Kamis, 10 Juli 2008

Manakah Yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Shalat Di Masjidil Haram Atau Di Rumah

Kumpulan Artikel Islami

Manakah Yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Shalat Di Masjidil Haram Atau Di Rumah Manakah Yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Shalat Di Masjidil Haram Atau Di Rumah

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Kamis, 12 Februari 2004 07:41:39 WIBMANAKAH YANG LEBIH UTAMA BAGI WANITA PADA BULAN RAMADHAN, MELAKSANAKAN SHALAT DI MASJIDIL HARAM ATAU DI RUMAHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Bagi kaum wanita khsususnya yang melakukan umrah di bulan Ramadhan, dalam pelaksanaan shalat, baik itu shalat fardhu ataupun shalat tarawih, manakah yang lebih utama bagi mereka, melaksanakan di rumah atau di Masjidil Haram JawabanSunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan bahwa yang lebih utama bagi seorang wanita adalah melaksanakan shalat di dalam rumahnya, di mana saja ia berada, baik di rumahnya, di Mekkah ataupun di Madinah, karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Janganlah kalian melarang kaum wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah, walaupun sesungguhnya rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka".Beliau mengucapkan sabda ini saat beliau berada di Madinah, sedangkan saat itu beliau telah menyatakan bahwa shalat di Masjid Nabawi [Masjid di Madinah] terdapat tambahan kebaikan, mengapa beliau melontarkan sabda yang seperti ini Karena jika seorang wanita melakukan shalat di rumahnya maka hal ini adalah lebih bisa menutupi dirinya dari pandangan kaum pria asing kepadanya, dan dengan demikian ia lebih terhindar dari fitnah. Maka shalatnya seorang wanita di dalam rumahnya adalah lebih baik dan lebih utama.[Al-Fatawa Al-Makkiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 26]SHALATNYA KAUM WANITA YANG SEDANG UMRAH DI BULAN RAMADHANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Manakah yang lebih utama bagi seorang wanita, melaksanakan shalat pada malam-malam Ramadhan di rumahnya atau di masjid, dengan pertimbangan bahwa jika seorang wanita melakukan shalat di masjid maka ia akan medapatkan siraman-siraman rohani dari penceramah masjid. Dan apa saran Anda bagi kaum wanita yang melaksanakan shalat di masjid-masjid JawabanYang lebih utama dan lebih baik bagi seorang wanita adalah melaksanakan shalat di rumahnya, berdasarkan keumuman makna yang terdapat sabda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : ... Namun ruamh-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka [kaum wanita]"Karena keluarnya mereka dari rumah mereka lebih dapat menimbulkan fitnah daripada mereka tidak keluar rumah, maka keberadaan wanita di dalam rumah adalah lebih baik bagi mereka daripada mereka pergi keluar untuk shalat di masjid. Adapun siraman-siraman rohani masih mungkin mereka dapatkan melalui rekaman-rekaman kaset. Saran saya bagi kaum wanita melalui rekaman-rekaman kaset. Saran saya bagi kaum wanita yang melaksanakan shalat di masjid, adalah hendaknya mereka keluar dari rumah mereka dengan tidak berdandan dengan tidak berhias [bersolek] dan tidak pula memakai wangi-wangian.[Al-Fatawa Al-Makiyah, Syaikh Ibnu Utsaman, halaman 26][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami' ah Lil Maratil Muslimah, edisi Indonesia Fatawa-Fatawa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan terbitan Darul Haq hal. 146-147 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=178&bagian=0


Artikel Manakah Yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Shalat Di Masjidil Haram Atau Di Rumah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Manakah Yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Shalat Di Masjidil Haram Atau Di Rumah.

Tawassul 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Tawassul 1/2 Tawassul 1/2

Kategori Tauhid

Senin, 2 Agustus 2004 21:57:37 WIBTAWASSULOlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]PertanyaanLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Di negeri kami terdapat kuburan seseorang yang disebut-sebut sebagai orang shalih. Diatas kuburan itu dibangun sebuah bangunan yang indah dan dihiasi dengan hiasan-hiasan yang sempurna. Ada orang-orang yang menjadi penunggunya yang disebut sebagai pewaris jabatan penunggu kubur tersebut secara turun temurun. Mereka menyeru manusia dengan berkata : â€Å"Sesungguhnya penghuni kuburan ini pada malam ini telah berkata begini dan begitu, dan meminta ini”. Orang-orang yang tinggal di sekitar kuburan itu kemudian terpikat hatinya dan meyakini setiap yang dikatakan penunggu kuburan tersebut. Akhirnya, mereka melakukan taqarrub [mendekatkan diri], thawaf [berkeliling], dan penyembelihan hewan [di kuburan tersebut] serta hal-hal lain. Apa hukum mereka yang meyakini bahwa wali [penghuni kuburan] tersebut mampu mendatangkan manfaat atau madharat Apa saja kewajiban orang yang mengetahui bahwa hal-hal yang seperti itu bertentangan dengan syariat, sementara dia tinggal bersama mereka Jawaban.Petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tenatng ziarah kubur telah dijelaskan di dalam hadits-hadits yang shahih. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahih-nya dari Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajarkan kepada mereka [para sahabatnya] jika mendatangi pekuburan agar mengucapkan.â€Å"Artinya : Keselamatan atas kalian, wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Kami insya Allah akan menyusul kalian. Kalian adalah pendahulu kami. Aku meminta kepada Allah kesejahteraan untuk kami dan kalian” [Ahmad II/300, 375,408. V/353,359,360. VI/71,76,111,180,221. Muslim dengan Syarh Nawawi VII/44,45. Nasa’i IV/94 dan Ibnu Majah I/494]Imam Ahmad dan Tirmidzi –dan dia menyatakan hasan- meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati pekuburan Madinah, maka beliau menghadapkan wajahnya ke arah pekuburan itu dan berkata.â€Å"Artinya : Keselamatan atas kalian, wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian pendahulu kami dan kami akan mengikuti” [Hadits Riwayat Tirmidzi III/369]Para Khalifah yang Empat dan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain serta Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik telah menjalankan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut.Mereka yang mendatangi penghuni kubur itu, jika mereka melakukannya untuk berdoa kepada Allah di sisi kubur tersebut dengan sangkaan bahwa yang demikian itu lebih bermanfaat dalam berdo’a, sekaligus dengan tujuan ber-tawassul [menjadikannya sebagai perantara] dan meminta syafaat dengannya, maka yang demikian ini tidak ada dalam syariat agama. Sedangkan wasilah [sarana/perantara] memiliki hukum yang sama dengan hukum tujuan dalam hal pelarangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Katakanlah, ‘Serulah mereka yang kamu anggap [sebagai sesembahan] selain Allah, mereka tidak memiliki [kekuasaan] seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam [penciptaan] langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagiNya” [Saba : 22]Ayat ini menunjukkan bahwa [ilah/sesembahan] yang diseru [selain Allah] bisa jadi memiliki [kekuasaan di langit dan bumi] atau bisa pula tidak. Jika dia tidak memiliki, maka bisa jadi dia adalah sekutu [bagi Allah dalam kekuasaanNya itu], atau bisa juga bukan. Jika dia bukan sekutu [bagi Allah], bisa jadidia pembantu [bagi Allah], atau bisa juga bukan. Jika dia bukan pembantu [bagi Allah], maka bisa jadi dia adalah pemberi syafaat tanpa –harus mendapat- izin dari Allah, atau bisa pula bukan. Dan keempat macam [yang diseru] ini adalah batil, tidak bisa diterima. Lalu yang terakhir jelas bahwa pemberi syafaat tidaklah dapat memberi syafaat melainkan denan izin-Nya [dan ini syarat pertama, pent]. Sedangkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berikut.â€Å"Artinya : Dan mereka tidak memberi syafa’at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah” [Al-Anbiya : 28]Menunjukkan bahwa keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada yang disyafaati –juga- merupakan sarat. Inilah dua syarat [dalam memperoleh] syafaat.Para sahabat Radhiyallahu ‘ajmain dahulu tidaklah ber-tawassul dengan zat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang mereka lakukan adalah meminta Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya mendo’akan mereka. Jadi, memita tolong kepada orang yang hadir [ada di tempat], masih hidup lagi mampu memberi bantuan adalah dibolehkan, namun tidak boleh meminta sesuatu yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla. Ini untuk orang yang masih hidup. Adapun orang yang sudah mati, tidak boleh ber-tawassul dan meminta syafaat kepadanya secara mutlak, bahkan itu merupakan salah satu di antara perantara-perantara menuju kesyirikan.Adapun orang yang ber-I’tikaf [tinggal berdiam] di kuburan tersebut, maka [keadaannya] tidak lepas dari dua perkara yang berikut.Pertama.Tujuannya, ber-it’ikaf disana adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka yang seperti ini tidak boleh dilakukan karena padanya terkumpul dua bentuk kemaksiatan [penyelewengan], yaitu bermaksiat ber-ukuf [tinggal dikuburan] dan maksiat beribdah kepada Allah di kuburan karena yang demikian itu merupakan wasilah [mengantarkan kepada] syirik yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Adapun tentang keharaman ber-‘ukuf, Tirmidzi di dalam kitab Jami-nya dalam sebuah hadits yang dinyatakan shahih meriwayatkan dari Abu Waqid Al-Laitsi, ia berkata, â€Å"Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menujua Hunain ketika kami belum lama [meninggalkan] kekafiran. Sementara itu, orang-orang musyrik memiliki sebatang Sidrah [jenis pohon] yang biasa mereka jadikan tempar ber-ukuf [berdiam] dan menggantungkan senjata-senjata mereka padanya, yang mereka sebut dengan Dzatu Anwat, maka [ketika] kami melewati sebatang pohon Sidrah [yang lain], kami berkata : â€Å"Ya Rasulullah Shalallallahu ‘alaihi wa sallam adakan untuk kami Dzatu Anwat sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwat, maka berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam.â€Å"Artinya : Allahu Akbar, sesungguhnya yang demikian adalah tradisi. Perkataan kalian, demi zat yang jiwaku di tangannya, sebegaimana perkataan Bani Israil kepada Musa. ‘Jadikan untuk kami tuhan-tuhan sebagaimana mereka memiliki tuhan-tuhan. [Musa] berkata, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh [1]” Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian” [Hadits Riwayat Ahmad V/218, Tirmidzi IV/475]Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa perkara yang mereka minta, yaitu menjadikan pohon sebagai temopat ‘ukuf [berdiam] dan menggantungkan senjata untuk mendapatkan berkah, adalah serupa dengan permintaan yang diajukan oleh Bani Israil kepada Musa â€Å"Alaihis Salam, maka demikian pula ‘ukuf [berdiam] di kubur. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, â€Å"Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan dan jangan jadikan kuburku senagai tempat perayaan, dan bersalawatlah atasku, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku bagaimanapun keadaan kalian” [Hadits Riwayat Tirmidzi V/157, Abu Dawud II/534, dan Ibnu Majah I/348 di dalam Sunan][Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/1492-498, Fatwa no. 315 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’dah 1423H]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=954&bagian=0


Artikel Tawassul 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tawassul 1/2.

Hukum Penyanderaan Dan Pembajakan Pesawat 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Penyanderaan Dan Pembajakan Pesawat 1/2 Hukum Penyanderaan Dan Pembajakan Pesawat 1/2

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Jumat, 8 Juli 2005 06:59:44 WIBHUKUM PENYANDERAAN DAN PEMBAJAKAN PESAWATOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau.Amma ba’duTelah diketahui bersama bagi orang-orang yang memiliki akal bahwasanya membajak pesawat dan menyandera orang merupakan bentuk tindakan kriminal yang menimbulkan kerugian dan bahaya yang besar serta menyusahkan orang-orang tak berdosa dan mengganggu mereka yang pelindungnya tidak lain adalah Allah.Seperti juga dipahami bahwasanya dampak dari tindakan krminal tersebut tidak hanya menimpa suatu negara dan satu kelompok saja, akan tetapi menimbulkan pengaruh bagi semuanya, apalagi jika tindakan kriminalitasnya yang keji seperti ini [pembajakan dan penyanderaan]. Maka wajiblah bagi pemerintah dan pihak yang berwenang dari para ulama untuk memberikan perhatian yang sangat, dan bersungguh-sungguh untuk mencegah dampak buruknya serta memberikan penyelesaian terhadapnya.Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan kitabNya yang mulia sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin, dan Allah telah mengutus NabiNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi sekalian alam, menjadikan beliau sebagai hujjah bagi sekalian makhluk dan Allah mewajibkan atas seluruh jin dan manusia untuk berhukum dengan syariatNya dan mengembalikan segala perselisihan yang terjadi di tengah mereka kepada kitabNya dan sunnah RasulNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka [pada hakikatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perlselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisa : 65]Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanâ€Å"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan [hukum] siapakah yang lebih baik daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin ” [Al-Maidah : 50]Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al-Qur’an] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagimu] dan lebih baik akibatnya” [An-Nisa : 59]Para ulama –semoga Allah merahmati mereka- telah sepakat bahwasanya yang dimaksud dengan menentang Allah adalah dengan menentang kitabNya yang mulia dan bahwa menentang beliau pada masa hidupnya dan menentang sunnah beliau yang shahih setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya [terserah] kepada Allah”. [Asy-Syura : 10]Ayat ini berserta maknanya menunjukkan wajibnya mengembalikan segala apa yang diperselisihkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kepada RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maksudnya adalah mengembalikannya kepada hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperingatkan dari menyelisihiNya dalam segala perkara.Pembajakan pesawat merupakan perkara yang paling penting yang bahaya dan kejelekannya berlaku secara menyeluruh, maka wajib bagi negara yang menjadi tempat para pembajak untuk menghukum mereka dengan syari’at Allah mengingat dampak yang ditimbulkan dari tindakan kotor mereka yang melanggar hak-hak Allah, hak hambaNya, menimbulkan bahaya dan kerugian yang besar. Dan tidak ada solusi untuk menyelesaikan dan mencegah akibat buruknya kecuali solusi yang telah diberikan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Pemurah di dalam kitabNya yang Mulia dan apa yang digiatkan oleh orang-orang paling baik [dalam menasehati] dan paling mulia serta paling pemurah, penghulunya manusia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam atasnya sebaik-baik shalawat dan salam dari Rabbnya.Itulah solusi yang wajib dipahami bagi si pembajak dan yang dibajak serta orang-orang yang mempunyai hubungan dengan hal itu, semoga pintu hati mereka terbuka jika mereka orang-orang yang beriman, jika bukan orang-orang yang beriman maka Allah telah memerintahkan kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghukumi mereka dengan syari’at Islam seperti pada firmanNya.â€Å"Artinya : Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka” [A;-Maidah : 49]Dan firmanNyaâ€Å"Artinya : Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah [perkara itu] di antara mereka dengan adil” [Al-Maidah : 42]Berdasarkan apa yang telah kami kemukakan, maka wajib bagi negara tempat berlindungnya para pembajak untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : Membentuk lembaga yang tediri dari para ulama Islam untuk meneliti permasalahan ini, mempelajarinya dari segala aspek, kemudian memberikan putusan hukum yang sesuai dengan syariat Allah. Dan seyogyanya para ulama memberikan putusan hukum dengan dalil-dalil dari kitabullah dan Sunnah RasulNya, dan mengambil penjelasan para ulama berkenaan dengan ayat Al-Muharabah dalam surat Al-Maidah dan penjelasan para ulama madzhab mengenai [bab : hukum terhadap para pengacau atau perompak], setelah itu baru mengeluarkan hukuman bagi mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap dalil-dalil syari’ah.Dan bagi negara yang menjadi tempat berlindungnya para pembajak hendaklah melaksanakan hukum secara syari’ah [Islam] sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, memuliakan perintahNya, mencegah menyebarnya tindakan kriminal ini, mewujudkan terciptanya rasa aman serta sebagai bentuk kasih sayang kepada orang-orang yang dibajak dan memberikan keadilan kepada mereka.Adapun undang-undang yang merupakan hasil karya manusia tanpa ada dasarnya dari kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibenarkan bagi umat Islam untuk berhukum dengannya. Sebagian yang lain tidaklah lebih mulia dari yang lainnya, karena semuanya merupakan hukum jahiliyah dan hukum thaghut yang Allah telah memperingatkannya dan menisbatkannya kepada kaum munafiq yang cenderung berhukum kepada thaghut seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka [dengan] penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka ; ‘Marilah kamu [tunduk] kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul, niscaya kalian lihat orang-orang munafik menghalangi [manusia] dengan sekuat-kuatnya dari [mendekati] kamu” [An-Nisa : 60-61]Maka tidaklah dibenarkan bagi umat Islam untuk menyerupai musuh-musuh Allah yaitu kaum munafiqin yang ingin berhukum kepada selain Allah dan juga menghalangi manusia dari hukum Allah dan RasulNya.[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1478&bagian=0


Artikel Hukum Penyanderaan Dan Pembajakan Pesawat 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Penyanderaan Dan Pembajakan Pesawat 1/2.

Hakimiyah Termasuk Pelengkap Dakwah Politik

Kumpulan Artikel Islami

Hakimiyah Termasuk Pelengkap Dakwah Politik Hakimiyah Termasuk Pelengkap Dakwah Politik

Kategori Tauhid

Minggu, 22 Februari 2004 16:16:53 WIBPENGGUNAAN KATA HAKIMIYAH TERMASUK PELENGKAP DAKWAH POLITIKOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Wahai Syaikh kami –semoga Allah memberkahimu- para ulama salaf -semoga rahmat Allah atas mereka-menyebutkan bahwa tauhid ada tiga macam yaitu ; Uluhiyah, Rububiyah dan Asma wa Sifat. Maka, apakah dibenarkan jika kita mengucapkan bahwa di sana terdapat tauhid yang keempat yaitu 'Tauhid Hakimiyah' atau 'Tauhidul Hukum 'Beliau menjawab : "Al-Hakimiyah adalah bagian dari 'Tauhid Uluhiyah". Mereka yang mendengung-dengungkan kalimat yang 'muhdats' tadi di zaman ini bukanlah untuk mengajari kaum muslimin tentang tauhid yang dibawa oleh para nabi dan para rasul seluruhnya, melainkan hanyalah sebagai senjata politik. Karena itu aku akan tetap menyatakan untuk kalian apa yang telah aku ucapkan tadi, walaupun sebenarnya sudah berulang kali ditanyakan dan berulang kali aku menjawabnya. Atau kalau kau suka kita lewatkan saja apa yang sedang kita bahas.Dalam satu kesempatan seperti ini aku telah menyampaikan pendukung apa yang telah aku ucapkan tadi bahwa penggunaan kata 'hakimiyah' adalah pelengkap dakwah politik yang merupakan ciri khas beberapa 'hizb-hizb' yang ada pada hari ini. Pada kesempatan ini aku sampaikan satu kisah yang terjadi antara aku dengan salah seorang 'khatib' di salah satu masjid di Damaskus. Pada hari Jum'at dia berkhutbah yang seluruhnya berkisar tentang 'hakimiyah' bagi Allah Azza wa Jalla. Kemudian dia keliru dalam salah satu masalah fiqh.Ketika selesai sahalat Jum'at aku maju kepadanya, aku ucapkan salam kepadanya dan aku katakan kepadanya : "Wahai saudaraku engkau berbuat seperti ini dan hal itu adalah menyelisihi sunnah". Dia menjawab : "Aku adalah orang yang bermadzhab Hanafi yang berpedapat dengan apa yang aku kerjakan itu". Aku berkata : "Subhanallah', engkau berkhutbah bahwa 'hakimiyah' milik Allah Azza wa Jalla dan kalian menggunakan kata itu hanya sekedar untuk memerangi orang-orang yang kalian anggap sebagai hakim-hakim yang telah kafir karena tidak berhukum dengan syari'at Islam. Sedangkan kalian lupa pada diri kalian sendiri bahwa 'hakimiyah' itupun mencakup setiap muslim. Maka mengapa sekarang ketika kusebutkan kepadamu bahwa Rasul berbuat seperti ini, engkau mengatakan bahwa madzhabku demikian. Berarti engkau menyelisihi apa yang kau dakwahkan. Maka, kalau saja tidak karena mereka mengambil kata tersebut sebagai pengantar dakwah politik, tentu kami akan katakan : "Inilah dagangan kami kembali kepada kami".[1]Adapun dakwah yang manusia kami seru kepadanya di sana terdapat 'hakimiyah' dan selain 'hakimiyah' yaitu 'tauhid uluhiyah' sebagai tauhid ibadah yang termasuk di dalamnya apa yang mereka dengung-dengungkan. Atas apa yang kalian sebut-sebut ketika kalian mendengung-dengungkan 'tauhid hakimiyah', maka kami menyebarkan hadits Hudzaifah Ibnul Yaman bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepada para sahabatnya ayat-ayat mulia."Artinya : Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan ahli-ahli ibadah mereka sebagai rabb-rabb selain Allah" [At-Taubah : 31]Adi bin Hatim Ath-Tha'i mengatakan : "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak pernah menjadikan mereka sebagai rabb-rabb selain Allah". Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : " Bukankah jika mereka mengharamkan untuk kalian apa yang halal, maka kalian mengharamkannya ; dan jika mereka menghalalkan untuk kalian perkara yang haram maka kalian menghalalkannya " Dia berkata : "Kalau demikian memang terjadi". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Itulah berarti kalian menjadikan mereka sebagai rabb-rabb selain Allah".Kami juga yang menyebarkan hadits ini sampai kepada orang-orang lain hingga kemudian mereka mengembangkan dari 'tauhid uluhiyah' atau tauhid ibadah dengan penamaan yang bid'ah dengan tujuan politik. Maka saya tidak berpendapat adanya istilah seperti ini. Kalau saja mereka mengucapkannya hanya dengan pengakuan tanpa mengamalkan konsekuensinya sebagaimana yang aku sebutkan tadi bahwa dia sudah termasuk dalam tauhid ibadah, tetapi kamu lihat mereka beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang mereka sepakati.Dan jika dikatakan sebagaimana yang kita sebut dalam kisah tadi bahwa amal ini menyelisihi sunnah atau menyelisihi ucapan Rasul, dia berkata : "Ini Madzhabku". 'Alhakimiyah bagi Allah bukan berarti hanya menentang orang-orang kafir dan musyrik saja, akan tetapi juga menentang orang-orang yang melanggar hukum seperti orang-orang yang beribadah kepada Allah tanpa sesuai dengan apa yang datang dari Allah dalam kitab-Nya dan dari Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sunnahnya.Inilah yang ada dalam benakku tentang jawaban terhadap pertanyaan seperti ini.[Disalin dari Harian Al-Muslimun, Kuwait, no 639, Jum’at , 25 Dzulhijjah 1417H, Majalah Salafy, Edisi XXI/1418/1997 hal. 18-19]_________Foote Note[1] Ini adalah potongan terjemah ayat yang mengisahkan Nabi Yusuf yang maksud beliau adalah bahwa ucapan orang tadi tentang 'hakimiyah' kalau saja benar yang dimaksudkan adalah mengajak berhukum dengan hukum Allah tentu kata itu adalah dalil buat Syaikh Al-Albani dalam membantah 'muta'ashib' [orang yang ta'ashub] dengan madzhab Hanafi tadi. Yakni berhukumlah dengan hukum kitab wa sunnah jangan berhukum dengan hukum madzhab tertentu.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=274&bagian=0


Artikel Hakimiyah Termasuk Pelengkap Dakwah Politik diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hakimiyah Termasuk Pelengkap Dakwah Politik.

Bolehkah Wanita Haidh Berdiam Di Masjid

Kumpulan Artikel Islami

Bolehkah Wanita Haidh Berdiam Di Masjid Bolehkah Wanita Haidh Berdiam Di Masjid

Kategori Wanita - Thaharah

Minggu, 15 Februari 2004 17:41:59 WIBBOLEHKAH WANITA HAIDH BERDIAM DI MASJIDOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Apakah wanita haidh dibolehkan untuk berdiam di masjid JawabanHaram bagi wanita haidh untuk berdiam di masjid berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam"Artinya : Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita haidh dan orang yang sedang junub" Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya."Artinya : Sesungguhnya Masjid tidak halal bagi wanita haidh dan orang yang sedang junub" Diriwayatkan oleh Ibnu MajahDibolehkan bagi wanita haidh untuk berjalan melintasi masjid tnpa berdiam di masjid itu, berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : Rasulullah bersabda."Artinya : [Wahai Aisyah] Ambilkanlah untukku alas duduk dari masjid", maka aku berkata : "Sesungguhnya aku sedang haidh", maka beliau bersabda."Artinya : Sesungguhnya haidhmu bukan di tanganmu [bukan kehendakmu]" Diriwayatkan oleh seluruh perawi hadits kecuali Al-Bukhari.Dan dibolehkan bagi wanita untuk membaca dzikir-dzikir yang masyru', seperti memnaca tahlil [Laa Ilaaha Illallah], takbir [Allahu Akbar], tasbih [Subhanallah] dan do'a-do'a lainnya yang bersumber dari wirid-wirid yang disyari'atkan di waktu pagi, sore, ketika tidur serta bangun dari tidur, juga boleh bagi wanita haidh untuk membaca kitab-kitab ilmiah seperti tafsir, hadits dan fiqh.[At-Tanbiyat, Syaikh Shalih Al-Fauzan, halaman 14][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 160-161penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=208&bagian=0


Artikel Bolehkah Wanita Haidh Berdiam Di Masjid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bolehkah Wanita Haidh Berdiam Di Masjid.

Wanita Minta Fasakh Padahal Ada Bukti YangMenunjukkan Kerelaannya

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Minta Fasakh Padahal Ada Bukti YangMenunjukkan Kerelaannya

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Bagaimana jika ada seorangwanita menuntut fasakh [pembatalan akad nikah] padahal ada bukti yangmenunjukkan atas kerelaan dia akan akad nikah.?

>> Jawaban :

Masalah wanita yang menuntut fasakh terhadap pernikahannya denganalasan bahwa dahulu ia dipaksa untuk menikah sehingga status hukumpernikahan tersebut menjadi kabur, sementara bukti-buktinya sangatlemah. Jika ada bukti kuat bahwa wanita tersebut rela melakukan akadnikah, maka ia harus melanjutkan pernikahan tersebut, jika tidak, makaakad nikah-nya tidak sah atau rusak.[ Fatawa wa Rasaail SyaikhMuhammad bin Ibrahim, 10/78-79.]

Artikel Wanita Minta Fasakh Padahal Ada Bukti YangMenunjukkan Kerelaannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Minta Fasakh Padahal Ada Bukti YangMenunjukkan Kerelaannya.

Hukum Tato Di Tubuh

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Tato Di Tubuh Hukum Tato Di Tubuh

Kategori Al-Masaa'il

Kamis, 8 Juli 2004 09:27:23 WIBHUKUM TATO DI TUBUHOlehLajnah Ad-Daimah Lil iftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : "Apa hukum mentato bagian tubuh, apakah keberadaan tato tersebut merupakan halangan baginya untuk melaksanakan ibadah haji"Jawaban.Diharamkan mentato bagian tubuh, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya ia bersabda."Artinya : Dilaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta untuk disambungkan rambutnya, wanita yang mentato dan wanita yang meminta untuk di tato"Termasuk tato yang dilakukan di pipi, bibir dan tubuh lainnya, dengan mengubah warnanya menjadi biru, hijau atau hitam.Bertato tidak menjadikan halangan untuk melaksanakan ibadah haji.HUKUM ORANG YANG TIDAK TAHU HARAMNYA TATOPeretanyaan.Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : "Ibu saya berkata, bahwa di masa jahiliyah, sebelum tersebarnya ilmu, ia pernah menggambar lingkaran [membuat tahi lalat] di dagunya, tapi bukan tato yang sebenarnya. Namun ia melakukannya karena kebodohan dan tidak tahu apakah perbuatan tersebut haram atau halal. Saat ini kami ketahui bahwa orang yang meminta untuk di tato itu terlaknat. Mohon diberi pengertian, semoga Allah memberi Anda kebaikan".Jawaban.Diharamkan mentato diseluruh tubuh, baik tato sempurna maupun yang tidak sempurna. Hendaknya ibumu membuang tato tersebut jika tidak membahayakan dan bertaubat serta istighfar atas apa yang telah diperbuatnya dahulu.[Fatawa Lanjah Ad-Daimah, 5/198. Lihat, Zinatul Mar'ah, karya Syaikh Abdullah Al-Fauzan hal.103][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Maratil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 3, hal 78 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=895&bagian=0


Artikel Hukum Tato Di Tubuh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Tato Di Tubuh.

Hukum Wanita Mengikat Rambut

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Wanita Mengikat Rambut Hukum Wanita Mengikat Rambut

Kategori Wanita - Fiqih Wanita

Selasa, 23 Maret 2004 08:43:26 WIBHUKUM WANITA MENGIKAT RAMBUTOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : "Di antara para pelajar yang mempunyai rambut panjang mengikat rambut mereka dengan cara khusus yang biasa dilakukan para wanita. Apa hukum melakukannya . Perlu diketahui bahwa cara ini berasal dari barat yang biasanya muncul di majalah-majalah.Jawaban.Para ulama mengatakan bahwa dibolehkan untuk mengikat rambut, jika cara mengikatnya tidak menyerupai cara wanita kafir. Akan tetapi penanya mengatakan bahwa mereka mengikuti apa yang ia lihat di majalah, saya ingin mengomentari, bahwa tidak sepantasnya bagi wanita muslimat untuk memperhatikan mode-mode ini, dan tidak sepantasnya pula berkeinginan untuk melihat-lihat majalah tersebut hanya untuk melihat apa yang diperbuat oleh wanita-wanita kafir, kemudian meniru mereka. Wanita tidak diciptakan untuk menjadi gambar, akan tetapi diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana yang lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh" [Adz-Dzariyat : 56-58]Jika seorang wanita membuka pintu bagi dirinya untuk mengenakan selain pakaian orang muslim dan pakaian yang menyalahi adat, sesungguhnya tidak akan akan ada batasnya. Bisa jadi sampai pada pakaian yang sama sekali tidak disangsikan keharamannya. Maka bagi wanita-wanita muslimah hendaknya bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan kebiasaan tersebut.Bagi laki-laki yang Allah ciptakan sebagai pemimpin atas wanita hendaklah memperhatikan hal tersebut pada diri istrinya dan melarang mereka mengenakan pakaian yang menyalahi syari'at. Sungguh saya heran dengan wanita-wanita dan laki-laki yang menyetujui mereka, yang telah meninggalkan kebiasaan mereka yang berdasarkan pada rasa malu dan menggantikannya dengan kebiasaan suatu kaum yang tidak mempunyai rasa malu. Ini menunjukkan lemahnya kepribadian mengikuti orang lain. Dari sisi lain menunjukkan lemahnya iman jika memang pakaian ini menyalahi pakaian Islam.[Fatawa Lil Fatayat Faqoth, hal.22][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 94-96 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=523&bagian=0


Artikel Hukum Wanita Mengikat Rambut diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Wanita Mengikat Rambut.

Haji Bagi Wanita Yang Haid, Haid Dan Nifas Setelah Ihram, Haid Ketika Ihram Tidak Boleh Shalat

Kumpulan Artikel Islami

Haji Bagi Wanita Yang Haid, Haid Dan Nifas Setelah Ihram, Haid Ketika Ihram Tidak Boleh Shalat Haji Bagi Wanita Yang Haid, Haid Dan Nifas Setelah Ihram, Haid Ketika Ihram Tidak Boleh Shalat

Kategori Hajji Dan Umrah

Rabu, 5 Januari 2005 13:02:54 WIBHAJI BAGI WANITA YANG SEDANG HAIDHOlehAd-Daimah Lil IftaAl-LajnahPertanyaanAd-Daimah Lil IftaAl-Lajnah ditanya : Apa hukum wanita muslimah yang haidh dalam hari-hari hajinya, apakah sah hajinya sebab demikian itu JawabanJika seorang wanita haidh dalam hari-hari hajinya maka hendaklah dia melakukan apa yang dilakukan orang-orang yang sedang haji selain thawaf dan sa'i hingga dia suci. Jika dia telah suci dan mandi maka dia thawaf dan sa'i. Jika seorang wanita haidh dan tidak tersisa dari amal-amalan haji selain thawaf wada', maka ketika pulang dia tidak wajib membayar kifarat apa pun karena thawaf wada tidak wajib bagi dia dan hajinya sah. Sebagaimana landasan dasar tersebut adalah.[a]. Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Wanita yang nifas dan haidh jika keduanya datang ke miqat maka keduanya mandi dan berihram dan melaksanakan semua manasik haji selain thawaf di Baitullah" [Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud][b]. Dalam hadits shahih disebutkan riwayat dari Aisyah Radhiallahu 'anha, bahwa dia haidh sebelum melaksanakan manasik umrah, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya untuk ihram haji selain thawaf di Baitullah hingga dia suci. Juga diperintahkannya melakukan apa yang dilakukan orang yang haji dan memasukkan ihram kepada umrah.[c]. Imam Bukhari meriwayatkan hadits Aisyah Radhiallahu 'anha."Artinya : Bhawa Shafiyah istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam haidh, lalu dia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : 'Apakah dia menahan kita [dari pulang]'. dia berkata : 'Sesungguhnya dia telah thawaf ifadhah'. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Jika demikian maka tidak'". [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan yang lainnya]Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa 'Aisyah berkata : "Shafiyah haidh setelah thawaf ifadhah. Aku sebutkan haidhnya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Apakah dia menahan [kepulangan] kita " Saya berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah thawaf ifadhah di Baitullah kemudian dia haidh setelah ifadhah". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Karena itu hendaklah dia [ikut] pulang !" [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, dan yang lainnya]WANITA HAIDH KETIKA IHRAM TIDAK BOLEH SHALATOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana shalat dua rakaat ihram bagi wanita yang haidh JawabanWanita yang sedang haidh tidak boleh shalat dua raka'at ihram, bahkan dia ihram dengan tanpa shalat. Sebab shalat haram bagi wanita yang haid. Terlebih shalat dua rakaat ihram hukumnya sunnah menurut jumhur ulama, bahkan sebagian ulama menilainya tidak termasuk sunnah karena tidak terdapat dalil khusus. Sedangkan jumhur yang menilainya sunnah adalah karena berpedoman kepada hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Allah berfirman : "Shalatlah kamu di lembah yang diberkahi ini dan katakanlah : "Umrah dalam haji" [Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, dan Abu Dawud]Maksudnya, di lembah al-Atiq dalam haji wada'. Juga terdapat riwayat dari seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat kemudian ihram. Maka jumhur ulama menyatakan bahwa ihram setelah sunnah, baik shalat wajib atau sunnah. Karena wanita yang haidh dan nifas haram mendirikan shalat, maka keduanya ihram tanpa shalat dan tidak meng-qadha' shalatnya [dua ra'kaat ihram].HAIDH ATAU NIFAS SETELAH IHRAMOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seorang wanita haidh atau nifas setelah ihram, apakah sah jika dia thawaf dia Baitullah, atau apakah yang dia harus lakukan, dan apakah dia wajib thawaf wada.JawabanWanita yang nifas atau haidh ketika kedatangannya untuk umrah maka dia hendaknya menunggu sampai suci. Jika telah suci, dia thawaf, sa'i dan memotong rambut, maka sempurnakanlah umrahnya. Tapi jika datangnya haidh atau nifas setelah umrah atau setelah ihram haji pada hari ke 8 Dzulhijjah, maka dia melakukan manasik haji, yaitu wukuf di 'Arafah, mabit di Muzdalifah, melontar tiga jumrah di Mina, dan lain-lain seperti talbiyah dan dzikir. Lalu ketika dia telah suci, dia thawaf dan sa'i untuk hajinya. Namun jika wanita haidh atau nifas setelah thawaf dan sa'i dan sebelum thawaf wada' maka gugur darinya thawaf wada'. Sebab wanita yang haidh atau nifas tidak wajib thawaf wada'.Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penysusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 130-134, penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1278&bagian=0


Artikel Haji Bagi Wanita Yang Haid, Haid Dan Nifas Setelah Ihram, Haid Ketika Ihram Tidak Boleh Shalat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Haji Bagi Wanita Yang Haid, Haid Dan Nifas Setelah Ihram, Haid Ketika Ihram Tidak Boleh Shalat.

Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan.

Kumpulan Artikel Islami

Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan. Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan.

Kategori Sihri Wal Kahaanah

Senin, 16 Mei 2005 08:53:55 WIBKESEPAKATAN ANTARA PENYIHIR DAN SYAITHANOlehWahid bin Abdissalam BaaliSeringkali terjadi kesepakatan antara tukang sihir dengan syaitan, bahwa pihak pertama, yaitu tukang sihir, akan mengerjakan beberapa kesyirikan, atau kekufuran yang nyata –baik secara terselubung maupun terang-terangan sedangkan pihak syaitan akan melayani tukang sihir atau menundukkan orang yang akan melayani si tukang sihir.Karena kesepakatan itu seringkali terjadi antara tukang sihir dan syaitan dari para pemuka kabilah jin dan syaitan, sehingga sang pemuka ini akan mengeluarkan perintah kepada anggota kabilah yang paling bodoh untuk melayani si tukang sihir ini serta mentaatinya dalam menjalankan semua perintahnya, yaitu memberitahukan berbagai hal yang telah terjadi atau melakukan upaya memisahkan dua belah pihak atau menyatukan cinta dua orang, atau menghalangi seorang suami agar tidak dapat mencampuri istrinya dan sebagainya. Perkara-perkara ini akan kita bahas dengan rinci, [pada pembahasan berikutnya], insya Allah Ta’ala.Selanjutnya si tukang sihir mengerahkan jin ini untuk mengerjakan perbuatan jahat yang dia inginkan. Jika si jin tidak mentaatinya, maka dia akan mendekati pemuka kabilah jin itu dengan menggunakan berbagai macam jimat yang isinya berupa pengagungan pemuka kabilah ini seraya meminta pertolongan kepadanya dengan menyisihkan Allah Ta’ala. Maka, si pemuka jin inipun segera memberikan hukuman kepada jin tersebut dan menyuruhnya agar mentaati si tukang sihir atau dia akan menggantikan dengan jin yang lain untuk melayani tukang sihir yang musyrik itu.Oleh karena itu kita bisa mendapatkan hubungan antara tukang sihir dengan jin yang ditugaskan untuk melayaninya sebagai hubungan kebencian dan permusuhan. Dan dari sini kita akan dapatkan bahwa jin tersebut seringkali menyakiti istri dan anak-anak tukang sihir itu atau mengganggu harta bendanya atau yang lainnya. Bahkan, terkadang jin itu menyakiti tukang sihir itu sendiri tanpa disadarinya, misalnya pusing yang terus-menerus, gangguan yang sering muncul pada saat tidur, atau kecemasan pada malam hari dan lain sebagainya. Bahkan seringkali tukang sihir yang hina tersebut tidak punya anak, karena jin yang melayaninya telah membunuh janin yang masih ada di dalam rahim sebelum penciptaannya sempurna. Yang demikian itu sudah sangat populer di kalangan para tukang sihir, bahkan sebagian mereka ada yang meninggalkan profesi tukang sihir ini agar mereka bisa mendapatkan keturunan.Perlu saya ceritakan, saya pernah mengobati seorang wanita yang sedang sakit karena tersihir. Pada saat saya bacakan al-Qur’an di dekatnya, maka jin yang di tugaskan tukang sihir itu berbicara melalui lidah wanita tersebut., â€Å"Aku tidak bisa keluar dari tubuh wanita ini.” â€Å"Mengapa” tanyaku. Dia pun menjawab, â€Å"Karena aku takut akan dibunuh oleh si tukang sihir.” Selanjutnya, aku tanyakan, â€Å"Pergilah dari tempat ini ke tempat lain yang tidak diketahui oleh si tukang sihir yang menyuruhmu.” â€Å"Dia pasti akan mengirim jin lain untuk mencariku,” sahut jin tersebut.Kemudian kukatakan kepadanya, â€Å"Jika kamu mau masuk Islam dan mengumumkan taubatmu dengan penuh kejujuran dan tulus ikhlas, maka kami dengan pertolongan Allah akan mengajarimu beberapa ayat al-Qur’an yang dapat menjaga dan melindungimu dari kejahatan jin-jin kafir. Maka dia pun menjawab, â€Å"Tidak, aku tidak akan pernah masuk Islam, dan aku akan tetap menjadi pemeluk Nasrani” â€Å"Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, tetapi yang paling penting kamu harus keluar dari tubuh wanita ini,” pintaku kepadanya. â€Å"Aku tidak akan keluar dari tubuhnya” jawabnya pasti. Kemudian aku katakan, â€Å"Kalau begitu, dengan pertolongan Allah, sekarang kami bisa membacakan al-Qur’an kepadamu sehingga kamu akan terbakar.” Lalu aku memukulnya dengan keras sehingga jin itu menangis. Maka jin itu berkata, â€Å"Aku akan keluar, aku akan keluar.” Selanjutnya, segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, dan segala karunia itu hanya milik-Nya semata, jin itu pun keluar dari tubuhnya.Sebagaimana diketahui bersama, jika tukang sihir itu semakin kufur dan bertambah jahat, maka jin akan lebih mentaatinya dan akan segera malaksanakan tugas yang diperintahkan kepadanya. Begitu juga sebaliknya.[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1433&bagian=0


Artikel Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan. diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan..

Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram

Kumpulan Artikel Islami

Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Rabu, 11 Februari 2004 10:35:36 WIBAPAKAH SHALATNYA SEORANG WANITA DI RUMAH LEBIH UTAMA ATAUKAH DI MASJDIL HARAMOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah shalatnya seorang wanita di rumah lebih utama ataukah di Masjidil haram JawabanShalat sunnah di rumah adalah lebih utama baik bagi kaum pria ataupun bagi kaum wanita, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat-shalat fardhu"Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat-shalat sunnah di rumahnya, padahal beliau sendiri bersabda :"Artinya : Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di tempat-tempat lain kecuali Masjidil Haram"Berdasarkan sabda ini maka kami katakan : Jika telah dikumandangkan adzan Zhuhur, sementara saat itu Abda sedang ada di rumah Anda, yang mana Anda berdomisili di Mekkah, dan Anda hendak melakukan shalat Zhuhur di Masjidil Haram, maka yang paling utama Anda lakukan adalah hendaknya Anda melaksanakan shalat Rawatib Zhuhur di rumah Anda kemudian Anda datang ke Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat Zhuhur dan sebelumnya Anda melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid. Sebagian ulama berpendapat bahwa berlipat gandanya pahala shalat di ketiga masjid ini adalah khusus pada shalat-shalat fardhu, karena shalat fardhu inilah yang hendaknya dilaksanakan di masjid-masjid itu, adapun shalat sunnah maka pahalanya tidak dilipat gandakan. Namun pendapat yang benar adalah bahwa berlipat gandanya pahala adalah bersifat umum, yaitu untuk semua shalat baik shalat fardhu maupun shalat sunnat, hanya saja shalat sunnat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi atau Masjid Al-Aqsha tidak berarti lebih baik jika dibanding dengan di rumah, bahkan shalat sunat yang dilakukan di rumah adalah lebih utama. Akan tetapi jika seseorang masuk ke dalam Masjidil Haram lalu ia melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid di Masjidil Haram. maka itu lebih baik seratus ribu kali kebaikan dari pada shalat Tahiyatul Masjid di masjid-masjid lainnya, dan shalat Tahiyatul Masjid di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu shalat tahiyatul masjid di masjid-masjid lainnya. Begitu juga jika Anda datang dan masuk ke dalam Masjidil Haram lalu Anda melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid, kemudian untuk menanti tiba waktunya shalat fardhu Anda melaksanakan shalat sunah, maka sesungguhnya shalat sunah itu lebih baik dari seratus ribu shalat sunah serupa dari pada di masjid-masjid lainnya.Masih ada pertanyaan lain sehubungan dengan hal tadi, yaitu tentang shalat malam [shalat tarawih pada bulan ramadhan], apakah bagi wanita lebih utama melaksanakannya di Masjidil Haram atau di rumah .Jawabannya adalah : Untuk shalat-shalat fardhu, maka lebih utama dilaksanakan di rumah, sebab sehubungan dengan shalat fardhu bagi kaum wanita, maka Masjidil Haram seperti masjid-maasjid lainnya. Adapun shalat malam Ramadhan, sebagian ahli ilmi mengatakan : Bahwa yang lebih utama bagi kaum wanita adalah melaksanakan shalat malam di masjid-masjid, berdasarkan dalil bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan keluarga serta mengimami mereka dalam melaksanakan shalat malam du bulan Ramadhan, dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'anhu dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'anhu, bahwa kedua sahabat Rasulullah ini memerintahkan seorang pria untuk mengimami shalat kaum wanita di masjid dan dalam masalah in saya belum bisa memastikan karena dua atsar yang diriwayatkan dari Umar dan Utsaman itu lemah sehingga tidak bisa diajdikan hujjah, begitu juga yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan keluarganya tidak menjelaskan bahwa beliau mengumpulkan mereka di masjid untuk shalat berjama'ahg. Dan saya belum bisa memastikan, manakah yang lebih utama bagi seorang wanita, melaksanakan shalat tarawih di rumahnya atau di Masjidil Haram Dan yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya, kecuali jika ada nash yang menyebutkan dengan jelas bahwa shalatnya di Masjidil Haram adalah lebih utama. Akan tetapi jika ia datang ke Masjidil Haram maka diharapkan mendapatkan pahala sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat [di masjid-masjid lain]"Namun jika kehadirannya dapat menimbulkan fitnah, maka tidak diragukan lagi bahwa shalat di rumahnya adalah lebih utama.[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/228][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal.144-145, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=171&bagian=0


Artikel Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Shalatnya Seorang Wanita Di Rumah Lebih Utama Ataukah Di Masjidil Haram.

Jihad, Harus Minta Izin Kepada Orang Tua

Kumpulan Artikel Islami

Jihad, Harus Minta Izin Kepada Orang Tua Jihad, Harus Minta Izin Kepada Orang Tua

Kategori Jihad Fii Sabilillah

Selasa, 14 September 2004 23:24:40 WIBJIHAD, HARUS MINTA IZIN KEPADA ORANG TUAOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sesungguhnya saya sangat ingin berjihad dan keinginan itu sudah tertanam di lubuk hati saya, saya tidak bisa bersabar lagi, saya telah meminta izin dari ibu saya akan tetapi ia tidak setuju. Hal ini berpengaruh pada diriku dan saya tidak mampu jauh dari jihad. Wahai Syaikh, keinginan saya dalam hidup ini adalah berjihad fii sabilillah akan tetapi ibu saya tidak setuju, berikanlah petunjuk kepadaku, semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan Jawaban.Jihadmu terhadap ibumu merupakan jihad yang besar. Jagalah ibumu dan berbuat baiklah kepadanya kecuali jika diperintah oleh pemimpin untuk berjihad maka pergilah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Jika kalian diperintah [untuk berperang] maka keluarlah" [Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari]Dan selama pemimpin tidak memerintahkan kamu maka berbuat baiklah terhadap ibumu, berilah ia kasih sayang dan ketahuilah bahwa berbuat baik kepadanya merupakan jihad yang besar, yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukannya dari jihad fii sabilillah, seperti yang termaktub dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau ditanya :"Wahai Rasulullah, perbuatan apa yang paling utama Beliau bersabda : 'Shalat pada waktunya'. Aku berkata : Kemudian apa Beliau bersabda : 'Kemudian berbakti kepada kedua orang tua'. Aku berkata : Kemudian apa Beliau bersabda : 'Berjihad fii sabilillah'. Maka aku tidak bertanya lagi kepada Rasulullah jika aku minta tambah maka tentu beliau akan menambahkannya".Hadits ini disepakati keshahihannya maka berbakti kepada kedua orang tua lebih diutamakan dari jihad.Dari Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu 'anhu, Ia berkata : Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta izin untuk berjihad, maka beliau bersabda :"Artinya : Apakah kedua orangtuamu masih hidup Ia berkata : Ya, Nabi bersabda : "[berbakti] kepada keduanya nerupakan jihad" Hadits ini disepakati keshahihannya. Pada riwayat yang lain beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Kembalilah kepada keduanya lalu minta izinlah, jika mereka mengizinkan maka berjihadlah, jika tidak maka berbaktilah kepada keduanya" [Diriwayatkan oleh Abu Daud]Sedangkan ini adalah seorang ibu ; maka sayangilah ia , berbuat baiklah kepadanya sampai ia memberikan izin kepadamu. Semua ini hak dalam jihad thalab [mendaftarkan diri untuk ikut dalam peperangan] yang mana pemimpin [walimatul amri] tidak memerintahkanmu berjihad..Adapun jika datang bencana atas kamu maka belalah dirimu dan saudara-saudaramu fillah. Tidak ada daya dan upaya kecuali milik Allah, begitu pula jika pemimpin memerintahkan kamu untuk berperang maka keluarlah walaupun tanpa ridha kedua orang tua berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu : 'Berangkatlah [untuk berperang] pada jalan Allah' kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat Padahal kenikmatan hidup di dunia ini [dibandingkan dengan kehidupan] di akhirat hanyalah sedikit" [At-Taubah : 38][Syarh kitab Al-Jihad dari Bulughul Maram [kaset yang pertama]][Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1023&bagian=0


Artikel Jihad, Harus Minta Izin Kepada Orang Tua diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jihad, Harus Minta Izin Kepada Orang Tua.

Perdagangan Kaset-Kaset Video

Kumpulan Artikel Islami

Perdagangan Kaset-Kaset Video Perdagangan Kaset-Kaset Video

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Senin, 3 Mei 2004 08:33:57 WIBPERDAGANGAN KASET-KASET VIDEOOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukum memperdagangkan kaset-kaset video, yang minimal menampilkan wanita tidak berjilbab dan mengandung kisah-kisah mesum dan tidak senonoh Haramkah harta orang yang didapat dari perdagangan itu Apa yang wajib baginya Serta, bagaimana agar bisa terhindar dari kaset-kaset dan alat-alat seperti itu Semoga Allah membalas kebaikan anda.Jawaban.Kaset-kaset ini haram dijual, dibeli, didengar dan ditonton karena ia merupakan sarana yang mendorong timbulnya fitnah dan berbuat kerusakan. Seharusnya dimusnahkan dan diingkari orang yang bergelut dengannya guna memangkas habis semua bentuk kerusakan dan menjaga kaum muslimin dari semua hal yang dapat menyebabkan fitnah. Wa billahit Tawfik.[Majaltud Da’wah, edisi 1045, dari fatwa Syiakh Ibn Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 25 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=683&bagian=0


Artikel Perdagangan Kaset-Kaset Video diambil dari http://www.asofwah.or.id
Perdagangan Kaset-Kaset Video.

Waktu Puasa 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Waktu Puasa 2/2 Waktu Puasa 2/2

Kategori Puasa

Kamis, 14 Oktober 2004 16:19:36 WIBWAKTU PUASAOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidBagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2Dari Samurah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Janganlah kalian tertipu oleh adzannya Bilal dan jangan pula tertipu oleh warna putih yang memancar ke atas sampai melintang" [Hadits Riwayat Muslim 1094]Dari Thalq bin Ali, [bahwasanya] Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Makan dan minumlah, jangan kalian tertipu oleh fajar yang memancar ke atas. Makan dan minumlah sampai warna merah membentang" [6]Ketahuilah -mudah-mudahan engkau diberi taufiq untuk mentaati Rabbmu- bahwasanya sifat-sifat fajar shadiq adalah yang bercocokan dengan ayat yang mulia."Artinya : Hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar"Karena cahaya fajar jika membentang di ufuk atas lembah dan gunung-ghunung akan tampak seperti benang putih, dan akan tampak di atasnya benang hitam yakni sisa-sisa kegelapan malam yang pergi menghilang.Jika telah jelas hal tersebut padamu berhentilah dari makan, minum dan berjima'. Kalau di tanganmu ada gelas berisi air atau minuman, minumlah dengan tenang, karena itu merupakan rukhshah [keringanan] yang besar dari Dzat Yang Paling Pengasih kepada hamba-hamba-Nya yang puasa. Minumlah walaupun engkau telah mendengar adzan.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan padahal gelas ada di tangannya, janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya" [7]Yang dimaksud adzan dalam hadits di atas adalah adzan subuh yang kedua karena telah terbitnya Fajar Shadiq dengan dalil tambahan riwayat, yang diriwayatkan oleh Ahmad 2/510, Ibnu Jarir At-Thabari 2/102 dan selain keduanya setelah hadits di atas."Artinya : Dahulu seorang muadzin melakukan adzan ketika terbit fajar" [8]Yang mendukung makna seperti ini adalah riwayat Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu."Artinya : Telah dikumandangkan iqamah shalat, ketika itu di tangan Umar masih ada gelas, dia berkata : 'Boleh aku meminumnya ya Rasulullah ' Rasulullah bersabda : "Ya' minumlah" [Hadits Riwayat Ibnu Jarir 2/102 dari dua jalan dari Abu Umamah]Jelaslah bahwa menghentikan makan sebelum terbit Fajar Shadiq dengan dalih hati-hati adalah perbuatan bid'ah yang diada-adakan.Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam Al-Fath 4/199 : "Termasuk perbuatan bid'ah yang mungkar adalah yang diada-adakan pada zaman ini, yaitu mengumandangkan adzan kedua sepertiga jam sebelum waktunya di bulan Ramadhan, serta memadamkan lampu-lampu yang dijadikan sebagai tanda telah haramnya makan dan minum bagi orang yang mau puasa, mereka mengaku perbuatan ini dalam rangka ikhtiyath [hati-hati] dalam ibadah, tidak ada yang mengetahuinya kecuali beberapa gelintir manusia saja, hal ini telah menyeret mereka hingga melakukan adzan ketika telah terbenam matahari beberapa derajat untuk meyakinkan telah masuknya waktu -itu sangkaan mereka- mereka mengakhirkan berbuka dan menyegerakan sahur hingga menyelisihi sunnah. Oleh karena itu sedikit pada mereka kebaikan dan banyak tersebar kejahatan pada mereka. Allahul musta'an".Kami katakan : Bid'ah ini, yakni menghentikan makan [imsak] sebelum fajar dan mengakhirkan waktu berbuka, tetap ada dan terus berlangsung di zaman ini. Kepada Allah-lah kita mengadu.[3]. Menyempurnakan Puasa Hingga MalamJika telah datang malam dari arah timur, menghilangkan siang dari arah barat dan matahari telah terbenam bebukalah orang yang puasa.Dari Umar Radhiyallahu 'anhu, ia berkata Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Jika malam datang dari sini, siang menghilang dari sini dan terbenam matahari, telah berbukalah orang yang puasa" [9]Hal ini terwujud setelah terbenamnya matahari, walaupun sinarnya masih ada. Termasuk petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau puasa menyuruh seseorang untuk naik ke satu ketinggian, jika orang itu berkata : "Matahari telah terbenam", beliaupun berbuka [10]Sebagian orang menyangka malam itu tidak terwujud langsung setelah terbenamnya matahari, tapi masuknya malam setelah kegelapan menyebar di timur dan di barat. Sangkaan seperti ini pernah terjadi pada sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian mereka diberi pemahaman bahwa cukup dengan adanya awal gelap dari timur setelah hilangnya bundaran matahari.Dari Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu 'anhu : "Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu safar [perjalanan], ketika itu kami sedang berpuasa [di bulan Ramadhan]. Ketika terbenam matahari, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada sebagian kaum : "Wahai Fulan [dalam riwayat Abu Daud : Wahai Bilal] berdirilah, ambilkan kami air". Orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, kalau engkau tunggu hingga sore", dalam riwayat lain : matahari]. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Turun, ambilkan air". Bilal pun turun, kemudian Nabi minum. Beliau bersabda, "Kalau kalian melihatnya niscaya akan kalian lihat dari atas onta, yakni matahari". Kemudian beliau melemparkan [dalam riwayat lain : berisyarat dengan tanganya] [Dalam riwayat Bukhari- Muslim : berisyarat degan telunjuknya ke arah kiblat] kemudian berkata : "Jika kalian melihat malam telah datang dari sini maka telah berbuka orang yang puasa. [11]Telah ada riwayat yang menegaskan bahwa para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengikuti perkataannya, dan perbuatan mereka sesuai dengan perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Said Al-Khudri berbuka ketika tenggelam [hilangnya] bundaran matahari. [12]Peringatan :Hukum-hukum puasa yang diterangkan tadi berkaitan dengan pandangan mata manusia, tidak boleh bertakalluf atau berlebihan dengan mengintai hilal dan mengawasi dengan alat-alat perbintangan yang baru atau berpegangan dengan penanggalan ahli nujum yang menyelewengkan kaum muslimin dari sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga menjadi sebab sedikitnya kebaikan pada mereka [13] Wallahu a'alam.Peringatan Kedua :Di sebagian negeri Islam para muadzin menggunakan jadwal-jadwal waktu shalat yang telah berlangsung lebih dari 50 tahun !! Hingga mereka mengakhirkan berbuka puasa dan menyegerakan sahur, akhirnya mereka menentang petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamDi negeri-negeri seperti ini ada sekelompok orang yang bersemangat dalam mengamalkan sunnah dengan berbuka berpedoman pada matahari dan sahur berpedoman fajar. Jika terbenam matahari mereka berbuka, jika terbit fajar shadiq -sebagaimana telah dijelaskan- mereka menghentikan makan dan minum. Inilah perbuatan syar'i yang shahih, tidak diragukan lagi. Barangsiapa yang menyangka mereka menyelisihi sunnah, ia telah berprasangka dengan sangkaan yang salah. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Jelaslah, ibadah puasa berkaitan dengan matahari dan fajar, jika ada orang yang menyelisihi kaidah ini, mereka telah salah, bukan orang yang berpegang dengan ushul dan mengamalkannya. Adzan adalah pemberitahuan masuknya waktu, [dan] tetap mengamalkan ushul yang diajarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah wajib. Camkanlah ini dan pahamilah.![Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[6] Hadits Riwayat Tirmidzi 3/76, Abu Daud 2/304, Ahmad 4/66, Ibnu Khuzaimah 3/211 dari jalan Abdullah bin Nu'man dari Qais bin Thalaq dari bapaknya, sanadnya Shahih. Abdullah bin Nu'man dianggap tsiqah oleh Ibnu Ma'in, Ibnu Hibban dan Al-Ajali. Ibnu Khuzaimah tidak tahu keadilannya. Ibnu Hajar berkata Maqbul!![7] Hadits Riwayat Abu Daud 235, Ibnu Jarir 3115. Al-Hakim 1/426, Al-Baihaqi 2/218, Ahmad 3/423 dari jalan Hamad dari Muhammad bin Amir dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, sanadnya HASAN. Ada jalan lain diriwayatkan oleh Ahmad 2/510, Hakim 1/203,205 dari jalan Hammad dari Amr bin Abi Amaran dari Abu Hurairah, sanadnya SHAHIH[8] Riwayat tambahan ini membatalkan ta'liq Syaikh Habiburrahman Al-Adhami Al-Hanafi terhadap Mushannaf Abdur Razaq 4/173 ketika berkata : "Ini dimungkinkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya muadzin adzan sebelum terbit fajar!!" Walhamdulillahi wahdah.[9] Hadits Riwayat Bukhari 4/171, Muslim 1100. Perkataannya : "Telah berbuka orang yang puasa" yakni dari sisi hukum bukan kenyataan karena telah masuk puasa.[10] Hadits Riwayat Al-Hakim 1/434, Ibnu Khuzaimah 2061, di SHAHIH kan oleh Al-Hakim menurut syarat Bukhari-Muslim. Perkataan Aufa : Yakni naik atau melihat.[11] Hadits Riwayat Bukhari 4/199, Muslim 1101, Ahmad 4/381, Abu Daud 2352. Tambahan pertama dalam riwayat Muslim 1101. Tambahan kedua dalam riwayat Abdur Razaq 4/226. Perkataan beliau : "Ambilkan segelas air" yakni : siapkan untuk kami minuman dan makanan. Ashal Jadh : [mengaduk] menggerakkan tepung atau susu dengan air dengan menggunakan tongkat [kayu][12] Diriwayatkan oleh Bukhari dengan mu'allaq 4/196 dan dimaushulkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf 3/12 dan Siad bin Manshur sebagaiman dalam Al-Fath 4/196, Umdatul Qari 9/130, lihat Taghliqut Ta'liq 3/195[13] Barangsiapa yang ingin tambahan penjelasan dan rincian yang baik akan dia temukan dalam kitab : Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 25/126-202. Al-Majmu' Syarhul Muhadzab 6/279 karya Imam Nawawi. Talkhisul Kabir 2/187-188 karya Ibnu Hajar

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1098&bagian=0


Artikel Waktu Puasa 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Waktu Puasa 2/2.

Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Beberapa wanita mengaku telahmasuk Islam dan ingin menunaikan haji ?

>> Jawaban :

Orang masuk Islam tidak dianggap sah kecuali harus disaksikan adalahkebiasaan yang tidak kita kenal, dan seandainya mereka atau yanglainnya benar telah masuk Islam, maka Anda semua sudah mengetahuibahwa ibadah haji itu diwajibkan atas orang Islam yang mampu saja,ber-dasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala : Mengerjakan hajiadalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yangsanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. [Al-Imran: 97]. Danwanita dinyatakan mampu bila pergi hajinya bersama mahram dari mulaiberangkat hingga kembali ke kampung, jika tidak mendapatkan mahramyang mendampinginya maka dianggap tidak mampu menunaikan ibadah haji.

Artikel Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Yang Mengaku Islam Ingin Menunaikan Haji.

Jual Beli Rokok, Cerutu Dan Semisalnya, Bolehkah Bersedekah Dari Hasil Penjualannya ?

Kumpulan Artikel Islami

Jual Beli Rokok, Cerutu Dan Semisalnya, Bolehkah Bersedekah Dari Hasil Penjualannya ? Jual Beli Rokok, Cerutu Dan Semisalnya, Bolehkah Bersedekah Dari Hasil Penjualannya

Kategori Fatawa Jual Beli

Sabtu, 30 April 2005 00:23:08 WIBHUKUM MEMPERJUAL BELIKAN ROKOK, CERUTU DAN YANG SEMISALNYA, BOLEHKAH BERSEDEKAH DARI HASIL PENJUALANNYA OlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apakah hukumnya memperjual belikan rokok, cerutu dan yang semisalnya. Dan apakah boleh bersedekah, menunaikan ibadah haji, dan berbuat kebaikan dari hasil dan keuntungan penjualannya JawabanTidak dihalalkan memperjualbelikan rokok, cerutu dan semua yang haram, karena semuanya itu termasuk hal-hal yang kotor, dan selain mengandung mudharat fisik, sprritual dan material. Dan jika seorang hendak bersedekah, menunaikan haji atau berinfak di jalan kebajikan, maka dia harus memilih hartanya yang baik untuk disedekahkan atau digunakan untuk menunaikan ibadah haji atau dinfakkan di jalan kebajjikan. Yang demikian itu didasarkan pada keumuman firman Allah Ta’ala.â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah [di jalan Allah] sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji” [Al-Baqarah : 267]Demikian juga dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini :â€Å"Artinya : Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak mau menerima kecuali yang baik-baik saja” [Diriwayatkan oleh Ahmad II/328. Muslim II/703 nomor 1015, At-Tirmidzi V/220 nomor 2989, Ad-Darimi II/300, Abdurrazaq V/19 nomor 8839, Al-Baihaqi III/346]Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertaanyaan ke 1 dari Fatwa Nomor 18279, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1417&bagian=0


Artikel Jual Beli Rokok, Cerutu Dan Semisalnya, Bolehkah Bersedekah Dari Hasil Penjualannya ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jual Beli Rokok, Cerutu Dan Semisalnya, Bolehkah Bersedekah Dari Hasil Penjualannya ?.

Makna Haid Dan Hikmahnya

Kumpulan Artikel Islami

Makna Haid Dan Hikmahnya Makna Haid Dan Hikmahnya

Kategori Wanita - Darah Wanita

Rabu, 25 Februari 2004 09:15:19 WIBMAKNA HAID DAN HIKMAHNYAOlehSyaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin[1]. Makna HaidMenurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah syara' ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena ia darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita.[2]. Hikmah HaidAdapun hikmahnya, bahwa karena janin yang ada didalam kandungan ibu tidak dapat memakan sebagaimana yang dimakan oleh anak yang berada di luar kandungan, dan tidak mungkin bagi si ibu untuk menyampaikan sesuatu makanan untuknya, maka Allah Ta'ala telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dimakan dan dicerna, yang sampai kepada tubuh janin melalui tali pusar, dimana darah tersebut merasuk melalui urat dan menjadi zat makanannya. Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baik Pencipta.Inilah hikmah haid. Karena itu, apabila seorang wanita sedang dalam keadaan hamil tidak mendapatkan haid lagi, kecuali jarang sekali. Demikian pula wanita yang menyusui sedikit yang haid, terutama pada awal masa penyusuan.[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa' . Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul Haq Jakarta]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=289&bagian=0


Artikel Makna Haid Dan Hikmahnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Makna Haid Dan Hikmahnya.

Suami Pergi Meninggalkan Istri

Kumpulan Artikel Islami

Suami Pergi Meninggalkan Istri Suami Pergi Meninggalkan Istri

Kategori Pernikahan

Jumat, 5 Maret 2004 17:24:33 WIBSUAMI PERGI MENINGGALKAN ISTRIOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Al-Qur'an memberi batasan bahwa suami tidak boleh meninggalkan istri lebih dari empat bulan, saya telah mengadakan kontrak kerja, dan tidak ada libur kecuali jika sudah lewat setahun atau mungkin juga lebih, bagaimana hukumnya "Jawaban.Pertama : Tidak benar bahwa Al-Qur'an tidak membolehkan suami meninggalkan istri lebih dari empat bulan sebab tidak ada satu ayatpun yang menyebutkan demikian. Akan tetapi yang terdapat di dalam Al-Qur'an hanyalah pembatasan tentang orang yang ila' yaitu suami bersumpah tidak akan menggauli istrinya, kemudian Allah memberikan waktu empat bulan kepadanya, sebagaimana firman Allah."Artinya : Kepada orang-orang yang meng-ilaa' istrinya diberi tangguh empat bulan [lamanya]. Kemudian jika mereka kembali [kepada istrinya], maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al-Baqarah : 226]Dibolehkan suami pergi meninggalkan istrinya, lebih dari empat bulan, enam bulan, setahun atau dua tahun dengan syarat tempat tinggal istri aman dan rela ditinggalkan, jika tempat tinggalnya tidak aman atau tempat aman tapi istri tidak merelakan, maka dalam kondisi seperti itu, suami tidak boleh meninggalkan istrinya. Wajib bagi setiap suami untuk menggauli istrinya secara baik.[Fatawa Nir 'Aladarb Syaikh Utsaimin, hal 17, Majalatul Buhuts 9/60. Durus wa Fatawa Haramul Makky, juz 3 hal.270][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita jld-2, hal 111-112 Darul Haq

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=393&bagian=0


Artikel Suami Pergi Meninggalkan Istri diambil dari http://www.asofwah.or.id
Suami Pergi Meninggalkan Istri.

Mahar Berlebih-Lebihan

Kumpulan Artikel Islami

Mahar Berlebih-Lebihan

>> Pertanyaan :

Saya melihat dan semua juga melihat bahwa kebanyakan orang saat iniberlebih-lebihan di dalam meminta mahar dan mereka menuntut uang yangsangat banyak [kepada calon suami] ketika akan mengawinkan putrinya,ditambah dengan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi. Apakah uangyang diambil dengan cara seperti itu halal ataukah haram hukumnya?

>> Jawaban :

Yang diajarkan adalah meringankan mahar dan menyederhanakan-nya sertatidak melakukan persaingan, sebagai pengamalan kita kepada banyakhadits yang berkaitan dengan masalah ini, untuk mempermudah pernikahandan untuk menjaga kesucian kehormatan muda-mudi.

Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta [kepada pihaklelaki] untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam halini; ini adalah hak perempuan [calon istri] semata, kecuali ayah. Ayahboleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikanputrinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak memintapersyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama. AllahSubhannahu wa Ta'ala berfirman,

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, danorang-orang yang layak [berkawin] dari hamba-hamba saha-yamu yanglelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskinAllah akan memampukan mereka dengan karuni-Nya. [An-Nur: 32].

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda yang diriwayatkandari Uqbah bin Amir Radhiallaahu anhu ,.

Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Diriwayatkan oleh AbuDaud dengan redaksi Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah. Danoleh Imam Muslim dengan lafazh yang serupa dan di sahihkan oleh ImamHakim dengan lafaz tersebut di atas..

Ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam hendak menikahkan seorangshahabat dengan perempuan yang menyerahkan dirinya kepada beliau, iabersabda,.

Carilah sekalipun cincin yang terbuat dari besi. Riwayat Al-Bukhari.

Ketika shahabat itu tidak menemukannya, maka Rasulullah menikahkannyadengan mahar mengajarkan beberapa surat Al-Quran kepada calon istri.

Mahar yang diberikan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam kepadaistri-istrinya pun hanya bernilai 500 Dirham, yang pada saat inisenilai 130 Real [kira-kira Rp. 250.000,-], sedangkan maharputri-putri beliau hanya senilai 400 Dirham, yaitu kira-kira 100 Real[Rp.200.000,-]. Dan Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman:

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik.[Al-Ahzab: 21].

Manakala beban biaya pernikahan itu semakin sederhana dan mudah, makasemakin mudahlah penyelamatan terhadap kesucian kehormatan laki-lakidan wanita dan semakin berkurang pulalah perbuatan keji [zina] dankemungkaran, dan jumlah ummat Islam makin bertambah banyak.

Semakin besar dan tinggi beban perkawinan dan semakin ketat perlombaanmempermahal mahar, maka semakin berkuranglah perka-winan, maka semakinmenjamurlah perbuatan zina serta pemuda dan pemudi akan tetapmembujang, kecuali orang dikehendaki Allah.

Maka nasehat saya kepada seluruh kaum Muslimin di mana saja merekaberada adalah agar mempermudah urusan nikah dan saling tolong-menolongdalam hal itu. Hindari, dan hindarilah prilaku menuntut mahar yangmahal, hindari pula sikap memaksakan diri di dalam pesta perni-kahan.Cukuplah dengan pesta yang dibenarkan syariat yang tidak banyakmembebani kedua mempelai.

Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum Muslimin semuanya dan memberitaufiq kepada mereka untuk tetap berpegang teguh kepada Sunnah didalam segala hal.

[ Kitabud Dawah, al-Fatawa: hal. 166-168, dan Fatawa Syaikh Ibnu Baz.]

Artikel Mahar Berlebih-Lebihan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mahar Berlebih-Lebihan.

Apakah rizki dan perkawinan sudah tertulis di lauhmahfuzh?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah rizki dan perkawinan sudah tertulis di lauhmahfuzh?

>> Pertanyaan :

Apakah rizki dan perkawinan sudah tertulis di lauh mahfuzh?

>> Jawaban :

Sejak Allah menciptakan Alqalam hingga hari kiamat , segala sesuatusudah tertulis di lauh mahfuth. Sebab pertama kali menciptakan al-qalam,Allah berkata kepadanya, Tulislah! Dia berkata, Wahai Rabbku apayang mesti aku tulis Allah berfirman, Tulislah! Ia hanya ciptaan,lalu pada saat itu pula berlaku padanya apa yang memang menjadiciptaan hingga hari kiamat. Telah diriwayatkan dari Nabi ShallallahuAlaihi wa Sallam, bahwa apabila janin di perut ibunya sudah berumurempat bulan, maka Allah mengutus seorang malaikat agar menghembuskanruh kepadanya, dan dituliskan rizki, ajal dan amalnya; apakah diasengsara atau bahagia. Rizki juga sudah tertulis, tidak bertambah dantidak pula berkurang. Padahal diantara sebab yang juga sudahditetapkan, manusia harus berusaha mencari rizki, sebagai mana firmanAllah: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, makaberjalanlah dijalannya dan makanlah sebagian dari rizkiNya. Dan hanyakepada Nya lah kamu [kembali setelah ] dibangkitkan. [Al-Mulk: 15]Diantara sebab lain datang rizki adalah silaturahim, birrul walidaindan menguatkan hubungan kekerabatan . Nabi Shallallahu alaihi wasallam berkata : Barang siapa suka agar dilapangkan baginya dalamrizkinya dan ditangguhkan ajalnya, maka hendaklah dia menjalinhubungan kekerabatan. Sebab lain datangya rizki adalah takwa kepadaAllah. FirmanNya: Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscayadia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dariarah yang tidak disangka-sangkanya. [Ath-Thalaq: 2-3] Engkau tidakbisa mengatakan, Rizki itu sudah ditulis dan dibatasi. Berarti akutidak bisa mengerjakan sebab yang bisa menghantarkan kepadanya. Initemasuk ucapan yang menunjukkan kelemahan. Kalau mau disebut kuat dantegar maka engkau harus berusaha mengais rizkimu, mencari apa yangbermanfaat bagimu dalam agamamu dan duniamu. Nabi Shallallahu alaihiwa sallam berkata : Yang kuat adalah orang yang mampu menunjukkandirinya dan berbuat untuk kepentingan sesudah mati. Dan yang lemahadalah orang yang menyertakan dirinya kepada nafsunya sertamengangankan kepada Allah dengan berbagai angan-angan. Kaitannyadengan rizki yang sudah ditakdirkan dengan sebab-sebabnya, maka begitupula kaitannya dengan perkawinan. Boleh jadi dua orang yang sudahditulis menjadi suami isteri, toh akhirnya salah satu diantaranyamenjadi pasangan orang lain. Tidak ada sesuatu pun dilangit dan dibumi yang tersembunyi dari Allah. Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasa'ilFadhilatisy- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimain.

Artikel Apakah rizki dan perkawinan sudah tertulis di lauhmahfuzh? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah rizki dan perkawinan sudah tertulis di lauhmahfuzh?.

Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 2/2 Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 2/2

Kategori Mabhats

Minggu, 6 Februari 2005 22:23:46 WIBKEHUJAHAN HADITS AHAD DALAM MASALAH AQIDAHOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al Wabil, MABagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2DALIL-DALIL KEHUJAHAN HADITS AHADDan bila sudah jelas kepalsuan argumentasi yang menolak kehujjahan hadits ahad dalam masalah aqidah, maka dalil yang mewajibkan menerimanya banyak sekali, baik dari Al Qur’an maupun hadits, yaitu :[1]. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Tidak sepatutnya bagi orang-orang Mukmin itu pergi semuanya [ke medan perang]. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”[At Taubah : 122]Ayat ini memerintahkan umat untuk belajar agama. Dan kata â€Å"golongan” [thaifah] tersebut dapat digunakan untuk seorang atau beberapa orang.Imam Bukhari berkata : â€Å"Satu orang manusia dapat dikatakan golongan.” Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.” [Al Hujurat : 9]Maka jika ada dua orang berperang, orang tersebut masuk dalam arti ayat di atas [15]. Jika perkataan seseorang yang berkaitan dengan masalah agama dan dapat diterima, maka ini sebagai dalil bahwa berita yang disampaikannya itu dapat dijadikan hujjah. Dan belajar agama itu meliputi akidah dan hukum, bahkan belajar akidah itu lebih penting daripada belajar hokum [16].[2]. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” [Al Hujurat : 6]Dalam sebagian qira’ah, [[Fatasyabbatu : Berhati-hatilah]][17]. Ini menunjukkan atas kepastian dalam menerima hadits seorang yang terpecaya. Dan itu tidak membutuhkan kehati-hatian karena dia tidak terlibat kefasikan-kefasikan meskipun yang diceritakan itu tidak memberikan pengetahuan yang perlu untuk diteliti sehingga mencapai derajat ilmu [18].[3]. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al Qur’an] dan Rasul-Nya [Sunnahnya].” [An Nisa’ : 59]Ibnul Qayyim berkata : â€Å"Ummat Islam sepakat bahwa mengembalikan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah ketika beliau masih hidup, dan kembali kepada sunnahnya setelah beliau wafat. Mereka pun telah sepakat pula bahwa kewajiban mengembalikan hal ini tidak akan pernah gugur dengan sebab meninggalnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Bila hadits mutawatir dan ahad itu tidak memberikan ilmu dan kepastian [yakin], maka mengembalikan kepadanya itu tidak perlu [19].”Adapun dalil-dalil dari hadits itu banyak sekali, antara lain :[a]. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengutus delegasi dengan hanya satu orang utusan kepada para Raja satu persatu. Begitu juga para penguasa negara. Manusia kembali kepada mereka dalam segala hal, baik hukum maupun keyakinan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengutus Abu Ubaidah Amir bin Al Jarrah radhiallahu 'anhu ke negara Najran [20], Muadz bin Jabbal radhiallahu 'anhu ke negara Yaman [21]. Dihyah Al Kalbi radhiallahu 'anhu dengan membawa surat kepada pembesar Bashrah [22] dan lain-lain.[b]. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, ia berkata :â€Å"Ketika manusia ada di Quba’ menjalankan shalat Shubuh ada orang yang datang kepada mereka, dia berkata sesungguhnya telah diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Al Qur’an pada waktu malam, dan beliau diperintah untuk mengahadap Ka’bah, maka mereka menghadap Ka’bah dan wajah mereka sebelumnya menghadap Syam, kemudian beralih ke Ka’bah [23].” Dan tidak dikatakan bahwa ini hukum amali karena perbuatan hukum ini berdasarkan atas keyakinan keshahihan hadits.[c]. Dan dari Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu, ia berkata : â€Å"Ada seorang shahabat Anshar, apabila dia tidak bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, saya mendatanginya dengan menyampaikan khabar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, bila saya tidak hadir, maka orang tersebut datang kepadaku membawa khabar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. [24]”Maka inilah peristiwa yang dilakukan shahabat, yang memperlihatkan kepada kita bahwa satu orang dari kalangan shahabat sudah cukup untuk menerima hadits yang disampaikan oleh satu orang dalam urusan agamanya, baik yang berkaitan dengan keyakinan maupun perbuatan.[d]. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu, ia berkata : â€Å"Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : â€Å"Allah memancarkan cahaya kepada orang yang mendengar hadits dari kami, yang dia hafalkan kemudian disampaikannya. Banyak orang yang menyampaikan itu lebih memadai daripada orang yang mendengar.[25]”Dan ini tidak terbatas pada hadits yang berkaitan dengan amaliyah, tetapi bersifat umum, meliputi hadits amaliyah, hukum, dan i’tiqad. Apabila masalah-masalah akidah yang ditetapkan dengan hadits-hadits ahad itu tidak wajib diimani, tentu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam masalah ini tidak menyampaikan haditsnya secara mutlak, tetapi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menerangkan masalah itu terbatas pada hadits yang berkaitan dengan amaliyah saja tidak lainnya.Dan pendapat yang mengatakan bahwa hadits ahad itu tidak bisa dijadikan dasar dalam hal aqidah, itu merupakan pendapat bid’ah dan mengada-ada yang tidak ada dasarnya dalam agama. Dan ulama Salafus Shalih tidak pernah ada yang mengatakan demikian, bahkan hal itu tidak pernah terlintas pada mereka. Andaikata kata dalil Qath’iy yang menunjukkan bahwa hadits ahad itu tidak layak untuk masalah aqidah, niscaya sudah dimengerti dan sudah dijelaskan shahabat dan ulama Salaf. Kemudian pendapat bid’ah tersebut berarti menolak beratus-ratus hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.Maka orang yang tidak mengambil hadits ahad dalam masalah aqidah, niscaya mereka menolak beberapa hadits ahad tentang akidah lainnya, seperti tentang :[1]. Keistimewaan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melebihi semua Nabi ‘Alaihimus Salam.[2]. Syafaatnya yang besar di akhirat.[3]. Syafaatnya terhadap umatnya yang melakukan dosa besar.[4]. Semua Mu’jizat selain Al Qur’an.[5]. Proses permulaan makhluk, sifat Malaikat dan Jin, sifat Neraka dan Surga yang tidak diterangkan dalam Al Qur’an.[6]. Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur.[7]. Himpitan kubur terhadap mayit.[8]. Jembatan, telaga, dan timbangan amal.[9]. Keimanan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menetapkan kepada semua manusia akan keselamatannya, sengsaranya, rizkinya, dan matinya ketika masih dalam kandungan ibunya.[10]. Keistimewaan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang dikumpulkan oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al Khasha’is Al Kubra, seperti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam masuk ke Surga ketika beliau masih hidup dan melihat penduduknya serta hal-hal yang disediakan untuk orang yang bertakwa.[11]. Berita kepastian bahwa sepuluh shahabat dijamin masuk Surga.[12]. Bagi orang yang melakukan dosa besar tidak kekal selama-lamanya dalam neraka.[13]. Percaya kepada hadits shahih tentang sifat Hari Kiamat dan Padang Mahsyar yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an.[14]. Percaya terhadap semua tanda kiamat, seperti keluarnya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘Alaihis Salam, keluarnya api, munculnya matahari dari barat, dan binatang-binatang, dan lain-lain. Kemudian semua dalil akidah, menurut mereka tidak sah dengan hadits ahad. Dalil-dalil aqidah itu bukan dengan hadits ahad, tetapi dalilnya harus dengan hadits mutawatir. Akan tetapi karena sedikitnya ilmu orang yang mengingkari kehujjahan hadits ahad itu maka mereka menolak semua akidah yang berdasarkan hadits shahih [26].[Disalin dari buku Asyratus Sa’ah, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA, Terbitan Pustaka Mantiq, Cetakan Kedua Nopember 1997. Hal. 38-45]_________Foote Note[15]. Lihat Shahih Bukhari dan Fathul Bari 13/231.[16]. Lihat Al Aqidah fii Allah halaman 51.[17]. Lihat Tafsir Asy Syaukhani 5/60.[18]. Lihat Kewajiban Mengambil Hadits Ahad Tentang Aqidah halaman 7, karya Syaikh Al Albani.[19]. Lihat Mukhtashar Ash Shawwa’iq 2/352 karya Imam Ibnul Qayyim.[20]. Lihat Shahih Bukhari 13/232.[21]. Lihat Shahih Bukhari 3/261.[22]. Lihat Shahih Bukhari 13/241.[23]. Lihat Shahih Bukhari 13/232.[24]. Lihat Shahih Bukhari 13/232.[25]. Lihat Musnad Ahmad, 6/96, hadits nomor 4157 tahqiq Ahmad Syakir, Imam Ahmad meriwayatkan dengan dua sanad shahih, lihat tentang hadits : â€Å"Allah memancarkan cahaya kepada orang yang mendengar kata-kataku, baik secara riwayah maupun dirayah.” Halaman 33 dan seterusnya karya Syaikh Abdul Muhsin bin Muhammad Al ‘Abbad, cetakan Al Rasyid Madinah Al Munawarah, cetakan I, 1401 H.[26]. Lihat Risalah Wajib Mengambil Hadits Ahad Tentang Aqidah halaman 36-39 dan kitab Aqidah halaman 54-55 karya Umar Asyqar.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1337&bagian=0


Artikel Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 2/2.

al-Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah

Kumpulan Artikel Islami

al-Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah Beliau adalah Imam, ‘Allamah, Muhaqqiq, Hafizh,Ushuli, Faqih, Ahli Nahwu, berotak cemerlang, bertinta emas dan banyakkaryanya; Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub binSa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan ibnulQayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk olehMuhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yangwafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak [QAYYIM]bagi madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmudan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dariperkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq [Damaskus] sejauh 55mil.

Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya

Bukanlah hal yang aneh jikalau Ibnul Qayyim tumbuh menjadi seorangyang dalam dan luas pengetahuan serta wawasannya, sebab beliaudibentuk pada zaman ketika ilmu sedang jaya dan para ulama pun masihhidup. Sesungguhnya beliau telah mendengar hadits dari asy-Syihab an-Nablisiy,al-Qadli Taqiyuddin bin Sulaiman, Abu Bakr bin Abdid Da’im, Isa al-Muth’im,Isma’il bin Maktum dan lain-lain.

Beliau belajar ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangatmenonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiydengan membaca kitab-kitab: [al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudiankitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besarKitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil]. Di samping itubelajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarribli Ibni Ushfur.

Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dariSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.

Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur disegenap penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentangmadzhab-madzhab Salaf.

Pada akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total [bergurusecara intensif] kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyahdari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H.

Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Olehkarenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yangluas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuhkematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amatmencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakanijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yangmenyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanyayang bagus dan dapat diterima.

Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersamaIbnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. SetelahIbnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara.

Sebagai hasil dari mulazamahnya [bergurunya secara intensif] kepadaIbnu Taimiyah, beliau dapat mengambil banyak faedah besar, diantaranyayang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepadakitabullah Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanyasesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih,membuang apa-apa yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharuisegala petunjuk ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar danmembersihkannya dari segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum AhlulBid’ah berupa manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsumereka yang sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni:Abad kemunduran, abad jumud dan taqlid buta.

Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi,logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrahIslamiyah.

Ibnul Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu sertabermulazamah bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu merekadan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam.

Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannyaterhadap USHULUDDIN mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenaiHADITS, makna hadits, pemahaman serta ISTINBATH-ISTINBATH rumitnya,sulit ditemukan tandingannya.

Begitu pula, pengetahuan beliau rahimahullah tentang ilmu SULUKdan ilmu KALAM-nya Ahli tasawwuf, isyarat-isyarat mereka sertadetail-detail mereka. Beliau memang amat menguasai terhadap berbagaibidang ilmu ini.

Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah amat teguhberpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum Muslimintidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafusash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari sumbernyayang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah.

Oleh karena itu beliau berpegang pada [prinsip] ijtihad serta menjauhitaqlid. Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anulKarim, Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabatserta apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah [ulamaterpercaya] dan A’immatul Fiqhi [para imam fiqih].

Dengan kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkanbahwa setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan denganakal dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di duniamaupun di akhirat.

Beliau rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telahbenar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliautetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyakberdo’a.

Sasarannya

Sesungguhnya Hadaf [sasaran] dari Ulama Faqih ini adalah hadafyang agung. Beliau telah susun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuhHijriyah, suatu masa dimana kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orangdengki begitu gencarnya. Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketigaHijriyah ketika jengkal demi jengkal dunia mulai dikuasai Isalam,ketika panji-panji Islam telah berkibar di semua sudut bumi dan ketikaberbagai bangsa telah banyak masuk Islam; sebahagiannya karena iman,tetapi sebahagiannya lagi terdiri dari orang-orang dengki yangmenyimpan dendam kesumat dan bertujuan menghancurkan [dari dalampent.] dinul Hanif [agama lurus]. Orang-orang semacam ini sengajamelancarkan syubhat [pengkaburan]-nya terhadap hadits-hadits NabawiyahSyarif dan terhadap ayat-ayat al-Qur’anul Karim.

Mereka banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, sertapemutarbalikan makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ahdan khurafat di tengah kaum Mu’minin.

Maka adalah satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulamayang memiliki semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekadmemerangi musuh-musuh Islam beserta gang-nya dari kalangan kaumpendengki, dengan cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadapketentuan-ketentuan hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullahwa sunnatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentukpengamalan dari Firman Allah Ta’ala:

“Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepadaUmat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.”[an-Nahl:44].

Juga firman Allah Ta’ala,

“Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, danapa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”[al-Hasyr:7].

Murid-Muridnya

Ibnul Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar,memberi fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyakmanusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkanilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi muridbeliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbuktikeutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernamaSyarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian IbnuKatsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-HafizhAbdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqatal-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad binAbdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad binAhmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i,Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyussssddin Abuath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.

Aqidah Dan Manhajnya

Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikitkotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikankebenaran wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karimsebagai manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai carapandang yang benar. Beliau â€"rahimahullah- sama sekali tidak maumempergunakan teori-teori kaum filosof.

Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alamseluruhnya â€"baik alam bawah maupun- alam atas dengan segalabagian-bagaiannya, niscaya Anda akan temui semua itu memberikankesaksian tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan SangPemiliknya. Mengingkari adanya Pencipta yang telah diakui oleh akaldan fitrah berarti mengingkari ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwatelah dimaklumi; adanya Rabb Ta’ala lebih gamblang bagi akal danfitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka barangsiapa yangakal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti akaldan fitrahnya perlu dipertanyakan.”

Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedangdilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan [pemikiranUmat Islamâ€"Pent.] di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancamhancurnya Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika Anda lihat Ibnul Qayyimwaktu itu memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya danmenyerukan agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta SunnahRasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembalikepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotorioleh ra’yu-ra’yu [pendapat-pendapat] Ahlul Ahwa’ wal bida’ [AhliBid’ah] serta helah-helah [tipu daya] orang-orang yang sukamempermainkan agama.

Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhabsalaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yangdikatakan sebagai ulama waratsatun nabi [pewaris nabi] shallallahu‘alaihi wa sallam. Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliaumewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dariQatadah tentang firman Allah Ta’ala,

“Dan orang-orang yang diberi ilmu [itu] melihat bahwa apa yangditurunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” [Saba’:6].

Qotadah mengatakan, “Mereka [orang-orang yang diberi ilmu] itu ialahpara sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhabtaqlid.

Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau seringkeluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapatbaru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhabyang masyhur.

Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasaitaqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawabansebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amatterlalu jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihimadzhab Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliaubersepakat dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yangbermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya.

Memang, prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid.Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana punberada, ittijah [cara pandang]-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an,sunnah serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannyadalam berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakalasedang berargumentasi.

Di antara da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menujuketerbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialahmengangkat kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanyasesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernahterjadi.

Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab,as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli [menyandarkanpersoalan cabang pada yang asli], al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzari’ah[tindak preventif] dan al-‘Urf [kebiasaan yang telah diakui baik].

Ujian Yang Dihadapi

Adalah wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garistaqlid turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telahmengakar, mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orangsemisalnya, menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapatbarunya.

Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanyadan kubu lainnya kontra.

Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan.Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersamaSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qal’ahdan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat.

Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orangpergi berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap,dihinakan dan diarak berkeliling di atas seekor onta sambil dideradengan cambuk.

Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an,tadabbur dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyakkebaikan dan ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, adapula tantangan yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwatentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan.Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten [teguh]menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikiandisebabkan karena kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. SemogaAllah melimpahkan pahala atasnya, mengampuninya dan mengampuni keduaorang tuanya serta segenap kaum muslimin.

Sirah [Riwayat Hidup] Dan Pujian Ulama Terhadap Beliau

Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasihsayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau adalah orang yangteramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal, sangat cinta padakebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang mengenalnya tentu iaakan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan kata-kata pujianbagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan,kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya.

Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorangyang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaanpendapat dan madzhab-madzhab salaf.”

Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau seorang yang bacaanAl-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri,dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara shalatnya panjangsekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga banyak di antarapara sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullahtetap tidak bergeming.”

Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau rahimahullah lebih didominasioleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh,beliau masih akan tetap duduk di tempatnya untuk dzikrullah hinggasinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan, ‘Inilahacara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicayakekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah mengatakan, ‘Dengankesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan didapat kedudukan imamahdalam hal din [agama].’”

Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar,bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau mendalami masalah hadits danmatan-matannya serta melakukan penelitian terhadap rijalul hadits [paraperawi hadits]. Beliau juga sibuk mendalami masalah fiqih denganketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu dan masalah-masalahUshul.”

[Dan masih banyak lagi pujian ulama terhadap Ibnul Qayyim yang termuatdalam naskah asli berbahasa Arab, yang terjemahannya kini ada dihadapan pembaca, namun dalam hal pujian ulama terhadap beliau inihanya diterjemahkan secukupnya saja, pent].

Tsaqafahnya

Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang‘Alim dan bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu danmengunyah segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu dinegeri Syam dan Mesir.

Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, sertakitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiadaterhitung banyaknya, dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnyamemiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyimpantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.

Karya-Karyanya

Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan,terkenal sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agarprinsipnya itu dapat tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demipembelaannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Buku-buku karangannyabanyak sekali, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil.Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah.Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementaraorang lain hanya mampun menguasai sepersepuluhnya. Beliau teramatsenang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul Qayyimterhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitabberbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaanIslam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah lagi meyakinkan dansekaligus mengandung kedalaman pemikirannya dilengkapi dengan gayabahasa nan menarik.

Beberapa Karya Besar Beliau

1. Tahdzib Sunan Abi Daud,

2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin,

3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,

4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,

5. Bada I’ul Fawa’id,

6. Amtsalul Qur’an,

7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan,

8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil,

9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an,

10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,

11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain,

12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in,

13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ila Rabbis Sama’

14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz,

15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad,

16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’

17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Am,.

18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah,

19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,

20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,

21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,

22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,

23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi,

24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,

25. Miftah daris Sa’adah,

26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah walMu’aththilah,

27. Raf’ul Yadain fish Shalah,

28. Nikahul Muharram,

29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah,

30. Fadl-lul Ilmi,

31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,

32. al-Kaba’ir,

33. Hukmu Tarikis Shalah,

34. Al-Kalimut Thayyib,

35. Al-Fathul Muqaddas,

36. At-Tuhfatul Makkiyyah,

37. Syarhul Asma il Husna,

38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,

39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,

40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil liqaumihi,

41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab sertakarya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.

Wafatnya

Asy-Syaikh al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub az-Zar’iyang terkenal dengan julukan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malamKamis, tanggal 13 Rajab tahun 751 Hijriyah pada saat adzan ‘Isya’.Beliau dishalatkan keesokan harinya sesudah shalat Zhuhur di MasjidJami’ Besar Dimasyq [al-Jami’ al-Umawi], kemudian dishalatkan pula dimasjid Jami’ al-Jirah. Beliau dikuburkan di sebelah kuburan ibunya ditanah pekuburan al-Babus Shaghir. Kuburannya dikenal hingga hari ini.

Jenazahnya banyak dihadiri orang. Disaksikan oleh para Qadhi danorang-orang shalih dari kalangan tertentu maupun awam. Orang-orangberjubel saling berebut memikul kerandanya. Saat wafat, beliaurahimahullah berumur genap enam puluh tahun.

Semoga Allah senantiasa memberikan keluasan rahmat-Nya kepada beliau.

Maraji’ [Rujukan]

1. Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir,

2. Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab waAbdul Qadir al-Arna`uth,

3. Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’ufSa’d,

4. Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imamasy-Syaukani,

5. Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad,

6. Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani,

7. Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali,

8. Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi,

9. Bughyatul Wu’at karya Suyuthi,

10. Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi,

11. An-Nujum Az-Zahirah karya Ibn Ta’zi Bardiy.

Diterjemahkan dari:

Majalah al-Mujahid no. 12 Th. I, Rabi’uts Tsani 1410 H. Hal 30-33,tulisan Hudzaifah Muhammad al-Missri

Catatan:

Pada sub judul: Pujian Ulama, dan wafatnya; tidak diterjemahkan semua.Diterjemahkan oleh Ahmaz Faiz Asifuddin.

[Sumber: Majalah as-Sunnah, 06/I/1414-1993 dengan sedikit perubahan]

Artikel al-Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah diambil dari http://www.asofwah.or.id
al-Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah.