat kagum terhadap tujuan dakwahagama ini yang mengajak untuk menggunakan akal sehat, dorongan untukberakhlak mulia dan akupun mulai merasakan keagungan Sang Pencipta.

Semakin kuat perasaan ini muncul dari jiwaku, membuat perasaan banggaterhadap diriku sendiri semakin kecil dan rasa butuh terhadap IlahYang Maha Berkuasa atas segalanya semakin besar di dalam relung jiwakuyang terdalam.

Pada hari Jum'at, aku bertekad untuk menyatukan akal dan pikirankuyang baru tersebut dengan segala perbuatanku. Aku harus menentukantujuan hidup. Lantas aku melangkah menuju masjid dan mengumumkankeislamanku.

Aku mencapai puncak ketenangan di saat aku mengetahui bahwa aku dapatbermunajat langsung dengan Rabbku melalui ibadah shalat. Berbedadengan agama-agama lain yang harus melalui perantara.

Demikianlah Yusuf Islam memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam iatidak hanya duduk di tempat ibadah menyembah Allah yang telahmenguasai hatinya dengan kecintaan, namun ia melakukan aktifitas untukkemaslahatan agama ini. Ia ikut andil di dalam berbagai lembaga danyayasan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan sosial. Semoga Allahmemberinya ganjaran yang baik atas sumbangsih yang telah ia berikankepada kita, agama Islam dan kaum muslimin.

[SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani,penerbit DARUL HAQ, telp.021-4701616]

Artikel Kisah Islam Mantan Bintang Pop Terkenal ‘Yusuf Islam’ diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kisah Islam Mantan Bintang Pop Terkenal ‘Yusuf Islam’.

Berkah Sebuah Ketakwaan

Kumpulan Artikel Islami

Berkah Sebuah Ketakwaan Ada seorang pemuda yang bertakwa, tetapi dia sangatlugu. Suatu kali dia belajar pada seorang syaikh. Setelah lamamenuntut ilmu, sang syaikh menasihati dia dan teman - temannya : Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya, seorangalim yang menadahkan tangannya kepada orang-orang berharta, tak adakebaikan dalam dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah denganpekerjaan ayah kalian masing- masing. Sertakanlah selalu ketakwaankepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.

Maka pergilah pemuda tadi menemui ibunya seraya ber-tanya: Ibu,apakah pekerjaan yang dulu dikerjakan ayahku Sambil bergetar ibunyamenjawab: Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayah-mu Si pemuda ini terus memaksa agar diberitahu, tetapi si ibu selalumengelak. Namun akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengannada jengkel dia berkata: Ayahmu itu dulu seorang pencuri !

Pemuda itu berkata: Guruku memerintahkan kami -murid-muridnya- untukbekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketakwaan kepada Allahdalam menjalankan pekerjaan tersebut.

Ibunya menyela: Hai, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketakwaan Kemudian anaknya yang begitu polos menjawab: Ya, begitu kata guruku. Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana parapencuri itu melakukan aksinya. Sekarang dia mengetahui teknik mencuri.Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudianshalat Isya' dan menunggu sampai semua orang tidur. Sekarang diakeluar rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, seperti perintah sangguru [syaikh]. Dimulailah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masukke dalam rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertakwa. Padahalmengganggu tetangga tidaklah termasuk takwa. Akhirnya, rumah tetanggaitu ditingalkannya. Ia lalu melewati rumah lain, dia berbisik padadirinya: Ini rumah anak yatim, dan Allah memperi-ngatkan agar kitatidak memakan harta anak yatim . Dia terus berjalan dan akhirnya tibadi rumah seorang pedagang kaya yang tidak ada penjaganya.

Orang-orang sudah tahu bahwa pedagang ini memiliki harta yang melebihikebutuhannya. Ha, di sini , gumamnya. Pemuda tadi memulai aksinya.Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang disiapkannya.Setelah berhasil masuk, rumah itu ternyata besar dan banyak kamarnya.Dia berke-liling di dalam rumah, sampai menemukan tempat penyim-pananharta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya emas, perak dan uangtunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk mengambilnya. Laludia berkata: Eh, jangan, syaikhku berpesan agar aku selalu bertakwa.Barangkali pedagang ini belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalaubegitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu.

Dia mengambil buku-buku catatan di situ dan menghidupkan lentera kecilyang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung.Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Diahitung semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya. Kemudiadia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitungdan menghabis-kan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat fajartelah menyingsing. Dia berbicara sendiri: Ingat takwa kepada Allah!Kau harus melaksanakan shalat dulu! Kemudian dia keluar menuju ruangtengah rumah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukanshalat sunnah.

Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun. Dilihatnya dengan penuh keheranan,ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalamkeadaan terbuka dan ada orang sedang melakukan shalat. Isterinyabertanya: Apa ini Dijawab suaminya: Demi Allah, aku juga tidaktahu. Lalu dia menghampiri pencuri itu: Kurang ajar, siapa kau danada apa ini Si pencuri berkata: Shalat dulu, baru bicara. Ayopergilah berwudhu' lalu shalat bersama. Tuan rumah-lah yang berhakjadi imam .

Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah menurutikehendaknya. Tetapi -wallahu a'lam- bagaimana dia bisa shalat. Selesaishalat dia bertanya: Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apaurusanmu Dia menjawab: Saya ini pencuri . Lalu apa yang kau per-buatdengan buku-buku catatanku itu , tanya tuan rumah lagi. Si pencurimenjawab: Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama enamtahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkanagar kau dapat memberikannya pada orang yang berhak , Hampir saja tuanrumah itu dibuat gila karena terlalu ke-heranan. Lalu dia berkata: Hai,ada apa denganmu sebe-narnya. Apa kau ini gila Mulailah si pencuriitu bercerita dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengarceritanya dan mengetahui ketepatan serta kepandaiannya dalammenghitung, juga kejujuran kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat,dia pergi menemui isterinya.

Mereka berdua dikaruniai seorang puteri. Setelah keduanya berbicara,tuan rumah itu kembali menemui si pencuri, kemudian berkata: Bagaimanasekiranya kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkatengkau menjadi sekre-taris dan juru hitungku. Kau boleh tinggalbersama ibumu di rumah ini. Kau kujadikan mitra bisnisku. Ia menjawab: Aku setuju. Di pagi hari itu pula sang tuan rumah memanggil parasaksi untuk acara akad Nikah Puterinya.

Artikel Berkah Sebuah Ketakwaan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berkah Sebuah Ketakwaan.

Pendapat Para Ulama Tentang Qunut Shubuh Terus Menerus Dan Penjelasan Pendapat Yang Menyunnahkannya

Kumpulan Artikel Islami

Pendapat Para Ulama Tentang Qunut Shubuh Terus Menerus Dan Penjelasan Pendapat Yang Menyunnahkannya Pendapat Para Ulama Tentang Qunut Shubuh Terus Menerus Dan Penjelasan Pendapat Yang Menyunnahkannya

Kategori Ar-Rasaa-il

Selasa, 7 Juni 2005 21:04:13 WIBSEMUA HADITS TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS-MENERUS ADALAH LEMAHOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBagian Ketiga dari Enam Tulisan 3/6HADITS KEDELAPANDari Abi Mijlaz, ia berkata: â€Å"Aku pernah shalat Shubuh bersama Ibnu ‘Umar, tetapi ia tidak qunut.” Lalu aku ber-tanya kepadanya: ‘Aku tidak lihat engkau qunut Shubuh’ Ia jawab: ‘Aku tidak dapati seorang Shahabat pun yang melakukan hal itu.’”Atsar ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab Sunanul Kubra [II/213] dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikh Syuaib al-Arnauth dalam tahqiq beliau atas kitab Zaadul Ma’ad [I/272].Ibnu ‘Umar seorang Shahabat yang zuhud dan wara’ yang selalu menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau [Ibnu ‘Umar] mengatakan: â€Å"Tidak satu Shahabat yang melakukan qunut Shubuh terus-menerus. Para Shahabat yang sudah jelas mendapat pujian dari Allah tidak melakukan qunut Shubuh,…”Namun mengapa ummat Islam yang datang sesudah para Shahabat malah berani melakukan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamSeorang Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Thariq bin Asyyam bin Mas’ud al-Asyja’i ayahanda Abu Malik Sa’d al-Asyja’i dengan tegas dan tandas mengatakan: â€Å"Qunut Shubuh adalah bid’ah!”PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS[1]. Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut di shalat Shubuh.[2]. Imam Abu Hanifah berkata: â€Å"Qunut Shubuh [terus-menerus itu] dilarang.” [Lihat Subulus Salam [I/378].][3]. Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi’i [wafat th. 532 H], beliau tidak mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya: â€Å"Mengapa demikian” Beliau menjawab: â€Å"Tidak ada satu pun hadits yang shah tentang masalah qunut Shubuh!!” [Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha’iifah wal Maudhu’ah [II/388].][4]. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: â€Å"Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus. Jumhur ulama berkata: â€Å"Tidaklah qunut Shubuh ini dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan tidak ada satupun dalil yang sah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan demikian.” [Lihat Zaadul Ma’aad [I/271 & 283], tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir al-Arnauth][5]. Syaikh Sayyid Sabiq berkata: â€Å"Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah [musibah] itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut Shubuh.” [Lihat Fiqhus Sunnah [I/167-168]]PENJELASAN TENTANG PENDAPAT MEREKA YANG MENYUNNAHKANNYASebagian orang ada yang mengatakan: â€Å"Madzhab kami berpendapat sunnah berqunut pada shalat Shubuh, baik ada nazilah ataupun tidak ada nazilah.”Apabila kita perhatikan, maka kita dapat mengetahui bahwa yang melatarbelakangi pendapat mereka adalah ‘anggapan’ mereka tentang ke-shahih-an hadits tentang qunut Shubuh secara terus-menerus.Akan tetapi setelah pemeriksaan, kita mengetahui bahwa semua hadits tersebut ternyata dha’if [lemah] semuanya.Kemungkinan besar, mereka belum mengetahui tentang kelemahan hadits-hadits tersebut. Karena ma-nusia tetaplah manusia, siapapun dia, dan sifat manusia itu bisa benar dan bisa juga salah. Dan Imam asy-Syafi’i sangat memahami hal ini, sehingga beliau berkata:"Apabila kamu mendapati dalam kitabku pendapat-pen-dapatku yang menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka peganglah Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tinggalkanlah pendapatku. Dalam riwayat lain beliau berkata: Ikutilah Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jangan kamu menoleh kepada pendapat siapapun.”Diriwayatkan oleh Imam al-Harawi, al-Khathib al-Baghdadi, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab [1]. Lihat kitab Shifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Imam al-Albany.."Setiap masalah yang sudah sah haditsnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut para ulama-ulama hadits, akan tetapi pendapatku menyelisihi hadits yang shahih, maka aku akan rujuk dari pendapatku, dan aku akan ikut hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih baik ketika aku masih hidup, maupun setelah aku wafat.”[Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashba-hani dan al-Harwi, lihat di kitab Sifat Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Imam al-Albany]â€Å"Setiap pendapatku yang menyalahi hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Itulah yang wajib diikuti, dan janganlah kamu taqlid kepadaku.” [Diriwayatkan oleh: Imam Ibnu Abi Hatim, al-Hafizh Abu Nu’aim dan al-Hafizh Ibnu ‘Asakir. Lihat kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Imam al-Albani.]QUNUT NAZILAHQunut Nazilah adalah do’a qunut ketika musibah atau kesulitan menimpa kaum Muslimin, seperti peperangan, terbunuhnya kaum Muslimin atau diserangnya kaum Muslimin oleh orang-orang kafir. Qunut Nazilah, yaitu mendo’akan kebaikan atau kemenangan bagi kaum Muk-minin dan mendo’akan kecelakaan atau kekalahan, ke-hancuran dan kebinasaan bagi orang-orang kafir, Musy-rikin dan selainnya yang memerangi kaum Muslimin. Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat, dilakukan sesudah ruku’ di raka’at terakhir pada shalat wajib lima waktu, dan hal ini dilakukan oleh Imam atau Ulil Amri.Imam at-Tirmidzi berkata: â€Å"Ahmad [bin Hanbal] dan Ishaq bin Rahawaih telah berkata: â€Å"Tidak ada qunut dalam shalat Fajar [Shubuh] kecuali bila terjadi Nazilah [musibah] yang menimpa kaum Muslimin. Maka, apabila telah ter-jadi sesuatu, hendaklah Imam [yakni Imam kaum Mus-limin atau Ulil Amri] mendo’akan kemenangan bagi ten-tara-tentara kaum Muslimin.” [2]Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mela-kukan qunut satu bulan berturut-turut pada shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, yakni apabila beliau telah membaca â€Å"Sami’allaahu liman hamidah” dari raka’at terakhir, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan kecelakaan atas mereka, satu kabilah dari Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah sedangkan orang-orang yang di belakang beliau mengaminkannya. [3]Hadits-hadits tentang qunut Nazilah banyak sekali, dilakukan pada shalat lima waktu sesudah ruku’ di raka’at yang terakhir.Imam an-Nawawi memberikan bab di dalam Syarah Muslim dari Kitabul Masaajid, bab 54: Istihbaabul Qunut fii Jami’ish Shalawat idzaa Nazalat bil Muslimin Nazilah [bab Disunnahkan Qunut pada Semua Shalat [yang Lima Waktu] apabila ada musibah yang menimpa kaum Muslimin] [4][Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]_________Foote Note[1]. Majmu’ Syarahil Muhadzdzab I/63.[2]. Tuhfatul Ahwadzi Syarah at-Tirmidzi II/434.[3]. Abu Dawud no.1443, al-Hakim I/225 dan al-Baihaqi II/200 & 212, lihat Irwaa-ul ghaliil II/163.[4]. Lihat juga masalah ini dalam Zaadul Ma’aad I/272-273, Nailul Authar II/374-375 –muhaqqaq.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1448&bagian=0


Artikel Pendapat Para Ulama Tentang Qunut Shubuh Terus Menerus Dan Penjelasan Pendapat Yang Menyunnahkannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pendapat Para Ulama Tentang Qunut Shubuh Terus Menerus Dan Penjelasan Pendapat Yang Menyunnahkannya.

K a f a r a t

Kumpulan Artikel Islami

K a f a r a t K a f a r a t

Kategori Puasa

Sabtu, 23 Oktober 2004 12:33:45 WIBKAFARATOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid[1]. Kafarat Bagi Laki-Laki Yang Menjima'i IsterinyaTelah lewat hadits Abu Hurairah, tentang laki-laki yang menjima'i isterinya di siang hari bulan Ramadhan, bahwa dia harus mengqadha' puasanya dan membayar kafarat yaitu : membebaskan seorang budak, kalau tidak mampu makan puasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin.Ada yang mengatakan : Kafarat jima' itu boleh dipilih secara tidak tertib [yaitu tidak urut seperti yang dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, -ed], tetapi yang meriwayatkan dengan tertib [sesuai urutannya, -ed] perawinya lebih banyak, maka riwayatnya lebih rajih karena perawinya lebih banyak jumlahnya dan padanya terdapat tambahan ilmu, mereka sepakat menyatakan tentang batalnya puasa karena jima'. Tidak pernah terjadi hal seperti ini dalam riwayat-riwayat lain, dan orang yang berilmu menjadi hujjah atas yang tidak berilmu, yang menganggap lebih rajih yang tertib disebabkan karena tertib itu lebih hati-hati, karena itu berpegang dengan tertib sudah cukup, baik bagi yang menyatakan boleh memilih atau tidak, berbeda dengan sebaliknya.[2]. Gugurnya KafaratBarang siapa yang telah wajib membayar kafarat, namun tidak mampu mebebaskan seorang budak ataupun puasa [dua bulan berturut-turut] dan juga tidak mampu memberi makan [enam puluh orang miskin], maka gugurlah kewajibannya membayar kafarat, karena tidak ada beban syari'at kecuali kalau ada kemampuan.Allah berfirman."Artinya : Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuan" [Al-Baqarah : 286]Dan dengan dalil Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggugurkan kafarat dari orang tersebut, ketika mengabarkan kesulitannya dan memberinya satu wadah korma untuk memberikan keluarganya.[3]. Kafarat Hanya Bagi Laki-LakiSeorang wanita tidak terkena kewajiban membayar kafarat, karena ketika dikhabarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam perbuatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, beliau hanya mewajibkan satu kafarat saja.Wallahu 'alam[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1133&bagian=0


Artikel K a f a r a t diambil dari http://www.asofwah.or.id
K a f a r a t.

Bagaimana Cara Shalatnya Musafir ?

Kumpulan Artikel Islami

Bagaimana Cara Shalatnya Musafir ? Bagaimana Cara Shalatnya Musafir

Kategori Shalat

Jumat, 15 Juli 2005 06:56:23 WIBBAGAIMANA CARA SHALATNYA MUSAFIR OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana cara shalat musafir dan bagaimana pula puasanya JawabanShalat musafir adalah dua raka’at sejak saat dia keluar dari kampung halamannya sampai kembali kepadanya, berdasarkan kata-kata Aisyah Radhiyallahu ‘anha.â€Å"Artinya : Awal diwajibkannya shalat adalah dua rakaat, lalu ditetapkanlah hal itu untuk shalat di waktu safar dan disempurnakan shalat di waktu mukim”, dalam riwayat lain â€Å"dan ditambahi untuk shalat di waktu mukim” [1]Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata.â€Å"Artinya : Kami keluar bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah menuju Makkah, lalu beliau shalat dua rakaat dua rakaat sampai kami kembali ke Madinah” [2]Akan tetapi apabila seseorang shalat bersama imam, maka ia harus menyempurnakan shalat empat rakaat, sama saja apakah dia mengikuti shalat sejak awal atau kehilangan sebagian rakaat darinya ; berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Apabila kalian mendengar iqamah maka berjalanlah menuju shalat dan wajib atas kalian menjaga ketenangan dan ketentraman, jangan terburu-buru, apa yang kalian dapati [dari shalat] kerjakanlah sedangkan apa yang hilang dari kalian sempurnakanlah” [3]Keumuman sabda beliau â€Å"apa yang kalian dapati [dari shalat] kerjakanlah sedangkan apa yang hilang dari kalian sempurnakanlah” meliputi para musafir yang shalat di belakang imam yang mengerjakan shalat empat rakaat dan selain mereka. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu ditanya tentang, bagaimana keadaan musafir yang shalat dua rakaat manakala bersendiri dan empat rakaat apabila bersama orang tempatan Dia menjawab, â€Å"itulah sunnah”.Kewajiban shalat jama’ah tidak gugur bagi musafir, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya di dalam kondisi perang, Dia berfirman.â€Å"Artinya : Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka [sahabatmu] lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri [shalat] besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka [yang shalat bersertamu] sujud [telah menyempurnakan serakaat], maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu [untuk menghadapi musuh] dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu” [An-Nisa : 102]Berdasarkan dalil ini, apabila ada seorang musafir berada di suatu daerah yang bukan daerahnya, dia wajib menghadiri shalat jama’ah di masjid ketika mendengar adzan, kecuali bila letaknya sangat jauh, atau khawatir khilangan teman-temannya, sesuai keumuman dalil yang menunjukkan pada wajibnya shalat berjama’ah bila mendengar adzan atau iqamah.Sedangkan mengenai mengerjakan shalat sunnat ; seorang musafir boleh melaksanakan shalat sunnat selain rawatib dhuhur, ashar, maghrib dan isya, dia boleh mengerjakan shalat witir, shalat lail, shalat dhuha, shalat rawatib fajar dan selain dari itu berupa shalat sunnat selain rawatib yang dikecualikan tersebut.Tentang menjamak [mengumpulkan shalat] : jika dia dalam keadaan berjalan [naik kendaraan] yang lebih utama adalah menjamak antara dhuhur dan ashar, antara maghrib dan isya, bisa dengan jama taqdim maupun jama takhir, melihat mana yang lebih mudah baginya, segala hal yang lebih mudah adalah lebih utama.Jika dia dalam keadaan berhenti [tinggal di suatu daerah] yang lebih utama adalah tidak menjamak shalat, jika dia tetap menjamak maka tidak mengapa ; berdasarkan pengesahan dua hal itu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Adapun tentang puasa musafir di bulan Ramadhan, yang lebih utama adalah dia tetap berpuasa, namun jika dia berbuka pun tidak mengapa, lalu dia mengganti jumlah hari berbukanya, kecuali jika berbuka lebih memudahkannya maka berbuka menjadi lebh utama, karena Allah menyukai orang yang menjalankan rukhshah [keringanan]nya, segala puji milik Allah Pemelihara semesta alam.[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah, Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Pustaka Arafah]_________Foote Note[1]. Bukhari mengeluarkannya : Kitab Taqshir Shalat, Bab : Meringkas Apabila Kaluar dari Tempat Tinggalnya 1090. Muslim : Kitab Shalat Musafirin wa Qashriha. Bab : Shalat Para Musafir dan Peringkasannya 685.[2]. Telah diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Taqshir Shalat, Bab : Apa Yang Datang Tentang Meringkas 1081. Muslim : Kitab Shalat Musafirin qa Qashriha, Bab Shalat Para Musafir dan Peringkasannya 693[3]. Bukhari mengeluarkan dalam Kitab Adzan, Bab : Tidak Boleh Terburu-Buru Mendatangi Shalat, Hendaklah Datang Dengan tenang dan Tentram 636

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1486&bagian=0


Artikel Bagaimana Cara Shalatnya Musafir ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bagaimana Cara Shalatnya Musafir ?.

Termasuk Syirik: Motivasi Seseorang Dalam Amalnya Kepentingan Duniawi

Kumpulan Artikel Islami

Termasuk Syirik: Motivasi Seseorang Dalam Amalnya Kepentingan Duniawi Termasuk Syirik: Motivasi Seseorang Dalam Amalnya Kepentingan Duniawi

Kategori Tauhid

Rabu, 29 Oktober 2003 11:19:58 WIBTERMASUK SYIRIK : MOTIVASI SESEORANG DALAM AMALNYA KEPENTINGAN DUNIAOlehSyaikh Muhammad bin Abdul WahhabFirman Allah Ta'ala"Artinya : Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia serta sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan." [Hud: 15-16] Diriwayatkan dalam Shahih [Al-Bukhari] dari Abu Hurairah Radhiyallahu `anhu, ia menuturkan: Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam bersabda:"Artinya : Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah. Celakalah ia dan tersungkurlah. Apabila terkena duri semoga tidak dapat mencabutnya. Berbahagialah seorang hamba yang memacu kudanya [berjihad di jalan Allah], dengan kusut rambutnya dan berlumur debu kedua kakinya. Bila dia berada di pos penjagaan, dia akan tetap setia berada di pos penjagaan itu; dan bila ditugaskan di garis belakang dia akan tetap setia berada di garis belakang itu. Jika dia meminta permisi [untuk menemui raja atau penguasa] tidak diperkenankan, dan jika bertindak sebagai perantara tidak diterima perantaraannya[1]." Khamishah dan khamilah adalah pakaian yang terbuat dari wool atau sutera dengan diberi sulaman atau garis-garis yang menarik dan indah. Maksud ungkapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dengan sabdanya tersebut ialah untuk menunjukkan orang yang sangat ambisi dengan kekayaan duniawi, sehingga menjadi hamba harta benda. Mereka itulah orang-orang yang celaka dan sengsara. Kandungan tulisan ini:[1]. Motivasi seseorang dalam amal ibadahnya, yang semestinya untuk akhirat malah untuk kepentingan duniawi [termasuk syirik dan menjadikan pekerjaan itu sia-sia tidak diterima oleh Allah][2]. Tafsiran ayat dalam surah Hud. Ayat ini menjelaskan tentang hukum orang yang motivasinya hanya kepentingan dan kenikmatan duniawi dan akibat yang akan diterimanya baik di dunia maupun di akhirat nanti.[3]. Manusia muslim, disebut sebagai hamba dinar, dirham, khamishah, khamilah [jika menjadikan kesenangan duniawi sebagai tujuan].[4]. Tafsiran hal tersebut, yaitu: jika diberi senang, tetapi jika tidak marah.[5]. Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam mendoakan: "Celakalah ia dan tersungkurlah."[6]. Juga mendoakan: "Apabila terkena duri semoga tidak dapat mencabutnya."[7]. Pujian untuk mujahid yang memiliki sifat-sifat sebagaimana tersebut dalam hadits.                [Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418H]_________Foote Note[1] Tidak diperkenankan dan tidak diterima perantaraannya, karena dia tidak mempunyai kedudukan atau pangkat dan tidak terkenal; soalnya, perbuatan dan amal yang dilakukannya diniati Lillah semata-mata.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=21&bagian=0


Artikel Termasuk Syirik: Motivasi Seseorang Dalam Amalnya Kepentingan Duniawi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Termasuk Syirik: Motivasi Seseorang Dalam Amalnya Kepentingan Duniawi.

Membayarkan Zakat Fithri Untuk Saudara Perempuan Dan Zakat Fithri Harus Dibagikan Di Negeri Setempat

Kumpulan Artikel Islami

Membayarkan Zakat Fithri Untuk Saudara Perempuan Dan Zakat Fithri Harus Dibagikan Di Negeri Setempat Membayarkan Zakat Fithri Untuk Saudara Perempuan Dan Zakat Fithri Harus Dibagikan Di Negeri Setempat

Kategori Zakat

Rabu, 26 Oktober 2005 08:05:06 WIBMEMBAYARKAN ZAKAT FITHRI UNTUK SAUDARA PEREMPUANOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya seorang mahasiswa berkebangsaan Thailand dan saya belajar di salah satu universitas di Sudan. Kira-kira sebulan yang lalu datang berita yang menyedihkan dari negeri saya bahwa ayah saya meninggal dunia, sementara masih ada adik perempuan saya yang belum baligh. Wajibkah saya membayar zakat fithri untuk adik saya tersebut Perlu diketahui bahwa dia tidak mempunyai saudara yang bisa menanggung nafkahnya kecuali saya.JawabanJika ayah Anda meninggal sebelum bulan Ramadhan berakhir, sementara tidak ada seorang kerabatpun yang membayar zakat fithri untuk adik perempuan anda, maka Anda wajib membayar zakat tersebut jika Anda mampu. Anda juga wajib mengirimkan nafkah untuk mencukupi kehidupannya sesuai dengan kemampuan anda, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Hendaklah orang yang mempunyai kelebihan [rizki] menginfakkan sebagian rizki yang telah Allah berikan kepadanya. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan apa yang ada pada dirinya” [At-Thalaq : 7]Hal ini juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh seseorang.â€Å"Artinya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang harus paling saya hormati [kepada siapa saya harus berbuat baik] ” Belaiu Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Ibumu’, Orang itu bertanya lagi : â€Å"Kemudian setelah itu siapa lagi ”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Ibumu’. Orang itu bertanya lagi : â€Å"Kemudian setelah itu siapa lagi ” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Ibumu’. â€Å"Kemudian setelah itu siapa lagi ” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Bapakmu, kemudian yang lebih dekat kemudian yang lebih dekat” [Hadits Riwayat Abu Dawud]Disamping itu memberikan nafkah kepada adik Anda termasuk perbuatan silaturrahim yang hukumnya wajib apabila tidak ada orang yang bisa memberikan nafkah kepadanya selain anda, sementara ayah Anda tidak meninggalkan warisan yang cukup untuk biaya hidupnya.Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing kalian berdua untuk mendapatkan kebaikan.ZAKAT FITHRI HARUS DIBAGIKAN KEPADA FAKIR MISKIN DI NEGERI SETEMPATOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Wajibkah zakat fithri diberikan kepada fakir miskin di negeri kita sendiri atau bolehkah diberikan pada orang lain Apabila kita sedang musafir 3 hari sebelum ‘Ied bagaimana kita membeirkan zakat fithri tersebut JawabanMenurut sunnah, memberikan zakat fithri adalah kepada fakir miskin di negeri kita sendiri pada pagi hari Iedul Fithri, sebelum shalat ‘Ied. Dan dibolehkan juga memberikannya sehari atau dua hari sebelum shalat ‘Ied atau diawali kira-kira hari ke 28 bulan Ramadhan.Apabila seseorang pada hari-hari tersebut berada di negeri orang dia boleh mengeluarkan zakat fitrinya kepada fakir miskin di negeri tersebut, apabila negeri itu negeri muslim. Tapi apabila negeri tersebut negeri kafir, dia harus mencari fakir miskin yang muslim di negeri tersebut. Apabila dia masih ada di negerinya ketika sudah diperbolehkan mengeluarkan zakat fithri, maka [sebelum meninggalkan negerinya –pent] lebih baik dia memberikan zakat fithri kepada fakir miskin di negerinya. Karena maksud dikeluarkannya zakat fithri adalah memberikan keleluasaan [bantuan makanan] serta berbuat baik kepada fakir miskin setempat agar di hari tersebut mereka tidak usah minta-minta kepada sesama manusia.[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, terbitan At-Tibyan – Solo]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1633&bagian=0


Artikel Membayarkan Zakat Fithri Untuk Saudara Perempuan Dan Zakat Fithri Harus Dibagikan Di Negeri Setempat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Membayarkan Zakat Fithri Untuk Saudara Perempuan Dan Zakat Fithri Harus Dibagikan Di Negeri Setempat.

Kedudukan Sunnah

Kumpulan Artikel Islami

Kedudukan Sunnah Kedudukan Sunnah

Kategori As-Sunnah

Rabu, 26 Mei 2004 08:36:37 WIBKEDUDUKAN SUNNAHOlehSyaikh Dr Said bin Ali bin Wahf Al-QahthaniSunnah adalah benteng Allah yang kuat, yang bila dimasuki seseorang, orang itu akan aman. Sunnah merupakan pintu Allah terbesar, yang barangsiapa memasukinya akan termasuk di antara mereka yang meyambung silaturrahmi denganNya. Ia akan tetap menegakkan pemilikinya meskipun sebelumnya terduduk karena amal perbuatan mereka. Cahayanya akan berjalan di hadapan mereka, ketika cahaya ahli bid’ah dan kemunafikannya sudah sirna. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid’ah dihitam-legamkan.Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram” [Ali Imran : 106]Ibnu Abbas mengungkapkan : â€Å"Ahlus Sunnah dan para pemersatu umat adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid’ah dan para pemecah belah umat dihitam legamkan”[1]As-Sunnah adalah kehidupan dan cahaya yang merupakan kebahagian seorang hamba, petunjuk sekaligus kemenangan baginya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap dulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa telah mereka kerjakan” [Al-An’am : 122]Semoga Allah memberikan taufikNya. [2][Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid;ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah, hal. 13-18 Darul Haq]_________Foote Note.[1] Ibnul Qayyim menyebutkan dalam Ijtima Al-Jusyusy Al-Islamiyah II : 39, dan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya I : 369. Lihat juga Jami’ul Bayan An-Takwilil Qur’aam oleh Ibnu Jarir VII :93[2] Lihat Ijtima Al-Jusyusy Al-Islamiyah II : 38

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=753&bagian=0


Artikel Kedudukan Sunnah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kedudukan Sunnah.

Zakat Bangunan, Toko Dan Tanah

Kumpulan Artikel Islami

Zakat Bangunan, Toko Dan Tanah Zakat Bangunan, Toko Dan Tanah

Kategori Zakat

Rabu, 12 Mei 2004 11:29:34 WIBZAKAT BANGUNAN, TOKO DAN TANAHOlehLajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaan.Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya mempunyai seorang saudara kaya raya. Sebagian hartanya ia investasikan dalam bentuk bangunan, toko dan tanah. Seluruhnya adalah investasi yang profit [menghasilkan]. Saya telah menasehatinya agar membayar zakat atas modal harta perniagaannya itu. Ia mengatakan bahwa yang wajib dibayar zakatnya hanyalah uang hasil persewaan investasinya bila telah genap satu tahun. Sementara modal dasarnya tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Dan apabila setiap kali menerima uang hasil sewa, langsung dialokasikan untuk biaya operasional bangunan, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya, baik uang hasil penyewaan maupun modal dasarnya. Kecuali bila uang hasil penyewaan itu telah genap satu haul sebelum dialokasikan untuk bangunan. Perlu diketahui bahwa banyak teman-teman saudara saya itu yang melakukan cara serupa. Apakah cara seperti itu Dibenarkan Dienul Islam Dan apakah pelakunya tidak terkena dosa Dan barang berharga apakah yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya, baik modal dasar maupun keuntungannya hingga genap satu tahun Apakah ada batasan tertentu dalam masalah ini atau tidak ada perbedaan antara yang banyak dengan yang sedikit Jawaban.Ada beberapa jenis harta yang dimiliki seorang insan.Harta yang berupa uang wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishab dan telah genap satu haul. Harta yang berupa hasil-hasil pertanian, wajib dikeluarkan zakatnya berupa biji-bijian dan buah-buahan pada hari panen. Adapun tanah pertaniannya tidak terkena zakat.Harta berupa tanah atau bangunan yang disewakan wajib dikeuarkan zakatnya dari hasil uang penyewaannya jika telah genap satu haul dan mencapai nishab. Adapun tanah dan bangunannya tidak terkena zakat.Sementara harta yang diproyeksikan untuk jual beli baik berupa tanah, bangunan, barang-barang lain, juga wajib dikeluarkan zakatnya bila telah genap satu haul. Dengan catatan hitungan haul keuntungan adalah mengikuti haul modal pokoknya apabila modalnya telah dihitung sebagai nishab.Harta berupa binatang ternak wajib dikeluarkan zakatnya, jika telah mencapai nishab dan telah genap satu haul. Wallahu waliyut taufiq[Lajnah Da’imah, Fatawa Az-Zakah, disusun oleh Muhammad Al-Musnad, hal.28-29][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 273 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=714&bagian=0


Artikel Zakat Bangunan, Toko Dan Tanah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Zakat Bangunan, Toko Dan Tanah.

Suka Mencela Dan Menganggap Sesat, Berprasangka Buruk Dan Berlebihan Dalam Beribadah

Kumpulan Artikel Islami

Suka Mencela Dan Menganggap Sesat, Berprasangka Buruk Dan Berlebihan Dalam Beribadah Suka Mencela Dan Menganggap Sesat, Berprasangka Buruk Dan Berlebihan Dalam Beribadah

Kategori Bahaya Hizbiyyah

Minggu, 13 Juni 2004 17:04:28 WIBSIFAT-SIFAT KHAWARIJOlehMuhammad Abdul Hakim HamidBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]MUQADDIMAHKhawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia.Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan, hal itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain :Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw [berlebih-lebihan] dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal yang demikian itu akan menampakkan faedah yang tak terkira.Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikabarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari terjatuh ke dalamnya. Mengingat barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya.Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.[1]. SUKA MENCELA DAN MENGANGGAP SESATSifat yang paling nampak dari Khawarij adalah suka mencela terhadap para Aimatul Huda [para Imam], menganggap mereka sesat, dan menghukum atas mereka sebagai orang-orang yang sudah keluar dari keadilan dan kebenaran. Sifat ini jelas tercermin dalam pendirian Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataanya : "Wahai Rasulullah berlaku adillah". [Hadits Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744 No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224].Dzul Khuwaishirah telah menganggap dirinya lebih wara' daripada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghukumi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang curang dan tidak adil dalam pembagian. Sifat yang demikian ini selalu menyertai sepanjang sejarah. Hal itu mempunyai efek yang sangat buruk dalam hukum dan amal sebagai konsekwensinya. Berkata Ibnu Taimiyah tentang Khawarij :"Inti kesesatan mereka adalah keyakinan mereka berkenan dengan Aimmatul Huda [para imam yang mendapat petunjuk] dan jama'ah muslimin, yaitu bahwa Aimmatul Huda dan jama'ah muslimin semuanya sesat. Pendapat ini kemudian di ambil oleh orang-orang yang keluar dari sunnah, seperti Rafidhah dan yang lainnya. Mereka mengkatagorikan apa yang mereka pandang kedzaliman ke dalam kekufuran". [Al-Fatawa : XXVIII/497].[2]. BERPRASANGKA BURUK [SU'UDZAN].Ini adalah sifat Khawarij lainnya yang tampak dalam hukum syaikh mereka Dzul Khuwaishirah si pandir dengan tuduhannya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ikhlas dengan berkata :"Artinya : Demi Allah, sesungguhnya ini adalah suatu pembagian yang tidak adil dan tidak dikehendaki di dalamnya wajah Allah". [Hadits Riwayat Muslim II/739, No. 1062, Ahmad IV/321].Dzul Khuwaishirah ketika melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membagi harta kepada orang-orang kaya, bukan kepada orang-orang miskin, ia tidak menerimanya dengan prasangka yang baik atas pembagian tersebut.Ini adalah sesuatu yang mengherankan. Kalaulah tidak ada alasan selain pelaku pembagian itu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam cukuplah hal itu mendorong untuk berbaik sangka. Akan tetapi Dzul Kuwaishirah enggan untuk itu, dan berburuk sangka disebabkan jiwanya yang sakit. Lalu ia berusaha menutupi alasan ini dengan keadilan. Yang demikian ini mengundang tertawanya iblis dan terjebak dalam perangkapnya.Seharusnya seseorang itu introspeksi, meneliti secara cermat dorongan tindak tanduk dan maksud tujuan serta waspada terhadap hawa nafsunya. Hendaklah berjaga-jaga terhadap manuver-manuver iblis, karena dia banyak menghias-hiasi perbuatan buruk dengan bungkus indah dan rapi, dan membaguskan tingkah laku yang keji dengan nama dasar-dasar kebenaran yang mengundang seseorang untuk menentukan sikap menjaga diri dan menyelamatkan diri dari tipu daya setan dan perangkap-perangkapnya.Jika Dzul Khuwaishirah mempunyai sedikit saja ilmu atau sekelumit pemahaman, tentu tidak akan terjatuh dalam kubangan ini.Berikut kami paparkan penjelasan dari para ulama mengenai keagungan pembagian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hikmahnya yang tinggi dalam menyelesaikan perkara.Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah :" Pada tahun peperangan Hunain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membagi ghanimah [rampasan perang] Hunain pada orang-orang yang hatinya lemah [muallafah qulubuhum] dari penduduk Najd dan bekas tawanan Quraisy seperti 'Uyainah bin Hafsh, dan beliau tidak memberi kepada para Muhajirin dan Anshar sedikitpun.Maksud Beliau memberikan kepada mereka adalah untuk mengikat hati mereka dengan Islam, karena keterkaitan hati mereka dengannya merupakan maslahat umum bagi kaum muslimin, sedangkan yang tidak beliau beri adalah karena mereka lebih baik di mata Beliau dan mereka adalah wali-wali Allah yang bertaqwa dan seutama-utamanya hamba Allah yang shalih setelah para Nabi dan Rasul-rasul.Jika pemberian itu tidak dipertimbangkan untuk maslahat umum, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan memberi pada aghniya', para pemimpin yang dita'ati dalam perundangan dan akan memberikannya kepada Muhajirin dan Anshar yang lebih membutuhkan dan lebih utama.Oleh sebab inilah orang-orang Khawarij mencela Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dikatakan kepada beliau oleh pelopornya :" Wahai Muhammad, berbuat adillah. Sesungguhnya engkau tidak berlaku adil ". dan perkataannya :" Sesungguhnya pembagian ini tidak dimaksudkan untuk wajah Allah .....". Mereka, meskipun banyak shaum [berpuasa], shalat, dan bacaan Al-Qur'annya, tetapi keluar dari As-Sunnah dan Al-Jama'ah.Memang mereka dikenal sebagai kaum yang suka beribadah, wara' dan zuhud, akan tetapi tanpa disertai ilmu, sehingga mereka memutuskan bahwa pemberian itu semestinya tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhajat, bukan kepada para pemimpin yang dita'ati dan orang-orang kaya itu, jika di dorong untuk mencari keridhaan selain Allah -menurut persangkaan mereka-.Inilah kebodohan mereka, karena sesungguhnya pemberian itu menurut kadar maslahah agama Allah. Jika pemberian itu akan semakin mengundang keta'atan kepada Allah dan semakin bermanfaat bagi agama-Nya, maka pemberian itu jauh lebih utama. Pemberian kepada orang-orang yang membutuhkan untuk menegakkan agama, menghinakan musuh-musuhnya, memenangkan dan meninggikannya lebih agung daripada pemberian yang tidak demikian itu, walaupun yang kedua lebih membutuhkan". [Lihat Majmu' Fatawa : XXVIII/579-581, dengan sedikit diringkas].Untuk itu hendaklah seseorang menggunakan bashirah, lebih memahami fiqh dakwah dan maksud-maksud syar'i, sehingga tidak akan berada dalam kerancuan dan kebingungan yang mengakibatkan akan terhempas, hilang dan berburuk sangka serta mudah mencela disertai dengan menegakkan kewajiban-kewajiban yang terpuji dan mulia.[3]. BERLEBIHAN DALAM BERIBADAH.Sifat ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya :"Artinya : Akan muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur'an, yang mana bacaan kalian tidaklah sebanding bacaan mereka sedikitpun, tidak pula shalat kalian sebanding dengan shalat mereka sedikitpun, dan tidak pula puasa kalian sebanding dengan puasa mereka sedikitpun". [Muslim II/743-744 No. 1064].Berlebihan dalam ibadah berupa puasa, shalat, dzikir, dan tilawah Al-Qur'an merupakan perkara yang masyhur di kalangan orang-orang Khawarij. Dalam Fathu Al-Bari, XII/283 disebutkan :"Mereka [Khawarij] dikenal sebagai qura' [ahli membaca Al-Qur'an], karena besarnya kesungguhan mereka dalam tilawah dan ibadah, akan tetapi mereka suka menta'wil Al-Qur'an dengan ta'wil yang menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Mereka lebih mengutamakan pendapatnya, berlebih-lebihan dalam zuhud dan khusyu' dan lain sebagainya".Ibnu Abbas juga telah mengisyaratkan pelampauan batas mereka ini ketika pergi untuk mendebat pendapat mereka. Beliau berkata :"Aku belum pernah menemui suatu kaum yang bersungguh-sungguh, dahi mereka luka karena seringnya sujud, tangan mereka seperti lutut unta, dan mereka mempunyai gamis yang murah, tersingsing, dan berminyak. Wajah mereka menunjukan kurang tidur karena banyak berjaga di malam hari". [Lihat Tablis Iblis, halaman 91]. Pernyataan ini menunjukkan akan ketamakan mereka dalam berdzikir dengan usaha yang keras.Berkata Ibnul Jauzi :"Ketika Ali Radhiyallahu 'Anhu meninggal, dikeluarkanlah Ibnu Maljam untuk dibunuh. Abdullah bin Ja'far memotong kedua tangan dan kedua kakinya, tetapi ia tidak mengeluh dan tidak berbicara. Lalu dicelak kedua matanya dengan paku panas, ia pun tidak mengeluh bahkan ia membaca :"Artinya : Bacalah dengan [menyebut] nama Rabb-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". [Al-'Alaq : 1-2].Hingga selesai, walaupun kedua matanya meluluhkan air mata. Kemudian setelah matanya diobati, ia akan di potong lidahnya, baru dia mengeluh. Ketika ditanyakan kepadanya :"Mengapa engkau mengeluh . "Ia menjawab ;"Aku tidak suka bila di dunia menjadi mayat dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah". Dia adalah seorang yang ke hitam-hitaman dahinya bekas dari sujud, semoga laknat Allah padanya". [Tablis Iblis, hal. 94-95].Mekipun kaum Khawarij rajin dalam beribadah, tetapi ibadah ini tidak bermanfa'at bagi mereka, dan mereka pun tidak dapat mengambil manfaat darinya. Mereka seolah-olah bagaikan jasad tanpa ruh, pohon tanpa buah, mengingat ahlaq mereka yang tidak terdidik dengan ibadahnya dan jiwa mereka tidak bersih karenanya serta hatinya tidak melembut. Padahal disyari'atkan ibadah adalah untuk itu. Berfirman yang Maha Tinggi :"Artinya : ....Dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan mungkar ......". [Al-Ankabut : 45]"Artinya : ....Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". [Al-Baqarah : 183]Tidaklah orang-orang bodoh tersebut mendapatkan bagian dari qiyamu al-lail-nya kecuali hanya jaga saja, tidak dari puasanya kecuali lapar saja, dan tidak pula dari tilawah-nya kecuali parau suaranya.Keadaan Khawarij ini membimbing kita pada suatu manfaat seperti yang dikatakan Ibnu Hajar tentangnya :"Tidak cukuplah dalam ta'dil [menganggap adil] dari keadaan lahiriahnya, walau sampai yang dipersaksikan akan keadilannya itu pada puncak ibadah, miskin, wara', hingga diketahui keadaan batinnya". [Lihat Fathu Al-Bari XII/302].[Dinukil dari kitab Zhahirah al-Ghuluw fi ad-Dien fi al-'Ashri al-Hadits, hal. 99-104, Muhammad Abdul Hakim Hamid, cet I, th 1991, Daarul Manar al-Haditsah, Majalah As-Sunnah Edisi 14/Th. ke 2, hal 20-34, penerjemah Aboe Hawari]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=814&bagian=0


Artikel Suka Mencela Dan Menganggap Sesat, Berprasangka Buruk Dan Berlebihan Dalam Beribadah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Suka Mencela Dan Menganggap Sesat, Berprasangka Buruk Dan Berlebihan Dalam Beribadah.