Senin, 09 Juni 2008

Zakat Tidak Boleh Diangkut Dari Tempat Asal Wajibnya, Zakat Fithri Mengikuti Orang Dimana Berada

Kumpulan Artikel Islami

Zakat Tidak Boleh Diangkut Dari Tempat Asal Wajibnya, Zakat Fithri Mengikuti Orang Dimana Berada Zakat Tidak Boleh Diangkut Dari Tempat Asal Wajibnya, Zakat Fithri Mengikuti Orang Dimana Berada

Kategori Zakat

Minggu, 31 Oktober 2004 08:53:11 WIBZAKAT TIDAK BOLEH DIANGKUT DARI TEMPAT ASAL WAJIBNYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Suatu jama'ah telah mengangkat seorang wakil agar membeli gandum untuk dibagikan sebagai zakat fithri di Afganistan, bagaimana hukumnya ..Jawaban.Yang mashur dari madzhab Hanabilah dalam masalah ini tidak boleh, sebab zakat fithri tidak boleh dipindahkan dari tempat asal diwajibkannya kecuali jika pada tempat tersebut tidak ada yang berhak menerimanya. Jika tidak ada yang berhak menerimanya, maka zakat tersebut hendaknya dibagikan kepada negeri yang terdekat. Penduduk setempat yang fakir itu lebih berhak menerima zakat. Jika dalam suatu negeri tidak ada orang fakir, maka zakat boleh disalurkan ke negeri lainnya. Begitupula menurut pendapat yang kuat, bolehnya menyalurkan zakat ke negeri lain tergantung kemaslahatan yang ada. Tetapi zakat fithri tidak sama dengan zakat harta dalam hal waktu. Zakat harta memiliki waktu yang sangat luas sedangkan zakat fithri sebaliknya hanya satu atau dua hari menjelang shalat Ied.ZAKAT FITHRI MENGIKUTI ORANG DIMANA BERADAPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ketika seseorang berada di negeri Mekkah, bolehkah ia mengeluarkan zakat fithri di negerinya sendiri .Jawaban.Zakat fithri itu mengikuti orangnya. Jika datang waktu zakat, dan kamu berada pada suatu negeri, hendaklah tunaikan zakat tersebut di negeri yang kamu berada. Umpanya, kamu berasal dari Medinah lalu ketika kamu berada di Mekkah tibalah waktu Ied, maka kamu wajib mengeluarkan zakat di Mekkah dan begitu pula sebaliknya. Jika kamu penduduk Mesir misalnya, atau Syam atau Irak, lalu hari Ied tiba ketika kamu berada di Mekkah, maka kamu wajib menunaikan zakat di Mekkah dan begitu pula sebaliknya.MENERIMA ZAKAT FITHRI MELALUI WAKILPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah seorang fakir yang ingin diberi zakat mewakilkan seseorang untuk menerimanya pada saat penyerahan ..Jawaban.Hal itu boleh. Yakni, orang yang mau berzakat fithri boleh berkata kepada si fakir : "Kamu bisa mewakilkan kepada seseorang untuk menerima zakat fithri pada waktunya. Dan ketika tiba saatnya, aku akan serahkan zakat kepada wakilmu tersebut".[Disalin dari Buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 174-179. terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1160&bagian=0


Artikel Zakat Tidak Boleh Diangkut Dari Tempat Asal Wajibnya, Zakat Fithri Mengikuti Orang Dimana Berada diambil dari http://www.asofwah.or.id
Zakat Tidak Boleh Diangkut Dari Tempat Asal Wajibnya, Zakat Fithri Mengikuti Orang Dimana Berada.

Waspada Teman Buruk

Kumpulan Artikel Islami

Waspada Teman Buruk Sesungguhnya keberadaan teman dapat memberikanpengaruh yang sangat besar bagi seseorang, terutama dalam hal sikapdan pemikiran. Pengaruh itu berjalan begitu cepatnya, ibaratmenjalarnya racun yang masuk ke dalam tubuh melalui peredaran darah.Maka seseorang haruslah waspada dan berhati-hati dari teman yang buruk,karena banyak kenyataan yang membuktikan, bahwa seseorang yang tadinyabaik-baik, ternyata dapat berubah dengan begitu cepat, lantaranterpengaruh oleh teman pergaulan yang buruk.

Inilah fakta kehidupan, Kitabullah dan Sunnah Rasul Shalallaahu alaihiwasalam pun mendukung dan menguatkannya, maka janganlah kita berpalingdari peringatan Allah, jika kita tidak ingin celaka dan sengsara duniaakhirat.

Nasihat dari Kitabullah

Firman Allah, artinya,

“Mereka berkata sedang mereka bertengkar di dalam neraka, DemiAllah, sungguh kita dahulu [di dunia] dalam kesesatan yang nyata, [karenakita mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam . Dan tiadalah yangmenyesatkan kami, kecuali orang-orang yang berdosa. Maka kami tidakmempunyai pemberi syafa'at seorang pun, [dan tidak pula mempunyaiteman yang akrab, Maka sekiranya kita dapat kembali sekali lagi [kedunia], niscaya kami menjadi orang-orang yang beriman . [AsySyu’araa’ : 96-102]

Perhatikan, bagaimana penduduk neraka itu saling berbantahan, merekabersumpah, bahwa mereka benar-benar berada dalam kesesatan, lalumereka menyebutkan sebab kesesatan mereka, yakni al mujrimun [orangyang berdosa], lalu apakan teman-teman yang membuat mereka sesat itudapat memberikan manfaat pada hari itu

Firman Allah, artinya,

“Dan [ingatlah] ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, makaorang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkandiri, Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkahkamu menghindarkan dari kami sebagian azab api neraka . Orang-orangyang menyombongkan diri menjawab, Sesungguhnya kita semua sama-samadalam neraka, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan keputusanantara hamba-hamba-[Nya] . [Al-Mu’min : 47-48]

Wahai manusia yang berakal jernih dan berpikiran jeli, jangan sampaikita semua seperti mereka, menjadi lemah akal, lemah kepribadian, takpunya pendirian, hanya mampu mengekor dan taklid buta terhadaporang-orang yang buruk dan jahat. Dan akhirnya pada Hari Kiamat,ketika berdiri untuk dihisab dan ditanya, maka protes pun tak adagunanya. Orang yang menye-satkan pun mengelak, Apakah kami memaksakalian untuk mengikuti ke-sesatan, kami hanya sekedar mengajak dankalian memenuhinya, maka kalian sendirilah yang telah melakukan dosa.

Firman Allah, artinya,

“Dan [ingatlah] hari [ketika] orang yang zalim itu menggigit duatangannya, seraya berkata, Aduhai kiranya [dulu] aku mengambil jalan[yang lurus] bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku [dulu]tidak menjadikan si fulan jadi teman akrab[ku]. Sesungguhnya dia telahmenyesatkan aku dari al-Qur'an, ketika al-Qur'an telah datang kepadaku.Dan syaitan itu tidak akan menolong manusia”. [Al-Furqaan : 27-29]

Ayat ini turun berkenaan dengan persahabatan yang erat antara Ubay binKhalaf dan Uqbah bin Abi Mu'ith. Ketika itu Uqbah duduk di sisi NabiShalallaahu alaihi wasalam dan mendengarkan ucapan beliau, lalu Ubaybin Khalaf memakinya dan dia terus memaki Uqbah, maka akhirnya dia punmurtad dari Islam karena cacian Ubay bin Khalaf, sehingga turunlahayat tersebut.

Ayat ini tentunya bukan hanya khusus untuk Uqbah dan Ubay, namun untukkita semua yang menjalin persahabatan dengan teman kita, hingga ketingkat akrab yang dapat memberikan pengaruh dalam sikap dan perilakukita. Yakni teman yang apabila dia mengajak sesuatu, maka kita merasaberat jika tidak memenuhinya, apapun yang dia katakan.

Maka berhati-hatilah kita semua, waspada dari teman-teman yang buruksebelum nanti di akhirat kita mengatakan, Wahai celakalah aku,andaikan dulu aku tidak menjadikan si fulan sebagai temanku.

Allah juga memperingatkan kita semua, bahwa syetan, baik dari jenisjin maupun manusia yang mengajak kepada kemaksiatan, semuanya berlepasdiri dan cuci tangan, artinya,

“Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami[di Hari kiamat], dia berkata, Aduhai, semoga [jarak] antara aku dankamu seperti jarak antara masyrik dan maghrib, maka syaitan itu adalahsejahat-jahat teman [yang menyertai manusia] . [Az-Zukhruf :36-38]

Peringatan dari As Sunnah

Dari Abu Musa al Asy'ari Radhiallaahu anhu dia berkata, RasulullahShalallaahu alaihi wasalam telah bersabda, Sesungguhnyaperumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah sepertipenjual minyak wangi dengan tukang pande besi. Seorang penjual minyakwangi akan memberi kamu minyak, atau kamu membelinya atau kamu akanmendapati bau yang harum darinya. Sedangkan pande besi, maka bisa jadiakan membakar bajumu dan bisa pula engkau akan mendapati darinya bauyang busuk. [Muttafaq 'alaih]

Seorang teman yang buruk diibaratkan pande besi, karena keberadaannyadapat membakar agama dan akhlak kita, merusaknya dan bahkanmembinasakannya. Paling tidak kita akan mendapatkan komentar negatif,seperti, “Si fulan sekarang jadi temannya si anu.”

Dalam hadits lain Nabi juga bersabda, artinya,Seseorang tergantung agama temannya, maka hedaklah salah seorangdi antara kalian melihat dengan siapa dia berteman. [HR. Abu Dawud]

Sebuah kisah yang disebutkan di dalam Ash Shahihain [Bukhari-Muslim],bahwa Abu Thalib ketika menjelang wafat didatangi oleh NabiShalallaahu alaihi wasalam, sedang di sampingnya ada Abdullah bin AbuUmayyah dan Abu Jahal. Maka Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalamberkata, Wahai paman, ucapkan la ilaha illallah, kalimat yang akan akugunakan untuk hujjah buatmu kelak disisi Allah! Maka kedua orangtersebut langsung berkata kepada Abu Thalib, Apakah engkau membenciagama Abdul Muthalib Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalammengulanginya, dan kedua orang itu juga mengulangi pertanyaanya, danakhirnya paman Nabi tersebut meninggal di atas millah Abdul Muthalib.

Kisah ini memuat nasehat yang sangat berharga tentang besarnyapengaruh sahabat atau teman yang buruk. Kurang apa dengan paman Nabiini, beliau seorang yang berakal jernih, mengetahui, bahwa NabiShalallaahu alaihi wasalam adalah benar, beliau membela dan menolongNabi, mencintai Nabi yang merupakan salah satu keponakannya. Namunteman yang buruk telah mengingat kannya kepada ajaran terlaknat,ajaran syirik dan kufur, maka keduanya telah mempengaruhinya, sehinggadia meninggal di dalam millah Abdul Muthalib, meninggal di dalamkemusy rikan, wal 'iyadzu billah.

Wahai saudaraku, terutama Anda para pemuda, jangan Anda mengatakan, Sayatidak akan terpengaruh oleh teman pergaulan, hanya sekedar bergaul,tidak mengambil ucapannya dan tidak meniru kelakuannya. Sungguh iniadalah prinsip yang keliru, al-Qur'an dan Sunnah telah menolaknya dankenyataan pun telah berbicara, sementara Nabi Shalallaahu alaihiwasalam telah menyatakan, bahwa seseorang tergantung pada agama [tabiat]sahabatnya.

Maka secara tegas beliau Shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan kitauntuk bersahabat dengan orang yang baik-baik dan bertakwa, beliaubersabda,Janganlah engkau berteman, kecuali dengan seorang mukmin, danjanganlah memakan makananmu, kecuali orang yang bertakwa. [HR AbuDawud]

Belajar dari Fakta

Fakta telah membuktikan, bahwa hampir sebagian besar manusia khususnyapara pemuda yang terjatuh ke dalam lobang kemaksiatan adalah karenapengaruh teman pergaulan. Berapa banyak pemuda baik-baik, taat,berbakti dan serius di dalam belajar, berprestasi gemilang, namunsetelah itu kenal dengan teman yang buruk, bergaul bersama mereka danlambat laun setahap demi setahap akhirnya berubah jauh dari sebelumnya.

Dia terpengaruh dengan ucapan temannya yang menipu dan menjeru muskan,yang diajarkan oleh guru penipu ulung Iblis la'natullah 'alaih.Sehingga akhirnya menjadi pemuda yang menyia-nyiakan shalat, beranikepada orang tua, malas belajar bahkan tak jarang ada yang sampaidikeluarkan dari sekolah, dia telah menyia-nyiakan agama dan dunianya.

Salah seorang pemuda yang kecanduan narkoba, kemudian masuk selpenjara ditanya, Mengapa kamu sampai masuk penjara dan jadi pecandunarkoba, maka dia hanya men-jawab singkat, Teman yang buruk.

Jangan Tertipu

Satu hal penting yang harus diketahui adalah, bahwa semua orang yangmengajak kepada kerusakan, kesesatan dan kejahatan tidak mungkin akanberterus terang mengungkapkan niat busuk mereka. Karena kalau merekaberbicara jujur apa adanya, tidak bakal mendapatkan pengikut, makadicarilah cara yang halus, kalimat yang indah, namun menipu dan men-jerumuskantanpa terasa. Terkadang berlagak sebagai pemberi saran dan nasehat,karena dorongan cinta dan persahabatan, seperti diajarkan oleh Iblisketika menjerumuskan Adam Alaihissalam. Iblis mengatakan sebagaimanayang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta'ala, artinya,

“Kemudian syaitan membisikan pikiran jahat kepadanya, denganberkata, Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dankerajaan yang tidak akan binasa [Thaha :120]

Perhatikan juga ayat lain yang menggambarkan tipu daya Iblis,

“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untukmenam-pakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaituauratnya dan syaitan berkata, Rabb kamu tidak melarangmu darimendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadimalaikat atau tidak menjadi orang yang kekal [dalam surga] . Dan dia [syaitan]bersumpah kepada keduanya, Sesungguhnya saya adalah termasuk orangyang memberi nasehat kepada kamu berdua [Al-’Araaf : 20-21]

Bukan main, Iblis yang merupakan penipu terbesar mengaku sebagaipemberi nasihat, bahkan dengan bersumpah. Maka tak heran kalaumuridnya, Fir’aun juga mengatakan kalimat manis, sebagaimana firmanAllah, yang artinya,

“Dan berkata Fir'aun [kepada pembesar-pembesarnya], Biarkanlah akumem-bunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabbnya, karenasesungguhnya aku khawatir ia akan menukar agama-agamamu ataumenimbulkan kerusakan di muka bumi . [Al-Mu’min : 26]

Amat lucu jika Firaun yang mengaku dirinya Tuhan, mengkhawatirkan MusaAlaihissalam kalau mengganti agama kaumnya dan membuat kerusakan,padahal dialah biang kerusakan itu

Lalu, apakah kita akan tertipu dengan slogan kemajuan, kebebasan,kesetaraan, peradaban maju, atau pun hak asasi untuk alasan tabarruj,durhaka kepada orang tua, mengkon sumsi miras dan narkoba Wallahua’lam, marilah kita berpikir jernih sebelum segalanya terjadi. [Khalif]

Sumber: Kutaib “Nafikh al-Kiir, Atsar Shadiqis Suu’ ”, Abdullah binSa’ad bin Ibrahim.

[ Rabu, 07-01-2004M / 16-11-1424 ]

Artikel Waspada Teman Buruk diambil dari http://www.asofwah.or.id
Waspada Teman Buruk.

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

Kumpulan Artikel Islami

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

>> Pertanyaan :

Kami sangat berharap jika Syaikh yang mulia menjelaskan bagaimana tatacara melakukan ibadah haji?

>> Jawaban :

Kita akan menjelaskan sekilas dan secara singkat tata cara melakukanibadah haji, yaitu: apabila seseorang hendak melakukan ibadah hajiataupun umrah, maka hendaknya ia berangkat ke Mekkah pada bulan-bulanhaji, dan afdhalnya adalah berihram di miqat untuk umrah agar hajiyang dilakukannya adalah haji tamattu. Ia memulai ihram umrahnya darimiqat, dan sesaat sebelum berihram hendaknya mandi terlebih dahuluseperti mandi dari janabat, rambut kepala dan jenggot dioles denganminyak wangi [farfum], lalu berpakaian ihram. Sebaiknya memulaiihramnya setelah usai melakukan shalat fardhu, jika memang waktunyatelah masuk, atau sesudah melakukan shalat sunnah wudhu; sebab tidakada shalat sunnat khusus untuk ihram dan tidak pernah dilakukan olehRasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Kemudian bertalbiyah denganmengucapkan:

.

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah,Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah aku penuhi; aku penuhi panggilan-Mutiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu; Sesungguhnya segalapuji dan kenikmatan adalah milik-Mu dan begitu pula kerajaan, tiadasektu bagi-Mu.

Talbiyah tersebut terus dilakukan hingga tiba di Mekkah.

Talbiyah dihentikan apabila akan memulai thawaf; thawaf dimulai denganmengusap dan mengecup Hajar Aswad jika hal itu memungkinkan, namunjika tidak, maka cukup dengan berisyarat saja kepadanya sambilmengucapkan:

Dengan menyebut nama Allah, dan Allah Mahabesar; Ya Allah, karenaiman kepada-Mu, percaya kepada kitab suci-Mu, dan karena memenuhijanji-Mu serta mengikuti sunnah nabi-Mu Nabi Muhammad Shalallaahualaihi wasalam.

Posisi Kabah harus berada pada posisi sebelah kiri dan berputarmengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiripada Hajar Aswad. Bagi laki-laki disunnatkan berlari-lari kecil padaputaran ketiga pertama dengan cara mempercepat jalan dan memperpendeklangkah serta melakukan idhthiba selama thawaf, yaitu membiarkanpundak kanan terbuka sedangkan pundak kiri tertutup oleh kain ihram [diselendangkan].Dan setiap kali berada pada posisi sejajar dengan Hajar Aswadbertakbir [mengucapkan: Allahu Akbar], dan di saat berada di antarasudut Rukun Yamani dan Hajar Aswad berdoa dengan membaca:

Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepada kami kebaikandi dunia ini dan kebaikan di akhirat kelak, dan hindarkanlah kami dariadzab api Neraka.

Untuk selebihnya boleh berdzikir dan berdoa dengan dzikir atau doa apasaja yang kita kehendaki.

Dalam thawaf tidak ada doa tertentu pada setiap putarannya, maka dariitu hendaknya kita waspada terhadap berbagai buku kecil yang ada ditangan para jamaah haji, yang di dalam buku itu ditulis doa khususuntuk setiap putaran thawaf; itu semua adalah bidah tidak pernahdilakukan atau diajarkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam,sementara beliau sudah menegaskan: Setiap bidah itu adalah kesesatan.

Ada satu perkara yang wajib diperhatikan oleh orang yang melakukanthawaf, yaitu kesalahan yang dilakukan oleh sebahagian jamaah padawaktu ramai [berdesak-desakan]; mereka thawaf masuk lewat pintu HijirIsmail dan keluar dari pintu yang lain. Mereka tidak menyertakanHijir Ismail itu sebagai bagian Kabah yang wajib di thawafi. Iniadalah suatu kesalahan, sebab Hijir Ismail itu sebagian besarnyatermasuk bagian Kabah, maka barangsiapa yang thawaf dengan meneroboslewat pintu Hijir itu, maka berarti tidak memutari [thawaf] Kabah danthawafnya tidak shah.

Seusai melakukan thawaf hendaklah shalat dua rakaat di belakang MaqamIbrahim, jika hal itu memungkinkan; namun jika tidak memungkinkan,maka hendaklah shalat di mana saja di dalam Masjidil Haram itu.Setelah itu pergi menuju Shafa dan apabila telah mendekatinya membaca:

...

tanpa mengulanginya kembali sesudah itu. Kemudiannaik ke atas Shafa, menghadap ke Qiblat [Kabah] lalu mengangkat keduatangan dan bertakbir serta bertahmid, lalu mengucapkan:

Kemudian berdoa, lalu mengulang dzikir tersebut, lalu berdoa lagi,berdzikir yang ketiga kalinya.

Setelah itu turun menuju Marwa dengan berjalan kaki biasa hinggasampai pada tanda hijau [tiang hijau], dari tanda hijau itu berjalancepat [lari-lari kecil] jika hal uitu memungkinkan dan tidakmengganggu orang lain, hingga sampai pada tanda hijau berikutnya, laluberjalan seperti biasa hingga sampai di Marwa. Apabila telah sampai diMarwa, naik ke atasnya dan menghadap ke Qiblat sambil mengangkat keduatangan dan membaca bacaan seperti yang dibaca di Shafa. Maka dengandemikian selesailah satu putaran.

Kemudian, dari Marwa kembali berjalan menuju Shafa, ini adalah putaranyang kedua. Bacaan yang dibaca sama dan yang dikerjakan pun samadengan yang dikerjakan pada putaran pertama tadi. Apabila telahsempurna melakukan tujuh putaran, [dari Shafa ke Marwa dihitung satuputaran dan dari Marwa ke Shafa satu putaran] yang berakhir di Marwa,maka hendaklah menggunting seluruh bagian rambut kepala [memendekkannya]hingga benar-benar tampak pendek. Sedangkan kaum wanita cukup memotongujung rambutnya sepanjang ujung jari kemudian bertahallul dariihramnya secara sempurna, melakukan apa saja yang dihalalkan olehAllah Subhannahu wa Ta'ala seperti mencampuri istri, berwangi-wangiandan berpakaian biasa serta lain-lainnya.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram kembali untuk ibadah haji. Dimulaidengan mandi, memakai wangi-wangian dan mengenakan pakaian ihram.Setelah itu pergi menuju Mina dan melakukan shalat Zhuhur, Ashar,Maghrib, Isya dan Shubuh di sana [shalat lima waktu]. Shalat Zhuhur,Ashar dan Isya dilaksanakan secara qashar [dipersingkat menjadi duarakaat] masing-masing pada waktunya dengan tidak men-jamanya. Jadihanya mengqashar saja selama berada di Mina.

Pada keesokan harinya [tanggal 9, hari Arafah] setelah matahariterbit, berangkat lagi menuju padang Arafah, dan jika memungkinkantinggal di [masjid] Namirah. Tetapi jika tidak memungkinkan makalangsung menuju kawasan Arafah kemudian singgah di sana, lalu apabilamatahari sudah condong ke arah barat, lakukanlah shalat Zhuhur danAshar dengan cara qashar dan taqdim, setelah itu habiskanlah sisawaktu untuk dzikir mengingat Allah, berdoa kepada-Nya, membacaAl-Quran dan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada AllahSubhannahu wa Ta'ala. Dan hendaklah saat-saat akhir hari itu digunakanuntuk berdoa kepada Allah secara serius, karena saat-saat itumerupakan saat-saat mustajab.

Apabila matahari telah terbenam, berangkatlah menuju Muzdalifah,setibanya di sana lakukanlah shalat Maghrib dan Isya secara jamaqashar takhir, dan hendaknya tetap berada di Muzdalifah hingga shalatSubuh. Setelah itu berdoa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala hinggacahaya tampak terang sekali, kemudian berangkat melanjutkan perjalananmenuju Mina. Bagi orang-orang yang tidak mampu menghadapi desakan parajamaah [di waktu melontar Jumrah] boleh berangkat dari Muzdalifahsebelum fajar Subuh terbit, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalamtelah memberikan keringanan [rukhshah] untuk hal yang demikian.

Apabila telah sampai di Mina bergegaslah melontar Jumrah Aqabahdengan tujuh lontaran [lemparan] dengan menggunakan tujuh biji batukerikil kecil, pada setiap lontaran dibarengi dengan takbir [membaca:Allahu akbar], setelah itu menyembelih hewan hady yang telah disiapkansebelumnya, lalu mencukur habis rambut kepala. Mencukur habis rambutkepala itu lebih baik dan lebih utama daripada memendekkannya saja,tetapi jika hanya dipendekkan saja, maka tidak mengapa. Bagi wanitacukup memotong ujung rambutnya saja kira-kira seujung jari. Dengandemikian selesailah melakukan tahallul pertama, maka boleh baginyamelakukan semua larangan ihram kecuali jima [bersetubuh].

Setelah itu pergi ke tempat peristirahatan [kemah] untuk berbersihdiri [mandi dll], berwangi-wangian dan memakai pakaian biasa, setelahitu berangkat menuju Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah sebanyaktujuh putaran dan sai di Shafa dan Marwa sebanyak tujuh putaran juga.Thawaf dan sai tersebut adalah untuk thawaf dan sai haji,sebagaimana thawaf dan sai yang dilakukan di waktu pertama datang keMekkah sebagai thawaf dan sai umrah. Maka dengan [melakukan thawafifadhah dan sai tersebut] boleh melakukan apa saja, termasukbersetubuh dengan istri.

Mari kita perhatikan apa yang harus dilakukan oleh jamaah haji padahari Idul Adha [10 Dzulhijjah] Jamaah haji pada hari Idul Adhamelakukan: melontar jumrah Aqabah, lalu menyembelih hady [hewankurban], lalu mencukur atau memendekkan rambut kepala, lalu thawaf,dan kemudian sai. Itulah lima manasik haji yang dikerjakan secaraberurutan, namun jika dilakukan tidak secara berurutan maka tidaklahmengapa, karena pada suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihiwasalam ditanya tentang mendahulukan yang satu dan menunda yang lain,maka setiap pertanyaan tentang mendahulukan dan mengakhirkan salahsatu dari lima macam manasik tersebut beliau jawab, Lakukanlah dantidak mengapa.

Karena itu, jika dari Muzdalifah langsung menuju Mekkah, lalu di sanamelakukan thawaf dan sai kemudian ke Mina dan melontar, maka tidakmengapa; seandainya melontar lalu mencukur rambut sebelum menyembelihhady juga tidak mengapa; jika melontar lalu pergi ke Mekkah danmengerjakan thawaf dan sai, juga tidak mengapa; dan jikalau setelahmelontar, menyembelih dan mencukur rambut lalu pergi ke Mekkah danmelakukan sai sebelum melakukan thawaf, juga tidak mengapa. Yangpenting adalah bahwa mendahulukan salah satu di antara lima macammanasik tersebut terhadap yang lainnya boleh-boleh saja, karena setiappertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalamtentang hal tersebut beliau jawab, Lakukan dan tidak mengapa. Ituterhadap #61513;semua merupakan bagian dari kemudahan dan belas kasihdari Allah hamba-hamba-Nya.

Amalan-amalan ibadah haji yang masih tersisa sesudah itu adalah mabit[bermalam] di Mina pada malam tanggal 11, 12 dan 13 bagi yang pulanglebih akhir, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,

Dan berdzikirlah [dengan menyebut nama] Allah dalam beberapa hariyang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat [dari Mina]sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang inginmenangguhkan [keberangkatannya dari dua hari itu], maka tidak ada dosabaginya, bagi orang yang bertaqwa. [Al-Baqarah: 203].

Maka hendaklah bermalam [mabit] di Mina pada malam ke 11 dan 12;bermalam pada dua malam itu boleh dengan cara berdiam di sana dalamukuran malam yang lebih banyak.

Apabila matahari telah tergelincir pada hari ke 11 [tanggal 11] makamelontar tiga Jumrah, dimulai dari Jumrah Shughra, yaitu Jumrah yangpertama yang terletak paling timur dibanding jumrah yang lain.Melontar dilakukan sebanyak 7 kali dengan 7 kerikil secara berurutan,pada setiap lontaran [lemparan] dibarengi dengan takbir [membaca:Allhu akbar], setelah itu beralih sedikit dari keramaian dan menghadapKiblat dengan mengangkat kedua tangan seraya berdoa [memohon] kepadaAllah Subhannahu wa Ta'ala secukupnya. Kemudian maju menuju JumrahWustha lalu melontarnya sebanyak 7 kali secara berurutan, pada setiaplontaran dibarengi dengan takbir, kemudian maju sedikit keluar darikeramaian manusia dan berdoa secukupnya sambil mengangkat kedua tangandengan menghadap Kiblat; sesudah itu menuju Jumrah Aqabah danmelontarnya dengan 7 kerikil secara berurutan dan setiap lontarandibarengi dengan takbir. Di sini tidak perlu berdoa karena mencontohRasulullah .

Pada hari ke-12 [tanggal 12] melontar tiga Jumrah sebagaimana harisebelumnya, demikian pula pada hari ke-13 jika menangguhkankeberangkatannya hingga hari ke-13.

Tidak boleh bagi siapa saja melontar pada hari ke-11, 12 dan 13sebelum zawal [sebelum matahari tergelincir], sebab RasulullahShalallaahu alaihi wasalam tidak pernah melontar kecuali sesudah zawal,dan beliau bersabda, Mencontohlah kamu kepadaku dalam caramelaksanakan manasik haji.

Para shahabat Nabi pun selalu menunggu waktu zawal untuk melontar,maka apabila waktu zawal tiba mereka pun melontar. Kalau sekiranyamelontar sebelum zawal itu boleh, niscaya Nabi n telah menjelaskannyakepada umatnya, baik itu melalui praktek beliau sendiri, ucapannyaataupun melalui iqrar-nya, dan niscaya Nabi Shalallaahu alaihi wasalamtidak memilih waktu siang hari, yaitu waktu terik panas matahari untukmelontar; apalagi di pagi hari itu lebih memudahkan jamaah.

Dengan demikian jelaslah bahwa melontar di pagi hari itu tidak boleh,sebab sekiranya melontar di pagi hari itu termasuk ajaran Allah Ta'ala,niscaya Dia ajarkan kepada hamba-hamba-Nya, karena waktu pagi itulebih mudah, di mana kita ketahui bahwasanya Allah Subhannahu waTa'ala biasanya menetapkan hukum yang termudah bagi hamba-hamba-Nya.

Namun demikian, boleh bagi seseorang yang tidak mampu menahan desakanorang banyak atau berangkat menuju Jamarat [pelontaran] pada sianghari untuk menunda waktu melontarnya hingga di malam hari, karenamalam hari masih termasuk waktu melontar; dan tidak ada dalil yangmenegaskan bahwa melontar pada malam hari itu tidak sah. Dalil yangada adalah bahwasanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah menetapkankapan waktu melontar boleh dimulai dan beliau tidak menetapkan bataswaktu melontar berakhir, sedang hukum yang menjadi pegangan adalahbahwa perkara yang mempunyai makna mutlaq harus diberlakukankemutlakannya, kecuali apabila ada dalil lain yang membatasinya dengansuatu sebab atau waktu.

Hendaknya setiap jamaah haji selalu bersikap hati-hati dan tidakmenganggap remeh masalah melontar Jamarat; karena banyak jamaah yangmeremehkannya sampai rela mewakilkannya kepada orang lain untukmelontarkan bagi dirinya, padahal dia masih mampu melontar sendiri!Yang demikian itu tidak boleh dan tidak sah, karena Allah Subhannahuwa Ta'ala telah berfirman di dalam Kitab Suci-Nya:

Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah. [Al-Baqarah: 196].

Melontar Jumrah itu termasuk amalan haji, maka tidak boleh diabaikan;dan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pun tidak pernah mengizinkankeluarganya yang lemah untuk mewakilkan kewajiban melontar merekakepada orang lain, beliau hanya mengizinkan kepada mereka berangkatdari Muzdalifah pada dini hari supaya mereka dapat melontar sendirisebelum keramaian manusia. Dan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam puntidak mengizinkan para pengembala unta [yang beribadah haji] yangharus meninggalkan Mina karena ternak mereka untuk mewakilkan lontaranmereka kepada orang lain. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hanyamengizinkan mereka agar sehari melontar dan sehari tidak, lalu merekamelontar pada hari ketiga. Semua itu menunjukkan betapa pentingnyaseorang jamaah haji melontar sendiri dan tidak mewakilkannya kepadasiapa pun. Ya, kacuali jika dalam keadaan terpaksa, maka bolehdiwakilkan kepada orang lain, seperti karena sakit atau sudah lanjutusia, tidak mampu datang ke tempat pelontaran, atau karena hamil [bagiwanita] yang khawatir akan keselamatan diri dan bayi dalamkandungannya, maka dalam kondisi seperti itu melontar boleh diwakilkan.

Kalau sekiranya tidak karena ada riwayat dari sebahagian shahabat NabiShalallaahu alaihi wasalam yang menyatakan bahwa mereka melontarkanuntuk anak-anak mereka, niscaya kami katakan, Sesungguhnya orang yanglemah, gugur kewajiban melontarnya, karena melontar adalah kewajibanyang ia tidak mampu melakukannya, oleh karena itu, kewajiban itu gugurkarena ketidakmampuannya, akan tetapi karena ada riwayat jenisperwakilan melontar bagi anak-anak, maka tidak mengapa kalau orangyang tidak mampu melontar sendiri disamakan dengan anak-anak kecil.

Yang penting adalah, kita wajib mengagungkan syiar-syiar Allah,tidak meremehkannya, dan berusaha semaksimal mungkin melakukannyadengan diri kita sendiri, karena hal tersebut adalah ibadah,sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

Sesungguhnya thawaf di Baitullah dan di antaraShafa dan Marwa serta melontar Jumarat itu diperintahkan untukmenegakkan dzikir kepada Allah. [Dikeluarkan oleh Abu Daud [no. 1888]dalam kitab Al-Manasik, At-Tirmidzi [no. 902] dalam kitab Al-Hajj, Iamengatakan hasan shahih.]

Apabila haji telah selesai dilakukan, maka seseorang tidak bolehmeninggalkan kota Mekkah menuju negerinya sebelum melakukan thawafwada [thawaf perpisahan]. Ibnu Abbar Radhiallaahu anhu berkata, Padasuatu saat orang-orang pada pulang dari segala arah, maka NabiShalallaahu alaihi wasalam bersabda, Jangan ada seorang pun yangpulang sebelum akhir urusannya adalah di Baitullah [thawaf].[ kitabAl-Hajj ]

Kecuali kalau wanita haid atau nifas dan telah melakukan thawafifadhah, maka thawaf wada menjadi gugur darinya. Di dalam hadits IbnuAbbas Radhiallaahu anhu ia menuturkan, Para jamaah hajidiperintahkan agar akhir urusan mereka adalah di Baitullah [thawaf],hanya saja thawaf tersebut digugurkan bagi wanita haid[ Dikeluarkanoleh Al-Bukhari [no. 1755] dalam kitab Al-Hajj, Muslim [no. 380] dalamkitab Al-Hajj.].

Dan juga, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tatkala dikatakankepadanya, bahwa Shafiyah [istri beliau] telah melakukan thawafifadhah, beliau bersabda, Jika begitu hendaklah ia berangkat.[Dikeluarkan oleh Al-Bukhari [no. 1757, 1758, 1759] dalam kitabAl-Hajj, Muslim [no. 382-387] dalam kitab Al-Hajj.] Pada saat ituShafiyah dalam keadaan haid.

Thawaf wada tersebut harus [wajib] menjadi sesuatu yang paling akhir[dari keberadaan kita di Mekkah]. Dan dengannya kita dapat mengetahuibahwa apa yang dilakukan oleh sebagian jamaah di saat mereka turun keMekkah, di sana mereka melakukan thawaf wada, lalu kembali ke Mina,dan di Mina mereka melontar lalu berangkat menuju negeri mereka dariMina adalah salah besar, thawaf wada yang mereka lakukan tidakmencukupinya, karena mereka tidak menjadikan thawaf sebagai amalanterakhir yang mereka lakukan, melainkan melontar jumrah yang merekajadikan sebagai amalan akhir haji mereka.

Artikel Tata Cara Melakukan Ibadah Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tata Cara Melakukan Ibadah Haji.

Waktu-Waktu Shalat Yang Makruh

Kumpulan Artikel Islami

Waktu-Waktu Shalat Yang Makruh Waktu-Waktu Shalat Yang Makruh

Kategori Shalat

Sabtu, 14 Februari 2004 14:04:41 WIBWAKTU-WAKTU SHALAT YANG MAKRUHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Aku dengar ada beberapa waktu siang hari yang dimakruhkan untuk melakukan shalat, apa sebabnya .. [Hisyam Ahmad, Kuwait]Jawaban.Memang ada beberapa waktu makruh untuk shalat ; sehabis waktu Fajar [Subuh] sehingga matahari mencapai tinggi 1 [satu] meter [setumbak], yakni kira-kira seperempat jam setelah terbit ; ketika matahari berada tepat di pertengahan siang hari sehingga tergelincir kira-kira lima menit lamanya ; setelah shalat Ashar sampai terbenam. Jika seseorang telah shalat Ashar, maka ia haram melakukan shalat hingga matahari terbenam kecuali pada shalat fardhu yang belum dilaksanakan berdasarkan umumnya makna hadits berikut :"Artinya : Barangsiapa tertidur atau lupa belum shalat, hendaklah melakukannya ketika ia sadar".Atau untuk shalat sunnat yang punya sebab tertentu, umpamanya untuk shalat Tahiyyatul Mesjid ketika kita memasuki suatu mesjid padahal kita telah shalat Ashar di mesjid lainnya berdasarkan hadits :"Artinya : Apabila salah seorang di antaramu memasuki mesjid, hendaklah sebelum duduk shalat dua rakaat"Atau untuk melaksanakan shalat gerhana atau ketika mendengar ayat-ayat sajdah dibacakan.Hikmah dimakruhkan shalat pada waktu-waktu tersebut, antara lain ; jika orang diizinkan melakukan shalat sunnat dalam waktu-waktu tersebut, maka ia akan melakukannya terus hingga terbenam atau terbit matahari. Maka hal ini akan menyerupai sikap orang kafir yang selalu sujud ketika matahari terbit atau terbenamnya. Dalam hal ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ingin sekali menutup segala hal yang akan menyerupai perbuatan orang musyrik.Adanya larangan shalat ketika matahari berada di tengah-tengah siang sampai tergelincir, karena pada saat itu api Jahannam sedang menyala-nyala sehingga kita dilarang untuk tidak melakukan shalat.[Disalin dar buku Fatawa Syaikh Muhammad Al-Shalih Al-U'saimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Press hal 77-81 alih bahasa Prof.Drs.KH Masdar Helmy]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=203&bagian=0


Artikel Waktu-Waktu Shalat Yang Makruh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Waktu-Waktu Shalat Yang Makruh.

Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam 1/2 Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam 1/2

Kategori Ar-Rasaa-il

Kamis, 11 Maret 2004 22:59:34 WIBKEDUDUKAN HADITS TUJUH PULUH TIGA GOLONGAN UMAT ISLAMolehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2MuqaddimahAkhir-akhir ini kita sering dengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan ummat Islam masuk Neraka dan hanya satu golongan ummat Islam yang masuk Surga adalah hadits yang lemah, dan mereka berkata bahwa yang benar adalah hadits yang berbunyi bahwa tujuh puluh golongan masuk Surga dan satu golongan yang masuk Neraka, yaitu kaum zindiq. Mereka melemahkan atau men-dha’if-kan ‘hadits perpecahan ummat Islam menjadi tujuh puluh golongan, semua masuk Neraka dan hanya satu yang masuk Surga’ disebabkan tiga hal:1. Karena pada sanad-sanad hadits tersebut terdapat kelemahan.2. Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu ber-beda-beda, misalnya; satu hadits menyebutkan tujuh puluh dua golongan yang masuk Neraka, dalam hadits yang lainnya disebutkan tujuh puluh satu golongan dan dalam hadits yang lainnya lagi disebutkan tujuh puluh golongan saja, tanpa menentukan batas.3. Karena makna/isi hadits tersebut tidak cocok dengan akal, mereka mengatakan bahwa semestinya mayori-tas ummat Islam ini menempati Surga atau minimal menjadi separuh penghuni Surga.Dalam tulisan ini, insya Allah, saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya dari hadits tersebut, serta penje-lasannya dari para ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan hilang ke-musykil-an yang ada, baik dari segi sanadnya maupun maknanya.Jumlah Hadits Tentang Terpecahnya Ummat IslamApabila kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpe-cahnya ummat menjadi 73 [tujuh puluh tiga] golongan dan satu golongan yang masuk Surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh Imam Ahli Hadits dari 14 [empat belas] orang Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu:1. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.10. Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.Sebagian dari hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:HADITS PERTAMAHadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :"Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: â€Å"Rasulullah j telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu [71] golongan atau tujuh puluh dua [72] go-longan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu [71] atau tujuh puluh dua [72] golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga [73] golongan.Keterangan:Hadits ini diriwayatkan oleh:1. Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan lafazh hadits di atas adalah lafazh Abu Dawud.2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil Ummah, no. 2778 dan ia berkata: â€Å"Hadits ini hasan shahih.”[Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi [VII/397-398].]3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata â€Å"Nashara.”5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia berkata: â€Å"Hadits ini banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah pokok agama.”6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh Zham-aan, 31-Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu Hurairah, no. 5884 [cet. Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut].8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara bihin Nabiyyu -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu Sataftariqu, I/33, no. 66.9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam fii Diiniha, wa ‘ala kam Taftariqul Ummah I/374-375 no. 273 tahqiq Ridha Na’san Mu’thi.10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii Diinihi, I/306 no. 22, tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiiji.Perawi Hadits:a. Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah bin Waqqash al-Allaitsiy.• Imam Abu Hatim berkata: â€Å"Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh [guru].”• Imam an-Nasa-i berkata: â€Å"Ia tidak apa-apa [yakni boleh dipakai], dan ia pernah berkata bahwa Muhammad bin ‘Amir adalah seorang perawi yang tsiqah.”• Imam adz-Dzahabi berkata: â€Å"Ia adalah seorang Syaikh yang terkenal dan hasan haditsnya.”• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: â€Å"Ia se-orang perawi yang benar, hanya padanya ada beberapa kesalahan.”[Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu VIII/30-31, Mizaanul I’tidal [III/ 673 no. 8015], Tahdziibut Tahdziib [IX/333-334], Taqribut Tahdzib [II/119 no. 6208]]b. Abu Salamah, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf: Beliau adalah seorang perawi yang tsiqah, Abu Zur’ah ber-kata: â€Å"Ia seorang perawi yang tsiqah.”[Lihat Tahdziibut Tahdziib [XII/115], Taqribut Tahdzib [II/409 no. 8177].]Derajat Hadits:Hadits di atas derajatnya hasan, karena terdapat Mu-hammad bin ‘Amr, akan tetapi hadits ini menjadi shahih karena banyak syawahid-nya.Imam at-Tirmidzi berkata: â€Å"Hadits ini hasan shahih.”Imam al-Hakim berkata: â€Å"Hadits ini shahih menurut syarat Muslim dan keduanya [yakni al-Bukhari dan Muslim] tidak meriwayatkannya.” Dan al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya. [Lihat al-Mustadrak al-Hakim: Kitaabul ‘Ilmi [I/128].]Ibnu Hibban dan Imam asy-Syathibi telah men-shahih-kan hadits di atas dalam kitab al-I’tisham [II/189].Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany juga telah men-shahih-kan hadits di atas dalam kitab Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah no. 203 dan kitab Shahih at-Tirmidzi no. 2128.HADITS KEDUAHadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :"Artinya : Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia [Mu’awiyah] pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: â€Å"Ketahui-lah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau ber-sabda, â€Å"Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab [Yahudi dan Nasrani] terpecah menjadi 72 [tujuh puluh dua] golongan dan sesungguh-nya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 [tujuh puluh tiga] golongan, [adapun] yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu â€Å"al-Jama’ah.”Keterangan:Hadits ini diriwayatkan oleh:1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya [II/241] Bab fii Iftiraqi Hadzihil Ummah.3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya [IV/102].4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak [I/128].5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah [I/314-315 no. 29].6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, [I/7] no. 1-2.7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Najiyah [I/371] no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah [I/113-114] no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.Semua Ahli Hadits di atas telah meriwayatkan dari jalan:Shafwan bin ‘Amr, ia berkata: â€Å"Telah menceritakan kepadaku Azhar bin ‘Abdillah al-Hauzani dari Abu ‘Amr ‘Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.”Perawi Hadits:a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan lain-lain.b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: â€Å"Ia adalah seorang Tabi’in dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: â€Å"Ia shaduq [orang yang benar] dan ia dibicarakan tentang Nashb.”[Lihat Mizaanul I’tidal I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal. 59 karya Imam al-‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.]c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.• Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: â€Å"Ia tidak apa-apa [yakni boleh dipakai].”• Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: â€Å"Dia orang yang tsiqah.”• Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: â€Å"Ia adalah seorang perawi yang tsiqah.”[ Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145, Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif II/109.]Derajat Hadits:Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada se-orang perawi yang bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih dengan syawahid-nya.Al-Hakim berkata: â€Å"Sanad-sanad hadits [yang banyak] ini, harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. dan al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya.” [Lihat al-Mustadrak [I/128]]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: â€Å"Hadits ini shahih masyhur.” [Lihat kitab Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah [I/405] karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.]HADITS KETIGAHadits ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu :"Artinya : Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 [tujuh puluh satu] golongan, satu [golongan] masuk Surga dan yang 70 [tujuh puluh] di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 [tujuh puluh dua] golongan, yang 71 [tujuh puluh satu] golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah men-jadi 73 [tujuh puluh tiga] golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 [tujuh puluh dua] golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka [satu go-longan yang masuk Surga itu] wahai Rasulullah’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’”Keterangan:Hadits ini telah diriwayatkan oleh:1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992.2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149.Semuanya telah meriwayatkan dari jalan ‘Amr, telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin Yusuf, telah men-ceritakan kepadaku Shafwan bin ‘Amr dari Rasyid bin Sa’ad dari ‘Auf bin Malik.Perawi Hadits:a. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’ad bin Katsir bin Dinar al-Himshi.An-Nasa-i dan Ibnu Hibban berkata: â€Å"Ia merupakan seorang perawi yang tsiqah.”b. ‘Abbad bin Yusuf al-Kindi al-Himsi.Ia dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu ‘Adiy berkata: â€Å"Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayat-kannya.”Ibnu Hajar berkata: â€Å"Ia maqbul [yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi’nya].”[Lihat Mizaanul I’tidal II/380, Tahdzibut Tahdzib V/96-97, Taqribut Tahdzib I/470 no. 3165.]c. Shafwan bin ‘Amr: â€Å"Tsiqah.” [Taqriibut Tahdziib [I/439 no. 2949].]d. Raasyid bin Sa’ad: â€Å"Tsiqah.” [Tahdzibut Tahdzib [III/195], Taqribut Tahdzib [I/289 no. 1859]]Derajat Hadits:Derajat hadits ini hasan, karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi hadits ini menjadi shahih dengan beberapa syawa-hid-nya.Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menga-takan hadits ini shahih dalam Shahih Ibnu Majah II/364 no. 3226 cetakan Maktabut Tarbiyatul ‘Arabiy li Duwalil Khalij cet. III thn. 1408 H, dan Silisilah al-Ahaadits ash-Shahihah no. 1492.[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=453&bagian=0


Artikel Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam 1/2.

Tinjauan Historis Teori Penyatuan Agama Dan Beberapa Kasus Yang Berkaitan Dengannya

Kumpulan Artikel Islami

Tinjauan Historis Teori Penyatuan Agama Dan Beberapa Kasus Yang Berkaitan Dengannya Tinjauan Historis Teori Penyatuan Agama Dan Beberapa Kasus Yang Berkaitan Dengannya

Kategori Propaganda Sesat

Senin, 10 Mei 2004 14:43:08 WIBTINJAUAN HISTORIS TEORI PENYATUAN AGAMA DAN BEBERAPA KASUS YANG BERKAITAN DENGANNYAOlehSyaikh Bakr bin Abdullah Abu ZaidBagian Pertama dari Enam Tulisan [1/6]Teori ini sebenarnya berasal dari Yahudi dan Nasrani. Teori ini tergolong baru, yang disebarkan lewat selogan dan kegiatan-kegiatan dalam segala bidang untuk menyeret kaum muslimin keluar dari Islam. Namun di kalangan Yahudi dan Nasrani teori ini tergolong lama dan termasuk salah satu bentuk strategi mereka dan salah satu bentuk permusuhan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.Kalau ditinjau dari lintasan sejarah, teori ini telah melampui empat era.[1]. KEMUNCULANNYA PADA ERA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan hal itu dalam kitabnya, bahwa Yahudi dan Nasrani senantiasa berupaya memurtadkan kaum muslimin dari Islam dan mengembalikan mereka kepada kekafiran. Bahwasanya mereka senantiasa membujuk kaum muslimin kepada agama Yahudi dan Nasrani. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang [timbul] dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya. SesungguhNya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” [Al-Baqarah : 109]Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan mereka [Yahudi dan Nasrani] berkata : ‘Sekali-kali tidak akan masuk Jannah kecuali orang-orang [yang beragama] Yahudi dan Nasrani. Demikian itu [hanya] angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah : â€Å"Tunjukkan kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar”. [Tidak demikian] dan bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati” [Al-Baqarah : 111-112]Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan mereka berkata : ‘Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk’, Katakanlah : ‘Tidak, melainkan [kami mengikuti] agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia [Ibrahim] dari golongan orang musyrik” [Al-Baqarah : 135]Demikianlah pula dalam beberapa ayat lainnya yang sering dibaca oleh kaum muslimin, berisi peringatan terhadap bahaya Yahudi dan Nasrani serta golongan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu campuradukan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 42]Dalam tafsir Ibnu Jarir berkenaan dengan ayat berbunyi : â€Å"Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil”. Imam Mujahid berkata : â€Å"Janganlah kamu campuradukkan antara agama Yahudi dan Nasrani dengan Dienul Islam”.Dalam tafsir Ibnu Katsir masih berkenan dengan ayat di atas Qatadah berkata : â€Å"Janganlah kamu campuradukkan agama Yahudi dan Nasrani dengan dien Islam, karena sesungguhnya dien yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Sedang Yahudi dan Nasrani adalah bid’ah bukan dari Allah.Tafsir ini merupakan khazanah fiqh yang sangat agung dalam memahami kitabullah.Kemudian usaha penyebaran teori ini tertahan untuk beberapa waktu, hingga berakhirnya tiga kurun yang utama, yakni zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sahabat dan tabi’in.[Disalin dari kitab Al-Ibthalu Linazhariyyatil Khalthi Baina Diinil Islaami Wa Ghairihii Minal Adyan, edisi Indonesisa Propaganda Sesat Penyatuan Agama, Oleh Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid, Terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=707&bagian=0


Artikel Tinjauan Historis Teori Penyatuan Agama Dan Beberapa Kasus Yang Berkaitan Dengannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tinjauan Historis Teori Penyatuan Agama Dan Beberapa Kasus Yang Berkaitan Dengannya.

Hukum Menyogok Untuk Mendapatkan Hak

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Menyogok Untuk Mendapatkan Hak Hukum Menyogok Untuk Mendapatkan Hak

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Jumat, 2 April 2004 08:41:05 WIBHUKUM MENYOGOK UNTUK MENDAPATKAN HAKOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya bekerja pada seorang pengusaha yang tidak mudah menyelesaikan urusan kecuali dengan sogokan. Saya mengurusi keuangannya, mengawasi pekerjaan dan ikut mengurusi semuanya dengan mendapat upah darinya. Apakah saya berdosa karena bekerja padanya Jawaban.Pertama-tama harus Anda ketahui bahwa sogokan yang haram adalah yang bisa mengantarkan seseorang kepada sesuatu yang batil, misalnya ; menyogok hakim agar memutuskan dengan cara yang batil atau menyogok petugas agar membolehkan sesuatu yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh negara, dan sebagainya. Ini hukumnya haram.Adapun sogokan yang mengantarkan seseorang kepada haknya, misalnya ; ia tidak mungkin mendapatkan haknya kecuali dengan memberi uang, maka ini hukumnya haram bagi sipenerima tapi tidak haram bagi si pemberi, karena si pemberi itu memberikannya untuk memperoleh haknya, sedangkan si penerimanya berdosa karena mengambil yang bukan haknya.Pada kesempatan ini saya peringatkan tentang pekerjaan hina ini yang diharamkan syari’at dan tidak diridhoi oleh akal sehat. Pada kenyataannya, sebagian orang –semoga Allah memberi mereka hidayah- tidak melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan manusia dalam memudahkan urusan mereka kecuali dengan uang, padahal ini haram dan berarti penghianatan terhadap negara dan amanat. Juga berarti memakan harta dengan cara perolehan yang batil dan zhalim terhadap sesama. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan melaksanakan amanat yang mereka emban.Adapun bekerja pada pengusaha tersebut yang biasa berurusan dengan sogokan, maka berdasarkan apa yang telah dijelaskan tadi, bekerja pada orang tersebut haram, karena bekerja pada orang yang melakukan keharaman berarti membantunya berbuat haram, dan membantu berbuat haram berarti ikut pula berdosa bersama pelakunya.Maka hendaklah Anda perhatikan, jika orang tersebut memberikan uang untuk memperoleh haknya, maka Anda tidak berdosa dan tidak mengapa tetap berkerja padanya.[Fatawa Lil Muwazhzhafin Wal ummat, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal 16-18][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 573-574 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=574&bagian=0


Artikel Hukum Menyogok Untuk Mendapatkan Hak diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Menyogok Untuk Mendapatkan Hak.

Hukum Mencari-Cari Rukhsah Para Fuqaha Ketika Terjadi Perselisihan 2/3

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Mencari-Cari Rukhsah Para Fuqaha Ketika Terjadi Perselisihan 2/3 Hukum Mencari-Cari Rukhsah Para Fuqaha Ketika Terjadi Perselisihan 2/3

Kategori Akhlak

Sabtu, 30 Oktober 2004 21:38:09 WIBHUKUM MENCARI-CARI RUKHSAH PARA FUQAHA' KETIKA TERJADI PERSELISIHANOlehSyaikh Abu Abdirrahman Ibrahim bin Abdillah Al-Mazru'iBagian Pertama dari Tiga Tulisan [2/3]SYUBHAT-SYUBHAT DAN BANTAHANNYASyubhat Pertama.Mereka -para pencari rukhsah- berhujjah dengan kalimat yang haq tetapi dimaksudkan untuk hal yang bathil. Mereka berkata bahwasanya agama ini mudah dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman."Artinya : Allah menghendaki bagi kalian kemudahan dan tidak menghendaki bagi kalian kerusakan" [Al-Baqarah : 185]Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Mudahkanlah dan janganlah kalian mempersulit" [Dari Hadits Anas Radhiyallahu 'anhu, Riwayat Bukhari 1/163 dan Muslim 3/1359]Mereka berkata :"Jika kami memilih pendapat yang paling ringan [paling enak, -pent] maka tindakan kami ini adalah memudahkan dan menghilangkan kesulitan".Maka jawaban kita kepada mereka :"Sesungguhnya penerapan syari'at dalam seluruh sisi kehidupan itulah yang disebut memudahkan dan menghilangkan kesulitan, bukan menghalalkan hal-hal yang haram dan meninggalkan kewajiban-kewajiban".Ibnu Hazm berkata [dalam Al-Ihkam Fi Ushulil Ahkam. hal. [69] :"Sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa seluruh yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah kemudahan, sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan dia [Allah Subhanahu wa Ta'ala] sekali-kali tidak menjadikan bagi kalian dalam agama suatu kesempitan" [Al-Haj : 78]Imam Asy-Syatibi telah membantah orang-orang yang berhujjah dengan model ini dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Aku telah diutus dengan [agama yang] lurus yang penuh kelapangan" [Hadits Hasan]Seraya [Imam Asy-Syatibi] berkata : "Dan engkau mengetahui apa yang terkandung dalam perkataan [dalam hadits] ini. Karena sesungguhnya [agama] "lurus yang penuh kelapangan" itu. hanyalah timbul kelapangan padanya dalam keadaan terkait dengan kaidah-kaidah pokok yang telah berlaku dalam agama, bukan mencari-cari rukhsah dan bukan pula memilih pendapat-pendapat dengan seenaknya". Maksud beliau yaitu bahwasanya kemudahan syari'at itu terkait dengan kaidah-kaidah pokok yang telah diatur dan bukan mencari-cari rukhsah yang ada dalam syari'at.Imam Syatibi juga berkata :"Kemudian kita katakan bahwasanya mencari-cari rukhsah adalah mengikuti hawa nafsu, padahal syari'at melarang mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu mencari-cari rukhshah bertentangan dengan kaidah pokok yang telah disepakati [yaitu dilarangnya mengikuti hawa nafsu]. Selain itu hal ini juga bertentangan dengan firman Allah Subahanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul" [An-Nisa : 59]Maka, khilaf [perselisihan] yang ada di antara para ulama tidak boleh kita kembalikan kepada hawa nafsu [dengan memilih pendapat yang paling enak, -pent], tetapi kita kembalikan kepada syari'at" [Al-Muwafaqat 4/145]Syubhat KeduaMereka berkata :"Kami hanyalah mengikuti orang yang berpendapat dengan rukhshah tersebut"Maka dijawab : "Sesungguhnya orang lain yang kalian taqlidi tersebut telah berijtihad dan dia telah salah, maka dia mendapatkan [satu] pahala atas ijtihadnya tersebut. Adapun kalian, apa hujjah kalian mengikuti kesalahannya . kenapa kalian tidak mengikuti ulama yang lain yang memfatwakan pendapat [yang benar] yang berbeda dengan pendapat si alim yang salah itu ". Demikian juga dapat dijawab -dengan perkataan- :"Kenapa kalian bertaqlid kepada si Faqih ini dalam perkara rukhsah [yang enak menurut kalian, -pent] namun kalian tidak taqlid kepada pendapatnya yang lain yang tidak ada rukhsah [yaitu yang tidak enak pada kalian], lalu kalian mencari dari ahli fiqih selain dia yang berpendapat rukhsahIni menunjukkan bahwa kalian menjadikan taqlid sebagai benteng [alasan saja untuk membela] hawa nafsu kalian !!!" Dan para salaf telah memperingatkan terhadap kesalahan-kesalahan para ulama dan berijtihad kepada kesalahan-kesalahan mereka tersebut.Umar Radhiyallahu anhu berkata :"Artinya : Tiga perkara yang merobohkan agama : "Kesalahan seorang alim, debatnya orang munafiq dengan Al-Qur'an, dan para imam yang menyesatkan" [Riwayat Ad-Darimi 1/71 dengan sanad yang shahih, dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayanil Ilmi 2/110]Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata :"Artinya : Celakalah orang-orang yang mengikuti kesalahan seorang alim. Si alim berpendapat dengan ra'yinya [akalanya], lalu dia bertemu dengan orang yang lebih alim darinya tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian orang tersebut memberitahukannya [pendapat yang benar] maka si alim tersebut mengikuti pendapat yang benar dan meninggalkan pendapatnya yang salah. Sedangkan para pengikutnya [tetap] berhukum dengan pendapat si alim yang salah tersebut" [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal dan Ibnu Abdil Barr [2/122] dengan sanad yang hasan]HUKUM MENCARI-CARI RUKHSAH PARA FUQAHA' DAN MENGGABUNGKAN MADZHAB-MADZHAB [PENDAPAT PARA ULAMA] -DENGAN HAWA NAFSU-.Para ulama telah sepakat tentang haramnya mencari-cari rukhsah dan menggabungkan madzhab-madzhab dan pendapat-pendapat tanpa dalil syar'i yang rajih [kuat], dan berfatwa kepada manusia dengan pendapat tersebut.Diantara perkataan-perkataan para ulama tentang haramnya hal ini adalah :[1] Sulaiman At-Taimy berkata [wafat tahun 143H] :"Kalau engkau mengambil rukhshah setiap orang alim, maka telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan". Ibnu Abdil Barr berkata memberi komentar :"Hal ini adalah ijma', dan aku tidak mengetahui ada khilaf dalam perkara ini" [Al-Jami' 2/91,92][2] Berkata Ma'mar bin Rosyid [wafat tahun 154H] :"Seandainya seorang laki-laki mengambil pendapat Ahlul Madinah tentang [bolehnya] nyanyian dan [bolehnya] mendatangi wanita dari duburnya, dan mengambil pendapat Ahlul Makkah tentang [bolehnya] nikah mut'ah dan [bolehnya] sorf [semacam riba] dan mengambil pendapat Ahlul Kuffah tentang khamer [yaitu khamer yang haram hanyalah terbuat dari anggur], maka dia adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling buruk" [Lawami'il Anwar karya As-Safarini 2/466].[3] Imam Auza'i berkata : [wafat tahun 157H] :"Barangsiapa mengambil pendapat-pendapat yang aneh [asing, menyelisihi para ulama lain] dan para ulama maka dia telah keluar dari Islam" [Syiar A'lam An-Nubala' 7/125 karya Adz-Dzahabi][4] Imam Ahmad bin Hanbal berkata [wafat tahun 241H] :"Kalau seseorang mengamalkan pendapat Ahlul Kuffah tentang anggur dan pendapat Ahlul Madinah tentang nyanyian [yaitu bolehnya nyanyian, -pent] dan pendapat Ahlul Makkah tentang mut'ah [yaitu bolehnya nikah mut'ah, -pent] maka dia adalah orang fasiq". [Lawamil Anwar al-Bahiyah, karya As-Safarini 2/466 dan Irsyadul Fuhul, karya Asy-Syaukani hal. 272][5] Ibrahim bin Syaiban berkata [wafat tahun 337H] :"Barangsiapa yang ingin rusak maka ambillah rukhsah" [Siyar A'alam An-Nubala' karya Adz-Dzahabi 15/392][6] Ibnu Hazm berkata [wafat tahun 456H] di dalam menjelaskan tingkatan orang-orang yang berselisih :"Dan tingkatan yang lain di antara mereka, adalah kaum yang tipisnya nilai agama mereka dan kurangnya ketakwaan mereka mengantarkan mereka untuk mencari apa yang sesuai dengan hawa nafsu mereka pada pendapat setiap orang. Mereka mengambil pendapat rukhsah [yang ringan] dari seorang alim dengan bertaqlid kepadanya tanpa mencari pendapat yang sesuai dengan nash dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Al-Ihkam hal. 645]. Imam Syatibi telah menukil dari Ibnu Hazm, bahwa beliau menyampaikan ijma' [para ulama] tentang mencari-cari rukhsah madzhab-madzhab tanpa bersandar kepada dalil syar'i adalah merupakan kefasikan yang haram [Al-Muwafaqat 4/134].[7] Abu 'Amr Ibnu Shalah berkata [wafat tahun 643H] menjelaskan tentang sifat tasahul [mudah memberikan fatwa yang enak, -pent] seorang mufti :"Dan terkadang sifat tasahul dan mencari kemudahan dengan tujuan-tujuan dunia yang rusak telah membawa seorang mufti untuk mencari-cari tipu daya yang haram atau yang makruh, dan berpegang teguh dengan syubhat-syubhat untuk mencarikan rukhsah bagi orang yang dia ingin beri manfaat, atau bersikap keras terhadap orang yang dia kehendaki mendapat mudharat. Maka barangsiapa yang melakukan hal ini maka telah hina agamanya" [Adabul Mufti, hal : 111][8] Sulathanul ulama Al-Izz bin Abdis Salam berkata [wafat tahun 660H] :"Tidak boleh mencari-carri rukhsah" [Al-Fatawa hal. 122][9] Imam An-Nawawi ditanya :"Apakah boleh seseorang yang bermadzhab dengan suatu madzhab untuk bertaqlid pada suatu madzhab yang lain pada perkara yang dengannya ada kemanfaatan dan mencari-cari rukhsah", beliau menjawab :"Tidak boleh mencari-cari rukhsah, walalhu 'a'lam" [Fatawa An-Nawawi yang dikumpulkan oleh muridnya Ibnul 'Attor, hal. 168][10] Imam Ibnul Qayyim berkata [wafat 751H] :"Tidak boleh seseorang mufti mengamalkan dengan pendapat yang sesuai dengan kehedaknya tanpa melihat kepada tarjih [pendapat yang lebih kuat]". [I'lamul Muwaqi'in 4/211].[11] Al-'Alamah Al-Hijawi berkata [wafat 967H] :"Tidak boleh bagi seorang mufti maupun yang lainnya untuk mencari-cari hilah [tipu daya] yang haram dan mencari-cari rukhsah bagi orang yang membutuhkannya, karena mencari-cari hal itu adalah kefasikan dan diharamkan meminta fatwa dengan hal itu". [Al-Imta' 4/376].[12] Al-'Alamah As-Safarini berkata [wafat 1188H] :"Diharamkan bagi orang awam yang bukan mujtahid untuk mencari-cari rukhsah untuk ditaqlidi" [Lawami'il Anwar 2/466]Kesimpulan dari uraian di atas bahwasanya empat imam, yaitu Ibnu Abdil Barr, Ibnu Hazm, Ibnu Sholah, dan Al-Baji telah menukilkan ijma' tentang haramnya mencari-cari rukhsah.[Disalin dari Majalah Al-Ashalah No. 29 Tahun ke 5. Dimuat di majalah As-Sunnah edisi 06/Tahun V/1422H/2001M, hal. 35 - 37, penerjemah Ibnu Abidin As-Soronji]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1158&bagian=0


Artikel Hukum Mencari-Cari Rukhsah Para Fuqaha Ketika Terjadi Perselisihan 2/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Mencari-Cari Rukhsah Para Fuqaha Ketika Terjadi Perselisihan 2/3.

Jama'ah Haji Pergi Ke Jeddah

Kumpulan Artikel Islami

Jama'ah Haji Pergi Ke Jeddah

>> Pertanyaan :

Apabila jamaah haji keluar dari Mekkah menuju Jeddah sebelum selesaimengerjakan amalan-amalan haji untuk suatu keperluan, kemudian merekakembali ke Mekkah, apakah mereka harus melakukan thawaf wada sebelummereka keluar atau tidak?

>> Jawaban :

Apabila mereka telah sempurna melontar jumroh, maka mereka wajibthawaf wada. Namun apabila mereka keluar dari Mekkah pada hari ke 11Dzulhijjah atau pada hari ke 12-nya sebelum jamaah melaku-kan nafarawal, maka tidak apa-apa baginya [asalkan kepergiannya keluar Mekkahitu bukan untuk seterusnya, melainkan sementara saja]. Akan tetapijika hal itu dilakukan sesudah urusan melontar selesai, maka ia tidakboleh langsung pulang sebelum melakukan thawaf wada.

[ Ibnu Baz: Kitabud Dawah [Fatawa], Jilid 4, hal. 157. ]

Artikel Jama'ah Haji Pergi Ke Jeddah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jama'ah Haji Pergi Ke Jeddah.

Menggantikan Haji Orang Yang Mampu Melaksanakan Sendiri

Kumpulan Artikel Islami

Menggantikan Haji Orang Yang Mampu Melaksanakan Sendiri Menggantikan Haji Orang Yang Mampu Melaksanakan Sendiri

Kategori Hajji Dan Umrah

Selasa, 30 Maret 2004 09:12:39 WIBMENGGANTIKAN HAJI ORANG YANG MAMPU MELAKSANAKAN SENDIRIOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang sehat badannya, tapi dia menyuruh orang lain untuk menggantikan hajinya. Apakah haji tersebut sah .JawabUlama telah sepakat [ijma'] tentang tidak bolehnya menggantikan haji orang yang mampu melaksanakan sendiri dalam haji wajib.Ibnu Qudamah Rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni berkata : "Tidak boleh menggantian haji orang yang mampu melaksanakan sendiri dengan ijma ulama". Bahkan menurut pendapat yang shahih, tidak boleh menggantikan haji orang yang mampu mengerjakan sendiri meskipun dalam haji sunnah. Sebab haji adalah ibadah, sedangkan pedoman dasar semua ibadah adalah dalil syar'i. Dan sepengetahuan kami tidak terdapat dalil syar'i yang menunjukkan bolehnya menggantikan haji bagi orang yang mampu melaksanakan sendiri. Bahkan terdapat hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menegaskan :"Artinya : Barangsiapa yang mengadakan dalam urusan [agama] kami ini apa yang tidak kami perintahkan, maka amal itu ditolak" [Hadits Riwayat Bukhari Muslim]Dan dalam riwayat lain disebutkan :"Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai perintah kami, maka amal itu di tolak" [ Hadits Riwayat Muslim]MENGGANTIKAN HAJI ORANG YANG MAMPU MELAKSANAKAN SENDIRISyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah juga mendapat pertanyaan senada.PertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah diperbolehkan orang yang mampu melaksanakan haji sendiri dan menggantikannya kepada orang lain JawabanOrang yang mampu melakukan haji sendiri tidak boleh digantikan kepada orang lain. Sesungguhnya diperbolehkannya menggantikan haji orang lain hanya terhadap haji orang yang meninggal, orang tua yang lemah fhisiknya, dan orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya. Dan hukum asal dalam semua ibadah adalah tidak boleh digantikan, maka wajib menetapkan hukum padanya.MENGGANTIKAN HAJI ORANG YANG MAMPU MELAKSANAKAN SENDIRIDan Tentang Hal Yang Sama, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga ditanya sebagai berikut.PertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita ingin mewakilkan seseorang yang dipercayai kredibilatas dan keilmuan untuk menggantikan hajinya. Demikian itu karena sedikitnya pengetahuan wanita tersebut tentang manasik haji, takut atas dirinya dari kondisi adat masyarakat dan yang lainnya, juga agar dia dapat mendidik dan merawat anak-anaknya di rumah dengan baik. Apakah demikian itu diperbolehkan dalam tinjauan syar'i JawabanSeseorang yang mewakilkan orang lain untuk melaksanakan hajinya itu tidak terlepas dari dua hal.Pertama, dalam haji wajib. Jika dalam haji wajib, maka seseorang tidak boleh mewakilkan kepada orang lain kecuali jika dalam kondisi yang tidak memungkinkan dirinya dapat sampai ke Masjidil Haram, karena sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya, usia tua, dan lain-lain. Tapi jika seseorang sakit tapi dapat diharapkan kesembuhannya, maka dia menunggu hingga Allah memberikan kesehatan kepadanya, dan mampu melaksanakan haji sendiri.Namun jika seseorang yang tidak ada hambatan apapun untuk haji sendiri, maka dia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk menggantikan hajinya. Sebab dialah yang secara pribadi diperintahkan Allah untuk haji. Firman-Nya."Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97]Sebab maksud ibadah adalah untuk dilakukan sendiri, agar seseorang dapat sepenuhnya dalam mengabdi dan merendahkan diri kepada Allah. Padahal telah maklum bahwa orang yang mewakilkan kepada orang lain, maka dia tidak akan mendapatkan makna besar yang menjadi tujuan ibadah tersebut.Kedua, menggantikan haji sunnah. Artinya jika seseorang telah melaksanakan haji dan ingin haji lagi dengan mewakilkan kepada orang lain untuk haji dan umrah atas namanya. Maka demikian itu terdapat perselisihan pendapat di antara ulama. Di antara mereka ada yang melarangnya. Dan pendapat yang mendekati kebenaran menurut saya adalah pendapat yang mengatakan bahwa seseorang tidak boleh mewakilkan haji atau umrah sunnah kepada orang lain jika dia masih mampu melakukannya sendiri. Sebab hukum asal dalam semua ibadah adalah untuk dilakukan sendiri. Dan sebagaimana seseorang tidak dapat mewakilkan puasa kepada orang lain, padahal jika seseorang meninggal dan mempunyai tanggungan puasa wajib maka puasanya dapat dilakukan oleh walinya, demikian pula haji, maka sesungguhnya haji adalah ibadah badaniah [fisik] dan bukan ibadah maliah [harta] yang dimaksudkan untuk dapat digantikan kepada orang lain. Dan karena haji sebagai ibadah badaniah yang harus langsung dilakukan seseorang maka haji tidak boleh digantikan kepada orang lain kecuali jika terdapat keterangan dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan menggantikan haji sunnah kepada orang lain tidak terdapat dalil dari Sunnah. Bahkan Imam Ahmad dalam satu dari dua riwayat darinya mengatakan : "Bahwa manusia tidak mewakilkan kepada orang lain dalam haji sunnah atau umrah, baik dia mampu ataupun tidak mampu melakukannya sendiri".Sebab jika kita mengatakan bolehnya mewakilkan haji sunnah dan umrah kepada orang lain maka yang demikan itu akan menjadi alasan bagi orang-orang kaya untuk tidak haji atau umrah sendiri dan akan mewakilkan kepada orang lain. Karena ada sebagian manusia dalam beberapa tahun tidak pernah haji karena menganggap dia telah mewakilkan orang lain untuk haji atas namanya dalam setiap tahun. Wallahu a'lam[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Sfai'i hal. 62 - 65, Penerjemah H.ASmuni Solihan Zamakhsyari, Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=560&bagian=0


Artikel Menggantikan Haji Orang Yang Mampu Melaksanakan Sendiri diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menggantikan Haji Orang Yang Mampu Melaksanakan Sendiri.

Tawasul Dengan Perantara Para Nabi Dan Orang-Orang Shalih

Kumpulan Artikel Islami

Tawasul Dengan Perantara Para Nabi Dan Orang-Orang Shalih Tawasul Dengan Perantara Para Nabi Dan Orang-Orang Shalih

Kategori Tauhid

Minggu, 16 Januari 2005 20:37:32 WIBTAWASUL DENGAN PERANTARA PARA NABI DAN ORANG-ORANG SHALIHOlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaan.Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bolehkan seorang muslim bertawasul kepada Allah dengan [perantara] para nabi dan orang-orang shalih Saya telah mendengar pendapat sebagian ulama bahwa bertawasul dengan [perantaraan] para wali tidak apa-apa karena do’a [ketika] bertawassul itu sebenarnya ditujukkan kepada Allah. Akan tetapi, saya mendengar ulama yang lain justru berpendapat sebaliknya. Apa sesungguhnya hukum syariat dalam permasalahan ini JawabanWali Allah adalah siapa saja yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaqwa kepadaNya dengan mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Nya Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan segala yang dilarangNya. Pemimpin mereka adalah para nabi dan rasul ‘alaihimus salam. Allah berfirman.â€Å"Artinya : Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati. [Yaitu] orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa” [Yunus : 62-63]Tawassul kepada Allah dengan [perantaraan] para waliNya ada beberapa macam.Pertama.Seseorang memohon kepada wali yang masih hidup agar mendoakannya supaya mendapatkan kelapangan rezeki, kesembuhan dari penyakit, hidayah dan taufiq, atau [permintaan-permintaan] lainnya. Tawassul yang seperti ini dibolehkan. Termasuk dalam tawassul ini adalah permintaan sebagian sahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beristsiqa [meminta hujan] ketika hujan lama tidak turun kepada mereka. Akhirnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon kepada Allah agar menurunkan hujan, dan Allah mengabulkan doa beliau itu dengan menurunkan hujan kepada mereka.Begitu pula, ketika para sahabat Radhiyallahu ‘anhum beristisqa dengan perantaraan Abbas Radhiyallahu ‘anhu pada masa kekhalifahan Umar Radhiyallahu ‘anhu. Mereka meminta kepadanya agar berdoa kepada Allah supaya menurunkan hujan. Abbas pun lalu berdoa kepada Allah dan diamini oleh para sahabat Radhiyallahu ‘anhum yang lain. Dan kisah-kisah lainnya yang terjadi pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelahnya berupa permintaan seorang muslim kepada saudaranya sesame muslim agar berdoa kepada Allah untuknya supaya mendatangkan manfaat atau menghilangkan bahaya.Kedua.Seseorang menyeru Allah bertawassul kepadaNya dengan [perantaraan] rasa cinta dan ketaatannya kepada nabiNya, dan dengan rasa cintanya kepada para wali Allah dengan berkata, â€Å"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu agar Engkau memberiku ini [menyebutkan hajatnya]”. Tawassul yang seperti ini boleh karena merupakan tawassul dari seorang hamba kepada rabbnya dengan [perantaraan] amal-amal shalihnya. Termasuk tawassul jenis ini adalah kisah yang shahih tentang tawassul tiga orang, yang terjebak dalam sebuah goa, dengan amal-amal shalih mereka. [Hadits Riwayat Imam Ahmad II/116. Bukhari III/51,69. IV/147. VII/69. dan Muslim dengan Syarah Nawawi XVII/55]Ketiga.Seseorang meminta kepada Allah dengan [perantaraan] kedudukan para nabi atau kedudukan seorang wali dari wali-wali Allah dengan berkata –misalnya- â€Å"Ya Allah, sesunguhnya aku meminta kepadaMu dengan kedudukan nabiMu atau dengan kedudukan Husain”. Tawassul yang seperti ini tidak boleh karena kedudukan wali-wali Allah –dan lebih khusus lagai kekasih kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, sekalipun agung di sisi Allah, bukanlah sebab yang disyariatkan dan bukan pula suatu yang lumrah bagi terkabulnya sebuah doa.Karena itulah ketika mengalami musim kemarau, para sahabat Radhiayallahu ‘anhum berpaling dari tawassul dengan kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdoa meminat hujan dan lebih memilih ber-tawassul dengan doa paman beliau, Abbas Radhiyallahu ‘anhu, padahal kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada diatas kedudukan orang selain beliau. Demikian pula, tidak diketahui bahwa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum ada yang ber-tawassul dengan [perantraan] Nabi setelah beliau wafat, sementara mereka adalah generasi yang paling baik, manusia yang paling mengetahui hak-hak Nabi Shallalalhu ‘alaihi wa sallam, dan yang paling cinta kepada beliau.Keempat.Seorang hamba meminta hajatnya kepada Allah dengan bersumpah [atas nama] wali atau nabiNya atau dengan hak nabi atau wali dengan mengatakan, â€Å"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta ini [menyebutkan hajatnya] dengan [perantaraan] waliMu si-Fulan atau dengan hak nabiMu Fulan”, maka yang seperti ini tidak boleh.Sesungguhnya bersumpah dengan makhluk terhadap makhluk adalah terlarang, dan yang demikian terhadap Allah Sang Khaliq adalah lebih keras lagi larangannya. Tidak ada hak bagi makhluk terhadap Sang Khaliq [pencipta] hanya semata-mata karena ketaatannya kepadaNya Subahanhu wa Ta’ala sehingga dengan itu dia boleh bersumpah dengan para nabi dan wali kepada Allah atau ber-tawassul dengan mereka. Inilah yang ditampakkan oleh dalil-dalil, dan dengannya aqidah Islamiyah terjaga dan pintu-pintu kesyirikan tertutup.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/498-500, Pertanyaan ke-2 dari Fatwa no. 1328 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’dah 1423H]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1305&bagian=0


Artikel Tawasul Dengan Perantara Para Nabi Dan Orang-Orang Shalih diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tawasul Dengan Perantara Para Nabi Dan Orang-Orang Shalih.

Sikap Muslim Terhadap hari Raya Orang Kafir

Kumpulan Artikel Islami

Sikap Muslim Terhadap hari Raya Orang Kafir Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan olehAllah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam daniman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu waTa'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurusadalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberinikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin [Qs.An Nisaa :69].

Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuhIslam sangat gigih berusaha memadamkan cahaya Islam, menjauhkan danmenyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagiistiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalamfirman-Nya, diantaranya, yang artinya: Sebagian besar Ahli Kitabmenginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiransetelah kamu beriman, karena dengki yang [timbul] dari diri merekasendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah danbiarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [QS. 2:109]

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: HaiAhli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allahorang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok,padahal kamu menyaksikan . Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yangkamu kerjakan. [QS. 3:99]

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'atiorang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamukebelakang [kepada kekafiran], lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi .[QS. 3:149]

Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama [jalanyang lurus]yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besarmereka ke seluruh lapisan masyarakat serta dibuat kesan seolah-olehhal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingatioleh siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan PenelitianIlmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaandengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadaphari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksudadalah:

Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-haribesar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi danmenjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan,dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru [tahun 2000lalu], dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, takterkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak didalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besarmereka dan tak perlu menghiraukannya.

Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan sematayang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Didalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dankemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agamadan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapatdihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda,ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkansyiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengandatangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadapsyariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Inimerupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islamdari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing denganagamanya sendiri.

Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsaryang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafiryang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agamamereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besarmereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempatyang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situmereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga didalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhanwaktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak adatuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikutmengagungkannya.

Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafirselain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberidampak negatif, antara lain:

Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakansikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.

Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh kedalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secarabertahap tanpa terasa.

Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutanterhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatanbatin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Inisebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, artinya: Haiorang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orangYahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin[mu]; sebahagianmereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnyaorang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidakmemberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim . [QS. 5:51]

Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslimyang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammadsebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidakada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung danmembantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasukdosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuktolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firmanAllah, artinya: Dan tolong-menolonglah kamu di dalam [mengerjakan]kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosadan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnyaAllah amat berat siksa-Nya. [QS. 5:2]

Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalambentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu ataumemeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan;menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat bajubertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dankenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat;membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskonkhusus di dalam perdagangan, ataupun[yang banyak terjadi] yaitumengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari rayamereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.

Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari rayaorang kafir seperti tahun baru [masehi], atau milenium baru sebagaiwaktu penuh berkah[hari baik] yang tepat untuk memulai babak baru didalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah sepertimelakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek barudan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebutsama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atashari-hari yang lain.

Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hariraya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya disamping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan iniIbnul Qayim rahimahullah pernah berkata, Mengucapkan selamatterhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakatikaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka,puasa mereka dengan mengucapkan, Selamat hari raya [dan yangsemisalnya], meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalamkekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karenasama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnyamereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besardosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminumkhamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orangIslam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus kedalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telahia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamatatas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akanberhadapan dengan murka Allah . Demikian ucapan beliau rahimahullah!

Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanyasendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalanhijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhu,sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkinlingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabathingga sekarang [sudah 14 abad], selalu menggunakannya dan setiappergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakanperayaan-perayaan tertentu.

Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin,hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuattenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaanAllah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allahdan menjadikan Dia sebagai penolong.

Artikel Sikap Muslim Terhadap hari Raya Orang Kafir diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sikap Muslim Terhadap hari Raya Orang Kafir.

Bapak Ridha Setelah Akad Nikah Dilakukan Oleh Saudara

Kumpulan Artikel Islami

Bapak Ridha Setelah Akad Nikah Dilakukan Oleh Saudara

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad Bin Ibrahim ditanya: Orang tua menolak menjadi walidan ia dinikahkan oleh saudaranya, setelah terjadi pernikahan, makaorangtuanya menerima akad nikah tersebut, bagaimana cara meluruskanpernikahan tersebut?

>> Jawaban :

Jika seorang wanita dinikahkan oleh saudaranya tanpa mendapatkan hakwakil dari bapaknya, maka nikah tersebut tidak sah, walaupun setelahakad mendapat persetujuan dari bapaknya. Dan cara meluruskanpernikahan tersebut tidak lain bapaknya harus menikahkan lagi denganakad baru atau mewakilkan kepada saudaranya atau orang lain. Fatawa waRasaail Syaikh Muhammad bin Ibrahim, juz 10/113

Artikel Bapak Ridha Setelah Akad Nikah Dilakukan Oleh Saudara diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bapak Ridha Setelah Akad Nikah Dilakukan Oleh Saudara.

Pokok-Pokok Manhaj Salaf

Kumpulan Artikel Islami

Pokok-Pokok Manhaj Salaf Pokok-Pokok Manhaj Salaf

Kategori Manhaj

Senin, 5 Januari 2004 20:31:01 WIBPOKOK-POKOK MANHAJ SALAFOlehKhalid bin Abdur Rahman al-'IkBagian pertama dari enam tulisan [1/6]PENDAHULUAN.Sesuatu yang pasti dan tidak mengandung keraguan sedikitpun ialah bahwasanya manhaj salaf adalah manhaj yang bisa diterima oleh setiap generasi dari masa ke masa. Begitulah kenyataannya di sepanjang sejarah dan kehidupan. Hal itu disebabkan keistimewaan manhaj salaf yang senantiasa secara benar dan mengakar dalam menggali masalah, akuratnya penggunaan dalil [istidlal] berdasarkan petunjuk-petunjuk Qur'aniyah serta kemampuannya menggugah kesadaran, dengan mudah bisa dicapai hingga peringkat ilmu serta keyakinan tertinggi, disamping adanya jaminan keselamatan untuk tidak terjatuh pada kesia-sian, khayalan, atau pada ruwetnya tali temali salah kaprah serta benang-kusutnya ilmu kalam, filsafat dan analogi-analogi logika.Sesungguhnya manhaj salaf adalah manhaj yang selaras dengan fitrah manusia, sebab ia merupakan manhaj Qur'ani nabawi, Manhaj yang bukan hasil kreasi manusia. Oleh karenanya manhaj ini senantiasa mampu menarik kembali individu-individu umat Islam yang telah lari meninggalkan petunjuk agamanya dalam waktu relatif singkat dan dengan usaha sederhana, apabila dalam hal ini tidak ada orang-orang yang sengaja menghambat dan melakukan perusakan supaya manhaj yang agung ini tidak sampai kepada anggota-anggota masyarakat dan kelompok-kelomok umat.Untuk itulah kita dapati manhaj salaf selalu cocok dengan zaman dan senantiasa up to date bagi setiap generasi ; itulah "jalannya kaum salaf radhiayallahu 'alaihim". Inilah manhaj yang pernah di tempuh oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Di atas manhaj inilah para imam mujtahid, para imam hafizh dan para imam ahli hadits terbentuk. Dengan manhaj inipula orang-orang [dahulu] diseru untuk kembali kepada dienullah, hingga dengan segera mereka menyambut dan menerimanya serta masuk kedalam dienul Islam secara berbondong-bondong.Seperti halnya manhaj ini dahulu telah mampu menciptakan "umat agung" yang menjadi khaira ummatin ukhrijat lin-naas, sebaik-baik umat yang ditampilkan untuk manusia, maka iapun akan senantiasa mampu berbuat demikian dalam setiap masa. Buktinya . itu bisa terwujud setiap saat, jika penghambat-penghambat yang sengaja diciptakan untuk mengacaukan kehidupan manusia hingga kehilangan fitrah lurusnya dihilangkan.Tentu tidak diragukan lagi, bahwa ajakan untuk mengikuti jejak as-salafu ash-shalih harus menjadi ajakan [dakwah] yang terus menerus dilakukan. Dakwah ini secara pasti akan tetap selaras dengan kehidupan modern, sebab merupakan ajakan yang hendak mengikat seorang mukmin dengan sumber-sumber yang murni dan melepaskan diri dari berbagai belengu taklid yang membuat fanatik terhadap ra'yu [pendapat], kemudian mengembalikannya kepada Kitabullah serta sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Katakanlah : 'Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul ; dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan [amanat Allah] dengan terang". [An-Nuur : 54].Jadi dakwah salafiyah selamanya bisa selaras bagi pelaku tiap-tiap zaman, karena dakwah salafiyah datang ketengah manusia dengan membawa sumber-sumber minuman rohani yang paling lezat dan murni. Dakwah salafiyah datang dengan membawa sesuatu yang bisa memenuhi kekosongan jiwa dan bisa menerangi relung-relung hati yang paling dalam. Maka dakwah salafiyah ini tidak akan membiarkan jiwa terkuasai oleh ambisi-ambisi hawa nafsu melainkan pasti dibersihkannya, dan tidak akan membiarkan hati tertimpa oleh lintasan kebimbangan sedikitpun kecuali pasti disucikannya, sebab dakwah salafiyah ini tegak berdasarkan i'tisham [berpegang teguh] pada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, sesuai dengan apa yang dipahami oleh as-salafu-as-shalih.Tiap pendapat orang, bisa diambil atau bisa ditolak kecuali apa yang telah dibawakan kepada kita oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka apa yang dibawa oleh beliau harus diambil dan tidak boleh ditolak, sebab itu ma'shum berasal dari Allah Ta'ala."Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu, menurutkan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang di wahyukan [kepadanya] ". [An-Najm : 3-4].Dengan manhaj yang lurus ini, kaum mukminin akan terbebas dari tunggangan-tunggangan hawa nafsu yang telah bertumpuk-tumpuk menunggangi generasi demi generasi.Manhaj salaf telah secara jelas memasang petunjuk bagi setiap dakwah yang betul-betul ikhlas bertujuan memperbaharui perkara umat yang telah menjadi amburadul, hingga dengannya bisa betul-betul mampu memperbaharui perkara agama ini dalam kehidupannya dan mampu mengencangkan ikatan iman umat berdasarkan dua sumber :"Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya" ditambah dengan kaidah yang sama sekali tidak bisa dikesampingkan, yaitu " Sesuai dengan apa yang dipahami oleh as-salafu ash-shalih".Setiap dakwah yang dengan dalih apapun berusaha memperlonggar persoalan "ikatan temali yang kokoh" di atas, berarti ia hanyalah dakwah yang terwarnai oleh syubhat-syubhat kesesatan dan ternodai oleh penyimpangan.Sesungguhnya tauhidul-ibadah yang murni betul-betul untuk Allah Ta'ala, tergantung pada rujukannya kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Ta'ala befirman :"Artinya : Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan [amanat Allah] dengan terang". [At-Taghaabun : 12].Dalam ayat lain Allah berfirman :"Artinya : Maka demi Rabb-mu, mereka [pada hakekatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu [Muhammad] hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan". [An-Nisaa' : 65].Pada ayat di atas Allah Ta'ala bersumpah dengan Diri-Nya yang Maha Suci bahwasanya tidaklah seseorang beriman sebelum ia menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hakim dalam semua urusan.Apa saja yang diputuskan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti merupakan kebenaran yang wajib untuk dipatuhi secara lahir maupun batin.Oleh sebab itulah Allah memerintahkan untuk menyerah [taslim] pada putusan Rasul pada firman Allah berikutnya :"Artinya : Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu [Muhammad] berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya". [An-Nisaa' : 65].Dengan demikian, tidak boleh ada sikap enggan, sikap menolak atau sikap menantang terhadap segala yang disunnahkan atau diputuskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Ta'ala memperingatkan dalam firman-Nya."Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya". [Al-Anfaal : 13].Lalu, apa lagi yang lebih dikehendaki oleh orang-orang modern dewasa ini dibandingkan dengan kemerdekaan aqidah, kemerdekaan jiwa, kemerdekaan individu dan kemerdekaan jama'i [bersama-sama] yang ditumbuhkan oleh sikap mentauhidkan Allah, baik secara rububiyah maupun uluhiyah, kemerdekaan yang ditimbulkan oleh tauhidul-hidayah dan manunggalnya ketaatan serta kepatuhan hanya kepada perintah Pencipta Alam dan perintah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam .Dengan tauhid yang shahih inilah, kaum mukminin akan terbebaskan [merdeka] dari sikap mengekor terhadap setiap orang yang mempunyai kekuatan, dari setiap belengu hawa nafsu dan dari setiap kesempitan taklid yang memenjarakan akal dan mempersempit cara berpikir.Karena keistimewaan-keistimewaan langka inilah, maka manhaj salaf akan senantiasa selaras dengan tuntutan segala zaman dan akan bisa diterima oleh setiap generasi.KAIDAH SERTA POKOK-POKOK MANHAJ SALAF.Kaidah-kaidah berikut ini menggambarkan tentang prinsip-prinsip manhaj talaqi [sistem mempelajari, mengkaji dan memahami] aqidah islamiyah, dan tentang pokok-pokok bantahan terhadap aqidah selain Islam melalui dalil-dalil Al-Qur'an serta petunjuk-petunjuk nabawi.Ketika firqah-firqah mulai bermunculan di tengah barisan kaum muslimin dengan segala pemikirannya yang berbeda-beda dan saling berlawanan, maka masing-masing pelakunya berupaya melakukan pengadaan dalil-dalil serta argumentasi-argumentasi, -yang sebenarnya hanya membebani kebanyakan mereka saja- untuk mempertahankan teori-teori filsafat hasil temuan mereka masing-masing yang mereka yakini kebenarannya. Diantara sejumlah dalil yang mereka kemukakan ialah : mengaku-ngaku sebagai pengikut as-salafu ash-shalih.Oleh karena itu seyogyanyalah diadakan penjelasan mengenai kaidah-kaidah manhaj salaf, supaya dibedakan antara orang-orang yang sekedar mengaku-ngaku salafi dengan orang-orang yang sebenar-benarnya pengikut as-salafu ash-shalih.[Disalin dari majalah As-Salafiyah, edisi I, tahun I, 1415H diterjemahkan oleh Ahmas Faiz Asifuddin dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 13/Th II/1416H - 1995M]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=45&bagian=0


Artikel Pokok-Pokok Manhaj Salaf diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pokok-Pokok Manhaj Salaf.