Jumat, 20 Juni 2008

Nikah Syigar

Kumpulan Artikel Islami

Nikah Syigar

>> Pertanyaan :

Lajnah Daimah ditanya: Nikah syighar banyak terjadi di daerah selatan[Saudi], sebagian orang membuat rekayasa [hilah] agar tidak ditolakdan dikejar-kejar, di antara rekayasa tersebut adalah perbedaan jumlahmahar dan membuat tenggang waktu, artinya salah satu dari keduaorangtua menikah hari ini dan satu lagi besok, atau yang satumelakukan akad nikah di depan lembaga pemerintah berbeda dengan akadyang dilakukan pada yang satu lagi. Apakah nikah tersebut termasuknikah syighar sebab di dalamnya ada kalimat: 'Jika engkaumengawinkanku, maka aku akan mengawinkanmu' ?

>> Jawaban :

Perlu diketahui bahwa dalam masalah ini Mufti negara Saudi SyaikhMuhammad bin Ibrahim telah berfatwa dan kita cukup menjawab pertanyaanini dengan fatwa beliau. Adapun isi fatwanya antara lain:Alhamdulillah, nikah syighar adalah seorang laki-laki mau menikahkanputri-nya dengan seseorang asalkan orang tersebut mau menikahkanputrinya dengannya tanpa adanya mahar di antara keduanya ataumenikahkan saudara perempuannya kepada seseorang dengan syarat orangitu menikahkan dia kepada saudara perempuannya juga tanpa ada mahar diantara keduanya. Pernikahan tersebut dinamakan nikah syighar yangberarti anjing sedang mengangkat salah satu kakinya pada saat kencing,sebab cara tersebut di-anggap keji oleh ajaran Islam. Seakan-akanorang yang melakukan akad nikah tersebut mengangkat salah satu kakinyadalam rangka memenuhi keinginan saudaranya.

Syighar juga berarti sepi atau kosong artinya satu sama lain salingmengosongkan kemaluannya dari mahar. Seluruh ulama sepakat bahwapernikahan tersebut diharamkan sebab bertentangan dengan hadits-haditsdan tujuan ajaran syariat. Dalam hadits yang shahih dari Nafi' dariIbnu Umar Radhiallaahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihiwa Sallam melarang nikah syighar. Nikah syighar adalah seoranglaki-laki mau menikahkan putrinya dengan seseorang asalkan orangtersebut mau menikahkan putrinya dengannya tanpa adanya mahar diantara keduanya. Dan dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Ibnu UmarRadhiallaahu anhu bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallambersabda: Tidak ada nikah syighar dalam Islam .

Dan dari Abi Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahualaihi wa Sallam melarang nikah syighar. Syighar adalah seorang yangmengatakan: Saya mau menikahkan putriku dengan kamu asalkan kamu maumenikahkan putrimu denganku atau saya mau menikahkan saudariku dengamuasalkan kamu mau menikahkan sau-darimu denganku . Dalam shahih Muslimdari Abu Zubair Radhiallaahu anhu sesungguhnya ia mendengar JabirRadhiallaahu anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallammelarang nikah syighar dan dari Abdurrahman bin Hurmus bin A'rajsesungguhnya Abbas bin Abdullah bin Abbas menikahkan Abdurrahman binHakam dengan putrinya dan Abdurrahman menikahkan putrinya dengan Abbasbin Abdullah bin Abbas tanpa mahar, lalu Muawiyah menulis surat kepadaMarwan bin Hakam. Dan beliau memerintahkan untuk membatalkanpernikahan, dan mengatakan dalam suratnya:Pernikahan tersebut termasuk pernikahan syighar yang di-larangRasulullah . [HR. Ahmad]. Para ulama berbeda pendapat dalammenafsirkan makna syighar, sebagai-mana mereka juga berbeda pendapattentang sah dan tidaknya nikah tersebut. Imam Syaukani dalam kitabNailul Authar menyebutkan bahwa nikah syighar ada dua pengertian;pertama adalah yang disebutkan dalam hadits-hadits itu yang berartikosongnya masing-masing kemaluan dari mahar; kedua berartimasing-masing wali mau menikahkan wanita yang di bawah kewaliannyadengan syarat kedua belah pihak saling menikah dengan wanita yang dibawah perwalian mereka masing-masing. Sebagian ulama mengam-bilpengertian yang pertama saja sehingga melarangnya. Adapun yang ke-dua,mereka tidak melarangnya. Ibnu Abdul Bar berkata: Para ulama sepakatbahwa nikah syighar tidak boleh, akan tetapi mereka berbeda pendapattentang sah atau tidaknya akad nikah, jumhur ulama menyatakan bahwaakad nikah tersebut tidak sah. Imam Malik dalam salah satu riwayatmenyebutkan bahwa jika kedua suami istri belum bercampur, makapernikahan tersebut harus dibatalkan. Akan tetapi jika keduanya telahbercampur, maka perni-kahan tersebut harus dipertahankan. Dan IbnulMundzir meriwayatkan pendapat itu dari Al-Auza'i, ulama-ulama madzhabHanafi, juga Zuhry, Makhul, Ats-Tsaury, Al-Laits, Imam Ahmad dalamsatu riwayat, Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat bahwa nikah syighar sahtetapi masing-masing wajib membayar mahar. Imam Ibnul Qayyim dalamkitab Zadul Ma'ad mengata-kan bahwa para ulama ahli fiqh berbedapendapat dalam masalah ini,

Imam Ahmad berpendapat nikah syighar yang bathil [tidak sah] adalahmasing-masing wali mau menikahkan wanita yang di bawah kewaliannyadengan syarat kedua belah pihak saling menikah dengan wanita yang dibawah perwalian mereka masing-masing tanpa mahar. Jika merekamenyebutkan mahar, maka akad nikah tersebut dinyatakan sah.

Akan tetapi Imam Al-Kharqi berpendapat bahwa nikah syighar tidak sahwalaupun dengan menyebutkan mahar, begitu juga Imam Abu Barakat IbnuTaimiyah dan beberapa pengikut Imam Ahmad berpendapat bahwa apabilamereka menyebutkan mahar dalam akad nikah, setelah akad nikahmasing-masing menggugurkan mahar pernikahan, maka akad nikah tersebutdianggap tidak sah. Dalam kitab Muharrar disebutkan bahwa apabilamasing-masing wali mau meni-kahkan wanita yang di bawah kewaliannyadengan syarat kedua belah pihak saling menikah dengan wanita yang dibawah perwalian mereka masing-masing tanpa mahar, maka pernikahantersebut tidak sah dan itulah yang dimaksud dengan nikah syighar.Apabila masing-masing menyebutkan mahar, maka akad nikah tersebutdinyatakan sah. Akan tetapi Imam Al-Kharqi berpendapat bahwapernikahan tersebut tidak sah baik menggunakan mahar maupun tidak.Menurut pendapat saya jika masing-masing menggugurkan mahar merekaatau memberi mahar hanya secara simbolis, maka hukum pernikahantersebut adalah batil dan harus dibatalkan, baik sudah dicampuri ataubelum. Syariat Islam telah mengharamkan nikah syighar sebab pernikahantersebut mengandung unsur penipuan terhadap tanggung jawab kewalian.

Seharusnya seorang wali berusaha untuk mencarikan jodoh sebaik mungkinbagi wanita yang di bawah kewaliannya, yang akan membawa merekabahagia dunia dan akhirat. Dan seharusnya para wali selalumengutamakan maslahat wanita yang di bawah kewaliannya dan bukan hanyauntuk mementingkan hawa nafsu pribadi. Karena wanita bukanlah binatangatau budak yang bisa dimanfaat-kan untuk memenuhi kesenangan sesaat,tetapi wanita itu merupakan amanah, yang harus dicarikan calon suamiyang baik dan mahar yang wajar.

Ketahuilah bahwa masing-masing wali adalah pemimpin dan akan dimintatanggung jawab atas kepemimpinannya. Jika para wali semena-mena dantidak memperhatikan maslahat wanita yang di bawah kewaliannya, makakewalian tersebut dicabut darinya dan berpindah kepada wali yang lebihbaik. Adapun menyebarnya nikah syighar di daerah selatan [Saudi]dikalangan Bani Harits, hendaknya bagi setiap orang yang memilikighirah ke-Islaman untuk mencegah dan melarang perbuatan tersebutdengan cara melaporkan kepada pihak yang berwajib Dan mereka pastiakan menindak dan meng-hentikan perbuatan tersebut baik secara lisanatau kekuasaan demi tegaknya Islam dan hukum Allah.

Artikel Nikah Syigar diambil dari http://www.asofwah.or.id
Nikah Syigar.

Dan Allah Menyempurnakan CahayaNya [Agamanya]

Kumpulan Artikel Islami

Dan Allah Menyempurnakan CahayaNya [Agamanya] Dan Allah Menyempurnakan CahayaNya [Agamanya]

Kategori Al-Manhaj As-Salafy

Senin, 8 Maret 2004 13:11:52 WIBDAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA MENYEMPURNAKAN CAHAYA-NYA [AGAMANYA].OlehSyaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-HilaalyMeskipun ada tipu daya baik siang maupun malam yang menyeru kaum muslimin kedalam neraka, bermunculanlah sejumlah Du'at kebenaran dari ahli ilmu dan para Thalibul Ilmu. Mereka mengejutkan tempat-tempat kesesatan dan markas-markas penyimpangan yang tumbuh hidup di negeri-negeri muslimin dan menghamburkan kerusakan di tanah air mereka. Hal ini dikarenakan tamu-tamu tak diundang ini memindahkan sasaran mereka seluruhnya atau hampir seluruhnya kepada lingkungan masyarakat salib yahudi. Tamu tak diundang ini menyangka dengan persangkaan buruk bahwa umat ini telah pasti akan keluar dari Islam dan tidak akan kembali. Akan tetapi mereka itu lupa kepada banyak kenyataan yang tidak berjalan sesuai dengan arahan dan tidak masuk dalam perhitungan mereka, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala menyumpal pendengaran mereka dari mendengar, menutup hati mereka dari memahami dan menutup penglihatan mereka dari melihat kebenaran.[1]. Mereka telah lalai terhadap hal-hal yang sangat mendasar, bahwa segala sesuatu berada di dalam kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi yang telah lalu maupun yang akan datang, dan bukan di tangan mereka atau yang lainnya dari manusia dan jin. [1]Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"Artinya : Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengatahuinya" [Yusuf : 21]Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka". [Al-Qashah : 68]Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Allah pencipta langit dan bumi, dan Dia berkehendak [untuk menciptakan] sesuatu, maka [cukuplah] Dia hanya mengatakan kepadanya : "Jadilah". Lalu jadilah ia". [Al-Baqarah : 117]Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan keberadaan agama ini di dunia walaupun ada tipu daya dan makar para musuh-musuh, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Mereka ingin memadamkan cahaya [agama] Allah dengan mulut [ucapan-ucapan] mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dia-lah yang mengutus rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci" [Ash-Shaaf : 8-9]Hal ini menuntut keberadaan sekelompok dari kaum muslimin yang menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tidak merusak mereka tipu daya para musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala sampai hari kiamat.[2]. Kebanyakan kaum muslimin telah memeluk agama ini berabad-abad lamanya sebelum para penghasut menerbarkan racun-racun salibisme, yahudisme serta penyimpangan agama ke dalam negeri-negeri muslimin. Jika kaum muslimin lalai dari agamanya beberapa saat, maka itu hanyalah seperti awan musim panas yang jumlahnya sedikit yang segera akan hilang ketika hilang pengaruh bius yang disuntikkan ke dalam tubuh umat Islam. Hal ini menuntut keberadaan di permukaan bumi ini orang yang melaksanakan agama Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberikan hujah kepada manusia, mengatakan kebenaran, menjelaskan dan menerangkannya.[3]. Mereka telah lalai bahwa agama ini adalah agama kebenaran, dan kebanaran akan tetap tinggal di permukaan bumi ini karena dia bermanfaat bagi manusia. Kekekalan adalah milik kebenaran karena dia lebih kuat dan lebih pantas dan sungguh kamu akan mengetahui kebenarannya setelah beberapa waktu.Ini menuntut keberadaan sekelompok kaum muslimin yang berada di atas kebenaran yang tidak merugikan dan merendahkan mereka orang yang menyelisihi, karena umat yang dirahmati ini tidak akan bersepakat di dalam kesesatan.[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf [Studi Kritis Solusi Problematika Umat] oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]_________Foote Note.[1] Saya telah mengambil asal perkataan ini dari kitab Waaqiunal Muashir karya Muhammad Qutub ! dan kitab ini terdapat banyak kekeliruan dan kesalahan yang berbahaya seputar manhaj salaf, dan saya telah menjelaskannya dalam tulisan khusus yang saya beri judul : "Aqdul Khanaashir fi Raddi Abaathili Waqiunaa Al-Muashir.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=416&bagian=0


Artikel Dan Allah Menyempurnakan CahayaNya [Agamanya] diambil dari http://www.asofwah.or.id
Dan Allah Menyempurnakan CahayaNya [Agamanya].

Penjelasan Seputar Nikah Dengan Niat Talak

Kumpulan Artikel Islami

Penjelasan Seputar Nikah Dengan Niat Talak

>> Pertanyaan :

Salah seorang rekan menyebutkan bahwa ia pernah membaca dari Syaikhyang terhormat, bahwasanya boleh menikah dengan niat talak dengantidak dibatasi kapan waktu talaknya, dan bahwasanya Syaikh jugamenasehatkan kepada para pemuda yang bepergian jauh agar menikahdengan cara seperti itu, dan bahwasanya sangat mungkin akan lahir rasasaling mencintai di antara mereka berdua dan dikarunia anak oleh AllahSubhannahu wa Ta'ala sehingga pernikahan menjadi langgeng. Apakah inibenar Kami memohon penjelasannya?

>> Jawaban :

Fatwa itu telah dikeluarkan oleh Lajnah Daimah untuk UrusanPenelitian Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang saya pimpin dandengan keterlibatan saya di situ. Ini adalah pendapat Jumhur ulama,sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah Rahimahullaah di dalamkitabnya Al-Mughni. Namun niat tersebut hanya diketahui oleh dirinyasendiri dan Allah saja. Itu tidak termasuk nikah mutah.

Adapun jika hal itu disepakati bersama pihak keluarga perempuan ataudengan syarat untuk waktu tertentu saja, maka nikah seperti itu munkar,tidak boleh dilakukan dan termasuk dalam katagori nikah mutah nanbatil, karena Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah melarangnyadan telah memberitahukan bahwa Allah telah mengharamkannya hingga harikiamat. Wabillahittaufiq.

[ Fatawa Islamiyah, dihimpun oleh Muhammad bin Abdul Aziz al-Musnad,hal. 235. dari Fatwa Syaikh Ibnu Baz. ]

Artikel Penjelasan Seputar Nikah Dengan Niat Talak diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penjelasan Seputar Nikah Dengan Niat Talak.

Hukum Mengambil Harta Suami Tanpa Sepengetahuannya

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Mengambil Harta Suami Tanpa Sepengetahuannya

>> Pertanyaan :

Suami saya tidak memberi nafkah kepada saya dan tidak pula kepadaanak-anak saya. Kadang kami mengambil dari hartanya tanpasepengetahuannya, Apakah kami berdosa?

>> Jawaban :

Seorang istri boleh mengambil dari harta suaminya tanpasepenge-tahuannya sebanyak yang dibutuhkannya dan dibutuhkananak-anaknya dengan cara yang baik, tidak berlebihan dan tidak tabdzir,jika memang sang suami tidak memenuhi kebutuhannya, berdasarkanriwayat yang disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari Aisyah Radhiallaahuanha, bahwa Hindun binti Utbah mengadu kepada Rasulullah Shalallaahualaihi wasalam, Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan tidakmemberiku [nafkah] yang mencukupiku dan mencukup anakku. Lalu NabiShalallaahu alaihi wasalam bersabda, Ambillah dari hartanya dengancara yang baik sebanyak yang bisa mencukupi keperluanmu dan mencukupianakmu.

Hanya Allahlah pemberi petunjuk.

[ Fatawa Al-Marah, hal. 65-66, Syaikh Ibnu Baz ]

Artikel Hukum Mengambil Harta Suami Tanpa Sepengetahuannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Mengambil Harta Suami Tanpa Sepengetahuannya.

Mewakilkan Melontar Karena Berdesak-Desakan Dan Kendaraan Macet, Mewakilkan Thawaf, Mewakilkan Sai

Kumpulan Artikel Islami

Mewakilkan Melontar Karena Berdesak-Desakan Dan Kendaraan Macet, Mewakilkan Thawaf, Mewakilkan Sai Mewakilkan Melontar Karena Berdesak-Desakan Dan Kendaraan Macet, Mewakilkan Thawaf, Mewakilkan Sai

Kategori Hajji Dan Umrah

Minggu, 9 Januari 2005 14:57:46 WIBMEWAKILKAN MELONTAR KARENA BERDESAK-DESAKAN DAN LAIN-LAINOlehAl-Lajnah Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Da'imah Lil Ifta ditanya : Apakah wanita boleh mewakilkan melontar jumrah karena takut berdesak-desakan sedangkan dia melaksanakan haji wajib, ataukah dia harus melontar sendiri .JawabanKetika terjadi kepadatan dan berdesak-desakan pada tempat melontar jumrah, maka wanita boleh mewakilkan melontar kepada orang lain, meskipun hajinya haji wajib. Demikian itu adalah karena sakit atau lemahnya wanita, atau untuk menjaga kandungannya jika dia sedang hamil, atau melinduangi harga diri dan kehormatannya dari pelecehan.MEAKILKAN MELONTAR BAGI ORANG YANG MAMPU MELAKUKAN SENDIRI KARENA KENDARAAN MACETOlehAl-Lajnah Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Apakah boleh bagi orang yang mengendarai mobil dan terhalang kemacetan di jalan hingga shalat 'ashar untuk mewakilkan melontar jumrah kepada orang lain .JawabanOrang yang disebutkan itu wajib melontar sendiri selama dia mampu melakukannya, yaitu orang yang mendapat kesulitan di antara mobil atas pilihannya sendiri. Sebab dia mempunyai kesempatan untuk melontar kemudian menyetir mobilnya, dan juga orang tersebut masih mempunyai waktu antara ashar dan maghrib. Karena itu dia mempunyai waktu yang cukup untuk melontar dan shalat ashar pada waktunya.MEWAKILKAN MELONTAR JUMRAH DAN THAWAF WADA'OlehAl-Lajnah Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Apa hukum orang yang mewakilkan melontar jumrah pada hari kedua, dan apa hukum orang yang mewakilkan thawaf wada' sedangkan dia pulang ke daerahnya, dimana orang yang mewakilkan tersebut anak muda JawabanPertama, jika orang yang mewakilkan melontar karena tidak mampu melontar sendiri dan orang yang mewakilinya adalah orang yang haji, mukallaf dan amanat, maka melakukan perwakilan dalam melontar seperti itu sah hukumnya, meskipun orang yang mewakilinya melontar masih muda. Yaitu dengan cara agar orang yang mewakili itu melontar dulu untuk dirinya kemudian untuk orang yang mewakilinya. Adapun jika orang yang mewakilkan mampu melontar sendiri, atau orang yang mewakili bukan mukallaf atau orang yang tidak haji, maka perwakilan seperti itu tidak sah dan bagi orang yang mewakilkan wajib membayar dam.Kedua, tidak sah mewakilkan thawaf wada' atau thawaf yang lain. Siapa yang mewakilkan thawaf wada' kepada orang lain dan tidak thawaf sendiri, maka dia berdosa dan wajib membayar dam karena meninggalkan thawaf wada', yaitu dengan menyembelih kambing di tanah haram. Sedangkan bagi orang yang mewakilkan melontar maka dia tidak boleh meninggalkan Mina hingga orang yang mewakili melontar selesai dari melontarnya. Lalu dia [orang yang mewakilkan melontar] harus thawaf sendiri setelah selesainya melontar yang diwakilkan kepada orang lain tersebut.MEWAKILKAN THAWAFOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Ibu saya pergi bersama bapak saya untuk haji, dan ikut bersama keduanya tiga orang laki-laki dari jama'ahnya dan masing-masing bersama istrinya untuk melaksanakan haji wajib. Mereka telah melaksanakan semua rukun haji. Dan ketika mereka ingin thawaf wada'. Masjidil Haram penuh sesak dengan jama'ah haji. Maka ibu-ibu yang bersama ibu saya tidak mampu turun ke dalam Masjidil Haram untuk thawaf, lalu mereka mewakilkan thawaf masing-masing kepada suami mereka. Tapi ibu saya bernadzar untuk thawaf, dan benar, ibu memenuhi nadzarnya. Pertanyaan saya, apa hukum nadzar ibu saya ketika dalam Masjidil Haram itu Dan apakah boleh mewakilkan thawaf JawabanTidak boleh mewakilkan thawaf, baik thawaf ziarah maupun thawaf wada'. Siapa yang meninggalkan thawaf maka tidak sempurna hajinya. Tapi untuk thawaf wada' dapat diganti dengan membayar dam, yaitu menyembelih kambing untuk orang-orang miskin tanah haram. Sebagaimana thawaf wada' juga tidak gugur dari wanita yang haidh dan nifas jika mampu dan telah thawaf untuk ziarah.Adapun nadzar seperti itu tidak ada manfaatnya karena sesuatu yang wajib tidak butuh kepada nadzar. Adapun thawaf wada' ketentuan asalnya menurut syar'i adalah wajib. Tapi siapa yang nadzar thawaf yang tidak wajib, maka dia wajib memenuhinya karena menjadi wajib baginya sebagai nadzar, Allah berfirman."Artinya : Dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka" Al-Hajj : 29]MEWAKILKAN SA'IOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa hukum orang yang tidak mampu s'ai dalam haji atau umrah jika dia mewakilkan kepada orang lain Dan apa hukum baginya jika dia sehat setelah habisnya waktu haji JawabanTidak sah orang yang haji atau umrah mewakilkan sa'i kepada orang lain. Tapi dia harus sa'i sendiri meskipun dengan di panggul dengan dipan atau didorong memakai kursi roda. Tapi jika dia tidak kuat sa'i karena sakitnya sangat keras maka dia harus tetap dalam ihramnya hingga sembuh walaupun dalam beberapa bulan jika masih dapat diharapkan kesembuhannya dan tidak boleh membatalkan ihram. Sebab ihram tidak batal apabila dibatalkan. Tapi jika putus asa dari hilangnya penyakit, maka hukum dia seperti orang yang terkepung musuh, yaitu dia harus menyembelih kambing yang diberikan kepada orang-orang miskin Mekkah dan dia tahallul seperti disebutkan dalam firman Allah."Artinya : Jika kamu terkepung [terhalang oleh musuh atau karena sakit] maka sembelihkah kurban yang mudah di dapat" [Al-Baqarah : 196]Tapi jika dia tidak mampu membeli kambing, dia berpuasa sepuluh hari kemudian tahallul. Jika seseorang sakit sebelum hari 'Arafah dan tidak dapat melakukan wukuf maka dia tidak mendapatkan haji dan dia tahallul untuk umrah. Wallahu a'lam.[Disalin dai buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal. 140 - 146, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari, LC]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1291&bagian=0


Artikel Mewakilkan Melontar Karena Berdesak-Desakan Dan Kendaraan Macet, Mewakilkan Thawaf, Mewakilkan Sai diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mewakilkan Melontar Karena Berdesak-Desakan Dan Kendaraan Macet, Mewakilkan Thawaf, Mewakilkan Sai.

Tidak Boleh Ihram Untuk Dua Haji

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Boleh Ihram Untuk Dua Haji Tidak Boleh Ihram Untuk Dua Haji

Kategori Hajji Dan Umrah

Selasa, 21 Desember 2004 13:08:26 WIBTIDAK BOLEH IHRAM UNTUK DUA HAJIOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah sah ihram dengan dua haji atau dua umrah Apakah makna talbiyah, syarat-syarat dan hukumnya JawabanTidak sah satu ihram untuk dua haji, dan tidak diperbolehkan haji kecuali hanya satu kali dalam setahun. Sebagaimana tidak sah juga niat ihram untuk dua umrah dalam satu waktu. Juga tidak boleh menjadikan satu haji untuk dua orang, sebagaimana tidak boleh menjadikan satu umrah untuk dua orang. Sebab tidak terdapat dalil yang menunjukkan demikian itu.Adapun talbiyah adalah, jawaban atas panggilan Allah dalam firman-Nya."Artinya : Dan serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji" [Al-Haj : 27]Adapun redaksi talbiyah adalah :Labbaika Allahumma Labbaika Laa Syarikalaka Labbaika, Innalhamda wa ni'mata Laka walmuka Laa Syariika Laka"Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah dan tiada sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat, dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu"Tidak boleh menambahkan redaksi tersebut dengan apa yang mudah kamu lakukan seperti kamu mengucapkan."Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu, dan bahagia memenuhi panggilan-Mu. Semua kebaikan ada di tangan-Mu, dan keburukan tidak kembali kepada-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh suka cita dalam menghadap kepada-Mu dan beramal. Aku penuhi panggilan-Mu, bagi-Mu dengan sepenuhnya dalam mengabdi dan merendahkan diri" [Muttafaqun 'Alaihi]Sedang hukum talbiyah adalah sunnah muakkad. Namun sebagian ulama mengatakan talbiyah sebagai rukun dalam haji karena talbiyah merupakan syi'ar lahiriah bagi orang yang haji dan umrah.Adapun waktu talbiyah adalah setelah niat seiring ihram ketika di masjid. Seyogianya talbiyah dilakukan ketika naik atau turun kendaraan, ketika mendaki atau turun lembah, ketika mendengar orang yang talbiyah, ketemu kawan, sehabis shalat wajib, menjelang malam atau menjelang pagi, dan lain-lain dari perubahan keadaan. Wallahu A'lam.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1247&bagian=0


Artikel Tidak Boleh Ihram Untuk Dua Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Boleh Ihram Untuk Dua Haji.

Mendapatkan Kesucian Sebelum Habisnya Waktu Shalat, Wajibkah Melakukan Shalat Itu

Kumpulan Artikel Islami

Mendapatkan Kesucian Sebelum Habisnya Waktu Shalat, Wajibkah Melakukan Shalat Itu Mendapatkan Kesucian Sebelum Habisnya Waktu Shalat, Wajibkah Melakukan Shalat Itu

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Sabtu, 7 Februari 2004 23:35:08 WIBMENDAPATKAN KESUCIAN SEBELUM HABISNYA WAKTU SHALAT, WAJIBKAH MELAKUKAN SHALAT ITUOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Apakah hukumnya jika seorang wanita mendapatkan haidh beberapa saat setelah masuknya waktu shalat, apakh wajib baginya untuk mengqadha shalat itu pada saat suci, begitu juga jika seorang wanita mendapatkan kesuciannya beberapa saat sebelum habisnya waktu shalat, wajibkah ia melaksanakan shalat itu JawabanPertama : Jika seorang wanita mendapatkan haidh beberapa saat setelah masuknya waktu shalat dan ia belum melaksanakan shalat itu sebelum datangnya haid maka wajib baginya untuk mengqadha shalat itu jika ia telah suci, hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa yang dapat melakukan satu rakaat dari suatu shalat maka berarti ia telah mendapatkan shalat itu".Dan jika seorang wanita telah memasuki waktu shalat sekedar satu rakaat, kemudian ia mendapatkan haidh sebelum melakukan shalat itu maka diharuskan baginya untuk mengqadha shalat itu jika ia telah suci.Kedua : Jika ia mendapatkan kesuciannya dari haidh beberapa saat sebelum habisnya waktu shalat, maka wajib baginya untuk mengqadha shalat itu, walaupun ia mendapatkan kesuciannya bebeara saat sebelum terbitnya matahari sekadar waktu yang cukup untuk satu rakaat, maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat Shubuh. Begitu pula jika ia mendapatkan kesuciannya beberapa saat sebelum terbenamnya matahari sekadar waktu yang cukup untuk satu rakaat maka wajib baginya untuk shalat Ashar. Jika ia mendapatkan kesuciannnya sebelum pertengahan malam sekadar waktu yang cukup untuk satu rakaat maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat Isya. Jika ia mendapatkan kesuciannya beberapa saat sesudah pertengahan malam maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat Isya dan diwajibkan baginya untuk melaksanakan shalat Shubuh jika telah datang waktu shalat Shubuh, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu [sebagaimana biasa]. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman". [An-Nisa' : 103-104]Yakni, shalat yang wajib itu ditentukan oleh waktu yang terbatas, yang mana tidak boleh baginya untuk melakasanakan shalat jika telah habis waktunya, juga tidak boleh melaksanakan shalat sebelum tiba waktunya.[52 Su'alan 'an Ahkamil Haidh, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 23][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Maratil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tengtang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 133-134, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=149&bagian=0


Artikel Mendapatkan Kesucian Sebelum Habisnya Waktu Shalat, Wajibkah Melakukan Shalat Itu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mendapatkan Kesucian Sebelum Habisnya Waktu Shalat, Wajibkah Melakukan Shalat Itu.

Pelajaran Tentang Manhaj Salaf 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Pelajaran Tentang Manhaj Salaf 1/2 Pelajaran Tentang Manhaj Salaf 1/2

Kategori Manhaj

Kamis, 14 Oktober 2004 13:11:35 WIBPELAJARAN TENTANG MANHAJ SALAFOlehAsy Syaikh Abdullah bin Shalih Al-UbailanBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2PEMBAHASAN PERTAMAYang Dimaksud Dengan Salafush Shalih[a] Etimologi [Secara bahasa] :Ibnul Faris berkata : Huruf sin dan lam dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan â€Å"makna terdahulu” termasuk Salaf dalam hal ini adalah â€Å"orang-orang yang telah lampau” dan arti dari"al-qoumu as-salaafu" artinya : mereka yang mereka yang telah terdahulu.[b] Terminologi [Secara istilah] :Para peneliti berbeda pendapat dalam mengartikan istilah â€Å"Salaf” ini dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan, pendapat-pendapat ini banyak sekali, tetapi yang paling penting ada 4 pendapat :[1]. Sebagian peneliti berpendapat [dengan] membatasi madzhab Salaf pada suatu zaman tertentu dan tidak melebihi zaman itu, kemudian mereka yang berpendapat seperti ini menganggap, bahwa Pemikiran Islami” telah berkembang sesudah itu, dikembangkan oleh orang-orang yang berpendapat seperti ini.[2]. Sebagian lainnya berpendapat bahwa Salaf adalah mereka yang bersandar pada nash-nash [teks-teks] saja, dan tidak bersandar pada akal sedikitpun dan bahwasanya mereka pasrah kepada nash-nash tanpa memahami apa yang ditunjukkan oleh nash-nash itu, lalu mereka menyerahkan maknanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan bahwasanya mereka tersibukkan dengan berbagai macam ibadah serta hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah Subahanhu wa Ta'ala yang mereka pandang paling bermanfaat.[3]. Dan kelompok yang lain menyangka bahwa ilmu yang tumbuh dan berkembang dari pelajaran-pelajaran akal dalam ilmu kalam, berasal dan tumbuh dari madzhab Salaf itu sendiri, dan bukanlah disebabkan pengaruh dari luar [Islam].[4]. Ada juga yang menyangka bahwa madzhab Salaf adalah berdasarkan tujuan-tujuan dan aliran-aliran, dan bahwasanya aliran-aliran ini walaupun berbeda-beda dalam manhaj [metode] tapi diambil dan tumbuh di tangan ulama’ Islam.Dan mereka yang berpendapat seperti ini telah keliru dalam menentukan yang dimaksud dengan Salaf, yang demikian itu disebabkan karena mereka melihat pada masalah ini berdasarkan pada pokok-pokok manhaj, yang dan tidak bertolak dari sandaran /pijakan syariat yang jelas dan tidak ada yang jelas.Dan agar kita sampai pada pemahaman yang benar yang dapat menentukan maksud dari "Salaf" dengan penentuan yang cermat, maka kita diharuskan mengambil pelajaran pada beberapa perkara yang penting dari masalah ini.PERKARA PERTAMA :Mengenal penentuan berdasarkan zaman untuk menerangkan permulaan madzhab Salaf.Dan pendapat penting masalah ini bermacam-macam juga, serta terbagai menjadi empat pendapat :[1]. Di antara para ulama’ ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saja.[2]. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Tabi'in [orang yang berguru kepada Shahabat].[3]. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka yang hidup pada 300 tahun pertama.Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama’ ahli sunnah berpendapat adalah pendapat ketiga. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama 300 tahun [1 H – 300H] yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam.PERKARA KEDUA :Bahwa penentuan zaman tidak cukup untuk memahami makna Salaf, karena kita melihat bahwa kebanyakan dari kelompok-kelompok yang menyimpang dan bid'ah-bid'ah muncul pada masa itu.Keberadaan seseorang pada zaman itu [1H-300H] , tidak cukuk untuk menghukuminya sebagai seseorang yang berjalan di atas madzhab Salafush Shalih, selama tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, dalam perkataan dan perbuatannya, ia [harus] ittiba [mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah] dan bukan berbuat bid'ah [perkara yang tidak terdapat contohnya dalam agama]Kita menyaksikan kebanyakan para ulama’ membatasi istilah istilah Salaf ini dengan menambah kata shalih [salafus shalih. Seandainya penggunaan kata [salaf] secara mutlak [tanpa penambahan kata shalih] dibolehkan, tentunya para ulama telah menggunakan istilah itu.Oleh karena itu kata â€Å"Salaf” ketika diucapkan secara mutlak wajib untuk diartikan dengan makna para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Tabi'in [orang-orang yang berguru kepada para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam] dan orang-orang sesudah mereka, dengan syarat [orang tersebut] berpegang teguh pada metode mereka, dan tidak hanya bermakna orang-orang terdahulu saja.PERKARA KETIGA :Bahwa sesudah [adanya] kelompok-kelompok menyimpang dan terjadinya perpecahan, maka kandungan "arti" Salaf senantiasa diterpakan pada "orang yang menjaga keselamatan aqidah [keyakinan] dan Manhaj Islami" sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih yang hidup pada tiga generasi yang penuh dengan keutamaan. Dan sebagian dari para ulama’ ada yang mengistilahkan Salaf dengan nama-nama lain yang sesuai dengan syari'at Islam yaitu Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, hanya saja kata Salaf lebih khusus [maknanya] dari kata Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.PEMBAHASAN KEDUA.Dalil-dalil yang menunjukkan kewajibnya mengikuti Salafush Shalih dan berpegang teguh pada madzhab mereka.[a] Dalil Dari Al Qur'anul Karim."Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" [An-Nisa : 115]"Artinya : orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama [masuk Islam] di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" [At-Taubah : 100]Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaanNya bagi siapa yang mengikuti jalan mereka.[b]. Dalil Dari HaditsDari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata :Rasulullah telah bersabda : â€Å"Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya”. [Muttafaqun alaihi]Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu 'anhum:"Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin [para khalifah] yang mendapat petunjuk sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru [dalam agama] karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah ssesat" [Hadits Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Darimi]Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup sepeninggal beliau. Yang demikian itu ketika mereka terjatuh ke dalam perselisihan dan perpecahan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang â€Å"Firqatun Najiyah” kelompok yang selamat] dalam hadits beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam."Kelompok yang selamat adalah] kelompok yang berpijak di atas pemahamanku hari ini dan pemahaman shahabat-shahabatku”.Maka pengikut mereka [Salafush Shalih] adalah termasuk kelompok yang selamat yang selamat, dan [mereka] yang menjauhi Salafush Shalih adalah termasuk orang-orang yang diancam [dengan siksa].[c]. Dalil Dari perkataan Salafush ShalihDari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata :"Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi”.Demikianpula ia berkata berkata :"Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh para Shahabat Rasulullah, karena mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang paling baik keadaannya dan paling lurus petunjuknya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus”.Imam Al Auza’i berkata :"Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu berhenti [yaitu para Shahabat Nabi], dan katakanlah dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah [dirimu] dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush Shalihmu [para pendahulumu yang shalih], karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa [melakukannya] lelusa pula bagi mereka"[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirrah Al-Islamiyah, edisi Th I/No : 05/1424/2003, Terjemahan dari Majalah Al-Ashalah edisi 23 hal 33]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1096&bagian=0


Artikel Pelajaran Tentang Manhaj Salaf 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pelajaran Tentang Manhaj Salaf 1/2.

Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat, Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Kumpulan Artikel Islami

Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat, Berpuasa Tapi Tidak Shalat Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat, Berpuasa Tapi Tidak Shalat

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Selasa, 18 Oktober 2005 06:42:05 WIBPUASANYA ORANG YANG MENINGGALKAN SHALAT, BERPUASA TAPI TIDAK SHALATOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian ulama kaum muslimin mencela orang yang berpuasa tai tidak shalat, karena shalat itu tidak termasuk puasa. Saya ingin berpuasa agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang masuk surga melalui pintu Ar-Rayyan. Dan sebagaimana diketahui, bahwa antara Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa di antara keduanya. Saya mohon penjelasanya. Semoga Allah menunjukki anda.JawabanOrang-orang yang mencela Anda karena Anda puasa tapi tidak shalat, mereka benar dalam mencela anda, karena shalat itu tianggnya agama Islam, dan Islam itu tidak akan tegak kecuali dengan shalat. Orang yang meninggalkan shalat berarti kafir, keluar dari agama Islam, dan orang kafir itu, Allah tidak akan menerima puasanya, shadaqahnya, hajinya dan amal-amal shalih lainnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala.â€Å"Artinya : Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak [pula] menafkahkan [harta] mereka, melainkan dengan rasa enggan” [At-Taubah : 54]Karena itu, jika Anda berpuasa tapi tidak shalat, maka kami katakana bahwa puasa Anda batal, tidaj sah dan tidak berguna di hadapan Allah serta tidak mendekatkan Anda kepadaNya. Sedangkan apa yang Anda sebutkan, bahwa antara Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya adalah menghapus dosa-dosa di antara keduanya, kami sampaikan kepada anda, bahwa Anda tidak tahu hadits tentang hal tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.â€Å"Artinya : Shalat-shalat yang lima dan Jum’at ke Jum’at serta Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa di antara itu apabila dosa-dosa besar dijauhi” [Dikeluarkan oleh Muslim, kitab Ath-Thaharah [233]]Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam terlah mensyaratkan untuk penghapuasn dosa-dosa antara satu Ramadhan degan Ramadhan berikutnya dengan syarat dosa-dosa besar dijauhi. Sementara anda, Anda malah tidak shalat, Anda puasa tapi tidak menjauhi dosa-dosa besar. Dosa apa yang lebih besar dari meninggalkan shalat. Bahkan meninggalkan shalat itu adalah kufur. Bagaimana puasa Anda bisa menghapus dosa-dosa Anda sementara meninggalkan shalat itu suatu kekufuran, dan puasa Anda tidak diterima. Hendaklah Anda bertaubat kepada Allah dan melaksanakan shalat yang telah diwajibkan Allah atas diri anda, setetah itu Anda berpuasa. Karena itulah ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau bersaba.â€Å"Artinya : Maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu maka beritahukanlah mereka bahwa Allah telah mewajibkan lima shalat dalam sehari semalam” [Hadits Riwayat Al-Bukhari, kitab Az-Zakah [1393], Muslim, kitab Al-Iman [1]]Beliau memulai perintah dengan shalat, lalu zakat setetah dua kalimah syahadat[Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa Ash-Shiyam, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, hal. 34][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1614&bagian=0


Artikel Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat, Berpuasa Tapi Tidak Shalat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Puasanya Orang Yang Meninggalkan Shalat, Berpuasa Tapi Tidak Shalat.

Wali Menghalangi Nikah Secara Zhalim

Kumpulan Artikel Islami

Wali Menghalangi Nikah Secara Zhalim

>> Pertanyaan :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Seorang laki-laki ingin menikahdengan seorang gadis akan tetapi walinya menghalangi pernikahantersebut, bagaimana hukumnya?

>> Jawaban :

Termasuk kewajiban seorang wali adalah bersegera dalam menikahkanorang-orang yang dibawah kewaliannya terutama tatkala telahmendapatkan laki-laki yang sebanding dan baik, berdasarkan sabdaRasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam: [[

]] Jikaada seseorang yang datang untuk meminang [putrimu] yang bagus agamadan akhlaqnya, maka nikahkanlah, jika tidak maka akan terjadi fitnahdan kehancuran besar di muka bumi. Dilarang seorang bapak atau yanglainnya, menghalangi putrinya untuk menikah, dengan tujuan untukdinikahkan dengan anak pamannya atau orang lain yang tidak disenangioleh putrinya atau bertujuan mendapatkan harta lebih banyak atautujuan-tujuan lain yang bertentangan dengan syariat Islam. Dan wajibbagi hakim atau pihak berwenang untuk menindak siapa saja yangterbukti dengan paksa telah menghalangi wanita untuk menikah. Dan bagihakim boleh mempersilakan wali yang sesudahnya untuk mengadakan akadnikah. Ini bertujuan untuk mengikis kezhaliman dan menegakkan keadilan.serta melindungi kaum pemuda dan pemudi dari jeratan maksiat akibatulah para wali mereka Fatawa Dakwah Syaikh Bin Baz, juz 1/65

Artikel Wali Menghalangi Nikah Secara Zhalim diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wali Menghalangi Nikah Secara Zhalim.

Membagikan hewan qurban kepada orang kafir

Kumpulan Artikel Islami

Membagikan hewan qurban kepada orang kafir

>> Pertanyaan :

Bolehkah orang non-muslim memakan daging qurban pada hari iedul adhha?

>> Jawaban :

Ya, boleh bagi kita memberikan makan kepada orang kafir mu'ahad [ yangterikat perjanjian yaitu yang tunduk kepada negara Islam ] dan tawanandari daging qurban, dan boleh memberikannya karena kefatwairannya,atau kekerabatannya atau karena tetangga, atau untuk mengambil hatinya[ supaya masuk Islam ] karena hewan qurban merupakan ibadah padapenyembelihannya sebagai qurban karena Allah, dan ibadah kepada-Nya,adapun dagingnya, maka yang paling utama adalah yang berqurban memakansepertiganya, memberikan sepertiganya kepada kerabat, tetangga danteman-temannya, dan bersedekah dengan sepertiganya lagi untuk kaumfatwair, jika dia melebihkan atau mengurangi dari bagian-bagian ini,atau mencukupi dengan sebagiannya maka tidak apa-apa, dalam hal iniada kelapangan, dan tidak boleh memberikan daging qurban kepada musuh,karena seharusnya kita memtahkan musuh dan melemahkannya tidakmembantu dan menguatkannya dengan sedekah, begitu juga hukum sedekahsunnah, karena umumnya firman Allah : Allah tiada melarang kamu untukberbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiadamemerangimu karena agama dan tidak [pula] mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. [QS. 60:8]Dan karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan Asma'bintu Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma untuk berbuat baik kepada ibunyadengan harta sedang ibunya seorang musyrikah dalam keadaan damai.

Artikel Membagikan hewan qurban kepada orang kafir diambil dari http://www.asofwah.or.id
Membagikan hewan qurban kepada orang kafir.

Sejarah Hitam Perpecahan Umat 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Sejarah Hitam Perpecahan Umat 2/2 Sejarah Hitam Perpecahan Umat 2/2

Kategori Perpecahan Umat !

Rabu, 14 April 2004 12:55:51 WIBSEJARAH HITAM PERPECAHAN UMATOlehDr. Nashir bin Abdul Karim Al-'AqlBagian Terakahir dari Dua Tulisan [2/2]AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya]TOKOH-TOKOH AHLI BID'AHSetelah berbicara tentang sejarah perpecahan umat, ada baiknya kita lanjutkan pembicaraan tentang asal usul bid'ah. Guna mengetahui tokoh-tokoh pencetus kelompok-kelompok sesat yang merupakan biang perpecahan. Yaitu oknum-oknum yang mengusung bid'ah tersebut hingga menjadi pemimpin-pemimpin sesat sampai hari Kiamat. Hingga sepeninggal mereka, terbuka lebarlah pintu perpecahan, semakin bertambahlah orang-orang yang menyesatkan. Di antara oknum-oknum tersebut ialah.[1] Pelopor perpecahan : Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi, seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam. berikut pengikut dan konco-konconya. Ide kotornya pertama kali muncul sekitar tahun 34H. Ibnu Sauda' ini memadukan antara bid'ah Khawarij dan Syi'ah.[2] Setelah itu Ma'bad Al-Juhani [meninggal dunia tahun 80H] meluncurkan pemikiran bid'ah seputar masalah takdir sekitar tahun 64H. Ia menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesat itu terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang yang mengikutinya juga banyak. Namun bid'ahnya ini mendapat penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.[3] Kemudian muncullah Ghailan Ad-Dimasyqi yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar tahun 98H. Dan juga dalam masalah ta'wil, ta'thil [mengingkari sebagian siaft-sifat Allah] dan masalah irja[1] Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan bagi ahli bid'ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari bid'ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid'ahnya. Ghailan ini akhirnya dibunuh setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105H.[4] Setelah itu muncullah Al-Ja'd bin Dirham [yang terbunuh tahun 124H]. Ia mengembangkan pendapat pendapat sesat itu. Dan meracik antara bid'ah Qadariyah dengan bid'ah Mu'aththilah[2] dan ahli ta'wil. Kemudian ia menyebarkan pemikiran rancu [syubhat] di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja'd ini dan menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum muslimin yang terkena racun pemikirannya, para ulama memutuskan hukuman mati atasnya demi tercegahnya fitnah [kesesatan]. Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja'd ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai menunaikan shalat 'Idul Adha : "Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham, karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara ...... dan seterusnya". Kemudian beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 124H.[5] Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid'ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru. Akibat ulahnya muncullah bid'ah Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja'd, bahkan ia menambah lagi dengan bid'ah ta'thil [penolakan sifat-sifat Allah], bid'ah ta'wil, bid'ah irja', bid'ah Jabariyah[3], bid'ah Kalam[4], tidak meyakini Allah bersemayam di atas Arsy, menolak sifat Al-'Uluw [yang maha tinggi] bagi Allah, menolak ru'yah[5]. Al-Jahm dihukum mati pada tahun 128H[6] Dalam waktu yang bersamaan, munculah pula Washil bin Atha' dan Amr bin Ubeid. Mereka berdua meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu'tazilah Qadariyah.Setelah itu terbukalah pintu perpecahan. Kelompok Rafidhah mulai berani menyatakan terang-terangan aqidah dan keyakinannya. Kemudian sekte Syi'ah ini terpecah belah menjadi beberapa golongan. Lalu muncullah kaum Musyabbihah[6] dari kalangan Syi'ah melalui tokoh-tokohnya seperti Daud Al-Jawaribi, Hisyam bin Al-Hakam, Hisyam bin Al-Jawaliqi dan lain-lain. Mereka itulah peletak dasar ajaran Musyabbihah dan pelopornya. Mereka juga termasuk pengikut ajaran Syi'ah.Kemudian muncullah Al-Mutakallimun [Ahli Kalam] seperti Al-Kullabiyah[7], Al-Asy'ariyah[8] dan Al-Maturidiyah. Lalu muncul pula aliran-aliran sufi dan ahli-ahli filsafat. dengan demikian, pintu perpecahan terbuka luas bagi setiap orang sesat, ahli bid'ah dan pengiku hawa nafsu. Sehingga tertancaplah dasar-dasar perpecahan di antara kaum muslimin sekarang ini.Sampai hari ini, ekses-ekses perpecahan masih terlihat di antara kaum muslimin. Bahkan terus bertambah dengan muculnya bid'ah-bid'ah dan penyimpangan-penyimpangan baru di samping perpecahan yang sudah ada, sejalan dengan hawa nafsu manusia yang sudah begitu akrab dengan bid'ah kesesatan.Sebagian orang mengira bahwa kelompok-kelompok bid'ah ini sudah sirna dan sudah menjadi koleksi sejarah masa lalu. Entah karena kejahilan mereka atau karena pura-pura tidak tahu! Asumsi seperti itu jelas keliru. Setiap golongan sesat yang besar dan berbahaya di masa lalu masih tetap ada sampai sekarang di tengah-tengah kaum muslimin. Bahkan semakin banyak, semakin berbahaya dan semakin menyimpang. Rafidhah dengan sekte-sektenya yang batil serta golongan Syi'ah lainnya, Khawarij, Qadariyah, Mu'tazilah, Jahmiyah, Ahli Kalam, Kaum Sufi dan Ahli Filsafat, masih berusaha menyesatkan umat. Bahkan mereka mulai berani menampakkan taring, mempromosikan aqidah mereka dengan cara yang lebih keji dari pada sebelumnya. Karena pada hari ini mereka mengklaim ajaran mereka sebagai ilmu pengetahun, wawasan dan pemikiran. Disamping minimnya pemaham kaum muslimin tentang agama mereka dan kejahilan mereka tentang aqidah yang benar. Cukuplah Allah sebagai pelindung kita, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu ashabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]_________Foote Note[1] Pemikiran bahwa Iman itu statis, tidak bertambah dan tidak berkurang[2] Orang-orang yang menolak sifat-sifat Allah[3] Radikal dalam penetapan takdir hingga meyakini bahwa manusia tidak ikhtiar dalam amal perbuatannya[4] Yaitu meyakini bahwa Al-Qur'an adalah mahluk bukan Kalamullah[5] Yaitu menolak meyakini Allah dalat dilihat kaum mukminin di Surga pada hari Kiamat[6] Musyabbihah adalah orang-orang yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluknya[7] Pengikut Ibnu Kullab. Inti aqidah mereka ialah hanya menetapkan beberapa sifat Allah saja yang menurut mereka dapat diterima falsafah akal mereka.[8] Pengikut Abul Hasan Al-Asy'ari yang inti aqidah mereka sama dengan Al-Kullabiyah dengan sedikit perbedaan-perbedaan

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=628&bagian=0


Artikel Sejarah Hitam Perpecahan Umat 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sejarah Hitam Perpecahan Umat 2/2.

Adab Buang Hajat 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Adab Buang Hajat 1/2 Adab Buang Hajat 1/2

Kategori Fiqih Ibadah

Sabtu, 15 Mei 2004 07:44:45 WIBADAB BUANG HAJATOlehSyaikh Abdul Aziz Muhammad As-SalmanBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Pertanyaan.Tolong jelaskan hukum menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat berserta dalilnya. Jelaskan pula tentang perbedaan pendapat di antara ulama dalam masalah ini dan mana yang benar [rajih] Jawaban.Ada dua pendapat mengenai masalah ini.Pendapat Pertama.Menyatakan keharamannya, baik dilakukan di dalam bangunan [WC] ataupun diluar bangunan , berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.â€Å"Artinya : Apabila salah seorang diantara kalian duduk untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya” [Hadits Riwayat Muslim no. 265 dan ini lafalnya, dan Ahmad V/414,417, 421]Begitu pula hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.â€Å"Artinya : Apabila kalian datang ke tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat..” [1]Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu berkata, â€Å"[Ketika] kami sampai di Syam lalu kami mendapati WC-WC di sana di bangun dengan posisi menghadap Ka’bah, maka kami pun menyerongkan posisi duduk dan kami pun beristighfar [mohon ampun] kepada Allah” [Bukhari no. 386 dan Muslim no 264]Muslim no. 262 meriwayatkan dari Salman Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.â€Å"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh-sungguh telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat besar dan kecil”.Pendapat Kedua.Menyatakan bahwa harus dibedakan antara buang hajat di dalam bangunan [WC] dengan di tempat yang terbuka. Diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat di tempat terbuka dan dibolehkan ketika berada di dalam bangunan [WC] berdasarkan hadits berikut.Hadits Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.â€Å"Artinya : Pada suatu hari aku naik ke atas rumah Hafshah lalu terlihat olehku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang buang hajat dengan menghadap ke Syam dan membelakangi Ka’bah” [Hadits Riwayat Jama’ah] [2]Hadits dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.â€Å"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kencing menghadap kiblat, akan tetapi setahun sebelum beliau wafat aku melihat beliau kencing menghadap kiblat” [Hadits Riwayat Lima kecuali Nasa’i] [3]Dan hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, â€Å"Disampaikan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada sebagian orang [sahabat] tidak suka menghadapkan kemaluan mereka ke arah kiblat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Atau banar-benara mereka telah melakukan hal itu. Maka ubahlah tempat duduk-ku [di WC] dengan menghadap kiblat” [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah] [4]Begitu pula hadits dari Marwan Al-Ashfar, dia berkata, â€Å"Aku melihat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu menderumkan [mendudukkan] untanya menghadap kiblat lalu beliau kencing sedang beliau juga menghadap kiblat, maka aku bertanya, ‘Wahai Abu Abdurrahman, bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal itu ’ Beliau menjawab, ‘Memang betul, tetapi beliau melarang hal itu [dilakukan] di tanah yang lapang. Kalau di antara kamu dan kiblat itu ada sesuatu yang menutupi, maka tidak mengapa” [Hadist Riwayat Abu Daud no 11. Lihat Shahih Abu Daud no.8]Adapun pendapat yang rajih [benar] menurut saya [Syaikh Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salman] adalah mengamalkan hadits Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu karena itu yang lebih berhati-hati, yaitu menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil di dalam bangunan atau di luar bangunan [tempat terbuka] adalah haram.[Pendapat in juga telah dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Al-Qayyim menjelasakan bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [buang hajat dengan menghadap kiblat] adalah merupakan kekhususan beliau. Disamping itu, ada kaidah yang berbunyi, â€Å"Apabila bertentangan antara ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perbuatan beliau, maka yang didahulukan adalah ucapannya”. Contoh yang lain adalah beliau membatasi umatnya menikah tidak boleh lebih dari empat [yaitu lewat ucapannya], padahal beliau sendiri menikah dengan sembilan wanita [dan ini adalah perbuatannya], maka yang didahulukan adalah ucapannya][Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 04/I/Dzulqa’adah 1423H -2003M]_________Foote Note.[1] Di Indonesia, menghadap ke Utara dan Selatan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan hadits ini di Madinah yang kiblatnya [Ka’bah] ada di arah Selatan, -Red[2] Bukhari no. 147 dan 2935, Muslim no.266, Abu Daud no.12, At-Tirmidzi no.11, An-Nasa’i no. 23, Ibnu Majah no. 322, Ahmad II/12,13, Malik dalam Al-Muwaththa’ no. 456 dan Ad-Darimi I/179[3] Ahmad II/360, Abu Daud no.13 At-Tirmidzi no.9 dan Ibnu Majah no 324. Lihat Shahih Abu Daud no. 10 dan Shahih Ibnu Majah no. 261[4] Ahmad VI/219,227, Ibnu Majah no.324, Lihat Dha’if Ibnu Majah no. 68 dan Adh-Dhaifah no.947

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=724&bagian=0


Artikel Adab Buang Hajat 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Adab Buang Hajat 1/2.

Hukum Sembelihan Yang Tidak Diketahui Dan Hukum Bergaul Dengan Orang-Orang Kafir

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Sembelihan Yang Tidak Diketahui Dan Hukum Bergaul Dengan Orang-Orang Kafir Hukum Sembelihan Yang Tidak Diketahui Dan Hukum Bergaul Dengan Orang-Orang Kafir

Kategori Sikap Kepada Kafir

Jumat, 5 Maret 2004 10:58:38 WIBHUKUM MAKAN DAGING YANG TIDAK DIKETAHUI APAKAH DISEMBELIH DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH ATAUKAH TIDAK DAN HUKUM BERGAUL DENGAN ORANG-ORANG KAFIROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa yang kita lakukan apabila dihidangkan kepada kita daging untuk dimakan sedangkan kita tidak tahu apakah disembelih atas nama Allat atau tidak Bagaimana pendapat Syaikh tentang bergaul dengan kaum kafir Jawaban.Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari yang bersumber dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu : â€Å"Bahwasanya ada suatu kaum yang berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya ada satu kelompok manusia yang datang kepada kami dengan membawa daging, kami tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah ataukah tidak Maka beliau menjawab : â€Å"Sebutlah nama Allah oleh kamu atasnya dan makanlah”. Aisyah menjawab, â€Å"Mereka pada saat itu masih baru meninggalkan kekufuran” [Riwayat Imam Al-Bukhari, Hadits no. 2057]Maksudnya, mereka baru masuk Islam. Dan orang seperti mereka kadang-kadang tidak banyak mengetahui hukum-hukum secara rinci yang hanya diketahui oleh orang-orang yang sudah lama tinggal bersama kaum Muslimin. Namun begitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada mereka [para penanya] agar pekerjaan mereka diselesaikan oleh mereka sendiri, seraya bersabda : â€Å"Sebutlah nama Allah oleh kamu atasnya”, yang maksudnya adalah : Bacalah bismillah atas makanan itu lalu makanlah.Adapun apa yang dilakukan oleh orang lain selain anda, dari orang-orang yang perbuatannya dianggap sah, maka harus diyakini sah, tidak boleh dipertanyakan. Sebab mempertanyakannya termasuk sikap berlebihan. Kalau sekiranya kita mengharuskan diri kita untuk mempertanyakan tentang hal seperti itu, maka kita telah mempersulit diri kita sendiri, karena adanya kemungkinan setiap makanan yang diberikan kepada kita itu tidak mubah [tidak boleh], padahal siapa saja yang mengajak Anda untuk makan, maka boleh jadi makanan itu adalah hasil ghashab [mengambil tanpa diketahui pemiliknya] atau hasil curian, dan boleh jadi berasal dari uang yang haram, dan boleh jadi daging yang ada di makanan tidak disebutkan nama Allah [waktu disembelih]. Maka termasuk dari rahmat Allah kepada hamba-hambaNya adalah bahwasanya suatu perbuatan, apabila datangnya dari ahlinya, maka jelas ia mengerjakannya secara sempurna hingga bersih dari dzimmah [beban] dan tidak perlu menimbulkan kesulitan bagi orang lain.Adapun pertanyaan mengenai pergaulan dengan orang-orang kafir, kalau dari pergaulan itu bisa diharapkan masuk Islam setelah ditawarkan kepadanya, dijelaskan keunggulan- keunggulannya dan keutamaannya, maka boleh-boleh saja bergaul dengan mereka untuk mengajak mereka masuk Islam. Jika seseorang sudah melihat tidak ada harapan dari orang-orang kafir itu untuk masuk Islam, maka hendaknya jangan bergaul dengan mereka, karena bergaul dengan mereka akan menimbulkan dosa, karena pergaulan itu sendiri menghilangkan ghirah [kecemburuan] dan sensitifitas [terhadap agama], bahkan barangkali bisa menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang kepada mereka, kaum kuffar. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.â€Å"Artinya : Kamu tidak akan mendapat sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan dariNya” [Al-Mujadilah : 22]Berkasih sayang kepada musuh-musuh Allah, mencintai dan loyal kepada mereka adalah sangat bertentangan dengan apa yang menjadi kewajiban bagi seorang Muslim. Sebab Allah subhanahu wa Ta’ala telah melarang akan hal itu, seraya berfirman.â€Å"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nashrani menjadi pemimpin-pemimpin [mu] ; sebab sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” [Al-Maidah : 51]Dan firmanNya.â€Å"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-musuhKu dan musuh-musuh kami menjadi teman setia[mu] yang kamu sampaikan kepada mereka [berita-berita Muhammad], karena rasa kasih sayang ; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu [Al-Mumtahanah : 1]Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa setiap orang kafir adalah musuh Allah dan musuh-musuh kaum beriman. Allah telah berfirman.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikay-malaikatNya, rasul-rsaulNya, Jibril dan Mika’il, maka sesungguhnya Allah adalah musuh-musuh orang kafir” [Al-Baqarah : 98]Maka tidak sepantasnya bagi seorang yang beriman bergaul dengan musuh-musuh Allah, berbelas kasih dan mencintai mereka, karena mengandung banyak bahaya besar atas agama dan manhajNya.[Ibnu Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad Darbi][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 381-383 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=390&bagian=0


Artikel Hukum Sembelihan Yang Tidak Diketahui Dan Hukum Bergaul Dengan Orang-Orang Kafir diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Sembelihan Yang Tidak Diketahui Dan Hukum Bergaul Dengan Orang-Orang Kafir.

Penjelasan Hadits: ?Saling Berwasiatlah KalianTentang Wanita Dengan Baik? Dan Pengertian ?Bengkok? Dalam Hadits Ini.

Kumpulan Artikel Islami

Penjelasan Hadits: ?Saling Berwasiatlah KalianTentang Wanita Dengan Baik? Dan Pengertian ?Bengkok? Dalam Hadits Ini.

>> Pertanyaan :

Disebutkan dalam sebuah hadits, Saling berwasiatlah kalian tentangwanita dengan baik, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusukyang bengkok, sedangkan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yangpaling atas dst. Mohon penjelasan makna hadits dan makna tulangrusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas?

>> Jawaban :

Ini hadits shahih yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani [Al-Bukhari danMuslim] dalam masing-masing kitab shahih mereka, dari Nabi Shalallaahualaihi wasalam. Dari hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, bahwa NabiShalallaahu alaihi wasalam bersabda,

...

Saling berwasiatlah kalian tentang wanita denganbaik, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dansesung-guhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.Maka nasehatilah para wanita dengan baik.

Ini adalah perintah untuk para suami, para ayah, saudara-saudaralaki-laki dan lainnya untuk menasehati kaum wanita dengan baik,berbuat baik terhadap mereka, tidak menzhalimi mereka dan senantiasamemberi-kan hak-hak mereka serta mengarahkan mereka kepada kebaikan.Ini yang diwajibkan atas semua orang berdasarkan sabda NabiShalallaahu alaihi wasalam, Saling berwasiatlah kalian tentang wanitadengan baik. Hal ini jangan sampai terhalangi oleh perilaku merekayang adakalanya bersikap buruk terhadap suaminya dan kerabatnya, baikberupa perkataan maupun perbuatan, karena para wanita itu diciptakandari tulang rusuk, sebagaimana dikatakan oleh Nabi Shalallaahu alaihiwasalam, bahwa tulang rusuk yang paling mudah bengkok adalah yangpaling atas. Sebagaimana diketahui, bahwa yang paling atas itu adalahyang setelah pangkal rusuk, itulah tulang rusuk yang paling mudahbengkok, itu jelas. Maknanya, pasti dalam kenyataannya adakebengkokkan dan kekurangan. Karena itulah disebutkan dalam haditslain dalam Ash-Shahihain,

Aku tidak melihat orang-orang yang kurang akal dankurang agama yang lebih bisa menghilangkan akal laki-laki yang teguhdaripada salah seorang di antara kalian [para wanita].

Maksudnya, bahwa ini penetapan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yangdisebutkan dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Said Al-KhudriRadhiallaahu anhu. Makna kurang akal dalam sabda Nabi Shalallaahualaihi wasalam adalah bahwa persaksian dua wanita sebanding denganpersaksian seorang laki-laki. Sedang makna kurang agama dalam sabdabeliau adalah bahwa wanita itu kadang selama beberapa hari danbeberapa malam tidak shalat, yaitu ketika sedang haidh dan juga saatnifas. Kekurangan ini merupakan ketetapan Allah pada kaum wanitasehingga wanita tidak berdosa dalam hal ini. Maka hendaknya wanitamengakui hal ini sesuai dengan petunjuk Nabi Shalallaahu alaihiwasalam walaupun ia berilmu dan bertakwa, karena Nabi Shalallaahualaihi wasalam tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya, tapimerupakan wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya, lalu beliau sampaikankepada umatnya, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala,

Demi bintang ketika terbenam, kawanmu [Muhammad] tidak sesat dantidak keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawanafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan [kepadanya].[An-Najm: 4].

[ Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwiah, juz 5, hal. 300-301, SyaikhIbnu Baz. ]

Artikel Penjelasan Hadits: ?Saling Berwasiatlah KalianTentang Wanita Dengan Baik? Dan Pengertian ?Bengkok? Dalam Hadits Ini. diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penjelasan Hadits: ?Saling Berwasiatlah KalianTentang Wanita Dengan Baik? Dan Pengertian ?Bengkok? Dalam Hadits Ini..

Bertabarruk Dengan Ulama dan Orang-orang Shalih SertaBekas-bekas Sentuhan Mereka

Kumpulan Artikel Islami

Bertabarruk Dengan Ulama dan Orang-orang Shalih SertaBekas-bekas Sentuhan Mereka

>> Pertanyaan :

Apakah ada ulama yang membolehkan mengambil berkah dari para ulama danorang-orang shalih serta bekas-bekas sentuhan mereka berdasarkan atsarberupa perbuatan dari sebagian Sahabat Radhiallahu 'anhum terhadapNabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Apa hukumnya Tidak bisakahdiserupakan dengan selain Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Apakahmungkin mengambil berkah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamsetelah wafatnya beliau Apakah hukum bertawassul [mengambilperantaraan dalam ibadah] kepada Allah dengan berkah Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam?

>> Jawaban :

Al-Hamdulillah. Tidak boleh mengambil berkah dari selain RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam, dengan wudhunya, rambutnya, keringatnyaatau bagian manapun dari tubuhnya. Semua itu hanya khusus bagi NabiShallallahu 'alaihi wa sallam, karena Allah menjadikan tubuh beliaudan setiap yang menyentuhnya itu penuh kebaikan dan berkah. Oleh sebabitu, para Sahabat Radhiallahu 'anhum tidak pernah mengambil berkahdari salah seorang di antara mereka semasa hidup atau sudah matinya,juga terhadap para Al-Khulafa Ar-Rasyidun dan yang lainnya. Itumenunjukkan bahwa mereka mengetahui bahwa hal tersebut khusus hanyakepada Nabi saja, tidak kepada yang lain. Karena yang demikian ituadalah sarana menuju kemusyrikan dan ibadah kepada selain Allah.Demikian juga tidak dibolehkan bertawassul dengan selain Allah, dengankemuliaan Nabi, jasad, sifat atau keberkahan beliau, karena tidak adadalil, dan karena itu merupakan sarana menuju kemusyrikan dan sikapkultus terhadap beliau. Selain itu, perbuatan itu juga belum pernahdilakukan oleh para Sahabat Radhiallahu 'anhum. Kalau itu merupakanperbuatan baik, tentu mereka telah mendahului kita melakukanya.Demikian juga karena itu bertentangan dengan dalil-dalil syariat,seperti firman Allah: Dan Allah itu memiliki nama-nama yang baik,berdoalah dengan bertawassul dengannya.. [Al-A'raaf : 180] Allahtidak menyuruh untuk berdoa kepadanya dengan kemuliaan seseorang, hakseseorang, atau keberkahan seseorang. Sama dengan bertawassul denganasma Allah bertawassul dengan sifat-sifat-Nya, seperti kemuliaan-Nya,rahmat-Nya, kalam-Nya dan lain-lain. Di antaranya yang diriwayatkandalam hadits-hadits shahih berupa meminta perlindungan dengankata-kata Allah yang sempurna [doa masuk ke satu tempat], dan memintaperlindungan dengan kemuliaan dan kekuasaan-Nya [doa mengobati sakit].Di antara tawassul sesenis yang dibolehkan adalah bertawassul dengankecintaan kepada Allah dan kecintaa kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, juga engan iman kepada beliau. Karena bertawassul dengan amalshalih diriwayatkan dalam kisah beberapa orang yang terjebak dalam goa.Yakni ketika mereka berteduh di dalamnya dan hendak bermalam di situ,tiba-tiba jatuh batu besar dari atas gunung dan menutupi pintu gua.Mereka tidak mampu mendorongnya. Merekapun merundingkan cara untukbisa selamat dari gua itu. Mereka bersepakat bahwa mereka hanya bisaselamat dengan berdoa, dengan perantaraan amal shalih mereka. Yangpertama bertawassul dengan amalannya bahwa ia pernah melakukanperbuatan baik sekali kepada kedua orang tuanya. Mulailah batu karangitu bergeser sedikit, namun belum memungkinkan mereka untuk keluar.Yang kedua bertawassul dengan amalannya bahwa ia memelihara diri darizina, padahal ia mampu melakukannya. Maka bergeserlah batu itu sedikitlagi, namun belum memungkinkan mereka untuk keluar. Lalu yang ketigabertawassul dengan amalan bahwa ia pernah menjaga amanah sedemikianrupa, maka terbukalah pintu gua itu bagi mereka. Hadits tersebuttercantum dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Nabi Shallallahu 'alaihiwa sallam, dari kisah orang-orang terdahulu, karena mengandungpelajaran dan peringatan buat kita. Para ulama telah menjelaskanjawaban yang kami berikan di sini, seperti Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah dan murid beliau Ibnul Qayyim, Syaikh Abdurrahman bin Hasandalam Fathul Majied Syarah dari Kitabut Tauhid dan yang lainnya.Adapun hadits tawassul orang buta kepada Nabi pada masa hidupnya, laluNabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan syafa'at kepadanya danmendoakannya sehingga Allah mengembalikan penglihatannya, maka itutermasuk tawassul dengan doa dan syafa'at beliau, bukan kemuliaanbeliau dan hak beliau. Itu jelas sekali dalam hadits tersebut.Sebagaimana di Hari Kiamat nanti manusia akan meminta syafa'at kepadabeliau dalam memutuskan perkara mereka. Dan sebagaimana para penghuniSurga nanti juga akan meminta syafa'at kepada beliau untuk masuk Surgamereka. Itu termasuk bertawassul dengan beliau ketika beliau hidup dikehidupan Akhirat nanti. Itu termasuk tawassul dengan doa dan syafa'atbeliau, bukan dengan jasad dan hak atau kemuliaan beliau, sebagaimanatelah dijelaskan oleh para ulama, di antaranya yang telah kamisebutkan tadi. Kitab Majmu' Al-Fatawa wal Maqalat Al-Mutanawwi'ah olehSyaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah-- VII: 65]

Artikel Bertabarruk Dengan Ulama dan Orang-orang Shalih SertaBekas-bekas Sentuhan Mereka diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bertabarruk Dengan Ulama dan Orang-orang Shalih SertaBekas-bekas Sentuhan Mereka.

Akibat Bericara Dan Beramal Tanpa Ilmu

Kumpulan Artikel Islami

Akibat Bericara Dan Beramal Tanpa Ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmutentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanyaitu akan di tanya [QS Al-Isra': 36].

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barang siapaberbicara tentang al Qur'an dengan akal nya atau tidak dengan ilmu,maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka [Hadist sepertiini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Qur'anyang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6,Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami' As-Shahih SunanTirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal.277].Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kamiatasnya, maka amalnya itu tertolak. [Shahih Muslim, SyarahArba'in An-Nawawi hal. 21 Pembatalan Kemung-karan dan Bid'ah].

Dari salamah bin Akwa berkata , Aku telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihiwa sallam bersabda: Barangsiapa yang mengatakan atas [nama]kuapa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambiltempat duduknya di Neraka. [HR Al-Bukhari I/35 dan lainya].Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yangdia dengar. [HR. Muslim dalam muqaddimah shahihnya].

Nasihat Salafus Shalih

Abu Darda berkata: Kamu tidak akan menjadi orangyang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orangyang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal. [Adab dalammajelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib].

Beliau juga berkata : Orang-orang yang menganggap pergi dan pulangmenuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telahberkurang.

Imam Hasan Al Basri mengatakan: TafsirSurat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlah kami kebaikan didunia[ilmu dan ibadah] dan kebaikan di akhirat [Surga].

Imam Syafi'i berkata: Barangsiapa yangmenginginkan dunia maka hen-daklah dengan ilmu, barangsiapa yangmenginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapayang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu. [Al-Majmu',Imam An-Nawawi].

Imam Malik berkata: Ilmu itu tidak diambil dariempat golongan, tetapi diambil dari selainya. Tidak diambil dariorang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yangmengajak berbuat bid'ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduhmendustakan hadist-hadist Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam,juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahliibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya. Imam MuhammadIbnu Sirin berkata: Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah darisiapa kamu mengambil dienmu.

Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinyapenyimpangan dikalangan orang-orang yang sesat pada asalnya karenakekeliruan tashawur [pandangan /wawasan] mereka tentang batasan ilmu[Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad binAbdullah Al-Khur'an, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh,hal. 7].

Orang-Orang salaf berkata :Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk [ibadahnya] danahli ibadah yang bodoh. [Al-wala'wal bara' hal. 230]

Imam Asy-Syafi'i memberi nasihat kepadamurid-muridnya:

Siapa yang mengambil fiqih dari kitab saja, maka ia menghilangkanbanyak hukum. [Tadzkiratus sami' wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87,Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44].

Abdullah bin Al-Mu'tamir berkata: Jika engkauingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajarkepada orang lain. [riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153]

Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyanmengatakan: Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan,juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niatyang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan adaartinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah. [Syeikh Abu IshaqAs -Syatibi, Menuju jalan Lurus].

Ibrahim Al-Hamadhi berkta: Tidaklah dikatakanseorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yangdikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikutiilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah,sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit [SyeikhAbu Ishaq As â€"Syatibi, Menuju jalan Lurus].

Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakanseseorang itu ahli ilmu

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barang siapayang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkanbaginya jalan menuju Surga. [HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majahdan Ahmad].

Allah SWT berfirman: Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itupergi semaunya [ke medan perang], mengapa tidak pergi dari tiap-tiapgolongan diantara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuanmereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnyaapabila mereka telah kembali. [At-Taubah: 122]

Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: Demi Allah tidak ada didunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau. [TarikhBukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari]

Imam Syafi'i berkomentar tentang Imam Ahmad: Saya pergi dari kotaBaghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalambidang fiqih, yang paling wara' dalam agamanya dan paling berilmuselain Imam Ahmad. [Thobaqatus Syafi'I, As-Subki / Efisiensi WaktuKonsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91]

Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya

Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah tidakakan mencabut ilmu di kalangan umat manu-sia setelah dianugerahkankepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umatmanusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisaorang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadipimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lau orang-orang bodoh tersebutberfatwa tanpa ilmu. Dalam riwayat lain: dengan ra'yu/akal. Makasungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan. [HR. Al-BukhariI/34].Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya makatunggulah saatnya [kebinasaannya]. [Shahih Bukhari bab Ilmu].Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmudari orang rendahan. [lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695].

Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmuyang tidak berguna [ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dantidak pula merubah akhlakku], dan dari hati yang tidak khusyu', darinafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan. [HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim]Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkauanugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagikudan tambahkanlah kepadaku ilmu [Jami' Ash-Shahih, Imam Tirmidzino. 3599 Juz V hal. 54]Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yangbermanfaat dan amal yang diterima [Hisnul Muslim, hal. 44 no.73].Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil danjanganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengetahuinya. [Al-Baqarah: 42].Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secarakeseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah:208].

Diantara buku dalam masalah ilmu:

Tigapuluh satu nasihat untuk Anda para penuntuilmu-Faihan bin Sulaiman Al-Gharbi

Muslim memilih ilmu â€" Abu Bakar Al-Jazairi

Hilyatuthalibil'ilmi-Bakr bin Abdullah Abu Zaid

Wallahu a'lam bish-shawab

[Unang D. Mintaredja]

Artikel Akibat Bericara Dan Beramal Tanpa Ilmu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Akibat Bericara Dan Beramal Tanpa Ilmu.

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya

Kumpulan Artikel Islami

Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Senin, 18 Oktober 2004 14:03:47 WIBBAGAIMANA HUKUMNYA WANITA HAMIL YANG TIDAK PUASA KARENA KHAWATIR TERHADAP JANINNYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Jika wanita hamil tidak berpuasa karena khawatir terhadap janinnya, apa yang harus ia lakukan, apakah ada perbedaan antara kekhawatiran terhadap dirinya dan kekhawatiran terhadap janinnya menurut Imam Ahmad .JawabanPendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad adalah bahwa, jika seorang wanita hamil tidak berpuasa karena khawatir terhadap anaknya saja, maka ia harus mengqadha puasanya karena ia tidak berpuasa, dan bagi orang yang bertanggung jawab pada anaknya harus memberi makan seorang miskin setiap harinya, karena wanita itu tidak berpuasa untuk kemaslahatan anaknya. Sebagian ulama berpendapat : Yang wajib bagi wanita hamil itu adalah mengqadha puasanya saja, baik tidak berpuasanya itu karena khawatir pada dirinya atau khawatir kepada anaknya atau khawatir kepada keduanya, dan wanita itu dikategorikan sebagai orang yang sakit, dan tidak ada kewajiban bagi wanita tersebut selain itu.[Durus wa Fatawa al-haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/47]APAKAH HUKUM PUASA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA HAMIL ATAU WANITA MENYUSUIOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya tentang hukum puasa yang dilakukan oleh wanita hamil dan wanita menyusui .JawabanWanita yang sedang hamil atau wanita yang sedang menyusui bila berpuasa akan rentan terhadap bahaya, berbahaya bagi dirinya atau bagi anaknya, maka kedua wanita itu boleh tidak berpuasa saat hamil dan saat menyusui. Jika bahaya puasa berakibat pada bayinya saja maka wanita itu harus mengqadha puasanya serta memberi makan kepada orang miskin setiap harinya, sedangkan jika bahaya puasa berakibat pada wanita itu, maka cukup bagi wanta itu mengqadha puasanya saja, hal itu diakarenakan wanita hamil dan menyusui termasuk dalam keumuman hukum yang terdapat pada firman Allah."Artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] membayar fidyah, [yaitu] memberi makan seorang msikin" [Al-Baqarah : 184][At-Tanbihat. Syaikh Al-Fauzan, halaman 37]APAKAH BERBUKA UNTUK MENOLONG ORANG LAIN BISA DIKIASKAN PADA WANITA HAMILOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah mungkin mengkiaskan orang yang berbuka karena menolong orang lain dengan wanita hamil yang tidak puasa karena khawatir terhadap anaknya, yaitu : diharuskan baginya untuk mengqadha puasanya serta memberi makan kepada orang miskin .JawabanYa, ia boleh berbuka untuk menolong orang lain dari kebinasaan jika hal itu dibutuhkan, yakni tidak mungkin baginya untuk menolong itu dari kebinasaan kecuali dengan berbuka pada saat demikian ia boleh berbuka dan diharuskan mengqadha puasanya.[Kitab Al-Muntaqa min Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/141][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1112&bagian=0


Artikel Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bagaimana Hukumnya Wanita Hamil Yang Tidak Puasa Karena Khawatir Terhadap Janinnya.

Mengeluarkan Zakat Fithri Pada Sepuluh Hari Terakhir, Menambah Zakat Fithri Dengan Niat Sedekah

Kumpulan Artikel Islami

Mengeluarkan Zakat Fithri Pada Sepuluh Hari Terakhir, Menambah Zakat Fithri Dengan Niat Sedekah Mengeluarkan Zakat Fithri Pada Sepuluh Hari Terakhir, Menambah Zakat Fithri Dengan Niat Sedekah

Kategori Zakat

Jumat, 5 Nopember 2004 23:12:43 WIBHUKUM MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI PADA SEPULUH HARI TERAKHIR BULAN RAMADHANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukumnya mengeluarkan zakat fithri pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan Jawaban.Zakat fithri disandarkan pada fithri [makan] ; karena fithrilah yang menjadi sebabnya, apabila berbuka dari Ramadhan merupakan sebab penghapusan ini maka dia dikuatkan dengannya namun tidak didahulukan daripadanya, karena waktu yang paling afdhal [paling utama] dalam mengeluarkan zakat fithri adalah pada hari Idul Fithri sebelum melakukan shalat Ied. Akan tetapi boleh dilakukan sebelum Ied satu atau dua hari, untuk melonggarkan orang yang memberi maupun yang menerima, adapun sebelum itu maka pendapat yang kuat dari para ulama menegaskan bahwa tidak diperbolehkan, dengan dasar ini zakat fithri memiliki dua waktu ; waktu yang diperbolehkan yakni sebelum Ied satu atau dua hari dan waktu utama yakni pada hari Ied sebelum shalat, penundaannya sampai sesudah shalat adalah haram hukumnya dan tidak bisa mencukupi kewajiban zakat fithri, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma."Artinya : Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat Ied maka itulah zakat yang diakabulkan, sedangkan barangsiapa yang menunaikannya sesudah shalat maka itu dihitung sebagai sedekah dari berbagai macam sedekah" [Diriwayatkan oleh Abu Dawud : Kitab Zakat/Bab Zakat Fithri 1609, Ibnu Majah : Kitab Zakat/Bab Shadaqah Fithri 1827]Kecuali apabila ada seorang lelaki yang tidak mengetahui kapan hari Iedul Fithri, misalnya dia berada di padang tak bertuan, dia tidak mengetahui kecuali saat waktu sudah terlambat, dan yang serupa dengan itu, maka tidak mengapa dia menunaikannya sesudah shalat Ied dan sudah mencukupi dari kewajiban zakat fithri.MENAMBAH ZAKAT FITHRI DENGAN NIAT SEDEKAHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkan menambah zakat fithri dengan niat sedekah Jawaban.Ya, diperbolehkan bagi seseorang untuk menambah zakat fithri dan berniat sedekah pada tambahannya itu. Dari dalil ini, apa yang dilakukan oleh sebagian orang sekarang ini yang berkewajiban sepuluh takar zakat fithri misalnya, dia membeli satu karung berisi beras yang isinya lebih dari sepuluh takar zakat fithri, dia keluarkan bersama-sama baik dari dirinya maupun dari penghuni rumahnya, perbuatan ini boleh apabila diyakini bahwa isi karung itu setara dengan kewajiban zakatnya atau justru lebih banyak ; karena takaran zakat fithri bukanlah suatu keharusan mutlak kecuali sekedar untuk diketahui standar ukurannya, apabila kita telah mengetahui ukuran yang terdapat di dalam karung ini lalu kita berikan kepada orang fakir maka tidak mengapa.MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI OLEH KELUARGANYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seseorang yang berada di Makkah sedangkan keluarganya berada di Riyadh, bolehkah dia mengeluarkan zakat fithri dari keluarganya di Makkah Jawaban.Boleh saja seseorang menyerahkan zakat fithri dari keluarganya apabila mereka tidak tinggal bersamanya di satu daerah, apabila dia bertempat tinggal di Makkah sedangkan mereka di Riyadh dia boleh menyerahkan zakat fithri mereka di Makkah. Namun yang paling utama adalah seseorang menunaikan zakat di daerah yang dia tinggali saat penyerahan zakat fithri itu. Bila saat itu di tinggal di Makkah sebaiknya menyerahkannya di Makkah, jika dia berada di Riyadh seyogyanya juga menyerahkan zakat di Riyadh. Sedangkan apabila sebagian keluarga bertempat tinggal di Makkah dan sebagian yang lain tinggal di Riyadh maka mereka yang berada di Riyadh menyerahkannya di Riyadh dan mereka yang berada di Makkah menyerahkan zakat fithrinya di Makkah ; sebab zakat fithri itu mengikuti badan manusia.[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1171&bagian=0


Artikel Mengeluarkan Zakat Fithri Pada Sepuluh Hari Terakhir, Menambah Zakat Fithri Dengan Niat Sedekah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengeluarkan Zakat Fithri Pada Sepuluh Hari Terakhir, Menambah Zakat Fithri Dengan Niat Sedekah.

Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atauUmrah

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atauUmrah

>> Pertanyaan :

Bagaimana hukum mengabaikan [mening-galkan] salah satu darikewajiban-kewajiban ibadah haji atau umrah?

>> Jawaban :

Mengabaikan [meninggalkan] salah satu kewajiban haji atau umrah,apabila dilakukan dengan sengaja, maka pelakunya berdosa dan wajibmembayar denda [fidyah], sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, yaitumenyembelih seekor domba [biri-biri] dan membagi-bagikan dagingnya diMekkah. Kalau meninggalkannya karena ketidaksengajaan maka tidakberdosa namun tetap harus membayar fidyah, yaitu menyembelih seekordomba dan membagi-bagikan daging-nya kepada orang-orang fakir miskindi Mekkah, sebab ia telah mening-galkan suatu kewajiban yang dapatdiganti [ditebus]. Oleh karena itu, tatkala kewajiban yang asli itutelah tertinggalkan maka ia harus melakukan tebusan [ganti].Demikianlah penjelasan para ulama tentang orang yang meninggalkansalah satu kewajiban haji atau umrah, yaitu wajib membayar fidyah,yaitu menyembelih seekor domba di Mekkah dan membagi-bagikan dagingnyakepada orang-orang fakir.

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atauUmrah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Mengabaikan Salah Satu dari Kewajiban Haji atauUmrah.

Firqatun Najiyah [Golongan Yang Selamat] Dan Thaifatul Manshurah [Kelompok Yan Menang]

Kumpulan Artikel Islami

Firqatun Najiyah [Golongan Yang Selamat] Dan Thaifatul Manshurah [Kelompok Yan Menang] Firqatun Najiyah [Golongan Yang Selamat] Dan Thaifatul Manshurah [Kelompok Yan Menang]

Kategori Al-Manhaj As-Salafy

Sabtu, 20 Maret 2004 07:26:23 WIBAS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH [GOLONGAN YANG SELAMAT] DAN THAIFATUL MANSHURAH [KELOMPOK YANG MENANG]OlehSyaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-HilaalyBagian Pertama dari Tujuh Tulisan [1/7][1]. Firqatun Najiyah [Golongan Yang Selamat] dan Thaifatul Manshurah [Kelompok Yan Menang]Pembahasan tentang Firqatun Najiyah [golongan yang selamat] dan Thaifatul Manshurah [kelompok yang menang] meliputi beberapa sisi :Pertama.Hadits-hadits Nabi yang menjelaskan perpecahan Umat Islam.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Orang Yahudi telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu kelompok dan Nashrani telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok dan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok" [Hadits Hasan ; sebagaimana telah saya jelaskan dalam Nushhul Umat Fi Fahmi Ahaadits Iftiraqatil Umat hal. 9-10]Dalam hal ini juga ada dari sejumlah sahabat :[a]. Dari Muawiyah Radhiyallahu 'anhu dalam hadits beliau ada tambahan."Artinya : Dan akan keluar pada umatku satu kaum yang telah merasuk mereka hawa nafsunya sebagaimana terjangkitnya penyakit anjing gila [rabies] kepada orang yang tertimpa [penyakit tersebut] tidak tinggal satu otot dan persendian pun kecuali dimasuki" [Hadits Hasan lihat refernsi diatas hal. 10-11][b]. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dalam hadits beliau ada tambahan"Artinya : Semuanya didalam neraka kecuali satu yaitu Al-Jama'ah" [Hadits Hasan dengan syahid-syahidnya, lihat referensi di atas, hal.12-18][c]. Dari Auf bin Malik Radhiyalahu anhu, dan ada tambahan semakna dengan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu [Hadits Hasan, lihat referensi diatas hal.18-19][d]. Dari Abi Umamah Al-Bahiliy Radhiyallahu 'anhu dalam kisah yang panjang, dalam hadits beliau ada tambahan."Artinya : Kelompok yang paling besar -yaitu yang selamat-" [Hadits Hasan dengan syahid-syahidnya, lihat referensi di atas, hal.19-21][e]. Dari Sa'ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu, dalam hadits beliau ada tambahan seperti hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu. [Hadits Lemah, lihat referensi diatas hal.21-22][f]. Hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyalahu 'anhu, dalam hadits beliau ada tambahan."Artinya : Sebagaimana keadaanku sekarang dan para shabatku" [Hadits hasan dengan syahid-syahidnya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam juz khusus : Dar'ul Irtiyaab 'an Hadits Ma'ana Alaihi Wa Ashabihi]Dan dalam masalah ini juga ada dari Amru bin Auf Al-Muzaniy, Abu Darda. Abu Usamah, Waatsilah bin Al-Asyqa' dan Anas bin Malik, mereka semua bersepakat dalam hadits yang satu. [Semua sanad-sanad periwayatannya lemah sekali, sebagaimana telah saya jelaskan dalam Nushhul Umat Fi Fahmi Ahaadits Iftiratil Umat hal.22-27]Dan dari hadits-hadits di atas terdapat penamaan kelompok yang tetap pada pokok yang telah menggigit sunnah dengan gigi gerahamnya dengan nama An-Najiyah [golongan yang selamat], karena dia selamat dari perselisihan dan akan selamat -dengan izin Allah- dari neraka.Kedua.Hadits-Hadits Thaifah Al-Manshurah.[1].Dari Muawiyah Radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak merugikannya orang yang menghina dan menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian" [Mutafaqun Alaihi dan hadits ini dari Muawiyah memiliki delapan jalan periwayatan yang telah saya takhrij dalam Allaali al-Mansturah bi Aushaafith Thaifatil Manshurah [1]]Berkata Umair -salah satu perawi hadits- :Telah berkata Malik bin Yakhomir : Telah berkata Muadz : mereka berada di Syam. Dan berkata Muawiyah : Malik ini mengatakan bahwa dia telah mendengar Muadz bin Jabal berkata : Mereka di Syam.[2]. Hadits Mughirah bin Syu'bah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang dimenangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian" [Mutafaqun Alaihi, lihat referensi diatas [2]][3]. Hadits Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran sampai datang hari kiamat" [Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas [3]][4]. Hadits Tsauban Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian" [Diriwayatkan oleh Muslim [3/65 An-Nawawiy] dan lihat referensi diatas [4]][5]. Hadits Imraan bin Hushain Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran, mengalahkan orang yang memusuhi mereka sehingga akhirnya mereka memerangi Ad-Dajjal" [Hadits Shahih dan telah saya jelaskan dalam referensi diatas [5]][6]. Hadits Jaabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran sampai hari kiamat ; beliau berkata lagi : Lalu turunlah Isa bin Maryam, kemudian amir mereka berkata : silahkanlah mengimami kami [dalam shalat], maka beliau menjawab : Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah amir atas sebagian yang lain sebagai pemulian Allah terhadap umat ini" [Dikeluarkan oleh Muslim [2/193 An-Nawawiy] dan lihat referensi diatas][7]. Hadits Salamah bin Naufal Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Sekaranglah tiba peperangan, senantiasa ada sekelompok dari umatku yang mengalahkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengangkat hati-hati sejumlah kaum lalu berperang dan mendapatkan rizqi dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mereka dalam keadaan demikian, ketahuilah bahwa istana kaum mukminin ada di Syam dan kuda perang telah diikat di ubun-ubunnya kebaikan sampai hari kiamat" [Hadits shahih atas syarat Muslim, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas [7]][8&9]. Hadits Abdillah bin Umar dan hadits Uqbah bin Amir Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku berperang diatas perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengalahkan manusia, tidaklah merugikan mereka orang-orang yang menyelisihinya sampai menemui mereka dari kiamat dalam keadaan seperti itu" [Diriwayatkan oleh Muslim 13/67-68 An-Nawawiy dan lihat referensi diatas [9]][10]. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan perintah Allah yang tidak merugikannya orang-orang yang menyelisihinya" [Hadits shahih dengan jalan-jalan periwayatannya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas [10]][11]. Hadits Qurrah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz"Artinya : Jika penduduk Syam telah rusak maka tiada kebaikan pada kalian, senantiasa ada sekelompok dari umatku yang dimenangkan yang tidak merugikannya orang-orang yang menyelisihinya sampai datangnya hari kiamat" [Hadits shahih atas syarat Syaikhoin, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas [11]][12]. Hadits Jaabir bin Samurah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa agama ini tegak berperang diatasnya sekelompok dari kaum muslimin sampai datangnya hari kiamat" [Diriwayatkan oleh Muslim 13/66 An-Nawawiy, lihat dalam referensi diatas [12]][13]. Hadits Saad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu dengan dua lafadz."Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan agama dengan kemuliaan sampai hari kiamat" [Diriwayatkan oleh Muslim 13/68 An-Nawawiy, lihat dalam referensi diatas [13]]"Artinya : Senantiasa ahlul maghrib menegakkan kebenaran sampai tegaknya hari kiamat" [Hadits hasan, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas [15]][14]. Hadits Abu Inabah Al-Khaulaniy Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz."Artinya : Senantiasa Allah menumbuhkan pada agama ini generasi yang Dia gunakan dalam ketaatannya sampai hari kiamat.Kesimpulannya.Hadits-hadits Ath-Thaifah Al-Manshurah mutawatir, sebagaimana telah dinyatakan oleh para ahli ilmu diantara mereka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho Shirothil Mustaqiim hal.6, As-Suyuthiy dalam Al-Azhaar Al-Mutanasirah [93] dan Syaikh kami Al-Albaaniy dalam Shalaatil 'Idain hal.39-40 serta lainnya.Dari hadits-hadits di atas didapatkan bahwa kelompok tersebut disifatkan dengan Al-Manshurah [yang dimenangkan] karena dia menegakkan kebenaran dan tetap teguh [komitmen] di atasnya dan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjaga dan menolong mereka sampai hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian.[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf [Studi Kritis Solusi Problematika Umat] oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=508&bagian=0


Artikel Firqatun Najiyah [Golongan Yang Selamat] Dan Thaifatul Manshurah [Kelompok Yan Menang] diambil dari http://www.asofwah.or.id
Firqatun Najiyah [Golongan Yang Selamat] Dan Thaifatul Manshurah [Kelompok Yan Menang].