Sabtu, 28 Juni 2008

Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak PadaPelakunya

Kumpulan Artikel Islami

Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak PadaPelakunya

>> Pertanyaan :

Apakah ada tanda-tandanya bagi orang-orang yang ibadah haji danumrahnya diterima?

>> Jawaban :

Kadang-kadang ada tanda-tandanya bagi orang yang haji, puasa, sedekahdan shalatnya diterima, yaitu kelapangan dada, kebahagiaan hati danwajah ceria. Sebab ibadah-ibadah itu mempunyai tanda-tanda yang tampakpada orang yang melakukannya, bahkan pada lahir dan batinnya juga.Sebagian ulama salaf ada yang menyebutkan bahwa di antara tandaditerimanya suatu kebajikan itu adalah Allah memberikan karuniakepada-nya berupa kesanggupan melakukan kebajikan sesudahnya, sebabkarunia berupa kesanggupan melakukan kebajikan sesudahnya itumenunjukkan bahwasanya Allah Subhannahu wa Ta'ala menerima amalnyayang terdahulu, maka Dia karuniakan kepadanya amal kebajikan yang laindan meridhainya.

[ Ibnu Utsaimin: Dalilul akhtha allati yaqau fihal haajju walmutamir, hal. 115. ]

Artikel Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak PadaPelakunya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ketaatan-Ketaatan Itu Mempunyai Ciri Yang Tampak PadaPelakunya.

Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh?

Kumpulan Artikel Islami

Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh?

>> Pertanyaan :

Apakah sah berniat ihram untuk melakukan dua haji atau dua umrahBagaimana talbiyah dan syarat-syaratnya Apa pula hukum dan waktunya?

>> Jawaban :

Tidak sah berihram untuk dua haji dalam satu tahun. Ihram itu tidakboleh kecuali untuk satu haji pada setiap tahun. Demikian pula halnya,tidak boleh berihram untuk dua umrah sekaligus pada waktu yang sama,dan juga tidak boleh melaksanakan satu ibadah haji untuk mewakili duaorang, serta tidak boleh berihram satu umrah untuk mewakili dua orang,sebab tidak ada dalilnya sama sekali.

Adapun talbiyah adalah memenuhi panggilan Allah Subhannahu wa Ta'alayang terdapat di dalam firman-Nya,

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji. [Al-Hajj: 27].

Sedangkan lafazh talbiyah yaitu:

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhipanggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, akupenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nimat adalahmilik-Mu dan begitu pula kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu.

Boleh pula ditambah dengan bacaan lain yang Anda bisa seperti:

Aku penuhi panggilan-Mu dengan sepenuh hati,segala kabaikan ada pada-Mu dan keburukan itu bukan kepada-Mu. Akupenuhi panggilan-Mu dan orang-orang hanya berharap dan beramal hanyakepada-Mu; aku penuhi panggilan-Mu dengan sungguh-sungguh, denganpenuh pengabdian dan penghambaan.

Hukum talbiyah adalah sunnah muakkadah [sunnah yang sangat ditekankan],bahkan sebagian ulama ada yang menjadikannya sebagai rukun, karenamerupakan syiar yang tampak bagi orang yang berhaji dan berumrah.Adapun waktunya adalah sesudah berniat seusai niat ihram di saat iamasih berada di tempat shalatnya. Talbiyah itu dibaca ketika naikkendaraan dan ketika turun darinya, dan juga ketika jalan naikmenanjak atau turun menelusuri lembah atau mendengar ada orang yangbertalbiyah atau berjumpa dengan rekan-rekan atau melakukan suatupantangan atau setelah melakukan shalat sunnat atau menjelang malamdan menjelang siang dan hal serupa yang berhubungan dengan perubahankondisi. Wallahu alam.

[ Ibnu Jibrin: Fatawa Islamiyah, jilid 2 hal. 211. ]

Artikel Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berihram Dengan Dua Haji Atau Dua Umrah Tidak Boleh?.

Taubat Seorang Artis Dan Penari Terkenal Mesir,Haalah ash-Shaafy

Kumpulan Artikel Islami

Taubat Seorang Artis Dan Penari Terkenal Mesir,Haalah ash-Shaafy Soerang artis terkenal yang juga penari, Haalahash-Shaafy menceritakan kisah kenapa ia meninggalkan karirnya didunia seni dan memilih untuk bertaubat serta bagaimana ketenangan jiwayang ia rasakan ketika kembali ke rumahnya dan ke kehidupannya. Dengangaya bahasa yang amat menyentuh, ia menceritakannya dalam sebuahwawancara di salah sebuah majalah,

“Suatu hari, seperti biasa aku melakukan adegan menari di salah satuhotel terkenal di Cairo, Mesir. Saat menari, aku merasakan dirikuseperti mayat dan boneka yang bergerak tanpa makna. Dan untuk pertamakalinya aku merasa malu ketika menyadari dalam pose setengah telanjang,menari di hadapan mata kaum lelaki dan di tengah-tengah gelas-gelasyang dihampar.

Lalu aku tinggalkan arena tersebut dan cepat-cepat pergi sembarimenangis secara histeris menuju kamar gantiku dan mengenakan pakaiankukembali.

Selama hidupku, baru kali ini aku diliputi suatu perasaan yang belumpernah aku rasakan semenjak mulai menari dari usia 15 tahun lalu. Maka,aku pun segera berwudlu dan melakukan shalat. Ketika itu, untukpertama kalinya pula aku merasakan kebahagiaan dan kedamaian. Dansejak hari itu, aku mengenakan hijab sekalipun masih banyak sekalitawaran-tawaran menggiurkan yang disodorkan kepadaku atau pun beragamejekan dari sebagian orang. Aku pun melaksanakan manasik haji serayaberdiri dan menangis di hadapan ka’bah memohon kepada Allah kiranyamengampuni dosa-dosa yang telah aku lakukan pada hari-hari hitamku..”

Di akhir ceritanya yang menggugah hati, Halah berkata, “Haalah ash-Shaafytelah mati dan telah mengubur bersamanya masa lalunya. Ada pun sayasekarang ini adalah bernama Suhair ‘Abidin, Ummu Karim, pengasuh rumah,hidup bersama anak dan suamiku. Tetesan air mata penyesalan senantisamendampingiku atas hari-hari yang dulu pernah aku lakukan dari usiaku,yang jauh dari Khaliq-ku Yang telah memberikan segala sesuatu kepadaku.Sesungguhnya, aku kini adalah bayi yang baru dilahirkan, aku merasakanketenangan dan kedamaian setelah sebelumnya hanya perasaan cemas dansedih yang menjadi temanku sekalipun kekayaan demikian melimpah,selalu bergadang malam dan bersenang-senang….Aku telah melakukanmasa-masa yang lalu sebagai teman syetan, yang aku kenal hanyabersenang-senang dan menari. Aku telah hidup dalam kehidupan yang amatdibenci dan terhina. Syarafku selalu tegang tetapi sekarang aku merasabaru menjadi bayi kembali. Aku merasa berada di tangan yang begituamanat, yang membelai kasih sayang dan mengucapkan selamat padaku…Yah,Tangan Allah SWT.,”

[SUMBER: al-‘Aaidaat Ilallaah, karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdul‘Aziz al-Musnad, h.15-16, sebagai dinukil dari Majallah al-‘Arabiyyah,Volume 140]

Artikel Taubat Seorang Artis Dan Penari Terkenal Mesir,Haalah ash-Shaafy diambil dari http://www.asofwah.or.id
Taubat Seorang Artis Dan Penari Terkenal Mesir,Haalah ash-Shaafy.

Wanita Ingin Menikah Tapi Tidak Punya Wali

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Ingin Menikah Tapi Tidak Punya Wali

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Seorang wanita dari Yamantinggal bersama bapaknya di Thaif, kemudian ia menikah dan setelahnikah bapaknya berniat pindah ke Riyadh. Tidak lama wanita tersebutdatang kepada bapaknya dengan membawa surat-surat talak dari suamitersebut. Dan setelah itu bapaknya meninggal dunia sehingga wanitatersebut tidak punya bapak dan suami lagi sementara ia punya duasaudara sebapak tapi keduanya tinggal di Yaman. Setelah habis masaiddah ada dua orang laki-laki keturunan yaman mau menikahinya. Apakahpernikahannya boleh diwakilkan atau saudaranya yang ada di Yaman harusdatang ke Riyadh.?

>> Jawaban :

Saya faham pertanyaan tersebut yang intinya, jika ia bisa mendatangkansaudara atau mereka mewakilkan, maka harus dilakukan. Jika kesulitanmendatangkan wali yang dekat, maka kewaliannya berpindah kepada walijauh, dan apabila wali jauh tidak ada, maka ia menikah dengan walihakim berdasarkan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam: Pemimpin adalahmenjadi wali bagi orang yang tidak punya wali Dan wanita ini karenatidak hadir wali-walinya dan susah menghubunginya maka dia samaseperti wanita yang tidak mempunyai wali

Artikel Wanita Ingin Menikah Tapi Tidak Punya Wali diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Ingin Menikah Tapi Tidak Punya Wali.

‘Urwah Bin Az-Zubair

Kumpulan Artikel Islami

‘Urwah Bin Az-Zubair [Kakinya Dibuntung Dengan Gergaji, Karena MenolakKhamar Dan Bius]Barangsiapa ingin melihat seseorang dari ahli Surga, hendaklah iamelihat 'Urwah bin az-Zubair [Abdul Malik bin Marwan]

Baru saja matahari sore itu memancarkan sinarnya di Baitul Haram danmempersilahkan jiwa-jiwa yang bening untuk mengunjungi buminya yangsuci tatkala sisa-sisa para sahabat Rasulullah SAW dan para pembesartabi'in mulai berthawaf di sekeliling Ka'bah, mengharumkan suasanadengan pekikan tahlil dan takbir dan memenuhi hamparan dengando'a-do'a kebaikan.

Dan tatkala orang-orang membuat lingkaran per-kelompok di sekitarKa'bah nan agung, yang berdiri kokoh di tengah Baitul Haram dalamkondisi yang berwibawa dan agung. Mereka memenuhi pandangan dengankeindahannya yang memikat, dan memoderator pembicaraan-pembicaraan diantara mereka tanpa keisengan dan perkataan dosa.

Di dekat Rukun Yamani, duduklah empat orang pemuda yang masih remajadan terhormat nasabnya serta berbaju harum seakan-akan mereka bagaikanmerpati-merpati masjid, berbaju mengkilat dan membuat hati jinakkarenanya.

Mereka itu adalah 'Abdullah bin az-Zubair, saudaranya; Mus'ab binaz-Zubair, saudara mereka berdua; Urwah bin az-Zubair dan Abdul Malikbin Marwan.

Terjadi perbincangan ringan dan sejuk di antara anak-anak muda ini,lalu tidak lama kemudian salah seorang di antara mereka berkata,Hendaklah masing-masing dari kita memohon kepada Allah apa yanghendak dia cita-citakan.

Maka khayalan mereka terbang ke alam ghaib nan luas, angan-anganmereka berputar-putar di taman-taman harapan nan hijau, kemudianAbdullah bin az-Zubair berkata,Cita-citaku, aku ingin menguasai Hijaz dan memegang khilafah.

Saudaranya, Mus'ab berkata,Kalau aku, aku ingin menguasai dua Irak [Kufah dan Bashrah] sehinggatidak ada orang yang menyaingiku.

Sedangkan Abdul Malik bin Marwan berkata,Jika Anda berdua hanya puas dengan hal itu saja, maka aku tidak akanpuas kecuali menguasai dunia semuanya dan aku ingin memegangkekhilifahan setelah Muawiyah bin Abi Sufyan.

Sementara 'Urwah bin az-Zubair terdiam dan tidak berbicara satukalimat pun, maka saudara-saudaranya tersebut menoleh ke arahnya danberkata,Apa yang kamu cita-citakan wahai Urwah

Dia menjawab, Mudah-mudahan Allah memberkati kalian semua terhadapapa yang kalian cita-citakan dalam urusan dunia kalian. Sedangkan akuhanya bercita-cita ingin menjadi seorang 'alim yang 'Amil [Mengamalkanilmunya], orang-orang belajar Kitab Rabb, Sunnah Nabi dan hukum-hukumagama mereka kepadaku dan aku mendapatkan keberuntungan di akhiratdengan ridla Allah dan mendapatkan surga-Nya.

Kemudian waktu pun berjalan begitu cepat, sehingga memang kemudianAbdullah bin az-Zubair dibai'at menjadi Khalifah setelah kematianYazid bin Muawiyah [Khalifah ke dua dari khilafah Bani Umayyah], dandia pun menguasai kawasan Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Iraq.Kemudian dia dibunuh di sisi Ka'bah tidak jauh dari tempat dimana diapernah bercita-cita tentang hal itu.

Dan ternyata Mus'ab bin Az-Zubair pun menguasai pemerintahan Iraqsepeninggal saudaranya, 'Abdullah namun dia juga dibunuh di dalammempertahankan kekuasaannya tersebut.

Demikian pula, Abdul Malik bin Marwan memangku jabatan Khalifahsetelah ayahnya wafat, dan di tangannya kaum Muslim bersatu setelahpembunuhan terhadap 'Abdullah bin az-Zubair dan saudaranya, Mus'ab ditangan pasukan-pasukannya. Kemudian dia menjadi penguasa terbesar didunia pada zamannya.

Lalu bagaimana dengan 'Urwah bin Az-Zubair Mari kita mulai kisahnyadari pertama.

'Urwah bin az-Zubair dilahirkan setahun sebelum berakhirnyakekhilafahan Umar al-Faruq, di dalam keluarga paling terpandang danterhormat kedudukannya dari sekian banyak keluarga-keluarga kaummuslimin.

Ayahnya adalah az-Zubair bin al-'Awwam, sahabat dekat dan pendukungRasulullah SAW, orang pertama yang menghunus pedang di dalam Islam dansalah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga.

Ibunya bernama Asma` binti Abu Bakar yang bergelar berjuluk DzatunNithaqain [Pemilik dua ikat pinggang. Hal ini karena dia merobek ikatpinggangnya menjadi dua pada saat hijrah, salah satunya dia gunakanuntuk mengikat bekal Rasulullah SAW dan yang satu lagi dia gunakanuntuk mengikat bekal makanannya].

Kakeknya pancar [dari pihak] ibunya tidak lain adalah Abu Bakar ash-Shiddiq,Khalifah Rasulullah SAW dan sahabatnya ketika berada di dalam goa [Tsur].Neneknya pancar [dari pihak] ayahnya bernama Shafiyyah binti AbdulMuththalib bibi Rasulullah SAW sedangkan bibinya adalah Ummul Mukminin'Aisyah RA. Pada saat jenazah 'Aisyah dikubur, 'Urwah sendiri yangturun ke kuburnya dan meratakan liang lahadnya dengan kedua tangannya.

Apakah Anda mengira bahwa setelah kedudukan ini, ada kedudukan laindan bahwa di atas kemuliaan ini, ada kemuliaan lain selain kemuliaaniman dan kewibawaan Islam

Untuk merealisasikan cita-cita yang telah diharapkannya perkenaanAllah atasnya saat di sisi Ka'bah itu, dia tekun di dalam mencari ilmudan memfokuskan diri untuknya serta menggunakan kesempatan untukmenimba ilmu dari sisa-sisa para sahabat Rasulullah SAW yang masihhidup.

Dia rajin mendatangi rumah-rumah mereka, shalat di belakang mereka danmengikuti pengajian-pengajian mereka, sehingga dia berhasil mentrasferriwayat dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit,Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa'id bin Zaid, Abu Hurairah,Abdullah bin Abbas dan an-Nu'man bin Basyir. Dia banyak sekalimentransfer riwayat dari bibinya, 'Aisyah Ummul Mukminin sehingga diamenjadi salah satu dari tujuh Ahli fiqih Madinah [al-Fuqahâ` as-Sab'ah]yang menjadi rujukan kaum muslimin di dalam mempelajari agama mereka.

Para pejabat yang shaleh meminta bantuan mereka di dalam mengembantugas yang dilimpahkan Allah kepada mereka terhadap urusan umat dannegara.

Di antara contohnya adalah tindakan Umar bin Abdul Aziz ketika datangke Madinah sebagai gubernurnya atas mandat dari al-Walid bin AbdulMalik. Orang-orang datang kepadanya untuk menyampaikan salam.

Ketika selesai melaksanakan shalat dhuhur, dia memanggil sepuluh Ahlifiqih Madinah yang diketuai oleh 'Urwah bin Az-Zubair. Ketika merekasudah berada di sisinya, dia menyambut mereka dengan sambutan hangatdan memuliakan tempat duduk mereka. Kemudian dia memuji Allah 'Azza waJalla dan menyanjung-Nya dengan sanjungan yang pantas bagi-Nya, laluberkata,Sesungguhnya aku memanggil kalian semua untuk sesuatu yang kiranyakalian semua diganjar pahala karenanya dan menjadipendukung-pendukungku dalam berjalan di atas kebenaran. Aku tidakingin memutuskan sesuatu tanpa pendapat kalian semua, atau pendapatorang yang hadir dari kalian-kalian semua. Jika kalian semua melihatseseorang menyakit orang lain, atau mendengar suatu kedzalimandilakukan oleh pegawaiku, maka demi Allah, aku meminta agar kalianmelaporkannya kepadaku.

Maka 'Urwah bin az-Zubair mendo'akan kebaikan baginyanya dan memohonkepada Allah agar menganugerahinya ketepatan [dalam bertindak danberbicara] dan mendapatkan petunjuk.

'Urwah bin az-Zubair benar-benar menyatukan ilmu dan amal. Dia banyakberpuasa di kala hari demikian teriknya dan banyak shalat malam dikala malam gelap gulit, selalu membasahkan lisannya dengan dzikirkepada Allah Ta'ala.

Selain itu, dia selalu menyertai Kitab Allah 'Azza wa Jalla dan tekunmembacanya. Setiap harinya, dia membaca seperempat al-Qur'an denganmelihat ke Mushafnya.

Kemudian dia membacanya di dalam shalat malam hari dengan hafalan.

Dia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya itu semenjak menginjakremaja hingga wafatnya, kecuali satu kali disebabkan adanya musibahyang menimpanya. Mengenai apa musibah itu, akan dihadirkan kepadapembaca nanti.

Sungguh 'Urwah bin az-Zubair mendapatkan kedamaian hati, kesejukanmata dan surga dunia di dalam shalatnya, karenanya, dia melakukannyadengan sebaik-baiknya, melengkapi syarat rukunnya dengan sempurna danberlama-lama di dalamnya.

Diriwayatkan tentangnya bahwa dia pernah melihat seorang yang sedangmelakukan shalat dengan ringan [cepat], maka ketika orang itu telahselesai shalat, dia memanggilnya dan berkata kepadanya, Wahai anaksaudaraku, Apakah Anda tidak mempunyai keperluan kepada Tuhanmu 'Azzawa Jalla! Demi Allah sesungguhnya aku memohon kepada Allah di dalamshalatku segala sesuatu bahkan garam.

'Urwah bin Az-Zubair adalah juga seorang dermawan, pema'af dan pemurah.Di antara contoh kedermawanannya, bahwa dia mempunyai sebuah kebunyang paling luas di seantero Madinah. Airnya nikmat, pohon-pohonnyarindang dan kurma-kurmanya tinggi. Dia memagari kebunnya selamasetahun untuk menjaga agar pohon-pohonnya terhindar dari gangguanbinatang dan keusilan anak-anak. Dan, jika sudah datang waktu panen,buah-buahnya siap dipetik dan siap dimakan, dia menghancurkan kembalipagar kebunnya tersebut di banyak arah supaya orang-orang mudah untukmemasukinya.

Maka mereka pun memasukinya, datang dan kembali untuk memakanbuah-buahnya dan membawanya pulang dengan sesuka hati. Dan setiap kalidia memasuki kebunnya ini, dia mengulang-ulang firman Allah, Danmengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu MASYAALLAH, LAA QUWWATA ILLA BILLAH [Sungguh atas kehendak Allah semua initerwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah] [Q.,s.al-Kahfi:39]

Dan pada suatu tahun dari kekhilafahan al-Walid bin Abdul Malik [khalifahke enam dari khalifah-khalifah Bani Umayyah, dan pada zamannyakekuasaan Islam mencapai puncaknya], Allah Azza wa Jalla berkehendakuntuk menguji 'Urwah bin az-Zubair dengan ujian yang berat, yang tidakakan ada orang yang mampu bertahan menghadapinya kecuali orang yanghatinya penuh dengan keimanan dan keyakinan.

Khalifah kaum muslimin mengundang 'Urwah bin az-Zubair supayamengunjunginya di Damaskus, lalu Urwah memenuhi undangan tersebut danmembawa serta putra tertuanya.

Dan ketika sudah datang, Khalifah menyambutnya dengan sambutan yanghangat dan memuliakannya dengan penuh keagungan. Namun saat di sana,Allah SWT berkehendak lain, tatkala putra 'Urwah memasuki kandang kudaal-Walid untuk bermain-main dengan kuda-kudanya yang tangkas, lalusalah satu dari kuda itu menendangnya dengan keras hingga diameninggal seketika.

Belum lama sang ayah yang bersedih menguburkan putranya, salah satukakinya terkena tumor ganas [semacam kusta] yang dapat menjalar keseluruh tubuh. Betisnya membengkak dan tumor itu dengan sangat cepatberkembang dan menjalar.

Karena itu, Khalifah memanggil para dokter dari segala penjuru untuktamunya dan meminta mereka untuk mengobatinya dengan segala cara. Akantetapi, para dokter sepakat bahwa tidak ada jalan lain untukmengatasinya selain memotong betis 'Urwah, sebelum tumor itu menjalarke seluruh tubuhnya dan merenggut nyawanya. Maka, tidak ada alasanlagi untuk tidak menerima kenyataan itu.

Ketika dokter bedah datang untuk memotong betis 'Urwah dan membawaperalatannya untuk membelah daging serta gergaji untuk memotong tulang,dia berkata kepada 'Urwah,Menurutku Anda harus meminum sesuatu yang memabukkan supaya andatidak merasa sakit ketika kaki Anda dipotong.

Maka Urwah berkata,O..tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak akan menggunakan sesuatu yangharam terhadap kesembuhan yang aku harapkan.

Maka dokter itu berkata lagi,Kalau begitu aku akan membius anda.

Urwah berkata,Aku tidak ingin, kalau ada satu dari anggota badanku yang diambilsedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala disisi Allah atas hal ini.

Ketika dokter bedah itu mulai memotong betis, datanglah beberapa orangtokoh kepada 'Urwah, maka 'Urwah pun berkata,Untuk apa mereka datang.

Ada yang menjawab,Mereka didatangkan untuk memegang anda, barangkali Anda merasakansakit yang amat sangat, lalu Anda menarik kaki Anda dan akhirnyamembahayakan Anda sendiri.

Lalu 'Urwah berkata,Suruh mereka kembali. Aku tidak membutuhkan mereka dan berharapkalian merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan.

Kemudian dokter mendekatinya dan memotong dagingnya dengan alat bedah,dan ketika sampai kepada tulang, dia meletakkan gergaji padanya danmulai menggergajinya, sementara 'Urwah membaca, Lâ ilâha illallâh,wallâhu Akbar.

Dokter terus menggergaji, sedangkan 'Urwah tak henti bertahlil danbertakbir hingga akhirnya kaki itu buntung.

Kemudian dipanaskanlah minyak di dalam bejana besi, lalu kaki Urwahdicelupkan ke dalamnya untuk menghentikan darah yang keluar danmenutup luka. Ketika itulah, 'Urwah pingsan sekian lama yangmenghalanginya untuk membaca jatah membaca Kitab Allah pada hari itu.Dan itu adalah satu-satunya kebaikan [bacaan al-Qur'an] yang terlewatiolehnya semenjak dia menginjak remaja. Dan ketika siuman, 'Urwahmeminta potongan kakinya lalu mengelus-elus dengan tangannya danmenimang-nimangnya seraya berkata,Sungguh, Demi Dzat Yang Mendorongku untuk mengajakmu berjalan ditengah malam menuju masjid, Dia Maha mengetahui bahwa aku tidak pernahsekalipun membawamu berjalan kepada hal yang haram.

Kemudian dia mengucapkan bait-bait sya'ir karya Ma'n bin Aus,

Demi Engkau, aku tidak pernah menginjakkan telapak tanganku padasesuatu yang meragukan

Kakiku tidak pernah mengajakku untuk melakukan kekejian

Telinga dan mataku tidak pernah menggiringku kepadanya

Pendapatku dan akalku tidak pernah menunjuk kepadanya

Ketahuilah, sesungguhnya tidaklah musibah menimpaku sepanjang masamelainkan ia telah menimpa orang sebelumku

Al-Walid bin Abdul Malik benar-benar merasa sedih terhadap musibahyang menimpa tamu agungnya. Dia kehilangan putranya, lalu dalambeberapa hari kehilangan kakinya pula, maka al-Walid tidak bosan-bosanmenjenguknya dan mensugestinya untuk bersabar terhadap musibah yangdialaminya.

Kebetulan ketika itu, ada sekelompok orang dari Bani 'Abs singgah dikediaman Khalifah, di antara mereka ada seorang buta, lalu al-Walidbertanya kepadanya perihal sebab kebutaannya, lalu orang itu mejawab,

Wahai Amirul mukminin, di dalam komunitas Bani 'Abs tidak ada orangyang harta, keluarga dan anaknya lebih banyak dariku. Lalu aku bersamaharta dan keluargaku singgah di pedalaman suatu lembah darilembah-lembah tempat tinggal kaumku, lalu terjadi banjir besar yangbelum pernah aku saksikan sebelumnya. Banjir itu menghanyutkan semuayang aku miliki; harta, keluarga dana anak. Yang tersisa hanyalahseekor onta dan bayi yang baru lahir. Sedangkan onta yang tersisa ituadalah onta yang binal sehingga lepas. Akibatnya, aku meninggalkansang bayi tidur di atas tanah untuk mengejar onta tersebut. Belumbegitu jauh aku meninggalkan tempat ku hingga tiba-tiba aku mendengarjeritan bayi tersebut. Aku menoleh namun ternyata kepalanya telahberada di mulut serigala yang sedang menyantapnya. Aku segeramenyongsongnya namun sayang aku tidak bisa menyelamatkannya, karenasrigala telah membunuhnya. Lalu aku mengejar onta dan ketika akuberada di dekatnya, ia menendangku dengan kakinya. Tendangan itumengenai wajahku, sehingga keningku robek dan mataku buta. Begitulahaku mendapatkan diriku di dalam satu malam telah menjadi orang yangtanpa keluarga, anak, harta dan mata.

Maka al-Walid berkata kepada pengawalnya,Ajaklah orang ini menemui tamu kita 'Urwah bin az-Zubair. Mintalahdia mengisahkan ceritanya supaya 'Urwah mengetahui bahwa ternyatamasih ada orang yang mengalami cobaan yang lebih berat darinya.

Ketika 'Urwah diangkut ke Madinah dan dipertemukan dengan keluarganya,dia mendahului mereka dengan ucapan,Jangan kalian merasa ngeri terhadap apa yang kalian lihat. Allah 'Azzawa Jalla telahmenganugerahuiku empat orang anak, lalu mengambil satudi antara mereka dan masih menyisakan tiga orang lagi. Segala pujihanya untuk-Nya. Dan Dia memberiku empat anggota badan, kemudian Diamengambil satu darinya dan menyisakan tiga untukku, maka segala pujibagi-Nya. Dia juga telah memberiku empat buah yang memiliki ujung [keduatangan dan kedua kaki-red.,], lalu Dia mengambilnya satu danmenyisakan tiga buah lagi untukku. Dan demi Allah, Jika pun Dia telahmengambil sedikit dariku namun telah menyisakan banyak untukku. Danjika pun Dia mengujiku satu kali namun Dia telah mengaruniaikukesehatan berkali-kali.

Ketika penduduk Madinah mengetahui kedatangan imam dan orang 'alimmereka, 'Urwah bin az-Zubair, mereka berbondong-bondong datang kerumahnya untuk menghibur dan menjenguknya. Di antara untaian katata'ziah yang paling berkesan adalah perkataan Ibrahim bin Muhammad binThalhah kepadanya,Bergembiralah wahai Abu Abdillah! salah satu anggota badan dan anakmutelah mendahuluimu menuju surga dan yang keseluruhannya akan mengikutiyang sebagiannya itu, insya Allah Ta'ala. Sungguh, Allah telahmenyisakan sesuatu darimu untuk kami yang sangat kami butuhkan danperlukan, yaitu ilmu, fiqih dan pendapat anda. Mudah-mudahan Allahmenjadikan hal itu bermanfaat bagimu dan kami. Allah lah Dzat YangMaha menanggung pahala untukmu dan Yang menjamin balasan kebaikanamalmu.

'Urwah bin az-Zubair tetap menjadi menara hidayah, petunjukkebahagiaan dan penyeru kebaikan bagi kaum muslimin sepanjanghidupnya. Dia sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya,khususnya, dan anak-anak kaum muslimin lainnya, umumnya. Dia tidakpernah membiarkan kesempatan berlalu tanpa digunakannya untukmemberikan penyuluhan dan nasehat kepada mereka.

Di antara contohnya, dia selalu mendorong anak-anaknya untuk menuntutilmu ketika berkata kepada mereka,Wahai anakku, tuntutlah ilmu dan kerahkanlah segala kemampuan dengansemestinya. Karena, jika kamu sekarang ini hanya sebagai orang-orangkecil, mudahan-mudahan saja berkat ilmu, Allah menjadikan kamuorang-orang besar.

Penuturan lainnya,Aduh betapa buruknya, apakah di dunia ini ada sesuatu yang lebihburuk daripada orang tua yang bodoh.

Dia juga menyuruh mereka untuk menilai sedekah sebagai hadiah yangdipersembahkan untuk Allah 'Azza wa Jalla. Yaitu, dalam ucapannya,Wahai anakku, janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamumempersembahkan hadiah kepada Rabb-nya berupa sesuatu yang dia merasamalu kalau dihadiahkan kepada tokoh yang dimuliakan dari kaumnya.Karena Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Paling Mulia, dan Paling Dermawanserta Yang Paling Berhak untuk dipilihkan untuk-Nya.

Dia juga pernah memberikan pandangan kepada mereka [anak-anaknya]tentang tipikal manusia dan seakan mengajak mereka menembus langsungmenuju siapa inti dari mereka itu,Wahai anakku, jika kamu melihat seseorang berbuat kebaikan yang amatmenawan, maka harapkanlah kebaikan dengannya meskipun di mata oranglain, dia seorang jahat, karena kebaikan itu memiliki banyak saudara.Dan jika kamu melihat seseorang berbuat keburukan yang nyata, makamenghindarlah darinya meskipun di mata orang lain, dia adalah orangbaik, karena keburukan itu juga memiliki banyak saudara. Danketahuilah bahwa kebaikan akan menunjukkan kepada saudara-saudaranya[jenis-jenisnya yang lain], demikian pula dengan keburukan.

Dia juga berwasiat kepada anak-anaknya supaya berlaku lemah lembut,berbicara baik dan bermuka ramah. Dia berkata,Wahai anakku, sebagaimana tertulis di dalam hikmah, 'Hendaklah kamuberkata-kata baik dan berwajah ramah niscaya kamu akan lebih dicintaiorang ketimbang cinta mereka kepada orang yang selalu memberikanmereka hadiah.

Bilamana dia melihat manusia cenderung untuk berfoya-foya dan menilaibaik kenikmatan duniawi, dia mengingatkan mereka akan kondisiRasulullah SAW yang penuh dengan kesahajaan kehidupan dan kepapaan.

Di antara contohnya adalah sebagaimana yang diceritakan Muhammad binal-Munkadir [seorang tabi'i dari penduduk Madinah, wafat pada tahun130 H],Saat 'Urwah bin az-Zubair menemuiku dan memegang tanganku, diaberkata, 'Wahai Abu Abdullah.'

Lalu aku menjawab, Labbaik.

Kemudian dia berkata,Saat aku menemui Ummul mukminin 'Aisyah RA, dia berkata, 'Wahaianakku.'

Lalu aku menjawab, 'Labbaik.'

Beliau berkata lagi, 'Demi Allah, sesungguhnya kami dahulu pernahsampai selama empat puluh malam tidak menyalakan api di rumahRasulullah SAW, baik untuk lentera ataupun yang lainnya.'

Lalu aku berkata, 'Wahai Ummi, bagaimana kalian semua dapat hidup'

Beliau menjawab, 'Dengan dua benda hitam [Aswadân]; kurma dan air.'

Selanjutnya 'Urwah bin az-Zubair hidup hingga mencapai usia 71 tahun,yang diisinya dengan kebaikan, kebajikan dan ketakwaan.

Ketika ajal menjelang, dia sedang berpuasa, lalu keluarganya ngototmemintanyanya agar berbuka saja namun dia menolak. Sungguh dia telahmenolak, karena dia berharap kalau kelak dia bisa berbuka denganseteguk air dari sungai Kautsar di dalam bejana emas dan di tanganbidadari.

CATATAN :

Sebagai bahan bacaan, silahkan merujuk ke:

ath-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa'd, 1:406; 2:382, 387; 3:100;4:167; 5:334; 8:102.

Hilyatu al-Auliya` karya Abu Nuaim, 2/176.

Shifat ash-Shafwah, karya Ibnu al-Jauzi, 2:87.

Wafayat al-A'yan, karya Ibnu Khalakan, 3: 255.

Ansabu al-Asyraf, karya al-Baladziri

Jamharatu Ansabi al-'Arab, karya Ibnu Hazm

Artikel ‘Urwah Bin Az-Zubair diambil dari http://www.asofwah.or.id
‘Urwah Bin Az-Zubair.

Orang Yang Marah Bila Ditimpa Musibah

Kumpulan Artikel Islami

Orang Yang Marah Bila Ditimpa Musibah Orang Yang Marah Bila Ditimpa Musibah

Kategori Qadha Dan Qadar

Jumat, 7 Mei 2004 08:04:50 WIBORANG YANG MARAH BILA DITIMPA MUSIBAHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-'UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Tentang orang yang marah-marah apabila ditimpa suatu musibah "Jawaban.Manusia terbagi menjadi empat tingkatan dalam menghadapi musibah.Tingkatan Pertama : Marah-MarahIni terbagi kepada beberapa macam:[1] Terjadi di dalam hati, misalnya jengkel terhadap Rabb-nya karena taqdir buruk menimpanya. Ini haram hukumnya, terkadang bisa menjerumuskan kepada kekufuran. Allah Ta'ala berfirman. :"Artinya : Di antara manusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keaadaan itu, dan jika ditimpa suatu bencana berbaliklah ia ke belakang. Ia rugi dunia dan akhirrat" [Al-Hajj : 11][2] Dengan lidah, misalnya meminta celaka dan binasa dan yang semisal itu. Ini juga haram.[3] Dengan anggota tubuh seperti menampar pipi, merobek saku, menjambak rambut dan semisalnya. Semua ini haram karena bertentangan dengan sabar yang merupakan kewajiban.Tingkatan Kedua : BersabarSeperti diucapkan oleh seorang penyair ; sabar seperti namanya, pahit rasanya tetapi lebih manis akibatnya dari pada madu. Maka orang ini akan melihat bahwa suatu musibah itu berat, namun ia tetap menjaga imannya sehingga tidak marah-marah, meski ia berpandangan bahwa adanya musibah itu dan ketiadaannya tidaklah sama. Ini hukumnya wajib karena Allah Ta'ala memerintahkan untuk bersabar.Dia berfirman :"Artinya : Bersabarlah kalian, sesunguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar" [ Al-Anfa : 46]Tingkatan Ketiga : RidhaYakni manusia ridha dengan musibah yang menimpanya. Ia berpandangan bahwa ada dan tidaknya musibah sama saja baginya, sehingga adanya musibah tadi tidak memberatkannya. ia pun tidak merasa berat memikulnya. Ini dianjurkan dan tidak wajib menurut pendapat yang kuat. Perbedaan tingkatan ini dengan tingkatan sebelumnya nampak jelas karena adanya musibah dan tidak adanya sama saja dalam tingkatan ridha. Adapun pada tingkatan sebelumnya, jika ada musibah dia merasakan berat, namun ia tetap bersabar.Tingkatan Keempat : BersyukurIni merupakan tingkatan yang paling tinggi. Di sini seseorang bersyukur atas musibah yang menimpanya karena ia memahami bahwa musibah ini menjadi sebab pengampunan kesalahan-kesalahannya bahkan mungkin malah menambah kebaikannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidaklah satu musibah menimpa seorang muslim kecuali dengannya Allah mengampuni dosa-dosanya sampai sebuah duripun yang menusuknya"[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=697&bagian=0


Artikel Orang Yang Marah Bila Ditimpa Musibah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Orang Yang Marah Bila Ditimpa Musibah.

Kebiasaan Tersembunyi (Onani)

Kumpulan Artikel Islami

Kebiasaan Tersembunyi (Onani)

>> Pertanyaan :

Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi [onani]?

>> Jawaban :

Melakukan kebiasaan tersembunyi [onani], yaitu mengeluarkan manidengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalilAl-Quran dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Al-Quran mengatakan,

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadapistri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki; makasesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencariyang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melimpaui batas.[Al-Muminun: 5-7].

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya ataubudaknya, maka ia telah mencari yang di balik itu, dan berarti iamelanggar batas berdasarkan ayat di atas.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyaikemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkanmata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belummampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.

Pada hadits ini Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memerintah orangyang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukanonani itu boleh, tentu Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalammenganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahalmudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukanonani itu tidak boleh.

Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbulakibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan olehpara dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada systemreproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapatmenghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab, apabila seseoarangtelah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu,maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

[ Asilah Muhimmah ajaba alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9. ]

Artikel Kebiasaan Tersembunyi (Onani) diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kebiasaan Tersembunyi (Onani).

Peranan Wanita Di Dalam Masyarakat

Kumpulan Artikel Islami

Peranan Wanita Di Dalam Masyarakat Perbaikan masyarakat ada dua macam, yaitu:

1. Perbaikan yang Zhahir [Tampak]

Yaitu perbaikan yang biasa dilakukan di tempat-tempat terbuka, seperti:Masjid, pasar, tempat kerja dan sejenisnya. Perbaikan ini tertujukepada kelompok laki-laki karena merekalah yang banyak melakukanaktivitas di luar dan sering menampakkan diri.

2. Perbaikan di Balik Tabir [di belakang layar, red]

Ia adalah perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Urusan ini biasanyadiperankan oleh kaum wanita, karena merekalah pengatur urusan-urusanintern rumah tangga, sebagaimana difirmankan oleh Allah kepadaistri-istri Nabi saw , yang artinya: “Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku sepertiorang-orang Jahiliyah yang dahulu.” [Al-Ahzab: 33]

PENTINGNYA PERAN WANITA DALAM MEMPERBAIKI MASYARAKAT

Berkata penulis risalah ini [as Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin]rahimahullah, “Sesungguhnya perbaikan separuh dari jumlah masyarakatyang ada, bahkan sebagian besarnya tidak akan pernah bisa dipisahkandari peran wanita,” hal ini karena dua alasan:

Pertama, jumlah wanita sama banyak dengan jumlah laki-laki,bahkan bisa lebih banyak dari laki-laki sebagai-mana pernah disebutkandalam hadits Rasulullah shalallahu'alahi wassalam. Akan tetapi,perbandingan ini terkadang berubah-ubah setiap waktunya atauberbeda-beda antara tempat yang satu dengan yang lain. Kadangkala disuatu negara wanitanya lebih banyak dibanding laki-laki, namun dinegara lain sebaliknya, laki-lakinya yang lebih banyak.

Demikian pula pada suatu waktu terkadang wanita lebih banyak darilaki-laki dan di waktu lain terjadi sebaliknya laki-laki yang lebihbanyak. Yang jelas bagaimanapun keadaannya, wanita tetap memilikiperan yang penting dalam perbaikan masyarakat.

Ke dua, pertumbuhan generasi muda pada awalnya pasti beranjakdari pangkuan seorang ibu [wanita]. Dengan demikian, maka tampak jelasbagaimana pentingnya peran yang harus diemban oleh para wanita dalammemperbaiki masyarakat.

LANGKAH-LANGKAH YANG DITEMPUH

Langkah Pertama: Kesalehan Wanita

Hendaknya wanita yang berperan dalam memperbaiki masyarakat adalahwanita yang shalihah agar ia dapat menjadi contoh dan teladan bagiwanita lain. Agar seorang wanita mencapai derajat shalihah, maka iaharus memiliki ilmu, yaitu ilmu syar’i yang dapat ia pelajari melaluikitab-kitab [buku] atau melalui apa yang ia dengar dari lisan paraulama. Ia dapat mendengarkan rekaman ceramah-ceramah mereka, dan mediakaset ini cukup berperan dalam mengarahkan masyarakat menuju perbaikandan keshalehan.

Langkah Ke Dua: Fasih di Dalam Berbicara

Hendaknya wanita tersebut adalah wanita yang dianugerahi oleh Allahkefasihan dalam berbicara. Dengan kata lain ia mampu berbicara denganlancar dan mampu mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya dengan baikdan benar. Sehingga dapat menyingkap semua makna yang ada dalam hatidan jiwanya. Apalagi makna tersebut kadang juga ditemukan dalam diriorang lain, namun ia tidak mampu untuk meng-ungkapkannya dengankata-kata atau mungkin ia mampu mengungkapkannya, akan tetapi kurangjelas dan kurang tepat sehingga perbaikan yang diharap-kan tidakmencapai hasil yang optimal.

Agar seorang wanita [juga pria, red] dapat berbicara dengan lancar danfasih serta mampu mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya secarabenar dan jelas, maka hendaknya ia mempunyai pengetahuan bahasa Arabbaik nahwu, sharaf dan balaghah. Demikian pula [tambahan, red] iaharus menguasai bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang didakwahinya.

Langkah ke tiga: Hikmah

Hikmah dan sikap bijaksana merupakan anugerah yang diberikan olehAllah kepada hambaNya, sebagaimana firmanNya, artinya, “Allahmemberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapayang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dantak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yangberakal.” [Al Baqarah: 269]

Betapa sering tujuan tak tercapai, bahkan kesalahpahamanlah yangtimbul karena tidak adanya hikmah dan sikap bijaksana dalam berdakwah.Termasuk dalam kategori hikmah dalam berdakwah adalah memposisikanorang yang didakwahi pada posisi yang semestinya. Jika ia seorangjahil, maka ia diperlakukan sesuai keadaannya. Jika ia seorang yangmemiliki ilmu, namun pada dirinya ada sikap tafrith [menyia-nyiakan],ihmal [meremehkan] dan ghaflah [melalaikan] maka hendaknyadiperlakukan sesuai kondisinya. Begitu pula, jika seorang yang berilmunamun suka bersikap sombong dan menolak kebenaran, maka ada caratersendiri dalam memperlakukannya.

Di antara contoh penerapan hikmah di dalam dakwah RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam, yakni:

1. Kasus Orang Badui Kencing di Pojok Masjid.

Para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan untukmencegahnya, namun Rasulullah dengan penuh bijaksana bersabda, ”Jangankalian putuskan kencingnya!” Maka tatkala orang tersebut selesai darikencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencingtersebut disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadidan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untukmembuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk shalat,membaca al Qur’an dan dzikrullah.” [riwayat al Bukhari-Muslim].

Nabi membiarkan orang Badui tersebut meneruskan kencingnya, sebab jikaia berdiri untuk menghentikan kencingnya maka akan terjadi duakemungkinan:

Pertama, ia akan berdiri dalam keadaan aurat terbuka untukmenghin-dari terkenanya air kencing pada pakaiannya dan saat iaberdiri maka air kencing akan meluas. Di samping itu ia akan dilihatoleh orang banyak dalam keadaan auratnya terbuka. Maka pada saat ituakan terjadi dua mafsadah [keburukan] baru yaitu melebarnya airkencing dan terbukanya aurat di hadapan orang.

Ke dua, ia akan berdiri dengan menutup auratnya, sehinggapakaiannya akan kotor terkena air kencing. Maka untuk menghindari efektambahan ini, Nabi membiarkannya meneruskan kencing untukmeminimalisir mafsadah.

Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa suatu kemungkaran hendaknyadibiarkan saja, jika mencegahnya ternyata akan menimbulkan kemungkaranbaru yang lebih besar. Inilah salah satu ibrah atau pelajaran yangdapat diambil dari kisah ini.

2. Seorang Shahabat Nabi Bersin pada Waktu Shalat.

Muawiyah ibnul Hakam ketika ia sedang shalat bersama RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam, tiba-tiba ada seseorang yang bersinlalu mengucapkan, “Alhamdulillah”, maka Muawiyah mengucapkan, “Yarhamukallah”.Seketika itu juga para shahabat yang lain memandanginya pertanda marahdengan kejadian itu, maka Muawiyah berkata, “Celaka kalian!” laluorang-orang pada menepuk pahanya masing-masing sebagai isyarat agar iadiam, iapun lalu diam.

Setelah selesai shalat, Rasulullah memanggil Muawiyah dan bersabda,“Shalat itu tidak boleh ada perkataan manusia di dalamnya sedikitpun,namun shalat hanyalah takbir dan membaca al Qur’an.” Maka berkatalahMuawiyah, “Aku tidak pernah melihat seorang guru yang lebih bagus caramengajarnya dari pada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam. DemiAllah, beliau tidak membentakku dan tidak pula menghardikku.”

3. Seorang Laki-Laki yang Memakai Cincin Emas.

Ia memakai cincin tersebut, padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallamsudah menjelaskan haramnya emas bagi kaum laki-laki dari umat ini.Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian sengaja mengambilbara api kemudian ia taruh di tangannya”, lalu Nabi Shallallaahualaihi wa Sallam mencopot cincin itu [dari tangan orang tersebut],kemudian melemparkannya. Setelah Nabi pergi orang-orang berkatakepadanya, “Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah.” Maka ia menjawab,“Aku tidak akan mengambil cincin yang telah dibuang oleh RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam.”

Di dalam kasus ini Rasulullah bersikap agak keras, hal ini dikarenakanorang tersebut sudah mengetahui tentang haramnya memakai emas bagikaum laki-laki. Sikap ini berbeda dengan [sikap] beliau ketikamenghadapi orang yang belum mengerti, sebagaimana di dalam contohsebelumnya.

Langkah Ke empat: Bisa Mendidik dengan Baik.

Seorang wanita hendaknya bisa mendidik anak-anaknya dengan baik,karena anak-anak adalah harapan di masa depan. Pada awalpertumbuhan-nya, anak-anak lebih banyak bergaul dengan ibu mereka.Jika sang ibu memiliki akhlak dan perilaku yang baik, maka kelakanak-anak tersebut akan mempunyai andil yang sangat besar di dalammemperbaiki masyarakat.

Oleh karenanya, seorang wanita yang memiliki anak-anak harusmemperhatikan pendidikan mereka. Seandainya ia sendiri tidak mampuuntuk memperbaiki dan mendidik mereka maka hendaknya ia memintabantuan dari ayah anak-anak tersebut. Jika anak-anak sudah tidak punyaayah, maka bisa meminta bantuan kepada wali mereka, seperti: Saudara,paman, anak saudara [keponakan] dan selainnya.

Seorang wanita juga tidak boleh menyerah dengan keadaan dan berdiamdiri sebab jika demikian maka perubahan dan perbaikan tak akan bisaterlakasan dengan baik.

Langkah Ke lima: Giat di dalam Berdakwah

Hendaknya seorang wanita giat di dalam meningkatkan taraf keilmuankaumnya. Hal itu dapat dilakukan di tengah-tengah masyarakat, baiksekolah, universitas ataupun jenjang yang lebih tinggi lagi. Hal itujuga dapat dilakukan disela-sela ziarah atau kunjungan antara sesamawanita dengan menyampaikan beberapa kalimat yang mungkin bermanfaatbagi mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa peran aktif kaum wanita di dalam berdakwah,mengadakan kajian-kajian ilmu syar’i, pengajaran Bahasa Arab khususbagi mereka merupakan amalan yang bagus dan layak mendapat acunganjempol. Pahala dari ilmu yang bermanfaat akan terus mengalir,sekalipun mereka telah meninggal dunia, sebagaimana yang pernahdisabdakan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam.

Kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala , semoga Dia berkenanmenjadikan kita semua sebagai da’i yang mendapatkan petunjuk. Da’iyang baik dan senantiasa berusaha memperbaiki orang lain. Dan semogaDia juga memberikan rahmatNya, sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang MahaMemberi.

Dari nasyrah Darul Wathan “daur al mar’ah fi ishlah al mujtama”fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah . [Ma’rufHajar].

Artikel Peranan Wanita Di Dalam Masyarakat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Peranan Wanita Di Dalam Masyarakat.

Sembelihan Hewan Kurban Terbaik Adalah Yang Paling Gemuk

Kumpulan Artikel Islami

Sembelihan Hewan Kurban Terbaik Adalah Yang Paling Gemuk Sembelihan Hewan Kurban Terbaik Adalah Yang Paling Gemuk

Kategori Kurban Dan Aqiqah

Minggu, 9 Januari 2005 14:33:54 WIBTATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN KURBANOlehShidiq Hasan KhanBagian Kedua dari Tiga Tulisan [2/3][3]. WAKTUNYA SETELAH MELAKSANAKAN SHALAT IEDUL KURBANBerdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa menyembelih sebelum shalat hendaklah menyembelih sekali lagi sebagai gantinya, dan siapa yang belum menyembelih hingga kami selesai shalat maka menyembelihlah dengan bismillah".Terdapat dalam Shahihain [17]Dan di dalam shahihain dari hadits Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah dia mengulangi". [18]Berkata Ibnul Qayyim :"Dan tidak ada pendapat seseorang dengan adanya [perkataan] Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang ditanya oleh Abu Burdah bin Niyar tentang seekor kambing yang disembelihnya pada hari Ied, lalu beliau berkata :"Artinya : Apakah [dilakukan] sebelum shalat Dia menjawab : Ya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : Itu adalah kambing daging [yakni bukan kambing kurban] ". [Al-Hadits].Ibnu Qayyim berkata : "Hadits ini shahih dan jelas menunjukkan bahwa sembelihan sebelum shalat tidak dianggap [kurban], sama saja apakah telah masuk waktunya atau belum. Inilah yang kita jadikan pegangan secara qath'i [pasti] dan tidak diperbolehkan [berpendapat] yang lainnya. Dan pada riwayat tersebut terdapat penjelasan bahwa yang dijadikan patokan [berkurban] adalah shalatnya Imam".[4]. AKHIR WAKTUNYA ADALAH DI AKHIR HARI-HARI TASYRIQBerdasarkan hadits Jubair bin Mut'im dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda :"Artinya : Pada setiap hari-hari tasyriq ada sembelihan". [20]. [Dikeluarkan Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Al-Baihaqi. Dan terdapat jalan lain yang menguatkan antara satu dengan riwayat yang lainnya. Dan juga diriwayatkan dari hadits Jabir dan lainnya. Dan ini diriwayatkan segolongan dari shahabat. Dan perselisihan dalam perkara ini adalah ma'ruf].Di dalam Al-Muwatha' dari Ibnu Umar :"Artinya : Al-Adha [berkurban] dua hari setelah dari Adha". [21].Demikian pula dari Ali bin Abi Thalib. Dan ini pendapat Al-Hanafiah dan madzhab Syafi'iyah bahwa akhir waktunya sampai terbenamnya matahari dari akhir hari-hari tasyriq berdasarkan hadits Imam Al-Hakim yang menunjukan hal tersebut.[22][5]. SEMBELIHAN YANG TERBAIK ADALAH YANG PALING GEMUKBerdasarkan hadits Abu Rafi':"Artinya : Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bila berkurban, membeli dua gibas yang gemuk " [23] [Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad Hasan].Dan dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari hadits Abu Umamah bin Sahl berkata :"Artinya : Adalah kami menggemukkan hewan kurban di Madinah dan kaum Muslimin menggemukkan [hewan kurbannya]". [24]Saya katakan, bahwa kurban yang paling afdhal [utama] adalah gibas [domba jantan] yang bertanduk. Sebagaimana yang terdapat pada suatu hadits dari Ubadah bin Ash-Shamit dalam riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Al-Baihaqi secara marfu' dengan lafadzh:"Artinya : Sebaik-baik hewan kurban adalah domba jantan yang bertanduk". [25] [Dan juga dikeluarkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dari hadits Abu Umamah dan di dalam sanadnya terdapat 'Ufair bin Mi'dan dan dia Dha'if]. [26].Al-Udhiyah [sembelihan kurban] yang dimaksud bukanlah Al-Hadyu. Dan terdapat pula nash pada riwayat Al-Udhiyah, maka nash wajib didahulukan dari qiyas [mengqiyaskan udhiyah dengan Al-Hadyu], dan hadits : "Domba jantan yang bertanduk". adalah nash diantara perselisihan ini.Apabila dikhususkan berqurban dengan domba berdasarkan zhahir hadits, dan bila meliputi yang lainnya, maka termasuk yang dikebiri. Tetapi yang utama tidaklah dikhususkan dengan hewan yang dikebiri. Adapun penyembelihan kurban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berupa hewan yang dikebiri tidak menunjukkan lebih afdhal dari yang lainnya, namun yang ditujuk pada riwayat tersebut bahwa berkurban dengan hewan yang dikebiri adalah boleh. [27][6]. TIDAK MENCUKUPI KURBAN ADA YANG DIBAWAH AL-JADZ'U [28] [KAMBING YANG BERUMUR KURANG DARI SATU TAHUN].Berdasarkan hadits Jabir dalam riwayat Muslim dan selainnya berkata : Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Janganlah engkau menyembelih melainkan musinnah [kambing yang telah berumur dua tahun] kecuali bila kalian kesulitan maka sembelihlah Jadz'u [kambing yang telah berumur satu tahun]" [29].Dan dikeluarkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersbada."Artinya : Sebaik-baik sembelihan adalah kambing Jadz'u". [30]Dikeluarkan pula oleh Ahmad dan Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan At-Thabrani dari hadits Ummu Bilal binti Hilal dari bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Boleh berkurban dengan kambing Jadz'u". [31]Di dalam shahihain dari hadits 'Uqbah bin 'Amir berkata."Artinya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi-bagi hewan kurban pada para shahabatnya, dan 'Uqbah mendapatlan Jadz'ah. Lalu saya bertanya : Wahai Rasulullah, saya mendapatkan Jadz'u. Lalu beliau menjawab : Berkurbanlah dengannya". [32]Jumhur berpendapat bahwa boleh berkurban dengan kambing Jadz'u. Dan barang siapa yang beranggapan bahwa kambing tidak memenuhi kecuali untuk satu atau tiga orang saja, atau beranggapan bahwa selainnya lebih utama maka hendaklah membawakan dalil. Dan tidaklah cukup menggunakan hadits Al-Hadyu sebab itu adalah bab yang lain. [33].[Disalin dari Kitab Ar-Raudhatun Nadhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah, karangan Abu-At-Thayyib Shidiq Hasan bin Ali Al-Hushaini Al-Qanuji Al-Bukhari oleh Abu Abdirrahman Asykari bin Jamaluddin Al-Bugisy, dan dimuat di Majalah As-Sunnah edisi 22/II/1417H-1997M]_________Foote Note.[17]. Lihat No. 10[18]. Riwayat Bukhari, kitab Al-Adhahi, bab : Man dzahaba qubla as-shalah a'aada X/12/5561 dengan Fath Al-Bari. Dan Muslim, kitab Al-Adhahi, bab : Waqtuha XIII/35/No. 1962, dengan Syarh Nawawi, ini merupakan potongan hadits yang panjang.[19]. Riwayat Muslim, bab : Waqt a-Adhahi XIII/35no. 1961 dan lainnya.[20]. Hadit ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad IV/82 dan lainnya. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam tahqih Zaadul Maad oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menyebutkan beberapa jalan dari riwayat ini. [Lihat Zaadul Maad II/318 cetakan Muasasah Risalah].[21]. Riwayat Imam Malik di dalam Al-Muwatha', kitab Adh-Dhahaya, bab Adh-Dhahiyatu 'amma fil batnil mar'ah wa dzikir ayyamil adhaa II/38, At-Tanwir, dari Nafi' dari Abdullah bin Umar.[22]. Perselisihan ulama dalam hal ini ma'ruf, lihat Subulus Salam IV/92. cet. Daarul Fikr.[23]. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya VI hal 391,dari Abu 'Amir dari Zuhair dari Abdullah bin Muhammad dari Ali bin Husain dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah bila hendak berkurban, membeli dua domba yang gemuk, bertanduk, dan sangat putih..." al-hadits. Pada sanadnya terdapat perawi yang bernama Abdullah bin Muhammad bin Uqail, perawi ini dibicarakan oleh para ulama [Lihat : Tahdzibu At-Tahdzib VI/13]. Berkata Al-Hafidz : Shaduq, dalam haditsnya ada kelemahan dan dikatakan pula : berubah pada akhir [hayat]nya. [Taqrib At-Tahdzib 3617].[24]. Dikeluarkan oleh Bukhari dalam shahihnya secara ta'liq X/7 bab: Udhiyatun Nabi bi kabsyaini aqranain. Dan atsar ini disambung sanadnya oleh Abu Nu'aim dalam Mustakhrij dari jalan Ahmad bin Hanbal dari Ubbad bin Al-'Awwam berkata : Mengabarkan kepadaku Yahya bin Sa'id Al-Anshari dari lafadznya : Adalah kaum muslimin salah seorang mereka membeli kurban, lalu menggemukkan [mengebiri]nya dan menyembelihnya pada akhir Dzul Hijjah. [Fath al Bari].[25]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bab : Karahiyatul Mughalah fil kafan III/3156, dari Ubadah bin Ash-Shamit. Dan Diriwayatkan pula oleh yang lainnya. Hadits ini di dha'ifkan Al-Abani dalam Dha'if al-Jami' ash-Shagir No. 2881.[26]. Ibnu Hajar mengatakan : dha'if [Taqrib at-Tahdzib, No. 4660] tahqiq Abul Asybaal Al-Baakistani.[27]. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar : Setelah menyebutkan beberapa riwayat : Padanya terdapat dalil bolehnya mengebiri dalam berkurban, dan sebagian ahli ilmu membencinya karena mengurangi anggota badan. Namun ini bukanlah cacat karena mengebiri menjadikan dagingnya baik, dengan menghilangkan bau busuk. [Fath al-Bari X/12].[28]. Al-Jadz'u, berkata Al-Hafidz : Yaitu sifat bagi umur tertentu dari hewan ternak. Maka dari kambing adalah yang berumur satu tahun menurut jumhur. Dan dikatakan pula, kurang dari itu. Kemudian berbeda pendapat dalam penetuannya. Dikatakan : berumur 6 bulan dan ada yang berkata 8 bulan dan dikatakan pula 10 bulan. At-Tirmidzi menukilkan dari Waki' bahwa yang dimaksud adalah 6 atau 7 bulan [Fath al-Bari X/7]. Berkata An-Nawawi : Al-Jadzu' dari kambing adalah yang berumur setahun penuh. Ini yang shahih menurut madzhab kami. Ini yang paling masyhur menurut ahli bahasa dan lainnya [Syarh Muslim XIII/100]. Dan Al-Hafidz berkata pula : Al-Jadz'u dari Ma'az adalah berumur masuk pada tahun kedua, sapi [lembu] berumur 3 tahun penuh dan onta berumur lima tahun [Fath al-Bari X/7]. Adh-Dha'n, berkata Ibnul Atsir dalam An-Nihayah : Adh-Dhawa'in : Jamak dari dha'inah, yaitu kambing yang berbeda dengan Ma'z [An-Nihayah fi gharibil hadits, III/69, cet. Al-Maktabah Al-Islamiyah]. Di sini saya menyebut Dha'n dengan kambing sebagai pembeda dengan ma'z [di Jawa, maz itu disebut sebagai kambing jawa].[29]. Riwayat Muslim, bab sinnul Udhiyah XIII/35/1963, Syarh Nawawi. Dan Ibnu Majah, bab : maa Tafzi'u minal adhahi No. 3141. Namin hadits ini di dha'ifkan oleh syaikh Al-Albani karena pada sanadnya terdapat perawi yang bernama Abu Zuhair dan ia mudallis, riwayatnya tidak diterima kecuali bila menjelaskan bahwa dia mendengar dari syaikhnya Lihat penjelasan panjang di Dha'if Ibnu Majah No. 676, hal 248, dan Irwa'ul Ghallil 1145, Silsilah Hadits Dha'ifah juz I halaman 91. Al-Musinnah : adalah gigi seri dari tiap sesuatu, berupa onta, lembu, kambing dan lainnya. [Syarh Nawawi XIII/99].[30]. Hadits ini di Dha'ifkan oleh Al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil IV/1143 dan silsilah hadits dha'ifah I/64.[31]. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bab :maa Tajzi'u minal adhahi II/7/No. 3139 dan lainnya. Hadist ini di dha'ifkan oleh Al-Albani dalam dha'if Ibnu Majah No. 3139.[32]. Bukhari, bab : Qismatul Imam Al-Adhahi bainan naas X/2/No. 5547, Al-Fath dan Muslim, bab : Sinnul Udhiyah XIII/2/No. 1965, An-Nawawi.[33]. Al-Hadyu adalah apa yang disembelih menuju tanah haram dari binatang ternak. Di dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah : 196 [Mu'jam Al-Wasith 978].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1288&bagian=0


Artikel Sembelihan Hewan Kurban Terbaik Adalah Yang Paling Gemuk diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sembelihan Hewan Kurban Terbaik Adalah Yang Paling Gemuk.

Mengapa Harus Salafi ? 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Mengapa Harus Salafi ? 1/2 Mengapa Harus Salafi 1/2

Kategori Manhaj

Rabu, 14 Juli 2004 11:31:30 WIBMENGAPA HARUS SALAFIOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Pertanyaan.Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah ditanya : "Mengapa perlu menamakan diri dengan Salafiyah, apakah itu termasuk dakwah Hizbiyyah, golongan, madzhab atau kelompok baru dalam Islam .."Jawaban.Sesungguhnya kata "As-Salaf" sudah lazim dalam terminologi bahasa Arab maupun syariat Islam. Adapun yang menjadi bahasan kita kali ini adalah aspek syari'atnya. Dalam riwayat yang shahih, ketika menjelang wafat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Sayidah Fatimah radyillahu 'anha :"Artinya : Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik "As-Salaf" bagimu adalah Aku".Dalam kenyataannya di kalangan para ulama sering menggunakan istilah "As-Salaf". Satu contoh penggunaan "As-Salaf" yang biasa mereka pakai dalam bentuk syair untuk menumpas bid'ah :"Dan setiap kebaikan itu terdapat dalam mengikuti orang-orang Salaf"."Dan setiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adakan orang Khalaf".Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkari nisbat [penyandaran diri] pada istillah SALAF karena mereka menyangka bahwa hal tersebut tidak ada asalnya. Mereka berkata : "Seorang muslim tidak boleh mengatakan "saya seorang Salafi". Secara tidak langsung mereka beranggapan bahwa seorang muslim tidak boleh mengikuti Salafus Shalih baik dalam hal aqidah, ibadah ataupun ahlaq".Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka ini, [kalau begitu maksudnya] membawa konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim].Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri [bara'] dari penyandaran kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan.Orang yang mengingkari istilah ini, bukankah dia juga menyandarkan diri pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih ... Bisa jadi ia seorang Asy'ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi'i, Maliki atau Hambali semata yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.Padahal orang-orang yang bersandar kepada madzhab Asy'ari dan pengikut madzhab yang empat adalah bersandar kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum. Walau ada juga ulama di kalangan mereka yang benar. Mengapa penisbatan-penisbatan kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum ini tidak diingkari ..Adapun orang yang berintisab kepada Salafus Shalih, dia menyandarkan diri kepada ishmah [kemaksuman/terjaga dari kesalahan] secara umum. Rasul telah mendiskripsikan tanda-tanda Firqah Najiah yaitu komitmennya dalam memegang sunnah Nabi dan para sahabatnya. Dengan demikian siapa yang berpegang dengan manhaj Salafus Shalih maka yakinlah dia berada atas petunjuk Allah 'Azza wa Jalla.Salafiyah merupakan predikat yang akan memuliakan dan memudahkan jalan menuju "Firqah Najiyah". Dan hal itu tidak akan didapatkan bagi orang yang menisbatkan kepada nisbat apapun selainnya. Sebab nisbat kepada selain Salafiyah tidak akan terlepas dari dua perkara :Pertama.Menisbatkan diri kepada pribadi yang tidak maksum.Kedua.Menisbatkan diri kepada orang-orang yang mengikuti manhaj pribadi yang tidak maksum.Jadi tidak terjaga dari kesalahan, dan ini berbeda dengan Ishmah para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan supaya kita berpegang teguh terhadap sunnahnya dan sunnah para sahabat setelahnya.Kita tetap terus dan senantiasa menyerukan agar pemahaman kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah selaras dengan manhaj para sahabat, sehingga tetap dalam naungan ISHMAH [terjaga dari kesalahan] dan tidak melenceng maupun menyimpang dengan pemahaman tertentu yang tanpa pondasi dari Al-Kitab dan As-Sunnah.Mengapa sandaran terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah belum cukup ..Sebabnya kembali kepada dua hal, yaitu hubungannya dengan dalil syar'i dan fenomena Jama'ah Islamiyah yang ada.Berkenan Dengan Sebab Pertama :Kita dapati dalam nash-nash yang berupa perintah untuk menta'ati hal lain disamping Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana dalam firman Allah :"Artinya : Dan taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kalian".[An-Nisaa : 59].Jika ada Waliyul Amri yang dibaiat kaum Muslimin maka menjadi wajib ditaati seperti keharusan taat terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah. Walau terkadang muncul kesalahan dari dirinya dan bawahannya. Taat kepadanya tetap wajib untuk menepis akibat buruk dari perbedaan pendapat dengan menjunjung tinggi syarat yang sudah dikenal yaitu :"Artinya : Tidak ada ketaatan kepada mahluk di dalam bemaksiat kepada Al-Khalik". [Lihat As-Shahihah No. 179]"Artinya : Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannan dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". [An-Nisaa : 115]Allah Maha Tinggi dan jauh dari main-main. Tidak disangkal lagi, penyebutan Sabilil Mu'minin [Jalan kaum mukminin] pasti mengandung hikmah dan manfa'at yang besar. Ayat itu membuktikan adanya kewajiban penting yaitu agar ittiba' kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah harus sesuai dengan pemahaman generasi Islam yang pertama [generasi sahabat]. Inilah yang diserukan dan ditekankan oleh dakwah Salafiyah di dalam inti dakwah dan manhaj tarbiyahnya.[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Th III/1419H-1999M disadur dari Majalah Al-Ashalah edisi 9/Th.II/15 Sya'ban 1414H ]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=909&bagian=0


Artikel Mengapa Harus Salafi ? 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengapa Harus Salafi ? 1/2.

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin? Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh

Kumpulan Artikel Islami

Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin? Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh

Kategori Sihri Wal Kahaanah

Sabtu, 20 Agustus 2005 13:24:45 WIBBAGAIMANA TUKANG SIHIR ITU MENGHADIRKAN JIN OlehWahid bin Abdissalam BaaliBagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3Ada cukup banyak cara dan sangat bervariatif, yang semuanya mengandung kesyirikan atau kekufuran nyata. Dan insya Allah, saya akan menyebutkan sebagian diantaranya, yakni delapan cara yang disertai dengan jenis kesyirikan atau kekufuran yang terkandung pada setiap cara tersebut secara ringkas. [1] Hal itu sengaja saya kemukakan, karena sebagian kaum muslimin banyak yang tidak bisa membedakan antara penyembuhan secara Qur-ani dengan penyembuhan secara sihir [juga]. Yang pertama adalah cara imani [keimanan] dan yang kedua cara syaithani [atas petunjuk syaitan]. Dan masalahnya akan semakin kabur bagi orang-orang tidak berilmu, di mana tukang sihir itu membacakan mantra dengan pelan sementara dia akan membaca ayat al-Qur’an dengan kencang dan terdengar oleh pasien sehingga pasien mengira orang tersebut mengobatinya dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an, padahal kenyataannya tidak demikian. Sehingga si pasien itu akan menerima perintah tukang sihir sepenuhnya.Dan tujuan dari penyampaian dan penjelasan cara ini adalah untuk memperingatkan kaum muslimin agar mereka berhati-hati terhadap berbagai jalan kejahatan dan kesesatan, dan agar tampak jelas jalan orang-orang yang berbuat kejahatan.PERTAMA : CARA IQSAM [BERSUMPAH ATAS NAMA JIN DAN SYAITHAN].Menurut cara ini, tukang sihir akan masuk ruangan yang gelap, lalu meyalakan api dan kemudian di atas api itu diletakan semacam dupa sesuai dengan objek yang diminta. Jika dia ingin melakukan pemisahan atau permusuhan dan kebencian atau yang semisalnya, maka dia akan meletakkan di atas api itu dupa yang mempunyai bau yang tidak sedap. Dan jika dia hendak mempertemukan cinta atau melepaskan ikatan yang menghalangi suami mencampuri istrinya atau untuk menghilangkan sihir, maka dia akan meletakkan dupa yang mempunyai bau yang wangi. Selanjutnya, tukang sihir akan mulai membaca mantra yang berbau kesyirikan, yaitu bacaan-bacaan tertentu yang mengandung sumpah kepada jin dengan mengatasnamakan pemuka mereka dan meminta mereka dengan menyebut pemuka mereka, sebagaimana hal itu mengandung berbagai macam kesyirikan lainnya, misalnya mengagungkan para pembesar jin dan meminta bantuan kepada mereka dan lain sebagainya.Dengan syarat, tukang sihir tersebut -mudah-mudahan Allah melaknatnya tidak boleh dalam keadaan suci, baik dalam kondisi junub maupun memakai pakaian bernajis dan lain sebagainya.Setelah selesai membaca mantra maka akan muncul di hadapannya bayangan berbentuk anjing atau ular atau bentuk lainnya, lalu si penyihir itu akan menyuruhnya melakukan apa saja yang dia inginkan. Tetapi terkadang tidak muncul apa-apa di hadapannya, tetapi dia hanya mendengar suara. Dan terkadang dia tidak mendengar suara apa-apa tetapi dia mengikat benda bekas dipakai dari seseorang yang hendak disihir, seperti, rambut, atau potongan baju yang pernah dipakainya yang masih berbau keringat dan lain sebagainya. Dan setelah itu, si penyihir akan memerintahkan jin untuk melakukan apa yang dia mau.Komentar mengenai cara ini:Dari pengkajian terhadap cara ini, maka tampak jelas hal-hal berikut:[1]. Jin itu lebih mengutamakan ruangan yang gelap.[2]. Jin menikmati [menyantap] bau sesajen yang dihidangkan, yang tidak disebut nama Allah padanya.[3]. Merupakan bentuk kesyirikan yang jelas dan nyata dalam cara ini adalah bersumpah atas nama jin dan meminta pertolongan kepada mereka.[4]. Jin itu mengutamakan najis dan syaitan mendekati najis.KEDUA : CARA ADZ-DZABH [MEMOTONG SEMBELIHAN]Menurut cara ini, si tukang sihir akan membawa burung, ayam, merpati, atau yang lainnya dengan ciri-ciri tertentu sesuai dengan permintaan jin, hewan itu adalah yang berwarna hitam pekat, karena jin lebih menyenangi warna hitam. [2]. Kemudian, dia menyembelihnya dengan tidak meyebut nama Allah atasnya. Terkadang si penderita akan diolesi darah binatang itu dan terkadang juga tidak. Selanjutnya, dia melemparnya ke puing-puing bangunan, sumur, atau tempat-tempat kosong yang seringkali menjadi tempat jin. Dan pada saat melempar, dia tidak menyebut nama Allah. Setelah itu dia kembali pulang ke rumah, lalu membaca mantra yang berbau syirik, dan selanjutnya menyuruh jin untuk melakukan apa saja yang dia inginkan.Komentar mengenai cara ini:Kesyirikan yang terkandung pada cara kedua ini terfokus pada dua hal, yaitu:[1]. Menurut kesepakatan para ulama, baik salaf maupun khalaf, menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada jin adalah sesuatu yang haram, bahkan ia merupakan perbuatan syirik mutlak, Karena binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah sama sekali tidak boleh dimakan oleh orang muslim, apalagi melakukannya. Akan tetapi bersamaan dengan itu, orang-orang bodoh disetiap zaman dan tempat akan terus melakukan perbuatan keji tersebut.Yahya bin Yahya pernah berkata, Wahab pernah berkata kepada saya, beberapa orang penguasa mengambil kesimpulan adanya mata air dan bermaksud mengalirkannya. Untuk hal itu mereka menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada jin agar jin-jin itu tidak menyumbat aliran air tersebut. Lalu dia memberikan makan kepada beberapa orang dengan sembelihan itu.Selanjutnya berita tersebut terdengar oleh Ibnu Syihab az-Zuhri, maka dia berkata: â€Å"Sesungguhnya mereka telah menyembelih apa yang tidak dihalalkan dan memberi makan orang-orang dengan apa yang tidak dihalalkan bagi mereka. Rasulullah SAW sendiri telah melarang makan sembelihan yang disembelih untuk dipersembahakan kepada jin.[3]Dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Allah melaknat orang yang menyembelih binatang untuk selain Allah".[2]. Jimat atau mantra yang berbau syirik. Yaitu tulisan-tulisan yang dibacakan pada saat menghadirkan jin. Mantra-mantra itu mengandung kesyirikan yang jelas, sebagaimana yang diungkapkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di beberapa bukunya. [4][Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]_________Foote Note[1]. Saya tidak akan menyebutkan cara tersebut secara sempurna agar tidak ada seorang pun yang dapat memperaktekkannya, bahkan saya akan menghapus unsur terpenting yang ada pada cara itu.[2]. Di dalam kitab Shahih Muslim telah ditegaskan sebuah hadits yang berstatus marfu’: ” Ada sebagian jin yang mengakui hal tersebut kepada saya. Lihat kitab: Wiqaayatul Insaan, [hal.104].[3]. Lihat kembali kitab:Aakaamul Marjaan, [hal.78].[4]. ilakan di baca beberapa kitabnya, seperti risalah al-Ibaanah fii ‘Umuumir Risaalah.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1542&bagian=0


Artikel Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin? Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bagaimana Tukang Sihir Itu Menghadirkan Jin? Cara Iqsam, Cara Adz-Dzabh.

Shalat Tarawih

Kumpulan Artikel Islami

Shalat Tarawih Shalat Tarawih

Kategori Puasa

Kamis, 28 Oktober 2004 07:29:40 WIBSHALAT TARAWIHOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid[1]. Pensyari'atannyaShalat tarawih disyari'atkan secara berjama'ah berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha."Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam keluar dan shalat di masjid, orang-orang pun ikut shalat bersamanya, dan mereka memperbincangkan shalat tersebut, hingga berkumpullah banyak orang, ketika beliau shalat, mereka-pun ikut shalat bersamanya, mereka meperbincangkan lagi, hingga bertambah banyaklah penghuni masjid pada malam ketiga, Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam keluar dan shalat, ketika malam keempat masjid tidak mampu menampung jama'ah, hingga beliau hanya keluar untuk melakukan shalat Shubuh. Setelah selesai shalat beliau menghadap manusia dan bersyahadat kemudian bersabda."Artinya : Amma ba'du. Sesungguhnya aku mengetahui perbuatan kalian semalam, namun aku khawatir diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak mampu mengamalkannya"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dalam keadaan tidak pernah lagi melakukan shalat tarawih secara berjama'ah" [Hadits Riwayat Bukhari 3/220 dan Muslim 761]Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Rabbnya [dalam keadaan seperti keterangan hadits diatas] maka berarti syari'at ini telah tetap, maka shalat tarawih berjama'ah disyari'atkan karena kekhawatiran tersebut sudah hilang dan 'illat telah hilang [juga]. Sesungguhnya 'illat itu berputar bersama ma'lulnya, adanya atau tidak adanya.Dan yang menghidupkan kembali sunnah ini adalah Khulafa'ur Rasyidin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu sebagaimana dikabarkan yang demikian oleh Abdurrahman bin Abdin Al-Qoriy[1] beliau berkata : "Aku keluar bersama Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu suatu malam di bulan Ramadhan ke masjid, ketika itu manusia berkelompok-kelompok[2] Ada yang shalat sendirian dan ada yang berjama'ah, maka Umar berkata : "Aku berpendapat kalau mereka dikumpulkan dalam satu imam, niscaya akan lebih baik". Kemudian beliau mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah dengan imam Ubay bin Ka'ab, setelah itu aku keluar bersamanya pada satu malam, manusia tengah shalat bersama imam mereka, Umar-pun berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini, orang yang tidur lebih baik dari yang bangun, ketika itu manusia shalat di awal malam".[Dikeluarkan Bukhari 4/218 dan tambahannya dalam riwayat Malik 1/114, Abdurrazaq 7733][2]. Jumlah Raka'atnyaManusia berbeda pendapat tentang batasan raka'atnya, pendapat yang mencocoki petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah delapan raka'at tanpa witir berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha."Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah shalat malam di bulan Ramadhan atau selainnya lebih dari sebelas raka'at" [Dikeluarkan oleh Bukhari 3/16 dan Muslim 736 Al-Hafidz berkata [Fath 4/54]]Yang telah mencocoki Aisyah adalah Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau menyebutkan, "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menghidupkan malam Ramadhan bersama manusia delapan raka'at kemudian witir[3]Ketika Umar bin Al-Khaththab menghidupkan sunnah ini beliau mengumpulkan manusia dengan sebelas raka'at sesuai dengan sunnah shahihah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik 1/115 dengan sanad yang shahih dari jalan Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, ia berkata : "Umar bin Al-Khaththab menyuruh Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Daari untuk mengimami manusia dengan sebelas raka'at". Ia berkata : "Ketika itu imam membaca dua ratus ayat hingga kami bersandar/bertelekan pada tongkat karena lamanya berdiri, kami tidak pulang kecuali ketika furu' fajar" [4]Riwayat beliau ini diselisihi oleh Yazid bin Khashifah, beliau berkata : "Dua puluh raka'at"Riwayat Yazid ini syadz [ganjil/menyelisihi yang lebih shahih], karena Muhammad bin Yusuf lebih tsiqah dari Yazid bin Khashifah. Riwayat Yazid tidak bisa dikatakan ziyadah tsiqah kalau kasusnya seperti ini, karena ziyadah tsiqah itu tidak ada perselisihan, tapi hanya sekedar tambahan ilmu saja dari riwayat tsiqah yang pertama sebagaimana [yang disebutkan] dalam Fathul Mughit [1/199], Muhashinul Istilah hal. 185, Al-Kifayah hal 424-425. Kalaulah sendainya riwayat Yazid tersebut shahih, itu adalah perbuatan, sedangkan riwayat Muhammad bin Yusuf adalah perkataan, dan perkataan lebih diutamakan dari perbuatan sebagaimana telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh.Abdur Razaq meriwayatkan dalam Al-Mushannaf 7730 dari Daud bin Qais dan lainnya dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid : "Bahwa Umar mengumpulkan manusia di bulan Ramadhan, dengan dua puluh satu raka'at, membaca dua ratus ayat, selesai ketika awal fajar"Riwayat ini menyelisihi yang diriwayatkan oleh Malik dari Muhamad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, dhahir sanad Abdur Razaq shahih seluruh rawinya tsiqah.Sebagian orang-orang yang berhujjah dengan riwayat ini, mereka menyangka riwayat Muhammad bin Yusuf mudhtharib, hingga selamatlah pendapat mereka dua puluh raka'at yang terdapat dalam hadits Yazid bin Khashifah.Sedangkan mereka ini tertolak, karena hadits mudhtarib adalah hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi satu kali atau lebih, atau diriwayatkan oleh dua orang atau lebih dengan lafadz yang berbeda-beda, mirip dan sama, tapi tidak ada yang bisa menguatkan [mana yang lebih kuat]. [Tadribur Rawi 1/262]Namun syarat seperti ini tidak terdapat dalam hadits Muhammad bin Yusuf karena riwayat Malik lebih kuat dari riwayat Abdur Razaq dari segi hapalan.Kami ketengahkan hal ini kalau kita anggap sanad Abdur Razaq selamat dari illat [cacat], akan tetapi kenyatannya tidak demikian [karena hadits tersebut mempunyai cacat, pent] kita jelaskan sebagai berikut.[1]. Yang meriwayatkan Mushannaf dari Abdur Razaq lebih dari seorang, diantaranya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Ubbad Ad-Dabari[2]. Hadits ini dari riwayat Ad-Dabari dari Abdur Razaq, dia pula yang meriwayatkan Kitabus Shaum [Al-Mushannaf 4/153][3]. Ad-Dabari mendengar dari Abdur Razaq karangan-karangannya ketika berumur tujuh tahun [Mizanul I'tidal 1/181][4]. Ad-Dabari bukan perawi hadits yang dianggap shahih haditsnya, juga bukan seorang yang membidangi ilmu ini [Mizanul I'tidal 1/181][5] Oleh karena itu dia banyak keliru dalam meriwayatkan dari Abdur Razaq, dia banyak meriwayatkan dari Abdur Razaq hadits-hadits yang mungkar, sebagian ahlul ilmi telah mengumpulkan kesalahan-kesalahan Ad-Dabari dan tashif-tashifnya dalam Mushannaf Abdur Razaq, dalam Mushannaf [Mizanul I'tidal 1/181]Dari keterangan di atas maka jelaslah bahwa riwayat ini mungkar, Ad-Dabari dalam meriwayatkan hadits diselisihi oleh orang yang lebih tsiqah darinya, yang menentramkan hadits ini kalau kita nyatakan kalau hadits inipun termasuk tashifnya Ad-Dabari, dia mentashifkan dari sebelas raka'at [menggantinya menjadi dua puluh satu rakaat], dan engkau telah mengetahui bahwa dia banyak berbuat tashif [Lihat Tahdzibut Tahdzib 6310 dan Mizanul I'tidal 1/181]Oleh karena itu riwayat ini mungkar dan mushahaf [hasil tashif], sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, dan menjadi tetaplah sunnah yang shahih yang diriwayatkan di dalam Al-Muwatha' 1/115 dengan sanad Shahih dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid. Perhatikanlah.[5][Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[1]. Dengan tanwin ['abdin] dan [alqoriyyi] dengan bertasydid -tanpa dimudhofkan- lihat Al-Bab fi Tahdzib 3/6-7 karya Ibnul Atsir.[2]. Berkelompok-kelompok tidak ada bentuk tunggalnya, seperti nisa' ibil ... dan seterusnya[3]. Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya 920, Thabrani dalam As-Shagir halaman 108 dan Ibnu Nasr [Qiyamul Lail] halaman 90, sanadnya hasan sebagaimana syahidnya.[4] Furu' fajar : awalnya, permulaan[5]. Dan tambahan terperinci mengenai bantahan dari Syubhat ini, maka lihatlah :[a] Al-Kasyfus Sharih 'an Aghlathis Shabun fii Shalatit Tarawih oleh Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid[b] Al-Mashabih fii Shalatit Tarawih oleh Imam Suyuthi, dengan ta'liq Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, cetakan Dar'Ammar

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1151&bagian=0


Artikel Shalat Tarawih diambil dari http://www.asofwah.or.id
Shalat Tarawih.

Akhlak Salaf Cerminan Akhlak Al-Quran Dan As Sunnah 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Akhlak Salaf Cerminan Akhlak Al-Quran Dan As Sunnah 2/2 Akhlak Salaf Cerminan Akhlak Al-Quran Dan As Sunnah 2/2

Kategori Akhlak

Selasa, 29 Juni 2004 06:23:01 WIBAKHLAK SALAF CERMINAN AKHLAK AL-QURAN DAN AS-SUNNAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BaazBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]Beriman kepada Hari Akhir, artinya ialah ; beriman kepada hari kebangkitan setelah kematian. Pada hari itu, dunia lenyap dan datang berganti dengan hari akhir, yaitu Hari Kiamat. Pada hari itu, kiamat pasti datang dan hamba-hamba Allah pasti akan dibangkitkan sebagaimana firman-Nya :"Artinya : Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan [dari kuburmu] di hari kiamat". [Al-Mukminun : 16-17]"Artinya : Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya ; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur". [Al-Hajj : 7]Yaumul Akhir adalah, hari perhitungan dan pembalasan, jannah dan naar, pemberian buku catatan dari sebelah kanan atau sebelah kiri, diangkatnya timbangan dan ditimbangnya perbuatan-perbuatan. Setelah semuanya usai, maka manusia akan menuju dua tempat, yaitu jannah atau naar. Adapun kaum mukminin maka mereka memasuki jannah dengan rasa bahagia dan mulia. Tetapi orang-orang kafir akan memasuki naar dengan adzab yang menghinakan. Kita memohon keselamatan kepada Allah.Berkenan dengan keimanan terhadap Malaikat, maka kita mengimani bahwa Malaikat adalah makhluk yang taat kepada Allah, dia adalah pasukan Allah dan utusan penghubung antara Allah dengan hamba-hamba-Nya dalam menyampaikan perintah dan larangan-Nya.Allah menjelaskan sifat Malaikat dalam firman-Nya."Artinya : Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". [At-Tahrim : 6]Allah mencipta Malaikat dari cahaya dan mereka senantiasa melaksanakan perintah-perintah-Nya.Allah berfirman :"Artinya : Maha Suci Allah. Sebenarnya [malaikat-malaikat itu] adalah hamba-hamba yang dimulyakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka [malaikat] dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya". [Al-Anbiya' : 26-28]Allah Azza wa Jalla juga berfirman berkenan dengan mereka [malaikat] :"Artinya : Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". [At-Tahrim : 6]Berkenan dengan iman kepada Al-Kitab, maka maksudnya adalah iman kepada kitab yang diturunkan dari langit. Yang paling agung di antara kitab yang ada adalah Al-Qur'an Al-Karim. Para Ahlul Iman mempercayai semua kitab telah Allah turunkan kepada para nabi terdahulu. Kitab yang terakhir, teragung, termulia adalah Al-Qur'an Al-Adzim yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.Inilah konsekuensi sebagai mukminin, mereka mengimani semua para nabi dan rasul serta membenarkannya. Nabi yang paling akhir adalah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dialah penutup para nabi dan sekaligus nabi yang paling afdhal.Disamping itu, seorang mukmin dituntut menyedekahkan harta yang dicintainya. Dan inilah makna firman Allah :"Artinya : Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya ....". [Al-Baqarah : 177]Para ahlul iman, mereka menginfakkan harta yang dicintainya kepada fuqara dan masakin kerabat dekat atau selainnya, berinfak di jalan kebaikan dan jihad terhadap musuh-musuh Allah. Beginilah ahlul iman dan kebaikan, mereka menginfakkan harta bendanya di jalan kebaikan.Pada ayat lain Allah juga berfirman :"Artinya : Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka". [As-Sajdah : 16]."Artinya : Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan [sebagian] dari hartanya memperoleh pahala yang besar". [Al-Hadid : 7].Pada ayat lain, yaitu Surat Al-Baqarah : 177, Allah berfirman :"Artinya : ... dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir [yang memerlukan pertolongan] dan orang-orang yang meminta-minta ; dan [memerdekakan] hamba sahaya ....". [Al-Baqarah : 177]Makna ayat tersebut ialah ; mereka menginfakkan harta mereka untuk beberapa bentuk kebaikan, yaitu ; untuk kerabat dekat, anak-anak yatim, orang-orang fakir, orang-orang miskin bukan dari kerabat dekat dari kalangan orang-orang lemah, untuk Ibnu Sabil, yaitu orang yang melewati negeri asing yang tidak memiliki kecukupan nafkah. Sa'ilun atau orang yang meminta-minta, yaitu orang yang meminta-minta kepada manusia lantaran kebutuhan yang mendesak atau karena kemiskinannya. Bisa juga berarti peminta-minta yang belum diketahui keadaannya. Maka kepada mereka perlu dikasih bantuan guna menutup keadaan mereka yang kekurangan.Allah berfirman :"Artinya : ... memerdekakan hamba sahaya ....." [Al-Baqarah : 177]Maknanya : Menginfakkan hartanya untuk memerdekakan hamba sahaya atau memerdekakan budak, perempuan-perempuan, memerdekakan atau menebus para tawanan.Kemudian Allah berfirman :"Artinya : ...menegakkan shalat dan membayar zakat ...."Maknanya : Sesungguhnya orang-orang beriman itu menegakkan shalat dan membayar zakat. Menjaga shalat tepat waktunya sebagaimana disyari'atkan Allah dan membayar zakat sebagaimana yang diatur oleh Allah.Allah berfirman :"Artinya : Dan orang-orang yang memenuhi janjinya apabila berjanji".[Yaitu apabila berjanji memenuhi janji itu dan tidak udzur terhadap janjinya].Kemudian Allah berfirman pula :"Artinya : Dan orang-orang yang sabar dalam al-ba'su, adh-dhara' dan hina al-ba'si".Artinya sabar dalam keadaan perang.Allah memuji mereka dalam firman-Nya :"Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang benar dan mereka itu adalah orang-orang yang bertaqwa". [Al-Baqarah : 177]Mereka itu adalah Ahlush Shidqi [orang yang benar] karena telah mewujudkan keimanannya dengan amal yang baik dan mewujudkan ketaqwaannya kepada Allah Azza wa Jalla.Disebutkan pula sifat-sifat lain dari sifat Ahlus Shidqi sebagaimana tertera dalam Surat Al-Anfal, Al-Bara'ah dan Surat Al-Mukminun.Allah berfirman :"Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya". [Al-Mukminun : 1-2]Pada tempat yang lain, Allah menyebutkan sifat-sifat orang beriman dan kemuliaan akhlaknya. Barangsiapa mengamati Al-Qur'an Al-Karim dan senantiasa berhubungan dengannya, niscaya akan mendapatkan sifat-sifat tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"Artinya : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran".[Shad : 29].Allah berfirman :"Artinya : Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada [jalan] yang lebih lurus". [Al-Isra : 9]"Artinya : Katakanlah ; 'Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman". [Fushilat : 44]."Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci". [Muhammad : 24].[Disalin dari buku Akhlaqul Mukminn wal Mukminat, dengan edisi Indonesia Akhlak Salaf, Mukminin & Mukminat oleh Syaikh Abdul Azin bin Abdullah bin Baaz, hal 27-34, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Ihsan]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=869&bagian=0


Artikel Akhlak Salaf Cerminan Akhlak Al-Quran Dan As Sunnah 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Akhlak Salaf Cerminan Akhlak Al-Quran Dan As Sunnah 2/2.

Sulaiman Menyembelih Kuda Karena Allah, Lalu AllahMenggantinya Dengan (Anugerah) Angin yang Tunduk

Kumpulan Artikel Islami

Sulaiman Menyembelih Kuda Karena Allah, Lalu AllahMenggantinya Dengan (Anugerah) Angin yang Tunduk Allah Ta’ala berfirman:

“Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baikhamba. Sesungguhnya dia amat ta’at [kepada Tuhannya]. [Ingatlah]ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktuberhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata:“Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik [kuda]sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang daripandangan”. “Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku”. Lalu ia potongkaki dan leher kuda itu.” [Shaad: 30-33].

Allah menyebutkan, bahwa Dia menganugerahkan kepada Daud puterabernama Sulaiman u. Allah memuji Sulaiman bahwa dia banyak kembalikepada-Nya, lalu Allah menyebutkan perkaranya tentang kuda. Berikutini kisahnya:

Sulaiman u begitu cintanya kepada kuda untuk digunakan jihad di jalanAllah. Beliau memiliki kuda-kuda yang kuat, cepat dan bersayap.Kuda-kudanya berjumlah 20 ribu. Ketika ia memeriksa dan mengaturkuda-kuda tersebut, ia ketinggalan shalat Ashar karena lupa, bukan disengaja. Saat ia mengetahui bahwa ia ketinggalan melakukan shalatkarena kuda-kuda tersebut, ia pun bersumpah, ‘Tidak, demi Allah,janganlah kalian [kuda-kudaku] melalaikanku dari menyembah Tuhanku.’Lalu beliau menitahkan agar kuda-kuda itu disembelih. Maka beliaumemukul leher-leher dan urat-urat nadi kuda-kuda tersebut denganpedang.

Ketika Allah mengetahui hamba-Nya yang bernama Sulaiman menyembelihkuda-kuda tersebut karena Diri-Nya, karena takut dari siksa-Nya sertakarena kecintaan dan pemuliaan kepada-Nya, karena dia sibuk dengankuda-kuda tersebut sehingga habis waktu shalat. Sebab hal tersebut,Allah lalu menggantikan untuknya sesuatu yang lebih baik darikuda-kuda tersebut, yakni angin yang bisa berhembus dengan perintahnya,sehingga akan menjadi subur daerah yang dilewatinya, perjalanannyasebulan dan kembalinya juga sebulan. Dan tentu, ini lebih cepat danlebih baik daripada kuda.

Karena itu, benarlah sabda Rasulullah : “Sesungguhnya tidaklahengkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah kecuali Allahakan memberi-mu [sesuatu] yang lebih baik daripadanya.” [HR. Ahmaddan Al-Baihaqi, hadits shahih].

Artikel Sulaiman Menyembelih Kuda Karena Allah, Lalu AllahMenggantinya Dengan (Anugerah) Angin yang Tunduk diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sulaiman Menyembelih Kuda Karena Allah, Lalu AllahMenggantinya Dengan (Anugerah) Angin yang Tunduk.

Membedah Perut Mayat Wanita Hamil Untuk Mengeluarkan Bayi

Kumpulan Artikel Islami

Membedah Perut Mayat Wanita Hamil Untuk Mengeluarkan Bayi Membedah Perut Mayat Wanita Hamil Untuk Mengeluarkan Bayi

Kategori Jenazah

Kamis, 1 Desember 2005 08:28:42 WIBMEMBEDAH PERUT MAYAT WANITA HAMIL UNTUK MENGELUARKAN BAYIOlehSyaikh Abddurrahman As-Sa'diPertanyaan.Syaikh Abdurrahman As-Sa'di ditanya : "Apakah boleh membedah perut mayat wanita hamil untuk mengeluarkan bayi yang masih hidup"Jawaban.Boleh, demi kemaslahatan dengan tidak menimbulkan kerusakan, dan perbuatan itu tidak termasuk melakukan penyiksaan terhadap mayat. Saya pernah ditanya tentang seorang wanita yang meninggal yang di dalam perutnya terdapat bayi yang masih hidup, apakah perut wanita itu harus dibedah untuk mengeluarkan bayi itu atau tidak Saat itu saya menjawab : Hal ini telah diketahui dari apa yang dikatakan oleh para ulama rahimahullah, mereka mengatakan : Jika seorang wanita hamil meninggal dan di dalam perutnya terdapat bayi yang masih hidup maka haram hukumnya membedah perut wanita itu, akan tetapi dengan cara pengobatan dan memasukkan tangan untuk mengambil janin bayi jika masih bisa diharapkan untuk hidupnya. Jika terdapat halangan dalam melaksanakan hal itu maka mayat itu tidak dikubur dahulu hingga bayi yang di dalam perutnya itu mati. Jika sebagian tubuh bayi itu telah keluar dalam keadaan hidup maka untuk mengeluarkan bagian lainnya, boleh dengan cara membedah perut mayat jika diperlukan.Pendapat para ahli fiqih ini didasari dengan suatu ketetapan hukum, bahwa perbuatan semacam itu berarti penyiksaan terhadap mayat yang pada dasarnya diharamkan melakukan penyiksaan terhadap mayat, kecuali jika dalam melakukan perbuatan ini terdapat kemaslahatan yang besar dan nyata, yaitu jika sebagian tubuh bayi telah keluar dan dalam keadaan hidup, maka boleh mengeluarkan bagian lainnya dengan cara membedah perut, karena dengan demikian berarti ada kemaslahatan bagi bayi yang akan dilahirkan. Artinya, jika bedah tidak dilakukan maka akan menimbulkan bahaya baru bagi si bayi, dalam keadaan seperti ini kepedulian terhadap yang hidup harus lebih banyak dan lebih besar dari pada yang telah meninggal.Akan tetapi pada zaman ini ilmu kedokteran telah semakin canggih, di mana proses pembedahan perut atau sebagian tubuh lainnya tidak termasuk penyiksaan terhadap mayat, sehingga hal itu dapat dilakukan pada manusia hidup dengan seizin dan kehendak mereka yang kemudian disertai dengan berbagai macam pengobatannya.Maka kemungkinan besar ahli fiqih itu, bila menyaksikan kecanggihan ilmu kedokteran saat ini, akan menetapkan hukum dibolehkannya membedah perut mayat wanita hamil yang didalamnya terdapat bayi yang masih hidup, terutama bila telah selesai masa kehamilannya dan diketahui atau diduga bahwa bayi masih hidup.Di antara alasan yang membolehkan membedah perut mayat hamil untuk mengeluarkan janin bayi yang masih hidup adalah kaidah Ushul Fiqh [Kaidah-kaidah Umum Fiqh] yang mengatakan : Jika ada tolak belakang antara beberapa kemaslahatan dan beberapa kerusakan, maka yang harus didahulukan adalah kemaslahatan yang lebih besar di antara dua kerusakan. Ini artinya bahwa tidak membedah perut adalah suatu kemaslahatan, dan selamatnya bayi untuk tetap hidup adalah suatu kemaslahatan yang lebih besar, bagitu juga sebaliknya bahwa membedah perut adalah suatu kerusakan sementara membiarkan bayi hidup di dalam perut ibunya yang telah meninggal hingga bayi mati tercekik adalah suatu kerusakan yang lebih besar.Dengan demikian, membedah perut adalah kerusakan yang lebih ringan. Kita kembali kepada masalahnya, kami berpendapat bahwa membedah pada zaman ini tidak termasuk penyiksaan terhadap mayat dan tidak termasuk kerusakan, maka dengan demikian tidak ada hal yang menghalangi pembedahan mayat untuk mengeluarkan bayi yang masih hidup. Wallahu A'lam.[Al-Majmu'ah Al-Kamilah, Syaikh Abdurrahman As-Sa'di, 7/136][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan hal 193-194, Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1682&bagian=0


Artikel Membedah Perut Mayat Wanita Hamil Untuk Mengeluarkan Bayi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Membedah Perut Mayat Wanita Hamil Untuk Mengeluarkan Bayi.

Waktu Membayar Mahar

Kumpulan Artikel Islami

Waktu Membayar Mahar

>> Pertanyaan :

Syaikh Utsaimin ditanya: Waktu pembayaran mahar, apakah di saat akadnikah ataukah setelah dicampuri ?

>> Jawaban :

Mahar wajib dibayar setelah wanita tersebut mengadakan khalwah,dicampuri, meninggal atau bercumbu. Apabila seorang suami telahmelakukan khalwat dengan istrinya, maka wanita telah berhak mendapatmahar secara sempurna meskipun terus dicerai. Apabila telah terjadiakad nikah terus si suami meninggal dunia sebelum menjimainya maka dia[istri] berhak atas mahar yang sempurna, atau jika melakukan akadnikah terus menjimainya maka dia berhak atas mahar yang sempurna,bahkan meski hanya dicumbui saja tetap dia berhak atas mahar yangsempurna. Salah satu dari empat perkara [kematian, khalwat, senggamadan bercumbu] yang me-wajibkan mahar sempurna. Jika seorang suamisetelah menikah belum melakukan khalwat dan belum melihatnya jugabelum bersenggama dan bercumbu dengan istrinya, apa hak wanitatersebut. Wanita tersebut harus menjalani iddah, berhak mendapatbagian warisan dan memperoleh mahar mitsil bila sebelumnya tidakdisebutkan maharnya. Penjelasan ini mungkin mendapat tanggapan negatifdari sebagian orang dengan mengatakan: Bagaimana hal ini terjadipadahal laki-laki tersebut belum pernah melihat dan menggauli istrinya.Saya katakan bisa saja hal itu terjadi karena Allah berfirman: Orang-orangyang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri [hendaklahpara istri itu] menangguhkan dirinya [beriddah] empat bulan sepuluhhari . [Al-Baqarah: 234]. Dalam ayat di atas wanita sudah disebutsebagai istri walaupun belum digauli. Kalau begitu jika seoranglaki-laki menikah kemudian menjatuhkan talak kepada istrinya sebelumdigauli, maka apakah wanita tersebut berhak mendapatkan mahar sempurna.?

>> Jawaban : Apabila maharnya telah disebutkan kadarnya, maka wanita berhakmendapatkan separuh dari mahar tersebut dan jika belum ditentukankadar-nya, maka dia hanya berhak mendapatkan mut'ah tanpa menjalaniiddah. Berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala : Haiorang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuanyang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinyamaka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu mintamenyempurnakannya . [Al-Ahzab: 49]. Dan berdasarkan firmanNya juga: Jikakamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka,padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlahseperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jikaistri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegangikatan nikah. [Al-Baqarah: 237].

Artikel Waktu Membayar Mahar diambil dari http://www.asofwah.or.id
Waktu Membayar Mahar.

Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 1/2 Perbedaan Antara Ikhtilaf [Perselisihan] Dan Iftiraq [Perpecahan] 1/2

Kategori Perpecahan Umat !

Sabtu, 13 Maret 2004 06:40:13 WIBPERBEDAAN ANTARA IKHTILAF[PERSELISIHAN] DAN IFTIRAQ [PERPECAHAN]OlehDr. Nashir bin Abdul Karim Al-'AqlBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya]Membedakan antara perpecahan dan perselisihan termasuk perkara yang sangat penting. Para ahli ilmu seyogyanya memperhatikan masalah ini lebih banyak lagi. Karena mayoritas manusia -terlebih para du'at dan sebagian penuntut ilmu yang belum matang dalam medalami ilmu agama- tidak dapat membedakan antara permasalahan khilafiyah dengan perpecahan ! Kelirunya, sebagian mereka menerapkan sanksi hukum akibat perpecahan dalam masalah-masalah ikhtilaf. Ini merupakan kekeliruan yang sangat fatal. Penyebabnya tidak lain karena jahil tentang hakikat perpecahan, kapankah perbedaan itu disebut perpecahan Bagaimana terjadinya perpecahan Siapakah yang berhak memvonis bahwa seseorang atau kelompok tertentu telah memecah dari jama'ah Oleh sebab itu, sudah sewajarnya mengetahui perbedaan antara perpecahan dan perselisihan. Ada lima perbedaan yang kami angkat sebagai contoh.Pertama : Perpecahan adalah bentuk perselisihan yang sangat tajam. Bahkan dapat dikatakan sebagai buah dari perselisihan. Banyak sekali kasus yang membawa perselisihan ke muara perpecahan ! Meski kadang kala perselisihan tidak mesti berujung kepada perpecahan. Jadi, perpecahan adalah sesuatu yang lebih dari sekedar perselisihan. Dan sudah barang tentu, tidak semua ikhtilaf [perselisihan] disebut perpecahan. Maka dapat kita katakan :Kedua : Tidak semua ikhtilaf disebut perpecahan ! Namun setiap perpecahan sudah pasti ikhtilaf! Banyak sekali persoalan yang diperdebatkan kaum muslimin termasuk kategori ikhtilaf, dimana masing-masing pihak yang berbeda pendapat tidak boleh memvonis kafir atau mengeluarkan salah satu pihak dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah.Ketiga : Perpecahan hanya terjadi pada permasalahan prinsipil, yaitu masalah ushuluddin yang tidak boleh diperselisihkan. Yakni masalah-masalah ushuluddin yang ditetapkan oleh nash yang qath'i, ijma atau sesuatu yang telah disepakati sebagai manhaj [pedoman operasional] Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siapa saja yang menyelisihi masalah di atas, maka ia termasuk orang yang berpecah dari Al-Jama'ah. Adapun selain itu, masih tergolong perkara ikhtilaf.Jadi, ikhtilaf hanya terjadi dalam masalah-masalah yang secara tabiat boleh berbeda pendapat dan boleh berijtihad yang mana seseorang memiliki hak berpendapat, atau masalah-masalah yang mungkin tidak diketahui sebagian orang, atau ada unsur paksaan dan takwil. Yakni pada masalah-masalah furu' dan ijtihad, bukan masalah ushuluddin. Bahkan juga sebagian kesalahan dalam persoalan ushuluddin yang masih bisa ditolerir menurut alim ulama yang terpercaya. Seperti halnya beberapa persoalan aqidah yang disepakati dasar-dasarnya namun diperselisihkan rincian furu'nya, misalnya masalah isra' dan mi'raj yang disepakati kebenarannya, namun diperselisihkan apakah dalam mi'raj tersebut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Rabb Ta'ala dengan mata kepala atau mata hati Keempat : Ikhtilaf bersumber dari sebuah iijtihad yang disertai niat yang lurus. Dalam hal ini, mujtahid yang keliru mendapat satu pahala karena niatnya yang jujur mencari kebenaran. Sementara mujtahid yang benar mendapat pahala lebih banyak lagi. Kadang kala pihak yang salah juga pantas dipuji atas ijtihadnya. Adapun bila ikhtilaf tersebut bermuara kepada perpecahan, tidak syak lagi hal itu tercela.Sementara perpecahan tidak berpangkal dari ijtihad atau niat yang tulus. Pelakunya sama sekali tidak mendapat pahala bahkan mendapat cela dan dosa. Maka dapat kita katakan bahwa perpecahan itu berpangkal dari bid'ah, menuruti hawa nafsu, taqlid buta dan kejahilan.Kelima : Perpecahan tidak terlepas dari ancaman dan siksa serta kebinasaan. Tidak demikian halnya dengan ikhtilaf walau bagaimanapun bentuk ikhtilaf yang terjadi diantara kaum muslimin, baik akibat perbedaan dalam masalah-masalah ijtihadiyah, atau akibat mengambil pendapat keliru yang masih bisa ditolerir, atau akibat memilih pendapat yang salah karena ketidaktahuannya terhadap dalil-dalil sementara belum ditegakkan hujjan atasnya, atau karena uzur, seperti dipaksa memilih pendapat yang salah sementara orang lain tidak mengetahuinya, atau akibat kesalahan takwil yang hanya dapat diketahui setelah ditegakkan hujjah.MELURUSKAN BEBERAPA KESALAH PAHAMAN [1/2]Ada beberapa kekeliruan sebagian orang sekarang ini yang mesti diluruskan, berkaitan dengan beda antara perpepcahan dengan ikhtilaf. Khususnya bagi para penegak amar ma'ruf nahi mungkar dan para juru dakwah. Yang lebih banyak lagi disebabkan karena lemahnya ilmu dan pemahaman dalam agama serta minimnya pengalaman, atau karena ketidakjelian dan salah persepsi. Terlebih lagi bagi para penopang dakwah islamiyah pada hari ini.Beberaoa kekeliruan itu di dantaranya.Pertama : Mengingkari terjadinya perpecahan dalam umat ini. yang berakibat sebagian orang menolak hadits ifftiraq yang telah dinukil secara shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini merupakan kesalahan fatal! Beberapa orang berasumsi atau mendakwahkan bahwa perpecahan umat tidak mungkin terjadi! Selintas kelihatannya ia ingin menampakkan keinginan yang tulus bagi umat. Melihat umat secara lahir saja [yaitu semuanya muslimun], Akibatnya ia menolak hadits iftiraq, atau mentakwilkannya kepada makna lain, atau beranggapan bahwa perpecahan hanya terjadi pada kelompok-kelompok yang jelas-jelas di luar Islam atau kelompok-kelompok Islam yang secara jelas telah murtad dari Islam. Ini jelas keliru, bahkan jelas bertentangan dengan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan nash-nash dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menunjukkan terjadinya perpecahan uma. [1]Umat memang telah dilanda perpecahan, realita itulah yang benar-benar telah terjadi. Perpecahan termasuk bala', sementara kebenaran tidak akan tampak kecuali dengan lawannya [kesesatan]. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menuliskannya dalam catatan takdir bahwa pengikut kebenaran sangat sedikit jumlahnya. Oleh sebab itu, meyakini terjadinya perpecahan bukan berarti berburuk sangka terhadap umat! Bahkan begitulah realita yang harus diakui. Berita yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam harus dibenarkan. Dan fenomena perpecahan itu sendiri bukan berarti seorang muslim harus menerimanya tanpa usaha menghindar. Apalagi beranggapan bahwa berpecah itu dibolehkan, rela berpecah, tidak berusaha mencari kebenaran karena pasrah menerima takdir. Namun sebaliknya, perpecahan yang pasti terjadi itu justru mendorongnya mencari dan memegang teguh kebenaran. Memicunya mengenal keburukan untuk dihindari dan dijauhi. Dan hendaklah ia ketahui bahwa kebenaran hanya terdapat pada manhaj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam serta manhaj Salafus Shalih.Kedua : Asumsi bahwa perpecahan pasti terjadi, berarti umat harus menerimanya dengan rela. Dan para du'at harus menerima kenyataan ini, menerima kesesatan yang ada tanpa berusaha memperbaikinya. Asumsi seperti ini sering dijadikan alasan melegitimasi perpecahan. Mereka beranggapan seorang muslim bebas memilih kelompok manapun! Beralasan dengan realitas perpecahan yang pasti terjadi. Sehingga setiap orang bebas memilih kelompok manapun yang disukainya, meski jelas-jelas bid'ah dan sesat. Beranggapan boleh bertoleransi dengan kelompok-kelompok tersebut atau berusaha menyatukan mereka.Ini merupakan anggapan batil, bahkan termasuk memperdayai kaum muslimin. Sudah barang tentu tidak boleh menjadikan hadits iftiraq tersebut sebagai alasan untuk berpecah belah! Atau sebagai dalih menerima bid'ah dan menuruti hawa nafsu atau rela berada di atas kesalahan. Sebab hadits tersebut diucapkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam konteks larangan dan peringatan keras terhadap hal itu.Lebih parah lagi, sebagian orang yang mengaku juru dakwah berpendapat, selagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan terjadinya perpecahan umat, maka kita terima dan kita benarkan saja bid'ah dan kesesatan yang terjadi sebagai suatu realita ! Bukankah kita tahu bahwa pasti dalam beragama itu ada cemar dan kurangnya! Jelas ini pendapat yang batil, bahkan termasuk perangkap setan yang menjerat umat manusia. Sebab, di samping Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghabarkan terjadinya perpecahan, beliau juga mengabarkan bahwa akan tetap ada satu kelompok yang teguh diatas kebenaran, yaitu Ath-Thaifah Al-Manshurah. Golongan yang senantiasa memegang teguh kebenaran, menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Golongan yang menegakkan hujjah yang nyata. Yang membawa panji hidayah bagi siapa yang menghendakinya. Yang menjadi panutan bagi yang ingin kebenaran, kebaikan dan sunnah!.Jadi, hujjah mesti selalu tegak, kebenaran pasti senantiasa tampak, tidak akan tersamar sedikitpun bagi orang-orang yang memiliki bashirah dan bagi para pencari al-haq yang jujur. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya jalan keluar. Selama kebenaran masih tampak jelas dan panji sunnah masih tetap tegak, siapapun tidak boleh berpaling darinya, meski dengan itu pengikutnya jadi berkurang, baik ia seorang da'i atau bukan. Dan ia tidak boleh menerima bid'ah dan kesesatan meski dengan begitu pengikutnya semakin betambah banyak. Golongan yang selamat [Al-Firqatun Najiyah] hanya satu dari tujuh puluh tiga kelompok umat ini. Camkanlah hal itu baik-baik.Maka menerima bid'ah dan kesesatan dengan dalih takdir tidaklah dibolehkan! Anggapan seperti itu termasuk memperdayai kaum muslimin, termasuk pembenaran bagi kebatilan serta berpaling dari kebenaran, dan termasuk juga selain jalan selain jalan orang-orang yang beriman. Semoga Allah memberikan keselamatan bagi kita semua.[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu asbabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]_________Foote Note.[1] Akan kami sebutkan nash-nash qath'i yang menunjukkan terjadinya perpecahan umat pada pasal-pasal mendatang

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=465&bagian=0


Artikel Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Perbedaan Antara Ikhtilaf (Perselisihan) Dan Iftiraq (Perpecahan) 1/2.