Rabu, 11 Juni 2008

Kiat Sukses Menuntut Ilmu

Kumpulan Artikel Islami

Kiat Sukses Menuntut Ilmu Proses belajar atau menuntut ilmu, khusunya ilmusyar'i terkadang sering mengalami berbagai hambatan dan kendala.Seorang thalib ilmu atau siapa saja yang sedang belajar biasanya akanmenghadapi berbagai masalah dalam belajar, baik terkait dengan pribadi,keluarga, teman, pergaulan bahkan masalah ketika sedang belajar danmasalah-masalah lainnya yang terkadang menyebabkan kegagalan bagisebagian pencari ilmu .

Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh dan dengan metode yang benarserta terarah akan membuat seorang thalib ilmu lebih mudah mendapatkanilmu, mudah dalam memahami, mudah dalam menghafal serta akanmendapatkan kemudahan-kemudahan yang lainnya. Agar proses belajarlebih terarah dan membuahkan hasil yang maksimal, maka berikut inikami sampaikan beberapa kiat di dalam belajar, semoga bermanfaat untukkita semua.

Kiat Pertama;

Selalu ingat bahwa ilmu memiliki keutamaan yang sangat besar,sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wata’ala

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu danorang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan AllahMaha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. 58:11]

Menuntut ilmu dengan niat dan tujuan yang benar merupakan jalan menujusurga yang luasnya seluas langit dan bumi, sebagaimana sabdaRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,Barang siapa yang menempuh suatu jalan karena bertujuan untukmencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.

[HR at-Tirmidzi, periksa shahih al jami' ash-shaghir 6174]

Kiat Ke dua;

Selalu menyadari betapa besarnya celaan yang ditujukan terhadaporang-orang yang berkata tanpa ilmu, seperti di dalam firman Allah

subhanahu wata’ala,Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut olehlidahmu secara dusta, Ini halal dan ini haram , untuk mengada-adakankebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakankebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. [Itu adalah] kesenanganyang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih.” [QS. 16:116-117]

Oleh karena itu kita dapati salafus shalih sangat hati-hati dan takutdi dalam memberikan fatwa. Di antara contohnya adalah apa yangdisampaikan oleh Imam Malik rahimahullah, beliau mengatakan, Sayatidaklah berfatwa sehingga telah bersaksi tujuh puluh orang… bahwasaya berhak untuk itu [menyampaikan fatwa]. Beliau juga mengatakan, Akutidak menyampaikan fatwa sehingga aku bertanya kepada Rabi'ah danYahya bin Sa'id lalu keduanya menyuruhku untuk menyampaikan itu,andaikan keduanya melarangku, maka aku tidak menyampaikan. [I'lamulMuwaqqi'in, Ibnul Qayyim]

Sementara al-Qasim rahimahullah juga berkata, Demi Allah,andaikan lidahku putus, maka itu lebih aku sukai daripada akuberbicara dengan sesuatu yang aku tidak mengetahui ilmunya.

Kiat Ke tiga;

Jangan terburu-buru, karena syetan merasuk ke dalam jiwa manusiabersama dengan sifat terburu-buru. Hendaknya kita cermat dan telatendi dalam segenap urusan. Terutama ketika menghukumi suatu perkara,jangan menghukumi sebelum benar-benar kita ketahui hakikat atau dudukpersoalannya, sebelum kita ketahui bagaimana hukum Allah dan Rasul-Nya

shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ukuran kebenaran dankesalahan adalah Kitabullah dan Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihiwasallam.

Kiat ke empat;

Jangan sampai ada rasa sombong dalam hati, sehingga menghalangi kitauntuk bertanya kepada orang lain tentang sesuatu yang tidak kitaketahui. Berhati-hatilah dari bisikan setan yang mengatakan misalnya, Kamu adalah seorang thalib ilmu atau ustadz yang mampu ini dan itu,di sisimu ada banyak kitab, karya-karya ulama, dan tulisan yang begitubanyak, maka tidak perlu kamu bertanya kepada orang lain lagi. Jikaada bisikan seperti ini, maka bacalah ta'awudz dan selalu ingat firmanAllah subhanahu wata’ala,Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jikakamu tidak mengetahui.” [QS. 16:43]

Kiat ke lima;

Berusaha semaksimal mungkin mencari ilmu kepada ahlinya, belajarlahal-Qur'an kepada qurra' [ahli baca al-Qur'an], belajar tafsirkepada mufassir [ahli tafsir], belajar hadits kepada ahli hadits,belajar fiqih kepada para fuqaha' dan seterusnya. Jika tidak ditemukanpakar yang ahli dalam masing-masing bidang, maka carilah seorang yangbenar-benar kibar [senior] dalam ilmu agama secara umum,sebagai bekal dasar. Adapun jika ingin mempelajari ilmu secara lebihluas dan mendalam, maka harus kepada orang yang ahli di bidangnya.

Imam Malik rahimahullah berkata, Setiap ilmu harus ditanyakan kepadaahlinya. [Barnamij 'amali lilmutafaqqihin, Dr. Abdul Aziz al-Qari'hal 46, 48]. Di dalam kitab Hilyah Thalib al-'Ilm, karanganDr. Syaikh Bakar Abu Zaid disebutkan, Barang siapa yang memasuki [mempelajari]ilmu tanpa syaikh [guru], maka dia akan keluar dengan tanpa membawailmu. Dikatakan pula, Barang siapa memasuki suatu ilmu sendirian,maka akan keluar sendirian pula.

Kiat ke enam;

Siapa yang tidak menguasai Ushul [pokok dan kaidah ilmu], maka tidakakan sampai pada tujuan. Oleh karena itu, merupakan suatu keharusanbagi seorang penuntut ilmu mengetahui masalah pokok [ushul] dalamsetiap bidang ilmu. Yaitu dengan memahami dan menghafalkankaidah-kaidah pokok tersebut melalui seorang syaikh atau guru yangberkompeten di bidangnya, jangan memahaminya secara otodidak [sendirian].Selayaknya jangan menyibukkan diri dengan masalah yang lebih luas danpanjang serta beraneka ragam sebelum benar-benar menguasaikaidah-kaidah atau masalah yang pokok ini.

Kiat ke tujuh;

Jangan berpindah dari pembahasan yang lebih ringkas ke yang lainnyatanpa ada hal yang mengharuskan untuk itu.

Kiat ke delapan;

Berusaha membuat ringkasan materi atau pelajaran yang dapat diambildari sebuah pembahasan, baik yang disampaikan para masyayikh[guru] atau ketika ada masalah penting yang terlintas pada saat kitamembaca buku. Di antara caranya adalah dengan membuat catatan kaki[footnote] atau catatan akhir [endnote], atau menulisnya di dalam bukutersendiri agar lebih lengkap dan dapat juga dengan sistim kartu,dengan menuliskan judul pembahasan pada bagian atasnya.

Kiat ke sembilan;

Terus berusaha menjaga ilmu tersebut dari waktu ke waktu, karena tanpaadanya penjagaan terhadapnya, maka ilmu tersebut akan hilang atauterlupakan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu,bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Sesungguhnya perumpamaan penghafal al-Qur'an adalah sepertipemilik unta yang terikat. Jika dia terus menjaganya, maka untatersebut akan tetap dia miliki, namun jika dia melepaskannya, makaunta itu akan pergi.

Al Imam Ibnu Abdil Barr tatkala mengomentari hadits ini beliaumengatakan, Apabila al-Qur'an yang dimudahkan untuk diingat akanhilang jika tidak dijaga, maka bagaimana pendapatmu tentang ilmu-ilmulainnya yang harus dijaga

Kiat ke sepuluh;

Jangan ketinggalan mempelajari kitab-kitab yang berisikan tentangmetode pangambilan dalil [istidlal], cara pemahaman yang mendalamtentang alasan atau sebab dari suatu kesimpulan hukum serta menyentuhpada pokok dan rahasia permasalahan. Di antara ulama yang menempuhmetode ini dalam tulisannya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, IbnuQayyim al-Jauziyah, al-Hafidz Ibnu Abdil Barr, al-Hafidz Ibnu Qudamah,juga Imam adz-Dzahabi, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnu Rajab, Imam IbnuHajar, Imam asy-Syaukani dan selain mereka.

Kiat ke sebelas;

Jangan sampai mengambil pelajaran dari suatu kitab sebelum kitamengetahui makna istilah dan kalimat yang digunakan oleh penulisnya.Biasanya istilah tersebut disinggung terlebih dahulu di dalammukaddimah atau pengantar, maka hendaklah memulai membaca kitab darimukaddimah lebih dahulu.

Kiat ke dua belas;

Jagalah hati agar jangan sampai seperti spon [busa] atau bunga karang,yang menyerap cairan apa saja yang ada, tanpa memilih dan memilahantara yang satu dengan yang lain. Hendaknya Anda jauhi segala macamsyubhat yang berasal dari diri sendiri atau dari orang lain, karenasyubhat adalah kekacauan sedangkan hati manusia sangatlah lemah danmudah berubah. Dan kebanyakan orang yang melemparkan syubhat adalahpara mubtadi'ah [ahli bid'ah], maka hendaklah kita semua berhati-hatiterhadap mereka.

Kiat ke tiga belas;

Bersungguh-sungguh di dalam memilih buku, jangan sembarangan membelibuku sebelum kita yakin penulisnya lurus dan terpercaya dalam ilmunya.

Kiat ke empat belas;

Hendaklah pandai-pandai membagi waktu dalam belajar, yaitu denganmenyediakan porsi waktu tersendiri untuk masing-masing kegiatanbelajar seperti kapan sebaiknya menghafal, kapan waktu membaca,menghadiri durus [ta'lim] dan lain-lain. Mengenai pembagian waktubelajar ini, al-Imam Ibnul Jama'ah al-Kinani berkata, Waktu palingbaik untuk menghafal adalah waktu sahur [menjelang Subuh-red], waktuterbaik untuk membahas sebuah masalah adalah pagi, waktu terbaik untukmenulis adalah siang dan waktu terbaik untuk muthala'ah dan mengulangpelajaran adalah malam hari.” Kemudian beliau juga menukil ucapan al-Khathibal-Baghdadi yang mengatakan, Sebaik-baik tempat untuk menghafaladalah di dalam kamar dan tempat-tempat yang jauh dari keramaian.

Kiat ke lima belas;

Jika ada masalah atau kesulitan ketika membaca sebuah buku, makahendaknya bertanya kepada siapa saja yang dipandang tsiqah [terpercaya]ilmu dan sikap wara'nya.

Kiat ke enam belas;

Mengenai urutan kitab apa yang harus dibaca dalam masing masingdisiplin ilmu, maka ini merupakan salah satu hal yang banyakdiperbincangkan para ahli ilmu, mereka biasanya membedakan antara yangbersifat fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Mereka jugamengklasifikasikan ilmu menjadi ushul [pokok] dan furu' [cabang] danmasing masing ada alatnya tersendiri.

Untuk lebih jelasnya, bagi kaum muslimin yang mampu membaca kitabberbahasa Arab maka penulis menganjurkan untuk merujuk ke kitab HilyahThalib al-Ilm, oleh Dr. Syaikh Bakar Abu Zaid, Barnamij IlmiLilmutafaqqihin, oleh Dr. Abdul Aziz al-Qari' dan risalah Rabbaniyyahat-Ta'lim, oleh Dr. Abdullah Yusuf al-Hasan.

Dialihbahasakan oleh Khalif Muttaqin dari kitab “al-faudlawiyah fihayatina,” sub bab Hatta la nakuna faudlawiyan fi thalab alilmi Adil bin Muhammad al -Abdil ‘Ali hal 31-36, dengan beberaparingkasan.

Artikel Kiat Sukses Menuntut Ilmu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kiat Sukses Menuntut Ilmu.

Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya

Kumpulan Artikel Islami

Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya

>> Pertanyaan :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Apa yang harus dilakukan bagiseorang wanita yang sedang ihram apabila rambutnya rontok dengansendirinya ?

>> Jawaban :

Apabila rambut seseorang rontok baik laki-laki ataupun wanita ketikamengusap kepalanya di waktu wudhu atau ketika mencucinya maka tidakterkena denda, begitu juga bagi seseorang yang rambut, jenggot, kumisatau kukunya terjatuh tanpa ada unsur kesengajaan, maka tidak terkenaden-da apapun. Yang dilarang adalah apabila sengaja dirontokkan. Jikarontok dengan sendirinya, maka tidak ada denda apapun.

Artikel Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Rambut Kepala Rontok Dengan Sendirinya.

Seorang Pria Musafir Tiba Di Rumahnya Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya

Kumpulan Artikel Islami

Seorang Pria Musafir Tiba Di Rumahnya Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya Seorang Pria Musafir Tiba Di Rumahnya Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Kamis, 21 Oktober 2004 07:40:25 WIBSEORANG PRIA MUSAFIR TIBA DI RUMAHNYA PADA SIANG HARI RAMADHAN LALU INGIN MENGGAULI ISTRINYA.OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Seorang pria melakukan perjalanan pendek, perjalanan itu dilakukan di bulan Ramadhan, maka ia pun tidak berpuasa. Ketika ia tiba di rumahnya pada siang hari Ramadhan, ia ingin menggauli istrinya dengan atau tanpa ridha istrinya, bagaimana hukum perbuatan suaminya itu dan bagaimana hukum istrinya jika melayani suaminya itu dan bagaimana hukum istrinya jika melayani suaminya dengan ridha atau dengan paksaan .JawabanMengenai suaminya, sebagaimana yang Anda dengar bahwa ia adalah seorang musafir yang tidak berpuasa lalu kembali ke kampungnya dalam keadaan tidak berpuasa. Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang berpendapat : Bahwa seorang musafir jika ia telah sampai di kampung halamannya dalam keadaan tidak berpuasa maka ia harus imsak [menahan dari yang membatalkan] sebagai penghormatan terhadap hari itu, walaupun puasanya itu tidak dihitung karena ia diharuskan mengqadha puasa pada hari itu. Sebagian ulama lainnya berpendapat : Bahwa seorang musafir jika telah sampai di kampung halamannya dalam keadaan tidak berpuasa, maka tidak diharuskan baginya untuk berpuasa dan boleh baginya untuk makan pada sisa hari itu. Kedua pendapat ini diriwayatkan dari Imam Ahmad, pendapat yang paling benar di antara kedua pendapat ini adalah tidak diwajibkan baginya untuk berpuasa pada sisa hari itu, karena jika ia berpuasa pada sisa hari itu maka puasanya tidak mendatangkan faedah apapun, karena waktu tersebut bagi musafir itu bukan waktu yang harus dihormati, sebab pada hari itu dibolehkan baginya untuk makan dan minum sejak permulaan hari, sedangkan puasa sebagaimana yang telah kita ketahui, adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Karena itu, diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu 'anhu bahwa ia berkata : "Barangsiapa yang makan di permulaan hari maka hendakanya ia makan di akhir hari, karena siang hari baginya tidak terhormat [karena tidak berpuasa]". Berdasarkan ungkapan ini maka musafir yang sampai ke tempatnya dalam keadaan tidak berpuasa dibolehkan baginya untuk makan dan minum pada sisa hari itu. Adapun bersetubuh, tidak boleh baginya menyetubuhi istrinya yang sedang menjalankan puasa fardhu, karena hal itu akan merusak puasanya. Jika sang suami memaksanya dalan menyetubuhinya, maka ia tidak ada kaffarah pada sang istri, dan tidak ada pula kaffarah bagi suaminya karena tidak diwajibkan baginya berpuasa sebab ia tiba di kampung halamannya dalam keadaan sedang tidak berpuasa.Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/85][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tengtang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1123&bagian=0


Artikel Seorang Pria Musafir Tiba Di Rumahnya Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Seorang Pria Musafir Tiba Di Rumahnya Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya.

Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !?

Kumpulan Artikel Islami

Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !? Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !

Kategori Tauhid

Kamis, 29 April 2004 07:07:48 WIBANDIL PARA WALI DALAM PENGATURAN ALAM !OlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaanLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya telah mendengar dan melihat dengan kedua mata saya orang-orang yang mengatakan bahwa para wali memiliki andil di dalam [mengatur] alam dan diri seseorang. Mereka mengatakan bahwa para wali memiliki empat puluh wajah ; bisa dilihat dalam bentuk manusia, ular, singa dan sebagainya. Mereka pergi ke pekuburan dan tidur atau bergadang di sana [karena mengharap kesembuhan dan lain-lain]. Mereka mengatakan bahwa [pada saat seperti itu] wali tersebut berdiri di hadapan mereka dan berkata, â€Å"Pulanglah karena sesungguhnya kamu telah sembuh”. Apakah perkataan seperti in benar atau tidak Jawaban.Para wali tidaklah memiliki pengaturan [apapun] pada diri seseorang. Apa yang Allah berikan kepada mereka dari sebab seperti apa yang Allah berikan kepada manusia yang lain. Mereka tidak memiliki kemampuan melakukan hal-hal yang luar biasa. Tidak mungkin mereka bisa berubah wujud menjadi selain wujud manusia, baik dalam wujud ular, singa, kera, atau binatang yang lain. Kemampuan seperti itu hanya Allah berikan khusus kepada malaikat dan jin.Disyari’atkan pergi ke pekuburan untuk berziarah dan mendoakan penghuninya semoga mendapat pengampunan dan rahmat dari Allah. Tidak boleh menziarahi kubur untuk meminta berkah dan kesembuhan dari penghuninya, memohon kepadanya agar menghilangkan kesusahan-kesusahan [yang dihadapi] dan mengabulkan keinginan-keinginan. Bahkan yang seperti itu adalah syirik besar, seperti halnya menyembelih [kurban] untuk selain Allah juga syirik besar. Sama saja apakah itu dilakukan di kubur para wali ataupun bukan. Apa yang Anda ceritakan tentang mereka itu bertentangan dengan syari’at, bahkan termasuk bid’ah yang mungkar dan keyakinan syirik.Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/104, Fatwa no. 3716 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’dah 1423H Hal. 8]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=667&bagian=0


Artikel Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !?.

Mahram

Kumpulan Artikel Islami

Mahram Mahram adalah orang perempuan ataulaki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan,sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah diantara keduanya. Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati.

Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram [hajiatau umrah]. Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim denganarti semakna dengan mahram [haram dinikahi]. [KBBI, hal. 669 dan jugalihat hal.614]

Mahram Sebab Keturunan

Mahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat diantara para 'Ulama. Allah berfirman; Diharamkan atas kamu untuk [mengawini][1]ibu-ibumu; [2]anak-anakmu yang perempuan [3] saudara-sauda-ramuyang perempuan; [4] saudara-saudara ayahmu yang perempuan;[5]saudara-saudara ibumu yang perempuan; [6]anak-anak perempuan darisaudara-saudaramu yang laki-laki; [7]anak-anak perempuan darisaudara-saudaramu yang perempuan [An Nisà'4/23]

Dari ayat ini Jumhùrul 'Ulàmà', Imam 'Abù Hanifah, Imam Màlik dan ImamAhmad bin Hanbal memasukan anak dari perzinahan menjadi mahram, denganberdalil pada keumuman firman Allàh anak-anakmu yang perempuan [AnNisà'4/23]. Diriwayatkan dari Imam Asy Syàfi'iy, bahwa ia cenderungtidak menjadikan mahram [berati boleh dinikahi] anak hasil zina, sebabia bukan anak yang sah [dari bapak pelaku] secara syari'at. Ia jugatidak termasuk dalam ayat:Allàh mensyari'atkan bagimu tentang [pembagian warisanuntuk]anak-anakmu. Yaitu: bagian anak lelaki sama dengan dua bagianorang anak perempuan [An Nisà'/4:11].

Karena anak hasil zina tidak berhak menda-patkan warisan menurut 'ijma'maka ia juga tidak termasuk dalam ayat ini. [Al Hàfizh 'ImàduddinIsmà'il bin Katsir, Tafsirul Qurànil Azhim 1/510]

Mahram Sebab Susuan

Mahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan,tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq [ditelliti]oleh Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir. [Tafsirul Qurànil Azhim1/511]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Darah susuanmengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan [HR. Al Bukhàri dan Muslim].

Al-Qur'àn menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan: [1] Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; [2]dan saudara-saudaraperem-puan sepersusuan [An Nisà'/4:23].

Mahram Sebab perkawinan

Mahram sebab perkawinan ada tujuh.Dan ibu-ibu istrimu [mertua] [An Nisà'/4:23]Dan istri-istri anak kandungmu [menantu] [An Nisà'/4:23]Dan anak-anak istrimu yang dalam pemelihraanmu dari istri yang telahkamu campuri [An Nisà'/4:23].

Menurut Jumh urul `Ulàmà' termasuk juga anak tiri yang tidak dalampemeliharaannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri,tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya.Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahramhanya sebab aqad nikah, walaupun si puteri belum dicampuri, kalausudah aqad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi puteriitu.Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini olehayahmu [ibu tiri] . [An Nisà'/4:22]. Wanita yang dinikahi olehayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya aqad nikah, walaupunbelum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya.Dan menghimpunkan [dalam perkawinan] dua perempuan yang bersaudara [An Nisà'/4:23]

Rasulullàh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menghimpunkan dalamperkawinan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ibu;

Dan menghimpunkan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah.Nabi bersabda: Tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinanantara saudara perempuan dari ayah atau ibunya [HR. Al Bukhàriydan Muslim]

Jadi, keponakan [perempuan] tidak boleh dihimpun dengan bibinya dalamperkawinan, demikian pula bibi tidak boleh dihimpun dengan keponakanperempuan dalam perkawinan. Secara mudah, bibi dan keponakan perempuantidak boleh saling jadi madu.

Larangan menghimpun antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayahatau ibu berdasarkan hadits-hadits mutawàtirah dan 'ijmà`ul `ulàmà'. [Muhammad bin Muhammad Asy Syaukàniy, Fathul Qadir 1/559].

Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, selamanya,begitu pula sebab pernikahan. Kecuali, menghimpun dua perempuanbersaudara, menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudaraperempuan dari pihak ayah atau ibu, itu bila yang satu meninggal laluganti nikah dengan yang lain, maka boleh, karena bukan menghimpundalam keadaan sama-sama masih hidup. Dzun Nùrain, Utsmàn bin 'Affànmenikahi Ummu Kultsùm setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anakNabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Zina dengan seorang perempuan semoga Allàh menjauhkan kita semua dariitu tidak menjadikan mahram anaknya ataupun ibunya. Zina tidakmengharamkan yang halal.

Wanita yang bersuami

Allàh mengharamkan mengawini wanita yang masih bersuami. Dan [diharamkanjuga kamu mengawini] wanita yang bersuami [An Nisà'/4:24].Perempuan-perempuan yang selain di atas adalah bukan mahram, halaldinikahkan. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [yaitu]mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untk berzina [An Nisà'/4:24]. Wallàhu 'a`làm [Asri Ibnu Tsani]

Rujukan:

1. Tafsirul Qur'anil Azhim, Ibnu Katsir.

2. Fathul Qadir, Asy-Syaukaniy

3. KBBI.

Artikel Mahram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mahram.

Boleh Melakukan Pernikahan ?Al-Mis-yar? Asal MemenuhiSyarat-Syarat Syar?i

Kumpulan Artikel Islami

Boleh Melakukan Pernikahan ?Al-Mis-yar? Asal MemenuhiSyarat-Syarat Syar?i

>> Pertanyaan :

Saya pernah membaca di salah satu koran tentang apa yang disebutPernikahan Misyar. Yaitu seorang lelaki menikah dengan istri kedua [berpologami]atau ketiga atau keempat. Namun istri yang dinikahi ini karena kondisitertentu terpaksa tinggal bersama kedua ibu-bapaknya atau pada salahsatunya. Lalu sang suami datang kepadanya dalam waktu-waktu yangberbeda-beda sesuai dengan kondisi yang ada pada mereka berdua. Apahukumnya menurut syariat Islam bentuk pernikahan seperti ini Kamimohon penjelasannya.?

>> Jawaban :

Tidak mengapa jika akadnya memenuhi syarat-syarat yang telahdisepakati secara syari, yaitu adanya wali, kesukaan kedua calonsuami-istri dan adanya dua orang saksi yang adil atas pelaksanaan akadserta bersihnya calon istri dari larangan-larangan, karena luasnyacakupan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam,.

Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah apa yangdengannya kalian menghalalkan farji [nikah].

Dan sabdanya,.

Orang-orang Muslim itu tergantung/terikat kepada syarat-syarat yangmereka sepakati.

Maka jika kedua suami-istri sepakat bahwa istrinya boleh tetap tinggalbersama kedua orang tuanya, atau bagiannya di siang hari saja bukanpada malam hari atau pada hari-hari tertentu, atau pada malam-malamtertentu, maka boleh-boleh saja dengan syarat nikah harus dimak-lumkan[di-ilankan], tidak dirahasikan. Wallahu waliyyuttaufiq.

[ Fatwa Syaikh Bin Baz di dalam Harian al-Jazirah, edisi 8768, padahari Senin 18 Jumadal Ula 1417 H. ]

Artikel Boleh Melakukan Pernikahan ?Al-Mis-yar? Asal MemenuhiSyarat-Syarat Syar?i diambil dari http://www.asofwah.or.id
Boleh Melakukan Pernikahan ?Al-Mis-yar? Asal MemenuhiSyarat-Syarat Syar?i.

Embargo Produk Negara Kafir Dan Solidaritas Negara-Negara Islam

Kumpulan Artikel Islami

Embargo Produk Negara Kafir Dan Solidaritas Negara-Negara Islam Embargo Produk Negara Kafir Dan Solidaritas Negara-Negara Islam

Kategori Demokrasi Dan Politik

Senin, 7 Nopember 2005 06:34:12 WIBEMBARGO PRODUK NEGARA KAFIROlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-AtsaryPertanyaan.Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-Atsary ditanya : Bagaimana tentang pemboikotan ekonomi atas negeri-negeri kafir Jawaban.Mengenai muqatha’ah [boikot] terhadap [produk] orang kafir, adalah masalah politik bukan masalah syar’i. Jika ia masalah syar’i, maka tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memboikot orang-orang Yahudi. Padahal ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, baju besi beliau masih tergadaikan pada orang Yahudi. Jadi masalah ini bisa bermanfaat bisa tidak.Lalu siapa yang menentukan ada tidaknya pemboikotan mereka adalah para ulama dan para politisi muslim dan para negarawan muslim yang memiliki ilmu syar’i dan memahami realitas, mengetahui sebab akibat. Jika tidak, maka boikot justru tidak merugikan orang kafir, [tetapi] dapat berbalik merugikan umat Islam sendiri. Jadi ada tidaknya muqatha’ah, [itu] tergantung maslahah syar’iyyah rajihah.Akhirnya semoga pertemuan ini berguna dan bermanfaat, mengandung kebaikan dan memperbaiki. Wa akhiru da’wana an alhamdulillah Rabb Al-Alamin.SOLIDARITAS NEGARA-NEGARA ISLAMOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-AtsaryPertanyaan.Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby Al-Atsary ditanya : Bagaimana sikap Negara-negara Islam terhadap penindasan, penjajahan serta pembantaian yang dialami oleh umat Islam di Afghanistan, Irak, dan sebagainya Jawaban.Negara-negara Islam sendiri dalam posisi lemah, tertekan dan tertindas. Orang yang lemah tidak dapat menolong yang lemah, orang yang pincang tidak dapat menolong orang yang pincang. Namun sayang sekali, hingga hari ini Negara-negara Islam itu belum tersadar untuk menolong agama Allah dengan sebenar-benarnya. Padahal Allah mensyaratkan pertolonganNya kepada umat Islam dengan pertolongan mereka kepada agama Allah.â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong [agama] Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Muhammad : 7]â€Å"Artinya : Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong [agama]Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” [Al-Hajj : 40]Jadi tertindasnya umat Islam bukan karena faktor politik, militer, ekonomi, teknologi atau yag lain, akan tetapi tidak datangnya pertolongan Allah, karena mereka tidak menolong Allah.Allah berfirman.â€Å"Artinya : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar [keadaan] mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang [tetap] kafir sesudah [janji] itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” [An-Nur : 55]Inilah syarat bagi orang Islam untuk menjadi pemimpin.[1]. Beriman[2]. Beramal shalih[3]. Beibadah secara tauhid, tidak syirik sama sekali.â€Å"Artinya : Dan musibah apapun yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar [dari kesalahan-kesalahanmu]” [Asy-Syura : 30][Disalin dari Majalah As-Sunnah Edidi 11/Tahun VIII/1425H/2005M. Rubrik Soal-Jawab yang diangkat dari sesi dialog dari ceramah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi tgl 9 Desember 2004 di Masjid Kampus IAIN Surabaya]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1656&bagian=0


Artikel Embargo Produk Negara Kafir Dan Solidaritas Negara-Negara Islam diambil dari http://www.asofwah.or.id
Embargo Produk Negara Kafir Dan Solidaritas Negara-Negara Islam.

Hukum Menjuluki Orang-Orang Multazim Dengan Sebutan Fundamentalis Atau Teroris 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Menjuluki Orang-Orang Multazim Dengan Sebutan Fundamentalis Atau Teroris 1/2 Hukum Menjuluki Orang-Orang Multazim Dengan Sebutan Fundamentalis Atau Teroris 1/2

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Kamis, 3 Februari 2005 17:02:18 WIBHUKUM MENJULUKI ORANG-ORANG MULTAZIM DENGAN SEBUTAN FUNDAMENTALIS ATAU TERORISOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Pertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah Istilah â€Å"Fundamentalis” merupakan celaan terhadap orang-orang yang berpegang teguh dengan Islam Jawaban.Di antara hal yang perlu dicermati pada tahun ini secara khusus adalah bahwa banyak sekali kantor-kantor berita dunia yang melayani program-program musuh-musuh Islam dan tunduk dibawah pengendalian pusat-pusat kontrol Nahsrani dan Free Mansonry yang dirancang dengan cara yang licik untuk mempengaruhi dunia secara keseluruhan melawan apa yang mereka namakan Kaum Fundamentalis padahal tujuan mereka adalah untuk mencela dan melecehkan kaum muslimin yang berpegang teguh kepada Islam di atas prinsip-prinsip yang benar, yang menolak mengikuti hawa nafsu dan diadakannya pendekatan antara berbagai kebudayaan dan agama-agama yang batil.Sebagian insan-insan pers dari kalangan kaum muslimin masuk ke dalam perangkap musuh ini sehingga mereka mulai pula mentransformasikan berita-berita yang berisi hujatan terhadap Islam dan mengeksposnya karena ketidaktahuan mereka terhadap niat orang-orang yang berkepentingan dengannya atau memang ada tujuan-tujuan tertentu di dalam diri mereka. Dengan tindakan mereka ini berarti mereka telah menjadi kaki tangan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin padahal seharusnya mereka itu mengemban kewajiban mengcounter program musuh-musuh Islam tersebut dan mementahkan tipu daya mereka dengan menjelaskan pentingnya ikatan emosionlal religius dan persaudaraan Islam di antara sesama umat Islam.Sesungguhnya, kesalahan individu yang tidak seorangpun bisa luput darinya hendaknya tidak menjadi alasan untuk memojokkan Islam dan kaum muslimin serta menceraiberaikan mereka.[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1332&bagian=0


Artikel Hukum Menjuluki Orang-Orang Multazim Dengan Sebutan Fundamentalis Atau Teroris 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Menjuluki Orang-Orang Multazim Dengan Sebutan Fundamentalis Atau Teroris 1/2.

Cara Menunaikan Haji Qiran

Kumpulan Artikel Islami

Cara Menunaikan Haji Qiran

>> Pertanyaan :

Tuan Syaikh telah menjelaskan tentang tata cara melakukan haji Tamattuketika membicarakan tata cara melakukan ibadah haji. Kami sangatsenang jika Tuan Syaikh menjelas-kan tata cara melakukan haji Qiran?

>> Jawaban :

Haji Tamattu, sebagaimana telah kita sebutkan adalah mengerjakanumrah secara terpisah [dengan haji] lalu bertahallul, kemudianberihram haji pada tahun itu juga. Adapun haji Qiran, ada dua macam,yang pertama: berihram dengan niat umrah dan haji sekaligus dari miqatdengan mengucapkan:

Yang kedua, berihram dengan niat umrah terlebihdahulu kemudian memasukkan niat haji ke dalam niat umrah tadi sebelummelakukan thawaf umrah.

Ada bentuk lain dari haji Qiran yang menjadi perselisihan di kalanganulama, yaitu berihram dengan niat hanya akan melakukan haji saja, lalumengerjakan umrah sebelum melakukan sesuatu apa pun dari amalan-amalanhaji, seperti thawaf dan sai.

Orang yang melakukan haji Qiran harus tetap dalam keadaan ihram, danapabila ia tiba di Mekkah maka melakukan thawaf qudum [thawafkedatangan], kemudian melakukan sai untuk haji dan umrah. Setelah itutetap dalam keadaan ihram sampai tiba saat bertahallul pada hari rayaQurban, dan ia wajib membayar hady [menyembelih seekor domba]sebagaimana dalam haji Tamattu.

Adapun orang yang melakukan haji Ifrad, maka ia berihram dari miqatdengan niat hanya akan melakukan haji saja [tanpa umrah]. Apabila iatiba di Mekkah langsung melakukan thawaf qudum dan sai haji, dantidak boleh bertahallul kecuali pada hari raya [10 Dzulhijjah]. Dengandemikian, sebenarnya pekerjaan orang yang melakukan haji Qiran danorang yang melakukan haji Ifrad itu sama, perbedaannya bahwa orangyang melakukan haji Qiran mendapatkan ibadah umrah dan haji [sekaligus]dan harus membayar hady, sedangkan orang yang melakukan haji Ifradhanya melakukan haji dan tidak wajib membayar hady.

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Cara Menunaikan Haji Qiran diambil dari http://www.asofwah.or.id
Cara Menunaikan Haji Qiran.

Umrah Dengan Pakaian Biasa, Ihram Dengan Memakai Celana Karena Sengaja Dan Tidak Tahu

Kumpulan Artikel Islami

Umrah Dengan Pakaian Biasa, Ihram Dengan Memakai Celana Karena Sengaja Dan Tidak Tahu Umrah Dengan Pakaian Biasa, Ihram Dengan Memakai Celana Karena Sengaja Dan Tidak Tahu

Kategori Hajji Dan Umrah

Selasa, 4 Januari 2005 06:56:45 WIBUMRAH DENGAN PAKAIAN BIASAOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya melaksanakan umrah pada awal Ramadhan tahun ini dan saya mukim di Mekkah selama 15 hari. Lalu saya melaksanakan umrah lagi dengan baju saya dan penutup kepala. Ketika saya pertama kali sampai di Masjidil Haram, saya shalat dua raka'at dengan niat shalat Tahiyatul Masjid, lalu saya thawaf di Ka'bah tujuh kali putaran kemudian shalat dua raka'at di maqam Ibrahim 'Alaihis Salam, lalu sa'i tujuh kali putaran dan kemudian memotong rambut. Apakah yang saya lakukan benar JawabanApa yang Anda sebutkan dalam pertanyaan bahwa yang dilakukan dalam umrah adalah suatu yang wajib dari umrah dan Anda tidak wajib mengeluarkan sesuatu jika ihram dari miqat yang wajib. Hanya saja shalat dua raka'at yang dilakukan ketika masuk Masjidil Haram adalah menyalahi sunnah bagi orang yang masuk Masjidil Haram [untuk melaksanakan umrah], yaitu memulai dengan thawaf.Adapun yang Anda sebutkan bahwa Anda ihram dengan memakai baju, jika yang dimaksudkan itu baju ihram, yaitu kain dan selendang yang telah digunakan dalam umrah sebelum umrah, maka tiada mengapa dalam hal tersebut, karena boleh menggunakannya berulang kali dalam haji atau umrah atau memberikan kepada orang lain untuk digunakan haji dan umrah. Tapi jika yang Anda maksudkan bahwa ihram dengan baju biasa yang dipakai selain ketika ihram, maka Anda salah dalam hal itu dan Anda telah melakukan dua larangan dalam umrah, yaitu memakai pakaian berjahit dan menutup kepala. Jika Anda mengetahui bahwa demikian itu tidak boleh, maka wajib dua fidyah, yaitu karena pakaian dan menutup kepala. Dan untuk masing-masing Anda boleh menyembelih kambing yang mencukupi syarat kurban, atau memberi makan enam orang miskin masing-masing orang setengah sha' berupa kurma atau yang lain dari makanan pokok suatu daerah, atau puasa tiga hari. Dan kedua kambing atau makanan untuk 12 orang miskin diberikan kepada orang-orang miskin Mekkah dan kamu tidak boleh makan sebagian dari keduanya dan juga tidak boleh Anda hadiahkan. Sedangkan untuk berpuasa boleh dilakukan di tempat dan waktu kapanpun.Namun jika yang Anda lakukan tersebut karena tidak mengetahui hukum syar'i atau karena lupa, maka tidak wajib fidyah, hanya harus taubat dan mohon ampun kepada Allah atas dua hal tersebut serta tidak akan mengulangi pekerjaan yang menafikan kewajiban-kewajiban dalam ihram seperti kedua hal tersebut. Kepada Allah kita bermohon taufiq kepada kebenaran. Dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.MEMAKAI CELANA KETIKA IHRAM KARENA TIDAK TAHUOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Tahun lalu saya pergi umrah dan saya tidak mengetahui sebagian syarat-syaratnya. Ketika saya ihram dari miqat saya memakai celana pendek dan saya tidak mengetahui hukum masalah ini. Lalu setelah saya kembali, sebagian orang memberitahukan kepada saya bahwa yang saya lakukan tersebut tidak boleh. Dan tahun ini saya umrah lagi ketika saya mengetahui bahwa memakai pakaian berjahit tidak boleh ketika ihram. Apakah saya wajib membayar kifarat sebab masalah tersebut JawabanTidak wajib membayar fidyah karena Anda tidak mengetahui hukum tersebut. Sebab seseorang dimaafkan ketika melakukan larangan tersebut karena ketidaktahuan tentang hukum. Sesungguhnya fidyah hanya wajib atas orang yang melakukan hal tersebut jika dia mengetahui dan sengaja melakukannya. Maka Anda tidak wajib mengulangi umrah karena tidak melakukan apa yang merusakkan umrah. Jadi umrah Anda yang kedua adalah umrah sunnah.IHRAM DENGAN MEMAKAI CELANA KARENA SENGAJAOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrhman Al-JIbrin ditanya : Ketika di miqat saya niat ihram umrah tamattu' kepada haji, tapi saya tidak melepas celana dalam saja. Dan demikian itu disebabkan malu yang menyertai saya pada waktu itu. Sehingga saya melaksanakan umrah dengan memakai celana. Dan ketika saya ihram haji, saya mengerti bahwa saya salah ketika memakai celana dalam ihram. Maka saya melepas celana ketika ihram untuk melaksanakan haji.Pertanyaannya, apakah saya wajib membayar kifarat karena tidak melepas celana ketika umrah saja, sebab saya melepasnya ketika melakukan haji Padahal saat itu saya mengetahui bahwa memakai pakaian berjahit membatalkan ihram, tapi saya melakukan itu karena sangat malu seperti saya sebutkan. Perlu diketahui bahwa umrah dan haji saya tersebut adalah yang pertama kali dan telah saya lakukan beberapa tahun lalu. Mohon penjelasanJawabanAnda wajib membayar fidyah apabila sengaja tetap dalam pakaian tersebut. Sebab Anda telah mengetahui bahwa demikian itu termasuk larangan dalam ihram, bukan yang membatalkannya. Adapun fidyahnya adalah puasa tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin, atau memotong kambing. Mana saja yang Anda lakukan diantara ketiga hal tersebut, maka telah cukup. Tapi menyembelih atau memberikan makan enam orang miskin tersebut harus di Mekkah dan untuk orang-orang miskin tanah haram. Sedangkan berpuasa dapat dilakukan di mana saja. Dan Anda tidak berdosa karena terlambat melaksanakan kifarat, hanya saja Anda lengah karena bertanya dalam tempo yang lama.[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penysusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hal. 123-130, penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1272&bagian=0


Artikel Umrah Dengan Pakaian Biasa, Ihram Dengan Memakai Celana Karena Sengaja Dan Tidak Tahu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Umrah Dengan Pakaian Biasa, Ihram Dengan Memakai Celana Karena Sengaja Dan Tidak Tahu.

Melunasi Utang Sebelum Pembagian Waris

Kumpulan Artikel Islami

Melunasi Utang Sebelum Pembagian Waris Melunasi Utang Sebelum Pembagian Waris

Kategori Waris Dan Wasiat

Rabu, 5 Mei 2004 11:36:42 WIBMELUNASI UTANG SEBELUM PEMBAGIAN WARISOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mewarisi harta dari seorang kerabat. Dalam hal ini ikut pula mewarisi seorang putrinya dan dua orang istrinya. Selang beberapa waktu, baru diketahui bahwa yang meninggal itu mempuyai banyak utang, namun para ahli waris yang lain enggan ikut melunasi utang-utang tersebut, sementara saya merasa kasihan terhadap yang telah meninggal itu karena kelak akan dimintai pertanggung jawab di hadapan Allah, maka saya memutuskan untuk berbisnis dengan harta yang ada pada saya agar bisa berkembang lalu saya bisa melunasi utang-utangnya, karena utang-utang tersebut melebihi harta yang ada pada saya. Bagaimana hukumnya.Jawaban.Para ahli waris tidak berhak mendapat bagian warisan kecuali setelah dilunasi utang-utang tersebut, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan tentang warisan.â€Å"Artinya : [Pembagian-pembagian tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau [dan] sesudah dibayar utangnya” [An-Nisa : 11]Karena itu, para ahli waris tidak berhak mendapat apa pun dari harta yang diwariskannya kecuali setelah dilunasi utang-utangnya. Jika harta warisan itu telah dibagikan karena mereka tidak tahu, lalu setelah itu mereka tahu, maka masing-masing mereka wajib mengembalikan harta yang telah diterimanya untuk melunasi utang tersebut.Jika ada yang menolak, maka ia berdosa dan berarti ia telah berbuat aniaya terhadap si mayat dan terhadap pemiliki utang. Jika Anda telah melakukan hal tersebut, yaitu Anda berbisnis dengan modal harta yang Anda peroleh dari warisan tersebut untuk mengembangkannya agar bisa melunasi utang-utang si mayat, maka ini merupakan tindak ijtihad, dan karena ijtihad ini mudah-mudahan Anda tidak berdosa. Lain dari itu hendaknya Anda bisa melunasi utang-utang tersebut dari modal pokok yang diwariksan itu dari labanya.Tapi sebenarnya yang Anda lakukan itu tidak boleh, karena Anda tidak berhak menggunakan harta yang bukan hak anda. Tapi karena itu telah terlanjur Anda lakukan dalam rangka ijtihad, mudah-mudahan Anda tidak berdosa.[Fatawa Islamiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3, hal.49][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 530-531 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=692&bagian=0


Artikel Melunasi Utang Sebelum Pembagian Waris diambil dari http://www.asofwah.or.id
Melunasi Utang Sebelum Pembagian Waris.

B O H O N G

Kumpulan Artikel Islami

B O H O N G Di era globalisasi sekarang ini, kebohongan dankepalsuan telah menjalar dan menjadi borok di segala lapisanmasyarakat. Bahkan di Amerika berdasarkan sebuah survey terpercaya,didapatkan angka 91% dari warganya terbiasa berbohong. Sebagian umatIslampun ada yang kecanduan dengan sikap tercela ini. Tulisan di bawahini, mudah-mudahan menguatkan kita untuk menghindari kebiasaan tercelatersebut.

Allah Ta'ala telah menjadikan umat Islam bersih dalam kepercayaan,segala perbuatan dan perkataannya. Kejujuran adalah barometerkebahagiaan suatu bangsa. Tiada kunci kebahagiaan dan ketentramanhaqiqi melainkan bersikap jujur, baik jujur secara vertikal maupunhorizontal.

Kejujuran merupakan nikmat Allah Ta'ala yang teragung setelah nikmatIslam, sekaligus penopang utama bagi berlang-sungnya kehidupan dankejayaan Islam. Sedangkan sifat bohong merupakan ujian terbesar jikamenimpa seseorang, karena kebohongan merupakan penyakit yangmenggerogoti dan menghancurkan kejayaan Islam.

Dusta merupakan dosa dan aib besar, Allah Ta'ala berfirman:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyaipengetahuan tentangnya. [Al-Isra': 36]

Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu 'Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda:Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkankebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang membiasakanjujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dansesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkankemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selaluberdusta akan dicatat sebagai pendusta . [HR. Al-Bukhari dan Muslim ]

Bohong adalah perbuatan haram, karena membahayakan orang lain, tetapidalam kondisi tertentu berubah hukumnya menjadi mubah bahkan wajib.

Para ulama menetapkan pembagian hukum dusta sesuai dengan limakategori hukum syar'i, meskipun pada dasarnya hukum bohong adalahharam. Adapun pembagiannya adalah sbb:

Haram, yaitu kebohongan yang tak berguna menurut kacamata syar'i.

Makruh, yakni dusta yang dipergunakan untuk memperbaiki kemelutrumah tangga dan yang sejenisnya.

Sunnah, yaitu seperti kebohongan yang ditempuh untukmenakut-nakuti musuh Islam dalam suatu peperangan, sepertipemberitaan [yang berlebihan] tentang jumlah tentara danperlengkapan kaum muslimin [agar pasukan musuh gentar].

Wajib, yaitu seperti dusta yang dilakukan untuk menyelamatkanjiwa seorang muslim atau hartanya dari kematian dan kebinasaan.

Mubah, misalnya yang dipergunakan untuk mendamaikanpersengketaan di tengah masyarakat.

Tetapi sebagian ulama berpendapat, semua bentuk dusta adalah burukdan harus dijauhi, sebab tidak sedikit ayat-ayat Al Qur'an yangmencelanya.

Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Dusta

Tipisnya rasa takut kepada Allah Ta'ala.

Usaha memutarbalikkan fakta dengan berbagai motifnya; baik untukmelariskan barang dagangan, melipatganda-kan keuntungan atau yanglain.

Mencari perhatian, seperti ikut dalam seminar dan diskusi denganmembawakan trik-trik dan kisah-kisah bohong menarik supaya parapeserta terpesona.

Tiadanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataanhidup.

Kebiasaan berdusta sejak kecil, baik karena pengaruh kebiasaanorang tua atau lingkungan tempat tinggalnya.

Merasa bangga dengan kebohong-annya, karena ia menganggapkebohongan itu suatu kecerdikan, kecepatan daya nalar dan perbuatanbaik.

Dusta dalam Kenyataan Sehari-hari yang Harus Dihindari

Ungkapan seseorang: Telah saya katakan kepadamu seribu kali,masa belum paham juga. Ungkapan di atas tidak menunjukkan jumlahbilangannya, tetapi untuk menguatkan maksud. Jika ia hanyamengatakannya sekali, maka ia telah berdusta. Tetapi jika iamengatakannya berkali-kali walaupun belum sampai hitungan seribukali, maka ia tidak berdosa.

Contoh lain, seseorang berkata kepada temannya: Silakan dimakan, lalu dijawab: Terimakasih, saya sudah kenyang atau saya tidakbernafsu.

Hal-hal semacam itu dilarang [haram] jika tidak mengandung tujuanyang benar.

Ahli wira'i [orang-orang yang senantiasa memelihara dirinya dariunsur haram] sangat membenci basa-basi semacam ini.

Berdusta dalam memberitakan mimpi, padahal dosanya besar sekali.Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:Sesungguhnya di antara kebohongan terbesar adalah seseorang yangmengaku [bernasab] kepada selain bapaknya, atau bercerita tentangmimpi yang tak pernah ia lihat, serta meriwayatkan atas RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam sesuatu yang tidak pernah beliaukatakan. [HR. Al Bukhari]

Mengelabuhi anak kecil dengan memanggilnya untuk diberi sesuatu,padahal ia tidak memiliki apa-apa. Misalnya, seseorang berkata: Nakkemari, bantu bapak ya, nanti bapak kasih duit, tetapi kemudian iatidak memberinya apa-apa.

Menceritakan segala hal yang ia dengar.Cukuplah seseorang disebut pendusta, jika ia menceritakan segalahal yang ia dengar. [HR. Muslim]

Padahal sangat mungkin terjadi kekeliruan dalam pemberitaannya,karena ia tidak mengecek terlebih dahulu, tapi biasanya ia berdalih: Ini berdasarkan yang saya dengar.

Bagaimana jika berita itu tentang tuduhan zina Apa ia tetapmenyebarluaskannya tanpa bukti yang nyata Adakah di antara kitarela didakwa zina semacam ini

Berkata atau bercerita bohong yang lucu, agar massa pendengarnyatertawa.Neraka Wail [kehancuran] bagi orang yang berbicara kemudianberdusta supaya pendengarnya tertawa. Wail baginya, sungguh Wailsangat pantas baginya. [HR. Bazzar]

Terapi Penyembuhan Penyakit Tercela Ini

Jika Anda ingin mengerti keburukan sifat dusta dari dirimu sendiri,maka perhatikan kebohongan orang lain, niscaya Anda membencinya,merendahkan dan mengecamnya. Setiap muslim wajib memperbaharui taubatdirinya dari segala dosa dan kesalahan. Demikian pula ia wajib mencaridan me-melihara berbagai macam sebab yang bisa membantunya dalammeninggalkan dan menjauhi sifat yang tidak terpuji ini.

Di antara sebab-sebab tersebut adalah:

Pengetahuan sang pelaku tentang keharaman dusta, siksanya yangberat dan selalu mengingat dalam setiap hendak berbicara.

Membiasakan diri dalam memikul tanggung jawab dalam segala halyang benar dan berbicara jujur, apapun resikonya.

Memelihara kata-katanya dan senantiasa mengoreksinya.

Mengubah tempat-tempat membual menjadi tempat-tempat ibadah,dzikir dan mempelajari ilmu.

Hendaknya para pembual tahu, mereka telah menyandang salah satusifat orang-orang munafik karena dustanya.

Hendaknya mereka juga memahami, dusta merupakan jalan menujukemungkaran yang nantinya bermuara di Neraka, sedangkan jujurmenuntun pelakunya ke Surga.

Hendaknya ia mendidik anak-anaknya secara Islami dan benar,mambiasakanmereka selalu jujur di setiap ucapan dan tindakannyaserta senantiasa jujur di hadapan mereka.

Hendaknya ia mengerti, kepercayaan relasinya akan berkurangkarena kebohongan-kebohongannya, bahkan bisa luntur sama sekali.

Hendaknya ia memahami, kebohong-annya itu sangat membahayakanorang lain.

Akhirnya hanya kepada Allah Ta'ala kita memohon agar kita dijauhkandari sifat tercela ini, sehingga kita termasuk golongan hamba-hambaNyayang selalu bersikap jujur dalam segala situasi dan kondisi. Amien

Sumber: Kitab Al Kadzib,

Karya: Syaikh Abdul Malik Qashim [bit tasharruf wa ziyadah, AM. Afkar]

Artikel B O H O N G diambil dari http://www.asofwah.or.id
B O H O N G.

Orang-Orang Yang Mengingkari Hadits Al-Mahdi Dan Jawabannya

Kumpulan Artikel Islami

Orang-Orang Yang Mengingkari Hadits Al-Mahdi Dan Jawabannya Orang-Orang Yang Mengingkari Hadits Al-Mahdi Dan Jawabannya

Kategori As-Saa'ah - Al-Mahdi

Kamis, 24 Februari 2005 13:19:31 WIBORANG-ORANG YANG MENGINGKARI HADITS AL-AMHADI DAN JAWABANNYAOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MATelah kami sebutkan di muka sejumlah hadits shahih yang menunjukkan secara qath'i akan munculnya Al-Mahdi pada akhir zaman sebagai juru damai dan pemimpin yang adil, dan telah kami kutip pula sejumlah perkataan ulama yang menetapkan ke-mutawatiran hadits-hadits tentang Al-Mahdi, serta telah kami sebutkan pula beberapa buah kitab yang disusun para ulama yang membicarakan masalah Al-Mahdi secara khusus.Tetapi sayang masih ada sejumlah penulis [1] pada zaman ini yang mengingkari kedatangan Al-Mahdi dan mengatakan bahwa hadits-hadits tentang Al-Mahdi itu tanaqudh [bertentangan satu sama lain] dan batil, dan Al-Mahdi itu hanyalah cerita fiksi ciptaan kaum Syi'ah kemudian dimasukkan dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah.Sebagian penulis itu terpengaruh oleh pendha'ifan sejarawan Ibnu Khaldun[2] terhadap hadits-hadits Al-Mahdi, padahal Ibnu Khaldun sendiri tidak termasuk pakar dalam lapangan ini yang layak diterima pengesahan dan pendha'ifannya. Dalam hal ini, setelah mengemukakan banyak hadits mengenai Al-Mahdi dan mencela banyak sanadnya, beliau berkata, "Inilah sejumlah hadits yang diriwayatkan para Imam mengenai Al-Mahdi dan kedatangannya pada akhir zaman; sedangkan hadits-hadits itu sebagaimana yang saya ketahui tidak lepas dari kritik kecuali hanya sedikit atau sangat sedikit." [Muqaddimah Tarikh Ibnu Khaldun 1: 574]Perkataan Ibnu Khaldun di atas menunjukkan bahwa masih ada beberapa hadits yang selamat dari kritiknya. Maka kami katakan bahwa seandainya ada sebuah hadits saja yang shahih, niscaya hal itu sudah cukup menjadi hujjah mengenai Al-Mahdi ini. Nah betapa lagi dengan hadits-haditsnya yang shahih dan mutawatir iniDalam menyanggah pendapat Ibnu Khaldun, Syekh Ahmad Syakir mengatakan. "Ibnu Khaldun tidak memahami dengan baik istilah ahli hadits: "Al-Jarhu maqadamu ‘ala at-Ta'diili." [Celaan itu didahulukan daripada pujian].Kalau dia mau menganalisis dan memahami dengan baik istilah tersebut niscaya dia tidak akan berkata begitu. Tetapi boleh jadi dia telah membaca dan memahaminya. Namun dia ingin melemahkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi karena visi politik pada waktu itu." [Ta'liq Ahmad Syakir atas Musnad Imam Ahmad 5: 197-198]Kemudian beliau menjelaskan bahwa apa yang ditulis Ibnu Khaldun dalam pasal ini tentang al-Mahdi; penuh dengan kesalahan mengenai nama-nama perawinya dan pengutipan catat-cacatnya. Dan beliau beralasan bahwa hal itu mungkin disebabkan dari sikap orang-orang yang me nasakh dan kelalaian para pen tashhih. Wallahu a 'lam.Untuk meringkas pembahasan, baiklah kami kutipkan di sini apa yang dikatakan Syekh Muhammad Rasyid Ridha mengenai Al-Mahdi, sebagai contoh bagi orang-orang yang mengingkari hadits-hadits tentang Al-Mahdi. Beliau berkata:"Adapun pertentangan di antara hadits-hadits Al-Mahdi sangat kuat dan jelas, mengkompromikan riwayat-riwayat tersebut sangat sulit, orang-orang yang menging-karinya sangat banyak, dan syubhatnya sangat jelas. Karena itu Imam Syaikhani [Bu-khari dan Muslim] tidak meriwayatkan sama sekali hadits Al-Mahdi ini dalam kitab Shahih beliau, padahal kerusakan dan fitnah banyak tersebar di kalangan bangsa-bangsa yang beragama Islam." [Tafsir Al-Manar 9: 499]Kemudian beliau mengemukakan beberapa contoh pertentangan hadits-hadits Al-Mahdi tersebut dan kesemrawutannya -menurut anggapan beliau- dengan mengatakan. "Sesungguhnya riwayat yang masyhur mengenai namanya dan nama ayahnya menurut Ahlus Sunnah bahwa dia bernama Muhammad bin Abdullah, dan dalam satu riwayat dikatakan Ahmad bin Abdullah. Sedangkan golongan Syi'ah Imamiyah sepakat bahwa dia adalah Muhammad bin Al-Hasan Al-'Asy'ari, imam kesebelas dan keduabelas dari imam-imam mereka yang makshum. dan mereka memberinya gelar Al-hujjah. Al-Qaaim, dan Al-Muntazhor.... Sedangkan kelompok Al-Kisaniyyah [3] beranggapan bahwa Al-Mahdi adalah Muhammad bin Al-Hanafiyah dan dia hidup dan berdiam, di gunung Dhawi...." [Tafsir Al-Manar 9: 501]Selanjutnya beliau mengatakan. "Yang masyhur mengenai nasabnya, bahwa dia adalah 'Alawi Fatimi [keturunan Ali dari jurusan Fatimah] dari putra Al-Hasan. sedangkan dalam beberapa riwayat dikatakan dari putra Al-Husain. dan ini sesuai pendapat Syi'ah Imamiyah. Di samping itu terdapat beberapa hadits yang menerangkan. bahwa dia dari putra Abbas." [Tafsir Al-Manar 9: 502]Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa banyak cerita Israilliyat yang dimasukkan dalam kitab-kitab hadits. Dan para fanatis Alawiyyah, Abbasiyyah. dan Farisiyyah mempunyai peranan yang sangat besar dalam memalsukan hadits-hadits Al-Mahdi. Masing-masing golongan mendakwakan bahwa Al-Mahdi itu dari kelompok mereka. Orang-orang Yahudi dan orang-orang Persi mempopulerkan riwayat-riwayat ini dengan maksud meninabobokan kaum muslimin sehingga mereka bersikap pasrah tanpa mau berjuang karena menunggu munculnya Al-Mahdi untuk menegakkan Dinul Islam ini dan menyebarkan keadilan di jagad raya. [Tafsir Al-Manar 9: 501-50I]Apa yang dikemukakan Syekh Muhammad Rasyid Ridha ini dapat dijawab de-mikian: Bahwa riwayat-riwayat tentang kedatangan Al-Mahdi itu adalah shahih dan mutawatir maknawi sebagaimana telah kami sebutkan sejumlah hadits mengenai Al-mahdi ini serta nash-nash para ulama tentang keshahihan dan kemutawatirannya.Sedangkan alasan bahwa Imam Syaikhani [Bukhari dan Muslim] tidak meriwa-yatkan hadits-hadits Al-Mahdi, maka kami katakan bahwa seluruh sunnah tidak hanya terbukukan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim saja, bahkan banyak sekali hadits shahih yang tidak tercantum dalam kedua kitab tersebut tetapi tercantum dalam kitab-kitab Sunan, Musnad, Mu'jam, dan lain-lain kitab hadits.Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Imam Bukhari dan Muslim tidak harus me-riwayatkan semua hadits shahih, tetapi kedua beliau itu tidak juga menshahihkan beberapa hadits yang tidak terdapat dalam kedua kitab beliau, sebagaimana dikutip oleh Imam Tirmidzi dan lainnya dari Imam Bukhari mengenai penshahihan beliau terhadap beberapa hadits yang tidak terdapat dalam kitab beliau, melainkan dalam kitab-kitab Sunan dan lainnya." [Al-Baa 'itsul Hatsiits Syarhu Itkhtishori Ulumil Hadits karya Ibnu Katsir, halaman 25, oleh Ahmad Syakir, terbitan Darul Kutubil Ilmiyyah]Adapun mengenai keberadaan hadits-hadits tersebut banyak kemasukan dongeng-dongeng Israiliyat dan sebagian lagi merupakan hasil pemalsuan golongan Syi'ah dan para fanatis golongan lain, maka anggapan seperti ini adalah benar. Tetapi, para Imam hadits telah menjelaskan mana yang shahih dan mana yang tidak. Dan mereka juga telah menyusun beberapa kitab untuk mengumpulkan hadits-hadits maudhu' dan menjelaskan hadits-hadits yang dha'if. Mereka juga telah membuat kaidah-kaidah yang cermat dalam menentukan kriteria dan identitas para perawi, sehingga tidak ada seorangpun ahli bid'ah atau pendusta melainkan dijelaskan keadaannya. Maka Allah telah memelihara sunnah dari permainan orang-orang yang suka bermain-main dan penyelewengan orang yang suka berlebihan serta dari ulah pembuat kebatilan. Dan ini merupakan salah satu cara pemeliharaan Allah terhadap Din Islam ini.Kalau ada riwayat-riwayat Al-Mahdi yang maudhu' yang dibuat oleh orang-orang yang panatik terhadap golongan, maka hal itu tidak menjadikan kita harus meninggalkan riwayat-riwayat yang shahih. Dan dalam riwayat-riwayat yang shahih ini disebutkan sifat-sifatnya, namanya, dan nama ayahnya.Apabila ada segolongan manusia yang menetapkan dan menganggap seseorang sebagai Al-Mahdi tanpa didukung oleh identitasnya sebagaimana yang tersebut dalam hadits-hadits shahih. maka hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari akan datangnya Al-Mahdi sebagaimana disebutkan dalam hadits. Selanjutnya, Al-Mahdi yang sebenarnya tidak memerlukan adanya orang yang memproklamirkannya. Dia akan dimunculkan oleh Allah ke tengah-tengah manusia jika Allah sudah menghendakinya, dan orang-orang pun akan mengenalnya dengan tanda-tandanya. Adapun anggapan bahwa hadits-hadits Al-Mahdi itu kontradiktif, maka anggapan ini muncul disebabkan adanya riwayat-riwayat yang tidak shahih; sedangkan hadits-hadits yang shahih maka tidak ada pertentangan sama sekali. Maka kepunyaan Allah-lah segala puji dan sanjungan.Dan lagi, memang perselisihan antara golongan Syi'ah dan Ahlus Sunnah tak terbatas, sedangkan hukum yang adil adalah Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih. Adapun khurafat dan kebatilan-kebatilan Syi'ah tidak boleh dijadikan standard unluk menolak hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.Al-Allamah Ibnul Qayyim berkata mengenai Al-Mahdi demikian, "Golongan Rafidhah Imamiyah memiliki pendapat keempat bahwa Al-Mahdi adalah Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari [4] Al-Muntazhor dari anak Husain bin Ali, bukan dari anak Hasan, yang datang ke pelbagai negara, tetapi tidak terlihat oleh mata, yang mewariskan tongkat dan menutup tanah lapang. la telah masuk ke dalam gua di bawah tanah Samira' sebagai anak kecil dalam waktu lebih dari lima ratus tahun. Setelah itu tidak ada lagi mata yang pernah memandangnya dan tidak ada pula kabar beritanya, dan mereka menantinya setiap hari. Mereka berhenti dengan kudanya di depan pintu gua sambil berteriak-teriak memanggilnya agar keluar dengan mengatakan, "Keluarlah, wahai Tuan kami! Keluarlah, wahai Tuan kami!" Kemudian mereka kembali dengan tangan hampa. Begitulah kelakuan mereka! Dan sungguh baik orang yang mengatakan:" Mana mungkin gua dalam tanahakan melahirkan orangyang kamu panggil dengan kebodohan.Bilakah waktunya ia kan datangMaka karena akalmu yang rusak,kamu memuat yang ketiga setelah anqa* dan ghilan**Maka mereka menjadi cercaan bagi Bani Adam dan menjadi bahan tertawaan setiap orang yang berakal sehat." [Al-Manarul Munif: 152-153]Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]_________Foote Note[1]. Yang paling menonjol dalam hal ini antara lain: Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar 9: 499-504, Muhammad Farid Wajdi dalam Dairatu Ma'arifil Qamil 'Isyrin 10: 480, Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuhal Islam 3: 237-241, Abdur Rahman Muhammad Utsman dalam Catatan kakinya terhadap Tuhfatul Ahwadzi 6: 474, Muhammad Abdullah 'Anan dalam kitabnya Mawaqif Hasimah Fi Tarikhil Islam: 357-364, Muhammad Fahim Abu Ubaiyyah dalam ta'liqnya atas an-Nihayah Fil Fitan wal Malahim karya Ibnu Katsir 1: 37, Abdul Karim Al-Khathib dalam kitabnya Al-Masih Fil Qur'an wat Taurat wal Injil: 539, dan terakhir adalah Syekh Abdullah bin Zaid Alu Mahmud dalam kitabnya Laa Mahdiy Muntazhor Ba 'dar Rasul saw. Khairul Basyar."Pendapat beliau-beliau itu disanggah oleh Fadhilatus Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad Al-'Abbad dalam kitab beliau yang sangat berharga yang berjudul Ar’Radd 'ala Man-Kadzdzaba bil-Ahaadiitshish-Shahihah al-waridah fil Mahdi". khususnya sanggahan terhadap risalah Ibnu Mahmud yang di dalamnya terdapat pendapat yang jauh dari kebenaran. Semoga Allah membalas pembelaan beliau terhadap Islam dan kaum Muslimin dengan balasan yang sebaik-baiknya.[2]. Beliau adalah Abdur Rahman bin Muhammad bin Muhammad bin Khaldun Abu Zaid, "Waliyyuddin Al-Hadhrami Al-Asybili yang termasyhur dengan kitabnya Al- 'Ibrar wa Diwanul Mubtada' wal Khabar Fi Tarikhil Arab wa 'Ajam wal Barbar yang terdiri atas tujuh jilid yang diawali dengan Al-Muqaddimah. Beliau juga memiliki karya-karya tulis lain termasuk yang berbentuk sya'ir [puisi].Beliau lahir dan dibesarkan di Tunis, kemudian pergi ke Mesir dan menjabat Hakim madzhab Maliki, dan wafat di Kairo pada tahun 808 H. Semoga Allah merahmati beliau. Periksa: Syadzaraatudz-Dzahabl: Id-11 dznAl-A'lam 3: 330.[3]. Al-Kisaniyyah adalah salah satu kelompok Rafidhoh. Mereka adalah pengikut Al-Muhtar bin Abi 'Ubaid Ats-Tsaqafi Al-Kadzdzab. Dan mereka dinisbatkan kepada Kisan, mantan budak Ali ra. Dan ada yang mengatakan bahwa Kisan adalah gelar bagi Muhammad bin Al-Hanafiyah. Periksa: Al-Farqu Bainal Firoq, halaman 38, dengan tahqiq Syekh Muhamma Muhjiddin Abdul Hamid.[4]. la dilahirkan pada tahun 256 H dan wafat pada tahun 2754 H. Menurut pendapat yang mengatakan bahwa ia pernah ada. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ia tidak pernah ada. Periksa: Minhajus Sunnah 2: 131, dan Al-A'lam 6: 80.*]. Binatang yang berkepala dan bersayap seperti garuda dan berbadan singa. [pen].**] Hantu. [pen].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1357&bagian=0


Artikel Orang-Orang Yang Mengingkari Hadits Al-Mahdi Dan Jawabannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Orang-Orang Yang Mengingkari Hadits Al-Mahdi Dan Jawabannya.

Bertawakkal Kepada Allah

Kumpulan Artikel Islami

Bertawakkal Kepada Allah Bertawakkal Kepada Allah

Kategori Mafatiihur Rizq

Selasa, 27 Juli 2004 23:34:58 WIBBERTAWAKKAL KEPADA ALLAHOlehSyaikh Dr. Fadhl IlahiTermasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah Yang Mahaesa dan Yang kepada-Nya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal :Pertama : Yang Dimaksud Bertawakkal Kepada Allah.Kedua : Dalil Syar'i Bahwa Bertawakkal Kepada Allah Termasuk Diantara Kunci-Kunci Rizki.Ketiga : Apakah Tawakkal Itu Berarti Meninggalkan Usaha Pertama : Yang Dimaksud Bertawakkal Kepada AllahPara ulama -semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan- telah menjelaskan makna tawakkal. Diantaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata : "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil [yang ditawakkali] semata". [Ihya' Ulumid Din, 4/259]Al-Allamah Al-Manawi berkata :"Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran [diri] kepada yang ditawakkali" [Faidhul Qadir, 5/311]Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qari berkata : "Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik mahluk maupun rizki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud [ada], semuanya itu adalah dari Allah". [Murqatul Mafatih, 9/156]Kedua :Dalil Syar'i Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci RizkiImam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qudha'i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang".[1]Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Mahahidup, Yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepadaNya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah berfirman."Artinya : Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan [keperluan]nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan [yang dikehendaki0Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". [Ath-Thalaq : 3]Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan : "[Mencukupkan] dari setiap yang membuat sempit manusia" [Syarhus Sunnah, 14/298]Ketiga : Apakah Tawakkal Itu Berarti Meninggalkan UsahaSebagian orang mungkin ada yang berkata :"Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit "Perkataan itu sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi rizki itu dengan burung yang pergi di pagi hari untuk mencari rizki dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Mahaesa dan Yang kepadanya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama -semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan- telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata : "Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengetahui bahwa kebaikan [rizki] itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut". [Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 7/8]Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau di masjid seraya berkata, 'Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rizkiku datang sendiri'. Maka beliau berkata, 'Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda."Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku"Dan beliau bersabda."Artinya : Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah meberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung, berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang".Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rizki.Selanjutnya Imam Ahmad berkata, 'Para sahabat juga berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita. [Dinukil dari Fathul Bari, 11/305-306]Syaikh Abu Hamid berkata :"Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakkal adalah meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkaan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at. Sedangkan sya'riat memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin suatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula.Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, 'Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya".Imam Abul Qasim Al-Qusyairi :"Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah maka hati itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada di dalam hati setelah seorang hamba meyakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena takdirNya, dan terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya" [Dinukil dari Murqatul Mafatih, 5/157]Diantara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu 'anhu, ia berkata :"Artinya : Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Aku lepaskan untaku dan [lalu] aku bertawakkal ' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ikatlah kemudian bertawakkallah" [2]Dan dalam riwayat Imam Al-Qudha'i disebutkan."Artinya : Amr bin Umayah Radhiyallahu 'anhu berkata, 'Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah !!, Apakah aku ikat dhulu unta [tunggangan]-ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal 'Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaraan [unta]-mu lalu bertawakkallah". [Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368]Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata.[Disalin dari buku Mafatihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Syaikh Dr Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunah hal. 28 - 35 terbitan Darul haq, penerjemah Ainul Haris Arifin Lc]_________Foote Note.[1] Al-Musnad, no. 205, 1/243 no. 370, 1/313 no. 373, 1/304; Jami'ut Tirmidzi, Kitabuz Zuhud, Bab Fit Tawakkal 'Alallah, no. 2344, no 2447, 7/7 dan lafazh ini adalah miliknya ; Sunan Ibni Majah, Abwabuz Zuhd, At-Tawakkul wal Yaqin, no 4216, 2/419; Kitabuz Zuhd oleh Ibnu Al-Mubarak, juz IV, Bab At-Tawakkul wat Tawaddhu' no. 559, hal 196-197 ; Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabur Raqa'iq, Bab Al-Wara' wat Tawakkul, Dzikrul Akhbar 'amma Yajibu 'alal Mar'i min Qath'il Qulubi 'anil Khala'iqi bi Jami'il Ala'iqi fi Ahwalihi wa Asbabihi no. 730, 2/509 ; Al-Mustadzrak 'ala Ash-Shahihain, Kitabur Riqaq, 4/318 ; Musnad Asy-Syihab, Lau Annakum Tatawakkaluna ala' Allah Haqqa Tawakkulihi no. 1444, 2/319 ; Syarhus Sunnah oleh Al-Baghawi, Kitabur Riqaa, Bab At-Tawakkul 'ala Allah 'Aza wa Jalla no. 4108, 14/301. Imam At-Tirmidzi berkata, Ini adalah hadits shahih, kami tidak mengatahuinya kecuali dari sisi ini [Jami'ut Tirmidzi, 7/8]. Imam Al-Hakim berkata, Ini adalah hadits dengan sanad shahih, tetapi tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim [Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, 4/318]. Imam Al-Baghawi berkata, Ini adalah hadist hasan. [Syarhus Sunnah, 14/301]. Dan sanadnya dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir. [Lihat, Hamisyul Musnad, 1/234]. Serta Syaikh Al-Albani menshahihkannya, [Lihat, Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah no. 310, jilid 1, juz III/12][2] Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabur Raqa'iq, Bab Al-Warra' wat Tawakkul, Dzikrul Akhbar bin Annal Mar'a Yajibu Alaihi Ma'a Tawakkulil Qalbi Al-Ihtiraz bil A'dha Dhidda Qauli Man Karihahu, no. 731, 2/510, dan lafazh ini miliknya ; Al-Mustadrak Alash Shahihain, Kitab Ma'rifatish Shahabah, Dzikru Amr bin Umayah Radhiyallahu 'anhu, 3/623. Al-Hafizh Adz-Dzahabi berkata, Sanad hadist ini 'jayyid'. [At-Talkhis, 3/623]. Al-hafizh Al-Haitsami juga menyatakan hal senada dalam Majmau'z Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, 10/303. Beliau berkata, Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari banyak jalan. Dan para pembawa haditsnya adalah pembawa hadits Shahih Muslim selain Ya'kub bin Abdullah bin Amr bin Umayah

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=943&bagian=0


Artikel Bertawakkal Kepada Allah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bertawakkal Kepada Allah.

Kemungkaran-Kemungkaran Yang Bisa Terjadi Pada Hari Raya

Kumpulan Artikel Islami

Kemungkaran-Kemungkaran Yang Bisa Terjadi Pada Hari Raya Kemungkaran-Kemungkaran Yang Bisa Terjadi Pada Hari Raya

Kategori Hari Raya = Ied

Jumat, 12 Nopember 2004 09:50:42 WIBKEMUNGKARAN-KEMUNGKARAN YANG BISA TERJADI PADA HARI RAYAOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-AtsariKetahuilah wahai saudaraku muslim -semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepadamu- sesungguhnya kebahagiaan yang ada pada hari-hari raya kadang-kadang membuat manusia lupa atau sengaja melupakan perkara-perkara agama mereka dan hukum-hukum yang ada dalam Islam. Sehingga engkau melihat mereka banyak berbuat kemaksiatan dan kemungkaran-kemungkaran dalam keadaan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya !! Semua inilah yang mendorongku untuk menambahkan pembahasan yang bermanfaat ini dalam tulisanku, agar menjadi peringatan bagi kaum muslimin dari perkara yang mereka lupakan dan mengingatkan mereka atas apa yang mereka telah lalai darinya[1].Diantara Kemungkaran Itu Adalah :Pertama : Berhias Dengan Mencukur Jenggot.Perkara ini banyak dilakukan manusia. Padahal mencukur jenggot merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih yang berisi perintah untuk memanjangkan jenggot agar tidak tasyabbuh [menyerupai] orang-orang kafir yang kita diperintah untuk menyelisihi mereka. Selain berkaitan dengan hal itu, memanjangkan jenggot termasuk fithrah [bagi laki-laki] yang tidak boleh kita rubah. Dalil-dalil tentang keharaman mencukur jenggot terdapat dalam kitab-kitab Imam Madzhab yang empat[2] yang telah dikenal.Kedua : Berjabat Tangan Dengan Wanita Yang Bukan Mahram.Ini merupakan bencana yang banyak menimpa kaum muslimin, tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dirahmati Allah. Perbuatan ini haram berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Seseorang ditusukkan jarum besi pada kepalanya adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" [Hadits Shahih, Lihta takhrijnya secara panjang lebar dalam "Juz'u Ittiba' is Sunnah No. 15 oleh Adl-Dliya Al-Maqdisi -dengan tahqiqku]Keharaman perbuatan ini diterangkan juga dalam kitab-kitab empat Imam Madzhab yang terkenal [Lihat 'Syarhu An Nawawi ala Muslim 13/10, Hasyiyah Ibnu Abidin 5/235, Aridlah Al-Ahwadzi 7/95 dan Adlwau; Bayan 6/603]Ketiga : Tasyabbuh [Meniru] Orang-Orang Kafir Dan Orang-Orang Barat Dalam Berpakaian Dan Mendengarkan Alat-Alat Musik Serta Perbuatan Mungkar Lainnya.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda."Artinya : Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka" [3]Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda."Artinya : Benar-benar akan ada pada umatku beberapa kaum yang mereka menghalalkan zina, sutera [bagi laki-laki ,-pent], khamr dan alat-alat musik. Dan benar-benar akan turun beberapa kaum menuju kaki gunung untuk melepaskan gembalaan mereka sambil beristirahat, kemudian mereka didatangi seorang fasik untuk suatu keperluan. Kemudian mereka berkata : 'Kembalilah kepada kami besok!' Lalu Allah membinasakan dan menimpakan gunung itu pada mereka dan sebagian mereka dirubah oleh Allah menjadi kera-kera dan babi-bai hingg hari kiamat" [4]Keempat : Masuk Dan Bercengkerama Dengan Wanita-Wanita Yang Bukan Mahram.Hal ini dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabda beliau."Artinya : Hati-hatilah kalian masuk untuk menemui para wanita". Maka berkata salah seorang pria Anshar : "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang Al-Hamwu" Beliau berkata : "Al-Hamwu adalah maut" [Hadits Riwayat Bukhari 5232, Muslim 2172 dari 'Uqbah bin Amir]Al- Allamah Az-Zamakhsyari berkata dalam menerangkan "Al-Hamwu""Al-Hamwu bentuk jamaknya adalah Ahmaa' adalah kerabat dekat suami seperti ayah[5], saudara laki-laki, pamannya dan selain mereka... Dan sabda beliau : "Al-Hamwu adalah maut" maknanya ia dikelilingi oleh kejelekan dan kerusakan yang telah mencapai puncaknya sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakannya dengan maut, karena hal itu merupakan sumber segala bencana dan kebinasaan. Yang demikian karena Al-Hamwu lebih berbahaya daripada orang lain yang tidak dikenal. Sebab kerabat dekat yang bukan mahram terkadang tidak ada kekhawatiran atasnya atau merasa aman terhadap mereka, lain halnya dengan orang yang bukan kerabat. Dan bisa jadi pernyataan "Al-Hamwu adalah mau" merupakan do'a kejelekan..." ["Al-Faiq fi Gharibil Hadits" 9 1/318, Lihat "An-Nihayah 1/448, Gharibul Hadits 3/351 dan Syarhus Sunnah 9/26,27]Kelima : Wanita-Wanita Yang Bertabarruj [Berdandan Memamerkan Kecantikan] Kemudian Keluar Ke Pasar-Pasar Atau Tempat Lainnya.Ini merupakan perbuatan yang diharamkan dalam syari'at Allah. Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : Hendaklah mereka 9wanita-wanita] tinggal di rumah-rumah mereka dan jangan bertabarruj ala jahiliyah dulu dan hendaklah mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat" [Al-Ahzab : 33]Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Dua golongan manusia termasuk penduduk neraka yang belum pernah aku melihatnya : ........ dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok[6], kepala-kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta[7]. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan bau surga. Padahal bau suurga dapat tercium dari perjalanan sekian dan sekian" [Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam "Shahihnya" 2128, 2856 dan 52, Ahmad 2/223 dan 236 dari Abu Hurairah]Keenam : Mengkhususkan Ziarah Kubur Pada Hari Raya : Membagi-bagikan manisan dan makanan di pekuburan, duduk di atas kuburan, bercampur baur antara pria dan wanita, bergurau dan meratapi orang-orang yang telah meninggal, dan kemungkaran-kemungkaran lainnya.[Lihat perincian yang lain tentang bid'ah yang dilakukan di kuburan dalam kitab "Ahkamul Janaiz" 258-267 oleh Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah]Ketujuh : Boros Dalam Membelanjakan Harta Yang Tidak Ada Manfaatnya Dan Tidak Ada Kebaikan Padanya.Allah berfirman."Artinya : Janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" [Al-An'am : 141]"Artinya : Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat boros itu adalah saudaranya syaitan" [Al-Isra : 26-27]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidak akan berpindah kedua kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang ... dan hartanya dari mana ia perolah dan ke mana ia infakkan" [8]Kedelapan : Kebanyakan Manusia Meninggalkan Shalat Berjama'ah Di Masjid Tanpa Alasan Syar'i Atau Mengerjakan Shalat Ied Tetapi Tidak Shalat Lima Waktu. Demi Allah, Sesungguhnya Ini Adalah Salah Satu Bencana Yang Amat Besar.Kesembilan : Berdatangannya Sebagian Besar Orang-Orang Awam Ke Kuburan Setelah Fajar Hari Raya ; Mereka meninggalkan shalat Ied, dirancukan dengan bid'ah mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya. [Al-Madkhal 1/286 oleh Ibnu Hajj, Al-Ibda hal.135 oleh Ali Mahfudh dan Sunnanul Iedain hal.39 oleh Al-Syauqani]Sebagian mereka meletakkan pada kuburan itu pelepah kurma[9] dan ranting-ranting pohon !!Semua ini tidak ada asalnya dalam sunnah.Kesepuluh : Tidak Adanya Kasih Sayang Terhadap Fakir Miskin.Sehingga anak-anak orang kaya memperlihatkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan bebagai jenis makanan yang mereka pamerkan di hadapan orang-orang fakir dan anak-anak mereka tanpa perasaan kasihan atau keinginan untuk membantu dan merasa bertanggung jawab. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya" [Hadits Riwayat Bukhari 13 dan Muslim 45, An-Nasa'i 8/115 dan Al-Baghawi 3474 meriwayatkan dengan tambahan ; "dari kebaikan" dan isnadnya Shahih]Kesebelas : Bid'ah-bid'ah yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang dianggap syaikh dengan pengakuan bertaqqarub kepada Allah Ta'ala, padahal tidak ada asalnya sama sekali dalam agama Allah.Bid'ah itu banyak sekali[10]. Aku hanya menyebutkan satu saja di antaranya, yaitu kebanyakan para khatib dan pemberi nasehat menyerukan untuk menghidupkan malam hari Id [dengan ibadah] dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Tidak hanya sebatas itu yang mereka perbuat, bahkan mereka menyandarkan hadits palsu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu hadits yang berbunyi."Artinya : Barangsiapa yang menghidupkan malam Idul Fithri dan Idul Adha maka hatinya tidak akan mati pada hari yang semua hati akan mati" [Hadits ini palsu [maudlu'], diterangkan oleh ustazd kami Al-Albani dalam "Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah" 520-521]Hadits ini tidak boleh sama sekali disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.[Disalin dari Kitab Ahkaamu Al-Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali Hasan bin Ali Abdul Hamid, Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]_________Foote Note.[1]. Kemungkinan-kemungkinan yang disebutkan secara umum dilakukan pada waktu haru raya ataupun di luar hari raya, akan tetapi kemungkaran itu lebih besar dan bertambah dilakukan pada hari-hari raya.[2]. Lihat Fathul Bari 10/351, Al-Ikhtiyar Al-Ilmiyah 6, Al-Muhalla 2/220, Ghidza'ul Albab 1/376 dan selainnya. Al-Akh Syaikh Muhammad bin Ismail telah meneliti dalam kitabnya "Adillah Tahrim Halqil Lihyah" hadits-hadits yang ada dalam masalah ini, kemudian ia menyebutkan penjelasan ulama tentangnya, dan juga nukilan-nukilan dari kitab-kitab madzhab yang jadi sandaran. Lihatlah kitab yang berharga itu. dan lihat juga "Majallah Al-Azhar" 7/328. Aku telah menulis risalah berjudul "Hukum Ad-Dien Fil Lihyah wat tadkhin" -Alhamdulillah- Kitab itu telah dicetak beberapa kali.[3]. Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad 2/50 dan 92 dari Ibnu Umar dan isnadnya Hasan. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dalam Musykil Al Atsar 1/88 dari Hassan bin Athiyah, Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan 1/129 dari Anas, meskipun ada pembicaraan padanya, tetapi dengan jalan-jalan tadi, hadits ini derajatnya Shahih, insya Allah.[4]. Hadits Riwayat Bukhari 5590 secara muallaq dan bersambung menurut Abu Daud 4039, Al-Baihaqi 10/221 dan selainnya. berkata Al-Hafidzh dalam Hadyu As-Sari 59 : Al-Hasan bin Sufyan menyambungnya dalam Musnadnya, dan Al-Isma'ili, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Abu Nua'im dari empat jalan, dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan selain mereka. Aku katakan : Dalam hadits ini ada lafadh-lafadh yang asing, aku akan menjelaskannya dengan berurutan. [tidak di salin, -penyalin][5]. Dia dikecualikan berdasarkan nash Al-Qur'anul Karim, lihat "Al-Mughni" 6/570[6]. Menyimpang dari taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan keharusan mereka untuk menjaga kemaluan, "An-Nihayah" 4/382[7]. Berkata Al-Qadli 'Iyadh dalam Masyariqul Anwar 1/79 : Al-Bukht adalah unta yang gemuk yang memiliki dua punuk. Maknanya -wallahu a'lam- wanita-wanita itu menggelung rambut mereka hingga kelihatan besar dan tidak menundukkan pandangan mata mereka.[8]. Hadits Riwayat Tirmidzi 2416, Al-Khatib dalam Tarikh-nya 12/440 dari Ibnu Mas'ud, padanya ada kelemahan. Akan tetapi ada pendukungnya dari Abi Zur'ah di sisi Ad-Darimi Dzail Tarikh Baghdad 2/163. Dan dari Mu'adz di sisi Al-Khatib 11/441. Maka hadits ini Hasan.[9]. Lihat Ahkamul Jazaiz hal. 253, Ma'alimus Sunan 1/27 dan ta'liq Syaikh Ahmad Syakir atas Sunan Tirmidzi 1/103[10]. Lihat beberapa di antaranya dalam kitab A'yadul Islam 58 pasal Bida'ul Iedain

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1178&bagian=0


Artikel Kemungkaran-Kemungkaran Yang Bisa Terjadi Pada Hari Raya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kemungkaran-Kemungkaran Yang Bisa Terjadi Pada Hari Raya.

Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 2/3

Kumpulan Artikel Islami

Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 2/3 Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 2/3

Kategori Demokrasi Dan Politik

Kamis, 18 Maret 2004 21:20:42 WIBSYUBHAT-SYUBHAT SEKITAR MASALAH DEMOKRASI DAN PEMUNGGUTAN SUARAOlehUstadz Abu Ihsan al-Maidani al-AtsariBagian Kedua dari Tiga Tulisan [2/3]SYUBHAT-SYUBHAT DAN BANTAHANNYA[1]. Mereka mengatakan: Bahwa sistem demokrasi sesuai dengan Islam secara keseluruhan. Lalu mereka namakan dengan syura [musyawarah] berdalil dengan firman Allah" Artinya :Dan urusan mereka dimusyawarahkan di antara mereka".[Asy-Syuura : 38]Lalu mereka bagi demokrasi menjadi dua bagian yang bertentangan dengan syariat dan yang tidak bertentangan dengan syariat.Bantahan:Tidak samar lagi batilnya ucapan yang menyamakan antara syura menurut Islam dengan demokrasi ala Barat. Dan sudah kita cantumkan sebelumnya tiga perbedaan antara syura dan demokrasi !Adapun yang membagi demokrasi ke dalam shahih [benar] dan tidak shahih adalah pembagian tanpa dasar, sebab istilahnya sendiri tidak dikenal dalam Islam."Artinya : Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk, [menyembah]-nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka" [An-Najm : 22-23][2]. Mereka mengatakan: Bahwa pemungutan suara sudah ada pada awal-awal Islam, ketika Abu Bakar, Umar, Ustman radhiyallahu 'anhum telah dipilih dan dibaiat. [Lihat kitab syari'atul intikhabat hal.15]Bantahan:Ucapan mereka itu tidak benar karena beberapa sebab:[a] Telah jelas bagi kita semua kerusakan yang ditimbulkan oleh pemungutan suara seperti kebohongan, penipuan, kedustaan, pemalsuan dan pelanggaran syariat lainnya. Maka amat tidak mungkin sebaik-baik kurun melakukan praktek-praktek seperti itu.[b] Para sahabat [sebagaimana yang dimaklumi dan diketahui di dalam sejarah] telah bermufakat dan bermusyawarah tentang khalifah umat ini sepeninggal Rasul.Dan setelah dialog yang panjang di antaranya ucapan Abu Bakar as-Sidiq yang membawakan sebuah hadits yang berbunyi: "Para imam itu adalah dari bangsa Quraisy." Lalu mereka bersepakat membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Tidak diikutsertakan seorang wanitapun di dalam musyawarah tersebut.Kemudian Abu Bakar mewasiatkan Umar sebagai khalifah setelah beliau, tanpa ada musyawarah.Kemudian Umar menunjuk 6 orang sebagai anggota musyawarah untuk menetapkan salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah. Keenam orang itu termasuk 10 orang sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga. Adapun sangkaan sebagian orang bahwa Abdurrahman bin Auf menyertakan wanita dalam musyawarah adalah tidak benar.Di dalam riwayat Bukhari tidak disebutkan di dalamnya penyebutan musyawarah Abdurrahman bin Auf bersama wanita dan tidak juga bersama para tentara. Bahkan yang tersebut di dalam riwayat Bukhari tersebut, Abdurrahman bin Auf mengumpulkan 5 orang yang telah ditunjuk Umar yaitu Ustman, Ali, Zubair, Thalhah, Saad dan beliau sendiri [lihat Fathul Bari juz 7 hal. 61,69], Tarikhul Islam karya Az-Zahabi [hal. 303], Ibnu Ashir dalam thariknya [3/36], Ibnu Jarir at-Thabari dalam Tarikhkul Umam [4/431]. Adapun yang disebutkan oleh Imam Ibnu Isuji di dalam Kitabnya al-Munthadam riwayatnya dhaif.Dan yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa Nihayah [4/151] adalah riwayat tanpa sanad, tidak dapat dijadikan sandaran.Kesimpulannya:[a] Berdasarkan riwayat yang shahih Abdurrahman bin Auf hanya bermusyawarah dengan 5 orang yang ditunjuk Umar.[b] Dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf juga mengajak bertukar pendapat dengan sahabat lainnya.[c] Adapun penyertaan wanita di dalam musyawarah adalah tidak benar sebab riwayatnya tidak ada asalnya.[3] Mereka mengatakan: Ini adalah masalah ijtihadiyah'Bantahan:Apa yang dimaksud dengan masalah ijtihadiyah Jika mereka katakan: yaitu masalah baru yang tidak dikenal di massa wahyu dan khulafaur rasyidin.Maka jawabannya:[a] Ucapan mereka ini menyelisihi atau bertentangan dengan ucapan sebelumnya yaitu sudah ada pada awal Islam.[b] Memang benar pemungutan suara ini tidak ada pada zaman wahyu, tetapi bukan berarti seluruh perkara yang tidak ada pada zaman wahyu ditetapkan hukumnya dengan ijtihad. Dalam masalah ini ulama menetapkan hukum setiap masalah berdasarkan kaedah-kaedah usul dan kaedah-kaedah umum. Dan untuk masalah pemungutan suara ini telah diketahui kerusakan-kerusakannya.Jika dikatakan: yang kami maksud masalah ijtihadiyah adalah masalah yang belum ada dalil al-Kitab dan as-Sunnah. Maka jawabannya sama seperti jawaban kami yang telah lalu.Jika dikatakan masalah ijtihadiyah artinya: kami mengetahui keharamannya, tetapi kami memandang ikut serta di dalamnya untuk mewujudkan maslahat. Maka jawabannya: kalau ucapan itu benar, maka pasti sudah ada buktinya semenjak munculnya pemikiran seperti ini. Di negara-negara Islam tidak pernah terwujud maslahat tersebut, bahkan hanya kembali dua sepatu usang [gagal].Sedang Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Artinya : Seorang Mukmin tidaklah disengat 2 kali dari satu lubang" [Mutafaqun alaih]Jika dikatakan masalah ijtihadiyah adalah masalah yang diperdebatkan dan diperselisihkan di kalangan ulama serta bukan masalah ijma'.Maka jawabannya:[a] Coba tunjukkan perselisihan di kalangan ulama yang mu'tabar [dipercaya] yang dida'wakan itu. Tentu saja mereka tidak akan mendapatkannya.[b] Yang dikenal di kalangan ulama, bahwa yang dimaksud khilafiyah atau masalah yang diperdebatkan, yaitu : jika kedua pihak memiliki alasan atau dalil yang jelas dan dapat diterima sesuai kaedah. Sebab kalau hanya mencari masalah khilafiyah, maka tidak ada satu permasalahanpun melainkan di sana ada khilaf atau perbedaan pendapat. Akan tetapi banyak di antara pendapat-pendapat itu yang tidak mu'tabar.[4]. Mereka mengatakan: Bahwa pemungutan suara tersebut termasuk maslahat mursalah.Bantahannya:[a] Maslahat mursalah bukanlah sumber asli hukum syar'i, tapi hanyalah sumber taba'i [mengikut] yang tidak dapat berdiri sendiri. Maslahat mursalah hanyalah wasilah yang jika terpenuhi syaratsyaratnya, baru bisa diamalkan.[b] Menurut defisinya maslahat mursalah itu adalah: apa-apa yang tidak ada nash tertentu padanya dan masuk ke dalam kaedah umum. Menurut definisi lain adalah: sebuah sifat [maslahat] yang belum ditetapkan oleh syariat.Jadi maslahat mursalah itu adalah salahsatu proses ijtihad untuk mencapai sebuah kemaslahatan bagi umat, yang belum disebutkan syariat, dengan memperhatikan syarat-syaratnya.Kembali kepada masalah pemungutan yang dikatakan sebagai maslahat mursalah tersebut apakah sesuai dengan tujuan maslahat mursalah itu sendiri atau justru bertentangan. Tentu saja amat bertentangan; dilihat dari kerusakan kerusakan pemungutan suara yang cukup menjadi bukti bahwa antara keduanya amat jauh berbeda.[5]. Mereka mengatakan: Pemungutan suara ini hanya wasilah, bukan tujuan dan maksud kami adalah baik.Bantahannya adalah:Tidak dikenal kamus tujuan menghalalkan segala cara, sebab itu adalah kaidah Yahudiah. Sebab berdasarkan kaidah Usuliyah: hukum sebuah wasilah ditentukan hasil yang terjadi [didapat]; jika yang terjadi adalah perkara haram [hasilnya haram] maka wasilahnya juga haram.Adapun ucapan mereka bahwa yang mereka inginkan adalah kebaikan.Maka jawabannya bahwa niat yang baik lagi ikhlas serta keinginan yang baik lagi tulus belumlah menjamin kelurusan amal. Sebab betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak mendapatkannya.Sebab sebuah amal dapat dikatakan shahih dan makbul jika memenuhi 2 syarat: [a] Niat ikhlas dan [b] Menetapi as-Sunnah. Jadi bukan hanya bermodal keinginan [i'tikad baik saja][6]. Mereka mengatakan: Kami mengikuti pemungutan suara dengan tujuan menegakkan daulah Islam.Bantahannya:Ada sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada mereka, bagaimana cara menegakkan daulah Islam Sedangkan di awal perjuangan, mereka sudah tunduk pada undang-undang sekuler yang diimpor dari Eropa. Mengapa mereka tidak memulai menegakkan hukum Islam itu pada diri mereka sendiri, atau memang ucapan mereka "Kami akan menegakkan daulah Islam" hanyalah slogan kosong belaka. Terbukti mereka tidak mampu untuk menegakkannya pada diri mereka sendiri.Kalau ingin buktinya maka silahkan melihat mereka-mereka yang meneriakkan slogan tersebut.[7]. Mereka mengatakan : Kami tidak mau berpangku tangan dengan membiarkan musuh-musuh bergerak leluasa tanpa hambatan.Bantahannya:Apakah masuk akal jika untuk menghadapi musuh-musuhnya, mereka bergandengan tangan dengan musuh-musuhnya dalam kursi parlemen, berkompromi dengan musuh dalam membuat undang-undang Bukankah ini tipu daya ala Yahudi yang telah Allah nyatakan dalam al-Qur'an:"Artinya : Segolongan lain dari ahli Kitab berkata kepada sesamanya: Perlihatkanlah seolah-olah kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman [sahabat-sahabat Rasul] pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka [orang-orang Mukmin] kembali [kepada kekafiran]". [Ali-Imran: 72]Dan ucapan mereka bahwa masuknya mereka ke kancah demokrasi itu adalah refleksi perjuangan mereka, tidak dapat dipercaya. Bukankah Allah telah mengatakan:"Artinya : Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka" [Al-Baqarah: 120]Lalu mengapa mereka saling bahu membahu dengan orang-orang Yahudi dan Nashrani Apakah mereka menerapkan kaedah: saling bertolong-tolongan pada perkara-perkara yang disepakati dan saling toleransi pada perkara- perkara yang diperselisihkan. Tidakkah mereka takut pada firman Allah"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah [untuk menyiksamu ]". [An-Nisaa: 144][Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Th. III/1420-1999. Disadur dari kitab Tanwiir adz-Dzulumat tulisan Abu Nashr Muhammad bin Abdillah al-Imam dan kitab Madarik an-Nazhar Fi Siasah tulisan Abdul Malik Ramadhani]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=498&bagian=0


Artikel Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 2/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 2/3.

Hukum Menyimpan Patung Di Rumah Sebagai Hiasan

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Menyimpan Patung Di Rumah Sebagai Hiasan Hukum Menyimpan Patung Di Rumah Sebagai Hiasan

Kategori Gambar Dan Permainan

Rabu, 11 Mei 2005 06:35:38 WIBHUKUM MENYIMPAN PATUNG DI RUMAH SEBAGAI HIASANOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukumnya menyimpan patung di rumah sekedar untuk hiasan dan bukan untuk disembah JawabanSeorang muslim tidak diperbolehkan untuk menggantung gambar atau menghiasi rumahnya dengan hewan yang diawetkan, baik diletakkan di atas meja ataupun kursi, hal itu disebabkan keumuman hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang haramnya menggantung gambar dan meletakkan patung di dalam rumah atau tempat-tempat lainnya. Karena benda-benda tersebut merupakan sarana untuk berlaku syirik kepada Allah, dank arena dalam hal-hal yang demikian terdapat penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah dan perbuatan tersebut sama seperti perbuatan menentang Allah.Adapun perbuatan menyimpan hewan yang diawetkan adalah perbuatan yang merusak, padahal syari’at Islam yang sempurna diturunkan untuk menyumbat segala macam perantara atau sarana yang dapat membawa kepada kemusyrikan dan kesesatan. Hal yang demikian pernah terjadi pada kaum Nuh di mana mereka melakukan kemusyrikan disebabkan lukisan yang menggambarkan lima orang shalih pada masa mereka. Kaum Nuh memasang lukisan tersebut di majlis-majlis, sebagaimana yang Allah terangkan dalam Al-Qur’an dengan firmanNya.â€Å"Artinya : Dan mereka berkata, Jangan sekali-kali kamu meninggalkan [penyembahan] tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan [penyembahan] wadd, dan jangan pula suwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan [manusia]” [Nuh ; 23-24]Maka, kita harus bersikap waspada terhadap penerupaan orang-orang dalam perbuatan mereka yang mungkar yang dapat menjerumuskan kita kepada kemusyrikan.Dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepad Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.â€Å"Artinya : Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali engkau telah membuatnya menjadi tidak berbentuk, dan jangan pula meninggalkan kuburan yang menjulang tinggi kecuali engkau meratakannya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Jana’iz, 969]Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Orang yang paling mendapat siksa pada hari kiamat adalah para pembuat gambar [pelukis]” [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam bab Al-Libas 5959, Muslim dalam bab yang sama 2109]Banyak sekali hadits yang menerangkan tentang hal ini. Semoga Allah memberi petunjuk.[Ibn Baz, Kitab Ad-Da’wah, hal. 18-19][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1428&bagian=0


Artikel Hukum Menyimpan Patung Di Rumah Sebagai Hiasan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Menyimpan Patung Di Rumah Sebagai Hiasan.