Selasa, 01 Juli 2008

Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Tidak Mempertentangkan Nash-Nash Wahyu Dengan Akal

Kumpulan Artikel Islami

Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Tidak Mempertentangkan Nash-Nash Wahyu Dengan Akal Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Tidak Mempertentangkan Nash-Nash Wahyu Dengan Akal

Kategori Manhaj

Rabu, 7 Januari 2004 20:42:32 WIBPOKOK-POKOK MANHAJ SALAFOlehKhalid bin Abdur Rahman al-'IkBagian ketiga dari enam tulisan [3/6]KAIDAH KEDUATIDAK MEMPERTENTANGKAN NASH-NASH WAHYU DENGAN AKALSemua firqah ahli kalam yang suka menakwilkan sifat-sifat Allah, ternyata satu sama lain saling bertentangan, dan secara diametral pendapat-pendapatnya saling berlawanan sama sekali.Untuk membuktikan hal itu, kita tidak perlu pergi terlalu jauh, lihat saja misalnya, di dalam kitab Kubra al-Yaqiniyat al-Kauniyah bagaimana cara ahlu kalam yang tercermin pada ta'wil nya terhadap sifat istiwa' dalam firman Allah Ta'ala."Artinya : [Yaitu] Rabb Yang Maha Rahman, yang bersemayam [ber-istiwa] di atas "Arsy". [Thaha : 5].Dalam kitab ini, istiwa' di ta'wil-kan dengan taslith al-quwwah wa as-sulthan [menangnya kekuatan serta kekuasaan-Nya]".Kita perhatikan ta'wil itu berbeda bahasanya dengan ta'wil-nya kaum Asy'ariyah terhadap istiwa' tersebut yaitu istiila' [berkuasa], ta'wil yang juga dilakukan oleh kaum Jahmiyah dan Mu'tazilah. Namun model ta'wil dalam buku Kubra al-Yaqiniyat itu tidak menggunakan istilah istiila, melainkan dengan istilah Taslith al-Quwwah wa as- Sulthan.Tentu ini merupakan kata-kata yang bejat, sebab konsekwensi dari kata-kata itu menunjukan bahwa 'Al-Arsy tidak masuk dalam kekuasaan Allah, sebelum Allah ber- 'istiwa [bersemayam] di atasnya. Penulis buku tersebut [Said Ramdhan al-Buthi, -pen-] bisa terperosok pada pemahaman yang rusak.Hal ini dikarenakan ia tidak ridha terhadap apa yang ditempuh oleh kaum salaf dalam mengimani sifat 'istiwa. Walaupun sebenarnya hanya mengemukakan pernyataan madzhab khalaf [lawan salaf, pen], yakni orang-orang Asy'ariyah. Akan tetapi kenyataannya ia setuju dengan madzhab tersebut. Hal itu terbukti dengan pernyataannya : "Itulah makna yang jelas, yang bisa dimengerti menurut bahasa Arab" [1]Selanjutnya ia melegitimasi manhaj kalam dengan pernyataannya sebagai berikut : "Mereka menafsirkan al-Yad [tangan] dalam ayat lain dengan "kekuatan dan kemurahan", al-'Ain [mata] dengan "pertolongan dan pemeliharaan", dan menafsirkan al-Ishba'ain [dua jari-jari] yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim dalam kitab Shahih-nya No. 2654, dengan "kehendak dan kekuasaan". Begitulah seterusnya. Mereka merubah-rubah sifat-sifat Allah Ta'ala tanpa disertai sebuah dalilpun, baik dari al-Qur'an maupun as-Sunnah.Berdasar inilah, maka salah satu kaidah manhaj salaf ialah menolak ta'wil model ahlu kalam. Dan cukuplah bagi para pengikut manhaj salaf satu ketetapan, yaitu ilitizam kepada perintah Allah Ta'ala berikut :"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui". [Al-Hujuraat : 1].Oleh sebab itulah, tiada dijumpai seorangpun di antara mereka yang mempertentangkan nash-nash wahyu dengan akal. Apabila mengetahui suatu perkara dari ajaran agama, maka ia akan melihat kepadanya yang dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dari sanalah ia belajar, dengannyalah ia berkata, mengenainyalah ia merenung dan berpikir dan dengannyalah ia berdalil.Berkebalikan dengan manhaj ini, di sana di ujung seberang yang sama sekali berlawanan, berdiri tegaklah para penganut manhaj ilmu kalam yang mempercayakan sandarannya kepada ra'yu [pendapatnya]. Sesudah ra'yu, mereka memperhatikan al-Qur'an dan as-Sunnah. Apabila didapati nash-nash tersebut bersesuaian dengan akal, mereka ambil nash-nash itu. Tetapi, jika mereka dapati bertentangan, maka akan mereka singkirkan atau mereka otak-atik dengan ta'wil. [2][Disalin dari majalah As-Salafiyah, edisi I, tahun I, 1415H diterjemahkan oleh Ahmas Faiz Asifuddin dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 13/Th II/1416H - 1995M]_________Foote Note.[1]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Dar'u Ta'arudh al-Aql wa an-Naql, jilid 5/382, mengatakan :"Adapun ta'wil dalam arti 'mengalihkan satu lafal dari kandungan makna yang rajih [benar] menuju kemungkinan makna yang marjuh [tidak rajih/tidak benar], seperti 'istiwa menjadi istaula, dan seterusnya maka hal ini menurut kaum salaf dan para imam jelas merupakan kebatilan. Hakikatnya tidak ada sama sekali, bahkan hal ini meruapak tahrif [mengubah] kata-kata dari yang semestinya dan termasuk ilhad [ingkar] terhadap Asma' Allah serta ayat-ayat-Nya.".[2]. Risalah al-Furqan Baina al-Haq wa al-Bathil, Ibnu Taimiyah, hal.47.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=47&bagian=0


Artikel Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Tidak Mempertentangkan Nash-Nash Wahyu Dengan Akal diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Tidak Mempertentangkan Nash-Nash Wahyu Dengan Akal.

Hukum Pengkafiran Dan Pemboman 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Pengkafiran Dan Pemboman 1/2 Hukum Pengkafiran Dan Pemboman 1/2

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Rabu, 6 Oktober 2004 06:51:42 WIBHUKUM PENGKAFIRAN DAN PEMBOMANOlehHaiah Kibarul Ulama Saudi ArabiaBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah, keluarga beliau, shabat dan orang-orang yang mengambil petunuk dengan petunjuk.Amma ba'du.Majelis Kibarul Ulama telah mempelajari pada daurah yang ke-49, yang diselenggarakan di Thaif, dimulai dari tanggal 2 Rabiul Tsani 1419H, tentang pengkafiran dan pemboman yang marak terjadi di negeri Islam dan selainnya. Dan juga menyebabkan pertumpahan darah dan musnahnya bangunan-bangunan.Dengan memperhatikan bahaya serta dampak negatife yang ditimbulkan perbuatan tersebut seperti menelan korban yang tidak berdosa, melenyapkan harta benda, timbulnya ketakutan di antara manusia, was-was terhadap diri serta tempat mereka, maka majelis Kibarul Ulama mengeluarkan penjelasan berkaitan dengan hukum tersebut sebagai bentuk nasehat kepada Allah dan para hamba-Nya, bentuk tanggung jawab serta menyingkap kesamaran dalam pemahaman terhadap orang yang masih belum jelas akan hal ini, maka kami menyatakan wa billahi at taufiq.Pertama.Pengkafiran termasuk hukum syar'i yang sumbernya berasal dari Allah dan RasulNya. Seperti juga halnya penghalalan, pengharaman, dan kewajiban kembali kepada Allah dan RasulNya, demikian pula pengkafiran. Namun tidaklah setiap perbuatan yang disifati dengan kekafiran baik perkataan maupun perbuatan merupakan kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.Ketika hukum pengkafiran dikembalikan kepada Allah dan RasulNya, maka tidak dibenarkan untuk mengkafirkan seseorang kecuali yang telah jelas-jelas dikafirkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, tidaklah cukup hanya dengan syubhat atau persangkaan semata, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh hal tersebut. Dan jika hukuman saja bisa ditolak hanya karena syubhat [pada hal dampaknya lebih ringan dari dampak yang ditimbulkan oleh pengakfiran], maka pengkafiran lebih utama lagi.Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan perbuatan menghukum seseorang dengan kekafiran padahal ia tidaklah demikian, beliau bersabda."Artinya : Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya 'wahai kafir' maka sungguh [perkataanya] kembali kepada salah satu dari mereka jika ia berkata benar, jika tidak maka akan kembali padanya" [Muttafaq 'alaihi dari Ibnu Umar] [1]Telah disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang bisa dipahami bahwasanya perkataan, perbuatan atau keyakinan ini merupakan kekufuran, akan tetapi pelakunya tidak divonis kafir karena adanya penghalang. Hukum ini sebagaimana hukum-hukum lain yang tidak akan bisa sempurna kecuali dengan adanya sebab, syarat dan tidak adanyanya penghalang. Contohnya dalam masalah warisan, di antara sebab seseorang menerima warisan adalah karena hubungan kekeluargaan, namun terkadang ia tidak mendapatkan warisan karena adanya penghalang, seperti perbedaan agama. Begitu pula kekafiran ia dibenci karena perbuatannya tapi tidak dikafirkan.Terkadang seorang muslim mengucapkan kalimat kufur karena meluapkan kegembiraan, kemarahan atau semisalnya tetapi ia tidak divonis kafir –karena ia tidak bermaksud demikian- seperti kisah seorang yang berkata : "Wahai Allah, engkau adalah hambaku sedangkan aku adalah tuhanmu, ia telah salah karena meluapnya kegembiraannya" [Diriwayatkan oleh Anas bin Malik] [2]Terburu-buru dalam hal megkafirkan memberikan dampak yang sangat berbahaya seperti penghalalan darah dan harta, tercegah atas warisan, batalnya pernikahan serta selainnya yang meupakan dampak kemurtadan.Bagaimana bisa hal itu dibenarkan atas seorang mukmin, hanya karena syubhat yang rendah [ringan] Jika hal ini terjadi kepada pemimpin maka akan lebih parah lagi, ia akan berlaku sewenang-wenang, mengangkat senjata, merebaknya kekacauan, tertumpahnya darah dan kerusakan peduduk serta negeri. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang, kita untuk menentang para pemimpin, beliau bersabda."Artinya : …… kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas, kalian memiliki hujjah dari Allah" [Muttafaq 'alaihi dari Ubadah] [3]Perkataan beliau, "kecuali jika kaian melihat". Tidaklah cukup hanya karena persangkaan dan kabar yang beredar.Perkataan beliau, "kekufuran" : Tidaklah cukup hanya dengan kefasikan –walaupun besar- seperti juga kezhaliman, minum khamr, bermain judi dan segala bentuk keharaman.Perkataan beliau, "jelas". Tidaklah cukup jika bukan kufur yang jelas atau yang sharih [terang].Perkataan beliau, "kalian memiliki hujjah dari Allah" bahwasanya harus dengan dalil yang sharih [terang] yaitu yang jelas serta tetap dalilnya dan tidaklah cukup dengan dalil yang memiliki sanad yang lemah dan tidak pula dalil yang rancu [tidak jelas].Perkataan beliau, "dari Allah" bahwasanya tidak bisa dijadikan dalil [ibrah] perkataan seorang ulama walaupun ia telah mencapai derajat yang tinggi dalam ilmu dan amanah, jika perkataanya tersebut bukan berdasarkan dalil yang sharih [terang] lagi benar dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam.Ukuran ini menujukkan bahwasanya permasalahan tersebut sangat penting.Kesimpulan : Sesungguhnya tergesa-gesa dalam mengkafirkan memiliki bahaya yang besar sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Katakanlah : Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alas an yang benar, [mengharamkan] mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan [mengharamkan] mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" [Al-A'raf : 33]Kedua.Akibat yang ditimbulkan oleh keyakinan yang salah ini seperti penghalalan darah, terinjak-injaknya kehormatan, terampasnya harta secara khusus atau umum, pemboman pemukiman dan kendaraan, dan peledakan gedung-gedung. Kesemuanya ini –dan yang semisalnya- diharamkan menurut syariat [ijma kaum muslimin] karena menjadi penyebab hilangnya hak orang, yang tidak berdosa, hilangnya hak harta, hilangnya hak rasa aman dan menetap, dan haknya orang-orang yang damai lagi sentosa yang hidup di perumahan dan lingkungan mereka, hilangnya hak mendapatkan suasana pagi dan sore hari, dan hilannya kepentingan-kepentingan umum yang harus ada pada manusia.Islam menjaga harta-harta kaum muslimin, kehormatan, badan [jiwa] dan mengharamkan perbuatan merampasnya serta sangat menekannkan hal-hal tersebut. Termasuk hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya :"Artinya : Bahwasanya darah, harta, dan kehormatan kalian aku haramkan seperti haramnya hari ini, bulan ini dan di negeri kalian ini' kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Apakah aku telah menyampaikannya Ya Allah saksikanlah" [ Muttafaq 'alaihi dari Abi Bakrah] [4]Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Setiap muslim dengan muslim yang lain diharamkan ; darahnya, hartanya serta kehormatannya" [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah] [5]Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat" [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir] [6][Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]_________Foote Note[1] Imam Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab, bab : Man Kafara Akhahu Bi Ghairi Ta'wil Fa Huwa Kama Qala, hadits no. 6104. Imam Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Bayan Hali Iman Man Qala Li Akhihi Al-Muslim Ya Kafir, hadits no. 60.[2] Di kitab At-Taubah, bab : Fii Al-Hadh Ala At-Taubah Wa Al-Farh Biha, hadits no. 2747[3] Telah Lewat Takhrijnya[4] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah Ayyama Mina, hadits no. 1741. Muslim di kitab Al-Qasamah Wal Muharibina, bab : Tagfizh Tahrim Ad-Dima Wal A'rad Wal Amwal hadits no. 1679[5] Di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab : Tahrimu Zhulm Al-Muslim Wa Khuzulih Wahtiqorihi hadits no. 2564[6] Di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab Tahrimu Azh Zhulm hadits no. 2578

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1067&bagian=0


Artikel Hukum Pengkafiran Dan Pemboman 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Pengkafiran Dan Pemboman 1/2.

Apakah Semua Orang Yang Mengulurkan Tangan Meminta Zakat, Berhak Menerima Zakat

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Semua Orang Yang Mengulurkan Tangan Meminta Zakat, Berhak Menerima Zakat Apakah Semua Orang Yang Mengulurkan Tangan Meminta Zakat, Berhak Menerima Zakat

Kategori Zakat

Minggu, 21 Nopember 2004 06:50:42 WIBAPAKAH SEMUA ORANG YANG MENGULURKAN TANGAN MEMINTA ZAKAT BERHAK MENERIMA ZAKATOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apkah semua orang yang mengulurkan tangannya meminta zakat berhak menerima zakat Jawaban.Tidak semua orang yang mengulurkan tangannya meminta zakat berhak menerimanya, karena di antara manusia ada orang yang mengulurkan tangannya minta uang, padahal dia orang kaya, orang semacam ini nanti akan datang pada hari kiamat dengan wajah yang tak berdaging sepotong pun – kita berlindung kepada Allah dari itu- dia datang pada hari kiamat, hari saat berdirinya para saksi, sedangkan wajahnya terhapus –kita berlindung kepada Allah darinya- Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa yang minta kepada manusia akan harta mereka untuk memperbanyak hartanya maka sebenarnya dia hanyalah meminta bara api, tinggal dia menyedikitkannya atau memperbanyaknya" [1]Dengan dalil ini saya peringatkan mereka orang-orang yang suka meminta-minta kepada orang lain dengan merengek-rengek padahal mereka berada di dalam gelimang kekayaan. Bahkan saya peringatkan semua orang yang menerima zakat padahal sebenarnya dia bukanlah orang yang berhak menerimanya, saya katakan kepadanya, 'Sungguh jika kamu mengambil zakat padahal kamu bukan termasuk golongan yang berhak menerimanya maka hakikatnya kamu sedang memakan barang haram –kita berlindung kepada Allah darinya- wajib atas setiap pribadi untuk takut dan bertakwa kepada Allah, sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda."Artinya : Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaga kehormatannya, barangsiapa merasa cukup, maka Allah akan mencukupkannya perwira" [2]Tetapi apabila mengulurkan tangan kepadamu seseorang yang menurut keyakinanmu dia berhak menerima zakat, maka berilah dia karena zakat itu menempati tempatnya, dengannya kamu akan berlepas diri dari tanggung jawabmu. Kemudian seandainya setelah itu ternyata dia bukanklah orang yang berhak menerimanya maka tidak perlu mengulangi zakat. Dalil dari pernyataan ini adalah kisah seorang lelaki yang mensedekahkan harta, pada awalnya dia bersedekah kepada perempuan pezina [pelacur], orang banyak memperbincangkan tindakannya yakni sedekah kepada pelacur, dia berucap Alhamdulillah. Lalu dia bersedekah lagi pada malam yang kedua, jatuhlah sedekahnya ke tangan seorang pencuri, orang banyak memperbincangkannya lagi, 'sedekah malam ini jatuh ke tangan pencuri'. Selanjutnya dia bersedekah lagi pada malam yang ketiga kepada orang kaya, lagi-lagi orang banyak mempercakapkannya, 'sedekah malam ini jatuh pada orang kaya', dia berucap 'Alhamdulillah, atas pelacur, pencuri dan orang kaya' dikatakan kepadanya."Sesungguhnya sedekahmu telah dikabulkan, si pelacur itu barangkali dia telah menahan diri [tidak melacur lagi] disebabkan oleh sedekahmu kepadanya, si pencuri itu barangkali telah merasa cukup lalu menahan dirinya dari mencuri lagi, sedangkan si kaya itu barangkali dia mendapat pelajaran berharga lalu dia bersedekah pula" [3]Perhatikanlah, wahai saudaraku, terhadap niat yang benar bagaimana besar pengaruhnya, sehingga jika engkau memberi orang yang meminta-minta kepadamu lalu tampak jelas bahwa dia sebenarnya adalah seorang kaya padahal engkau meyakininya sebagai orang miskin maka kamu tidak perlu mengulang zakatmu.[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]_________Foote Note[1]. Diriwayatkan oleh Muslim : Kitab Zakat/Bab Dibencinya Meminta-minta Kepada Manusia [1041][2]. [Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Zakat/Bab Tiada Sedekah Kecuali Karena Ketidakkayaan [1427]. Muslim : Kitab Zakat/Bab Keutamaan Sikap Perwira dan Sabar [1053][3]. Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Zakat/Bab Apabila Seseorang Bersedekah Kepada Orang Kaya Sedang Dia Tidak Mengetahuinya [1421]. Muslim : Kitab Zakat/Bab Tetapnya Pahala Orang Yang Bersedekah Meski Sedekahnya Jatuh Pada Tangan Orang yang Tidak Berhak [1022].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1180&bagian=0


Artikel Apakah Semua Orang Yang Mengulurkan Tangan Meminta Zakat, Berhak Menerima Zakat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Semua Orang Yang Mengulurkan Tangan Meminta Zakat, Berhak Menerima Zakat.

Telah Mengalami Haid Tapi Tidak Berpuasa Dan Kapan Remaja Putri Diwajibkan Untuk Berpuasa

Kumpulan Artikel Islami

Telah Mengalami Haid Tapi Tidak Berpuasa Dan Kapan Remaja Putri Diwajibkan Untuk Berpuasa Telah Mengalami Haid Tapi Tidak Berpuasa Dan Kapan Remaja Putri Diwajibkan Untuk Berpuasa

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Selasa, 12 Oktober 2004 19:56:34 WIBUSIANYA EMPAT BELAS DAN TELAH MENGALAMI HAIDH, TAPI KARENA TIDAK TAHU IA TIDAK BERPUASA PADA TAHUN ITU.OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saat saya berumur empat belas tahun dan saya telah mengalami haidh, tahun itu saya tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena ketidaktahuan saya dan keluarga saya, itupun karena kami tinggal di tempat yang jauh dari pada ahli ilmu, sementara kami tidak mengetahui tentang hal itu. Kemudian pada umur lima belas tahun saya telah melaksanakan puasa, dan saya pun telah mendengar dari sebagian pemberi fatwa, bahwa jika seorang wanita telah mengalami haid maka wajib baginya untuk berpuasa, bahkan walaupun umurnya itu belum mencapai usia baligh, saya mohon keterangan tentang hal ini ..JawabanPenanya menyebutkan tentang dirinya bahwa ia mendapatkan haidh pada umur empat belas tahun dan tidak mengetahui bahwa datangnya haid merupakan tanda bahwa ia telah baligh, maka tidak ada dosa baginya meninggalkan puasa pada tahun itu karena tidak mengetahuinya, sebab tidak ada dosa bagi orang yang tidak mengetahui hukum. Akan tetapi jika ia telah mengetahui bahwa wajib bagi dirinya untuk berpuasa, maka hendaknya ia bersegera untuk mengqadha puasa Ramadhan yang dialaminya setelah ia mengalami haidh, karena jika seorang wanita telah baligh maka wajib baginya untuk berpuasa. Seorang wanita dianggap baligh jika telah mengalami satu diantara empat hal dibawah ini, yaitu :[1] Umurnya telah mencapai lima belas tahun[2] Telah tumbuh bulu di sekitar kemaluannya[3] Mengeluarkan air mani[4] Mengalami masa haidhJika satu di antara keempat hal ini telah dialami oleh seorang wanita, maka berarti ia telah baligh dan berlaku baginya ketetapan-ketetapan syari'at, yaitu berupa kewajiban-kewajiban ibadah sebagaimana diwajibkan atas orang dewasa. Kemudian saya sampaikan kepada penanya : Bahwa kini ia berkewajiban melaksanakannya, jika pada bulan Ramadhan yang telah dilaluinya ia tidak berpuasa sementara ia telah mengalami haidh, maka hendaknya ia segera mengqadhanya agar bisa terlepas dari dosanya.[Fatawa Nur 'ala Ad-Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 65-66]KAPAN REMAJA PUTRI DIWAJIBKAN UNTUK BERPUASAOlehSyaikh Abdullah bin JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Kapankah seorang remaja putri diwajibkan puasa ..JawabanWajib puasa bagi remaja putri yang telah mencapai usia baligh, biasanya umur baligh ini pada umur lima belas tahun, atau tumbuh bulu kasar di sekitar kemaluannya, atau telah mengeluarkan air mani, atau telah mengalami haidh, atau telah mengalami kehamilan. Jika salah satu di antara lima hal itu telah dialami maka wajib baginya untuk berpuasa walaupun ia baru berumur sepuluh tahun atau sebelas tahun, namun keluarga seringkali mengabaikan hal ini karena menduga bahwa ia masih kecil sehingga tidak menyuruhnya berpuasa. Ini tindakan yang salah, karena sesungguhnya seorang remaja putri yang telah haidh, maka ia telah menjadi wanita baligh, dengan demikian telah berlaku baginya ketetapan-ketetapan syari'at sebagaimana orang dewasa lainnya.[Fatawa Ash-Shiyam, Syaikh Abdullah bin Jibrin, halaman 22-23][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1089&bagian=0


Artikel Telah Mengalami Haid Tapi Tidak Berpuasa Dan Kapan Remaja Putri Diwajibkan Untuk Berpuasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Telah Mengalami Haid Tapi Tidak Berpuasa Dan Kapan Remaja Putri Diwajibkan Untuk Berpuasa.

Makna Qunut, Makna Nazilah, Qunut Pada Pertengahan Ramadhan Dan Akhir Ramadhan

Kumpulan Artikel Islami

Makna Qunut, Makna Nazilah, Qunut Pada Pertengahan Ramadhan Dan Akhir Ramadhan Makna Qunut, Makna Nazilah, Qunut Pada Pertengahan Ramadhan Dan Akhir Ramadhan

Kategori Ar-Rasaa-il

Selasa, 26 Juli 2005 21:39:38 WIBSEMUA HADITS TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS-MENERUS ADALAH LEMAHOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBagian Kelima dari Enam Tulisan 5/6MAKNA QUNUTKata [Qunut]: Secara bahasa memiliki banyak makna,[1] di antaranya adalah:[1]. Berdiri lama, berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:â€Å"Artinya : Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya" [HSR. Ahmad [III/302, 391], Muslim [no. 756], at-Tirmidzi [no. 387], dari Shahabat Jabir, Ibnu Majah [no. 1421] dan al-Baihaqi [III/8]][2]. Diam.[2][3].Selalu ta’at, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:"Artinya : Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung] ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada [azab] akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya...” [Az-Zumar: 9]Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:â€Å"Artinya : Dan [ingatlah] Maryam binti ‘Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh [ciptaan] Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabb-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang ta'at.” [At-Tahrim: 12][4].Tunduk menghinakan diri kepada Allah.â€Å"Artinya : Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.” [Ar- Rum: 26][5]. Do’a, sebagaimana yang dikenal saat ini, yaitu do’a qunut.[6]. Khusyu’.[7]. Tasbih[3]MAKNA NAZILAHKata [an Nazilah]” artinya: Musibah, bencana, malapetaka.Jadi, qunut Nazilah yaitu qunut untuk mendo’akan kebaikan [kemenangan] bagi kaum Muslimin dan mendo’akan kecelakaan [kebinasaan] bagi kaum Kafir atau Musyrik yang menjadi musuh Islam.Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat dan adanya di lima waktu shalat wajib; Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, Magh-rib dan Isya’. Tempatnya doa qunut ialah waktu berdiri sesudah ruku’ di raka’at yang akhir. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut sebelum ruku’ maksudnya: Lama berdiri dalam membaca ayat, sebagaimana disebutkan dalam hadits:"Artinya : Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya." [Lihat Zaadul Ma’aad [I/235]]BEBERAPA MASALAH PENTING BERKENAAN DENGAN QUNUT[1]. Bacaan do’a qunut yang biasa dipakai sebagian kaum Muslimin yang berbunyi:â€Å"Artinya : Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan [dari penyakit dan apa yang tidak disukai] sebagaimana orang yang pernah Engkau lindungi, sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan, sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan hukum, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami Yang Mahatinggi.Sebenarnya lafazh do’a ini adalah lafazh do’a untuk qunut witir, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. [HR. Abu Dawud [no. 1425], at-Tirmidzi [no. 464], Ibnu Majah [no. 1178], an-Nasa-i [III/248], Ahmad [I/199, 200] dan al-Baihaqi [II/209, 497-498]]Sedang do’a yang ada di dalam kurung menurut ri-wayat al-Baihaqi. Hadits ini diriwayatkan dari Shahabat Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma: â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku baca dalam shalat witir…” [Lihat Shahiih at-Tirmidzi [I/144], Shahih Ibni Majah [I/194], Irwaa-ul Ghalil, oleh Syaikh al-Albani [II/172] dan Shahiih Kitaab al-Adzkaar [I/176-177, no. 155/125]. Hadits shahih. Lihat kepada kitab saya yang berjudul: â€Å"Do’a dan Wirid Mengobati Guna-guna dan Sihir Menu-rut al-Qur’an dan as-Sunnah” hal. 193-194, cet. IV]Do’a qunut Witir dilakukan sebelum ruku’ pada raka’at terakhir dari shalat Witir, dengan dasar hadits Ubay bin Ka’ab: â€Å"Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut dalam shalat witir sebelum ruku’.[4]Hukum qunut Witir ini adalah sunnah, disyari’atkan melakukan qunut Witir sepanjang tahun sebelum ruku’, sebagaimana hadits Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma, dan riwayat ini shahih dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum, bahkan diriwayatkan dari Jumhur Shahabat, sebagaimana yang diri-wayatkan dari Ibrahim, dari ‘Alqamah: â€Å"Sesungguhnya Ibnu Mas’ud dan para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [melakukan] qunut dalam shalat witir sebelum ruku’.” [5]Dari Ibrahim an Nakha’i, ia berkata: ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tidak pernah qunut Shubuh sepanjang tahun dan ia qunut Witir setiap malam se-belum ruku’. [6]Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah berkata: â€Å"Ini adalah atsar yang kami pegang.”Ishaq bin Rahawaih memilih qunut [Witir] dilaksana-kan sepanjang tahun. [7]QUNUT PADA PERTENGAHAN RAMADHAN SAMPAI AKHIR RAMADHANDisyari’atkan juga qunut pada pertengahan Ramadhan sampai akhir Ramadhan, berdasarkan riwayat Sahabat dan Tabi’in.Dari ‘Amr bin Hasan, bahwasanya ‘Umar radhiyallahu anhu menyuruh Ubay radiyallahu ‘anhu mengimami shalat [Tarawih] pada bulan Ramadhan, dan beliau menyuruh Ubay radhiyallahu ‘anhu untuk melakukan qunut pada pertengahan Ramadhan yang dimulai pada malam 16 Ramadhan.[8]Ma’mar berkata: â€Å"Sesungguhnya aku melaksanakan qunut Witir sepanjang tahun, kecuali pada awal Ramadhan sampai dengan pertengahan [aku tidak qunut], demikian juga dilakukan oleh al-Hasan al-Bashri, ia menyebutkan dari Qatadah dan lain-lain.[9]Demikian juga dari Ibnu Sirin.[10]Syaikh al-Albani berkata: â€Å"Boleh juga do’a qunut sesudah ruku’ dan ditambah dengan [do’a] melaknat orang-orang kafir, lalu shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendo’akan kebaikan untuk kaum Musli-min pada pertengahan bulan Ramadhan, karena terdapat dalil dari para Shahabat radhiyallahu ‘anhum di zaman ‘Umar radhiyallahu ‘anhu. Terdapat keterangan di akhir hadits tentang Tarawihnya para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, Abdurrahman bin ‘Abdul Qari berkata: ‘Mereka [para Shahabat] melaknat orang-orang kafir pada [shalat Witir] mulai pertengahan Ramadhanâ€Å"Artinya : Ya Allah, perangilah orang-orang kafir yang mencegah manusia dari jalan-Mu, yang mendustakan Rasul-Rasul-Mu dan tidak beriman kepada janji-Mu. [Ya Allah] perselisihkanlah, hancurkanlah persatuan mereka, timpakanlah rasa takut dalam hati mereka, timpakanlah kehinaan dan siksa-Mu atas mereka. [Ya Allah] Ilah Yang Haq.”Kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendo’akan kebaikan bagi kaum Musli-min, kemudian memohon ampun bagi kaum Mukminin.Setelah itu membaca:"Artinya : Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud, kepadamu kami berusaha dan bersegera, kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut siksaan-Mu. Sesungguhnya siksaan-Mu akan menimpa orang-orang yang memusuhi-Mu.”Kemudian takbir, lalu melakukan sujud.[11]Atau setelah membaca : "Allahummah diniy fiiman hadayt"Kemudian membaca:"Artinya : â€Å"Ya Allah, kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud, kepada-Mu kami berusaha dan bersegera [melakukan ibadah]. Kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut kepada siksaan-Mu. Sesungguh-nya siksaan-Mu akan menimpa pada orang-orang kafir. Ya Allah, kami minta pertolongan dan memohon ampun kepada-Mu, kami memuji kebaikan-Mu, kami tidak ingkar kepada-Mu, kami beriman kepada–Mu, kami tunduk kepada-Mu dan meninggalkan orang-orang yang kufur kepada-Mu.” [12]Do’a di akhir shalat witir [13]"Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari ancaman-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagai-mana yang Engkau sanjungkan pada Diri-Mu sendiri [14]"Artinya : Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci. [Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat suara dan memanjangkannya pada ucapan yang ketiga.]" [15][Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]_________Foote Note[1]. Lihat Muqaddimah Fathul Baari hal.176 dalam pasal-[Þ – ä].[2]. Dalilnya adalah hadits Zaid bin Arqam:"Artinya : Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: Ada seseorang di antara kami berbicara dengan orang di sampingnya ketika shalat, maka turunlah [firman Allah Ta’ala]: Berdirilah untuk Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu'. [Al-Baqarah: 238] Beliau memerintahkan kami untuk diam dan dilarang untuk berbicara. [Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 4534, Muslim no.539, at-Tirmidzi 405 & 2986, Abu Dawud no.949, an-Nasaa-i III/18.][3]. Semua makna ini telah dikenal dalam bahasa Arab, sebagaimana tertera dalam kitab-kitab kamus Bahasa Arab, seperti Lisanul ‘Arab XI/313-314, Mu’jamul Wasith hal.761 dan yang lainnya[4]. HR. Abu Dawud no. 1427, Ibnu Majah no. 1182, sanad hadits ini shahih [lihat Irwaa-ul ghaliil I/167 hadits no.426 dan Shahih Sunan Abi Dawud no. 1266][5]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah [II/302 atau II/202 no. 12], di-katakan oleh al-Hafizh dalam ad-Diraayah: â€Å"Sanadnya hasan.” Syaikh al-Albani berkata: â€Å"Sanadnya jayyid, menurut syarat Muslim.” [Irwaa-ul ghaliil II/166].[6]. HR. Ibnu Abi Syaibah II/305-306 atau II/205 cet. Darul Fikr.[7]. Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 125, lihat juga at-Tarjih Fii Masaa-ilith Thaharah Wash Shalah oleh DR.Muhammad bin Umar Bazmul hal. 362-385, cet. Daarul Hijrah th. 1423 H/2003 M.[8]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah II/205 no.10.[9]. Mushannaf ‘Abdirrazzaq III/120 dengan sanad yang shahih.[10]. Mushannaf ‘Abdirrazzaq III/120 dengan sanad yang shahih.[11]. HR. Ibnu Khuzaiimah II/155-156 no.1100 sanadnya shahih.[12]. HR. Al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra’ sanadnya menurut pendapat al-Baihaqi shahih [II/211]. Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil II/170 berkata: â€Å"Sanadnya shahih dan mauquf pada Umar radhiyallahu ‘anhu.” Lihat Shahih Kitab al-Adzkar I/179.[13]. Ali bin Abi Thalib berkata: â€Å"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mem-baca di akhir witirnya: "Artinya : Yang dimaksud akhir witir bisa dibaca sebelum salam atau sesudah salam.” [Lihat Qiyaamur Ramadhaan hal. 32 oleh syaikh al-Albani][14]. HR. Abu Dawud no.1427, at-Tirmidzi no.3566, Ibnu Majah no.1179, an-Nasaa-i III/249 dan Ahmad I/98,118,150. Lihat Shahih at-Tirmidzi III/180, Shahih Ibni Majah I/194, Irwaa-ul ghaliil II/175 dan Shahih Kitab al-Adzkar I/255-256 no.246, 184[15]. Abu Dawud no.1430, an-Nasaa-i III/245 dan Ahmad V/123, Ibnu Hibban no.677, al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah IV/98 no.972 dan Ibnus Sunni no. 706 dan hadits ini shahih. [Lihat Shahih Kitab al-Adzkaar I/255 dan Zaadul Ma’aad I/337.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1499&bagian=0


Artikel Makna Qunut, Makna Nazilah, Qunut Pada Pertengahan Ramadhan Dan Akhir Ramadhan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Makna Qunut, Makna Nazilah, Qunut Pada Pertengahan Ramadhan Dan Akhir Ramadhan.

Apa Hukumnya Merayakan Maulid Nabi ? 1/4

Kumpulan Artikel Islami

Apa Hukumnya Merayakan Maulid Nabi ? 1/4 Apa Hukumnya Merayakan Maulid Nabi 1/4

Kategori Ahkam

Minggu, 22 Februari 2004 15:16:10 WIBAPA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI OlehImam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani [ 1173 – 1250 H ]Bagian Pertama dari Empat Tulisan [1/4]Pendahuluan editorBismillahi- rahmaani-rahiimSesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan, petunjuk dan ampunan serta bertaubat kepada-Nya. Kita memohon perlindungan dari kejahatan diri dan amalan kita kepada-Nya. Sesungguhnya barang siapa yang telah Allah berikan petunjuk, niscaya tidak akan ada yang mampu menyesatkannya, dan barang siapa yang telah Allah sesatkan, niscaya tidak akan ada yang mampu memberikannya petunjuk.Saya bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya.Amma ba’du:Sungguh menuntut ilmu syariat dan berdakwah kepadanya serta mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya, memberikan peringatan kepada kaum muslimin dari perbuatan yang diharamkan dan kemungkaran, dan menjauhkan mereka dari perbuatan bid’ah adalah termasuk dari amar-ma’ruf dan nahi-mungkar. Yang mana Allah telah menjadikan kebaikan bagi ummat ini apabila mereka mau menegakkannya, sebagai mana firman Allah :Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. [Al Imron 110]Dan dikarenakan isi buku ini membahas satu aspek penting untuk meluruskan gambaran agama Islam dari upacara-upacara yang dinisbahkan kepadanya, yang mendatangkan gambaran buruk akan agama Islam. Sebab setiap orang yang menyaksikan ahli bid’ah dari kalangan sufi sedang melaksanakan acara bid’ah mereka maulid dengan gerak-gerik dan tata cara mereka, niscaya ia akan meyakini bahwa dasar acara ini adalah khurofat dan cerita-cerita palsu.Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang yang menyaksikan mereka sedang melaksanakan acara ini niscaya akan menjauh dari Islam, dan berburuk sangka dengan pemeluknya, terlebih-lebih pada zaman sekarang yang perayaan maulid disiarkan langsung melalui parabola, sebab ia tidak menyaksikan adanya sebuah agama yang hakiki, yang akan mendatangkan kepercayaan pada jiwa, dan membangkitkan semangat beramal dan membantu orang lain.Dan karena diantara kesempurnaan iman adalah rasa cinta seseorang kepada saudaranya, akan apa yang dicintai untuk ia dapatkan, yaitu dengan cara menjelaskan kebenaran bagi orang yang terperdaya dengan kebatilan dari pemeluk agama ini, dan ini termasuk jihad yang Allah wajibkan kepada pemeluk agama yang Allah jadikan sebagai penutup dari semua agama. Sebab hal ini salah satu kewajiban yang paling wajib, sebagaimana memerangi musuh dengan berperang, maka usaha membersihkan ummat ini dari penyebab kelemahan dan amalan-amalan yang hina merupakan kewajiban yang paling wajib.Sebab ummat ini tidak akan mampu memerangi musuhnya dengan pedang sehinggga membentengi dirinya dengan benteng yang kokoh dari dalam tubuhnya sendiri, yaitu dengan cara menyebarkan agama Islam yang benar. Dikarenakan membersihkan barisan merupakan salah satu penyebab datangnya kemenangan.Betapa banyak kita menyaksikan dalam sejarah kelompok ini [kaum sufi] yang dianggap bagian dari Islam padahal bukan, telah mendatangkan bencana dan peperangan dalam tubuh negara Islam sebelum mereka diserang oleh musuh mereka yang sebenarnya. Bahkan sepanjang masa, merekalah yang membukakan jalan bagi musuh untuk masuk kedalam negri kaum muslimin pada berbagai daerah.Hal ini disebabkan karena agama yang mereka pegangi bertopang dengan kuat pada menuruti syahwat pribadi yang diharamkan dalam Islam, baik itu yang berhubungan dengan makanan, pakaian, wanita atau yang lainnya, dan mereka benar-benar sadar bahwa agama Islam yang sebenarnya sangatlah bertentangan dengan hal ini, kecuali dalam batas yang dihalalkan dalam syariat.Dan mungkin sekarang ini saya –dan juga yang lainnya- telah melihat bahwa dibawah debu telah terdapat percikan api, hal ini dikarenakan banyaknya perayaan acara bid’ah ini, dan usaha-usaha untuk menghidupkan tempat-tempat jahiliyah pada zaman ini.Nah karya ini merupakan andil saya dalam menyebar luaskan jawaban bagi pertanyaan yang sering terlintas dalam benak kebanyakan pemeluk agama Islam, terlebih-lebih pada zaman ini, zaman yang banyak sekali perbuatan bid’ah dan telah menyebar dengan cepat sebagaimana menyebarnya api dalam rumput kering. Itu semua disebabkan kebodohan dan kurangnya kesadaran dan rasa cinta untuk tersohor, walau berakibat buruk terhadap agama ini.Sungguh tersebarnya buku seperti ini telah menjadi ganjalan dalam tenggorokan setiap ahli bid’ah dan orang sufi. Sebuah karya yang dituliskan oleh seorang alim besar, hidup antara abad kedua dan ketiga belas di negri Yaman. Negri yang didoakan oleh Nabi e untuk mendapatkan berkah, dan beliau termasuk salah seorang mujtahid dan termasuk salah seorang ulama’ ummat ini, yang selalu berpegangan dengan dalil.Kebanyakan kaum muslimin beranggapan bahwa menghukumi perayaan maulid sebagai sebuah kebid’ahan adalah suatu ungkapan yang tidak pernah diucapkan oleh ulama’ terdahulu, akan tetapi hanya sekedar perkataan ulama-ulama zaman sekarang. Dan juga berprasangka bahwa permasalan ini tidak pernah ada pada pembahasan dan tulisan-tulisan mereka, juga tidak pernah ada pendiskusian argumentasi orang yang membolehkan perayaan ini, dan bantahan terhadap syubhat-syubhat mereka, terlebih-lebih dari ulama’ seperti As Syaukani rohimahullah, dimana beliau tersohor sebagai seorang yang selalu berpegang teguh dengan dalil, dan berkata-kata penuh dengan kebijaksanaan, dan selalu berlepas diri dari setiap perbuatan bid’ah.Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan bukti kuat bahwa As Syaukani rahimahullah dan ulama’ lainnya mencintai kebaikan bagi orang lain, dan membenci sikap ketidak jelasan dalam beramal tanpa adanya dalil.Sebagaimana yang keadaan kebanyakan orang awam dari kaum muslimin, dan kebanyakan orang yang dianggap berilmu pada kebanyakan negara Islam. Dimana mereka sama sekali tidak memiliki perhatian dengan urusan agama mereka, sehingga mereka terus menerus berada dalam gelapnya kebodohan dan kesesatan. Dan hanya berusaha memuaskan syahawat perut dan birahi, atau hal-hal yang mengarah kepada kedua syahwat ini, dari berbagai macam bentuk nyanyian, musik-musik, dan pergaulan dengan orang yang tidak halal untuk mereka pergauli.Atau sikap tidak mau tahu dan mengamalkan setiap yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, tanpa memperdulikan tingkat kecocokan amalan tersebut dengan syariat, sebagaimana hal ini terjadi pada saat perayaan acara-acara bid’ah seperti acara maulid dan yang serupa dengannya, sehingga mereka beramal tidak dengan ilmu, dan berkata atas Nama Allah dengan tanpa ilmu.Oleh karena itu saya sajikan buku ini wahai pembaca yang budiman, dengan penuh harap dari Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mampu, agar dijadikan sebagai penyebab yang penuh dengan barokah bagi saya dan ummat Islam dalam meluruskan pemahaman kebanyakan kaum muslimin terhadap acara bid’ah ini. Acara yang hampir-hampir saja menyelimuti seluruh permukaan bumi.Dan semoga Allah menjadikannya bagian dari timbangan amal baik bagi saya, pengarang, penulis, pembaca, penerbit dan semua orang yang ikut andil dalam penyebarannya. Semoga Allah menjadikan amalan ini benar-benar ikhlas hanya karena-Nya, dan menjadikannya sebagai hal yang akan mendekatkan diri dari kebahagiaan di sisi-Nya di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Semoga Allah meluruskan niat saya dan anak keturunan saya, dan mengaruniai kita ilmu yang bermanfaat, amalan yang sholih yang diterima, dan mengampuni kekhilafan kita, serta merahmati orang-orang yang telah meninggal dari kita, dan mengampuni kedua orang tua saya dan orang tua seluruh kaum muslimin.Semoga sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi was allam, keluarga, dan sahabatnya.Dituliskan oleh:Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al MusyaiqihAl Qoshim-Buraidah [Semoga Allah melindunginya dari segala kejelekan][Disalin dari buku â€Å"Maa hukmul Ihtifal bi maulidin –Naby”, ditulis oleh Imam Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri Lc, dan M. Nur Ihsan Lc.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=273&bagian=0


Artikel Apa Hukumnya Merayakan Maulid Nabi ? 1/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apa Hukumnya Merayakan Maulid Nabi ? 1/4.

Ciri Khas Pengikut Harokah 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Ciri Khas Pengikut Harokah 2/2 Ciri Khas Pengikut Harokah 2/2

Kategori Bahaya Hizbiyyah

Senin, 5 September 2005 10:55:58 WIBCIRI KHAS PENGIKUT HAROKAHOlehSyaikh Abdul Malik Ramadhaaniy Al-JazaairyBagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2Di dalam â€Å"Miftah Daaris Sa’adah” [hal : 79] Ibnul Qoyyim mengatakan :[[Hati seorang muslim tidak akan menyimpan kedengkian, dan kedengkian itu sendiri tidak bersemayam di dalam hatinya bersama dengan tiga hal tersebut ; karena tiga hal tadi akan menolak kedengkian, kecurangan, serta perusak-perusak hati.Seorang yang ikhlas karena Allah, keikhlasannya tersebut akan mencegah kedengkian di dalam hatinya. Keikhlasannya juga akan mengeluarkan penyakit tersebut dan membersihkannya secara total ; karena, betikan dan keinginan hatinya telah beralih menuju keridhoaan Rabbnya.Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : [serta menetapi jamaah kaum muslimin] : ini juga termasuk hal yang mensucikan hati dari kedengkian dan kecurangan. Pemilik hati ini karena kesetiannya terhadap jama’ah kaum muslimin, dia akan mencintai [bagi kaum muslimin] sesuatu yang dia cintai bagi dirinya sendiri, dan dia akan membenci [bagi kaum muslimin] sesuatu yang dia benci jika menimpa dirinya sendiri. Dia juga akan merasa susah terhadap sesuatu yang menyusahkan kaum muslimin, dan dia akan merasa senang terhadap sesuatu yang menjadikan senang kaum muslimin.Ini semua berbeda dengan orang yang memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin, serta sibuk mencela, mencaci dan mencemooh mereka, seperti perbuatan orang-orang rofidhoh, khowarij, mu’tazilh dan selain mereka [6], karena sesungguhnya hati mereka penuh dengan kedengkian dan kecurangan, maka dari itu Anda akan mendapati bahwa orang-orang rofidhoh mereka adalah manusia yang paling jauh dari keikhlasan, mereka adalah manusia yang paling curang terhadap para penguasa muslim, dan juga mereka adalah manusia yang paling jauh dari jama’ah kaum muslimin]]Barangsiapa yang telah mengenal dakwah orang-orang harokah, maka dia pasti mengetahui kecurangan mereka di dalam tiga hal ini.Adapun kecurangan mereka terhadap tauhid, dikarenakan mereka adalah manusia yang paling jauh dari memperhatikan tauhid, sampai-sampai mereka akan melarang [dakwah] tauhid itu jika diperkirakan akan menjadi sebab menjauhnya massa dari diri mereka, bahkan sungguh Anda akan mendapati diantara tokoh-tokoh mereka, ada yang tidak bisa membedakan antara syirik dengan tauhid, sebagaimana yang akan adan lihat setelah pembahasan ini.[7]Adapun kecurangan mereka terhadap jama’ah kaum muslimin, maka seluruh aksi-aksi mogok yang terjadi di negeri-negeri Islam, mereka berada dibelakangnya. Bahkan cirri khas [yang menonjol dari] mereka adalah : Mereka tidak akan mengumpulkan massa kecuali untuk memprovokasi agar melawan penguasa, dan hampir-hampir mereka tidak pernah insaf, walaupun mereka melihat rakyat berjungkir balik antara dipenjara, dibunuh, dan dirampas [harta dan kehormatan mereka], karena termasuk prinsip mereka, yang dengannya mereka menipu rakyat jelata adalah : Tidak mengapa, bahkan harus terjadi pemusnahan suatu generasi untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya ! [resiko perjuangan –kata mereka- edit]Permasalahan ini[8], begitu mengakar didalam hati mereka begitu juga dengan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti masalah fikih dan hukum-hukum amal perbuatan yang akan mendukung tujuan pergerakan mereka, seperti permasalahan bai’at, politik, fanatisme partai dengan kedua sisinya, baik dalam wujud propaganda maupun dalam wujud nyata yaitu parlemen, sandiwara, drama, nasyid dan selainnya.Meskipun ruh seorang harokah keluar, dia tidak akan mengharamkan hal-hal diatas [nasyid dll] yang merupakan [ruh] pembangkit dakwahnya. Oleh karenanya, berdialog bersamanya dalam masalah ini ibaratnya berdialog dengan orang-orang tua/awam dari kaum muslimin dalam masalah ushuluddin [prinsip-prinsip agama].Seorang harokah terkenal dengan semangatnya yang membara, dimanapun dia berada. Anda akan melihatnya bersemangat mengumpulkan massa meski bukan lewat jalur yang benar. Dia sangat antusias mencari info dalam pemerintahan dan amat berlebihan menukil berita-berita tersebut. Dia sangat mudah sekali membenarkan berita tentang aib-aib pemerintah/penguasa dan amat bersemangat dalam menyebarluaskannya. Dia sangat mudah memuji orang-orang yang menentang penguasa. Dan dia kurang memperhatikan masalah-masalah tauhid melainkan apa yang mereka namakan tauhid â€Å"Hakimiyah” ![9] Sunnah menurutnya adalah sekedar kulit [kurang berharga/penting] dan belajar agama adalah ilmu yang telah dimakan waktu.[Tulisan ini dialihbahasakan dari buku â€Å"Khuroofah Harokiy” karangan Syaikh Abdul Malikj bin Ahmad bin Al-Mubaraak Ramadhaany Al-Jazaairy, halaman 16-18, Dan dimuat Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Isamiyyah Edisi 15 Th. III Rajab 1426H/Agustus 2005M. Penerjemah Abu Zahroh Imam Wahyudi Lc]_________Foote Note[6]. Penyebutan tiga firqoh ini disebabkan oleh karena mereka adalah firqoh yang paling menonjol di dalam hal menyerukan pemberontakan terhadap para penguasa muslim[7]. Akan kami muat pada edisi berikutnya, insya Allah, -pent[8], Prinsip memberontak atau membangkang terhadap pemerintah yang dholim[9]. Ini adalah istilah baru [bid’ah] ….Sebagian ulama menyerupakannya dengan aqidah Syi’ah yang menjadikan masalah â€Å"Imamah” sebagai hal terpenting dalam aqidah [mereka] !! [Ta’liq dalam â€Å"At-Tahdzir min Fitnatit Takfir” Oleh Syaikh Ali bn Hasan –Hafidhullah- hal.6] –editor

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1565&bagian=0


Artikel Ciri Khas Pengikut Harokah 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ciri Khas Pengikut Harokah 2/2.

Laki-Laki Menikah Dengan Mahar Milik Anak atauSaudara Perempuannya

Kumpulan Artikel Islami

Laki-Laki Menikah Dengan Mahar Milik Anak atauSaudara Perempuannya

>> Pertanyaan :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Apakah boleh seorang laki-lakimenikah dengan mahar milik anak atau saudara perempuannya ?

>> Jawaban :

Mahar anak atau saudara perempuan adalah hak murni mereka dan termasukbagian dari harta pribadi mereka. Apabila mereka memberikan ataumenghibahkan mahar tersebut dengan sukarela maka seseorang dibenarkanmemiliki mahar tersebut secara syariat. Dan jika mereka tidakmenghibahkan dengan sukarela, maka siapapun tidak berhak mengambilharta mahar tersebut hanya saja bapak boleh mengambil harta mahardengan syarat tidak mengakibatkan madharat bagi wanita yangbersangkuatan atau mengambil untuk diberikan kepada salah seoranganaknya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: Sebaik-baik makanan yang kamu makanadalah dari hasil usaha kamu sendiri dan anak-anakmu adalah termasukhasil usahamu .

Artikel Laki-Laki Menikah Dengan Mahar Milik Anak atauSaudara Perempuannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Laki-Laki Menikah Dengan Mahar Milik Anak atauSaudara Perempuannya.

Seorang Laki-Laki Menikahkan Saudari Sebapaknya DanSaudari Seibunya Kepada Seorang Laki-laki

Kumpulan Artikel Islami

Seorang Laki-Laki Menikahkan Saudari Sebapaknya DanSaudari Seibunya Kepada Seorang Laki-laki

>> Pertanyaan :

Lajnah Daimah ditanya: Saya punya saudara perempuan sebapak dansaudara perempuan seibu. Dan keduanya saya nikahkan dengan seoranglaki-laki dan saya sendiri yang melakukan akad nikah. Apakah boleh haltersebut?

>> Jawaban :

Boleh bagi seorang laki-laki menikahkan keduanya sekaligus, sebabtidak ada dalil yang melarangnya dan hukum aslinya adalah boleh. DanAnda dibolehkan melaksanakan akad nikah atas saudari Anda yang sebapakdengan syarat tidak ada lagi selain Anda wali yang paling berhakmenikahkannya. Adapun saudara perempuanmu seibu tidak sah Anda men-jadiwalinya karena ia memiliki wali yang syari dari kerabatnya tapi kalautidak ada maka ditangani hakim syari.

Artikel Seorang Laki-Laki Menikahkan Saudari Sebapaknya DanSaudari Seibunya Kepada Seorang Laki-laki diambil dari http://www.asofwah.or.id
Seorang Laki-Laki Menikahkan Saudari Sebapaknya DanSaudari Seibunya Kepada Seorang Laki-laki.

Menunda Nikah, Sebab dan Solusinya

Kumpulan Artikel Islami

Menunda Nikah, Sebab dan Solusinya Menikah merupakan sunnah [jalan hidup] para nabidan rasul ‘alaihimus salam sebagaimana difir-mankan Allah Subhannahuwa Ta'ala ,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamudan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” [Ar-Ra’d:38]

Menikah juga merupakan nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yangdengannya akan diperoleh maslahat dunia dan akhirat, pribadi danmasyarakat, sehingga Allah menjadikannya sebagai salah satu tuntutansyara’.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, “Dan kawinkan-lah orang-orangyang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut [kawin] darihamba-hamba sahayamu yang perempuan.” [QS. 24:32]

Menunda nikah kalau kita perhatikan, kini telah menjadi sebuahfenomena di masyarakat yang cukup menarik perhatian berbagai kalangan.Penundaan tersebut memiliki beberapa sebab, di antaranya ada yangberkaitan dengan keluarga dan masya-rakat, ada pula yang terkaitlangsung dengan para pemuda dan pemudi sendiri.

Di bawah ini di antara sebab-sebab yang menjadikan para pemuda danpemudi menunda nikah:

1. Lemahnya Pemahaman Syar’i Tentang Nikah.

Seseorang jika tahu bahwa sesuatu itu adalah ibadah, maka segala apayang dihadapinya akan tampak lebih ringan. Halangan dan rintangan yangada, meskipun berat akan dihadapi dengan lapang dada dan penuhkesabaran, sehingga urusan menjadi terasa lebih mudah.

Di dalam nikah, terdapat beberapa bentuk ibadah, di antaranya: Untukmenjaga para pemuda dan pemudi dari perbuatan negatif dan dosa danuntuk melahirkan generasi pilihan yang siap beribadah kepada Allah,mendirikan shalat, berpuasa dan berjuang di jalan-Nya.

2. Biaya yang Berlebihan

Angka rupiah yang melambung tinggi untuk biaya nikah terkadang menjadimomok tersendiri bagi para pemuda, sehingga hal itu menjadi beban bagidirinya dan keluarganya.

Masalah ini biasanya lebih dikarenakan alasan adat, ikut-ikutan,gengsi atau mengikuti trends. Ini semua menyalahi ajaran NabiShallallaahu alaihi wa Salam dan merupakan penghalang bagipemuda-pemudi untuk menikah.

3. Terikat dengan Studi

Sebagian pemuda ada yang tidak memikirkan nikah sama sekali, kecualisetelah selesai studinya. Bahkan hingga tingkat pasca sarjana ataudoktoral di luar negeri, hingga bertahun-tahun. Demikian pula denganpara pemudinya yang kuliah untuk dapat mengejar jenjang akademisnya,hingga mengabaikan masalah pernikahan.

4. Kekeliruan Cara Pandang Terhadap Pemuda Pelamar

Ketika ada seorang pemuda melamar gadis maka yang pertama ditanyakanadalah apa pekerjaannya dan berapa penghasilan atau gajinya. Dankarena penghasilan yang kurang besar, banyak para pemuda yang tidakditerima lamarannya, padahal tidak seharusnya demikian.

5. Banyaknya Pengaruh dari Orang Lain.

Baik itu dari tetangga, kerabat, teman atau sesama pemuda, padahalmereka bukanlah orang-orang yang faham ilmu syar’i. Orang-orangtersebut memberikan pertimbangan-pertimbangan yang kurang proporsionalsehingga menjadikan lemah dan kendornya semangat untuk menikah.

6. Belum Ketemu yang Didambakan.

Ada sebagian pemuda yang menunda-nunda nikah karena mencari wanitayang betul-betul memenuhi kriteria impiannya, sempurna dari semua segi.Bahkan boleh jadi ada yang membatalkan lamaran karena si wanita tadikurang tinggi beberapa senti saja. Demikian pula dengan pemudinya yangmendambakan laki-laki yang sempurna dari segala sisi, sehingga setiapada pemuda yang melamar selalu ditolak karena tidak memenuhi kriteriayang didambakan.

7. Kurang Adanya Kerja Sama di Masyarakat.

Kerjasama di masyarakat untuk saling memberi informasi pemuda-pemudiyang siap menikah, dirasakan masih kurang.

8. Merebaknya Media yang Merusak

Seperti menampilkan acara-acara yang menggambarkanpermasalahan-permasalahan rumah tangga, perteng-karan suami istri,antara istri dengan keluarga suami dan lain-lain. Hal ini berpengaruh,ketika seorang pemuda akan melamar, yaitu munculnya persangkaannegatif dan rasa curiga yang berlebihan.

9. Kurangnya Rasa Tanggung Jawab di Kalangan Pemuda.

Tidak adanya keseriusan seorang pemuda di dalam mengemban tang-gungjawab hidup, terkadang meru-pakan penghalang untuk menikah. Merekamerasa amat berat dan lemah menghadapi kehidupan, apalagi kehidupanrumah tangga. Karena mereka tumbuh dan terbiasa dalam kondisi santai,serba enak dan dimanja.

10. Banyaknya Media dan Tempat Hiburan.

Maraknya tempat-tempat hiburan dan tempat-tempat yang merusak,ditambah dengan sarana transportasi dan telekomunikasi yang tidakdimanfaatkan dengan benar menjadikan fitnah tersebar di mana-mana.Maka tak jarang pemuda atau pemudi asyik dan terlena dengan semua itu,sehingga tidak ada perhatian sama sekali terhadap nikah.

11. Budaya Hubungan Pranikah [pacaran]

Jika seorang pemuda mengikat hubungan dengan pemudi sebelum menikah,maka pada dasarnya sama saja dengan menjerumuskan diri ke dalam bahayadan kesulitan. Hal ini juga berdampak kepada si gadis, ketika akandilamar, maka mungkin dia menolak dengan alasan telah ada hubungandengan pemuda lain, padahal sebenarnya pemuda tersebut bukanlahapa-apanya.

12. Keberatan Orang Tua terhadap Anak Gadisnya.

Terutama jika si anak memiliki penghasilan yang lumayan besar atau iaseorang anak yang berbakti, biasanya si orang tua berat hatimelepasnya karena masih ingin mendapat perha-tian atau pelayanandarinya.

SOLUSI

Masalah menunda pernikahan bagi pemuda dan pemudi merupakan masalahyang cukup serius dan memiliki dampak negatif yang amat banyak. Makasebagai jalan keluarnya dalam kesempatan ini disampaikan beberapasaran kepada masyarakat umum dan lebih khusus para orang tua danwalinya. Diantaranya yaitu:

Memberikan pengarahan secara intensif kepadamasyarakat tentang tujuan menikah, kebaikan yang diperoleh, hukumdan adabnya. Hendaknya disampaikan secara sederhana dan denganbahasa yang mudah. Tujuannya supaya dapat menghilangkan anggapankeliru seputar pernikahan masa muda.

Menyebarluaskan pernikahan para pemuda/pemudi danmemberikan pujian kepada mereka serta orang tuanya.

Senantiasa mengingatkan bahwa usia yang palingutama untuk menikah adalah di masa muda. Alangkah indah jawaban yangdisampaikan oleh seseorang ketika ditanya, “Kapan usia yang tepatuntuk menikah Maka ia menjawab, “Kapan selayaknya seseorang itumakan Maka orang tentu akan menjawab “ketika ia lapar”. Demikianpula ketika seorang remaja telah melewati masa baligh, maka itulahwaktu yang sangat pas untuk menikah karena tuntutan kebutuhanfithrah dan sebagai penjagaan dari berbagai perilaku negatif.

Memberikan dorongan dan anjuran kepada para orangtua dan kerabat agar menikahkan putra-putrinya di usia muda sertamemperingatkan akan bahaya dan dampak negatif dari menunda-nundanya.

Membiasakan agar tidak bermewah-mewahan di dalammengadakan walimah, sebab hal ini sering menjadi masalah bagi parapemuda yang ingin menikah. Nabi telah bersabda, ”Adakan walimahmeski hanya dengan seekor kambing!” Jelas sekali bahwa walimah tidakharus memaksakan diri dengan sesuatu yang serba mewah.

Mengajak kepada masyarakat agar memberikankeringanan dalam mahar [maskawin].

Senantiasa memberikan dorongan dan anjuran untukmenikah, karena ia merupakan salah satu sunnah Nabi Shallallaahualaihi wa Salam.

Hendaknya bagi orang yang memiliki kelebihan dankeluasan harta supaya memberikan bantuan kepada saudara, teman ataukerabatnya yang membutuhkan biaya pernikahan demi untuk menjaga parapemuda dan pemudi dari hal-hal yang negatif. Asy-Syaikh Abdul Azizbin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin-semoga Allahmerahmati beliau berdua memperbolehkan penyaluran dana zakat untukmembantu para fakir miskin yang membutuhkan biaya pernikahan khususuntuk membayar mahar dan biaya pernikahan saja.

Menganjurkan para pemuda, baik melaluiteman-temannya atau kerabatnya supaya memberikan dorongan untukmenikah. Juga menganjurkan para wali agar bersegera menikahkanputrinya atau para gadis yang berada dalam tanggungannya.

Memberikan kabar gembira bahwa menikah merupakansalah satu sebab dibukanya pintu rizki, sebagaimana disabdakan NabiShallallaahu alaihi wa Salam ,“Tiga orang yang akan dijaminpertolongan dari Allah: Orang menikah karena ingin menjaga diri,mukatib [hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri] yang menepatijanjinya dan orang yang berperang di jalan Allah.”

Memperingatkan para pemuda untuk tidakmenyianyiakan harta dan agama, berfoya-foya dan senang-senang, sukamelancong dan menghambur-hamburkan uang. Ingatkan pula bahwa menikahitu tidaklah membutuhkan biaya yang sangat besar, bahkan boleh jadibiaya yang digunakan sekali jalan dalam melancong adalah lebih besardaripada biaya pernikahan.

Bagi yang telah lebih dahulu menikah hendaklahmemberikan pengarahan yang logis dengan penuh hikmah kepada parapemuda. Jangan-lah terlalu idealis di dalam memilih pendamping hidup,cukuplah sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam menjadi acuan didalam hal memilih istri. Beliau mengatakan bahwa wanita dinikahikarena empat hal dan beliau menjadikan yang paling utama adalah yangbaik agamanya.

Memperingatkan keluarga dan kerabat agar janganmenunda-nunda pernikahan putri-putrinya Nabi Shallallaahu alaihi waSalam pernah bersabda kepada shahabat Ali Radhiallaahu anhu, “Tigaperkara wahai Ali, janganlah engkau menunda-nunda,” shalat jikatelah masuk waktunya, jenazah bila telah siap dishalatkan, wanitasendirian jika telah ada jodoh-nya.” [HR. Ahmad]

Membentuk keluarga dan ling-kungan yang baik danislami yang mengerti dan bersungguh-sungguh dengan ajaran Islam.Sehingga dampak-nya adalah akan memberikan dukungan yang besarterhadap berkembangnya ajaran dan sunnah Nabi Shallallaahu alaihi waSalam termasuk salah satunya adalah menikah.

Memperingatkan para ibu dan bapak agar bersegeramenikahkan putra-putrinya jika telah siap. Karena menundanyaterkadang akan memberi-kan dampak negatif berupa penyimpangan moralatau terjadinya hubungan yang diharamkan. Dan sebagai orang tuatentu juga memperoleh dosa akibat kelalaian yang diperbuatnya.

Artikel Menunda Nikah, Sebab dan Solusinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menunda Nikah, Sebab dan Solusinya.

Bermakmum Di Belakang Pelaku Kesyirikan

Kumpulan Artikel Islami

Bermakmum Di Belakang Pelaku Kesyirikan Bermakmum Di Belakang Pelaku Kesyirikan

Kategori Tauhid

Senin, 3 Mei 2004 08:19:56 WIBBERMAKMUM DI BELAKANG PELAKU KESYIRIKANOlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaanLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seorang khatib masjid di salah satu desa di daerah kami tinggal adalah seorang sufi dari tarekat Sadziliyah –begitu mereka menyebut kelompok mereka-. Orang ini mengajak dan mengajar masyarakat untuk bertawassul dengan makhluk Allah, seperti para nabi dan para wali. Dia mengajak orang-orang untuk menziarahi pekuburan. Dia membolehkan bersumpah dengan nama nabi dan wali, dan ada kafarah [denda] jika melanggarnya. Kami, sebuah jama’ah dari jamaah kaum muslimin, telah mengajaknya berdiskusi tentang kesalahan yang dikerjakan dan diajarkan. Namun, ia selalu berkilah dan berdalil dengan hadits-hadits dhaif [lemah] dan maudhu [palsu]. Bolehkah kami bermakmum di belakang orang ini berhubung kami belum merampungkan pembangunan masjid kami Kami telah berusaha mengumpulkan infaq dan shadaqah, tetapi sampai sekarang belum selesai juga. Kami mengharap fatwa Anda atas pertanyaan kami ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita semua taufikNya. Selain itu, mereka juga mengkafirkan para masyaikh, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, semoga Allah merahamati keduanya.Jawaban.Ber-istighatsah kepada orang-orang yang telah meninggal, berdo’a kepada mereka saja tanpa berdo’a kepada Allah atau juga berdo’a kepada Allah, adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Sama saja baik yang diminta itu nabi ataupun bukan nabi. Begitu pula, berdo’a kepada [orang yang masih hidup tetapi] tidak hadir [tidak di tempat] adalah syirik besar, mengeluarkan pelakunya dari Islam –kita berlindung kepada Allah darinya-.Tidak sah shalat dibelakang mereka disebabkan kesyirikan mereka. Adapun orang yang ber-istighatsah hanya kepada Allah saja dengan cara bertawassul menggunakan kedudukan orang-orang yang telah meninggal itu, atau berkeliling di kubur mereka dengan tidak meyakini bahwa mereka dapat memberi pengaruh, tetapi hanya berharap kalau kedudukan mereka di sisi Allah akan menjadi sebab dikabulkannya doa, maka dia adalah seorang mubtadi [pelaku bid’ah]. Dia berdosa karena menggunakan wasilah atau cara yang syirik. Dikhawatirkan cara itu dapat menggiringnya kepada syirik besar.Kami memohon kepada Allah agar menolong kalian untuk dapat menyebarkan tauhid ini dan membela kebenaran serta memerangi para pelaku bida’ah.Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/105-106, Fatwa no. 4154 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’dah 1423H Hal. 8]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=681&bagian=0


Artikel Bermakmum Di Belakang Pelaku Kesyirikan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bermakmum Di Belakang Pelaku Kesyirikan.

Seseorang Melaksanakan Haji Dan Dalam Hartanya Terdapat Harta Curian, Dan Haji Dari Hasil Berhutang

Kumpulan Artikel Islami

Seseorang Melaksanakan Haji Dan Dalam Hartanya Terdapat Harta Curian, Dan Haji Dari Hasil Berhutang Seseorang Melaksanakan Haji Dan Dalam Hartanya Terdapat Harta Curian, Dan Haji Dari Hasil Berhutang

Kategori Hajji Dan Umrah

Sabtu, 20 Maret 2004 07:05:37 WIBSESEORANG MELAKSANAKAN HAJI DAN DALAM HARTANYA TERDAPAT HARTA CURIANOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Azin bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya mengambil sejumlah uang dari bibi saya dari fihak ayah tanpa sepengetahuannya, dan dia telah meninggal sebelum saya mengembalikan uang tersebut. Namun saya telah haji tahun lalu dan sejumlah uang tersebut masih dalam tanggungan saya. Pertanyaan saya, apakah haji saya sah Dan apa yang harus saya lakukan terhadap uang tersebut agar saya bebas dari tanggungan, sedangkan bibi saya tidak mempunyai ahli waris selain ayah saya, dan beberapa saudara laki-laki ayah Mohon penjelasan, semoga Allah memberikan balasan baik kepada Anda.JawabanInsya Allah haji Anda sah jika telah menunaikan kewajiban-kewajiban haji dengan sempurna dan meninggalkan apa-apa yang dapat merusaknya. Namun Anda harus bertaubat kepada Allah sebab mengambil harta bibi Anda dengan cara yang tidak benar, dan Anda wajib menyerahkan apa yang diambil dari bibi kepada ayah Anda jika dia sebagai ahli warisnya. Kami bermohon kepada Allah semoga Allah mengampuni kami dan anda, juga kepada setiap muslim dari segala dosa.INGIN HAJI TAPI MEMPUNYAI UTANGOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya ingin melaksanakan haji wajib tahun ini, tapi saya mempunyai utang sejumlah uang dan saya membayarnya secara kredit setiap bulan, sedangkan masa pembayaran harus habis setelah enam bulan dari sekarang. Apakah saya wajib haji padahal saya telah mempunyai sejumlah utang sebelum saya memikirkan untuk melaksanakan haji wajib dan tujuan baik yang lain .JawabanJika seseorang mempunyai biaya haji dan membayar utang pada waktunya, maka wajib haji karena keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban terhadap Allah yaitu [bagi] orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97]Tapi jika tidak mempunyai biaya haji karena harus membayar utang, maka tidak wajib haji berdasarkan ayat tersebut dan hadits-hadits shahih yang searti dengannya.HAJI DENGAN MENGUTANGOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya ingin haji, tapi tidak mempunyai biaya yang mencukupi. Lalu kantor tempat saya bekerja menyetujui memberikan pinjaman kepada saya untuk biaya haji dengan cara memotong gaji setelah itu. Apakah cara ini dibenarkan JawabanJika Anda ingin haji dengan uang pinjaman, maka cara yang Anda lakukan dapat dibenarkan. Tapi yang utama dan lebih baik adalah tidak melakukan itu. Sebab Allah hanya mewajibkan haji kepada orang yang mampu, sedangkan Anda sekarang belum mampu.Sebaiknya Anda tidak meminjam uang untuk haji. Sebab Anda tidak mengerti, barangkali utang itu masih dalam tanggungan sedangkan Anda tidak mampu membayarnya setelah itu, misalnya karena sakit atau tempat kerja mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia. Maka seyogianya Anda jangan mengutang untuk haji. Kapan saja Allah memberikan kecukupan kepada Anda dan mampu haji dari dana sendiri, maka lakukanlah. Tapi jika tidak, maka jangan mengutang untuk haji.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Azin Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 58 - 61, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=507&bagian=0


Artikel Seseorang Melaksanakan Haji Dan Dalam Hartanya Terdapat Harta Curian, Dan Haji Dari Hasil Berhutang diambil dari http://www.asofwah.or.id
Seseorang Melaksanakan Haji Dan Dalam Hartanya Terdapat Harta Curian, Dan Haji Dari Hasil Berhutang.

Hukum Qoza Dan Mencabut Uban

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Qoza Dan Mencabut Uban Hukum Qoza Dan Mencabut Uban

Kategori Fiqih Ibadah

Senin, 17 Januari 2005 14:05:29 WIBHUKUM QOZA DAN MENCABUT UBANOlehSyaikh Abdul Aziz Muhammad As-SalmanPertanyaan.Apa yang dimaksud dengan qoza Bagaimana hukumnya dan apa dalilnya Jawaban.Yang dimaksud dengan qoza adalah mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Adapun hukumnya adalah makruhDalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.â€Å"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang qoza”Kemudian Nafi’ ditanya, â€Å"Apa yang dimaksud dengan qoza ” Dia menjawab, â€Å"Mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lain” [Bukhari No. 5576 dan Muslim No. 2120]Begitupula hadits lain dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang anak yang dicukur sebagian rambut kepalanya dan dibiarkan sebagian yang lain, maka beliau melarang perbuatan mereka itu dengan bersabda.â€Å"Artinya : Cukurlah seluruhnya atau biarkan saja seluruhnya” [Ahmad II/88, Abu Dawud No. 4195, Nasa’i 5048 dan Nasa’i dengan sanad yang shahih]Pertanyaan.Apa hukumnya mencabut uban dan hukum mengubah warnanya [menyemirnya] Apa pula dalilnya Jawaban.Mencabut uban hukumnya makruh [dibenci]. Demikian pula mengubah warnanya [menyemir] dengan warna hitam hukumnya makruh.Adapun dalil larangan mencabut uban adalah sebuah hadits dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Janganlah kalian mencabut uban karena uban itu cahaya seorang muslim. Tidaklah seorang muslim tumbuh ubannya karena [memikirkan] Islam malainkan Allah tulis untuknya [dengan sebab uban tersebut] satu kebaikan, mengangkatnya [dengan sebab uban tersebut] satu derajat, dan menghapus darinya [dengan sebab uban tersebut] satu kesalahan” [Ahmad II/179, 210 –dan ini lafalnya, Abu Dawud No. 4202]Begitu pula hadits dari Ka’ab bin Murrah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang tumbuh ubannya karena [memikirkan] Islan, maka pada hari kiamat nanti dia akan mendapatkan cahaya”[Tirmidzi No. 1634 –dan ini lafalnya-, dan Nasa’i 3144 dengan tambahan lafal ‘fii sabilillah’]Adapun dalil kemakruhan mengubah warna uban dengan warna hitam adalah berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, â€Å"Pada hari ditaklukannya kota Mekkah, Abu Quhafah [ayah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu] dibawa menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang rambut kepalanya putih seperti kapas, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Bawalah dia ke salah seorang isterinya agar mengubah warna rambutnya dengan sesuatu [bahan pewarna] dan jauhilah warna hitam”[Hadits Riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi] [1]Abu Dawud No. 4212 dan Nasa’i No. 5075 telah meriwayatkan sebuah hadits dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.â€Å"Artinya : Pada akhir zaman nanti akan ada suatu kaum yang menyemir dengan warna hitam seperti arang. Mereka ini tidak akan mencium bau harumnya surga”.Adapun mengubah [menyemir] rambbut dengan inai dan katam [2] maka hukumnya sunnah, dan tidak [memyemir] dengan tumbuhan waros dan za’faron [3]. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik bahan untuk mengubah [menyemir] uban ini adalah inai dan katam” [Ahmad V/147, 150, 154, 156, 169. Tirmidzi No. 1752. Abu Dawud No. 4205, Nasa’i No. 5062. Ibnu Majah No. 3622]Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Pernah ada seorang laki-laki melewati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang rambut ubannya disemir dengan inai, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Betapa bagusnya ini”.Ibnu Abbas berkata, kemudian laki-laki lain lewat sedang rambut ubannya disemir dengan inai dan katam, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Ini lebih baik dari yang tadi”.Kemudian laki-laki lain lewat sedang rambut ubannya disemir dengan warna kuning, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Ini adalah yang terbaik dari semuanya” [Abu Dawud No. 4211, diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah No. 3627][Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 06/I/rabi’ul Awwal 1424H -2003M]_________Foote Note[1] Lihat shahih Muslim No. 2102, Sunan Abu Dawud No. 4206, Sunan An-Nasa’i No. 5076 dan 5242, Sunan Ibnu Majah 3642 dan Musnad Ahmad III/316[2] Sejenis tumbuhan yang menghasilkan waran kemerah-merahan atau kekuning-kuningan, semacam pacar.[3] Sejenis tumbuhan yang menghasilkan waran kemerahan atau kekuningan.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1308&bagian=0


Artikel Hukum Qoza Dan Mencabut Uban diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Qoza Dan Mencabut Uban.

Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka?bah DanMenujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka?bah DanMenujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau

>> Pertanyaan :

Ada seseorang bertanya: Kami sering mendapatkan surat-surat di kelambuKabah, pada alamatnya tercatat secara singkat: Kepada AllahSubhannahu wa Ta'ala Yang Maha Pemurah. Di dalam surat itu adaungkapan sebagai berikut: Wahai kekasih Allah, kami sangat berharapdapat berziarah ke rumahmu dan dekat darimu, dan kami mendambakandapat melakukan shalat di tanah sucimu yang mulia. Aku berharapkepadamu, wahai kekasih Allah agar engkau sudi mengabulkan permohonankami, menjadikan kami dekat darimu bersama keluarga dan suamiku, agardengan kedekatanku darimu itu aku menjadi bahagia. Shalawat atasmu,wahai kekasih Allah. Dari: pelayanmu yang patuh, Alawiyah binti Aisyah.

Bagaimana pendapat Syaikh mengenai orang yang menulis seperti ini danmeyakininya?

>> Jawaban :

Surat itu jelas dari Alawiyah binti Aisyah ditujukan kepadaRasu-lullah Shalallaahu alaihi wasalam dan isinya adalah berdoakepada selain Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Berdoa kepada selain Allah Subhannahu wa Ta'ala itu adalah syirikakbar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, karena RasulullahShalallaahu alaihi wasalam tidak dapat mendatangkan manfaat ataupunkemudharatan untuk dirinya dan beliau pun tidak dapat memberikanmanfaat dan keburukan terhadap orang lain. Allah Subhannahu wa Ta'alatelah berfirman,

Katakan wahai Muhammad: Aku tidak mengatakan kepada kamu bahwapembendaharaan Allah ada padaku, dan tidak pula aku mengetahui yangghaib dan tidak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorangmalaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.[Al-Anam: 50].

Jadi, perbendaharan Allah tidak ada pada Nabi Muhammad Shalallaahualaihi wasalam untuk bisa memberikannya kepada siapa yangdikehendakinya dan beliau juga tidak mengetahui yang ghaib untuk bisamemperingatkan apa yang akan terjadi, dan beliau juga bukan seorangmalaikat. Beliau tiada lain adalah seoranag manusia biasa, bahkanbeliau adalah salah seorang dari hamba Allah q, beliau hanya mengikutiapa yang diwahyukan kepada-nya saja. Beliau pun mendapat predikat [gelar]hamba, itu pun dalam konteks penghormatan untuk beliau, sepertikonteks penurunan Al-Quran dan konteks isra serta pembelaanterhadapnya.

Yang penting, surat itu dan yang serupa dengannya adalah kesyirikanakbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, [sebab] RasulullahShalallaahu alaihi wasalam tidak dapat menolak atau memberikanmanfaat kepada si perempuan itu atau kepada lainnya.

Katakanlah, Aku tidak kuasa mendatang sesuatu kemudaratan punkepadamu dan tidak [pula] sesuatu kemanfaatan. [Al-Jin: 21].

Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam pernah mengumpulkan kaumkerabatnya dan beliau pun menyeru mereka dengan mengatakan,

Aku tidak dapat menyelamatkan kalian sedikit pun [darisiksa] Allah.

Maka perempuan yang melakukan hal tersebut wajib bertobat kepada AllahSubhannahu wa Ta'ala dan berdoa hanya kepada Allah Subhannahu waTa'ala saja, karena Dialah yang dapat menghilangkan keburukan dan Diapula yang mengabulkan doa orang yang terjebak dalam bahaya apabila iaberdoa kepada-Nya.

Di dalam ungkapannya terdapat satu hal penting yang harus kitakomentari, yaitu ucapannya mengenai Rasulullah Shalallaahu alaihiwasalam : Ya Habiballah [Wahai kekasih Alah]. Beliau memang tidakdiragukan lagi adalah kekasih Allah, namun ada ungkapan lain yanglebih tinggi dari itu, yaitu Khalilullah [yang sangat dikasihiAllah], sebagaimana beliau sabdakan,

Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mengangkatkusebagai seorang khalil, sebagaimana Dia telah mengangkat Ibrahimsebagai khalil.

Oleh karena itu, siapa saja yang mensifati beliau dengan habib [kekasih]saja, maka berarti telah merendahkan derajat beliau, sebab Khullahitu lebih tinggi dan lebih agung daripada Mahabbah.

Semua kaum Muminin itu adalah para kekasih Allah, akan tetapiRasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berada pada tingkat yang lebihdari itu, yaitu tingkat khullah [yang sangat dikasihi]. Maka dariitu kita katakan bahwa sesungguhnya Muhammad Rasulullah Shalallaahualaihi wasalam adalah khalilullah. Ungkapan ini lebih tinggi daripadaungkapan kita: beliau adalah habibullah.

[ Ibnu Utsaimin: Fatawal aqidah, hal. 396-397.]

Artikel Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka?bah DanMenujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Meletakkan Surat Pada Kelambu Ka?bah DanMenujukannya Kepada Rasulullah a Atau Selain Beliau.

Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah

Kumpulan Artikel Islami

Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah

Kategori Aqidah Ahlus Sunnah

Jumat, 8 April 2005 15:43:03 WIBPENJELASAN KAIDAH-KAIDAH DALAM MENGAMBIL DAN MENGGUNAKAN DALILOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBagian Kelima dari Enam Tulisan 5/6Penjelasan Kaidah Kesepuluhâ€Å"Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah. Setiap Bid‘ah Adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka.”[A]. Pengertian Bid‘ah.Bid’ah berasal dari kata al-ikhtira’ yaitu yang baru yang dicip-takan tanpa ada contoh sebelumnya.[1]Bid’ah secara bahasa adalah hal yang baru dalam agama setelah agama ini sempurna[2]. Atau sesuatu yang dibuat-buat setelah wa-fatnya Nabi j berupa kemauan nafsu dan amal perbuatan. [3] Bila dikatakan: â€Å"Aku membuat bid’ah, artinya melakukan satu ucapan atau perbuatan tanpa adanya contoh sebelumnya..” Asal kata bid’ah berarti menciptakan tanpa contoh sebelumnya[4]. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala"Artinya : Allah pencipta langit dan bumi...” [Al-Baqarah : 117]Yakni, bahwa Allah menciptakan keduanya tanpa ada contoh sebelumnya.[5]Bid’ah menurut istilah memiliki beberapa definisi di kalangan para ulama yang saling melengkapi.Di antaranya:Al-Imam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah.Beliau Rahimahullah mengungkapkan: â€Å"Bid’ah dalam Islam adalah segala yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni yang tidak diperintahkan baik dalam wujud perintah wajib atau bentuk anjuran.[6]Bid’ah itu sendiri ada dua macam: Bid’ah dalam bentuk ucapan atau keyakinan, dan bentuk lain dalam bentuk perbuatan dan ibadah. Bentuk kedua ini mencakup juga bentuk pertama, sebagaimana bentuk pertama dapat menggiring pada bentuk yang kedua. [7] Atau dengan kata lain, hukum asal dari ibadah adalah dilarang, kecuali yang disyari’atkan. Sedangkan hukum asal dalam masalah keduniaan dibolehkan kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.Asal dari ibadah adalah tidak disyai’atkan, kecuali yang telah disyari’atkan oleh Allah Azza wa Jalla. Dan asal dari kebiasaan adalah tidak dilarang, kecuali yang dilarang oleh Allah[8]. Atau dengan kata lain, hukum asal dari ibadah adalah dilarang, kecuali yang disyari’atkan. Sedangkan hukum asal masalah keduniaan adalah dibolehkan, kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.Beliau [Ibnu Taimiyah Rahimahullah] juga menyatakan: â€Å"Bid’ah adalah yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau ijma’ para Ulama as-Salaf berupa ibadah maupun keyakinan, seperti pandangan kalangan al-Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, Jahmiyah, dan mereka yang beribadah dengan tarian dan nyanyian dalam masjid. Demikian juga mereka yang beribadah dengan cara mencukur jenggot, mengkonsumsi ganja dan berbagai bid’ah lainnya yang dijadikan sebagai ibadah oleh sebagian golongan yang berten-tangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallaahu a’lam.”[9]Imam Asy-Syathibi [wafat tahun 790 H] Rahimahullah.[10]Beliau menyatakan: "Bid’ah adalah cara baru dalam agama yang dibuat menyerupai syari’at dengan maksud untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah".Ungkapan ‘cara baru dalam agama’ itu maksudnya, bahwa cara yang dibuat itu disandarkan oleh pembuatnya kepada agama. Tetapi sesungguhnya cara baru yang dibuat itu tidak ada dasar pedomannya dalam syari’at. Sebab dalam agama terdapat banyak cara, di antaranya ada cara yang berdasarkan pedoman asal dalam syari’at, tetapi juga ada cara yang tidak mempunyai pedoman asal dalam syari’at. Maka, cara dalam agama yang termasuk dalam kategori bid’ah adalah apabila cara itu baru dan tidak ada dasarnya dalam syari’at.Artinya, bid’ah adalah cara baru yang dibuat tanpa ada contoh dari syari’at. Sebab bid’ah adalah sesuatu yang keluar dari apa yang telah ditetapkan dalam syari’at.Ungkapan ‘menyerupai syari’at’ sebagai penegasan bahwa sesuatu yang diada-adakan dalam agama itu pada hakekatnya tidak ada dalam syariat, bahkan bertentangan dengan syari’at dari beberapa sisi, seperti mengharuskan cara dan bentuk tertentu yang tidak ada dalam syari’at. Juga mengharuskan ibadah-ibadah tertentu yang dalam syari’at tidak ada ketentuannya.Ungkapan ‘untuk melebih-lebihkan dalam beribadah kepada Allah’, adalah pelengkap makna bid’ah. Sebab demikian itulah tujuan para pelaku bid’ah. Yaitu menganjurkan untuk tekun beribadah, karena manusia diciptakan Allah hanya untuk beribadah kepadaNya seperti disebutkan dalam firmanNya : â€Å"Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu” [Adz-Dzariyaat : 56]. Seakan-akan orang yang membuat bid’ah melihat bahwa maksud dalam membuat bid’ah adalah untuk beribadah seba-gaimana maksud ayat tersebut, dan dia merasa bahwa apa yang telah ditetapkan dalam syari’at tentang undang-undang dan hukum-hukum belum mencukupi sehingga dia berlebih-lebihan dan menambahkan serta dia mengulang-ulanginya.[11]Beliau Rahimahullah juga mengungkapkan definisi lain: â€Å"Bid’ah adalah satu cara dalam agama ini yang dibuat-buat, bentuknya menyerupai ajaran syari’at yang ada, tujuan dilaksanakannya adalah sebagaimana tujuan syari’at.” [12]Beliau menetapkan definisi yang kedua tersebut, bahwa kebiasaan itu bila dilihat sebagai kebiasaan biasa tidak akan mengan-dung kebid’ahan apa-apa, namun bila dilakukan dalam wujud ibadah, atau diletakkan dalam kedudukan sebagai ibadah, ia bisa dimasuki oleh bid’ah. Dengan cara itu, berarti beliau telah meng-korelasikan berbagai definisi yang ada. Beliau memberikan contoh untuk kebiasaan yang pasti mengandung nilai ibadah, seperti jual beli, pernikahan, perceraian, penyewaan, hukum pidana,... karena semuanya itu diikat oleh berbagai hal, persyaratan dan kaidah-kaidah syariat yang tidak menyediakan pilihan lain bagi seorang muslim selain ketetapan baku itu. [13]Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullah[14] [wafat th. 795 H].Beliau Rahimahullah menyebutkan: â€Å"Yang dimaksud dengan bid’ah adalah yang tidak memiliki dasar hukum dalam ajaran syari’at yang mengindikasikan keabsahannya. Adapun yang memiliki dasar dalam syari’at yang menunjukkan kebenarannya, maka secara syari’at tidaklah dikatakan sebagai bid’ah, meskipun secara bahasa dikata-kan bid’ah. Maka setiap orang yang membuat-buat sesuatu lalu menisbatkannya kepada ajaran agama, namun tidak memiliki landasan dari ajaran agama yang bisa dijadikan sandaran, berarti itu adalah kesesatan. Ajaran Islam tidak ada hubungannya dengan bid’ah semacam itu. Tak ada bedanya antara perkara yang berkaitan dengan keyakinan, amalan ataupun ucapan, lahir maupun batin.Terdapat beberapa riwayat dari sebagian Ulama Salaf yang menganggap baik sebagian perbuatan bid’ah, padahal yang dimaksud tidak lain adalah bid’ah secara bahasa, bukan menurut syari’at.Contohnya adalah ucapan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu, ketika beliau mengumpulkan kaum Muslimin untuk melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan [Shalat Terawih] dengan mengikuti satu imam di masjid. Ketika beliau Radhiyallahu 'anhu keluar, dan melihat mereka shalat berjamaah. Maka beliau Radhiyallahu 'anhu berkata: â€Å"Sebaik-baiknya bid’ah adalah yang semacam ini.” [15][Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Menurut Imam ath-Thurthusyi dalam al-Hawadits wal Bida’ [hal. 40] dengan tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary.[2]. Mukhtarush Shihah [hal. 44].[3]. Al-Qamus al-Muhith, Lisanul ‘Arab dan Fataawaa Ibnu Taimiyyah.[4]. Mu’jamul Maqaayis fil Lughah [hal. 119].[5]. Mufradaat Alfaazhil Qur-an [hal. 111] oleh ar-Raaghib al-Ashfahani, materi kata bada’a.[6]. Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [IV/107-108].[7]. Ibid, [XXII/306].[8]. Ibid, [IV/196].[9]. Ibid, [XVIII/346] dan lihat juga [XXXV/414].[10]. Al-I’tisham [hal. 50] oleh Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Gharnathy asy-Syathibi tahqiq Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly. Daar Ibni ‘Affan Cet. II, 1414 H.[11]. Lihat Ilmu Ushuulil Bida’ [hal. 24-25] oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid.[12]. Al-I’tisham [hal. 51].[13]. Al-I’tisham [II/568, 569, 570, 594]. Lihat juga Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid’ah [hal. 30-31] oleh Syaikh Sa’id bin Wahf al-Qahthany.[14]. Jami’ul ‘Ulum wal Hikam [hal. 501, cet. II, Daar Ibnul Jauzi-1420 H] tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad. Lihat Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid’ah [hal. 30-31].[15]. Shahih al-Bukhari [no. 2010]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1399&bagian=0


Artikel Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah.