Senin, 12 Mei 2008

Berbuka Puasa 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Berbuka Puasa 1/2 Berbuka Puasa 1/2

Kategori Puasa

Rabu, 20 Oktober 2004 12:46:13 WIBBERBUKA PUASAOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidBagian Pertana dari Dua Tulisan 1/2[1]. Kapan Orang Yang Puasa Berbuka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam" [Al-Baqarah : 187]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkan dengan datangnya malam dan perginya siang serta sembunyinya bundaran matahari. Kami telah membawakan [penjelasan ini pada pembasahan yang telah lalu,-ed] agar menjadi tenang hati seorang muslim yang mengikuti sunnatul huda.Wahai hamba Allah, inilah perkataan-perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ada di hadapanmu dapatlah engkau membacanya, dan keadaannya yang sudah jelas dan telah engkau ketahui, serta perbuatan para sahabatnya, Radhiyallahu 'anhum telah kau lihat, mereka telah mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.Syaikh Abdur Razaq telah meriwayatkan dalam Mushannaf 7591 dengan sanad yang dishahihkan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Bari 4/199 dan al-Haitsami dalam Majma' Zawaid 3/154 dari Amr bin Maimun Al Audi [http://www.ntsearch.com/search.phpq=Audi&v=56]."Para sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling bersegera dalam berbuka dan paling akhir dalam sahur"[2]. Menyegerakan BerbukaWahai saudaraku seiman, wajib atasmu berbuka ketika matahari telah terbenam, janganlah dihiraukan oleh rona merah yang masih terlihat di ufuk, dengan ini berarti engkau telah mengikuti sunnah Rasuullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyelisihi Yahudi dan Nasrani, karena mereka mengakhirkan berbuka. Pengakhiran mereka itu sampai pada waktu tertentu yakni hingga terbitnya bintang. Maka dengan mengikuti jalan dan manhaj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti engkau menampakkan syiar-syiar agama, memperkokoh petunjuk yang kita jalani, yang kita harapkan jin dan manusia berkumpul diatasnya. Hal-hal tersebut dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada pargraf-paragraf yang akan datang.[a]. Menyegerakan Buka Berarti Menghasilkan Kebaikan.Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Senantiasa manusia di dalam kebaikan selama menyegerakan bebuka" [Hadits Riwayat Bukhari 4/173 dan Muslim 1093][b]. Menyegerakan Berbuka Adalah Sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallamJika umat Islamiyah menyegerakan berbuka berarti mereka tetap di atas sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan manhaj Salafus Shalih, dengan izin Allah mereka tidak akan tersesat selama "berpegang dengan Rasul mereka [dan] menolak semua yang merubah sunnah".Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Umatku akan senantiasa dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu bintang ketika berbuka [puasa]" [1].[c]. Menyegerakan Buka Berarti Menyelisihi Yahudi dan NashraniTatkala manusia senantiasa berada di atas kebaikan dikarenakan mengikuti manhaj Rasul mereka, memelihara sunnahnya, karena sesungguhnya Islam [senantiasa] tetap tampak dan menang, tidak akan memudharatkan orang yang menyelisihinya, ketika itu umat Islam akan menjadi singa pemberani di lautan kegelapan, tauladan yang baik untuk diikuti, karena mereka tidak menjadi pengekor orang Timur dan Barat, [yaitu] pengikut semua yang berteriak, dan condong bersama angin kemana saja angin bertiup.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Agama ini akan senantiasa menang selama manusia menyegerakan berbuka [2], karena orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkannya" [Hadits Riwayat Abu Dawud 2/305, Ibnu Hibban 223, sanadnya Hasan]Kami katakan :Hadits-hadits di atas mempunyai banyak faedah dan catatan-catatan penting, sebagai berikut.Kemenangan agama ini dan berkibarnya bendera akan tercapai dengan syarat menyelisihi orang-orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab, ini sebagai penjelasan bagi umat Islam, bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan yang banyak, jika membedakan diri dan tidak condong ke Barat ataupun ke Timur, menolak untuk mengekor Kremlin atau mencari makan di Gedung Putih -mudah-mudahan Allah merobohkannya-, jika umat ini berbuat demikian mereka akan menjadi perhiasan diantara umat manusia, jadi pusat perhatian, disenangi oleh semua hati. Hal ini tidak akan terwujud, kecuali dengan kembali kepada Islam, berpegang dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam masalah Aqidah dan Manhaj.Berpegang dengan Islam baik secara global maupun rinci, berdasarkan firman Allah : "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu dalam Islam secara kaffah" [Al-Baqarah : 208] Atas dasar inilah, maka ada yang membagi Islam menjadi inti dan kulit, [ini adalah pembagian] bid'ah jahiliyah modern yang bertujuan mengotori fikrah kaum muslimin dan memasukkan mereka ke dalam lingkaran kekhawatiran. [Hal ini] tidak ada asalnya dalam agama Allah, bahkan akhirnya akan merembet kepada perbuatan orang-orang yang dimurkai Allah, [yaitu] mereka yang mengimani sebagian kitab dan mendustakan sebagian yang lainnya ; Kita diperintah untuk menyelisihi mereka secara global maupun terperinci, dan sungguh ! kita mengetahui buah dari menyelisihi Yahudi dan Nasrani adalah tetap [tegak]nya agama lahir dan batin.Dakwah ke jalan Allah dan memberi peringatan kepada mukminin tidak akan terputus, perkara-perkara baru yang menimpa umat Islam tidak menyebabkan kita memilah syiar-syiar Allah, jangan sampai kita mengatakan seperti perkataan kebanyak mereka : "Ini perkara-perkara kecil, furu'. khilafiyah dan hawasyiyah, kita wajib meninggalkannya, kita pusatkan kesungguhan kita untuk perkara besar yang memecah belah shaf kita dan mencerai beraikan barisan kita.Perhatikan wahai kaum muslimin, da'i ke jalan Allah di atas basyirah, engkau telah tahu dari hadits-hadits yang mulia bahwa jayanya agama ini bergantung pada disegerakannya berbuka puasa yang dilakukan tatkala lingkaran matahari telah terbenam, Maka bertaqwalah kepada Allah [wahai] setiap orang yang menyangka berbuka ketika terbenamnya matahari adalah fitnah, dan seruan untuk menghidupkan sunnah ini adalah dakwah yang sesat dan bodoh, menjauhkan umat Islam dari agamanya atau menyangka [hal tersebut] sebagai dakwah yang tidak ada nilainya, [yang] tidak mungkin seluruh muslimin berdiri di atasnya, karena hal itu adalah perkara furu', khilafiyah atau masalah kulit!! Walaa haula walaa quwwata illa billah.[d]. Berbuka Sebelum Shalat MaghribRasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka sebelum shalat Maghrib[3] karena menyegerakan berbuka termasuk akhlaknya para nabi. Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'anhu."Tiga perkara yang merupakan akhlak para nabi : menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan di atas tangan kiri dalam shalat" [4][Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]________Foote Note.[1]. Hadits Riwayat Ibnu Hibban [891] dengan sanad Shahih, asalnya -telah lewat dalam shahihain- Kami katakan : Syia'h Rafidhoh telah mencocoki Yahudi dan Nasrani dalam mengakhirkan buka hingga terbitnya bintang. Mudah-mudahan Allah melindungi kita semua dari kesesatan.[2]. Hal ini bukan berarti, jika manusia telah terlena dengan dunianya hingga mereka mengakhirkan buka mengikuti Yahudi dan Nasrani, kemudian agama ini menjadi kalah, tidak demikian keadaannya, Islam senantiasa akan menang kapanpun juga, dan dimanapun tempatnya. Wallahu a'lam, -ed[3]. Hadits Riwayat Ahmad [3/164], Abu Dawud [2356] dari Anas dengan sanad Hasan.[4]. Hadits Riwayat Thabrani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma [2/105] dia berkata : "..... marfu' dan mauquf shahih adapaun yang marfu' ada perawi yang tidak aku ketahui biografinya". Aku katakan Mauquf -sebagaimana telah jelas- mempunyai hukum marfu'

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1120&bagian=0


Artikel Berbuka Puasa 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berbuka Puasa 1/2.

Masa Depan Islam

Kumpulan Artikel Islami

Masa Depan Islam Masa Depan Islam

Kategori Manhaj

Sabtu, 3 Juli 2004 22:51:05 WIBMASA DEPAN ISLAMOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniAllah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya [dengan membawa] petunjuk [Al-Qur'an] dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai". [At-Taubah : 33].Kita patut merasa gembira dengan janji yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui firman-Nya itu, bahwa Islam dengan kearifan dan kebijkasanaannya mampu mengalahkan agama-agama lain. Namun tidak sedikit yang mengira bahwa janji tersebut telah terwujud pada masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, masa Khulafaur Rasyidin, dan pada masa-masa khalifah sesudahnya yang bijaksana. Padahal kenyataannya tidak demikian. Yang sudah terealisasi saat itu hanyalah sebagian kecil dari janji di atas, sebagaimana di isyaratkan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, melalui sabdanya :"Artinya : Malam dan siang tidak akan sirna sehingga Al-Lata dan Al-Uzza telah disembah. Lalu Aisyah bertanya : 'Wahai Rasul, sungguh aku mengira bahwa tatkala Allah menurunkan firman-Nya : "Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya [dengan membawa] petunjuk [Al-Qur'an] dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai, hal ini itu telah sempurna [realisasinya]". Beliau menjawab : "Hal itu akan terealisasi pada saat yang ditentukan oleh Allah".Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam-Imam yang lain. Saya telah mentakhrijnya di dalam kitab saya Tahdzirus Sajid Min Ittkhadzil Qubur Masajida [Peringatan Bagi Yang Sujud Untuk Tidak Menjadikan Makam Sebagai Masjid, hal : 122].Banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan masa kemenangan Islam dan tersebarnya ke berbagai penjuru. Dari hadits-hadits itu tidak diragukan lagi bahwa kemenangan Islam di masa depan semata-mata atas izin pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan catatan harus tetap kita perjuangkan, itu yang penting. Berikut ini akan saya tampilkan beberapa hadits yang saya harapkan dapat membakar semangat para pejuang Islam dan dapat dijadikan argumentasi untuk menyadarkan mereka yang fatalis tanpa mau berjuang sama sekali."Artinya : Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menghimpun [mengumpulkan dan menyatukan] bumi ini untukku. Oleh karena itu, aku dapat menyaksikan belahan bumi Barat dan Timur. Sungguh kekuasaan umatku akan sampai ke daerah yang dikumpulkan [diperlihatkan] kepadaku itu".Hadist tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim [8/171], Imam Abu Daud [4252], Imam Turmudzi [2/27] yang menilainya sebagai hadits shahih. Imam Ibnu Majah [2952] dan Imam Ahmad dengan dua sanad. Pertama berasal dari Tsaubah [5/278] dan kedua dari Syaddad bin Aus [4/132], jika memang haditsnya mahfuzh [terjaga].Ada hadits-hadits lain yang lebih jelas dan luas yaitu :"Artinya : Sungguh agama Islam ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang. Allah tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali memasukkan agama ini ke daerah itu, dengan memuliakan yang mulia dan merendahkan yang hina. Yakni memuliakan dengan Islam dan merendahkannya dengan kekufuran".Hadits ini diriwayatkan oleh sekelompok Imam yang telah saya sebutkan di dalam kitab At-Tahdzir [hal. 121]. Sementara Imam Ibnu Hibban meriwayatkannya di dalam kitab Shahih-nya [1631, 1632]. Sedang Imam Abu 'Arubah meriwayatkannya di dalam kitab Al-Muntaqa minat-Thabaqat [2/10/1].Tidak diragukan lagi bahwa tersebarnya agama Islam kembali kepada umat Islam sendiri. Oleh karena itu mereka harus memiliki kekuatan moral, material dan persenjataan hingga mampu melawan dan mengalahkan kekuatan orang-orang kafir dan orang-orang durhaka. Inilah yang dijanjikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Qubai. Ia menuturkan : "[Pada suatu ketika] kami bersama Abdullah Ibnu Amer Ibnu Al-Ash. Dia ditanya tentang mana yang akan terkalahkan lebih dahulu, antara dua negeri. Konstantinopel atau Rumawi. Kemudian ia meminta petinya yang sudah agak lusuh. Lalu ia mengeluarkan sebuah kitab." Abu Qubail melanjutkan kisahnya : Lalu Abdullah menceritakan : [1] "Suatu ketika, kami sedang menulis di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba beliau ditanya : "Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Rumawi . " Beliau menjawab : "Kota Heraclius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu". Maksudnya adalah Konstantinopel".Hadit ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad [II/176], Ad-Darimi [I/126], Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Muhson [II/47, 153], Abu Amer Ad-Dani di dalam As-Sunanul Waridah fil-Fitan [hadits-hadits tentang fitnah], Al-Hakim [III/422 dan IV/508] dan Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam Kitabul Ilmi [II/30]. Abdul Ghani bahwa hadits ini hasan sanadnya. Sedangkan Imam Hakim menilainya sebagai hadits shahih. Penilaian Al-Hakim itu juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi.Kata Rumiyyah dalam hadits di atas maksudnya adalah Roma, ibu kota Italia sekarang ini, sebagaimana bisa kita lihat di dalam Mu'jamul Buldan [Ensiklopedi Negara].Sebagaiman kita ketahui, bahwa kemenangan pertama ada di tangan Muhammad Al-Fatih Al-Utsmani. Hal itu terjadi lebih dari delapan ratus tahun setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyabdakan hadits di atas. Kemenangan keduapun akan segera terwujud atas seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman-Nya."Artinya : Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui [kebenaran] berita Al-Qur'an setelah beberapa waktu lagi". [Shaad : 88]Tidak diragukan lagi bahwa kemenangan kedua mendorong adanya kebutuhan terhadap Khalifah yang tangguh. Hal inilah yang telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui sabdanya."Artinya : Kenabian telah terwujud di antara kamu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendak-Nya, setelah itu ada Khilafah yang sesuai dengan kenabian tersebut, sesuai dengan kehendak-Nya pula. Kemudian Dia akan menghapusnya juga sesuai dengan kehendak-Nya. lalu ada Raja yang gigih [berpegang teguh dalam memperjuangkan Islam], sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu ada seorang Raja diktator bertangan besi, dan semua berjalan sesuai dengan kehendak-Nya pula. Lalu Dia akan menghapusnya jika menghendaki untuk menghapusnya. Kemudian ada Khilafah yang sesuai dengan tuntunan Nabi. Lalu Dia diam".Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad [IV/273]. Kami mendapatkan riwayat dari Sulaiman bin Dawud Ath-Thayalisi, juga dari Dawud bin Ibrahim Al-Wasithi, Hubaib bin Salim, dan Nu'man bin Basyir yang mengisahkan, "kami sedang duduk di masjid. Basyir adalah seorang yang sering menyembunyikan haditsnya. Lalu datanglah Abu Tsa'labah Al-Khasyafi dan bertanya : Wahai Basyir bin Sa'id, apakah engkau menghafal hadits Rasul tentang Umara Tetapi kemudian, Khudzaifahlah yang justru menjawab : "Saya menghafal khutbahnya".Mendengar itu kemudian Abu Tsa'labah duduk, sementara Khudzaifah selanjutnya meriwayatkan hadits itu secara marfu'.Hubaib mengomentarai dengan menceritakan : "Tatkala Umar bin Abdul Aziz mulai tampil dan saya mengetahui bahwa Yazid bin Nu'am bin Basyir menjadi pengikutnya, maka saya menulis surat kepadanya, berisikan tentang hadist ini. Saya memperingatkan dengan mengatakan kepadanya : Saya berharap agar beliau [Umar bin Abdul Aziz] benar-benar bisa menjadi Amirul Mu'minin setelah adanya raja yang gigih memperjuangkan agama sebelum dia naik tahta. Lalu surat saya itu disampaikan kepada Umar bin Abdul Aziz. Dia merasa gembira dan mengaguminya.Melalui sanad Ahmad, hadist itu juga dirwayatkan oleh Al-Hafidzh Al-Iraqi di dalam Mahajjatul-Ghurab ila Mahabbatil-Arab [II/17]. Selanjutnya Al-Hafidz mengatakan :"Status hadits ini shahih. Ibrahim bin Dawud Al-Wasithi dinilai tsiqah [baik akhlaknya dan kuat ingatannya] oleh Abu Dawud, Ath-Thayalisi dan Ibnu Hibban. Sedangkan perawi-perawi yang lain bisa dibuat hujjah di dalam menetapkan hadits shahih".Yang dimaksud Al-Hafidzh ini adalah yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim, tetapi mengenai Hubaib oleh Al-Bukhari dinilainya dengan "fihi nadharun" [ungkapan yang menunjukkan masih diragukannya keabsahan seorang perawi]. Sedanglan Ibnu Addi mengatakan : Dalam matan hadits yang diriwayatkannya [Hubaib] tidak terdapat hadits munkar [hadits yang ditolak], tetapi ia telah memutarbalik sanadnya [mudhtharib]. Akan tetapi Abu Hatim, Abu Dawud dan Ibnu Hibban menilainya tsiqah. Oleh karena itu, setidak-tidaknya nilai haditsnya adalah hasan. Bahkan Al-Hafidzh menialinya La ba'sa bihi [Lafazh ta'dil tingkat ke empat]. Perawi yang dinilai dengan lafazh pada tingkat ini haditsnya bisa dipakai, tetapi harus dilihat kesesuainya dengan perawi-perawi lain yang dhabit [kuat ingatannya], sebab lafazh itu tidak menunjukkan ke-dhabit-an seorang perawi. [penerjemah].Hadits yang senada [Asy-Syahid] disebutkan di dalam musnad karya Ath-Thayalis [Nomor : 438] : "Saya diberi riwayat oleh Dawud Al-Wasithi -ia adalah orang yang tsiqah-, ia menceritakan : "Saya mendengar hadits itu dari Hubaib bin Salim. Tetapi dalam matan hadits tersebut ada yang tercecer matannya. Tapi kemudian ditutup [dilengkapi] dengan hadits dari Musnad Ahmad.Al-Haitsami di dalam kitabnya Al-Majma' [V/189] menjelaskan : "Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sedangkan Al-Bazzar juga meriwayatkan, namun lebih sempurna lagi. Imam Ath-Thabrani juga meriwayatkan sebagian dalam kitabnya Al-Ausath dan perawi-perawinya adalah tsiqah".Dengan demikian menurut saya, kecil sekali kemungkinannya hadits tersebut diriwayatkan oleh Umar bin Abdul Aziz, sebab masa pemerintahannya adalah setelah masa Khulafaur Rasyidin, yang jaraknya setelah dua masa pemerintahan dua orang raja. [2].Selanjutnya hadits yang berisi tentang berita gembira dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai kembalinya kekuasaan kepada kaum Muslimin dan tersebarnya pemeluk Islam di seluruh penjuru dunia hingga dapat membantu tercapainya tujuan Islam dan menciptakan masa depan yang prospektif dan membanggakan hingga meliputi bidang ekonomi dan pertahanan. Hadits yang dimaksud adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum tanah Arab menjadi tanah lapang yang banyak menghasilkan komoditas penting dan memiliki pengairan yang memadai".Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim [3/84], Imam Ahmad [2/703, 417], dan Imam Hakim [4/477], dari hadits Abu Hurairah.Berita-berita gembira itu mulai terealisasi di beberapa kawasan Arab yang telah diberi karunia oleh Allah berupa alat-alat untuk menggali sumber air di dalam gurun pasir. Di sana bisa kita lihat adanya inisiatif untuk mengalirkan air dari sungai Eufrat ke Jazirah Arab. Saya membaca berita ini dari beberapa surat kabar lokal. Hal itu mungkin akan menjadi kenyataan. Dan selang beberapa waktu kelak, akan benar-benar terwujud dan bisa kita buktikan.Selanjutnya yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan masalah ini adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Tidak akan datang kepadamu suatu masa, kecuali masa sesudahnya akan lebih buruk, sampai kalian bertemu dengan Tuhanmu, [yakni datangnya kiamat]".Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Fitan, dari hadits Anas, secara marfu'.Hadits ini selayaknya dipahami dengan membandingkan hadits-hadits lain yang terdahulu dan hadits lain [yang ada hubungannya]. Seperti halnya hadits-hadits tentang Al-Mahdi dan turunnya Nabi Isa 'Alaihis sallam. Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa hadits ini tidak mempunyai arti secara umum, tetapi mempunyai arti khusus [sempit]. Oleh karena itu, kita tidak boleh memahaminya secara umum [apa adanya], sehingga menimbulkan keputusasaan yang merupakan sifat yang harus dibuang jauh dari orang mukmin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". [Yusuf : 87].Saya senantiasa memohon ke haribaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, semoga Dia berkenan menjadikan kita sebagai orang-orang yang benar-benar mukmin.[Disalin dari buku Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah wa Syaiun Min Fiqhiha wa Fawaaidiha, edisi Indonesia Silsilah Hadits Shahih dan Sekelumit Kandungan Hukumnya, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 17-24, terbitan CV Pustaka Mantiq, penerjemah Drs.H.M.Qodirun Nur]_________Foote Note[1] Perkataan Abdullah ini juga diriwayatkan oleh Abu Zur'ah di dalam bukunya Tarikhu Damsyiq [Sejarah Damaskus I/96]. Di situ juga ditunjukkan bahwa hadits tersebut juga ditulis pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam[2] Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitabnya Al-Ausath yang bersumber dari Mua'adz bin Jabal secara marfu' adalah dha'if. Bunyinya adalah "Tiga puluh kenabian dan satu orang raja, dan tiga puluh raja dan satu Jaburut [raja bertangan besi] sedangkan setelah itu tidak ada kebaikan sama sekali".

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=877&bagian=0


Artikel Masa Depan Islam diambil dari http://www.asofwah.or.id
Masa Depan Islam.

Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin DariSuaminya

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin DariSuaminya

>> Pertanyaan :

Lajnah Daimah ditanya: Bagaimana hukumnya wanita pergi haji tanpamendapat izin dari suaminya ?

>> Jawaban :

Melaksanakan haji bagi yang mampu adalah wajib walaupun tanpa mendapatizin suami, dan tidak berhak suami melarang istrinya untuk menunaikanhaji bahkan ia wajib membantunya.

Artikel Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin DariSuaminya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Haji Bagi Wanita Tidak Mendapat Izin DariSuaminya.

Orang Yang Diperbolehkan Melewati Miqat Tanpa Ihram Dan Ihram Yang Datang Lewat Udara Dan Laut

Kumpulan Artikel Islami

Orang Yang Diperbolehkan Melewati Miqat Tanpa Ihram Dan Ihram Yang Datang Lewat Udara Dan Laut Orang Yang Diperbolehkan Melewati Miqat Tanpa Ihram Dan Ihram Yang Datang Lewat Udara Dan Laut

Kategori Hajji Dan Umrah

Minggu, 19 Desember 2004 07:41:50 WIBORANG-ORANG YANG DIPERBOLEHKAN MELEWATI MIQAT TANPA IHRAMOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Siapakah yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan melewati miqat tanpa ihram Dan apa yang harus dilakukan bagi orang yang melewati miqat tanpa ihram JawabanDalam hadits shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan miqat bagi penduduk Madinah di Dzulhulaifah, bagi penduduk Syam di Juhfah, bagi penduduk Najd di Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam. Tempat-tempat miqat tersebut adalah bagi penduduk masing-masing dan bagi orang-orang yang datang ke tempat tersebut dari bukan penduduknya bagi orang-orang yang ingin haji dan umrah"Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang melewati tempat-tempat miqat tersebut dan kedatangannya ke Mekkah untuk haji atau umrah maka dia wajib ihram pada tempat-tempat miqat tersebut. Tapi bila kedatangannya tidak ada niat untuk haji atau umrah, tapi untuk mengunjungi kerabat atau urusan khusus, sepeti tukang pos atau sopir, maka dia boleh melewati tempat-tempat miqat tanpa harus ihram.Artinya, bahwa seseorang harus ihram pada miqat yang telah maklum jika datang ke Mekkah untuk haji atau umrah. Dan jika dia melewati miqat tanpa ihram maka dia harus kembali ke miqat untuk ihram disana. Dan jika seseorang turun di dari kappa terbang di Jeddah maka dia naik mobil ke miqat penduduk Najd [Qarnul Manazil] dan ihram dari tempat itu. Maka jika seseorang ihram dari Jeddah dan dia bertujuan haji dan atau umrah maka dia wajib membayar dam karena telah melewati miqat.WAKTU IHRAM ORANG YANG DATANG KE MEKKAH LEWAT UDARA DAN LAUTOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Kapan waktu ihram bagi orang yang haji dan umrah yang datang lewat udara atau laut JawabanOrang yang datang dari jalan-jalan udara dan laut harus ihram ketika sampai pada arah tempat miqat orang yang lewat jalan darat. Maka seseorang harus ihram di kapal terbang atau kapal laut jika sudah sampai tempat yang searah dengan miqat. Atau untuk kehati-hatian maka seyogianya telah ihram sebelum sampai tempat tersebut karena cepatnya perjalanan kapal terbang dan kapal laut.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1239&bagian=0


Artikel Orang Yang Diperbolehkan Melewati Miqat Tanpa Ihram Dan Ihram Yang Datang Lewat Udara Dan Laut diambil dari http://www.asofwah.or.id
Orang Yang Diperbolehkan Melewati Miqat Tanpa Ihram Dan Ihram Yang Datang Lewat Udara Dan Laut.

Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 4/4

Kumpulan Artikel Islami

Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 4/4 Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 4/4

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Jumat, 8 Oktober 2004 13:04:34 WIBKELOMPOK-KELOMPOK MANUSIA DALAM BERPUASAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminBagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4]BERBUKA PUASA DI SIANG RAMADHAN DI MEKKAHPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sekarang di Mekkah ada orang yang tak berpuasa di siang hari Ramadhan Jawaban.Orang seperti itu tidak aneh, sebab Mekkah merupakan pusat belahan bumi dan negeri. Bagi mereka yang datang dan pulang beribadah umrah di Mekkah, boleh tak berpuasa. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang lebih tahu dan lebih takut kepada Allah pada saat penaklukan Mekkah pada tahun kedelapan Hijriyah, tanggal 20 Ramadhan, maka pada sepuluh hari menjelang akhir Ramadhan, beliau tak berpuasa, sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari dari hadits Ibnu Abbas. Beliau tinggal di Mekkah selama 19 hari ; 10 hari shalat qashar di bulan Ramadhan dan 9 harinya di bulan Syawal. Karena itu, orang seperti dalam pertanyaan di atas, bukanlah hal yang baru, walau tidak diketahui oleh sebagian orang hingga mereka tetap menduga bahwa jika datang ke Mekkah maka seseorang tak boleh berbuka puasa, padahal bagi yang termasuk musafir berhak untuk tidak berpuasa hingga sampai ke negerinya.BERBUKA PAUASA KARENA MENGIKUTI UJIANPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :Saya seorang wanita yang dituntut oleh keadaan tertentu untuk tak berpuasa, yaitu pada saat ujian dengan materi yang sangat sulit hingga tak berpuasa enam hari, maka bagaimana hukumnya hingga saya diampuni Allah .Jawaban.Pertama, menyandarkan sesuatu kepada situasi yang diada-adakan itu hal yang keliru. Sebaiknya dikatakan bahwa kita dalam keadaan terpaksa atau ungkapan lainnya yang serupa. Kedua, berbuka puasa lantaran mengikuti ujian termasuk langkah keliru juga, sebab ujian masih bisa diusahakan di malam hari. Karena itu, saudara wajib bertaubat dan qadla, karena telah menyepelekan ibadah puasa.PUASA RAMADHAN BAGI ANAK-ANAKPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :Seorang anak kecil terus berpuasa padahal mengganggu kesehatannya, dapatkah ia dipaksa agar berbuka . [Ummu Ahmad, Abu Dhabi]Jawaban.Anak kecil dan belum dewasa tak wajib berpuasa. Tetapi jika ia mampu dan tak ada masalah bagi kesehatannya, ia hendaknya disuruh, sebab para shahabat pun telah menyuruh anak-anaknya agar berpuasa, sampai-sampai ketika ada yang menangis maka diberinya mainan hingga mereka asyik bermain, kecuali jika membahayakan dirinya. Apabila kita dilarang Allah agar jangan memberikan harta milik anak yang masih kecil agar tidak terjadi kerusakan, maka menjaga keselamatan badan tentu lebih utama. Maka melarang anak kecil berpuasa harus dengan halus tak perlu kasar.PERLUKAH PUASA BAGI YANG TERUS MENERUS SAKITPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin ditanya :Apa yang mesti dilakukan oleh yang sakit merana .Jawaban.Jika penyakit itu bisa diharapkan sembuhnya, maka orang mesti mengqadla puasa yang tertinggal selama sakitnya. Jika penyakitnya tak ada harapan sembuh, maka hendaklah ia memberikan makanan seperempat sha' gandum atau setengah sha' lainnya kepada seorang miskin tiap harinya. Jika seorang dokter berkata : "Jika kamu puasa, maka akan tertimpa kesulitan dalam hari-hari panas", maka menurut kami, hal itu bisa dilakukannya pada musim dingin. Tentu hal ini berbeda orang yang merasa kesulitan puasa selamanya.SHAUM DAN SHALAT BAGI YANG SAKIT TIDAK SEMBUH-SEMBUHPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin ditanya : Seseorang punya ayah dan ibu yang sakit tak harapan sembuh hingga tak sempat berpuasa, maka apa yang wajib bagi keduanya dan bagaimana cara shalatnya.Jawaban.Yang sakit tak ada harapan sembuh, tak wajib berpuasa karena dianggap tak mampu, tetapi ia wajib menggantinya dengan memberi makanan seorang miskin pada setiap harinya, yakni ia termasuk yang berakal dewasa. Memberi makan ada dua cara : [1] dibuatkan makanan untuk pagi atau petang hari lalu diundangnya seorang miskin selama hari-hari puasa tersebut sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Anas bin Malik pada usia tuannya. Ukuran makanan tersebut satu mud gandum atau beras yakni sekitar seperempat sha' [2,40 kg]. Artinya, satu mud sama dengan 1/2 kg lebih 10 gram termasuk dengan lauk pauknya.Sedangkan dalam hal shalat, ia wajib melakukan dengan sekuatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Imran bin Hashin :"Artinya : Shalatlah sambil berdiri ; jika tak mampu, sambil duduk dan jika tak mampu pula, sambil berbaring".[Disalin dari buku 257 Tanya Jawab Fatwa-fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 194-196, terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs. KH.Masdar Helmy]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1076&bagian=0


Artikel Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 4/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 4/4.

Ihram Dari Jeddah Karena Tidak Tahu, Datang Ke Mekkah Tidak Untuk Haji Tapi Kemudian Ingin Haji

Kumpulan Artikel Islami

Ihram Dari Jeddah Karena Tidak Tahu, Datang Ke Mekkah Tidak Untuk Haji Tapi Kemudian Ingin Haji Ihram Dari Jeddah Karena Tidak Tahu, Datang Ke Mekkah Tidak Untuk Haji Tapi Kemudian Ingin Haji

Kategori Hajji Dan Umrah

Kamis, 23 Desember 2004 12:55:05 WIBIHRAM DARI JEDDAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagaimana ulama memfatwakan bagi orang yang datang haji lewat udara untuk berihram dari Jeddah, dan sebagian ulama yang lain menolak pendapat tersebut. Bagaimana hukum yang benar dalam masalah ini JawabanWajib atas semua jama'ah haji yang lewat udara, laut maupun darat untuk berihram dari tempat-tempat miqat yang mereka lewati jika lewat darat atau yang searah dengan tempat miqat bagi yang lewat udara atau laut. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan beberapa miqat."Artinya : Tempat-tempat [miqat] tersebut bagi mereka yang bertempat tinggal di sana dan bagi orang yang melewatinya dari mereka yang bukan penduduknya bagi orang yang ingin haji dan umrah" [Muttafaqun A'laih]Sedangkan Jeddah bukan miqat bagi orang yang datang lewat sana, tapi miqat bagi penduduk Jeddah dan orang-orang yang datang ke Jeddah yang tidak bertujuan haji atau umrah, kemudian mereka mempunyai keinginan haji atau umrah darinya.IHRAM DARI JEDDAH KARENA TIDAK TAHUOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Seseorang berihram haji dari Jeddah. Ketika sampai di Madinah setelah haji dikatakan kepadanya bahwa dia salah. Apakah dia harus membayar dam ataukah tidak JawabanBagi orang-orang yang ingin haji dan umrah harus ihram dari miqat yang dilewati atau yang searah jalannya. Maka jika mereka melewati miqat dan ihram dari tempat yang lebih dari miqat ke Mekkah, menurut mayoritas ulama, ia wajib membayar dam. Tidak syak bahwa Jeddah tidak termasuk miqat. Maka siapa yang mengakhirkan ihramnya sampai ke Jeddah, maka dia telah melewati miqat menurut syar'i. Karena itu dia terkena dam, yaitu satu kambing atau sepersepuluh unta atau sepersepuluh sapi yang disembelih di tanah haram dan dibagikan kepada orang miskin tanah haram. Sebab terdapat riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, ia berkata."Artinya : Barangsiapa meninggalkan rukun haji atau lupa darinya, maka dia harus menyembelih kurban" [Hadits Riwayat Malik]DATANG KE MEKKAH TIDAK UNTUK HAJI TAPI KEMUDIAN INGIN HAJIOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang datang ke Mekkah dalam utusan pekerjaan atau hal yang penting kemudian mendapat kesempatan untuk haji lalu dia ingin haji, apakah dia ihram dari tempatnya ataukah harus keluar dulu ke tempat yang bukan tanah haram JawabanJika seseorang datang ke Mekkah dengan tidak niat untuk haji atau umrah tapi untuk keperluan, seperti mengunjungi kerabat atau menjenguk orang sakit atau untuk dagang, kemudian dia ingin haji, maka dia ihram dari tempatnya baik dia berada di di dalam Mekkah atau disekitar Mekkah. Tapi jika dia ingin umrah maka dia harus keluar ke bukan tanah haram, seperti ke Tan'im, Jir'anah atau yang lain. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Aisyah ketika dia ingin umrah untuk pergi ke Tan'im, dan memerintahkan Abdurrahman, saudara Aisyah, untuk menyertainya keluar ke tempat bukan tanah haram, yakni ke Tan'im. Ini adalah yang wajib bagi orang yang ingin umrah. Adapun orang yang ingin haji maka dia talbiyah [ihram] dari tempatnya, baik dia berada di dalam atau di luar tanah haram sebagaimana telah disebutkan.DATANG KE JEDDAH UNTUK MENGUNJUNGI KERABAT KEMUDIAN INGIN HAJIOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Pada tahun lalu saya pergi ke Jeddah untuk mengunjungi kerabat, dan setelah saya mukim beberapa hari di sana saya niat haji, maka saya ihram dari miqat Jeddah lalu pergi haji. Kemudian seorang kawan saya memberitahu bahwa saya telah melewati miqat dan saya harus membayar dam. Apakah pendapat tersebut benar, padahal saya pergi ke Jeddah untuk mengunjungi kerabat dan tidak niat haji dari Riyadh Mohon fatwa, semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda.JawabanJika Anda tidak niat haji ketika datang ke Riyadh, tapi baru niat haji ketika di Jeddah, maka ihram sah dan tidak wajib membayar fidyah [dam]. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menjelaskn beberapa tempat miqat, beliau bersabda."Artinya : Tempat-tempat [miqat] tersebut bagi mereka yang bertempat tinggal di sana dan bagi orang yang melewatinya dari mereka yang bukan penduduknya bagi orang yang ingin haji dan umrah" [Muttafaqun A'laih][Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal 105 - 110, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1255&bagian=0


Artikel Ihram Dari Jeddah Karena Tidak Tahu, Datang Ke Mekkah Tidak Untuk Haji Tapi Kemudian Ingin Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ihram Dari Jeddah Karena Tidak Tahu, Datang Ke Mekkah Tidak Untuk Haji Tapi Kemudian Ingin Haji.

Zina Dan Domisili Di Negeri Lain

Kumpulan Artikel Islami

Zina Dan Domisili Di Negeri Lain Zina Dan Domisili Di Negeri Lain

Kategori Adab Dan Perilaku

Jumat, 22 April 2005 20:40:08 WIBZINA DAN DOMISILI DI NEGERI LAINOlehLajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta’Pertanyaan.Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta’ ditanya : Saya sudah berkeluarga, istri saya tinggal di Libanon, saya bekerja di Brazil untuk mencari nafkah hidup dan pendidikan anak-anak saya. Tapi saya terlanjur melakukan perbuatan zina. Saya menyesal dan bertaubat kepada Allah. Cukupkah bagiku penyesalan dan bertaubat Atau haruskah aku juga dihukum had [rajam]. Berilah fatwa kepadaku, semoga Allah merahmatimu!Jawaban.Tidak ada keraguan lagi bahwa perbuatan zina termasuk dosa besar dan tidak ada keraguan pula bahwa di antara sarana yang mendorong terjadinya perbuatan zina adalah ; menampakkan aurat wanita, campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya, kerusakan moral serta lingkungan secara umum. Maka jika Anda telah berzina karena jauh dari istri Anda dan karena Anda bercampur dengan orang-orang jahat dan rusak, lalu Anda menyesal terhadap dosa Anda dan Anda bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, maka kami mengharapkan agar Allah menerima serta mengampuni dosa anda, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah [membunuhnya] kecuali dengan [alasan] yang benar dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat [pembalasan] dosa [nya], [yakni] akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al-Furqan : 68-70]Dan telah sah dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu dalam hadits tentang baiat wanita, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang menepati perjanjian baiat ini maka pahalanya ada pada Allah, dan barangsiapa yang ada melakukan diantara dosa-dosa itu [kemusyrikan, pencurian, perzinaan, membunuh anak dan berbuat dusta/tuduhan] lalu ia dikenakan sangsi hukuman, maka hukuman itu sebagai kafarat dosa baginya, dan barangsiapa yang ada melakukan di antara dosa-dosa itu lalu ia ditutupi oleh Allah, maka urusannya kembali kepada Allah, jika Allah menghendaki Dia akan menyiksanya dan jika Dia menghendaki maka Dia akan mengampuninya" [Hadits Riwayat Bukhari No. 4894]Tetapi Anda harus meninggalkan lingkungan rusak yang menyebabkan Anda kepada berbuat maksiat, lalu Anda mencari mata pencaharian di negeri lain yang bahanya lebih sedikit, sebagai upaya untuk menjaga agama anda, karena bumi Allah itu luas, dan setiap orang senantiasa mendapati yang bisa ia tempati untuk mencari rizki yang disiapkan oleh Allah untuknya."Artinya : Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya" [Ath-Thalaq : 2-3][Diterjemahkan oleh Muhammad Dahri dari majalatul Buhutsil Islamiyah, edisi 6 hal. 276-277, Fatwa No. 2788 - Tanggal 6-1-1400H Disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 06/V/1422H hal.53]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1411&bagian=0


Artikel Zina Dan Domisili Di Negeri Lain diambil dari http://www.asofwah.or.id
Zina Dan Domisili Di Negeri Lain.

Hukum Mengenakan Wewangian, Berdandan Dan Keluar Dari Rumah Bagi Wanita

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Mengenakan Wewangian, Berdandan Dan Keluar Dari Rumah Bagi Wanita Hukum Mengenakan Wewangian, Berdandan Dan Keluar Dari Rumah Bagi Wanita

Kategori Wanita - Fiqih Wanita

Kamis, 17 Maret 2005 17:39:44 WIBHUKUM MENGENAKAN WEWANGIAN, BERDANDAN DAN KELUAR DARI RUMAH BAGI WANITAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum wanita mengenakan wewangian, berdandan dan keluar dari rumahnya langsung ke sekolahnya. Apa boleh ia melakukannya Dandan seperti apa yang dibolehkan bagi wanita jika hendak berjumpa dengan sesama wanita, maksud saya, hiasan yang boleh ditampakkan kepada sesama wanita Jawaban.Keluarnya wanita ke pasar dengan mengenakan wewangian hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Apabila seorang wanita mengenakan wewangian lalu melewati orang-orang, maka ia demikian dan demikian”Maksudnya adalah pezina [1]Demikian itu karena mengandung fitnah. Tapi jika wanita iatu akan menaiki mobil dan tidak mencium aromanya kecuali oleh mahramnya, maka ia boleh mengenakannya, lalu sesampainya di tempat tujuan, langsung turun dari kendaraan tanpa melewati laki-laki di sekitar sekolahnya, maka hal ini dibolehkan karena tidak mengandung bahaya, sebab keberadaannya di dalam mobil seperti halnya di rumahnya. Karena itu, seseorang tidak boleh membiarkan isterinya atau wanita yang dibawah tanggung jawabnya, untuk menaiki kendaraan sendirian hanya bersama sopirnya, karena yang demikian ini termasuk khulwah. Seorang wanita juga tidak boleh mengenakan wewangian bila akan melewati kaum laki-laki.Pada kesempatan ini saya ingin mengingatakan kaum wanita, bahwa di hari-hari bulan Ramadhan, sebagian mereka membawa wewangian dan memberikan kepada sesama wanita, lalu para wanita itu keluar dari masjid dengan mengenakan wewangian, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Wanita mana pun yang menyentuh wewangian, maka tidak boleh mengikuti shalat Isya bersama kami” [2]Namun demikian, dibolehkan membawa pewangi untuk mengharumkan masjid, adapun jika dimaksudkan untuk hiasan yang ditampakkan kepasa sesama wanita, maka, setiap hiasan yang dibolehkan untuk ditampakkan kepada sesama wanita hukumnya halal, sedangkan yang tidak boleh maka hukumnya tidak halal, seperti : mengenakan pakaian yang sangat tipis sehingga menampakkan kulitnya, atau pakaian yang sangat ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Semua ini termasuk dalam kategori yang telah disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Dua golongan manusia yang termasuk penghuni neraka yang belum pernah aku lihat ; ,,,, dan kaum wanita yang berpakaian tapi telanjang, menarik perhatian dan berlenggak lenggok, seolah-olah di atas kepalanya punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aromanya” [3][Minal Ahkam Al-Fiqhiyyah Fil Fatawa An-Nisa’iyyah, hal. 53-54, Syaikh Ibnu Utsaimin][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 523 – 524 Darul Haq]_________Foote Note[1]. Hadits Riwayat At-tirmidzi dalam Al-Adab 2786, ia mengatakan hasan shahih, Abu Dawud juga meriwayatkan seperti itu dalam At-Tarajjul 4174, 4175[2]. Hadits Riwayat Muslim dalam Ash-Shalah 444[3]. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Libas 2128

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1376&bagian=0


Artikel Hukum Mengenakan Wewangian, Berdandan Dan Keluar Dari Rumah Bagi Wanita diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Mengenakan Wewangian, Berdandan Dan Keluar Dari Rumah Bagi Wanita.

Apakah Adanya Imam Merupakan Syarat Jihad, Dan Apakah Syarat Itu Telah Terpenuhi Pada Saat Sekarang?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Adanya Imam Merupakan Syarat Jihad, Dan Apakah Syarat Itu Telah Terpenuhi Pada Saat Sekarang? Apakah Adanya Imam Merupakan Syarat Jihad, Dan Apakah Syarat Itu Telah Terpenuhi Pada Saat Sekarang

Kategori Jihad Fii Sabilillah

Selasa, 29 Nopember 2005 07:30:09 WIBAPAKAH ADANYA IMAM MERUPAKAN SYARAT JIHAD OlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniPertanyaanSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Betulkah syarat jihad adalah harus ada imam Dan apa syarat-syarat imamah [menjadi imam]JawabanBenar, termasuk syarat-syarat jihad adalah di bawah bendera seorang imam yang menyeru/mengajak kaum muslimin kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamAdapun syarat-syarat imamah[1]. Ia adalah seorang muslim yang telah baligh[2]. Mengetahui Al-Kitab dan Sunnah[3]. Ia adalah orang Arab[4]. Ia adalah orang Quraisy, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Para imam itu dari Quraisy”Dan kita wajib membedakan antara pengertian jihad dengan pengertian membela negara [dari serangan orang kafir]. Membela negara adalah suatu perkara, dan jihad yang meninggikan kalimat Allah merupakan perkara lain lagi. Membela negara tidak disyaratkan seperti syarat-syarat di atas. Jadi setiap individu bisa membela negerinya sesuai dengan kemampuannya.BOLEHKAH JIHAD KE AFGHANISTAN TANPA SEIZIN PENGUASAPertanyaanSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bolehkah seorang muslim berjihad di Afghanistan tanpa seizing penguasa atau pemimpinnya Jawaban.Pintu jihad selalu terbuka. Akan tetapi jika jihad tidak teratur dan tanpa persetujuan pemerintah Islam maka akan berakibat bencana yang dahsyat serta akan menyebabkan kondisi yang buruk seperti kondisi di Palestina.[Disalin dari kitab Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Al-Albani, Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]HUKUM BERJIHAD DENGAN LARANGAN DARI PEMIMPINOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Bagaimana hukum berjihad saat sekarang dengan larangan dari pemimpin JawabanTidak ada jihad kecuali dengan izin pemimpin karena itu merupakan wewenangnya, jihad tanpa izinnya maka itu merupakan pembangkangan kepadanya. Jihad haruslah dengan pendapat dan izinnya, jika tidak bagaimana engkau berperang tapi engkau bukan dibawah panji dan bukan di bawah kepemimpinan pemimpin kaum musilminPertanyaan.Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa syarat-syarat jihad, dan apakah telah terpenuhi pada saat sekarang JawabanSyarat-syarat jihad adalah ma’ruf ; kaum muslimin harus memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berjihad melawan orang kafir. Adapun jika tidak ada kemampuan dan kekuatan maka tidak ada jihad. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau ketika berada di Makkah sebelum hijrah tidak diperintahkan untuk berjihad karena mereka tidak mampu, begitu pula wajib berjihad di bawah panji Islam dan dengan perintah pemimpin karena ia adalah orang yang memberikan perintah, yang mengatur yang mengurusi dan yang mengawasi, hal itu merupakan wewenangnya dan bukan wewenang seseorang atau jama’ah mana saja yang pergi atau berperang tanpa izin dari pemimpin.PertanyaanSyaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Orang yang berjihad tanpa izin pemimpin kemudian ia terbunuh apakah ia syahid atau tidak JawabanIa tidak dizinkan dalam hal ini dan perbuatannya [berjihad] bukanlah perbuatan syar’I dan menurut pendapat saya ia tidaklah syahid[Dari Pelajaran Syaikh Shalih Al-Fauzan dari Syarh Bulughul Maram kitab Al-Jihad][Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1680&bagian=0


Artikel Apakah Adanya Imam Merupakan Syarat Jihad, Dan Apakah Syarat Itu Telah Terpenuhi Pada Saat Sekarang? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Adanya Imam Merupakan Syarat Jihad, Dan Apakah Syarat Itu Telah Terpenuhi Pada Saat Sekarang?.

Haid Sebelum Thawaf Ifadhah, Mengakhirkan Thawaf Ifadah Bagi Wanita Yang Haid Atau Nifas

Kumpulan Artikel Islami

Haid Sebelum Thawaf Ifadhah, Mengakhirkan Thawaf Ifadah Bagi Wanita Yang Haid Atau Nifas Haid Sebelum Thawaf Ifadhah, Mengakhirkan Thawaf Ifadah Bagi Wanita Yang Haid Atau Nifas

Kategori Hajji Dan Umrah

Rabu, 5 Januari 2005 13:09:32 WIBHAID SEBELUM THAWAF IFADHAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seorang wanita haidh atau nifas sebelum thawaf ifadhah. Apakah dia harus tetap di Mekkah hingga dia suci lalu thawaf, ataukah dia boleh pergi ke Jeddah atau tempat lain kemudian kembali lagi ke Mekkah untuk thawaf ketika dia telah suci JawabanJika dia mampu tetap di Mekkah maka dia wajib tetap di Mekkah hingga suci dan menyempurnakan hajinya. Tapi jika tidak dapat tetap di Mekkah, maka tiada larangan jika dia pergi bersama mahramnya ke Jeddah, ke Thaif, atau yang lain, kemudian dia kembali ke Mekkah bersama mahramnya setelah suci dan menyempurnakan manasiknya.MENGAKHIRKAN THAWAF IFADHAH BAGI WANITA YANG HAIDH ATAU NIFASOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seorang wanita haidh sebelum thawaf ifadhah, tapi dia telah melakukan semua manasik haji dan haidhnya berlangsung hingga setelah hari-hari tasyriq. Bagaimana hukumnya ..JawabanJika seorang wanita haidh atau nifas sebelum thawaf ifadhah maka dia tetap wajib thawaf ketika dia suci. Maka ketika dia suci, dia mandi dan thawaf untuk hajinya, walaupun setelah haji beberapa hari, bahkan walaupun dalam bulan Muharram atau bulan Shafar, sesuai kemudahan yang didapatkan, dan baginya tiada batasan waktu. Tapi sebagian ulama berpendapat tidak boleh mengakhirkan thawaf ifadhah melebihi bulan Dzulhijjah. Tapi pendapat ini tiada dalilnya. Bahkan yang benar adalah boleh mengakhirkannya. Tapi melakukan segera jika telah mampu adalah yang lebih utama. Namun jika diakhirkan sampai melebihi bulan Dzulhijjah maka sudah cukup baginya dan tidak wajib membayar dam. Sebab wanita yang haidh dan wanita yang nifas berhalangan untuk melakukan thawaf, maka tiada dosa atas keduanya. Haidh dan nifas bukan atas kehendak sendiri dan bukan sengaja untuk menunda thawaf ifadhah. Oleh karenanya hika keduanya telah suci, keduanya thawaf ifadhah, baik pada bulan Dzulhijjah atau bulan Muharram.WANITA HAIDH PULANG KEPADA KELUARGA SEBELUM THAWAF IFADHAHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika seorang wanita yang sedang haji haidh sebelum thawaf ifadhah, apakah dia boleh pulang kepada keluarganya kemudian kembali lagi untuk thawaf ifadhah, ataukah wajib menunggu hingga dia suci kemudian thawaf JawabanJika wanita haidh sebelum thawaf ifadhah maka mahramnya menunggu dia hingga suci. Tapi jika demikian itu tidak memungkinkan, maka dia boleh pergi. Lalu jika dia telah suci, maka dia harus merampungkan hajinya, dan ketika sebelum dia thawaf ifadhah maka suaminya tidak boleh menggaulinya. Tapi jika tidak memungkinkan dia kembali ke Masjidil Haram untuk thawaf setelah suci karena betempat tinggal di daerah jauh, maka dia boleh menyumbat darah haidhnya dan thawaf karena darurat.HAL-HAL YANG DILAKUKAN WANITA YANG HAIDH SETELAH IHRAM UMRAHOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Seorang wanita ingin melakukan haji tamattu', tapi setelah ihram dia haidh sebelum sampai di Masjidil Haram. Apa yang harus dia lakukan Dan apakah dia boleh haji sebelum umrah JawabanIa tetap dalam ihramnya untuk umrah. Jika dia suci sebelum hari Arafah dan memungkinkan melakukan umrah maka dia melaksanakan umrah, lalu dia ihram untuk haji dan pergi ke Arafah untuk melaksanakan manasik haji. Tapi jika dia belum suci sebelum hari Arafah maka dia memasukkan haji pada umrah dengan niat : "Ya Allah aku ihram haji bersama umrah". Artinya, dia mengambil haji qiran. Lalu dia wukuf bersama manusia dan melakukan manasik haji yang lain. Oleh karenanya cukup dengan ihramnya itu thawaf pada hari 'Id atau setelahnya dan sa'i untuk haji dan umrah. Tapi dia wajib menyembelih kambing sebagaimana diwajibkan bagi orang yang tamattu'.[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal 130 - 134, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1279&bagian=0


Artikel Haid Sebelum Thawaf Ifadhah, Mengakhirkan Thawaf Ifadah Bagi Wanita Yang Haid Atau Nifas diambil dari http://www.asofwah.or.id
Haid Sebelum Thawaf Ifadhah, Mengakhirkan Thawaf Ifadah Bagi Wanita Yang Haid Atau Nifas.

Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram

Kumpulan Artikel Islami

Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin ditanya: Apabila seorang wanita pergihaji tanpa disertai mahram apakah sah hajinya dan apakah anak yangtelah mumayyiz apakah boleh menjadi mahram ?

>> Jawaban :

Adapun hajinya sah, akan tetapi ia bermaksiat terhadap RasulullahShallallaahu 'alaihi wa sallam . Berdasarkan sabda beliau Shallallaahu'alaihi wa sallam : Tidaklah Wanita dibolehkan bepergian kecualibersama mahramnya . Tentang anak kecil yang belum baligh ia belumpantas menjadi mahram, karena ia masih membutuhkan pendamping danpengawas, barangsiapa yang keadaannya demikian, maka tidak mungkin iamenjadi pendamping dan pengawas orang lain.

Sementara syarat untuk menjadi mahram adalah laki-laki, baligh danberakal. Ada masalah yang sangat serius yaitu banyaknya wanita yangmeremehkan masalah bepergian melalui pesawat terbang tanpa didampingimahram, kita jumpai sebagian wanita sendirian di dalam pesawat terbang,mereka beralasan karena di antara mereka telah diantarkan mahramnyasampai di bandara dan tatkala sampai bandara tujuan, sudah ada mahramyang menjemputnya. Jelas alasan ini cacat karena mahram tadi tidakikut masuk ke dalam pesawat dan hanya mengantarkan sampai ruangboarding saja, boleh jadi pesawatnya terlambat sehingga wanitatersebut terancam atau boleh jadi pesawatnya bisa terbang tetapi tidakbisa mendarat di bandara tujuan karena sesuatu hal, lalu terpaksapesawat mendarat di tempat lain, maka ia lebih terancam lagi, ataumungkin pesawat tersebut mendarat tepat di bandara tujuan, tapi mahramwanita tersebut terlambat. Mungkin karena tertidur, sakit, macet atauterjadi kecelakaan sehingga menghambat penjemputan.

Meskipun tidak ada hambatan dan gangguan sama sekali, pesawat mendarattepat waktunya dan dijemput oleh mahramnya, tetapi siapa yangmendampinginya tatkala ia dalam pesawat. Kemungkinan ia duduk disamping laki-laki yang tidak takut terhadap Allah lalu lelaki tersebutmenggoda dan merayunya sehingga iapun tergoda dan terjadilah fitnahserta kemaksiatan.

Wajib bagi wanita untuk selalu bertakwa kepada Allah Subhaanahu waTa'ala dan tidak bepergian kecuali bersama mahramnya. Bagi laki-lakiyang diberi amanah menjadi pengendali wanita hendaknya bertakwa kepadaAllah Subhaanahu wa Ta'ala dan tidak membiarkan mahramnya, tidak bolehagama dan kecemburuannya sirna, karena setiap manusia nantibertanggung jawab dihadapan Allah di hari Kiamat. Allah Subhaanahu waTa'ala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimudan keluargamnu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu;penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidakmendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka danselalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [At-Tahrim: 6].

Artikel Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Anak Laki-Laki Yang Sudah Mumayyiz Menjadi Mahram.

Larangan Abu Hanifah Terhadap Ilmu Kalam Dan Berdebat Dalam Masalah Agama

Kumpulan Artikel Islami

Larangan Abu Hanifah Terhadap Ilmu Kalam Dan Berdebat Dalam Masalah Agama Larangan Abu Hanifah Terhadap Ilmu Kalam Dan Berdebat Dalam Masalah Agama

Kategori I'tiqad Al-A'immah

Jumat, 26 Nopember 2004 06:21:00 WIBLARANGAN ABU HANIFAH TERHADAP ILMU KALAM DAN BERDEBAT DALAM MASALAH AGAMAOlehDr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais[1]. Imam Abu Hanifah berkata: â€Å"Di kota Bashrah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu [selera] sangat banyak. Saya dating di Bashrah lebih dari dua puluh kali. Terkadang saya tinggal di Bashrah lebih dari satu tahun,, terkadang satu tahun, dan terkadang kurang dari satu tahun. Hal itu karena saya mengira bahwa Ilmu Kalam itu adalah ilmu yang paling mulia.” [1][2]. Beliau menuturkan: â€Å"Saya pernah mendalami Ilmu Kalam, sampai saya tergolong manusia langka dalam Ilmu Kalam. Suatu saat saya tinggal dekat pengajian Hammad bin Abu Sulaiman. Lalu ada seorang wanita datang kepadaku, ia berkata: â€Å"Ada seorang lelaki mempunyai seorang istri wanita sahaya. Lelaki itu ingin menalaknya dengan talak yang sesuai sunnah. Berapakah dia harus menalaknya”Pada saat itu saya tidak tahu apa yang harus saya jawab. Saya hanya menyarankan agar dia dating ke Hammad untuk menanyakan hal itu, kemudian kembali lagi ke saya, dan apa jawaban Hammad. Ternyata Hammad menjawab: â€Å"Lelaki itu dapat menalaknya ketika istrinya dalam keadaan suci dari haid dan juga tidak dilakukan hubungan jima’, dengan satu kali talak saja. Kemudian istrinya dibiarkan sampai haid dua kali. Apabila istri itu sudah suci lagi, maka ia halal untuk dinikahi.Begitulah, wanita itu kemudian datang lagi kepada saya dan memberitahukan jawaban Hammda tadi. Akhirnya saya berkesimpulan, â€Å"saya tidak perlu lagi mempelajari Ilmu Kalam. Saya ambil sandalku dan pergi untuk berguru kepada Hammad.” [2][3]. Beliau berkata lagi: â€Å"Semoga Allah melaknati Amr bin Ubaid, karena telah merintis jalanuntuk orang-orang yang mempelajari Ilmu Kalam, padahal ilmu ini tidak ada gunanya bagi mereka.”[3]Beliau juga pernah ditanya seseorang, â€Å"Apakah pendapat Anda tentang masalah baru yang dibicarakan orang-orang dalam Ilmu Kalam, yaitu masalah sifat-sifat dan jism” Beliau menjawab, â€Å"itu adalh ucapan-ucapan para ahli filsafat. Kamu harus mengikuti hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan metode para ulama salaf. Jauhilah setiap hal yang baru karena hal itu adalah bid’ah.” [4][4]. Putra Imam Abu Hanifah, yang namanya Hammad, menuturkan, â€Å"Pada suatu hari ayah datang ke rumahku. Waktu itu di rumah ada orang-orang yang sedang menekuni Ilmu Kalam, dan kita sedang berdiskusi tentang suatu masalah. Tentu saja suara kami keras, sehingga tampaknya ayah terganggu. Kemudian saya menemui beliau, â€Å"Hai Hammad, siapa saja orang-orang itu”, Tanya beliau. Saya menjawab dengan menyebutkan nama mereka satu persatu. â€Å"Apa yang sedang kalian bicarakan”, Tanya beliau lagi. Saya menjawab, â€Å"Ada suatu masalah ini dan itu”. Kemudian beliau berkata: â€Å"Hai Hammad, tinggalkanlah Ilmu Kalam.”Kata Hammad selanjutnya: â€Å"Padahal setahu saya, ayah tidak pernah berubah pendapat, tidak pernah pula menyuruh sesuatu kemudian melarangnya. â€Å" Hammad kemudian berkata kepada beliau., â€Å"wahai Ayahanda, bukankah ayahanda pernah menyuruhku untuk mempelajari Ilmu Kalam” â€Å"ya, memang pernah”. Jawab beliau, â€Å"Tetapi itu dahulu. Sekarang saya melarangmu, jangan mempelajari Ilmu Kalam”, tambah beliauâ€Å"Kenapa, wahai ayahanda”, Tanya Hammad lagi. Beliau menjawab, â€Å"Wahai anakku, mereka yang berdebat dalam Ilmu Kalam, pada mulanya adalah bersatu pendapat dan agama mereka satu. Nemun syetan mengganggu mereka sehinggamereka bermusuhan dan berbeda pendapat.” [5][5]. Kepada Abu Yusuf, Imam Abu Hanifah berkata: â€Å"Jangan sekali-kali kamu berbicara kepada orang-orang awam dalammasalah ushuluddin dengan mengambil pendapat Ilmu Kalam, karena mereka akan mengikuti kamu dan akan merepotkan kamu.” [6]Inilah rangkuman dari pendapat-pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah, tentang aqidah beliau dalam masalah ushuluddin dan sikap beliau terhadap Ilmu Kalam dan ahli-ahli Ilmu Kalam[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat [Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad], Bab Aqidah Imam Abu Hanifah, oleh Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta]_________Foote Note[1]. Al-Kurdi, Manaqib Abi Hanifah, hal.137[2]. Tarikh Baghdad XIII/333[3]. Al-Harawi, Dzamm 'Ilm Al-Kalam, hal. 28-31[4]. Al-Harawi, Dzamm 'Ilm Al-Kalam, lembar 194-B[5]. Al-Makki, Manaqib Abu Hanifah, hal.183-184[6]. Ibid, hal.37

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1191&bagian=0


Artikel Larangan Abu Hanifah Terhadap Ilmu Kalam Dan Berdebat Dalam Masalah Agama diambil dari http://www.asofwah.or.id
Larangan Abu Hanifah Terhadap Ilmu Kalam Dan Berdebat Dalam Masalah Agama.

Hizbiyyah Bukan Hizbullah

Kumpulan Artikel Islami

Hizbiyyah Bukan Hizbullah Hizbiyyah Bukan Hizbullah

Kategori Bahaya Hizbiyyah

Selasa, 27 Januari 2004 07:16:20 WIBHIZBIYYAH BUKAN HIZBULLAHDEFINISI HIZBIYYAHAl-Hizbu secara bahasa adalah kelompok atau kumpulan manusia. [Al-Qomus Al-Muhith, Fairuz Abadi hal. 94]. Dia berkata dalam Bashoir Dzawi Tamyiz 2/457: â€Å"Bashirotun fi Hizbi adalah kumpulan yang di dalamnya ada permusuhan”.Dan dikatakan bahwa Al-Hizbu adalah kelompok-kelompok yang berkumpul untuk memerangi para Nabi.Dan firman Allah Ta’ala:"Artinya : Maka sesungguhnya pengikut [agama] Allah itulah yang pasti menang". [Al-Maidah:56]Sedangkan firman Allah Ta’ala:"Artinya : Dan orang-orang yang beriman itu berkata: â€Å"Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa [bencana] seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu"[Al-Mukmin :30]Al-Ahzab disini adalah kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang dihancurkan Allah setelah mereka [1]. Berkata Syaikh Ustadz Shofiyur Rohman Mubarokfuri : â€Å"Al-Hizbu secara bahasa adalah sekelompok manusia yang berkumpul karena kesamaan sifat, keuntungan atauikatan keyakinan dan iman. Karena kukufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Terikatoleh daerah, tanah air, suku bangsa, bahasa, nasab, profesi atau perkara-perkara yang semisalnya, yang biasanya menyebabkan manusia berkumpul atau berkelompok”.[2]Sedangkan dalam Al-Qur’an, lafadz hizbi mengandung beberapa makna:[1]. Bermakna kumpulan orang yang masing-masing berbeda mahzab, ajaran dan alirannya."Artinya : Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka". [Ar-Ruum : 32][2]. Bermakna laskar syaitan:"Artinya : Mereka itulah adalah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongansyaitan itulah golongan yang merugi" [Al-Mujadilah : 19][3]. Bermakna tentara Ar-Rohman:"Artinya : Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung" [Al-Mujadilah : 22]Tidak samar lagi bagi siapapun yang memiliki pengetahuan bahwa masing-masing hizbi memiliki dasar-dasar dan pemikiran atau aturan-aturan yang menjadi undang-undang bagi hizbi tersebut, sekalipun mereka tidak menamainya demikian.Dan undang-undang ini sama dengan azas yang menjadi sumber bagi aturan-aturan hizbi [kelompok] tersebut, dan dibangun diatasnya. Maka siapa saja yang mau mengakuinya dan menjadikannya sebagai dasar dalam beraktivitas, tergabunglah dia di dalam hizbi tersebut. Dia menjadi salah satu dari anggota-anggotanya,bahkan menjadi tokoh dari sekian tokoh-tokohnya. Sedang siapa saja yang tidak setuju, berarti bukan kelompok mereka. Jadi, undang-undang inilah yang menjadi dasar dalam wala’ [kasih sayang], bara’[membenci/bermusuhan], dalam bersatu dan berpecah, memuji dan menghina…[3]Dari sini kita pahami bahwa di dunia ini hanya ada dua hizbi [kelompok] :Hizbullah dan Hizbu Syaithan ; orang-orang yang beruntung dan orang-orang yang merugi ; Muslimin dan Kafirin,….Maka barangsiapa yang memasukkan kelompok-kelompok yang bermacam-macam di dalam Hizbullah ini, berarti dia telah berandil besar dalam memecah belah Hizbullah ini, memecah kalimat mereka yang satu.FENOMENA HIZBIYYAHMerupakan kewajiban setiap muslim untuk mencabut system hizbiyyah yang sempit dan dibenci, yang melemahkan Hizbullah. Dan tidak perlu memberikan secuil cinta pun terhadapnya, agar agama ini seluruhnya hanya untuk Allah.Adapun sekedar lari dari lafadz hizbi kepada nama-nama lain yang dirasa pantas dan lebih enak didengar adalah menjerumuskan diri ke dalam kebodohan. Sebab lafadz hizbi pada hakekatnya –baik secara bahasa ataupun secara syar’i- tidaklah tercela. Namun pada prakteknya, di balik lafadz ini hanyalah perselisihan, ikatan-ikatan yang tidak jelas, perpecahan dan sebagainya. Oleh karena itu merubah nama dengan hakekat yang semacam itu adalah perbuatan yang tidak pantas serta menipu orang lain dan diri sendiri. Karena nama tidak dapat merubah hakekat.Seseorang yang berwajah buruk tidak bisa menjadi bagus dan tampan hanya dengan kita beri nama Jamil, Hasan, atau Mas Bagus. Ini suatu misal. Demikian juga hizbiyyah [kelompok-kelompok] yang penuh dengan penyimpangan dari jalan agama yang lurus ini, baik dalam masalah i’tiqod, manhaj, mu’amalah dan lain-lain. Atau mengkonsumsi hasil pikiran sesat dari orang-orang yang kurang puas terhadap Sunnah Rosul dan manhaj salafi, menjadikan adat-istiadat –yang jelas-jelas mengotori agama ini- sebagai dasar gerakannya, juga tidak memiliki nyali untuk ingkarul mungkar karena takut miskin dan celaan manusia, menjadikan kebodohan dan prasangka sebagai dalil dalam dakwah dan sejenisnya, sekalipun diberi label atau nama : â€Å"Jama’atul Muslimin”, â€Å"JamaahTabligh”, â€Å"Islam Jamaah”, â€Å"Darul Hadist”, â€Å"Ikhwanul Muslimin”, â€Å"Darul Islam”, â€Å"Harokah Sunniyah”, â€Å"Salamullah” atau nama-nama antik dan indah lainnya, tidak akan secuilpun merubah hakekat sebenarnya. PerhatikanHadistberikut:Dari Jabir bin Abdullah dia berkata : Kami berperang bersama Nabi dan sekelompok kaum Muhajirin berkumpul bersama beliau. Di antara kaum Muhajirin ada seorang yang suka bercanda sehingga memukul pantat orang Anshor. Maka sangat marahlah sahabat Anshor tersebut. Sehingga masing-masing kubu saling berseru. Orang Anshor tersebut berkata: â€Å"Wahai orang-orang Anshor,….”.Orang Muhajirin berkata: â€Å"Wahai orang-orang Muhajirin,…”.Mendengar hal tersebut Nabi keluar seraya berkata: â€Å"Ada apa dengan seruan Jahiliyyah itu” Kemudian bertanya: â€Å"Apa yang terjadi kepada mereka” Kemudian beliau dikabarkan bahwasannya ada seorang Muhajirin memukul pantat seorang Anshor. Selanjutnya Nabi bersabda ; â€Å"Tinggalkanlah, karena itu sangat buruk”.[HR. Bukhori : 3518, 4905, 4907].Dua nama â€Å"Muhajirin” dan â€Å"Anshor” merupakan dua nama syar’i yang disebut dalam Al-Qur’an dan Sunnah, bernasab dengan keduanya adalah baik, bukan sekedar nisbah seperti bernasab kepada suku dan daerah asal. Dan juga bukan suatu yang makruh atau bahkan harom seperti bernasab kepada hal-hal yang mengarah kepada bid’ah dan maksiat. Tapi nama syar’i yang baik ini tidak bisa membuat hakekat-hakekat yang buruk [hizbiyyah] menjadi baik. Bahkan karena hakekat ini Rasul mengingkarinya dengan menyatakan sebagai panggilan Jahiliyyah. Karena sekedar mendakwahkan nasab atau menyatakan adanya hubungan dengan sesuatu, semisal manhaj, atau nama-nama baik yang syar’i tidaklah cukup, bahkan bisa jadi bertepuk sebelah tangan jika hakekatnya tidak seperti namanya.Penyair arab berkata:"Setiap Orang mengaku punya hubungan dengan Laila, padahal Laila tidak mengakuinya".Kalau demikian, perbedaan keyakinan atau perkara-perkara pokok yang lain tidak bisa dijadikan dalil untuk bolehnya berkelompok-kelompok sesuai dengan keyakinanmasing-masing.HIZBIYYAH PEMECAH BELAH UMATKita bisa saksikan masih banyak orang-orang yang kurang berfungsi atau memang sudah tidak berfungsi mata, telinga dan hatinya. Sehingga berceloteh dengan menyebarkan hadits yang tidak ada asalnya untuk melegitimasi keinginannya. Perselisihan umatku merupakan rahmat. Mereka buta, tuli serta tidak bisa memahami nash-nash yang shohih dan gamblang seperti firman Allah Ta’ala:"Artinya : Dan perpeganglah kamu semuanya kepada tali [Agama] Allah dan janganlah kamu bercerai berai" [Ali-Imron : 103]Dan firman Allah Ta’ala:"Artinya : Dan Janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat" [Ali-Imron :105]Dan firmanNya:"Artinya : Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka" [Ar-Rum : 31-32]Dan firmanNya:"Artinya : Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kam wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya" [As-Syuro : 13]Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Karena orang yang hidup di antara kalian sesudahku nanti, dia akan menyaksikan perselisihan yang sangat banyak sekali. Maka wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’ Rosyidin setelahku. Gigitlah sunnahku dengan gigi geraham [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi]Sabdanya pula:"Artinya : Sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua di neraka, dan satu di surga. Dialah Al-Jama’ah" [Lihatlah Shohihul Jami’ : 638]Dan hadist-hadist lain yang semisal.Demikianlah…..hizbiyyah menjadi sangat identik dengan perpecahan. Ibarat dua sahabat karib yang memiliki hubungan yang kokoh. Dimana ada hizbiyyah, disitu pula terletak perpecahan. Di mana terjadi perpecahan, di sana pula ditegakkan prinsip-prinsip hizbiyyah. Hal ini tidak samar lagi bagi ahli ilmu dan tholabul ilmi. Perhatikan kembali hadist diatas [tentang Muhajirin dan Anshor]. Disitu Rasulullah telah memerangi benih-benih perpecahan dan hizbiyyah ketika beliau melihat gelagat akan tumbuhnya sifat-sifat hizbiyyah yang sangat erat dengan perpecahan. Padahal seruan yang mereka nasabkan adalah seruan yang terpuji lagi baik, yaitu seruan yang bernasab kepada Muhajirin dan Anshor. Bukankah Allah telah memuji mereka, Muhajirin dan AnshorPerhatikan firman Allah berikut:"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama [masuk Islam] dari golongan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik" [At-Taubah : 100]Ketika nama-nama yang mulia ini dijadikan seruan-seruan untuk menganggapdirinya lebih baik dari yang lain atau memenangkan/menolong seseorang karena dia termasuk kelompoknya, Rasulullah mengingkarinya danmenyebutnya sebagai seruan jahiliyyah. Dan semakna pula dengan seruan jahiliyyah ini adalah seruan atau bernasab kepada suatu qabilah, ta’asub [fanatik] kepada seseorang, kepada suatu mahzab atau kelompok, kepada syaikh, ‘alim dan ulama’, mengunggulkan sebagian atas sebagian yang lain sekedar berdasarkan hawa nafsu dan fanatik buta. Lalu membangun wala’ [cinta] dan permusuhan di atas sifat dan sikap yang semacam itu tadi dan mengukur manusia ini di atas neraca tersebut, maka semua ini adalah seruan dan sitem jahiliyyah.Kesimpulannya bahwa perpecahan dan perselisihan serta bentuk hizbiyyah, apapun jenis dan dasarnya, tidaklah selaras dengan tabiat Islam sama sekali. Dan bentuk hizbiyyah ini pasti hanya mendatangkan mudhorot dan kejelakan yang jauhlebih banyak dan berbahaya daripada manfaat dan kebaikannya kalaulah ada manfaat dan kebaikannya bagi kaum Muslimin. Dan agama kita pun telah melarang perpecahan dan perselisihan ini secara mutlak dan menjadikannya sebagai sebab kelemahan dan kehinaan kaummuslimin."Artinya : Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu" [Al-Anfal : 46]Allah tidak membatasi larangan perselisihan ini, bahkan memutlakkannya agar mencakup segala macamnya. Bahkan Allah tidak hanya sekedar melarang saja, tapi Allah mewajibkan kaum muslimin untuk bersungguh-sungguh dalam meraih kebenaran ketika terjadi perselisihan.Firman-Nya:"Artinya : Hai orang-orang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul[Nya], dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al-Qur’an] dan Rasul [Sunnah]". [An-Nisa’ : 59]Jadi perpecahan dan hizbiyyah ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Kita harus benar-benar memahami dan mengambil sikap yang benar. Sekalipun hal ini dianggap kecil dan remeh oleh semantara orang yang memandang. [4]Mudah-mudahan Allah mengokohkan langkah dan hati di atas jalan sunnah.[Sumber : Buletin Al-Furqon Edisi 10 Tahun 1]_________Foote Note[1]. Lihat Lisanul ‘Arob:I/308-309.[2]. Al-Ahzab As-Siyasiyyah fil Islam,hal.7.[3]. Lihat Al-Ahzab As-Siyasiyyah fil Islam, hal.13[4]. Lihat kitab Ad-Da’wah ila Allah, Syaikh Ali Hasan, hal. 53-74

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=81&bagian=0


Artikel Hizbiyyah Bukan Hizbullah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hizbiyyah Bukan Hizbullah.

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah TanpaDidampingi Mahramnya

Kumpulan Artikel Islami

Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah TanpaDidampingi Mahramnya

>> Pertanyaan :

Ada seorang perempuan ingin melakukan perjalanan jauh menuju Jeddahuntuk menunaikan umrah, ia diantar oleh mahramnya hanya sampai Riyaddan ia pergi ke Mekkah lewat Jeddah dengan pesawat udara. Di Jeddah iadijemput oleh seorang mahramnya yang lain. Apakah yang demikian ituboleh?

>> Jawaban :

Jika hal itu sudah terjadi, maka habislah perkara. Namun begitu, tetapharam hukumnya bagi si perempuan tadi, karena dia masuk di dalamcakupan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam,

Perempuan tidak boleh melakukan perjalanan jauhkecuali bersama mahramnya.

Si perempuan tadi telah melakukan perjalanan jauh tanpa didam-pingimahramnya, maka sudah dapat dipastikan ia telah jatuh di dalamlarangan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Boleh jadi iamengatakan: Apabila mahramnya telah mengantarkannya sampai di bandarakeberangkatan dan kemudian dijemput oleh mahramnya yang lain [ditempat tujuan] maka hilanglah yang dilarang. Dan RasulullahShalallaahu alaihi wasalam tidak melarang hal itu kecuali kekhawatiranbeliau terhadap sesuatu yang ditakutkan. Maka apabila yang ditakutkansudah hilang, maka tidak apa-apa.

Jawabnya adalah: Sesungguhnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalammengutarakan larangan itu secara mutlak, seraya bersabda,

.:

.:.

Perempuan tidak boleh melakukan perjalanan jauhkecuali bersama mahramnya. Maka ada seorang lelaki bangkit danberkata, Ya Rasulullah, sesungguhnya istriku keluar pergi haji,sedangkan aku telah tercatat untuk ikut dalam suatu peperangan. Makabeliau bersabda, Berangkatlah kamu pergi haji dengan istrimu.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menyuruh laki-laki itumembatalkan rencananya pergi berperang dan menyuruhnya pergi bersamaistrinya. Apakah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memintapenjelasan lebih lanjut kepada orang itu, dengan mengatakan: Apakahistrimu terjamin keamanannya atau tidak Jawabnya: Tidak. Apakahbeliau bertanya kepadanya: Apakah ia bersama wanita-wanita lain, jugatidak, beliau tidak mengatakannya! Apakah beliau bertanya: Apakahistri Anda sudah tua atau masih muda Beliau tidak menanyakan itu.Maka yang menjadi sandaran bagi kita adalah utuhnya lafazh padakeumumannya, apalagi kisah si lelaki tersebut terjadi denganmenguat-kan keumuman [lafahz larangan]. Adapun dia diantar sampaibandara, maka hendaknya kalian perhatikan baik-baik masalah ini, jikasaya salah maka luruskan kesalahan saya dan jika saya benar, makaterimalah pendapat saya ini dan ingatkan orang lain!

Biasanya ruang tunggu bagi para penumpang itu tidak boleh dimasukioleh selain penumpang saja, sedangkan pengantar mengantarnya hanyasampai ruang tunggu tersebut lalu pulang. Ini yang menjadi kebiasaan.Lalu apabila si pengantar itu pulang apakah bisa dipastikan seratuspersen bahwa pesawat akan berangkat tepat pada waktu yang telahditentukan Tidak, bahkan kadang-kadang terlambat. Kemudian, apabilapesawat berangkat tepat waktu dan terbang di angkasa apakah dijaminsecara pasti bahwa cuaca akan tetap stabil, ataukah kadang-kadangterjadi kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan pesawat haruskembali Jawabnya: Kondisi-kondisi seperti itu kadang-kadang terjadi.Kemudian, kalau sekiranya dipastikan pesawat itu terus terbang denganlancar dan sampai ke negeri tujuan di mana pesawat itu landing [turun],dan kadang hal itu tidak terjadi, sehingga pesawat harus pergi ketempat lain; lalu siapa yang akan menjemputnya di bandara yang lainitu Dan jika dipastikan pesawat itu turun di bandara tempat tujuantanpa halangan, apakan dapat dipastikan bahwa mahram yang akanmenjemputnya pasti datang Apakan dijamin penuh penjemputannya tepatpada waktunya Ini tidak ada jaminan, karena boleh jadi ia sakit,boleh jadi ia kesasar, dan boleh jadi jalan sedang macet sehinga mobilyang dikendarainya tertahan. Semua itu bisa saja terjadi. Bukankahdemikian

Baik. Kita pastikan semua rintangan tersebut tidak ada dan semuaberjalan lancar; namun yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yangduduk di sampingnya ketika di dalam pesawat Wallahu alam, bisa sajaseorang lelaki yang baik yang sangat besar ghirahnya kepada kehormatankaum Muslimin, maka dari itu ia melindungi si perempuan tadi, bahkanmungkin lebih baik daripada mahramnya sendiri. Dan boleh jadi yangduduk disampingnya adalah seorang lelaki jalang [jahat], penipu yangpandai merayu!. Maka, selagi masalah ini masih sangat rawan, danasy-Syari [Allah Subhannahu wa Ta'ala ] sangat serius di dalammenjaga kehormatan dan kesu-cian hingga berfirman, Dan janganlah kamumendekati zina. [Al-Isra: 32]. Dia tidak berfirman, Dan janganlahkamu berzina, agar kita menjauhkan diri dari segala sesuatu yangdapat menjadi pendorong ke arah perzinaan. Maka yang wajib bagi setiaporang beriman yang takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, danmempunyai kecemburuan terhadap perempuannya adalah tidak memberikankesempatan kepada seorang pun dari mereka [perempuan-perempuanmahramnya] untuk melakukan safar [pergi jauh] kecuali didampingi olehseorang mahram.

Sungguh betapa sangat mudahnya urusannya: Pergilah bersamanya lalupulang [bersamanya], maka tidak ada sesuatu yang memberatkan.

[ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, jilid 2, hal. 590. ]

Artikel Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah TanpaDidampingi Mahramnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kepergian Wanita Untuk Haji Atau Umrah TanpaDidampingi Mahramnya.

Renungan Kejujuran (4) Kisah Teladan dan FenomenaHilangnya Kejujuran

Kumpulan Artikel Islami

Renungan Kejujuran (4) Kisah Teladan dan FenomenaHilangnya Kejujuran Kisah Ke Satu

Bilal radhiyallahu ‘anhu meminangkan seorang wanita bangsaQuraisy untuk saudara-nya, maka dia berkata kepada keluarga wanitatersebut, Kami adalah orang yang telah Anda ketahui dan Anda kenal,dahulu kami adalah budak, lalu Allah subhanahu wata’alamemerdekakan kami, dahulu kami orang yang sesat, lalu Allah

subhanahu wata’ala memberikan petunjuk dan kami dahulu adalahorang yang fakir, lalu Allah subhanahu wata’ala memberikan kamikecukupan. Maka aku meminang kepada Anda si Fulanah untuk saudarakuini, jika kalian mau menikahkan, maka segala puji hanya milik Allahdan jika kalian menolak, maka Allah Maha Besar.

Maka sebagian mereka saling melihat kepada sebagian yang lain,kemudian salah seorang dari mereka berkata, Bilal adalah orang yangtelah kalian ketahui latar belakangnya, kedekatan dan kedudukannya disisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka nikahkanlahsaudaranya itu. Maka mereka pun akhirnya menerima lamaran itu danmenikahkan saudara Bilal dengan wanita tersebut. Ketika seluruh urusansudah selesai, berkatalah saudara Bilal kepadanya, Semoga Allahmengampunimu, adapun engkau maka engkau hanya menyebutkan latarbelakangmu dan kebersamaanmu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam dan tidak menyebutkan selainnya. Maka Bilal

radhiyallahu ‘anhu berkata, Oh iya, engkau benar, maka sekarangaku nikahkan kamu dengan kejujuran. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Kisah ke Dua

Diriwayatkan dari Sahl bin Aqil rahimahullah dia berkata, Suatuketika Ismail ’alaihis salam membuat janji untuk datang kerumah seseorang. Maka datanglah Ismail, tetapi orang tersebut lupa.Maka beliau pun menunggu dan bermalam di tempat itu sehingga datangorang tersebut dari kepergiannya kemarin.” Oleh karena itu di dalamal-Qur'an beliau disebut sebagai shadiqul wa'di [orang yangmenepati janji], sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wata’ala,artinya:

“Dan ceritakanlah [hai Muhammad kepada mereka] kisah Ismail [yangtersebut] di dalam al-Qur'an. Sesungguh-nya ia adalah seorang yangbenar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.”[QS.Maryam:54]

Kisah Ke Tiga

As'ad bin Ubaidillah al-Makhzumi rahimahullah berkata, AbdulMalik bin Marwan rahimahullah memerintahkan aku agar mengajarianak-anaknya kejujuran, sebagaimana aku mengajari mereka al-Qur'an.

Kisah Ke Empat

Ismail bin Ubaidillah rahimahullah berkata, Ketika ayahkusudah dekat ajalnya, dia mengumpulkan seluruh anak-anaknya laluberkata kepada mereka, Wahai anak-anakku! Wajib atas kalian semuataqwa kepada Allah, membaca al-Qur'an dan merutinkannya. Dan wajibatas kalian untuk jujur walaupun jika salah seorang dari kalianmembunuh seseorang lalu ada salah satu kerabatnya yang bertanya. DemiAllah aku tidak pernah berdusta sama sekali semenjak aku membaca al-Qur'an.

Kisah Ke Lima

Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib

radhiyallahu ‘anhu, beliau lebih dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq

rahimahullah karena kejujurannya di dalam berbicara.

Fenomena Hilangnya kejujuran

Orang yang memperhatikan kondisi manusia di masa ini, maka akanmendapati betapa telah terabaikannya sisi kejujuran ini. Di antarasebabnya adalah karena lemahnya keimanan di dalam hati kaum muslimin,tersebarnya kemaksiatan di setiap tempat serta ber-lebihan di dalammencintai kehidupan dunia. Maka rasa takut terhadap sesama manusiatelah mendominasi sehingga menyebabkan hilangnya kejujuran dalamucapan, perbuatan dan segala kondisi mereka.

Dalam hadits disebutkan bahwa kejujuran merupakan ketenangan, makajika kejujuran telah hilang akan hilang pula ketenangan dalamkehidupan dan pergaulan antar sesama. Sehingga yang tersebar adalahrasa gelisah dan saling curiga sebagai ganti dari rasa tenang.

Di antara fenomena yang tersebar di tengah masyarakat yangmengindikasikan lemahnya kejujuran adalah sebagai berikut:

1. Tersebarnya Ucapan Dusta

Bahkan bukan hanya ucapan dusta, tetapi termasuk juga amalan dansegala kondisi, padahal ia merupakan salah satu dosa besar. Allah

subhanahu wata’ala berfirman, artinya:Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita mintasupaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. [QS. Ali Imran:61]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,Tiga hal, barang siapa yang pada dirinya terdapat ketiganya makadia adalah orang munafik. Yaitu jika berbicara dusta, jika berjanjimenyelisihi dan jika dipercaya berkhianat. [HR. Al-Bukhari danMuslim]

2. Fenomena Ingkar Janji

Ingkar janji sebagaimana disebutkan di dalam hadits di atas merupakansalah satu ciri kemunafikan. Kini ingkar janji telah menjadi hal yanglumrah bagi sebagian orang, bahkan di antara mereka ada yang dikenaldengan manusia ingkar janji.

Di antara bentuk ingkar janji yang sering dianggap remeh olehkebanyakan manusia adalah:

Terlambat atau mengundur keda-tangan dengan tanpa ada alasan, sepertiseseorang yang berjanji akan datang jam delapan tetapi dia baru datangjam sembilan, dengan tanpa alasan yang dibenarkan. Termasuk juga orangtua yang mengingkari janji terhadap anak-anaknya untuk membelikansesuatu atau memberinya sesuatu.

Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dusta itutidak layak baik dalam bergurau atau sungguh-sungguh, dan janganlahseseorang di antara kalian berjanji terhadap anaknya dengan sesuatulalu tidak melaksanakannya. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

3. Mengkhianati Amanah

Amat banyak manusia yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimanamestinya, misalnya seorang pegawai tidak melakukan hal-hal ataupekerjaan yang seharusnya dituntut dan menjadi tugasnya. Di antaracontohnya adalah terlambat datang di tempat kerja, dan jika datangbukannya melaksanakan pekerjaan dan tugasnya tetapi menelpon kesana-sini bukan untuk urusan kerja, membaca majalah atau koran dalamjam kerja, atau nonton acara televisi dan lain sebagianya.

Demikian juga mengambil cuti sakit padahal tidak sakit, dan dia lupabahwa dirinya dengan demikian telah memakan harta orang lain dengantanpa bekerja. Apa hak dia mengambil upah secara utuh sementara harikerja yang seharusnya dia masuk bekerja dikurangi dengan tanpa alasanyang dibenarkan

4. Menipu Dalam Jual Beli

Di antara bentuknya adalah dengan menyembunyikan cacat barang dagangan,padahal si penjual ini mengetahui bahwa dagangannya cacat, tetapi diatidak memberitahukan kepada si pembeli. Dia beralasan bahwa itu salahpembeli sendiri mengapa tidak meneliti dahulu barang yang akan diabeli. Menyembunyikan aib barang dagangan merupakan sebab hilangnyabarakah, sebagaimana diriwayatkan dari Hakim bin Hizam radhiyallahu‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,Penjual dan pembeli melakukan khiyar [pilih barang dan tawarmenawar] selagi mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur danmenjelaskan [cacat] maka diberkahi keduanya dan jika keduanyamenyembunyikan cacat dan berdusta maka dihapus keberkahannya. [HR. al-Bukhari dan Muslim]

5. Berpura-pura Fakir

Yaitu mengaku dirinya orang miskin dan butuh bantuan padahalsebenarnya kecukupan, dan dia meminta bantuan hanya sekedar untukmemperbanyak atau menumpuk harta benda. Diriwa-yatkan dari AbuHurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Barang-siapa yangmeminta-minta harta benda kepada orang lain untuk memperbanyakkepemilikannya, maka sesungguhnya dia sedang meminta bara api. [TarikhDimasyq 14/373, Al-Mustathraf 2/15]

6. Menyembunyikan Aib Pelamar atau Wanita yang Dilamar

Yakni masing-masing dari pelamar atau wanita yang sedang dilamarmenutup-nutupi kekurangannya baik dalam masalah fisik atau akhlaknya.Masing-masing hanya menonjolkan kebaikan dan kelebihannya saja, sertaberlebih-lebihan di dalam memberi pujian, padahal ini dapatmenghilangkan berkah pernikahan.

Sumber: “Majalah “Al Jundi Al Muslim” No.121 Ramadhan 1426,oleh Syaikh Sulthan Fuad Al-Thubaisyi. bagian ke 4 dari 4 edisi.

Artikel Renungan Kejujuran (4) Kisah Teladan dan FenomenaHilangnya Kejujuran diambil dari http://www.asofwah.or.id
Renungan Kejujuran (4) Kisah Teladan dan FenomenaHilangnya Kejujuran.

Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 2/4

Kumpulan Artikel Islami

Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 2/4 Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 2/4

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Selasa, 5 Oktober 2004 07:44:18 WIBKELOMPOK-KELOMPOK MANUSIA DALAM BERPUASAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminBagian Kedua dari Empat Tulisan [2/4]PARA UTUSAN SAMA HUKUMNYA DENGAN MUSAFIR WALAU UNTUK BEBERAPA TAHUNPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin ditanya : Kami termasuk kelompok yang diutus ke suatu negeri. Di antara kami ada yang diutus untuk satu tahun dan ada pula yang dua, tiga bahkan empat tahun. Maka ketika berpuasa, berlakukah untuk kami hukum yang sedang dalam perjalanan.Jawaban.Hal diatas termasuk masalah yang diperselisihkan para cendekiawan dan ulama jumhur. Empat imam madzhab berpendapat bahwa mereka berkedudukan sebagai orang yang berada di tempatnya sendiri [muqimin], yakni tak berlaku hukum musafir, mereka wajib berpuasa sebagaimana mestinya, tak boleh mengqashar shalat dan tak boleh menyapu kedua sepatu selama tiga hari bahkan satu hari sekalipun. Sedangkan sebagian ulama menganggap mereka berada pada hukum orang yang sedang dalam perjalanan [musafir]. Pedapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim dengan memegang zahirnya nas yang tidak menentukan jarak tempuh suatu perjalanan.Konon Ibnu Umar sempat bermukim selama enam bulan di Azerbeizan dan selama itu beliau mengqashar shalatnya. Pendapat ini jelas paling kuat. Tetapi siapa yang kesulitan namun ia tetap memegang pendapat jumhur, maka baginya tak jadi masalah. Inilah menurut pendapat kami dan Ibnu Taimiyyah.ORANG ASING YANG TIDAK BERNIAT MUKIM SAMA KEDUDUKANNYA DENGAN MUSAFIR. PUASA WAJIB BAGI MEREKA YANG BERNIAT MUKIM SELAMANYA DI NEGERI ORANG.Pertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin ditanya :Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta alam, Dia-lah yang berhak dipuji karena kemualian-Nya dan keagungan-Nya. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad benar-benar hamba-Nya dan Rasul-Nya. Kedamaian dan keselamatan semoga dilimpahkan kepada para keluarganya, sahabatnya serta para pengikutnya.Dalam majalah al-Muslimin terbitan hari Sabtu, 28 Sya'ban 1405H terdapat jawaban singkat tentang keringanan [rukhsah] bagi mereka yang diutus ke suatu negeri. Dari jawaban tersebut diterangkan bahwa mereka sama dengan musafir, yakni mereka berhak melakukan qashar shalat, berbuka puasa dan menyapu sepatu selama tiga hari. Karena jawaban tersebut terlalu singkat, maka saya dipinta oleh kawan-kawan untuk menyajikannya lebih luas. Maka dengan memohon taufik dan hidayah Allah, saya kabulkan permintaan tersebut.Orang yang meninggalkan negerinya ada tiga macam :[1] Berniat untuk menetap di negeri yang disinggahinya dengan tanpa waktu dan tujuan tertentu yang pasti, seperti yang dilakukan para pekerja, para pedagang atau lainnya. Maka bagi mereka berlaku hukum yang sama dengan penduduk setempat ; wajib puasa di Ramadhan, tak boleh qashar shalat dan hanya berhak menyapu kedua sepatu sehari semalam saja.[2] Berniat untuk bermukim dalam waktu dan tujuan tertentu namun tak diketahui pasti kapan mereka akan pulang ke negerinya, contohnya seperti para pedagang yang datang dan pergi untuk membeli barang atau para peneliti pemerintahan yang tak diketahui kapan berakhirnya tujuan mereka hingga kembali ke negerinya masing-masing. Maka mereka termasuk kelompok musafir, boleh berbuka puasa, qashar shalat dan menyapu kedua sepatu selama tiga hari walau perjalanan tersebut beberapa tahun lamannya. Inilah pendapat jumhur ulama bahkan menurut Ibnu Mundhir termasuk ijma'.[3] Berniat untuk bermukim dalam waktu dan tujuan tertentu yang diketahui pasti masa berakhirnya untuk pulang ke negerinya masing-masing, maka status mereka yang demikian itu masih diperselisihkan ulama. Pendapat terkenal dari madzhab Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa jika niat mukimnya lebih dari empat hari, maka shalat tetap harus dilakukan sebagaimana mestinya. Jika niat mukimnya kurang dari empat hari, maka shalat boleh di qashar. Menurut penyusun kitab al-Mughni [Jld. II, hal. 288] pendapat tersebut berasal dari Imam Malik, As-Syafi'i dan Abu Tsur. Konon pendapat ini diterima dari Utsman bin Affan.Al-Tsaury dan para pemikir [ashab al-ra'y] berpendapat bahwa jika seseorang niat bermukim selama 15 hari mulai dari hari pertama, maka ia wajib menyempurnakan shalatnya. Dan jika kurang dari 15 hari, maka shalat boleh diqashar. Disamping itu, masih ada beberapa pendapat sebagaimana dikemukakan oleh An-Nawawi dalam Syarah Al-Muhadzdzhab [Jld. IV, hal 220] sebanyak sepuluh pendapat yang saling bertentangan namun tak ada nas yang dapat menentukannya. Oleh karena itu, Syaikh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim berpendapat bahwa mereka bersetatus sebagai musafir dan berhak untuk berbuka puasa, qashar shalat dan menyapu kedua sepatu selama tiga hari [Lihat Majmu al-Fatawa, Jam'u Ibnu Qasim, hal. 137-138,184, jld 24, al-Ikhtiyarat, hal. 73; Zadul Maad, Ibnul Qayyim, hal. 29, III, tentang perang Tabuk. Dalam al-Furu' Ibnu Muflih, salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Timiyyah, setelah mengemukakan silang pendapat, mengatakan jika seseorang beniat mukim lebih dari empat hari, maka menurut Syaikhuna dan yang lainnya, ia dipandang sebagai musafir dan berhak atas qashar dan berbuka bila belum pasti untuk bermukim umpamanya hanya untuk berbuang hajat. Terjadinya pendapat ini dipilih oleh Syaikh Abdullah bin Syaikh al-Islam Muhammad bin Abdul Wahhab pada kitab al-Durar al-Saniyyah, IV, hal, 372-375. Juga dipilih oleh Muhammad Rasyid Ridla, jld III, hal. 1180 dalam Fatawa al-Manar ; oleh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'ady, hal. 47 dalam al-Mukhtayarat al-Jaliyyah. Pendapat ini termasuk pendapat yang paling tepat bagi yang memperhatikan nas Kitab dan al-Sunnah. Yakni mereka boleh berbuka puasa dan qadla, seperti yang berlaku bagi orang macam kedua di atas, tetapi berpuasa labih baik baginya jika tidak ada kesulitan. Namun tak patut qadla diakhirkan sampai tiba Ramadhan berikutnya, sebab akan sulit melaksanakannya. Sedangkan perbedaan kelompok ini [ketiga] dengan kelompok pertama, bahwa kelompok ini bermukim dengan tujuan tertentu. Maka mereka harus menunggu sampai waktu yang ditentukan dan jangan berniat mukim tanpa batas waktu [mutlak] bahkan mereka harus menolak untuk shalat sebagaimana mestinya [tetap harus qashar] bila tujuan tercapai lebih dulu dari waktunya dan mereka harus tetap berada di tempat mukim hingga batas waktu. Sedangkan macam kelompok pertama, bermukim tanpa batas waktu tertentu, maka mereka hendaknya tetap berada di tempat mukim tak perlu menunggu sesuatu kecuali jika terkena peraturan tertentu. Dalam hal ini Allah Yang Maha mengetahui. Barangsiapa yang telah mendapat kejelasan atas pendapat yang terkuat lalu mengamalkannya, maka ia benar. Begitu pula siapa yang belum mendapat keterangan yang terkuat namun tetap memegang pendapat jumhur, maka iapun benar, sebab masalah ini termasuk persoalan ijtihad, di mana hasilnya tetap dihargai ; jika benar mendapat dua pahala dan jika keliru mendapat satu pahala. Keliru itupun diampuni Allah :"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" [Al-Baqarah : 286]Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Jika seorang hakim berijtihad dalam menetapkan hukum dan ternyata benar, maka ia mendapat dua pahala dan jika keliru maka mendapat satu pahala".Kami mohon kepada Allah semoga kami diberi taufik untuk mencapai kebenaran dalam aqidah, perkataan dan perbuatan, sebab Dialah Yang Maha Pemurah dan Maha Mulia. Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad, kepada keluarganya dan para sahabatnya.[Disalin dari buku 257 Tanya Jawab Fatwa-fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 186-191, terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1065&bagian=0


Artikel Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 2/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kelompok-Kelompok Manusia Dalam Berpuasa 2/4.