Selasa, 24 Juni 2008

Hukum Sujud Tilawah, Sujud Sahwi, Shalat Nafilah

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Sujud Tilawah, Sujud Sahwi, Shalat Nafilah Hukum Sujud Tilawah, Sujud Sahwi, Shalat Nafilah

Kategori Shalat

Minggu, 29 Februari 2004 08:53:01 WIBHUKUM SUJUD TILAWAH, SUJUD SAHWI, SHALAT FARDHU DAN NAFILAH PADA SATU TEMPATOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminHUKUM SUJUD TILAWAHPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Jika saya membaca ayat sajdah, wajibkah saya sujud atau tidak .."Jawaban.Sujud tilawah adalah sunnat mu'akkad, tak pantas ditinggalkan. Jika seseorang membaca ayat sajdah, baik dalam mushaf atau dalam hati, di dalam shalat atau di luar shalat, hendaklah ia sujud.Sujud tilawah tidaklah wajib dan tidak pula berdosa bila tertinggal, sebab terdapat keterangan bahwa ketika Umar bin Khattab berada di atas mimbar, ia membaca ayat sajdah dalam surat al-Nahl, lalu ia turun dan sujud. Tetapi pada Jum'at yang lainnya ia tidak sujud walau membaca ayat sajdah. Lantas ia berkata : "Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan kita agar bersujud kecuali jika mau". Hal ini disampaikan di hadapan para sahabat.Juga diterangkan bahwa Zaid bin Tsabit membacakan ayat sajdah dalam surat al-Najm di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam namun ia tidak sujud, tentu Zaid akan disuruh sujud oleh Nabi jika hal itu wajib. Dengan demikian, sujud tilawah adalah sunnat mu'akkad, yakni jangan sampai ditinggalkan walau terjadi pada waktu yang dilarang, setelah Fajar umpamanya, atau ba'da Ashar, sebab sujud tilawah, termasuk sujud yang punya sebab, sama halnya dengan shalat tahiyyatul mesjid atau lainnya.SUJUD SAHWIPertanyaan.Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Kapan wajibnya sujud sahwi, sebelum atau sesudah salam.."Jawaban.Sujud sahwi adalah dua kali sujud yang dilakukan orang shalat untuk menambal kekurangsempurnaan shalatnya lantaran terkena lupa. Sebab kelupaan ada tiga ; kelebihan, kekurangan dan keraguan.Kelebihan [tambah] : Jika yang shalat sengaja menambahkan berdiri, duduk, ruku' atau sujud, batal-lah shalatnya.Jika ia lupa akan kelebihannya dan baru sadar ketika sudah selesai, maka ia wajib sujud sahwi. Jika sadarnya itu terjadi di tengah-tengah shalat, hendaklah ia kembali ke shalatnya lalu sujud sahwi. Contohnya, jika ia lupa shalat Zuhur lima raka'at dan baru ingat sedang tasyahud, hendaklah ia sujud sahwi dan salam. Jika ingatnya itu di tengah-tengah raka'at kelima, hendaklah langsung duduk tasyahud dan salam. setelah itu sujud sahwi dan salam.Cara di atas bersumber kepada hadits dari Abdullah bin Mas'ud yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah shalat Zhuhur lima rakaat. Lalu ditanyakan apakah ia menambahkan raka'at shalat . Maka setelah para sahabat menjelaskan bahwa beliau shalat lima raka'at, beliau langsung bersujud dua kali setelah salam [shalat]. Riwayat lain menjelaskan bahwa ketika itu beliau berdiri membelahkan kedua kakinya sambil menghadap kiblat lalu sujud dua kali dan salam.Sujud sahwi terkadang dilakukan sebelum salam dalam dua tempat :[1] Jika seseorang kekurangan dalam shalatnya, berdasarkan hadits Abdullah bin Buhainah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sujud sahwi sebelum salam ketika lupa tasyahud awal.[2] Ketika yang shalat ragu-ragu atas dua hal dan tak mampu mengambil yang lebih diyakininya, seperti yang dijelaskan oleh hadits Abi Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'anhu tentang orang yang ragu-ragu dalam shalatnya, apakah tiga atau empat raka'at. Ketika itu, orang tersebut disuruh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam agar sujud dua kali sebelum salam. Hadits-hadits yang barusan telah dikemukakan lafaznya dalam bahasan sebelumnya.Sedangkan sujud sahwi sesudah salam, dilakukan dalam dua hal :[1] Ketika kelebihan sesuatu dalam shalat sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abdullah bin Mas'ud tentang shalat Zuhur lima raka'at yang dialami Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau sujud sahwi dua kali ketika sudah diberitahu oleh para sahabat. Ketika itu beliau tidak menjelaskan bahwa sujud sahwinya dilakukan setelah salam [selesai] karena beliau tidak tahu kelebihan. Maka hal ini menunjukkan bahwa sujud sahwi karena kelebihan dalam shalat dilaksanakan setelah salam shalat, baik kelebihannya itu diketahui sebelum atau sesudah salam. Contoh lain, jika orang lupa membaca salam padahal shalatnya belum sempurna, lalu ia sadar dan menyempurnakannya, berarti ia telah menambahkan salam di tengah-tengah shalatnya. Karena itu, ia wajib sujud sahwi setelah salam berdasarkan hadits Abu Hurairah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat Zuhur atau Ashar sebanyak dua raka'at. Maka setelah diberitahukan, beliau menyempurnakan shalatnya dan salam. Dan setelah itu sujud sahwi dan salam.[2] Jika ragu-ragu atas dua hal namun salah satunya diyakini. Hal ini telah dicontohkan dalam hadits Ibnu Mas'ud sebelumnya.Jika terjadi dua kelupaan, yang satu terjadi sebelum salam dan yang kedua sesudah salam, maka menurut ulama yang terjadi sebelum salamlah yang diperhatikan lalu sujud sahwi sebelum salam.Contohnya, umpamanya seseorang shalat Zuhur lalu berdiri menuju raka'at ketiga tanpa tasyahud awal. Kemudian pada raka'at ketiga itu ia duduk tasyahud karena dikiranya raka'at kedua dan ketika itu ia baru ingat bahwa ia berada pada raka'at ketiga, maka hendaklah ia bediri menambah satu rakaat lagi, lalu sujud sahwi serta salam.Yakni dari contoh di atas diketahui bahwa lelaki tersebut telah tertinggal tasyahud awal dan sujud sebelum salam. Ia-pun kelebihan duduk pada raka'at ketiga dan hendaknya sujud [sahwi] sesudah salam. Oleh sebab itu, apa yang terjadi sebelum salam diunggulkan. Wallahu 'alamSHALAT FARDHU DAN NAFILAH PAFA SATU TEMPAT

>> Pertanyaan :Syaikh Muhammad bin Sahalih Al-utsaimin ditanya : "Bagaimana hukumnya seseorang shalat fardhu pada satu tempat lalu ia melakukan shalat sunnat [nafilah] pada tempat itu sendiri ."?

>> Jawaban :Masalah diatas tidak jadi suatu penghalang. Tetapi para ulama berpendapat bahwa jika seseorang shalat fardhu pada suatu tempat, sebaiknya di pindah tempat bila mau shalat sunnat berdasarkan keterangan hadits Mu'awiyah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan agar shalat jangan disambung dengan shalat lainnya hingga yang melakukannya keluar dulu atau berkata-kata".Hal ini diperhatikan karena syari'at sangat menjaga batas pemisah antara shalat fardhu dengan nafilah, kecuali jika shaf shalat penuh berdesakan, maka hal itu tak perlu dilakukan sebab dapat menggangu yang ada. Karena itu, sebaiknya shalat sunnat dilakukan di rumah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumah kecuali shalat fardhu".Nabi-pun tak pernah melakukan shalat nafilah kecuali di rumahnya.[Disalin dari buku Fatawa Syekh Muhammad Al-Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-'Ustaimin, oelh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Pres, hal. 136-137,146-148 dan 158-159 alih bahasa Prof.Drs.KH Masdar Helmy]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=329&bagian=0


Artikel Hukum Sujud Tilawah, Sujud Sahwi, Shalat Nafilah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Sujud Tilawah, Sujud Sahwi, Shalat Nafilah.

Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf IfadhahDan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci

Kumpulan Artikel Islami

Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf IfadhahDan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci

>> Pertanyaan :

Ada seorang wanita datang masa haidnya dan ia belum melaksanakanthawaf ifadhah, sedangkan ia tinggal di luar Saudi Arabia dan waktuuntuk meninggalkan Saudi pun tidak boleh terlambat padahal tidakmungkin kembali lagi ke Saudi. Bagaimana hukumnya?

>> Jawaban :

Jika keadaannya seperti yang disebutkan, yaitu seorang wanita datangmasa haidnya sebelum melaksanakan thawaf ifadhah sementara ia tidakmungkin tinggal di Mekkah [sampai suci] atau kembali ke sana bilatelah kembali ke negaranya, maka dalam kondisi seperti itu ia bolehmelakukan salah satu dari dua hal berikut: Pertama, melakukan suntikanyang dapat menghentikan darahnya lalu thawaf, dan yang kedua,menggunakan alat pembalut yang dapat mencegah bercecernya darah dimasjidil haram lalu thawaf karena darurat. Alternatif kedua yang kamisebutkan ini adalah yang lebih kuat dan menjadi pilihan Syaikhul IslamIbnu Taimiyah. Jika tidak, maka ada satu dari dua kemungkinan, pertama,ia tetap dalam keadaan ihram hingga tetap tidak halal bagi suaminya,dan tidak boleh menerima aqad nikah jika ia belum menikah. Dan kedua,ia menganggap dirinya terkepung, maka menyembelih hadyu [binatangkorban] lalu bertahallul dari ihramnya. Dalam kondisi seperti ini iatidak dianggap melaksanakan ibadah haji.

Kedua-duanya merupakan masalah yang sangat sulit, maka dari itu,pendapat yang kuat adalah pendapat yang dipegang oleh Ibnu Taimiyah diatas, karena darurat. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,

Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatukesempitan. [Al-Hajj: 78].

Dan firman-Nya,

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaranbagimu. [Al-Baqarah: 185].

Adapun kalau memungkinkan bagi si perempuan itu kembali ke negerinyalalu kembali lagi ke Mekkah, maka tidak apa-apa ia pulang. Laluapabila telah suci kembali lagi ke Mekkah dan melakukan thawaf di sana,yaitu thawaf ifadhah [thawaf haji]. Dan semasa itu ia tidak halal bagisuaminya karena masih belum melakukan tahallul kedua.

[ Ibnu Utsaimin: Fatawa Islamiyah, jilid 2, hal. 237.]

Artikel Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf IfadhahDan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci diambil dari http://www.asofwah.or.id
Perempuan Haid Sebelum Melaksanakan Thawaf IfadhahDan Tidak Bisa Menunggu Hingga Suci.

Apakah Jin dapat mempengaruhi diri manusia danbagaimana cara untuk menjaga diri mereka?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Jin dapat mempengaruhi diri manusia danbagaimana cara untuk menjaga diri mereka?

>> Pertanyaan :

Apakah Jin dapat mempengaruhi diri manusia dan bagaimana cara untukmenjaga diri mereka?

>> Jawaban :

Tidak dapat diragukan, jin bisa mempengaruhi manusia, dengan caramenggangu, dan bahkan bisa membunuh. Boleh jadi mereka menganggunyadengan cara melempar batu, menakut-nakuti manusia atau dengan berbagaihal seperti yang disebutkan dalam sunnah dan ditunjukkan oleh berbagaiperistiwa. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu Alaihi wa Sallammengijinkan untuk mengunjungi keluarganya dalam suatu perang, kalautidak salah perang khandaq. Ada seorang pemuda yang belum lama menikahyang juga pulang menemui keluarganya. Sesampainya didepan rumah,isterinya sedang berada diambang pintu. Dia tidak berkenan denganperbuatan isterinya itu. Lalu sang isteri berkata, Masuklah! Makadia pun masuk. Ternyata diatas tempat tidurnya ada seekor ular. Karenadia masih membawa tombak, maka dia menusuk ular itu dengan tombaknyahingga mati. Tidak diketahui mana yang lebih dulu mati. Tatkala halini didengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka beliau melarangmembunuh jin yang berada dirumah, kecuali ular yang jahat. Inimerupakan dalil bahwa jin bisa berbuat semena-mena terhadap manusiadan menggangunya. Banyak kejadian yang menunjukkan hal ini. Banyakcerita tentang orang yang pergi ke reruntuhan, lalu dia dilempar batu,tetapi tidak diketahui siapa yang melemparnya direruntuhan itu. Bolehjadi dia mendengar suara yang teramat pelan seperti suara pepohonanatau suara yang lain, sehingga membuatnya merasa ketakutan danterganggu. Jin juga bisa masuk ketubuh manusia, entah karena isengmaupun sengaja untuk mengganggunya ataupun sebab-sebab tertentu. Halini telah diisyaratkan dalam firman Allah : Orang-orang yang makan [mengambil]riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yangkemasukan syetan lantaran [tekanan] penyakit gila. [Al-Baqarah: 275]Dalam hal ini boleh jadi jin berbicara dari dalam diri manusia danberbicara dengan orang yang sedang membaca Al-qur'an, atau dia membuatperjanjian tertentu dengannya agar tidak melakukan berbagai hal. Untukmelindungi dari kejahatan jin, seseorang bisa membaca apa yang telahdisebutkan didalam sunnah, seperti ayat kursy. Jika ayat kursy inidibaca seseorang pada malam hari, maka ia akan menjadi penjaga baginyadan tidak akan didekati syetan hingga pagi hari.

Artikel Apakah Jin dapat mempengaruhi diri manusia danbagaimana cara untuk menjaga diri mereka? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Jin dapat mempengaruhi diri manusia danbagaimana cara untuk menjaga diri mereka?.

Sunnah-Sunnah Dalam Wudhu 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Sunnah-Sunnah Dalam Wudhu 1/2 Sunnah-Sunnah Dalam Wudhu 1/2

Kategori Amalan Sunnah

Senin, 16 Agustus 2004 16:48:05 WIBSUNAH-SUNNAH DALAM WUDHUOlehSyaikh Khalid al HusainanBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2][a]. Mengucapkan Bismillah[1][b]. Membasuh Kedua Telapak Tangan Tiga Kali[2][c]. Mendahulukan Berkumur-Kumur [Madhmadhoh] Dan Istinsyaq [Memasukkan Air Ke Dalam Hidung Lalu Menghirupnya Dengan Sekali Nafas Sampai Ke dalam Hidung Yang Paling Ujung] Sebelum Membasuh Muka.[d]. Setelah Istinsyaq Lalu Istintsaar [Mengeluarkan /Menyemburkan Air Dari Hidung Sesudah Menghirupnya Dengan Telapak Tangan Kiri].Berdasarkan hadits :"Artinya : ...Lalu Nabi membasuh kedua telapak tangan tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq, lalu istintsaar lalu membasuh muka tiga kali…"[Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226][e] Bersungguh-Sungguh Dalam Berkumur-Kumur Dan Istinsyaq Bagi Orang Yang Sedang Tidak Berpuasa.Berdasarkan hadits :"Artinya : …Bersungguh-sungguh dalam menghirup air ke hidung, kecuali kalau kamu sedang berpuasa”. [HR.Abu Dawud, no. 142; Tirmidzi, no.38; Nasaaiy, no. 114 dan Ibnu Majah, no. 407 & 448 dan selain mereka].Makna bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur adalah menggerakkan air di ke seluruh bagian mulutnya. Sedangkan makna bersungguh-sungguh dalam istinsyaq adalah menghirup air sampai ke bagian hidung yang terdalam.[f]. Menyatukan Antara Berkumur Dan Istinsyaq Dengan Sekali Cidukan Tangan Kanan, Tanpa Pemisahan Antara Keduanya.[i]. Mengusap KepalaCara mengusap kepala, memulai dari bagian depan kepala depan kemudian menggerakkan kedua tangannya hingga ke belakang [tengkuk] lalu mengembalikan ke tempat semula.Hukum membasuh kepala adalah wajib yaitu berlaku keumuman pada setiap apa yang dibasuh dari kepala dalam berbagai kondisi. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : …Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membasuh kepalanya lalu menjalankan kedua tangannya ke belakang dan mengembalikannya…[Hadits Riwayat Bukhary no. 185 dan Muslim no. 235. Pent][j]. Menyela-Nyela Jari-Jari Kedua Tangan Dan Kedua Kaki.Berdasarkan hadits:”Artinya : Sempurnakanlah wudhu’, selai-selailah jari-jemari…[HR.Abu Dawud, no. 142; Tirmidzi, no.38; Nasaaiy, no. 114 dan Ibnu Majah, no. 448. Pent][k]. At Tayaamun [Memulai Dari Sebelah Kanan]At- Tayaamun [dalam wudhu’] artinya memulai membasuh anggota wudhu’ yang sebelah kanan kemudian yang kiri dari kedua tangan maupun kaki."Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai dalam mendahulukan yang kanan ketika memakai sandalnya, menyisir, bersuci dan dalam semua urusannya”. [Hadits Riwayat Bukhari no. 168 dan Muslim, no. 268 dan selain keduanya. Pent.][l]. Menambah Bilangan Basuhan Dari Sekali Menjadi Tiga Kali Basuhan. Tambahan Ini Berlaku Dalam Membasuh Muka, Kedua Tangan Dan Kedua Kaki.[m]. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat Setelah Selesai Dari Wudhu’ Dengan Ucapan.â€Å"Asyhadu alla ilaaha illallaahu wahdahu la syariikalahu wa asyahadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu"."Artinya : Aku bersaksi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.Tiada lain balasannya kecuali pasti dibukakan baginya pintu-pintu surga yang bejumlah delapan, lalu ia masuk dari pintu mana saja yang ia sukai' [Hadits Riwayat Muslim, no. 234; Abu Dawud, no. 169; Tirmidzi, no. 55 ; Nasaaiy, no. 148 dan Ibnu Majah, no. 470. Pent][n]. Wudhu’ Di RumahRasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa yang berwudhu di rumahnya, kemudian berjalan ke masjid untuk melaksanakan kewajiban dari Allah dan langkah yang satu menghapuskan dosa dan langkah yang lain mengangkat derajat.” [Hadits Riwayat Muslim no. 666][o]. Ad-DalkYaitu meletakkan tangan yang basah [yang akan dipakai untuk menggosok atau membasuh,-pent] pada anggota wudhu’ bersama air atau setelahnya.[Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]_________Foote Note[1]. "Artinya : Tidak [sempurna] wudhu' bagi siapa yang tidak menyebutkan nama Allah padanya" [Hadits Riwayat Ibnu Majah 399, At-Tirmidzi 25,26. Abu Dawud 101, dan selain mereka. Menurut Syaikh Al-Albani : "Hadits ini shahih" Lihat Shahiih Al-Jami'ish Shaghiir no. 7444.[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari -Fathul Baari 1/255 dan Muslim no. 226 -Syarh Muslim 3/100

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=986&bagian=0


Artikel Sunnah-Sunnah Dalam Wudhu 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sunnah-Sunnah Dalam Wudhu 1/2.

Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal

Kumpulan Artikel Islami

Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Apa hukumnya menggauli istrisetelah tahallul awal ?

>> Jawaban :

Menggauli istri setelah tahallul awal tidak merusak haji, akan tetapihanya merusak ihram saja, baik melaksanakan haji ifrad atau qiran.Artinya tidak dianggap sah thawaf ifadhah sehingga ia keluar ke tanahhalal dan melakukan ihram dari tempat tersebut kemudian masuk keMakkah lalu melakukan thawaf ifadhah dengan ihram yang sah, sebab iatelah mengumpulkan antara tanah haram dan tanah halal. Dan orangtersebut wajib membayar dam dengan menyembelih satu kambing di tanahharam dan dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin di sekitarnyadan tidak boleh sama sekali memakan dagingnya. Begitu juga istrinyawajib menyembelih satu kambing, jika melakukan pelanggaran tersebutdengan suka rela, akan tetapi jika dipaksa, maka tidak perlumenyembelih dam

Artikel Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menggauli Istri Setelah Tahallul Awal.

As-Sunnah Dan Difinisinya

Kumpulan Artikel Islami

As-Sunnah Dan Difinisinya As-Sunnah Dan Difinisinya

Kategori As-Sunnah Dalam Islam

Rabu, 9 Nopember 2005 09:28:02 WIBAS-SUNNAH DAN DEFINISINYAOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasKedudukan As-Sunnah dalam pembinaan hukum Islam dan pengaruhnya dalam kehidupan kaum Muslimin mulai dari masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabatnya, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in sampai zaman sekarang ini dan sampai hari Kiamat merupakan suatu kenyataan yang diterima sebagai kebenaran yang pasti dan tidak perlu dibuktikan lagi serta tidak dapat diragukan. Barangsiapa yang menela’ah Al-Qur-an dan As-Sunnah, niscaya akan menemukan besarnya pengaruh As-Sunnah dalam pembinaan syari’at Islam dan keagungan serta keabadiannya yang tidak mungkin diingkari oleh pakar-pakar yang mengerti masalah ini.Pembinaan hukum yang luhur diakui oleh para ahli ilmu di segala penjuru dunia. Kekaguman mereka menjadi bertambah apabila mempelajari As-Sunnah dengan sistem sanad yang telah dipaparkan oleh para ahli hadits, rangkaian sanad yang sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ahli hadits telah diteliti dan diuji serta mereka menulis kitab-kitab jarh wat ta’dil tentang para perawi hadits, hingga dengan cara demikian dapat dibedakan mana hadits yang shahih, dha’if dan maudhu’.Namun, di samping adanya ulama yang berjuang membela As-Sunnah, ada pula orang-orang yang merongrong terhadap Islam, mereka menolak As-Sunnah, meragukan hujjah As-Sunnah serta meragukan pula pengumpulan hadits dan penyampaian riwayat dari para Shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka. Dalam pandangan sesat inilah terdapat persesuaian antara penentang-penentang Islam dari kalangan orang-orang kafir, munafiq dan kaum orientalis.Perjuangan musuh-musuh Islam terus berlanjut dari zaman para Shahabat ridhwanullaahu ‘alaihim sampai hari ini. Mereka berusaha memadamkan cahaya Islam, menghancurkan segala hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, membunuh dan memenjarakan penyebar panji Islam serta memutar-balikkan fakta sejarah Islam yang benar. Tetapi Allah akan senantiasa menyempurnakan cahaya Islam.â€Å"Artinya : Mereka ingin memadamkan cahaya [agama] Allah dengan mulut [ucapan-ucapan] mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahayanya meskipun orang-orang kafir benci.” [Ash-Shaff: 8]Ironisnya, justeru para penentang Islam dewasa ini di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang dianggap ulama dan cendekiawan yang mereka terpengaruh dan diperalat oleh musuh-musuh Islam dari Yahudi dan Nasrani serta para orientalis yang menghancurkan Islam.Adapun sebab-sebab terjeratnya sebagian tokoh kaum Muslimin oleh kaum orientalis Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas menentang Islam adalah:[a]. Mereka tidak menguasai hakekat Islam yang diwariskan dan tidak menelaahnya dari sumber-sumber yang asli, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.[b]. Tertipu oleh â€Å"sistematika-sistematika ilmiah yang semu” yang mengundang mereka kepada konflik.[c]. Ada keinginan supaya terkenal sebagai ahli fikir, pakar atau supaya dikatakan sebagai tokoh cendekiawan, tujuannya mencari popularitas dunia.[d]. Dirinya dikuasai oleh hawa nafsu sehingga pemikirannya yang sesat tidak dapat bergerak melainkan hanya mengekor kepada kaum orientalis.[e]. Mereka berambisi untuk mendapatkan harta yang banyak, kedudukan dan pangkat, sehingga mereka menyembunyikan kebenaran ayat-ayat Allah.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit [murah], mereka itu sebenarnya tidak memakan [tidak menelan] ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka, alangkah beraninya mereka menentang api Neraka! Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurun-kan Al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesung-guhnya orang-orang yang berselisih tentang [kebenaran] Al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh [dari kebenaran].” [Al-Baqarah: 174-176].[1]Tidak diragukan lagi bahwa pertentangan yang ter-jadi antara umat Islam dan penentang-penentangnya tidak akan selesai dan berhenti begitu saja sebelum mak-sud jahat mereka terbongkar dan terkalahkan. Pertentangan ini berlangsung antara haq dan hawa nafsu, antara ilmu dan kebodohan, antara lapang dada dan dendam, serta antara cahaya dan kegelapan.Menurut Sunnatullaah, kebenaran, ilmu, sikap lapang dada dan cahaya itu selamanya pasti menang, sebagai-mana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya.â€Å"Artinya : Bahkan Kami [Allah] melemparkan yang haq itu atas kebathilan, sehingga yang haq itu menghancurkannya dan musnahlah kebathilan itu. Dan kecelakaanlah bagi-mu disebabkan kamu mensifati [Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak].” [Al-Anbiyaa’: 18]Di antara tokoh-tokoh yang menentang Sunnah adalah Mahmud Abu Rayyah dalam buku Adhwaa-u ‘alas Sunnah Muhammadiyyah, Dr. Thaha Husain, Dr. ‘Ali Hasan ‘Abdul Qadir, Anderson, Goldzieher, Schacht, Har Gibb, Philip K. Hitti, Dr. Taufiq Shidqi dalam maka-lahnya: al-Islam Huwal Qur-aan Wahdah, dan selainnya.[2][Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]_________Foote Note[1]. Lihat juga surat Al-Baqarah ayat 159-160[2]. As-Sunnah wa Makaanatuha fit Tasyri' Islami oleh Dr. Mushtahafa As-Siba'i, cetakan Al-Maktab Al-Islami th 1398H, atau pada hal. 15-37, cetakan I/Daarul Warraaq th 1419H. Diraasat fil Hadits An-Nabawy [hal. 26], Dr Muhammad Musthafa Al-A'zhumy, Difaa' 'anis Sunnah, Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1658&bagian=0


Artikel As-Sunnah Dan Difinisinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
As-Sunnah Dan Difinisinya.

Menyewakan Kios-Kios Kepada Para Pedagang Yang Menjual Barang-Barang Yang Diharamkan

Kumpulan Artikel Islami

Menyewakan Kios-Kios Kepada Para Pedagang Yang Menjual Barang-Barang Yang Diharamkan Menyewakan Kios-Kios Kepada Para Pedagang Yang Menjual Barang-Barang Yang Diharamkan

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Senin, 2 Mei 2005 13:53:30 WIBMENYEWAKAN KIOS-KIOS KEPADA PARA PEDAGANG YANG MENJUAL BARANG-BARANG YANG DIHARAMKANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum menyewakan kios-kios dagang dan gudang-gudang kepada orang yang menjual sesuatu yang diharamkan seperti alat-alat musik dan kios-kios penjualan lagu-lagu, kedai yang menjual rokok dan majalah-majalah yang menentang syari’at Allah atau Salon-salon pangkas rambut yang banyak tesebar Dan apapula hukum menyewakan halaman-halaman rumah dan rumah-rumah kepada orang-orang yang berkumpul untuk berhura-hura dan melalaikan shalat atau meninggalkannya Juga apa hukum uang-uang yang diambil oleh kantor-kantor pertanahan sebagai biaya penyewaannya JawabanMenyewakan kios-kios dan gudang-gudang, kepada orang yang menjual atau menyimpan sesuatu yang diharamkan adalah haram hukumnya sebab hal itu termasuk ke dalam katagori bertolong-menolong di dalam berbuat dosa dan pelanggaran yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana dalam firmanNya.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu bertolong-menolong atas perbuatan dosa dan pelanggaran” [Al-Maidah : 2]Demikian pula menyewakan kios-kios kepada orang yang memotong jenggot adalah haram hukumnya, sebab menyewakan kios-kios kepadanya berarti menolongnya di dalam melakukan perbuatan yang diharamkan dan mempermudah jalan baginya.Dan demikian juga menyewakan halaman-halaman rumah dan rumah-rumah kepada orang yang berkumpul untuk melakukan perbuatan yang diharamkan atau meninggalkan kewajiban. Sedangkan menyewakan rumah-rumah untuk tempat tinggal tidak apa-apa sekalipun orang yang menempatinya melakukan maksiat atau meninggalkan kewajiban di dalamnya karena yang punya rumah tidak menyewakannya untuk perbuatan maksiat atau meninggalkan kewajiban, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya semua amal itu tergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang tergantung kepada apa yang diniatkannya” [Hadits Riwayat Bukhari, kitab Bad’il Wahyi [1], Muslim, kitab Al-Imarah [1907]]Kapan saja telah diharamkan hukum menyewakan kios-kios, gudang-gudang, halaman-halaman rumah atau rumah-rumah, maka upah yang diambil dari hal itu adalah haram juga. Dan uang hasil yang diambil oleh kantor urusan pertanahan adalah haram juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Sesungguhnya bila Allah mengharamkan sesuatu, maka Dia telah mengharamkan pula harga/nilainya” [Hadits Riwayat Muslim]Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan hidayah kepada kita semua ke ash-Shirath al-Mustaqim, menjadikan rizki kita baik [suci] dan menjadikannya penolong kita di dalam melakukan ketaatan terhdapNya.[Fatawa Mu’ashirah, hal. 59, dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, DarulHaq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1420&bagian=0


Artikel Menyewakan Kios-Kios Kepada Para Pedagang Yang Menjual Barang-Barang Yang Diharamkan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menyewakan Kios-Kios Kepada Para Pedagang Yang Menjual Barang-Barang Yang Diharamkan.

Sejauh Manakah Kita Diperbolehkan Ikut Berpolitik Dan Wajibkah Kita Taat Kepada Penguasa

Kumpulan Artikel Islami

Sejauh Manakah Kita Diperbolehkan Ikut Berpolitik Dan Wajibkah Kita Taat Kepada Penguasa Sejauh Manakah Kita Diperbolehkan Ikut Berpolitik Dan Wajibkah Kita Taat Kepada Penguasa

Kategori Demokrasi Dan Politik

Selasa, 2 Agustus 2005 22:38:49 WIBSEJAUH MANAKAH KITA DIPERBOLEHKAN IKUT BERPOLITIKOlehSyaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-HilalyPertanyaanSyaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly ditanya : Sebelumnya Anda nyatakan bahwa dakwah salaf menyeru kepada Islam secara menyeluruh, salaf menyeru kepada rukun Islam, jihad dan politik. Pertanyaan kami, sejauh manakah diperbolehkan ikut serta dalam pertarungan politikJawabanIslam adalah agama yang paripurna [syamil] dan diridhai Allah untuk kita. Allah berfirman."Artinya : Sesungguhnya Agama yang diridhai Allah di sisiNya adalah Islam"."Artinya : Barang siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya dan kelak hari kiamat dia termasuk orang-orang yang merugi”Allah menyeru untuk masuk kedalam Islam secara menyeluruh dengan firman-Nya:”Artinya : Hai orang-orang yang berfiman masuklah kedalam as-silmi [Islam] secara keseluruhan".Dalam menafsirkan kata as-silmi, Ibn Abbas berkata :" As-Silmi" adalah Islam. Jadi Allah memerintahkan kita untuk masuk kedalam agama ini secara menyeluruh, atau masuk secara total kedalam nya.Adapun "As-Siyasah"[politik] dialah hakikat Islam, karena makna siyasah sendiri adalah mengatur kemaslahatan umat dengan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kitabullah dan Sunnah RasulNya. Dalam merealisasikannya dibutuhkan suatu manhaj, ilmu ataupun orang-orang yang faham kemaslahatan umat. Para ulama Islam telah mengarang berbagai macam literatur siyasah syar'iyyah [politik dalam syariat Islam] diantaranya : buku Al-Ahkam As-Sultaniyyah karya Al-Imam Al-Mawardi, As-Siyasah As-Syar'Iyyah karya Ibn Taimiyyah dan Abu Ya'la al-Musili dan At-Turuq al-Hukmiyyah karya Ibn Al-Qayyim dan sebagainya yang keseluruhannya menerangkan bahwa Islam memiliki manhaj da'wah, Islam merupakan agama seluruh nabi-nabi, Rasululullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Bani Israil dipimpin oleh para nabi, jika seorang nabi wafat maka akan digantikan dengan nabi lainnya".Beliau juga bersabda :"Akan datang setelahku para khulafa [pemimpin], yang mampu memahami kemaslahatan suatu ummat setelah para nabi adalah para ulul amri yakni al-hukkam [para pemimpin] dan ulama”. Merekalah yang berhak untuk masuk kedalam kancah perpolitikan ini untuk kemaslahatan umat. Para pemimipin bertugas menjalankan syariat Allah, sedangkan para ulama bertugas mengarahkan umat dan menunjuki para umara, yang berkompeten dalam hal ini adalah orang yang berilmu dan paham dengan hukum syariat, karena kemaslahatan umat memerlukan pemahaman agama yang sempurna.Adapun kata "politik " yang dipahami pada zaman ini sebenarnya tidak pernah dikenal oleh Islam, karena pengertian berpolitik di era ini adalah sebatas kemampuan untuk berdebat, menggerakkan massa, kemampuan berkelit, berubah-ubah warna, kemunafikan dan selalu mengikuti kemana arah angin bertiup. Islam berlepas diri dari "politik " yang seperti ini, karena tidak akan mendatangkan kemaslahatan kepada ummat.Inilah perbedaan makna "politik" yang diinginkan Allah dengan makna yang dipahami oleh orang-orang sekarang, yang tidak lain target utamanya agar sampai ketampuk kekuasaan, karena itu seorang politikus rela untuk bekerja sama dengan segala macam kelompok dan segala macam mazhab. Demi ambisi ini dia rela untuk ganti-ganti warna, bersikap plin-plan dan berbuat kemunafikan dengan politikus lainnya, walaupun bertentangan dengan Allah Tuhan alam semesta.Adapun siyasah syar'iyyah akan selalu dibawah pimpinan seorang alim yang rabbani, Allah berfirman :" Tetapi jadilah kalian ulama yang Rabbanai dengan apa-apa yang kalian ajarkan dari alkitab dan dengan apa-apa yang kalian pelajari”..Cir-ciri alim Rabbani adalah seorang yang mendidik ummat dengan masalah-masalah yang sederhana terlebih dahulu sebelum masuk kepada masalah-masalah yang besar. Dia paham betul apa yang dibutuhkan umat, karena itu, dengan cara perlahan da'i mendidik ummat hingga sampai kepada kesempurnaan dengan izin Allah Subhanahu wa ta'ala.WAJIBNYA TAAT KEPADA PENGUASAOlehSyaikh DR Muhammad Musa Alu NashrPertanyaanSyaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr ditanya : Ada sebuah hadis yang memerintahkan taat kepada umara, pertanyaannya apakah waliul amri [penguasa] yang berkuasa di Indonesia ini termasuk ulul amri yang wajib ditaati oleh bangsa Indonesia JawabanMengenai pemimpin Indonesia adalah seorang wanita , ini adalah masalah baru yang muncul sekarang, walaupun sebelumnya negara ini di pimpin oleh kaum lelaki, dan masalah pemimpin wanita ini sekarang menjadi musibah seantero dunia disebabkan lemahnya kaum lelaki sehingga dikalahkan oleh wanita, dan hadis yang menyatakan:"Artinya : Tidak akan berjaya suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita"Adalah hadis shahih, walaupun realita sekarang kita lihat banyak wanita yang menjadi pemimpin, dalam hal ini kita diperintahkan untuk melihat realita dan menyesuaikan dengan syariat.Jika pemimpin wanita ini memerintahkan untuk taat kepada Allah maka dia wajib dipatuhi, sebaliknya jika dia memerintahkan untuk kemaksiatan maka kita tidak akan patuh kepadanya bahkan lelaki sekalipun yang menjadi pemimpin tidak boleh dipatuhi [jika menyeru kepada maksiat], kesimpulannya, jika para penguasa itu berbuat kezaliman kita dilarang untuk mematuhi mereka dalam kezaliman tersebut.dan kita dilarang untuk keluar dari barisan [membelot dan menentang mereka]. Kita diperintahkan untuk mendoakan mereka agar ditunjuki kepada jalan kebenaran dan ketaqwaan.Bukanlah manhaj salaf keluar menyusun kekuatan untuk menentang penguasa, kecuali jika nampak pada para penguasa tersebut kufur yang nyata. Dengan catatan bahwa kita memang telah benar-benar mampu untuk menggulingkannya, telah terwujud ahlu alhilli yang memiliki kekuatan dan jamaah yang sanggup untuk mereformasi dan merubah struktur kepemerintahan tanpa terjadi fitnah. Sebab didalam kaedah dikatakan :"Meninggalkan kerusakan lebih utama dari mengambil kemanfaatan".[Seri Soal Jawab DaurAh Syar'iyah Surabaya 17-21 Maret 2002. Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan , Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1512&bagian=0


Artikel Sejauh Manakah Kita Diperbolehkan Ikut Berpolitik Dan Wajibkah Kita Taat Kepada Penguasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sejauh Manakah Kita Diperbolehkan Ikut Berpolitik Dan Wajibkah Kita Taat Kepada Penguasa.

Jalan Menuju Kebangkitan Kaum Muslimin

Kumpulan Artikel Islami

Jalan Menuju Kebangkitan Kaum Muslimin Jalan Menuju Kebangkitan Kaum Muslimin

Kategori Manhaj

Rabu, 26 Mei 2004 08:30:27 WIBJALAN MENUJU KEBANGKITAN KAUM MUSLIMINOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaan.Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah kaum muslimin dewasa ini terbelakang Kenapa Dan bagaimana dapat membuat mereka bangkit JawabanTidak dapat diragukan lagi bahwa tidak seorang mukmin pun yang rela terhadap kondisi kaum muslimin dewasa ini. Mereka benar-benar terkebelakang akibat keteledoran mereka mengemban tanggung jawab yang telah diwajibkan Allah diatas pundak mereka. Mereka telah teledor dari sisi penyampaian dien ini kepada seluruh dunia dan berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka juga telah teledor di dalam mempersiapkan kekuatan yang telah Allah perintahkan melalui firman-firmanNya.â€Å"Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang [yang dengan persiapan itu] kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu” [Al-Anfal : 60]â€Å"Artinya : Dan siap siagalah kamu” [An-Nisa : 102]â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil mejadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu [karena] mereka tidak henti-hentinya [menimbulkan] kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu” [Ali-Imran : 118]â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin [mu] ; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain” [Al-Maidah : 51]Hal-hal yang mereka teledor terhadapnya inilah yang menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan yang kita berharap kepada Allah agar dapat menghilangkannya dari mereka. Yaitu, dengan jalan kembalinya mereka ke jalan yang benar sebagaimana yang telah digariskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Aku telah meninggalkan kalian dalam kondisi putih bersih, yang malamnya seperti siangnya” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, Al-Muqaddimah 43, Ahmad Jilid IV. No. 1374]Dan dalam sabdanya yang lain.â€Å"Artinya : Aku telah meninggalkan pada kalian dua hal, yang kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya ; Kitabullah dan Sunnah NabiNya” [Hadits Riwayat Malik di dalam Al-Muwaththa’, Al-Qadar, hal 899]Jadi sebab ketertinggalan kaum muslimin adalah bahwa mereka belum mengamalkan wasiat Allah kepada mereka, demikian pula wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berpegang teguh kepada dien mereka, Kitab Rabb dan Sunnah Nabi mereka. Juga karena mereka tidak mengambil sikap hati-hati agar aman dari makar musuh mereka akan tetapi sekalipun demikian, kita tidak hendak mengatakan bahwa kebaikan sudah tidak ada dan kesempatan sudah habis. Kebaikan masih ada pada umat ini selemah apapun kondisinya, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Masih akan tetap ada sebuah golongan dari umatku yang membela Al-Haq, mereka tidak akan dapat dicelakai oleh orang-orang yang menghinakan mereka hingga datangnya urusan Allah [Kiamat]” [Hadits Riwayat Muslim, Al-Imarah 1920 dari hadits yang diriwayatkan Tsauban. Demikian pula terdapat riwayat semisalnya dari lebih dari seorang sahabat]Maka, selemah apapun kondisi yang tengah dihadapi umat namun kebaikan tidaklah hilang padanya dan pasti akan ada orang yang menegakkan Dienullah sekalipun dalam lingkup yang sempit. Kebaikan akan tetap ada pada umat ini manakala para pemeluknya telah kembali kepadaNya.[Kitab Ad-Da’wah, No. 7, Dari Fatwa Syaikh Al-Fauzan, Jilid II, hal.166-167][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 179-181 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=752&bagian=0


Artikel Jalan Menuju Kebangkitan Kaum Muslimin diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jalan Menuju Kebangkitan Kaum Muslimin.

Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang LainMendapat Pahala Sebagian Amalan Haji?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang LainMendapat Pahala Sebagian Amalan Haji?

>> Pertanyaan :

Apakah orang yang menghajikan orang lain bisa mendapat pahala sebagianamalan-amalan haji yang dia lakukan?

>> Jawaban :

Ya, karena orang yang menghajikan orang lain itu berkewajibanmenunaikan rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban haji dan demikian pulasunnah-sunnahnya. Adapun dzikir dan doa yang berhubungan denganrangkaian amalan manasik maka pahalanya adalah milik orang yangdiwakilinya, sedangkan doa dan dzikir di luar manasik, maka pahalanyadimiliki oleh dia sendiri [wakil].

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang LainMendapat Pahala Sebagian Amalan Haji? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Orang yang Mengerjakan Haji untuk Orang LainMendapat Pahala Sebagian Amalan Haji?.

Menjelang Bulan Ramadhan

Kumpulan Artikel Islami

Menjelang Bulan Ramadhan Menjelang Bulan Ramadhan

Kategori Puasa

Selasa, 12 Oktober 2004 07:41:13 WIBMENJELANG BULAN RAMADHANOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid[1]. Menghitung Hari Bulan Sya'banUmat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya'ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, maka berpuasa [itu dimulai] ketika melihat hilal bulan Ramdhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari. Karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya'ban tiga puluh hari" [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1081]Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma, [bahwasanya] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya [hilal]. Jika kalian terhalangi awan, hitunglah bulan Sya'ban" [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1080]Dari Adi bin Hatim Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh" [1][2]. Baransiapa yang Berpuasa Hari Syak[2], Berarti [ia] Telah Durhaka KepadaAbul Qasim Shallallahu 'alaihi wa sallamOleh karena itu, seorang muslim tidak seyogyanya mendahului bulan puasa dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya dengan alasan hati-hati, kecuali kalau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah" [Hadits Riwayat Muslim [573 -Mukhtashar dengan Muallaqnya]]Ketahuilah wahai saudaraku, di dalam Islam barangsiapa yang puasa pada hari yang diragukan, [berarti ia] telah durhaka kepada Abul Qasim Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Shillah bin Zyfar dari Ammar membawakan perkataan Ammar bin Yasir."Artinya : Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan berarti telah durhaka kepada Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wa sallam" [3][3]. Jika Seorang Muslim Telah Melihat Hilal Hendaknya Kaum Muslimin Berpuasa atau BerbukaMelihat hilal teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Berpuasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya, berhajilah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup awan, maka sempurnakanlah [bilangan bulan Sya'ban menjadi] tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah" [4]Tidak diragukan lagi, bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satu kejadian tidak menunjukkan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itu persaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap [sebagai landasan untuk memulai puasa], dalam suatu riwayat yang shahih dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : "Manusia mencari-cari hilal, maka aku khabarkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa aku melihatnya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam-pun menyuruh manusia berpuasa. [5][Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[1] Hadits Riwayat At-Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 501, Ahmad 4/377, At-Thabrani dalam Al-Kabir 17/171. Dalam sanadnya ada Musalin bin Sa'id, beliau dhaif sebagaiamana dikatakan oleh Al-Haitsami dalam Majma Az-Zawaid 3/146, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak syawahid, lihat Al-Irwaul Ghalil 901, karya Syaikhuna Al-Albany Hafidhahullah[2] Yaitu hari yang masih diragukan, apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum -ed[3] Dibawakan oleh Bukhari 4/119, dimaushulkan oleh Abu Daud 3334, Tirmidzi 686, Ibnu Majah 3334, An-Nasa'i 2199 dari jalan Amr bin Qais Al-Mala'i dari Abu Ishaq dari Shilah bin Zufar, dari Ammar. Dalam sanadnya ada Abu Ishaq, yakni As-Sabi'in mudallis dan dia telah 'an-anah dalam hadits ini, dia juga telah bercampur hafalannya, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak jalan dan mempunyai syawahid [pendukungnya] dibawakan oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Ta'liqu Ta'liq 3/141-142 sehingga beliau menghasankan hadits ini.[4] Hadits Riwayat An-Nasa'i 4/133, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni 2/167 dari jalan Husain bin Al-Harist Al-jadal dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khaththab dari para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan sanadnya hasan. Lafadz di atas aadalah pada riwayat An-Nasa'i, Ahmad menambahkan : "Dua orang muslim".[5] Hadits Riwayat Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423, Al-Baihaqi 4/212 dari dua jalan, yakni dari jalan Ibnu Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Abu Bakar bin Nafi' dari bapaknya dari Ibnu Umar, sanadnya Hasan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Habir 2/187

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1088&bagian=0


Artikel Menjelang Bulan Ramadhan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menjelang Bulan Ramadhan.

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah

>> Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya meninggalkan salah satu rukun-rukun tersebut?

>> Jawaban :

Meninggalkan salah satu dari rukun-rukun tersebut, maka ibadahnyabelum selesai kecuali dengan melakukannya. Seandai-nya seseorang dalamrumrahnya tidak melakukan thawaf, maka ia harus tetap dalam keadaanihram sampai melakukan thawaf; dan orang yang tidak [belum] melakukansai, maka harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan sai.Demikian pula dalam ibadah haji, barangsiapa yang tidak mengerjakanrukun-rukunnya, maka hajinya tidak sah. Barangsiapa yang tidak wuqufdi Arafah hingga matahari terbit pada keesokan harinya [hari rayaQurban] maka ia telah ketinggalan ibadah haji dan hajinya tidak sah,maka ia bertahallul dengan melakukan umrah, yaitu thawaf dan sai lalumencukur rambut atau memendekkannya. Setelah itu pulang ke negeriasalnya dan pada tahun berikutnya mengerjakan ibadah haji kembali.

Adapun thawaf dan sai bila belum dilakukan dalam berhaji, maka iaharus mengqadhanya, karena umrah itu tidak ada batas akhir waktunya,namun hendaknya tidak menundanya hingga bulan Dzulhijjah berakhir,kecuai ada udzur.

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Haji atau Umrah.

Batasan Pakaian Berjahit Dalam Ihram, Mencukur Rambut Setelah Ihram Karena Tidak Tahu

Kumpulan Artikel Islami

Batasan Pakaian Berjahit Dalam Ihram, Mencukur Rambut Setelah Ihram Karena Tidak Tahu Batasan Pakaian Berjahit Dalam Ihram, Mencukur Rambut Setelah Ihram Karena Tidak Tahu

Kategori Hajji Dan Umrah

Sabtu, 1 Januari 2005 07:38:47 WIBBATASAN PAKAIAN BERJAHIT DALAM IHRAMOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah batasan pakaian berjahit dan apa hukum memakai celana yang digunakan sekarang ini ketika ihram JawabanTidak boleh bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah memakai celana dan lainnya dari pakaian yang berjahit dalam bentuk badan seutuhnya, seperti qamis, atau bagian atas badan saja, seperti kaos dan lain-lain, atau badan bagian bawah seperti celana. Sebab ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang pakaian orang yang sedang berihram maka beliau bersabda."Artinya : Ia tidak boleh memakai qamis, surban, celana, tudung kepala dan khuf, kecuali orang yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh memakai khuf [sepatu but]. Dan hendaklah dia memotong khuf sampai bawah mata kaki" [Muttafaqun 'alaih dari hadits Ibnu Umar Radhiallahu 'anhu]Dengan demikian penanya harus mengetahui pakaian berjahit yang dilarang bagi orang yang sedang ihram.Dari hadits tersebut nampak jelas bahwa yang dimaksud pakaian berjahit adalah setiap pakaian yang dijahit dengan ukuran seluruh badan seperti qamis, atau setengah badan pada bagian atas seperti kaos, atau setengah badan bagian bawah seperti celana. Dari hal tersebut dapat disamakan pakaian yang dijahit atau disulam seukuran tangan seperti kaos tangan, atau seukuran kaki seperti khuf [sepatu but]. Tapi orang ihram diperbolehkan memakai khuf jika tidak mendapatkan sandal. Sebab terdapat hadits shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, bahwa ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada manusia di Arafah beliau bersabda."Artinya : Barangsiapa yang tidak mendapatkan kain maka hendaklah dia memakai celana, dan siapa yang tidak mendapatkan sandal maka hendaklah dai memakai khuf" [Muttafaqun 'alaih]Dalam hadits ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan perintah memotong khuf, maka menunjukkan tidak wajib memotong khuf. Jadi perintah memotong khuf yang terdapat dalam hadits pertama yang juga diriwayatkan Ibnu Abbas Radhiallahu anhu dihapuskan [mansukh] dengan hadits tersebut.Demikian itu berkaitan dengan laki-laki. Sedangkan bagi wanita yang ihram, baik ihram haji maupun ihram umrah maka dia boleh memakai celana dan sepatu secara mutlak, tapi dialarang memakai cadar dan kaos tangan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari kedua hal tersebut dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar Radhiallahu 'anhu. Namun wanita boleh menutup mukanya dengan selain cadar dan menutup kedua tanganya dengan selain kaos tangan ketika dia di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, seperti dengan kerudung dan lain-lain. Dan Allah adalah Dzat yang memberikan pertolongan kepada kebenaran.MENCUKUR RAMBUT SETELAH IHRAM KARENA TIDAK TAHUOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seseorang telah melakukan ihram umrah. Setelah itu dia ingat bahwa mencukur rambut ketiak wajib ketika ihram lalu dia mencukurnya setelah ihram, kemudian pergi umrah. Mohon penjelasan hukum tentang hal tersebut JawabanMencukur rambut ketiak tidak wajib dalam ihram, demikian pula mencabutnya. Namun menurut sunnah adalah mencabut atau membersihkan rambut ketiak dengan sesuatu yang dapat menghilangkan dari bahan yang suci ketika sebelum ihram. Sebagaimana disunnahkannya memotong kumis, memotong kuku, dan mencukur rambut kemaluan ketika masing-masing telah siap untuk itu ketika sebelum ihram, seperti ketika di rumahnya. Dan demikian itu sudah cukup. Sebab hal-hal tersebut tidak wajib dilakukan ketika ihram, dan bagi orang yang kamu sebutkan itu tidak wajib membayar fidyah karena mencukur rambut ketiaknya disebabkan dia tidak tahu tentang hukum syar'i. Seperti itu juga jika seseorang melakukan sesuatu yang telah kami sebutkan setelah dia ihram karena lupa. Sebab Allah berfirman tentang do'a orang-orang mukmin."Artinya : Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah" [Al-Baqarah : 286]Dan dalam hadits hahih disebutkan bahwa Allah mengabulkan do'a tersebut seraya berfirman : "Sunnguh telah Aku lakukan".MEMOTONG RAMBUT SEBELUM NIAT IHRAMOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Istri saya berihram untuk umrah. Dan sebelum keluar dari kamar mandi dan memakai bajunya dia menggunting rambutnya sedikit. Apa yang wajib dia lakukan JawabanTiada dosa atas dia dalam hal tersebut dan juga tidak wajib membayar fidyah. Sebab yang dilarang memotong rambut adalah setelah niat ihram sedangkan dia belum niat dan belum memakai bajunya. Bahkan seandainya dia melakukan seperti itu ketika dia telah ihram tapi karena tidak tahu atau lupa maka dia tidak wajib membayar fidyah. Wallahu a'lam.[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbiatan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal. 110 - 115 Penerjemah H.ASmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1269&bagian=0


Artikel Batasan Pakaian Berjahit Dalam Ihram, Mencukur Rambut Setelah Ihram Karena Tidak Tahu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Batasan Pakaian Berjahit Dalam Ihram, Mencukur Rambut Setelah Ihram Karena Tidak Tahu.

Apa Dasar Pijak Ekonomi Islam ?

Kumpulan Artikel Islami

Apa Dasar Pijak Ekonomi Islam ? Apa Dasar Pijak Ekonomi Islam

Kategori Fatawa Jual Beli

Sabtu, 17 April 2004 08:40:20 WIBAPA DASAR PIJAK EKONOMI ISLAM OlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apa yang menjadi dasar pijakan ekonomi Islam JawabanEkonomi Islam berdiri di atas pijakan perdagangan yang berdasarkan syari’at, yaitu dengan mengembangkan harta melalui cara-cara yang dihalalkan oleh Allah Ta’ala, sesuai dengan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan mu’amalah syar’iyyah, yang didasarkan pada hukum pokok, boleh dan halal dalam berbagai mu’amalat, dan menjauhi segala yang diharamkan oleh Allah Ta’ala darinya, misalnya riba. Allah Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [Al-Baqarah : 275]Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.â€Å"Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah dan banyak-banyaklah mengingat Allah supaya kamu beruntung” [Al-Jumu’ah : 10]Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke-6 dari Fatwa Nomor 17627, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=638&bagian=0


Artikel Apa Dasar Pijak Ekonomi Islam ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apa Dasar Pijak Ekonomi Islam ?.

Yang Kami Inginkan Manhaj Bukan Sekedar Bicara, Kekeliruan Seorang Alim Tidak Menjatuhkan

Kumpulan Artikel Islami

Yang Kami Inginkan Manhaj Bukan Sekedar Bicara, Kekeliruan Seorang Alim Tidak Menjatuhkan Yang Kami Inginkan Manhaj Bukan Sekedar Bicara, Kekeliruan Seorang Alim Tidak Menjatuhkan

Kategori Fokus Utama

Rabu, 21 April 2004 09:05:48 WIBFIQHUL WAQI' [MEMAHAMI REALITA UMMAT]OlehSyaikh Muhammad Nasiruddin Al-AlbaniBagian Kedua dari Enam Tulisan [2/6][D]. YANG KAMI INGINKAN "MANHAJ" BUKAN SEKEDAR BICARA.Memang benar banyak yang membicarakan tentang al-Qur'an dan as-Sunnah di zaman ini, serta mengisyaratkan kepada keduanya, ini adalah hal yang patut disyukuri alhamdulillah. Namun demikian yang wajib dan yang kami inginkan, bukan sekedar menulis disini dan ceramah disana, akan tetapi yang kami kehendaki, kita pahami keduanya dengan pemahaman yang benar sebagaimana yang terjadi di masa generasi pertama [para Sahabat], kemudian kita, menjadikannya sebagai bingkai/batasan umum bagi setiap urusan, baik yang kecil maupun yang besar. Manhaj al-Qur'an dan as-Sunnah hendaknya menjadi syi'ar [semboyan] dan lambang bagi dakwah sejak permulaan hingga akhir. Dengan demikian diharapkan dari mereka yang didakwahi, baik generasi muda atau yang lainnya akan terus berkesinambungan sejalan dengan "manhaj yang mulia" ini yang dengan berpegang teguh dan berjalan di atasnya ummat akan menjadi baik.Keberadaan ulama pada setiap disiplin ilmu yang telah disebutkan di atas adalah sebuah keharusan. Terutama dalam memahami al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih berdasarkan pada ketentuan/kriteria yang jelas dan pokok-pokok kaidah yang telah diterangkan.Akan tetapi kami telah mendengar dan memperhatikan dengan seksama, banyaknya jumlah pemuda muslim yang terperangkap dalam permasalahan seputar Fiqhul Waqi' yang seakan-akan tidak ada jalan keluar, mereka terpecah menjadi dua kelompok, sehingga sangat disayangkan kedua kelompok ini sebagian bersikap melampui batas terhadap masalah ini, dan sebagian lainnya lebih cenderung menggampangkan atau menganggap enteng serta tidak memiliki kepedulian terhadapnya.Bahwasanya Anda akan melihat dan mendengar dari mereka yang memperbesar urusan Fiqhul Waqi', serta meletakkannya tidak pada posisi yang semestinya, melebihi tingkat pengamalannya yang tepat [sesuai]. Yang dikehendaki mereka bahwa setiap orang yang alim dalam masalah syariat, harus alim pula dalam apa yang mereka namakan Fiqhul Waqi'.Sebagaimana realitanya bahwa kebalikan dari apa yang mereka inginkan terjadi pada diri mereka. Sungguh mereka telah menanamkan sebuah anggapan terhadap orang-orang yang mendengarkan ucapan-ucapan mereka atau orang yang berada diseputar mereka, bahwasanya setiap orang yang mengetahui realita dunia Islam, sama dengan seorang alim yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah diatas pemahaman Salafush Shalih.Telah diketahui bahwa Fiqhul Waqi' bukanlah sebuah kelaziman sebagaimana yang telah kami isyaratkan diatas, lagi pula tidak pernah tergambar/terbayang oleh kami keberadaan seorang manusia yang sempurna yang mampu memahami seluruh ilmu yang telah kami sebutkan dan isyaratkan diatas.Jika demikian kondisinya, maka menjadi kewajiban untuk berpartisipasi menolong mereka yang telah meluangkan waktu dalam mengetahui dan mengenal realita ummat Islam, serta apa saja yang menjadi lawannya. Dengan bekerja sama antar para ulama yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah sejalan dengan faham Salaf, maka mereka [ulama Fiqhul Waqi'] mengemukakan gambaran-gambaran dan pemikiran mereka terhadap realita ummat, sedangkan ulama yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah menerangkan serta menjelaskan hukum Allah Jalla Jalaluhu kepada mereka, serta nasihat yang berdiri tegak diatas dalil yang shahih/benar dan hujjah/bukti yang terang benderang.Adapun jika seorang yang berbicara Fiqhul Waqi', lalu dia dipandang oleh para pendengarnya sebagai salah seorang ulama dan pemberi fatwa, hanya karena ia berbicara tentang fiqh tersebut, hal seperti ini tidak dapat dihukumi sebagai sikap yang benar dari segala sudut pandang. Sebab nantinya dia akan menjadikan pembicaraan orang tersebut sebagai sandaran/pegangan yang dengannya ia menolak fatwa para ulama dan membatalkan upaya ijtihad dan hukum-hukum yang telah mereka putuskan.[E]. KEKELIRUAN SEORANG ALIM TIDAK MENJATUHKANYang sangat perlu untuk diterangkan pada kesempatan ini, bahwa seorang alim terkadang keliru atau salah dalam menghukumi suatu perkara tertentu dari sekian banyak problematika waqi'iyyah. Hal semacam ini adalah suatu perkara yang terjadi dan akan terjadi, akan tetapi apakah kasus tersebut menjatuhkan martabat sang alim itu atau ini . Dan menjadikan orang yang menyelisihinya menyipatinya dengan kata-kata yang tidak sepatutnya dikatakan kepadanya. Seperti dikatakan padanya, ini adalah seorang ahli fiqh dalam masalah syariat dan bukan ahli dalam masalah realita ummat [Fiqhul Waqi']. Pembagian semacam ini akan menyelisihi tuntunan syariat sekaligus menyelisihi realita. Sebab dari ucapan mereka itu seakan-akan mengharuskan kepada para ulama al-Qur'an dan as-Sunnah untuk mengetahui dan menguasai bidang perekonomian, sosial kemasyarakatan politik, militer, cara penggunaan persenjataan mutakhir dan lain sebagainya.Saya tidak mengira bahwa seorang yang berakal sehat akan tergambar atau terbayang padanya kemungkinan terkumpul/terpadunya seluruh ilmu dan pengetahuan tersebut dalam dada seseorang meskipun ia seorang alim yang sempurna.[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=653&bagian=0


Artikel Yang Kami Inginkan Manhaj Bukan Sekedar Bicara, Kekeliruan Seorang Alim Tidak Menjatuhkan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Yang Kami Inginkan Manhaj Bukan Sekedar Bicara, Kekeliruan Seorang Alim Tidak Menjatuhkan.

Merasa Optimis Atau Pesimis Melalui Dengungan Kuping

Kumpulan Artikel Islami

Merasa Optimis Atau Pesimis Melalui Dengungan Kuping

>> Pertanyaan :

Sebagian orang merasa optimis atau pesimis ketika merasakan suara ditelinga, atau apabila pelupuk mata bergerak-gerak dan sejenisnya. Apaada dalilnya?

>> Jawaban :

Sama sekali tidak ada dalilnya. Seorang muslim wajib bertawakkalkepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bentuk rasa optimisme tersebuttermasuk meramal. Hal tersebut telah dijelaskan kebatilannya oleh NabiShallallahu 'alaihi wa sallam dan telah beliau jelaskan bahwa ituadalah syirik. Apabila seseorang mendapatkan perasaan semacam itu,hendaknya ia menolaknya, dan lakukan saja pekerjaannya seperti biasa,jangan bimbang. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ramalanitu tetap saja tidak bisa menghalangi perbuatanmu atau sebaliknya. Hendaknya setiap muslim itu melakukan doa berikut: Allahummah LaaYa-ti Bilhasanaati Illa Anta wa Laa Yadfa'us Sayyi-ati Illa Anta LaaHaula wa Laa Quwwata Illa Bika. Ya Allah, yang dapat mendatangkankebaikan hanyalah Engkau, dan yang dapat menolak keburukan hanyalahEngkau. Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan melainkan denganpertolongan-Mu. Adapun sekedar sikap optimis saja, itu baik. NabiShallallahu 'alaihi wa sallam sendiri suka sekali bersikap optimis.Sikap demikian justru merupakan sangka baik terhadap Allah Azza waJalla. [Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzaan. Majalah Ad-DA'wah 1809hal. 58]

Artikel Merasa Optimis Atau Pesimis Melalui Dengungan Kuping diambil dari http://www.asofwah.or.id
Merasa Optimis Atau Pesimis Melalui Dengungan Kuping.

Takbir Pada Idul Fithri Dan Idul Adha

Kumpulan Artikel Islami

Takbir Pada Idul Fithri Dan Idul Adha Takbir Pada Idul Fithri Dan Idul Adha

Kategori Hari Raya = Ied

Sabtu, 22 Nopember 2003 06:56:23 WIBTAKBIR PADA IDUL FITHRI DAN IDUL ADHAOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al Halabi Al AtsariAllah Ta'ala berfirman :"Artinya : Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, mudah-mudahan kalian mau bersyukur".Telah pasti riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Artinya : Beliau keluar pada hari Idul fitri, maka beliau bertakbir hingga tiba di mushalla [tanah lapang], dan hingga ditunaikannya shalat. Apabila beliau telah menunaikan shalat, beliau menghentikan takbir".[1]Berkata Al-Muhaddits Syaikh Al Albani :"Dalam hadits ini ada dalil disyari'atkannya melakukan takbir secara jahr [keras/bersuara] di jalanan menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini hingga hampir-hampir sunnah ini sekedar menjadi berita ...Termasuk yang baik untuk disebutkan dalam kesempatan ini adalah bahwa mengeraskan takbir disini tidak disyari'atkan berkumpul atas satu suara [menyuarakan takbir secara serempak dengan dipimpin seseorang -pent] sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan. Hendaknya kita hati-hati dari perbuatan tersebut[2], dan hendaklah kita selalu meletakkan di hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam".Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab :"Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq [ tanggal 11,12,13 Dzulhijjah], dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat". [Majmu Al -Fatawa 24/220 dan lihat 'Subulus Salam' 2/71-72]Aku katakan : Ucapan beliau rahimahullah : '[dilakukan] setelah selesai shalat' -secara khusus tidaklah dilandasi dalil. Yang benar, takbir dilakukan pada setiap waktu tanpa pengkhususan.Yang menunjukkan demikian adalah ucapan Imam Bukhari dalam kitab 'Iedain dari "Shahih Bukhari" 2/416 : "Bab Takbir pada hari-hari Mina, dan pada keesokan paginya menuju Arafah".Umar Radliallahu 'anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina gemuruh dengan suara takbir.Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat [lima waktu], di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya.Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid".Pada pagi hari Idul Fitri dan Idul Adha, Ibnu Umar mengeraskan takbir hingga ia tiba di mushalla, kemudian ia tetap bertakbir hingga datang imam. [Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah dan selainnya dengan isnad yang shahih. Lihat "Irwaul Ghalil' 650]Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada hadits nabawi yang shahih tentang tata cara takbir. Yang ada hanyalah tata cara takbir yang di riwayatkan dari sebagian sahabat, semoga Allah meridlai mereka semuanya.Seperti Ibnu Mas'ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh :Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu."Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian". [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih]Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh.Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajalla Allahu Akbar 'alaa maa hadanaa."Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita". [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih]Abdurrazzaq[3] -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam "As Sunanul Kubra" [3/316]- meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Salman Al- Khair Radliallahu anhu, ia berkata :"Artinya : Agungkanlah Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira".Banyak orang awam yang menyelisihi dzikir yang diriwayatkan dari salaf ini dengan dzikir-dzikir lain dan dengan tambahan yang dibuat-buat tanpa ada asalnya. Sehingga Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam "Fathul Bari [2/536] :"Pada masa ini telah diada adakan suatu tambahan[4] dalam dzikir itu, yang sebenarnya tidak ada asalanya".[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid al-Halabi Al-Atsari hal. 19-22, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]_________Foote Note.[1]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" dan Al-Muhamili dalam "Kitab Shalatul 'Iedain" dengan isnad yang shahih akan tetapi hadits ini mursal. Namun memiliki pendukung yang menguatkannya. Lihat Kitab "Silsilah Al Hadits As-Shahihah" [170]. Takbir pada Idul Fithri dimulai pada waktu keluar menunaikan shalat Ied[2]. Silsilah Al Hadits As-Shahihah 91/121] Syaikh Al Alamah Hamud At-Tuwaijiri rahimahullah memiliki risalah tersendiri tentang pengingkaran takbir yang dilakukan secara berjamaah. Risalah ini sedang di cetak.[3]. Aku tidak melihatnya dalam kitabnya "Al Mushannaf".[4]. Bahkan tambahan yang banyak !!

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=26&bagian=0


Artikel Takbir Pada Idul Fithri Dan Idul Adha diambil dari http://www.asofwah.or.id
Takbir Pada Idul Fithri Dan Idul Adha.

Penjelasan Para Ulama Tentang Masalah Rajab

Kumpulan Artikel Islami

Penjelasan Para Ulama Tentang Masalah Rajab Penjelasan Para Ulama Tentang Masalah Rajab

Kategori Ar-Rasaa-il

Selasa, 9 Agustus 2005 07:26:52 WIBHADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN SHALAT DAN PUASA DI BULAN RAJABOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2PENJELASAN PARA ULAMA TENTANG MASALAH RAJAB[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang Rajab, Raghaa'ib adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu’at [II/123-126]][2]. Kata Imam an-Nawawy:â€Å"Shalat Raghaa-ib ini adalah satu bid’ah yang tercela, munkar dan jelek.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at [hal. 140]]Kemudian Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at berkata: â€Å"Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di awal Rajab, pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima dan tidak boleh diamalkan.” [ Lihat as-Sunan wal Mubtada’at [hal. 141]][3]. Kata Syaikh Muhammad Darwiisy al-Huut: â€Å"Tidak satupun hadits yang sah tentang bulan Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab.” [Lihat Asnal Mathaalib [hal. 157]][4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [wafat th. 728 H]: â€Å"Adapun shalat Raghaa'ib, tidak ada asalnya [dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam], bahkan termasuk bid’ah.... Atsar yang menyatakan [tentang shalat itu] dusta dan palsu menurut kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali disebutkan [dikerjakan] oleh seorang ulama Salaf dan para Imam...”Selanjutnya beliau berkata lagi: â€Å"Shalat Raghaa'ib adalah BID’AH menurut kesepakatan para Imam, tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyu-ruh melaksanakan shalat itu, tidak pula disunnahkan oleh para khalifah sesudah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula seorang Imam pun yang menyunnahkan shalat ini, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, Imam ats-Tsaury, Imam al-Auzaiy, Imam Laits dan selain mereka.Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma’ para Ahli Hadits. Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra’, Alfiah nishfu Sya’ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu dalam satu pekan, meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak diragukan lagi oleh orang yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut, semuanya adalah hadits palsu dan tidak ada seorang Imam pun [yang terkemuka] menyunnahkan shalat ini... Wallahu a’lam.” [Lihat Majmu’ Fataawa [XXIII/132, 134]][5]. Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah:â€Å"Semua hadits tentang shalat Raghaa'ib pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya semuanya adalah dusta [palsu] yang diada-adakan.” [Lihat al-Manaarul Muniif fish Shahiih wadh Dha’iif [hal. 95-97, no. 167-172] oleh Ibnul Qayyim, tahqiq: ‘Abdul Fattah Abu Ghaddah][6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan dalam kitabnya, Tabyiinul ‘Ajab bima Warada fii Fadhli Rajab:â€Å"Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula hadits yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam khusus di bulan Rajab.”[7]. Imam al-‘Iraqy yang mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa'ib adalah hadits maudhu’ [palsu]. [Lihat Ihya’ ‘Uluumuddin [I/202]][8]. Imam asy-Syaukani menukil perkataan ‘Ali bin Ibra-him al-‘Aththaar, ia berkata dalam risalahnya: â€Å"Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa Rajab, semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya [dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam].” [Lihat al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah [hal. 381]][9]. Syaikh Abdus Salam, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at menyatakan: â€Å"Bahwa membaca kisah tentang Isra’ dan Mi’raj dan merayakannya pada malam tang-gal dua puluh tujuh Rajab adalah BID’AH. Berdzikir dan mengadakan peribadahan tertentu untuk merayakan Isra’ dan Mi’raj adalah BID’AH, do’a-do’a yang khusus dibaca pada bulan Rajab dan Sya’ban semuanya tidak ada sumber [asal pengambilannya] dan BID’AH, sekiranya yang demikian itu perbuatan baik, niscaya para Salafush Shalih sudah melaksanakannya.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at [hal. 143]][10]. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz, ketua Dewan Buhuts ‘Ilmiyyah, Fatwa, Da’wah dan Irsyad, Saudi Arabia, beliau berkata dalam kitabnya, at-Tahdzir minal Bida’ [hal. 8]: â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak pernah mengadakan upacara Isra’ dan Mi’raj dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Jika peringatan malam tersebut disyar’iatkan, pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pasti diketahui dan masyhur, dan ten-tunya akan disampaikan oleh para Shahabat kepada kita...Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak memberi nasihat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik penyampaian dan telah menjalankan amanah Allah dengan sempurna.Oleh karena itu, jika upacara peringatan malam Isra’ dan Mi’raj dan merayakan itu dari agama Allah, ten-tunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, maka jelaslah bahwa upacara tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya dan Allah mengingkari siapa saja yang berani mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah:â€Å"Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu.” [Al-Maa-idah: 3]KHATIMAHOrang yang mempunyai bashirah dan mau mendengarkan nasehat yang baik, dia akan berusaha meninggalkan segala bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:â€Å"Artinya : Tiap-tiap bid’ah itu sesat dan tiap-tiap kesesatan di Neraka.”[HSR. An-Nasa'i [III/189] dari Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Sunan an-Nasa'i [I/346 no. 1487] dan Misykatul Mashaabih [I/51]]Para ulama, ustadz, kyai yang masih membawakan hadits-hadits yang lemah dan palsu, maka mereka digo-longkan sebagai pendusta.Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Dari Samurah bin Jundub dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: â€Å"Barang-siapa yang menceritakan satu hadits dariku, padahal dia tahu bahwa hadits itu dusta, maka dia termasuk salah seorang dari dua pendusta.” [HSR. Ahmad [V/20], Muslim [I/7] dan Ibnu Majah [no. 39]]MARAJI’[1]. Shahih al-Bukhari.[2]. Shahih Muslim.[3]. Sunan an-Nasaa-i.[4]. Sunan Ibni Majah.[5]. Musnad Imam Ahmad.[6]. Shahih Ibni Hibban.[7]. Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H.[8]. Maudhu’atush Shaghani.[9]. Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.[10]. Al-Maudhu’at, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.[11]. Mizaanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.[12]. Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’, oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky.[13]. Al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh asy-Syaukany, tahqiq: Syaikh ‘Abdurrahman al-Ma’allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.[14]. Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at, oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani.[15]. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.[16]. Adh-Dhu’afa wa Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.[17]. At-Taghib wat Tarhib, oleh Imam al-Mundziri.[18]. Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.[19]. Al-Laali al-Mashnu’ah, oleh al-Hafizh as-Suyuthy.[20]. Adh-Dhu’afa wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.[21]. Al-Jarhu wat Ta’dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.[22]. As-Sunan wal Mubtada’at, oleh Muhammad Abdus Salam Khilidhir.[23]. Asnal Mathaalib fii Ahaadits Mukhtalifatil Maraatib, oleh Muhammad Darwisy al-Huut.[24]. Majmu’ Fataawa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.[25]. Al-Manaarul Muniif fis Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.[26]. Tabyiinul ‘Ajab bimaa Warada fiii Fadhli Rajab, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.[27]. Ihya’ ‘Uluumuddin, oleh Imam al-Ghazzaly.[28]. At-Tahdziir minal Bida’, oleh Imam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.[29]. Misykaatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, takhrij: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1525&bagian=0


Artikel Penjelasan Para Ulama Tentang Masalah Rajab diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penjelasan Para Ulama Tentang Masalah Rajab.

Dan Sebahagian Besar Manusia Tidak Akan Beriman, Walaupun Kamu Sangat Menginginkannya

Kumpulan Artikel Islami

Dan Sebahagian Besar Manusia Tidak Akan Beriman, Walaupun Kamu Sangat Menginginkannya Dan Sebahagian Besar Manusia Tidak Akan Beriman, Walaupun Kamu Sangat Menginginkannya

Kategori Al-Qur'an - Tanya Jawab

Kamis, 3 Februari 2005 08:14:38 WIBDAN SEBAHAGIAN BESAR MANUSIA TIDAK AKAN BERIMAN, WALAUPUN KAMU SANGAT MENGINGINKANNYA [YUSUF : 103]OlehSyaikh Abdul Aziz bin Baz

>> Pertanyaan :Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Manusia mendapatkan hidayah merupakan hasil dari tersebarnya ilmu syar'i di tengah-tengah manusia. Namun realita menunjukkan, bahwa kebatilan lebih banyak tersebar melalui media massa dan semua sarana informasi serta kurikulum-kurikulum pendidikan. Apa peran para ulama dan dai sehubungan dengan hal iniJawaban.Realita ini melanda luas di semua masa untuk suatu hikmah yang dikehendaki Allah Saw, sebagaimana firmanNya."Artinya : Dan sebagian besar manusia tidakakan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya." [Yusuf : 103]Dan firmanNya."Artinya : Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." [Al-An'am: 116]Kondisinya berbeda-beda. Di suatu negeri terjadi banyak kebatilan, di negeri lainnya sedikit, di suatu kabilah banyak, di kabilah lainnya sedikit. Tapi secara umum, di seluruh dunia, mayoritas manusia tidak berada di atas jalur petunjuk. Namun ini pun berbeda-beda kondisinya di setiap negara, negeri, desa dan kabilah.Seharusnya para ahli ilmu bersemangat, jangan sampai para ahli kebatilan lebih bersemangat, bahkan seharusnya mereka lebih bersemangat daripada para ahli kebatilan, untuk menanamkan kebenaran dan menyerukannya di mana saja; di jalanan, di mobil, di pesawat terbang, di pesawat luar angkasa, di rumahnya dan di setiap tempat, hendaknya mereka senantiasa mengingkari kemungkaran dengan cara yang lebih baik dan mengajar dengan cara yang lebih baik, dengan metode yang baik, halus dan lembut. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman."Artinya : Serulah [manusia] kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." [An-Nahl: 125]Dalam ayat lainnya Allah menyebutkan."Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan din dari sekelilingmu." [Ali Imran: 159]Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda."Artinya : Barangsiapa menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang melakukannya.”[1]Dalam sabda lainnya beliau menyebutkan."Artinya : Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali ia akan membaguskannya, dan tidaklah [kelembutan] itu tercabut dari sesuatu, kecuali akan memburukkannya."[2]Para ahli ilmu tidak boleh berdiam diri dan membiarkan pelaku kejahatan, pelaku bid'ah dan orang jahil. Sungguh ini kesalahan besar dan merupakan penyebab tersebarnya keburukan, bid'ah, tertutupinya kebaikan serta sedikit dan tersembunyinya As-Sunnah.Hendaknya para ahli ilmu berbicara tentang kebenaran dan menyerukannya serta mengingkari kebatilan dan memperingatkannya, hendaknya itu dilakukan berdasarkan ilmu danhujjah yang nyata, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Katakanlah, 'Inilah jalan [agama]ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak [kamu] kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf: 108]Yakni dengan memperhatikan faktor-faktor pencapaian ilmu, yaitu bejalar kepada ahli ilmu, berkonsultasi kepada mereka mengenai kesulitan yang dihadapi, menghadiri halaqah-halaqah keilmuan, memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim dan menghayatinya serta mengkaji hadits-hadits shahih, sehingga bisa bermanfaat dan ilmunya menyebar sebagaimana saat memperolehnya dari para ahlinya yang disertai dengan dalil dan keikhlasan, niat yang baik dan kerendahan hati. Di samping itu hendaknya pula antusias untuk menyebarkan ilmu dengan segala aktifitas dan kekuatan. Jangan sampai kalah semangat oleh para ahli kebatilan dalam menyebarkan kebatilan, dan senantiasa berambisi untuk memberikan manfaat bagi kaum muslimin dalam urusan agama dan dunia mereka.Itulah tugas para ulama, tua maupun muda, di mana saja. Yaitu, menyebarkan kebenaran disertai dalil-dalil syar'iyah, memotivasi manusia untuk melaksanakannya, mengeluarkan mereka dari kebatilan dan memperingatkannya, hal ini sebagai pelaksa-naan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa." [Al-Ma'idah: 2]Dan firmanNya."Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." [Al-'Ashr: 1-3]Demikianlah seharusnya para ahli ilmu, di mana saja mengajak manusia ke jalan Allah, membimbing ke arah kebaikan, loyal terhadap Allah dan menasehati para hambaNya, bersikap lembut dalam menyampaikan apa yang diperintahkan kepada mereka dan apa yang dilarang pada mereka serta dalam segala hal yang diserukan agar seruannya berhasil sehingga semuanya memperoleh keberuntungan dan akibat yang terpuji serta selamat dari reka perdaya musuh-musuh. Wallahul musta 'an.[Majalah Al-Buhuts, edisi 36, hal. 125, Syaikh Ibnu Baz]Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]_________Foote Note[1]. HR. Muslim dalam Al-Imarah [1893].[2]. HR. Muslim dalam Al-Birr wash Shilah [2594].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1331&bagian=0


Artikel Dan Sebahagian Besar Manusia Tidak Akan Beriman, Walaupun Kamu Sangat Menginginkannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Dan Sebahagian Besar Manusia Tidak Akan Beriman, Walaupun Kamu Sangat Menginginkannya.

Kondisinya Persis Seperti Yang Didoakan Terhadapnya

Kumpulan Artikel Islami

Kondisinya Persis Seperti Yang Didoakan Terhadapnya Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Sa'id bin Zaid-salah seorang dari sepuluh orang yang diberitakan Rasulullah masuksurga- mengalami suatu kejadian yang membuat penduduk Yatsrib [Madinah]sejak dulu hingga kini masih memperbincangkan dan mengenangnya.

Yaitu kisah Arwa binti Uwais yang mengklaim bahwa Sa'id bin Zaid telahmencaplok sebagian dari tanahnya. Ia lantas menyebar-nyebarkan beritakepada setiap orang. Tak berapa lama, perkaranya sampai kepada Marwanbin al-Hakam, penguasa Madinah kala itu. lalu Marwan mengirim utusanagar mengatakan tentang hal itu kepada Sa'id. Maka, terbebanilahpikiran shahabat Rasulullah ini sembari berkata, Mereka mengira akulah yang menzhaliminya! Padahal aku telah mendengarRasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda [artinya],

'Barangsiapa mencaplok sebidang tanah secara zhalim, maka dia akandihimpit [dikalungkan] dari tujuh lapis bumi pada hari Kiamat.' [HR.Muslim]

Ya Allah, sesungguhnya dia mengklaim bahwa aku telah menzhaliminya.Jika dia berdusta, maka butakanlah penglihatannya dan lemparkanlah disumur yang dipermasalahkannya terhadapku serta tampakkanlah cahayapada tanah yang menjadi hakku sehingga menjelaskan kepada kaumMuslimin bahwa aku tidak pernah menzhaliminya.

Maka tidak berapa dari itu, meluaplah lembah 'Aqîq yang belum pernahterjadi seperti itu sebelumnya, lalu tersingkaplah batas tanah yangdiperselisihkan keduanya dan tampak pulalah bagi kaum Muslimin bahwaSa'id berada di pihak yang benar.

Dan tak berapa dari itu pula, lebih kurang sebulan kemudian, Arwabenar-benar menjadi buta. Kemudian tatkala dia sedang berkeliling ditanah yang diperselisihkannya itu, tiba-tiba dia terjatuh di sumurnyatersebut.

'Abdullah bin 'Umar berkata, Ketika kami masih kecil, kami seringmendengar seseorang berkata kepada yang lainnya, 'Semoga Allahmembutakanmu sebagaimana Dia membutakan Arwa'.

Tentunya kejadian seperti itu tidaklah aneh, sebab RasulullahShallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda [artinya],Takutlah doa orang yang teraniaya/dizhalimi, karena sesungguhnyaantara doa tersebut dan Allah tidak terdapat penghalang. [HR.Muslim]

Nah, apa lagi bila yang dizhalimi itu Sa'id bin Zaid, salah seorangdari sepuluh orang yang sudah dijamin masuk surga, apa jadinya.

[SUMBER: Kitab Nihâyah azh-Zhâlimîn, karya Ibrahim bin 'Abdullahal-Hâzimiy, Juz.I, h.20-22]

Artikel Kondisinya Persis Seperti Yang Didoakan Terhadapnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kondisinya Persis Seperti Yang Didoakan Terhadapnya.

Takut Kepada Allah

Kumpulan Artikel Islami

Takut Kepada Allah

>> Pertanyaan :

Saya adalah seorang guru di madrasah ibtidaiyyah, dan sungguh sayabersyukur kepada Allah atas segala karunia-Nya padaku, dan sungguhsaya senang dengan tugasku ini, akan tetapi sesuatu yang membuat sayabingung adalah bahwa saya selalu berusaha untuk selalu meng-esa-kanAllah dan untuk selalu takut kepadanya saja tidak yang lain, bahkansaya berharap kepada Allah agar hal ini bukanlah riya', sungguh sayaselalu mengesakan Allah dan takut kepada-Nya dan selalu mencarihal-hal yang diridhai-Nya untuk melaksanakannya, dan hal-hal yangdimurkai-Nya untuk selalu menjauhinya, dan satu-satunya keinginankupada saat ini adalah mencari hal-hal yang berkenaan dengan syirik agarsaya dapat menjauhinya. Sebagaimana telah saya sebutkan , bahwa sayaadalah seorang guru yang mengikhlaskan segala amalku untuk Allah danAllah Maha Mengetahui, akan tetapi setiap saya mendengar akankedatangan seorang pejabat yaitu seorang penilik yang ditugaskan untukmengawasi pelaksanaan program sekolah, saya dihinggapi rasa takutseperti takutnya seorang mu'min yang berdiri dihadapan Rabb-nya, rasatakut seperti takutnya seseorang kepada Allah yaitu saya merasa pucatyang tampak di mukaku, saudara-saudaraku, bukankah berarti saya telahberbuat syirik dengan takut kepada orang ini yang tidak punya daya danupaya bahkan dari orang yang tidak takut kepada Allah !saudara-saudaraku, berilah nasihat kepadaku kepada jalan yang lurus,jika hal ini telah menjerumuskan saya pada perbuatan syirik, sungguhkepedihan hampir mencabik-cabik lubuk hatiku, lebih jelas lagi bahwasaya ketika mengetahui kedatangan penilik tersebut berusahamelipatgandakan segala dayaku, berilah saya nasihat dan bimbinglahsaya ke jalan yang lurus, semoga Allah membalas kamu sekalian dengankebaikan !?

>> Jawaban :

Takut kepada Allah termasuk kedudukan dalam Agama Islam yang palingutama dan paling agung, dan takut itu adalah macam ibadah yangdiperintahkan oleh Allah untuk memurnikannya hanya untuk Allah, Allahberfirman : [ karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapitakutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.] [QS.3:175] Dan Allah menjanjikan mereka yang merealisasikan takutnyakepada Allah dengan dua surga. Allah berfirman : Dan bagi orang yangtakut saat menghadap Rabbnya ada dua surga. [QS. 55:46] Dan Allahmemuji para malaikat karena mereka selalu takut kepada Rabb merekayang berada di atas mereka, Allah berfirman : Mereka takut kepada Rabbmereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yangdiperintahkan [kepada mereka], [QS. 16:50] Dan lainnya dari ayat-ayatal-Qur'an banyak sekali. Dan syaikh Abdur Rahman bin Hasan telahmenyebutkan dalam kitabnya [ Fathul Majid ] tiga macam takut : Pertama: Rasa takut sirr [ yang tersembunyi ] yaitu dia takut kepada selainAllah seperti patung, Thaghut, takut selain Allah tersebut akanmenimpakan sesuatu yang tidak disukainya kepadanya, sebagaimana Allahberfirman tentang kaum Nabi Huud 'alaihissalam bahwa mereka berkata :Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telahmenimpakan penyakit gila atas dirimu . Huud menjawab: Sesungguhnya akubersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwasesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, [QS.11:54] dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanyaterhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. [QS. 11:55]dan firman-Nya : Dan mereka mempertakuti kamu dengan [sembahan-sembahan]yang selain Allah Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidakseorangpun pemberi petunjuk baginya. [QS. 39:36] dan hal inilah yangterjadi pada orang-orang yang menyembah kubur dan lain-lainnya darisesembahan selain Allah, mereka takut kepadanya [ kuburan dansesembahan selain Allah ] dan menakut-nakuti ahli Tauhid, jika mereka[ ahlu tauhid ] mengingkari penyembahan kepada sesembahan mereka, danmemerintahkan untuk memurnikan ibadah untuk Allah, dan macam rasatakut ini bertentangan dengan Tauhid [ peng-esa-an Allah ]. Kedua :Seseorang meninggalkan kewajibannya karena takut kepada sebagianmanusia, maka hal ini adalah haram, hal ini termasuk perbuatan syirikyang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid, dan inilah sebabturunnya ayat-ayat di bawah ini : [Yaitu] orang-orang [yang menta'atiAllah dan Rasul] yang kepada mereka ada orang-orang yangmengatakan: Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untukmenyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka , maka perkataan itumenambah keimanan mereka dan mereka menjawab: Cukuplah Allah menjadiPenolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung . [QS. 3:173]Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia [yang besar] dari Allah,mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaanAllah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. [QS. 3:174]Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yangmenakut-nakuti [kamu] dengan kawan-kawannya [orang-orang musyrikQuraisy], karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapitakutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. [QS.3:175] Ketiga : rasa takut biasa [ tabi'i. ] yaitu seperti takut darimusuh, binatang buas atau lainnya dan hal ini tidak tercela,sebagaimana Allah berfirman menceritakan kisah Nabi Musa 'alaihissalam: Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggudengan khawatir, ... [QS. 28:21] [ Fathul Majid. Hal 281 ]. Dari sinitampak bahwa rasa takut kamu dari penilik adalah termasuk rasa takutyang ketiga [ rasa takut tabi'I], oleh karena itu kamu harus selalumemurnikan [ikhlas] perbuatan kamu, baik penilik itu datang atau tidak,dan agar kamu selalu melipatgandakan usaha kamu dalam mengajar parapelajar apa-apa yang bermanfaat bagi mereka dan hendaklah kamumenguatkan imanmu dengan memperbanyak membaca al-Qur'an,merenungkannya dan mengamalkannya serta melaksanakan shalat padawaktunya dan melaksanakan syari'at Islam lainnya. Dan kami memohonkepada Allah untuk kami dan kamu ketetapan hati dan bimbingan untukselalu beramal shalih. Fatwa Lajnah Daimah, Jld I/361-365

Artikel Takut Kepada Allah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Takut Kepada Allah.