Selasa, 27 Mei 2008

Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru 1/3

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru 1/3 Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru 1/3

Kategori Ahkam

Rabu, 29 Desember 2004 06:47:31 WIBHUKUM PERAYAAN MENYAMBUT TAHUN 2000 MASEHI [MILENIUM KETIGA]OlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal IftaBagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3Pertanyaan.Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya :[1]. Pada beberapa hari belakangan ini, kami menyaksikan betapa gencarnya liputan mass-media mass-media [cetak maupun elektronik] dalam rangka menyambut datangnya tahun 2000M dan permulaan Milenium Ketiga seputar kejadian-kejadian dan prosesi-prosesinya. Terlihat bahwa orang-orang kafir dari kalangan yahudi dan nashrani serta selain mereka begitu suka cita menggantungkan harapan-harapan dengan adanya hal itu.Pertanyaannya, wahai Syaikh yang mulia. Sesungguhnya sebagian mereka yang menisbatkan diri sebagai orang Islam telah juga menunjukkan perhatiannya terhadap hal ini dan menganggapnya sebagai momentum bahagia sehingga mengaitkan hal itu dengan pernikahan, pekerjaan mereka atau memajang/menempelkan pengumuman tentang hal itu di altar-altar perdagangan atau perusahaan mereka dan lain sebagainya yang menimbulkan dampak negatif bagi seorang Muslim.Dalam hal ini, apakah hukum mengangungkan momentum seperti itu dan menyambutnya serta saling mengucapkan selamat karenanya, baik secara lisan, melalui kartu khusus yang dicetak dan lain sebagainya, menurut syari'at Islam Semoga Allah memberikan ganjaran pahala kepada Anda atas amal shalih terhadap Islam dan kaum Muslimin dengan sebaik-baik ganjaran.[2]. Dalam versi pertanyaan yang lain : Orang-orang yahudi dan nashrani bersiap-siap untuk menyambut datang tahun baru 2000 Masehi berdasarkan sejarah mereka dalam bentuk yang tidak lazim demi mempromosikan program-program serta keyakinan-keyakinan mereka di seluruh dunia, khususnya di negeri-negeri Islam.Sebagian kaum Muslimin telah terpengaruh dengan promosi ini sehingga mereka nampak mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal itu, dan di antara mereka ada yang mengumumkan potongan harga [diskon] atas barang dagangannnya spesial buat momentum ini. Kiranya, dikhawatirkan kelak hal ini berkembang menjadi aqidah kaum Muslimin di dalam ber-wala' [loyal] terhadap orang-orang non Muslim.Kami berharap mendapatkan penjelasan Anda seputar hukum keikutsertaan kaum Muslimin dalam momentum-momentum kaum kafir, mempromosikan hal itu dan menyambutnya. Demikian juga hukum menon-aktifkan kegiatan kerja oleh sebagian lembaga dari perusahaan berkenaan dengan hal itu.Apakah melakukan sesuatu dari hal-hal tersebut dan semisalnya atau rela terhadapnya mempengaruhi aqidah seorang Muslim Jawaban.Sesungguhnya nikmat yang paling besar yang dianugrahkan oleh Allah kepada para hambaNya adalah nikmat Islam dan hidayah kepada jalanNya yang lurus. Di antara rahmatNya pula, Allah Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya, kaum Mukminin, agar memohon hidayahNya di dalam shalat-shalat mereka. Mereka memohon kepadaNya agar mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus dan mantap di atasnya. Dalam hal ini, Allah Ta'ala telah memberikan spesifikasi jalan [shirath] ini sebagai jalan para Nabi, Ash-Shiddiqin, Syuhada dan orang-orang shalih yang Dia anugrahkan nikmatNya kepada mereka. Jadi, bukan jalan orang-orang yahudi, nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrik yang menyimpang darinya.Bila hal ini sudah diketahui, maka adalah wajib bagi seorang Muslim untuk mengenal kadar nikmat Allah kepadanya sehingga dengan itu, dia mau bersyukur kepadaNya melalui ucapan, perbuatan dan keyakinan. Dalam pada itu, dia juga akan menjaga nikmat ini dan membentenginya serta melakukan sebab-sebab yang dapat menjaga hilangnnya nikmat tersebut.Bagi orang yang diberikan bashiroh [pemahaman mendalam] terhadap Dienullah di saat kondisi dunia dewasa ini yang diselimuti oleh pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan pada kebanyakan orang, dia akan mengetahui dengan jelas upaya keras yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk menghapus kebenarannya dan memadamkan cahayanya, upaya menjauhkan kaum Muslimin darinya serta memutuskan kontak mereka dengannya melalui berbagai sarana yang memungkinkan. Belum lagi, upaya memperburuk citra Islam dan melabelkan tuhudan dan kebohongan-kebohongan terhadanya guna menghadang seluruh manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan kepada RasulNya, Muhammad bin Abdullah. Pembenaran statement ini dibuktikan oleh firman-firman Allah Ta'ala."Artinya : Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kami beriman, karena dengki yang [timbul] dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran" [Al-Baqarah : 109]"Artinya : Segolongan dari ahli kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka [sebenarnya] tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya" [Ali-Imran : 69]"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang [kepada kekafiran], lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi" [Ali-Imran : 149]"Artinya : Katakanlah, Hai ahli kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan, "Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan" [Ali Imran : 99]Dan ayat-ayat lainnya. Akan tetapi meskipun demikian, Allah Ta'ala telah berjanji untuk mejaga dienNya dan kitabNya, dalam firmanNya."Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" [Al-Hijr : 9]Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa akan selalu muncul suatu golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka ataupun menentang mereka hingga terjadi hari Kiamat. Segala puji bagi Allah pujian yang banyak dan kita memohon kepadaNya Yang Maha Dekat dan Mengabulkan Permohonan agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin termasuk dari golongan tersebut, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.Dengan ini, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta setelah mendengar dan melihat adanya penyambutan yang demikian meriah dan perhatian yang serius dan beberapa golongan orang-orang yahudi dan nashrani serta orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam yang terpengaruh oleh mereka berkenaan dengan telah berakhirnya momentum tahun 2000 dan menyongsong Milenium Ketiga menurut Kalender Masehi, maka suka tidak suka, Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta wajib memberikan nasehat dan penjelasan kepada seluruh kaum Muslimin tentang hakikat momentum ini serta hukum syariat yang suci ini terhadapnya sehingga kaum Muslimin memahami dengan baik dien mereka dan berhati-hati. Dengan demikian, tidak terjerumus ke dalam kesesatan-kesesatan orang-orang yahudi yang dimurkai dan orang-orang nashrani yang sesat.[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1263&bagian=0


Artikel Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru 1/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru 1/3.

Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Berpijak Berdasarkan Al-Kitab Dan As-Sunnah Dengan Pemahaman Ulama Salaf

Kumpulan Artikel Islami

Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Berpijak Berdasarkan Al-Kitab Dan As-Sunnah Dengan Pemahaman Ulama Salaf Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Berpijak Berdasarkan Al-Kitab Dan As-Sunnah Dengan Pemahaman Ulama Salaf

Kategori Manhaj

Senin, 12 Januari 2004 15:16:47 WIBPOKOK-POKOK MANHAJ SALAFOlehKhalid bin Abdur Rahman al-'IkBagian Terakhir dari Enam Tulisan [6/6]KAIDAH KEEMPAT.BERPIJAK BERDASARKAN AL-KITAB DAN AS-SUNNAH DENGAN MENGUTAMAKAN PEMAHAMAN ULAMA SALAF DAN MENJADIKAN AKAL MEREKA TUNDUK KEPADA NASH-NASH KEDUANYAKaidah ini memiliki peran besar dalam pokok-pokok manhaj salaf. Inilah kaidah yang menjadi pemisah antara Ahlu Sunnah dengan Ahlul Bid'ah, walaupun semuanya mengaku mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah.Pengikut manhaj ahlul-kalam berseru : "Kami ittiba' kepada Al-Kitab dan As-Sunnah". Pengikut manhaj sufi juga berseru : "Kami ittiba' kepada Al-Kitab dan As-Sunnah". Pengikut manhaj salaf pun berseru : "Kami ittiba' kepada Al-Kitab dan As-Sunnah".Para pengikut manhaj ahlul-kalam memang mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah, akan tetapi mereka menjadikan nash-nash Al-Qur'an dan Al-Hadits tunduk pada tuntutan akal pikiran mereka. Dengan demikian mereka sebenarnya telah meninggalkan manhaj Al-Kitab dan As-Sunnah.Para pengikut manhaj sufiyah juga mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah, namun mereka menjadikan nash-nash keduanya tunduk kepada pemahaman-pemahaman tertentu dalam kaitannya dengan penafsiran tentang hidup dan zuhud, kemudian berpaling dari kenikmatan-kenikmatan hidup. Dengan demikian mereka pun meninggalkan manhaj Al-Kitab dan As-Sunnah.Adapun para pengikut manhaj salaf, merekalah orang-orang yang benar-benar berpijak berdasar Al-Kitab dan As-Sunnah dengan mengutamakan pemahaman ulama salaf dan menjadikan akal mereka tunduk kepada nash-nash keduanya. Mereka menyesuaikan kehidupannya sesuai dengan tuntunan Al-Kitab dan As-Sunnah dan membatasi pandangan [teori] mereka tentang hidup serta kenikmatannya selaras dengan pengarahan Al-Kitab dan As-Sunnah.Jadi merekalah orang-orang yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah, baik aqidah, manhaj, syari'ah maupun perilakunya. Dalil dari standard ini telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.Berikut ini adalah penjelasan tentang manhaj shahabat yang telah mendapat ridha dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Al-Amin Shallallahu 'alaihi wa sallam.Pertama kali dalam menetapkan manhaj shahabat tersebut, kita mulai dengan firman Allah Tabaraka wa Ta'ala tentang para shahabat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang beriman dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ; kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud ......" [Al-Fath : 29]"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama [masuk Islam] di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. itulah kemenangan yang besar ". [At-Taubah : 100].Jadi mereka ridha terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka berupa Al-Qur'an dan berupa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah pun telah ridha kepada mereka disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. Yakni, berupa ibadah dan ketaatan yang hanya ditujukan kepada Allah semata, ittiba' kepada Rasul-Nya yang menyebarluaskan dakwah Islamiyyah serta penyebaran sunnah nabawiyyah dan pengamalannya.Wallahu 'alam bish-shawaab[Disalin dari majalah As-Salafiyah, edisi I, tahun I, 1415H diterjemahkan oleh Ahmas Faiz Asifuddin dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 13/Th II/1416H - 1995M]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=52&bagian=0


Artikel Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Berpijak Berdasarkan Al-Kitab Dan As-Sunnah Dengan Pemahaman Ulama Salaf diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pokok-Pokok Manhaj Salaf : Berpijak Berdasarkan Al-Kitab Dan As-Sunnah Dengan Pemahaman Ulama Salaf.

Mengenal Imam al-Bukhary

Kumpulan Artikel Islami

Mengenal Imam al-Bukhary Muhammad Ibnu Abi Hatim berkata, “Saya terilham/menghafalhadits ketika masih dalam asuhan belajar.” Lalu saya bertanya, “Umurberapakah Anda pada waktu itu” Beliau menjawab, “Sepuluh tahun ataukurang.” [Riwayat al-Farbari dari Muhammad Ibnu Abi Hatim, seorangjuru tulis al-Imam al-Bukhari].

Suatu ketika al-Imam al-Bukhari tiba di Baghdad. Kehadiran beliaudidengar oleh para ahlul hadits negeri itu. Maka, berkumpullah merekauntuk menguji kehebatan hafalan beliau tentang hadits.

Syahdan para ulama tersebut sengaja mengumpulkan seratus buah hadits.Susunan, urutan dan letak matan serta sanad seratus hadits tersebutsengaja dibolak-balik. Matan dari sebuah sanad diletakkan untuk sanadlain, sementara suatu sanad dari sebuah matan diletakkan untuk matanlain dan begitulah seterusnya. Seratus buah hadits itu dibagikankepada sepuluh orang tim penguji, hingga masing-masing mendapat bagiansepuluh buah hadits.

Maka tibalah ketetapan hari yang telah disepakati.Berbondong-bondonglah para ulama dan tim penguji itu, serta para ulamadari Khurasan dan negeri-negeri lain serta penduduk Baghdad menujutempat yang telah ditentukan.

Ketika suasana majlis telah menjadi tenang, salah seorang darikesepuluh tim penguji mulai memberikan ujiannya. Beliau membacakansebuah hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya kepadaal-Imam al-Bukhari. Ketika ditanyakan kepada beliau, al Imam al-Bukharimenjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Demikian seterusnya satupersatu dari kesepuluh hadits penguji pertama itu dibacakan, danal-Imam al-Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.”

Beberapa ulama yang hadir saling berpandangan seraya bergumam, “Orangini berarti faham.” Akan tetapi ada di kalangan mereka yang tidakmengerti, hingga menyimpulkan bahwa al-Imam al-Bukhari terbataspengetahuannya dan lemah hafalannya.

Orang kedua maju. Beliau juga melontarkan sebuah hadits yang telahdibolak-balik sanad dan matannya, yang kemudian dijawab pula, “Sayatidak kenal hadits itu”. Begitulah, orang kedua ini pun membacakansepuluh hadits yang menjadi bagiannya, dan seluruhnya dijawab beliau,“Saya tidak kenal hadist itu.”

Begitulah selanjutnya orang ketiga, keempat, kelima hingga sampaiorang kesepuluh, semuanya membawakan masing-masing sepuluh hadits yangtelah dibolak-balik matan dan sanadnya. Dan al-Imam al-Bukharimemberikan jawaban tidak lebih daripada kata-kata, “Saya tidak kenalhadits itu.”

Setelah semuanya selesai menguji, beliau kemudian menghadap orangpertama seraya berkata, “Hadits yang pertama Anda katakan begini,padahal yang benar adalah begini, lalu hadits Anda yang kedua andakatakan begini padahal yang benar seperti ini. Begitulah seterusnyahingga hadits kesepuluh disebutkan oleh beliau kesalahan letak sanadserta matannya, dan kemudian dibetulkannya kesalahan itu hingga semuasanad dan matannya menjadi benar kedudukannya.

Demikian pula seterusnya yang dilakukan oleh al-Bukhari kepada parapenguji berikutnya hingga sampai kepada penguji kesepuluh. Maka,orang-orang pun lantas mengakui serta menyatakan kehebatan hafalanserta kelebihan beliau. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan,“Yang hebat bukanlah kemampuan al-Bukhari dalam mengembalikankedudukan hadits-hadits yang salah, sebab beliau memang hafal, tetapiyang hebat justru hafalnya beliau terhadap kesalahan yang dilakukanoleh para penguji tersebut secara berurutan satu persatu hanya dengansekali mendengar.”

Siapakah al-Imam al-Bukhari

Beliau adalah Abu Abdillah, bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahimbin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ja’fi. Kakek moyang Bardizbah [begitulahcara pengucapannya menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani] adalah orang asliPersia. Bardizbah, menurut penduduk Bukhara berarti petani. Sedangkankakek buyutnya, al-Mughirah bin Bardizbah, masuk Islaam di tangan al-Yamanal-Ja’fi ketika beliau datang di Bukhara. Selanjutnya nama al-Mughirahdinisbatkan [disandarkan] kepada al-Ja’fi sebagai tanda wala’kepadanya, yakni dalam rangka mempraktekkan pendapat yang mengatakan,bahwa seseorang yang masuk Islam, maka wala’nya kepada orang yangmengislamkannya.

Adapun mengenai kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalanimengatakan, “Kami tidak mengetahui [menemukan] sedikit pun tentangkabar beritanya.” Sedangkan tentang ayahnya, Ismail bin Ibrahim, IbnuHibban telah menuliskan tarjamah [biografi]-nya dalam kitabnyaats-Tsiqat [orang-orang yang tsiqah/terpercaya] dan beliau mengatakan,“Ismail bin Ibrahim, ayahnya al-Bukhari, mengambil riwayat [hadits]dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil olehulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telahmenyebutkan riwayat hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib.Ismail bin Ibrahim wafat ketika Muhammad [al-Bukhari] masih kecil.

Kelahiran Dan Wafatnya

Dilahirkan di Bukhara, sesudah shalat Jum’at pada tanggal 13 Syawal194 H. Beliau dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah,tenang, suci dan bersih dari barang-barang haram. Ayahnya, Ismail binIbrahim, ketika wafat seperti yang diceritakan oleh Muhammad bin AbiHatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku pernah mendengar Muhammad binKharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid Hafs berkata, “Aku masukmenjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah [al-Bukhari] ketika beliaumenjelang wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartakubarang satu dirham pun yang haram dan tidak pula satu dirham pun yangsybhat.”

Al-Bukhari wafat di Khartank sebuah desa di negeri Samarkhand, malamSabtu sesudah shalat Isya’, bertepatan dengan malam Iedul fitri, tahun256 H dan dikuburkan pada hari Iedul Fitri sesudah shalat Zhuhur.Beliau wafat dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dengan meninggalkanilmu yang bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin, sebagaimana dikatakanoleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah.

Pertumbuhan Dan Perkembangannya

Ketika ayahnya wafat, beliau masih kecil, sehingga beliau besar dandibesarkan dalam asuhan ibunya. Beliau mencari ilmu ketika masih kecildan pernah menceritakan tentang dirinya seperti disebutkan oleh al-Farbaridari Muhammad bin Abi Hatim. Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Akupernah mendengar al-Bukhari mengatakan, “Aku diilhami untuk menghafalhadits ketika masih dalam asuhan mencari ilmu.” Lalu aku bertanya,“Berapa umur Anda pada waktu itu” Beliau menjawab, “Sepuluh tahunatau kurang… dan seterusnya hingga perkataan beliau, “Ketika akumenginjak umur enam belas tahun, aku telah hafal kitab-kitab karyaIbnul Mubarak dan Wakil. Dan aku pun tahu pernyataan mereka tentangAsh-hab [Ahlu] ra’yu”. Beliau berkata lagi, “Kemudian aku berangkathaji bersama ibuku dan saudaraku, setelah menginjak usia delapan belastahun, aku telah menyusun kitab tentang sahabat dan tabi’in. Kemudianmenyusun kitab tarikh di Madinah di samping kuburan Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika malam terang bulan.” Beliaumelanjutkan perkataannya, “Dan setiap kali ada nama dalam at-Tarikhtersebut, pasti aku mempunyai kisah tersendiri tentangnya, tetapi akutidak menyukai jika kitabku terlalu panjang.”

Semenjak kecil beliau sibuk menggali ilmu dan mendengarkan hadits dariberbagai negeri, seperti di negerinya sendiri. Dan beliau telahbeberapa kali mengunjungi Baghdad, hingga penduduk di sana mengakuikelebihannya dan penguasaannya terhadap ilmu riwayah dan dirayah.

Begitulah, singkatnya beliau telah mengunjungi berbagai kota di Irakdalam rangka mencari ilmu hadits dari tokoh-tokoh negeri tersebut,misalnya Bashrah, Balkh, Kufah dan lain-lain. Beliau telahmendengarkan dan menggali hadits dari sejumlah banyak tokoh pembawahadits. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim, bahwasanya beliauberkata, “Aku tidak pernah menulis melainkan dari orang-orang yangmengatakan bahwa al-Iman adalah ucapan dan tindakan.”

Jumlah Hadits Yang Dihafal

Muhammad bin Hamdawaih mengatakan, “Aku mendengar al-Bukhari berkata,bahwa aku hafal seratus ribu hadits shahih dan dua ratus ribu haditstidak shahih.”

Kitab-Kitab Yang Disusun

Yang paling pokok adalah kitab al-Jamiush shahih [Shahihul Bukhari]yaitu kitab hadits tershahih diantara kitab hadits lainnya. Selain itubeliau menyusun juga ktiab al-Adabul Mufrad, Raf’ul Yadain fishShalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain, at-Tarikh ash-Shagir,Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa [hadits-hadits lemah], al-Jaami’al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul Asyribah,Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah [Nama-nama para shahabat] danlain sebagainya.

Contoh Kekaguman Orang Terhadap Al-Bukhari

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunyadan manusia yang tahu dan hidup pada zamannya maupun sesudahnya.al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalanitelah menyebutkan secara khusus tentang pujian dan jasa-jasa beliaudalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratulhuffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.

Berikut ini beberapa contoh pujian dan kekaguman mereka. Muhammad binAbi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundiberkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail[al-Bukhari] dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematiankuhanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.”

Raja’ bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satuayat di antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.”

Abu Abdullah al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah ImamAhlul hadits, tidak ada seorang pun di antara Ahlul Naql yangmengingkarinya.”

Shahihul Jami’ Atau Shahih Bukhari

Seluruh hadits yang termuat di dalamnya adalah hadits-hadits shahihyang telah tetap dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Bahkan semua Mu’allaqaat dalam Shahih al-Bukhari dinyatakanshahih oleh para ulama Ahlul hadits. Adapun contoh pernyataan ulamatentang Shahih al-Bukhari seperti dikatakan al-Hafizh Ibnu Katsirdalam al-Bidaayah wan Nihaayah, “Para ulama telah bersepakatmenerimanya [yakni Shahihul Bukhari] dan menerima keshahihan apa-apayang ada di dalamnya, demikian pula seluruh ahlul Islam.”

Jadi di samping Shahih Muslim, Shahih al-Bukhari adalah kitabtershahih nomor dua setelah al-Qur’an sebagaimana disebutkan dandisepakati oleh para ulama, di antaranya oleh as-Subakti.

Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara

Ghonjar mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad binMuhammad bin Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan,“Amir Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirimutusan kepada Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah padaku kitabJaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari kamu.”Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlahkepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan akutidak akan membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabiladia butuh [jika ilmu itu dikehendaki], maka hendaknya dia datangkepadaku di masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkanwahai sultan, maka laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supayapada hari kiamat aku punya alasan di hadapan Allah bahwa aku tidakmenyembunyikan ilmu.” Ghonjar mengatakan, “Inilah yang menyebabkanterjadinya krisis di antara keduanya.”

Al-Hakim berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobbymengatakan, “Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “PerginyaAbu Abdillah al-Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid binAhmad Khalifah bin Thahir meminta beliau untuk hadir di rumahnyasupaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih kepadaanak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidakmempunyai waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya [mendengarkanilmuku, pen]. Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits binAbi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicaramempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliaudari Bukhara.

Demikianlah sekelumit tentang Imam Bukhari, beliau juga pernahdifitnah sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’anadalah makhluk. Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkansecara tegas beliau membantah bahwa orang yang membawa berita tersebutadalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalahkalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalahmakhluk.” [lihat Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagianakhir halaman 490-491]. Wallahu a’lam.

[SUMBER: Majalah as-Sunnah, no.02/Th.I, Jumada Tsani-Rajab 1413H/Desember 1992 M, diterjemahkan dan disusun oleh Ahmas Faiz dengansedikit perubahan]

Artikel Mengenal Imam al-Bukhary diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengenal Imam al-Bukhary.

Mendahulukan Sa'i Daripada Thawaf

Kumpulan Artikel Islami

Mendahulukan Sa'i Daripada Thawaf

>> Pertanyaan :

Apakah boleh mengerjakan sai terlebih dahulu kemudian thawaf karenaada udzur syari [alasan yang dibenarkan syara. Pen]?

>> Jawaban :

Mendahulukan sai haji daripada thawaf ifadhah boleh saja, karenaRasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ketika berdiri pada hari RayaQurban ditanya oleh para shahabat, di antara mereka ada yangmengatakan, Saya sudah menyembelih hewan korban sebelum melontarJumroh [adapula yang mengatakan,] Sebelum mencukur rambut danpertanyaan yang serupa dengannya. Maka beliau menjawab, Tidakapa-apa. Bahkan ada yang bertanya, Aku telah melakukan sai sebelummelakukan thawaf maka beliau menjawab, Tidak mengapa.

Tetapi ibadah umrah, kalau ada seseorang yang mendahulukan saisebelum thawaf, maka tidak ada satu hadits pun dari RasulullahShalallaahu alaihi wasalam yang membicarakan masalah ini, namunsebagian ulama ada yang berpen-dapat, kalau saya tidak keliru, diaadalah Atha 5 seorang tokoh ulama generasi Tabiin, beliauberpendapat boleh melakukan sai umrah sebelum melakukan thawaf. Dalamsatu riwayat dikatakan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal memperbolehkan halitu kalau pelakunya orang yang tidak mengerti [bodoh]. Maksudnyaadalah karena ada udzur.

Sebagai sekap hati-hati, sebaiknya tidak mendahulukan sai sama sekali,bahkan kalau sekiranya seseorang sudah melakukan sai sebelummelakukan thawaf karena lupa atau karena tidak tahu, maka apabila iatelah mengerjakan thawaf hendaknya mengulangi sainya, karenaRasulullah bersabda, Hendaknya kalian mencohtohku di dalam melakukanmanasik.

[Ibnu Utsaimin: Fatawa wa Rasail lil Mutamirin, jilid 1, hal. 21.]

Artikel Mendahulukan Sa'i Daripada Thawaf diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mendahulukan Sa'i Daripada Thawaf.

Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah, Hukum-Hukum Istihadhah

Kumpulan Artikel Islami

Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah, Hukum-Hukum Istihadhah Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah, Hukum-Hukum Istihadhah

Kategori Wanita - Darah Wanita

Sabtu, 23 Juli 2005 08:30:02 WIBISTIHADHAH DAN HUKUM-HUKUMNYAOlehSyaikh Muhammad bin Shaleh Al 'UtsaiminBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2][3]. Hal Wanita Yang Mirip MustahadhahKadangkala seorang wanita, karena sesuatu sebab, mengalami pendarahan pada farjinya, seperti karena operasi pada rahim atau sekitarnya. Hal ini ada dua macam:[a]. Diketahui bahwa si wanita tidak mungkin haid lagi setelah operasi, seperti operasi pengangkatan atau penutupan rahim yang mengakibatkan darah tidak bisa keluar lagi darinya, maka tidak berlaku baginya hukum-hukum mustahadhah. Namun hukumnya adalah hukum wanita yang mendapati cairan kuning, atau keruh, atau basah setelah masa suci. Karena itu ia tidak boleh meninggallkan shalat atau puasa dan boleh digauli. Tidak wajib baginya mandi karena keluarnya darah,tapi ia harus membersihkan darah tersebut ketika hendak shalat dan supaya melekatkan kain atau semisalnya [seperti pembalut wanita] pada farjiya untuk menahan keluarnya darah, kemudian berwudhu untuk shalat. Janganlah ia berwudhu untuk shalat kecuali telah masuk waktunya,jika shalat itu telah tertentu waktunya seperti shalat lima waktu; jika tidak tertentu waktunya maka ia berwudhu ketika hendak mengerjakannya seperti shalat sunat yang mutlak.[b]. Tidak diketahui bahwa siwanita tidak bisa haid setelah operasi, tetapi diperkirakan bisa haid lagi. Maka berlaku baginya hukum mustahadhah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abi Hubaisy:"Artinya : Itu hanyalah darah penyakit, bukan haid. Jika datang haid, maka tinggalkan shalat."Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Jika datang haid..." menunjukkan bahwa hukum mustahadhah berlaku bagi wanita yang berkemungkinan haid, yang bisa datang atau berhenti.Adapun wanita yang tidak berkemungkinan haid maka darah yang keluar pada prinsipnya, dihukumi sebagai darah penyakit.[4]. Hukum-Hukum IstihadhahDari penjelasan terdahulu, dapat kita mengerti kapan darah itu sebagai darah haid dan kapan sebagai darah istihadhah.Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum-hukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlalku pun hukum-hukum istihadhah.Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka. Adapun hukum-hukum istihadhah seperti,halnya hukum-hukum tuhr [keadaan suci]. Tidak ada perbedaan antara wanita mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal berikut ini:[a]. Wanita mustahadhah wajib berwudhu setiap kali hendak shalat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:"Artinya : Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak shalat" [Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Bab Membersihkan Darah]Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya. Sedangkan shalat yang tidak tertentu waktunya, maka ia berwudhu pada saat hendak melakukannya[b]. Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sisa darah dan melekatkan kain dengan kapas [atau pembalut wanita] pada farjinya untuk mencegah keluarnya darah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Hamnah:"Artinya : Aku beritahukan kepadamu [untuk menggunakan] kapas, karena hal itu dapat menyerap darah". Hamnah berkata: 'Darahnya lebih banyak dari itu". Beliau bersabda: "gunakan kain!". Kata Hamnah: "Darahnya masih banyak pula". Nabipun bersabda: "Maka pakailah penahan!"Kalaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa hukumnya. Karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:"Artinya : Tinggalkan shalat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk setiap kali shalat, lalu shalatlah meskipun darah menetes di atas alas. " [Hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah][c]. Jima' [senggama]. Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya pada kondisi bila ditinggalkan tidak dikhawatirkan menyebabkan zina. Yang benar adalah boleh secara mutlak Karena ada banyak wanita,mencapai sepuluh atau lebih, mengalami istihadhah pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ,sementara Allah dan Rasul-Nya tidak melarang jima' dengan mereka. Firman Allah Ta 'ala:”Artinya :... Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid ... " [Al-Baqarah: 222]Ayat ini menunjukkan bahwa di luar keadaan haid, suami tidak wajib menjauhkan diri dari isteri. Kalaupun shalat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah, maka jima 'pun tentu lebih boleh Dan tidak benar jima' wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima 'wanita haid,karena keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat para ulama yang menyatakan haram. Sebab, mengkiaskan sesuatu dengan hal yang babeda adalah tidak sah.[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin-Nisa' Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin, dengan edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal 49 - 52 terbitan Darul Haq, Penerjemah Muhammad Yusuf Harin. MA]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1494&bagian=0


Artikel Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah, Hukum-Hukum Istihadhah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah, Hukum-Hukum Istihadhah.

Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang YangMampu

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang YangMampu

>> Pertanyaan :

Syaikh yang mulia, saya seorang pelajar yang sudah mencapai usiabaligh, namun tidak mempunyai harta. Apakah boleh saya meminta danakepada orang tua saya untuk menunaikan ibadah haji saat ini, atau sayamenunggu sampai saya selesai belajar dan telah bekerja agar sayamenunaikan ibadah haji dengan harta saya sendiri, dan ini akan memakanwaktu yang cukup lama. Apa nasehat Syaikh kepada saya.?

>> Jawaban :

Haji itu tidak wajib atas seseorang bila ia tidak mempunyai harta,sekalipun ayahnya adalah orang kaya; dan tidak perlu meminta kepadaayahnya sejumlah dana yang cukup untuk dapat menunaikan ibadah haji.Para ulama telah mengatakan, Andaikata ayahmu memberimu sejumlah uangagar kamu menunaikan ibadah haji, maka kamu tidak harus menerimanya.Kamu boleh menolaknya sambil mengatakan: Aku belum ingin menunaikanibadah haji, karena haji belum wajib atasku.

Sebagian ulama juga ada yang mengatakan, Kalau ada seseorang [sepertiayah atau saudara kandung] yang memberimu uang agar dengan-nya kamudapat beribadah haji, maka kamu wajib menerima pemberian itu danmenunaikan ibadah haji dengannya. Tetapi kalau kamu diberi uang olehorang lain yang kamu khawatirkan ia akan mengungkit-ungkit pemberianitu di hari kemudian, maka kamu tidak harus menerimanya. Ini adalahpendapat yang shahih.

Yang jadi masalah adalah seseorang diberi uang oleh orang lain agar iamenunaikan ibadah haji wajib, apakah ia wajib menerima uang pemberianitu dan menuaikan haji wajib dengannya

Jawabnya: Tidak wajib. Ia boleh menolaknya karena khawatirdiungkit-ungkit kembali. Sebab haji belum wajib atasnya karena belummempunyai kemampuan. Tetapi jika yang memberi uang itu adalah ayah-nyaatau saudara kandungnya, maka kami katakan: Silahkan terima pemberianitu dan laksanaklah ibadah haji dengannya, karena ayahmu dan saudarakandungmu tidak akan mengungkit-ungkit kembali pemberian itu.

Berdasarkan itu semua kami katakan kepada saudara penanya [pelajar]:Tunggu hingga Allah menjadikan kamu orang yang mampu dan kamu dapatmenunaikan ibadah haji dengan hartamu sendiri, dan kamu tidak berdosaapabila kamu terlambat menunaikan ibadah haji [karena belum mampu].

[ Ibnu Utsaimin: al-Liqa as-Syahri, vol. 16, hal. 22. ] [ 06122003 /10101424 ]

Artikel Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang YangMampu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Wajib Melakukan Ibadah Haji Kecuali Orang YangMampu.

Objek Kajian Ilmu Aqidah 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Objek Kajian Ilmu Aqidah 2/2 Objek Kajian Ilmu Aqidah 2/2

Kategori Aqidah Ahlus Sunnah

Sabtu, 9 Oktober 2004 07:58:12 WIBOBJEK KAJIAN ILMU ‘AQIDAHOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah/sekte selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘Aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:[1]. Ilmu KalamPenamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin, seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah[1] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul [mengatakan sesuatu] atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai juga ka-rena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf di dalam mene-tapkan masalah-masalah ‘aqidah.[2]. FilsafatIstilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.[3]. TashawwufIstilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pena-maan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka dijadikan sebagai rujukan di dalam ‘aqidah.Kata Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal [ada] setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: â€Å"Jelas bahwa Tashawwuf me-miliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pe-ngaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.” [2]Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir [wafat th. 1407 H] Rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: â€Å"Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang per-tama dan terakhir [belakangan] serta pendapat-pendapat yang di-nukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas per-bedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur-an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sllam dan para Shahabat beliau Radhiyallahu 'anhum, yang mereka adalah [sebaik-baik] pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya [setelah para Nabi dan Rasul]. Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran tasawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilaku-kan oleh orang-orang Shufi belakangan.” [3]Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil Rahimahullah berkata di dalam kitab-nya, Mashra’ut Tashawwuf: â€Å"Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan [makar] paling hina dan tercela. Syaitan telah membuat hamba Allah tertipu atasnya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah [sebagai] kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme dan Paganisme.” [4][4]. Ilahiyyat [Teologi]Ini adalah nama yang dipakai oleh Mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum Mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala menurut persepsi mereka.[5]. Kekuatan di Balik Alam MetafisikaSebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah.Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu [bathil] atau tidak mempunyai dasar [dalil] ‘aqli maupun naqli.Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai penger-tian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ber-sumber dari al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1] Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalam karya at-Taftazani [wafat th. 791 H].[2] Ash-Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan [hal. 17], dikutip dari Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan [hal. 18-19].[3] Hal. 50, cet. I, Idaarah Turjuman as-Sunnah, Lahore-Pakistan, 1406 H.[4] Hal. 10, cet. Riyaasah Idaarah al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1079&bagian=0


Artikel Objek Kajian Ilmu Aqidah 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Objek Kajian Ilmu Aqidah 2/2.

Ragu Dalam Hitungan Putaran Thawaf Yang Telah Dilakukan Dan Tempat Shalat Dua Rakaat Thawaf

Kumpulan Artikel Islami

Ragu Dalam Hitungan Putaran Thawaf Yang Telah Dilakukan Dan Tempat Shalat Dua Rakaat Thawaf Ragu Dalam Hitungan Putaran Thawaf Yang Telah Dilakukan Dan Tempat Shalat Dua Rakaat Thawaf

Kategori Hajji Dan Umrah

Kamis, 15 Desember 2005 23:18:22 WIBRAGU DALAM HITUNGAN PUTARAN THAWAF YANG TELAH DILAKUKANOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Pada bulan Ramadhan yang lalu saya melaksanakan umrah, tapi ketika pada akhir thawaf saya ragu dalam hitungan putaran, apakah enam atau tujuh. Dan karena takut kurang dalam hitungan putaran thawaf dan untuk memutuskan keraguan maka saya thawaf dengan menambahkan satu putaran. Saya tidak mengerti, apakah yang saya lakukan itu benar atau tidak Dan apakah saya wajib melakukan sesuatu dalam hal tersebut .JawabanSungguh bagus apa yang kamu lakukan. dan demikian itu adalah yang wajib bagi kamu lakukan. Sebab yang wajib bagi orang yang ragu dalam hitungan putaran thawaf dan sa'i adalah berpedoman kepada yang diyakininya, yaitu mengambil yang sedikit. Seperti orang yang ragu dalam shalat, apakah dia telah shalat tiga raka'at ataukah empat rakaat, maka dia harus menetapkan kepada yang yakin, yaitu mengambil yang sedikit, lalu dia melakukan raka'at yang keempat, dan dia sujud sahwi jika dia menjadi imam atau sendirian. Adapun jika dia makmum maka dia mengikuti imamnya. Demikian juga dalam thawaf. Jika seseorang ragu dalam thawafnya, apakah dia telah thawaf enam atau tujuh putaran, maka dia menetapkan kepada yang yakin, yaitu mengambil yang sedikit, lalu dia melaksanakan putaran thawaf ke tujuh. Dan untuk itu dia tidak terkena kafarat.HUKUM DAN TEMPAT SHALAT DUA RAKAAT THAWAFOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah shalat dua rakaat thawaf di belakang maqam Ibrahim merupakan keharusan bagi setiap orang yang thawaf Dan apa hukum orang yang lupa melakukannya .JawabanShalat dua rakaat setelah thawaf tidak harus dilakukan di belakang maqam Ibrahim, tapi dapat dilakukan di tempat mana saja di Masjidil Haram. Bagi orang yang lupa melakukannya, maka tidak berdosa karenanya. Sebab shalat dua raka'at setelah thawaf hukmnya sunnah, dan bukan wajib.TIDAK MAMPU MELAKSANAKAN THAWAF QUDUMOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seseorang tidak mampu thawaf qudum karena dia sampai di Mekkah pada waktu ashar hari Arafah. Apakah dia langsung pergi ke Arafah tanpa harus melewati Masjidil Haram Dan apa yang haris dilakukan jika hal itu terjadi .JawabanDia memilih salah satu dari dua hal :Pertama, masuk ke Masjidil Haram untuk thawaf dan sa'i. Lalu dengan tetap dalam ihram, dia pergi ke Arafah untuk wukuf walaupun pada malam hari. Kemudian dia pergi ke Muzdalifah untuk mabit di sana.Kedua, dia langsung ke Arafah dan wukuf hingga maghrib, lalu pergi bersama manusia ke Muzdalifah dan shalat maghrib dan isya dengan jama' ketika di Muzdalifah dan bermalam di Muzdalifah. Kemudian setelah itu dia thawaf dan sa'i pada hari 'Idul Adha atau setelahnya. Untuk itu dia tidak harus membayar dam jika dia ihram untuk haji saja [haji ifrad]. Adapun jika dia ihram untuk haji dan umrah sekaligus [haji qiran atau haji tamattu] maka dia harus membayar dam, yaitu sepertujuh unta, atau sepertujuh sapi, atau satu kambing yang disembelih di Mina atau di Mekkah, dan dia makan sebagian darinya dan sebagian disedekahkan kepada fakir miskin berdasarkan firman Allah."Artinya : Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atau rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak, Maka makanlah sebagian daripadanya dan [sebagian lagi] berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi miskin". [Al-Hajj : 28]MENINGGAL DUNIA SEBELUM THAWAF IFADHAHOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang telah melaksanakan amal-amal haji selain thawaf ifadhah lalu dia meninggal, apakah thawafnya digantikan oleh orang lain ataukah tidak JawabanOrang yang telah melaksanakan amal-amal haji selain thawaf ifadhah kemudian meninggal sebelum thawaf ifadhah, maka thawafnya tidak digantikan. Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu berkata :"Artinya : Ketika seseorang wukuf bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba dia jatuh dari untanya, maka dia meninggal. Lalu hal itu dilaporkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : "Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafankanlah dia dengan dua baju ihramnya, jangan kamu berikan parfum dan jangan kamu tutup kepalanya. Sebab Allah akan membangkitkan dia pada hari kiamat dalam keadaan berihram" [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahlus Sunnan]Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk menggantikan thawafnya, bahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan berihram karena dia masih dalam ihram sedangkan dia belum thawaf dan juga tidak digantikan thawafnya.MENGAKHIRKAN SA'I DARI THAWAF IFADHAHOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apa hukum orang yang telah thawaf ifadhah dan belum sa'i hingga matahari terbenam pada akhir hari tasyriq Dan apa hukum sa'i jika dilakukan setelah matahari terbenam pada hari pelaksanaan dan setelah hari-hari tasyriq JawabanSa'i yang dilakukan pada akhir hari tasyriq atau setelah hari-hari tasyriq adalah sah hukumnya dan tidak dosa karena mengakhirkannya. Sebab syarat sahnya sa'i tidak harus dilakukan bersambung dengan thawaf ifadhah, tapi sebaiknya sa'i dilakukan langsung setelah thawaf ifadhah karena mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamDisalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 155-158, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1698&bagian=0


Artikel Ragu Dalam Hitungan Putaran Thawaf Yang Telah Dilakukan Dan Tempat Shalat Dua Rakaat Thawaf diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ragu Dalam Hitungan Putaran Thawaf Yang Telah Dilakukan Dan Tempat Shalat Dua Rakaat Thawaf.

Menceritakan Aib Orang Lain

Kumpulan Artikel Islami

Menceritakan Aib Orang Lain Allah berfirman : Artinya : { ….dan janganlah kamumencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamumenggunjing sebahagian yaang lain.Sukakah salah seorang di antara kamumemakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasajijik kepadanya…. } al-Hujurat : 12

Hadits :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda : Tahukah kamu apakah ghibah[ menceritakan aib oranglain] itu Maka para sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebihtahu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan : yaitukamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci maka ada yangbertanya : beritahukan kepada kami, bagaimana jika yang saya katakanada padanya beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : jika yangkamu katakan ada padanya, maka kamu telah berbuat ghibah, dan jikatidak ada padanya apa yang kamu katakan, maka kamu telah berdustapadanya. HR. Muslim.

Dari Anas radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda : ketika aku di naikkan [ mi'raj ], aku melewatisuatu kaum yang mempunyai kuku dari kuningan mereka mencakar-cakarmuka dan dada mereka sendiri, maka aku berkata : siapa mereka itu,wahai Jibril Maka Jibril menjawab : mereka itu adalah orang-orangyang memakan daging manusia [ membicarakan aib] dan menyentuhkehormatan mereka. HR. Abu Daud.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu :

artinya : setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya, hartanyadan kehormatannya. HR. Muslim.

Maksudnya : haram bagi seorang muslim untuk membunuh, memakan harta,atau melecehkan kehormatan muslim lainnya dengan cara yang tidakdibolehkan syari'at.

Barangsiapa yang memelihara kehormatan saudaranya, maka Allah akanmemelihara mukanya dari api neraka. HR. tirmidzi

Keterangan singkat :

Menceritakan aib orang lain adalah termasuk dosa besar dan termasukmaksiat yang paling tersebar di kalangan kaum muslimin, dan merekamenganggap gampang permasalahan ini dan meremehkan sehingga merekatidak memungkiri perbuatan tersebut jika terjadi di hadapan mereka,dan ghibah ini adalah sebab terjadinya permusuhan antara kaum muslimindan merusak persaudaraan di antara mereka, dan karena buruknyaperbuatan ghibah ini Allah Ta'ala mengumpamakan orang yang berbuatghibah dengan orang yang makan daging saudaranya dalam keadaan mati,dan sangsi baginya bahwa dia di alam barzakh [ alam antara kehidupandan hari kiamat ] mencabik-cabik muka dan dadanya sendiri.

Kandungan Hadits di atas :

Haramnya perbuatan ghibah dan ghibah adalah termasuk dosa besar.

Bahwa menyebut orang lain dengan sesuatu yang dia benci adalahtermasuk ghibah yang haram dilakukan, walaupun hal itu benar-benarada pada orang tersebut.

Haramnya mendengarkan ghibah, karena orang yang mendengarkantelah membantu saudaranya untuk ghibah dan ridha dengan ghibahtersebut.

Wajibnya mengingkari orang yang berbuat ghibah dan melarangnyadari perbuatan tersebut.

Sangat pedihnya sangsi bagi orang yang berbuat ghibah di alambarzakh.

Keutamaan melindungi kehormatan seorang muslim dan bahwa Allahakan memelihara mukanya dari api neraka pada hari kiamat.

Artikel Menceritakan Aib Orang Lain diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menceritakan Aib Orang Lain.

Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 2/2 Perbedaan Antara Ikhtilaf [Perselisihan] Dan Iftiraq [Perpecahan] 2/2

Kategori Perpecahan Umat !

Rabu, 17 Maret 2004 06:47:15 WIBPERBEDAAN ANTARA IKHTILAF[PERSELISIHAN] DAN IFTIRAQ [PERPECAHAN]OlehDr. Nashir bin Abdul Karim Al-'AqlBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya]MELURUSKAN BEBERAPA KESALAH PAHAMAN [2/2]Ketiga : Menjadikan ikhtilaf sebagai alasan memvonis sesat yang berseberangan dengannya, atau menghukumi mereka keluar dari agama atau dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Serta beberapa sikap kelewat batas lainnya dalam menghukumi pihak yang berseberangan. Tanpa merujuk kepada kaidah-kaidah syari'at dan metode alim ulama dalam masalah ini. Perlu diketahui bahwa dalam memvonis kafir ada batasan dan kaidah yang perlu diperhatikan. Meskipun terhadap ahli bid'ah dan ahli ahwa' [hawa nafsu]. Sebab vonis kafir, bara'ah [berlepas diri], bughdu [kebencian], hajr [pemboikotan] dan tahdzir [peringatan] tidak boleh dilakukan tanpa meneliti dan menegakkan hujjah terlebih dahulu. Maksudnya, tidak boleh terburu-buru memvonis seseorang keluar dari jama'ah karena bid'ah yang ada padanya atau karena menyalahi syari'at dan menyelisihi sunah. Sebab barangkali ia tidak tahu hukumnya, seorang yang jahil tentunya mendapat uzur [dimaklumi] hingga ia mengetahui ilmunya. Banyak sekali kaum muslimin yang terperangkap lingkungan yang mengitarinya, hingga jatuh kedalam penyelisihan. Hal itu banyak terjadi di beberapa negara-negara Islam. Banyak orang yang mencukur jenggotnya, meninggalkan shalat berjama'ah, melakukan amal-amal yang menyalahi syari'at bahkan mengucapkan kalimat kufur karena lingkungan memaksanya. Sekiranya tidak melakukannya mereka bisa dibunuh, disiksa, atua dirobek kehormatannya!Jadi, bilamana ia lakukan itu semua karena 'terpaksa', maka seorang hakim yang bijaksana hendaknya dapat menggambarkan hukum apa yang layak diajtuhkannya.Boleh jadi seorang pelaku bid'ah dan seorang yang meyakini i'tiqad sesat meyakininya karena takwil [anggapan keliru], sementara hujjah belum ditegakkan atasnya. Dalam kasus ini, hujjah harus ditegakkan atas mereka ! Barangkali diantara kita pernah melihat seorang melakukan sebuah bid'ah yang pada umumnya dilakukan oleh pengikut kelompok-kelompok sesat, misalnya bid'ah maulid nabi, jika ternyata dia seorang awam yang jahil, maka kita tidak boleh tergesa-gesa memvonis ia orang sesat dan tidak boleh pula menghukuminya keluar dari jama'ah sebelum dijelaskan duduk perkara tersebut dan ditegakkan hujjah atasnya. Adapun perbuatannya dapat kita hukumi sebagai bid'ah. Namun jangan cepat-cepat memvonisnya keluar dari jama'ah atau menghukumi sebagai pengikut aliran sesat hanya karena bid'ah yang dilakukannya sebelum ditegakkan hujjah. Kecuali bid'ah mukaffirah [yang menyebabkan pelakunya kafir], akan tetapi risalah kecil ini tidak mungkin memuat perinciannya.Bahkan sebaliknya, terburu-buru memvonis orang lain keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah-masalah furu termasuk bid'ah dan penyimpangan yang tidak boleh dilakukan. Sikap seperti itu sangat tercela. Bila ia melihat saudaranya jatuh dalam perbuatan bid'ah, hendaknya mengecek terlebih dahulu, menanyakannya kepada ahli ilmu, serta menganggap orang yang melakukannya jahil, atau melakukannya karena takwil atau ikut-ikutan saja dan butuh nasihat serta bimbingan. Dan hendaknya ia perlakukan saudaranya itu dengan lemah lembut terlebih dahulu. Sebab tujuan kita adalah membimbingnya kepada hidayah bukan memojokkannya.Keempat : Tidak mengetahui perkara mana saja yang dibolehkan berbeda pendapat dan mana yang tidak boleh. Yaitu tidak dapat membedakan perkara-perkara khilafiyah dan perkara-perkara yang tidak boleh diperselisihkan. Hal ini banyak menimpa orang awam, bahkan juga para du'at.Kami akan bawakan beberapa contoh.[1] Sebagian orang menggolongkan beberapa masalah khilafiyah ke dalam masalah ushul [pokok]. Tanpa merujuk kaidah dan arahan ahli ilmu serta tanpa bimbingan dari ahli fiqih yang dapat membantu mereka dalam hal ini.[2] Tidak membedakan antara perkara mukaffirah [yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam] dan ghairu mukaffirah [yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam].[3] Tidak memperhatikan tingkatan-tingkatan bid'ah, di antara bid'ah ada yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam dan ada yang tidak. Banyak sekali kesalahan yang dilakukan seseorang, sebuah kelompok atau jama'ah di vonis kafir secara terburu-buru oleh sebagian oknum. Sebenarnya tidak demikian caranya. Sebab setiap orang yang mengetahui perkara-perkara yang dapat menyebabkan kekafiran, seperti meyakini bahwa Al-Qur'an mahluk, lalu ia menerapkan hukum kafir itu atas setiap orang yang meyakini demikian tanpa membedakan antara menghukumi ucapan dan menghukumi orang yang mengucapkannya, maka ia telah menyelisihi kaidah Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jama'ah.Ahlus Sunnah wal Jama'ah membedakan antara menghukumi kafir, bid'ah atau fasik terhadap sesuatu secara umum dengan menghukumi orang tertentu. Boleh jadi kita menghukumi kufur suatu amalan atau sebuah ucapan, namun bukan berarti setiap orang yang meyakininya, mengucapkannya atau melakukannya jatuh kafir. Banyak sekali orang yang tidak membedakan hal ini. Mereka menjatuhkan vonis kafir secara zhahir saja tanpa memperhatikan kaidah-kaidah takfir [pengkafiran]. Padahal vonis kafir tidak boleh dijatuhkan sehingga benar-benar diteliti, ditegakkan hujjah dan dalil, serta telah diketahui tidak adanya alasan dan uzdur lainnya yang menghalangi vonis tersebut terhadap seseorang tertentu. Boleh jadi karena ia jahil, dipaksa atau mentakwil.Masalah takfir [mengkafirkan], seseorang perlu penelitian lebih dalam dan perlu mendatangi orang yang bersangkutan serta perlu meneliti kondisinya disamping perlu diajak diskusi dan diberi nasihat. Janganlah kita memvonis kafir setiap orang yang melakukan perbuatan kufur, mengucapkan dan meyakini keyakinan kufur. Kecuali dalam masalah-masalah prinsipil yang sudah dikenal luas oleh segenap kaum muslimin. Seperti mengingkari syahadat Laa ilaaha illallah, mengingkari nubuwah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan masalah-masalah prinsip lainnya.Perlu diketahui, bahwa ada juga beberapa permasalahan usuhuluddin yang tersamar perinciannya atas sebagian orang awam. Seperti masalah sifat Allah, masalah takdir, masalah melihat Allah pada hari Kiamat, masalah syafa'at, mensikapi sahabat dan beberapa permasalahan lain yang tidak diketahui orang awam secara rinci. Bahkan juga tersamar perinciannya atas sebagian ilmu. Kadang kala mereka mengucapkan kalimat kufur tanpa mereka sadari, tanpa mereka sengaja dan tanpa mereka ketahui serta tanpa memperhatikan dengan seksama ucapan yang dilontarkan. Apakah harus dihukumi kafir Jawabannya tentu saja tidak!.Kesalahan besar yang sering dilakukan oleh beberapa oknum-oknum yang suka menghukumi orang lain adalah tidak berhati-hati dalam masalah ini sehingga jatuh dalam bahaya. Khususnya penuntut ilmu yang masih pemula dan masih hijau serta belum matang mendalami ilmu agama melalui para ulama, namun hanya belajar secara otodidak dari buku-buku dan sarana-sarana lainnya, tanpa dibimbing dan dituntun para ulama, dan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah dalam pengambilan dalil dan penetapan hukum. Mereka kerap kali keliru dalam menempatkan kaidah umum dan dalam menerapkan kaidah itu pada perkara-perkara parsial dan kasus-kasus tertentu.Hukum kufur dan kafir atas sebuah perkara dan atas jenis orang tertentu, bukan berarti hukum kafir bagi setiap orang yang melakukan, mengucapkan dan meyakininya. Demikian pula halnya hukum-hukum yang berkaitan dengan al-wala' [monoloyalitas] serta al-bara' [berlepas diri], bukan berarti setiap orang divonis kafir lalu diterapkan padanya hukum-hukum tersebut.Sehingga perkaranya menjadi jelas. Maksud kami adalah hukum-hukum al-bara', sementara al-wala', adalah hak bagi setiap muslim. Tidak boleh memutus al-wala', sebab al-wala' wajib diberikan kepada setiap orang yang menunjukkan identitas dirinya sebagai muslim sehingga kita mendapatinya menyelisihi identitas tersebut.Di antara kesalahan mereka juga adalah : Tidak memperhatikan maslahat dan mafsadat serta tidak mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan maslahat dan mafsadat. Hal ini juga merupakan salah satu pemicu utamanya.[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu asbabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=485&bagian=0


Artikel Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 2/2.

Allah Menghendaki Kemudahan Dan Tidak Menghendaki Kesukaran Bagimu

Kumpulan Artikel Islami

Allah Menghendaki Kemudahan Dan Tidak Menghendaki Kesukaran Bagimu Allah Menghendaki Kemudahan Dan Tidak Menghendaki Kesukaran Bagimu

Kategori Puasa

Selasa, 19 Oktober 2004 13:22:40 WIBALLAH MENGHENDAKI KEMUDAHAN DAN TIDAK MENGHENDAKI KESUKARAN BAGIMUOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid[1]. MusafirBanyak hadits shahih membolehkan musafir untuk tidak puasa, kita tidak lupa bahwa rahmat ini disebutkan di tengah-tengah kitab-Nya yang Mulia, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berfirman."Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka] maka [wajiblah baginya berpuasa] sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 185]Hamzah bin Amr Al-Aslami bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apakah boleh aku berpuasa dalam safar " -dia banyak melakukan safar- maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Berpuasalah jika kamu mau dan berbukalah jika kamu mau" [Hadits Riwayat Bukhari 4/156 dan Muslim 1121]Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata : "Aku pernah melakukan safar bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhan, orang yang puasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/163 dan Muslim 1118]Hadits-hadits ini menunjukkan bolehnya memilih, tidak menentukan mana yang afdhal, namun mungkin kita [bisa] menyatakan bahwa yang afdah adalah berbuka berdasarkan hadits-hadits yang umum, seperti sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai didatanginya rukhsah yang diberikan, sebagaimana Dia membenci orang yang melakukan maksiat" [Hadits Riwayat Ahmad 2/108, Ibnu Hibban 2742 dari Ibnu Umar dengan sanadnya yang Shahih]Dalam riwayat lain disebutkan :"Artinya : Sebagaimana Allah menyukai diamalkannya perkara-perkara yang diwajibkan" [1]Tetapi mungkin hal ini dibatasi bagi orang yang tidak merasa berat dalam mengqadha' dan menunaikannya, agar rukhshah tersebut tidak melenceng dari maksudnya. Hal ini telah dijelaskan dengan gamblang dalam satu riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu."Para sahabat berpendapat barangsiapa yang merasa kuat kemudian puasa [maka] itu baik [baginya], dan barangsiapa yang merasa lemah kemudian berbuka [maka] itu baik [baginya]" [2]Ketahuilah saudaraku seiman -mudah-mudahan Allah membimbingmu ke jalan petunjuk dan ketaqwaan serta memberikan rizki berupa pemahaman agama- sesungguhnya puasa dalam safar, jika memberatkan hamba bukanlah suatu kebajikan sedikitpun, tetapi berbuka lebih utama dan lebih dicintai Allah. Yang mejelaskan masalah ini adalah riwayat dari beberapa orang sahabat, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda."Artinya : Bukanlah suatu kebajikan melakukan puasa dalam safar" [Hadits Riwayat Bukhari 4/161 dan Muslim 1110 dari Jabir]Peringatan :Sebagian orang ada yang menyangka bahwa pada zaman kita sekarang ini tidak diperbolehkan berbuka, sehingga [berakibat ada yang] mencela orang yang mengambil rukhsah tersebut, atau berpendapat bahwa puasa itu lebih baik karena mudah dan banyaknya sarana transportasi saat ini. Orang-orang seperti ini perlu kita usik ingatan mereka kepada firman Allah Yang Maha Mengetahui perkara ghaib dan nyata :"Artinya : Dan tidaklah Tuhanmu lupa" [Maryam : 64]Dan juga firman-Nya."Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui" [Al-Baqarah : 232]Dan firman-Nya di tengah ayat tentang rukhshah berbuka dalam safar."Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 185]Yakni, kemudahan bagi orang yang safar adalah perkara yang diinginkan, ini termasuk salah satu tujuan syar'iat. Cukup bagimu bahwa Dzat yang mensyari'atkan agama ini adalah pencipta zaman, tempat dan manusia. Dia lebih mengetahui kebutuhan manusia dan apa yang bermanfaat bagi mereka. Allah berfirman."Artinya : Apakah Allah Yang Menciptakan itu tidak mengetahui [yang kamu lahirkan dan rahasiakan] ; dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui " [Al-Mulk : 14]Aku bawakan masalah ini agar seorang muslim tahu jika Allah dan Rasul-Nya sudah menetapkan suatu perkara, tidak ada pilihan lain bagi manusia, bahkan Allah memuji hamba-hamba-Nya yang mukmin yang tidak mendahulukan perkataan manusia di atas perkataan Allah dan Rasul-Nya."Artinya : Kami dengar dan kami taat, [Mereka berdo'a] : "Ampunilah kami yang Tuhan kami dan kepada Engkau-lah tempat kembali" [Al-Baqarah : 285][2]. SakitAllah membolehkan orang yang sakit untuk berbuka sebagai rahmat dari-Nya, dan kemudahan bagi orang yang sakit tersebut. Sakit yang membolehkan berbuka adalah sakit yang apabila dibawa berpuasa akan menyebabkan suatu madharat atau menjadi semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan terlambat kesembuhannya. Wallahu a'alam[3]. Haid dan NifasAhlul ilmi telah bersepakat bahwa orang yang haid dan nifas tidak dihalalkan berpuasa, keduanya harus berbuka dan mengqadha, kalaupun keduanya puasa [maka puasanya] tidak sah. Akan datang penjelasannya, insya Allah.[4]. Kakek dan Nenek Yang Sudah Lanjut UsiaIbnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata : "Kakek dan nenek yang lanjut usia, yang tidak mampu puasa harus memberi makan setiap harinya seorang miskin"[3]Diriwayatkan oleh Daruquthni [2/207] dan dishahihkannya, dari jalan Manshur dari Mujahid dari Ibnu Abbas, beliau membaca ayat :"Artinya : Orang-orang yang tidak mampu puasa harus mengeluarkan fidyah makan bagi orang miskin" [Al-Baqarah : 184]Kemudian beliau berkata : "Yakni lelaki tua yang tidak mampu puasa dan kemudian berbuka, harus memberi makan seorang miskin setiap harinya 1/2 gantang gandum" [Lihat ta'liq barusan]Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu."Artinya : Barangsiapa yang mencapai usia lanjut dan tidak mampu puasa Ramadhan, harus mengeluarkan setiap harinya satu mud gandum" [Hadits Riwayat Daruquthni 2/208 dalam sanadnya ada Abdullah bin Shalih dia dhaif, tapi punya syahid]Dari Anas bin Malik [bahwa] beliau lemah [tidak mampu untuk puasa] pada satu tahun, kemudian beliau membuat satu wadah Tsarid dan mengundang 30 orang miskin [untuk makan] hingga mereka kenyang. [Hadits Riwayat Daruquthni 2/207, sanadnya Shahih][5]. Wanita Hamil dan MenyusuiDi antara rahmat Allah yang agung kepada hamba-hamba-Nya yang lemah adalah Allah memberi rukhsah [keringanan] pada mereka untuk berbuka, dan diantara mereka adalah wanita hamil dan menyusui.Dari Anas bin Malik [4], ia berkata :"Kudanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami, akupun mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku temukan beliau sedang makan pagi, beliau bersabda, "Mendekatlah, aku akan ceritakan kepadamu tentang masalah puasa. Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala menggugurkan 1/2 shalat atas orang musafir, menggugurkan atas orang hamil dan menyusui kewajiban puasa". Demi Allah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengucapkan keduanya atau salah satunya. Aduhai sesalnya jiwaku, kenapa aku tidak [mau] makan makanan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Hadits Riwayat Tirmidzi 715, Nasa'i 4/180, Abu Daud 3408, Ibnu Majah 16687. Sanadnya Hasan sebagaimana pernyataan Tirmidzi][Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[1]. Hadits Riwayat Ibnu Hibban 364, Al-Bazzar 990, At-Thabrani dalam Al-Kabir 11881 dari Ibnu Abbas dengan sanad yang Shahih. Dalam hadits -dengan dua lafadz ini- ada pembicaraan yang panjang, namun bukan di sini tempat menjelaskannya[2]. Hadits Riwayat Tirmidzi 713, Al-Baghawi 1763 dari Abu Said, sanadnya Shahih walaupun dalam sanadnya ada Al-Jurairi, riwayat Abul A'la darinya termasuk riwayat yang paling Shahih sebagaimana dikatakan oleh Al-Ijili dan lainnya.[3]. Hadits Riwayat Bukhari 4505, Lihat Syarhus Sunnah 6/316, Fathul bari 8/180. Nailul Authar 4/315. Irwaul Ghalil 4/22-25. Ibnul Mundzir menukil dalam Al-Ijma' no. 129 akan adanya ijma [kesepakatan] dalam masalah ini.[4]. Dia adalah Al-Ka'bi, bukan Anas bin Malik Al-Anshari pembantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi ia adalah seorang pria dari bani Abdullah bin Ka'ab, pernah tinggal di Bashrah, beliau hanya meriwayatkan satu hadits saja dari Nabi, yakni hadits di atas.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1116&bagian=0


Artikel Allah Menghendaki Kemudahan Dan Tidak Menghendaki Kesukaran Bagimu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Allah Menghendaki Kemudahan Dan Tidak Menghendaki Kesukaran Bagimu.

Menunda Nikah Karena Masih Belajar (Kuliah)

Kumpulan Artikel Islami

Menunda Nikah Karena Masih Belajar (Kuliah)

>> Pertanyaan :

Ada suatu tradisi yang membudaya, yaitu perempuan atau orang tuanyamenolak lamaran orang yang melamarnya karena alasan inginmenyelesaikan sekolahnya di SMU atau Perguruan Tinggi, atau bahkankarena anak [perempuan] ingin belajar beberapa tahun lagi. Bagaimanahukum masalah ini, apa nasehat Syaikh kepada orang yang melakukan halseperti itu, yang kadang-kadang anak perempuan itu sampai berusia 30tahun belum menikah?

>> Jawaban :

Hukumnya adalah bahwa hal seperti itu bertentangan dengan perintahRasulullah , sebab beliau bersabda:

Apabila datang [melamar] kepada kamu lelaki yangkamu ridhai akhlak dan [komitmennya kepada] agamanya, maka kawinkanlahia [dengan putrimu].

Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamumempunyai kemampuan, maka menikahlah, karena menikah itu lebih dapatmenahan pandangan mata dan lebih menjaga kehormatan diri.

Tidak mau menikah itu berarti menyia-nyiakan maslahat pernikahan. Makanasehat saya kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin, terutama merekayang menjadi wali bagi putri-putrinya dan saudari-saudariku kaumMuslimat, hendaklah tidak menolak nikah [perkawinan] dengan alasaningin menyelesaikan studi atau ingin mengajar. Perempuan bisa sajaminta syarat kepada calon suami, seperti mau dinikahi tetapi dengansyarat tetap diperbolehkan belajar [meneruskan studi] hingga selesai;demikian pula [kalau sebagai guru] mau dinikahi dengan syarat tetapmenjadi guru sampai satu atau dua tahun, selagi belum sibuk dengananak-anaknya. Yang demikian itu boleh-boleh saja, akan tetapi adanyaperempuan yang mempelajari ilmu pengetahuan di Perguruan Tinggi yangtidak kita butuhkan adalah merupakan masalah yang masih perlu dikajiulang. Menurut pendapat saya bahwa apabila perempuan telah tamatsekolah Tingkat Dasar [SD] dan mampu membaca dan menulis, dengannya iadapat membaca Al-Quran dan tafsirnya, dapat membaca hadits danpenjelasannya [syarahnya], maka hal itu sudah cukup, kecuali kalauuntuk mendalami suatu disiplin ilmu yang memang dibutuhkan oleh ummat,seperti kedokteran [kebidanan, pent] dan lainnya, apabila di dalamstudinya tidak terdapat sesuatu yang terlarang, seperti ikhtilat [campurbaur dengan laki-laki] atau hal lainnya.

[ Asilah Muhimmah ajaba anha Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 26-27. ]

Artikel Menunda Nikah Karena Masih Belajar (Kuliah) diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menunda Nikah Karena Masih Belajar (Kuliah).

Haji Wajib Dilaksanakan Segera, Syarat-Syarat Wajib Haji, Kewajiban-Kewajiban Dalam Haji

Kumpulan Artikel Islami

Haji Wajib Dilaksanakan Segera, Syarat-Syarat Wajib Haji, Kewajiban-Kewajiban Dalam Haji Haji Wajib Dilaksanakan Segera, Syarat-Syarat Wajib Haji, Kewajiban-Kewajiban Dalam Haji

Kategori Hajji Dan Umrah

Minggu, 7 Maret 2004 15:11:19 WIBHAJI WAJIB DILAKSANAKAN SEGERAOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Kapan haji di wajibkan Dan apakah dalil wajibnya haji menunjukkan harus segera dilaksanakan, ataukah boleh ditunda .Jawaban.Menurut riwayat yang shahih, haji diwajiban pada tahun 9H, Yaitu, pada saat banyaknya delegasi yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang pada saat itu diturunkan suart Ali-Imran yang di dalamnya termaktub firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97]Ayat ini sebagai dalil wajibnya haji untuk dilaksanakan dengan segera, sebab perintah mempunyai pengertian harus segera dilaksanakan. Bahkan Imam Ahmad dan ashabus sunan meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Bersegeralah berhaji -yakni haji yang wajib-, sebab sesungguhnya seseorang tidak mengetahui apa yang akan menimpa kepadanya" [Hadits Riwayat Ahmad dan lainnya]Dalam riwayat yang lain dsiebutkan."Artinya : Barangsiapa ingin haji, maka hendaklah dia melakukannya dengan segera. Sebab boleh jadi dia nanti sakit, kendaraannya hilang, dan ada keperluan baru" [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah]Tapi Imam Syafi'i berpendapat bahwa kewajiban haji tidak harus segera dilakukan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan haji hingga tahun ke 13H. Namun pendapat Imam Syafi'i ini dijawab, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengakhirkan haji melainkan hanya dalam satu tahun karena beliau ingin membersihkan Baitullah dari orang-orang musyrik dan hajinya orang-orang yang telanjang serta dari segala bentuk bid'ah. Maka ketika Baitullah telah suci dari hal-hal tersebut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan haji pada tahun berikutnya. Atas dasar ini, maka haji harus segera dilakukan karena takut ajal tiba sehingga orang yang telah wajib haji dan tidak segera melaksanakan termasuk orang-orang yang ceroboh karena menunda-nunda kewajiban yang telah mampu dilakukan. Sebab terdapat hadits bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan lalu dia tidak haji, maka bila mati silahkan mati sebagai Yahudi atau orang Nashrani" [Hadit Riwayat Tirmidzi dan Aly][Sanad hadits ini Dha'if [lemah] dilemahkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany dalam Dha'if Jami'us Shagir No. 5860 dan Misykat No. 2521]SYARAT-SYARAT WAJIB HAJIOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah syarat-syarat haji .Jawaban.Syarat wajibnya haji ada lima, yaitu : Islam, berakal, baligh, merdeka, dan mampu.Maka orang kafir tidak sah hajinya dan tidak akan di terima oleh Allah jika melakukannya, karena mereka tidak termasuk dalam persyaratan. Dan Islam sebagai syarat utama dalam semua ibadah. Dan bagi orang yang gila, maka dia tidak wajib haji. Tapi jika dia melakukan haji, maka hajinya tidak sah. Sedang anak kecil yang belum baligh, maka hajinya sah dan walinya mendapatkan pahala karena menghajikan anaknya. Tapi haji anak kecil tidak menjadikan gugur kewajiban haji baginya ketika dia telah baligh. Lalu bagaimana bagi hamba sahaya, maka dia tidak wajib haji karena dia mempunyai kewajiban melayani tuannya. Tapi bila dia haji, maka hajinya sah dan mendapatkan pahala atas hajinya.Adapun yang dimaksud mampu dalam syarat-syarat wajib haji, maka sesungguhnya Allah hanya mewajibkan haji bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan yang dimaksud mampu adalah memiliki bekal dan ada kendaraan yang layak untuk haji setelah dia memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok untuk diri dan keluarganya hingga dia kemabli haji.Syarat-syarat tersebut bersifat umum. Dan terdapat sebagian ulama yang menambahkan syarat keenam, yaitu kondisi aman dalam perjalanan. Barangkali syarat ini masuk dalam kategori kemampuan melakukan perjalanan. Juga terdapat syarat lain khusus bagi wanita, yaitu harus ada mahram yang mendampingi.KEWAJIBAN ORANG YANG INGIN HAJIOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin ditanya : Apa yang harus dilakukan bagi orang yang ingin pergi haji dan umrah Jawaban.Barangsiapa bertujuan melakukan perjalanan panjang untuk haji atau yang lainnya maka :[1] Harus membayar utangnya atau minta izin orang-orang yang memberikan piutang, jika dia mengetahui mereka telah membutuhkan sesuatu yang diutangkan. Kemudian menuliskan wasiat-wasiat dan harta miliknya yang terdapat pada orang lain dan hutang-hutangnya yang harus ia bayar.[2] Melakukan shalat istikharah seraya berdo'a kepada Allah untuk diberikan-Nya pilihan terbaik, dan dia melaksanakan apa yang menjadikan kelapangan dadanya.[3] Memilih kawan-kawan yang shaleh dari orang-orang yang berilmu dan pandai dalam agama[4] Membawa buku-buku tentang ibadah haji, atau buku lainnya yang berguna bagi dirinya dan kawan-kawannya. Juga membawa bekal yang cukup untuk dirinya atau kawan-kawannya, jika perlu, seraya memperhatikan bahwa segala bekal yang digunakan untuk haji benar-benar dari hasil yang halal.[5] Berpamitan kepada keluarga dan kawan-kawan ketika akan berangkat gaji seraya masing-masing mengucapkan : "Artinya : Aku titipkan kepada Allah agama dan amanatmu, serta segala akhir amalmu" [Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi][6] Niat melakukan haji dan umrah karena Allah. dan tidak terpengaruh pujian atau kecaman siapa pun.[7] Selama dalam perjalanan pergi dan pulangnya selakukan melakukan kewajiban-kewajiban agama dan ibadah-ibadah sunnah juga memberikan nasehat kepada kawan-kawannya dan menyerap ilmu dari orang-orang yang pandai.[8] Berupaya keras menyempurnakan kewajiban-kewajiban haji dan umrah, serta memperbanyak amal shaleh yang mampu dilakukan karena ingin mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah Subhanahu wa Ta'alaWallahu a'lamKEWAJIBAN-KEWAJIBAN DALAM HAJIOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa yang wajib dilakukan setiap Muslim ketika haji Apakah dia boleh melakukan hal-hal yang diluar manasik haji Jawaban.Setiap muslim yang mengerjakan haji wajib meperhatikan hal-hal yang diwajibkan Allah kepadanya, seperti selalu shalat lima waktu dengan berjama'ah, memerintahkan kepada kebaikan, melarang kemungkaran, menyerukan kepada jalan Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, serta menghindari segala hal yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.Allah berfirman."Artinya : Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji" [Al-Baqarah : 197]Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa haji dan dia tidak rafats dan tidak berbuat fasik, maka dia kembali seperti hari dilahirkan ibunya" [Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Nasa'i dan Ibnu Majah]Adapun maksud rafats bersengggama ketika dalam ihram dan hal-hal yang mengarah kepadanya, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat, karena kewajban setiap muslim harus selalu bertaqwa kepada Allah, melaksanakan apa yang diwajibkan Allah dan menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, maka jika seseorang sedang di tanah suci dan melaksanakan ibadah haji, kewajiban Allah kepadanya menjadi lebih besar dan lebih berat, dan dosa melakukan apa yang diharamkan Allah juga menjadi lebih besar dan lebih berat atas dia.Tapi orang yang sedang haji boleh melakukan jual-beli dan hal-hal lain, berupa ucapan dan perbuatan yang dihalalkan Allah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia [rizki hasil perniagaan] dari Rabbmu" [Al-Baqarah : 198]Ibnu Abbas dan lainnya dalam menafsirkan ayat ini berkata : "Yakni pada musim haji" Dan demikian itu merupakan anugerah, rahmat, keringanan, dan kebaikan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sebab orang yang haji terkadang membutuhkan hal tersebut, dan adalah Allah selalu memberikan pertolongan kepada kebenaran.[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal. 35 - 44, penerjemah H.Asmuni Solihan Zamkhsyari, Lc.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=410&bagian=0


Artikel Haji Wajib Dilaksanakan Segera, Syarat-Syarat Wajib Haji, Kewajiban-Kewajiban Dalam Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Haji Wajib Dilaksanakan Segera, Syarat-Syarat Wajib Haji, Kewajiban-Kewajiban Dalam Haji.

Ketika Wanita Samar Terhadap Darah Yang Keluar Darinya

Kumpulan Artikel Islami

Ketika Wanita Samar Terhadap Darah Yang Keluar Darinya Ketika Wanita Samar Terhadap Darah Yang Keluar Darinya

Kategori Wanita - Thaharah

Minggu, 4 Desember 2005 07:17:00 WIBKETIKA WANITA SAMAR TERHADAP DARAH YANG KELUAR DARINYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika seorang wanita samara terhadap darah yang keluar darinya sehingga tidak bisa membedakan antara darah haidh dengan darah istihadhah atau lainnya, apakah yang harus dilakukan wanita tersebut JawabanPada dasarnya darah yang keluar dari wanita adalah darah haidh dan umumnya wanita telah mengetahui darah haidh, jika darah yang keluar itu bukan darah haidh maka berarti darah itu adalah darah istihadhah, dan jika darah yang keluar itu bukan darah istihadhah berarti darah itu adalah darah haidh.[Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 3/275]APAKAH SEORANG WANITA HARUS SEGERA BERSUCI DENGAN TIDAK MELIHAT ADANYA DARAH KELUAROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Pada hari terakhir dari masa haidh seorang wanita dan sebelum habis masa haidhnya ia tidak melihat bekas darah, haruskah wanita berpuasa pada hari itu sementara ia belum melihat gumpalan putih atau apa yang harus ia kerjakan JawabanJika kebiasaan wanita itu tidak melihat gumpalan putih pada akhir masa haidhnya sebagaimana kebiasaan kaum wanita, maka ia harus melaksanakan puasa akan tetapi jika kebiasaan wanita itu mendapatkan gumpalan putih pada akhir masa haidhnya maka ia belum boleh melaksanakan puasa sebelum ia melihat gumpalan putih.[52 Su’alan an Ahkamil Haidh, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal.16]TERUS MENERUS MENGELUARKAN CAIRAN BERWARNA KUNING SETELAH BERSUCIOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada seorang wanita setelah habis masa haidhnya tidak mengalami keluarnya gumpalan putih akan tetapi ia mengeluarkan cairan berwarna kuning terus menerus, bagaimana hukumnya ini JawabanJika wanita itu tidak mengeluarkan cairan putih sebagai tanda berakhirnya masa haidh maka cairan kuning itu telah menggantikan kedudukan cairan atau gumpalan putih, karena cairan putih adalah merupakan tanda dan tanda itu bisa dipastikan dalam satu macam bentuk, karena tanda berakhirnya masa haidh tidak bisa dipastikan dengan satu macam petunjuk akan tetapi banyak petunjuk yang menunjukan pada hal itu, pada umumnya tanda berakhirnya masa haidh pada sebagian besar wanita adalah terdapatnya cairan/gumpalan putih, akan tetapi bisa jadi tanda habisnya masa haidh itu adalah selain itu, dan terkadang pula seorang wanita tidak mengeluarkan cairan putih dan tidak pula mengeluarkan cairan kuning sebagai tanda habisnya masa haidh, melainkan kering begitu saja hingga ia mendapatkan masa haidh selanjutnya, setiap wanita bisa memiliki kebiasaan yang berbeda dalam hal mengakhiri masa haidhnya.[Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 3/247][Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1685&bagian=0


Artikel Ketika Wanita Samar Terhadap Darah Yang Keluar Darinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ketika Wanita Samar Terhadap Darah Yang Keluar Darinya.

Abdullah Bin Abbas

Kumpulan Artikel Islami

Abdullah Bin Abbas Kyai Umat Ini

Ibnu Abbas serupa dengan Ibnu Zubeir bahwa mereka sama-sama menemuiRasulullah dan bergaul dengannya selagi masih becil, dan Rasulullahwafat sebelum Ibnu Abbas mencapai usia dewasa. Tetapi ia seorang lainyang di waktu kecil telah mendapat kerangka kepahlawanan danprinsip-prinsip kehidupan dari Rasuluilah saw. yang mengutamakan danmendidiknya serta mengajarinya hikmat yang murni. Dan dengan keteguhaniman dan kekuatan akhlaq serta melimpahnya ilmunya, Ibnu Abbasmencapai kedudukan tinggi di lingkungan tokoh-tokoh sekeliling Rasul....

Ia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, pamanRasulullah saw. Digelari habar atau kyahi atau lengkapnya kyahiummat , suatu gelar yang hanya dapat dicapainya karena otaknya yangcerdas, hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas.

Dari kecilnya, Ibnu Abbbas telah mengetahui jalan hidup yang akanditempuhnya, dan ia lebih mengetahuinya lagi ketika pada suatu hariRasulullah menariknya ke dekatnya selagi ia masih kecil itu danmenepuk-nepuk bahunya serta mendu'akannya: -Ya Allah, berilah ia ilmu Agama yang mendalam dan ajarkanlahkepadanya ta'wil .

Kemudian berturut-turut pula datangnya kesempatan dimana Rasulullahmengulang-ulang du'a tadi bagi Abdullah bin Abbas sebagai saudarasepupunya itu ..., dan ketika itu ia mengertilah bahwa ia diciptakanuntuk ilmu dan pengetahuan.

Sementara persiapan otaknya mendorongnya pula dengan kuat untukmenempuh jalan ini. Karena walaupun di saat Rasulullah shallallahualaihi wasalam wafat itu, usianya belum lagi lebih dari tiga belastahun, tetapi sedari kecilnya tak pernah satu hari pun lewat, tanpa iamenghadiri majlis Rasulullah dan menghafalkan apa yang diucapkannya....

Dan setelah kepergian Rasulullah ke Rafiqul A'la, Ibnu Abbasmempelajari sungguh-sungguh dari shahabat-shahabat Rasul yang pertama,apa-apa yang input didengar dan dipelajarinya dari Rasulullah saw.sendiri. Suatu tanda tanya [ingin mengetahui dan ingin bertanya]terpatri dalam dirinya.

Maka setiap kedengaran olehnya seseorang yang mengetahui suatn ilmuatau menghafaikan Hadits, segeralah ia menemuinya dan belajarkepadanya. Dan otaknya yang encer lagi tidak mau puas itu,mendorongnya nntuk meneliti apa yang didengarnya.

Hingga tidak saja ia menumpahkan perhatian terhadap mengumpulkan ilmupengetahuan semata, tapi jnga untuk meneliti dan menyelidikisumber-sumbernya.

Pernah ia menceritakan pengalamannya: -- Pernah aku bertanya kepadatigapuluh orang shahabat Rasul shallallahu alaihi wasalam mengenaisatu masalah . Dan bagaimana keinginannya yang amat besar untukmendapatkan sesuatu ilmu, digambarkannya kepada kita sebagai berikut:-Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat, kakatakan kepadasalah seorang pemuda Anshar: Marilah kita bertanya kepada shahabatRasulullah, sekarang ini mereka hampir semuanya sedang bekumpul

Jawab pemuda Anshar itu:Aneh sekali kamu ini, hai Ibnu Abbas! Apakah kamu kira orang-orangakan membutuhkanmu, padahal di kalangan mereka sebagai kan lihatbanyak terdapat shahabat Rasulullah ... Demikianlah ia tak maudiajak, tetapi aku tetap pergi bertanya kepada shahabat-shahabatRasulullah.

Pernah aku mendapatkan satu Hadits dari seseorang, dengan carakudatangi rumahnya kebetulan ia sedang tidur slang. Kubentangkankainku di muka pintunya, lalu duduk menunggu, sementara anginmenerbangkan debu kepadaku, sampai akhirnya ia bangun dan keluarmendapatiku. Maka katanya: -- Hai saudara sepupu Rasulullah, apamaksud kedatanganmu Kenapa tidak kamu suruh saja orang kepadaku agaraku datang kepadamu Tidak! ujarku, bahkan akulah yang harusdatang mengunjungi anda! Kemudian kutanyakanlah kepadanya sebuahHadits dan aku belajar daripadanya ... !

Demikianlah pemuda kita yang agung ini bertanya, kemudian bertanya danbertanya lagi, lalu dicarinya jawaban dengan teliti, dan dikajinyadengan seksama dan dianalisanya dengan fikiran yang berlian. Dari harike hari pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya berkembang dan tumbuh,hingga dalam usianya yang muda belia telah cukup dimilikinya hikmatdari orang-orang tua, dan disadapnya ketenangan dan kebersihan pikiranmereka, sampai-sampai Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab radhiallahuanhu menjadikannya kawan bermusyawarah pada setiap urusan penting danmenggelarkannya pemuda tua ... !

Pada suatu hari ditanyakan orang kepada Ibnu Abbas:Bagaimana Anda mendapatkan ilmu ini ...

Jawabnya: - Dengan lidah yang gemar bertanya, dan akal yang sukaberfikir... !

Maka dengan lidahnya yang selalu bertanya dan fikirannya yang takjemu-jemunya meneliti, serta dengan kerendahan hati dan pandainyabergaul, jadilah Ibnu Abbas sebagai kyahi ummat ini .

Sa'ad bin Abi Waqqash melukiskannya dengan kalimat-kalimat seperti ini:-

Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti, lebih tajamberfikir dan lebih banyak dapat menyerap ilmu dan lebih luas sifatsantunnya dari Ibnu Abbas ... ! Dan sungguh, kulihat Umar memanggilnyadalam urusan-urusan pelik, padahal sekelilingnya terdapat pesertaBadar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka tampillah Ibnu Abbasmenyampaikan pendapatnya, dan Umar pun tak hendak melampaui apakatanya!

Ketika membicarakannya, Ubaidillah bin 'Utbah berkata:-Tidak seorang pun yang lebih tahu tentang Hadits yang diterimanyadari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam daripada Ibnu Abbas... !

Dan tak kulihat orang yang lebih mengetahui tentang putusan Abu Bakar,Umar dan Utsman dalam pengadilan daripadanya ... ! Begitu pula tak adayang lebih mendalam pengertiannya daripadanya ....

Sungguh, ia telah menyediakan waktu untuk mengajarkan fiqih satu hari,tafsir satu hari, riwayat dan strategi perang satu hari, syair satuhari, dan tarikh serta kebudayaan bangsa Arab satu hari ....

Serta tak ada yang lebih tahu tentang syair, bahasa Arab, tafsir -Quran,ilmu hisab dan seal pembagian pusaka daripadanya ... ! Dan tidakseorang alim pun yang pergi duduk ke dekatnya kecuali hormat kepadanya,serta tidak seorang pun yang bertanya, kecuali mendapatkan jawabandaripadanya... !

Seorang Muslim penduduk Bashrah melukiskannya pula sebagai berikut: --[Ibnu Abbas pernah menjadi gubernur di sana, diangkat oleh Ali]Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga perkara ....

Menarik hati pendengar apabila ia berbicara.

Memperhatikan setiap ucapan pembicara.

Memilih yang teringan apabila memutuskan perkara.

Menjauhi sifat mengambil muka.

Menjauhi orang-orang yang rendah budi.

Menjauhi setiap perbuatan dosa.

Sebagaimana kita telah paparkan bahwa Ibnu Abbas adalah orang yangmenguasai dan mendalami berbagai cabang ilmu.

Maka ia pun menjadi tepatan bagi orang-orang pang mencari ilmu,berbondong-bondong orang datang dari berbagai penjuru negeri Islamuntuk mengikuti pendidikan dan mendalami ilmu pengetahuan.

Di samping ingatannya yang kuat bahkan luar biasa itu, Ibnu Abbasmemiliki pula kecerdasan dan kepintaran yang Istimewa.

Alasan yang dikemukakannya bagaikan cahaya matahari, menembus ke dalamkalbu menghidupkan cahaya iman ....Dan dalam percakapan atau berdialog,tidak saja ia membuat lawannya terdiam, mengerti dan menerima alasanyang dikemukakannya, tetapi juga menyebabkannya diam terpesona, karenamanisnya susunan kata dan keahliannya berbicara ... !

Dan bagaimana pun juga banyaknya ilmu dan tepatnya alasan tetapidiskusi atau tukar fikiran itu ... ! Baginya tidak lain hanyalahsebagai suatu slat yang paring ampuh untuk mendapatkan dan mengetahuikebenaran ... !

Dan memang, telah lama ia ditabuti oleh Kaum Khawarij karena logikanyayang tepat dan tajam! Pada suatu hari ia diutus oleh Imam Ali kepadasekelompok besar dari mereka. Maka terjadilah di antaranya denganmereka percakapan yang amat mempesona, di mana Ibnu Abbas mengarahkanpembicaraan serta menyodorkan alasan dengan cara yang menakjubkan.Dari percakapan yang panjang itu, kita cukup mengutip cupIikan dibawah ini: -

Tanya Ibnu Abbas: -- Hal-hal apakah yang menyebabkan tuan-tuanmenaruh dendam terhadap Ali ...

Ujar mereka: - Ada tiga hal yang menyebabkan kebencian kami padanya: -

Pertama dalam Agama Allah ia bertahkim kepada manusia, padahal Allahberfirman: ' Tak ada hukum kecuali bagi Allah ... !']

Kedua, ia berperang, tetapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pulamengambil barta rampasan. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir,berarti harta mereka itu halal. Sebaliknya bila mereka orang-orangberiman maka haramlah darahnya ... !]

Dan ketiga, waktu bertahkim, ia rela menanggalkan sifat AmirulMu'minin dari dirinya demi mengabulkan tuntutan lawannya. Maka jika iasudah tidak jadi amir atau kepala bagi orang-orang Mu'min lagi,berarti ia menjadi kepala bagi orang-orang kafir... ! 3]

Lamunan-lamunan mereka itu dipatahkan oleh Ibnu Abbas, katanya: -- Mengenaiperkataan tuan-tuan bahwa ia bertahkim kepada manusia dalam AgamaAllah, maka apa salahnya ...

Bukankah Allah telah berfirman:Hai orang-orang beriman! Janganlah halian membunuh binatang buruan,sewaktu halian dalam ihram! Barang siapa di antara kalian yangmembunuhnya dengan sengaja, maka hendaklah ia membayar denda berupabinatang ternak yang sebanding dengan hewran yang dibunuhnya itu, yanguntuk menetapkannya diputuskan oleh dua orang yang adil di antarakalian sebagai hahimnya ... ! [Q.S. 5 al-hlaidah: 95]

Nah, atas nama Allah cobalah jawab: Manakah yang lebih penting,bertahkim kepada manusia demi menjaga darah kaum Muslimin, ataukahbertahkim kepada mereka mengenai seekor kelinci yang harganyaseperempat dirham ...

Para pemimpin Khawarij itu tertegun menghadapi logika tajam dan tuntasitu. Kemudian kyai ummat ini melanjutkan bantahannya: -Tentang ucapan tuan-tuan bahwa ia perang tetapi tidak melakukanpenawanan dan merebut harta rampasan, apakah tuan-tuan menghendakiagar ia mengambil Aisyah istri Rasulullah shallallahu alaihi wasalamdan Ummul Mu'minin itu sebagai tawanan, dan pakaian berkabungnyasebagai barang rampasan ...

Di sini wajah orang-orang itu jadi merah padam karena main, lainmenutupi muka mereka dengan tangan ...,sementara Ibnu Abbas beralihkepada soal yang ketiga katanya: -Adapun ucapan tuan-tuan bahwa ia rela menanggalkan sifat AmirulMu'minin dari dirinya sampai selesainya tahkim, maka dengarlah olehtuan-tuan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihiwasalam di hari Hudaibiyah, yakni ketika ia mengimlakkan suratperjanjian yang telah tercapai antaranya dengan orang-orang Quraisy.Katanya kepada penuiis: Tulislah: Inilah yang telah disetujui olehMuhammad Rasulullah ... . Tiba-tiba utusan Qnraisy menyela: 'DemiAllah, seandainya kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentulah kamitidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula akan memerangimu ... !Maka tulislah:

Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !

Kata Rasulullah kepada mereka: Demi Allah, sesungguhnya saya iniRasulullah walaupun kamu tak hendak mengakuinya…

Lalu kepada penulis surat perjanjian itu diperintahkannya:Tulislah apa yang mereka kehendaki! Tulis: Inilah yang telahdisetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !

Demikianlah, dengan cara yang menarik[ dan menakjubkan ini,berlangsung soal jawab antara Ibnu Abbas dan golongan Khawarij, hinggabelum lagi tukar fikiran itu selesai, duapuluh ribu orang di antaramereka bangkit serentak, menyatakan kepuasan mereka terhadapketerangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikandiri mereka dari memusuhi Imam Ali... !

Ibnu Abbas tidak saja memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuansemata, tapi di samping itu ia memiliki pula kekayaan yang lebih besarlagi, yakni etika ilmu serta akhlak para ulama. Dalam kedermawanan dansifat pemurahnya, Ia bagaikan Imam dengan,panji-panjinya.Dilimpah-ruahkannya harta bendanya kepada manusia, persis sebagaimanaia melimpah ruahkan ilmunya kepada mereka....

Orang-orang yang sesama dengannya, pernah menceritakan dirinya sebagaiberikut: -- Tidak sebuah rumah pun kita temui yang lebih banyakmakanan, minuman buah-buahan, begitupun ilmu pengetahuannya dari rumahIbnu Abbas ... !

Di samping itu ia seorang yang berhati suci dan berjiwa bersih, tidakmenaruh dendam atau kebencian kepada siapa juga.

Keinginannya yang tak pernah menjadi kenyang, ialah harapannya agarsetiap orang, baik yang dikenalnya atau tidak, beroleh kebaikan...!

Katanya mengenai dirinya: -Setiap aku mengetahui suatu ayat dari kitabullah, aku berharapkiranya semua manusia mengetahui seperti apa yang kuketahui itu ... !Dan setiap aku mendengar seorang hakim di antara hakim-hakim Islammelaksanakan keadilan dan memutus sesuatu perkara dengan adil, makaaku merasa gembira dan turut mendu'akannya ..., padahal tak adahubungan perkara antaraku dengannya ... ! Dan setiap aku mendengarturunnya hujan yang menimpa bumi Muslimin, aku merasa berbahagia,padahal tidak seekor pun binatang ternakku yang digembalakan di bumitersebut...!

Ia seorang ahli ibadah yang tekun beribadat dan rajin bertaubat ...,sering bangun di tengah malam dan shaum di waktu siang, danseolah-olah kedua matanya telah hafal akan jalan yang dilalui oleh airmatanya di kedua pipinya, karena seringnya ia menangis, balk di kalaia shalat maupun sewaktu membaca alquran ....Dan ketika ia membacaayat-ayat alquran yang memuat berita duka atau ancaman, apalagimengenai maut dan saat dibangkitkan, maka isaknya bertambah keras dansedu sedannya menjadi-jadi ... !

Di samping semua itu, ia juga seorang yang berani, berfikiran sehatdan teguh memegang amanat ... ! Dalam perselisihan yang terjadi antaraAli dan Mu'awiyah, ia mempunyai beberapa pendapat yang menunjukbantingginya kecerdasan dan banyaknya akal serta siasatnya .... Ia lebihmementingkan perdamaian dari peperangan, lebih banyak berusaha denganjalan lemah lembut daripada kekerasan, dan menggunahan fikirandaripada paksaan...!

Tatkala Husein radhiallahu anhu bermaksud hendak pergi ke Irak untukmemerangi Ziad dan Yazid, Ibnu Abbas menasehati Husein, memegangtangannya dan berusaha sekuat daya untuk menghalanginya. Dan tatkalaia mendengar kematiannya, ia amat terpukul, dan tidak keluar-keluarrumah karena amat dukanya.

Dan di setiap pertentangan yang timbul antara Muslim dengan Muslim takada yang dilakukan oleh Ibnu Abbas, selain mengacungkan benderaperdamaian, beriunak lembut dan melenyapkan kesalah-pahaman

Benar ia ikut tejun dalam peperangan di pihak Imam Ali terhadapMu'awiyah, tetapi hal itu dilakukannya, tiada lain hanyalah sebagaitamparan keras yang wajib dilakukan terhadap penggerak perpecahan yangmengancam keutuhan Agama dan kesatuan ummat... !

Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, dipenuhi dunianya dengan ilmu danhikmat, dan disebarkan di antara ummat buah nasehat dan ketaqwaannya -· · · Dan pada usianya yang ketujuhpuluh satu tahun, ia terpanggiluntuk menemui Tuhannya Yang Maha Agung · - · · Maka kota Thaif punmenyaksikan perarakan besar, di mana seorang Mu'min diiringkan menujusurganya.

Dan tatkala tubuh kasamya mendapatkan tempat yang aman dalam kuburnya,angkasa bagai berguncang disebabkan gema janji Allah yang haq:Wahai jiwa yang aman tenteram! Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dalamkeadaan ridla dan diridlai. Maka masuklah ke dalam lingkunganhamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surgaKu.

Artikel Abdullah Bin Abbas diambil dari http://www.asofwah.or.id
Abdullah Bin Abbas.