Jumat, 06 Juni 2008

Asma` Binti Asad Al-Furat

Kumpulan Artikel Islami

Asma` Binti Asad Al-Furat Beliau adalah Asmâ` binti Asad bin al-Furât al-Qayrawâniyyah…putriseorang ulama dan Qadli dari benua Afrika serta shahabat bagi duaorang Imam, yaitu Abu Yusuf dan Malik bin Anas.

Beliau tumbuh di bawah penggamblengan ayahnya sendiri dan merupakanputri satu-satunya. Ternyata, sang ayah dapat mendidiknya dengan baikdan mengasah otaknya dengan ilmu dan hikmah. Beliau selalu menghadirimajlis pengajian yang diadakan sang ayah di rumahnya, berpartisipasidi dalam bertanya dan berdebat sehingga kemudian dikenal sebagaiwanita yang memiliki keutamaan, periwayat hadits dan ahli fiqihberdasarkan madzhab Ahli Iraq yang merupakan basis para penganut danshahabat Abu Hanifah.

Ketika Asad, sang ayah memegang jabatan sebagai komandan tentara yangdipersiapkan untuk menaklukkan pulau Shiqalliyyah [Cecilia] pada masapemerintahan Ziyadah -1, para penduduk sudah berduyun menyambutpanggilannya, bendera-bendera dan panji-panji telah dikibarkan sertagenderang telah ditabuh, keluarlah Asmâ` untuk mengucapkan kataperpisahan kepada sang ayah dan ikut mengantarnya hingga sampai disuatu tempat bernama Sûsah [Sousa]. Beliau diam disini hingga paraprajurit menaiki kapal perang dan dan kapal bertuliskan BismillâhiMajr'eha wa mursâha telah berlayar meninggalkan dermaga.

Asad, seorang Qadli yang juga komandan, mendapatkan kemenangan besardan berhasil menaklukkan benteng pulau tersebut sehingga apa yangdisumbangkannya tersebut telah ditorehkan sejarah untuknya sepanjangmasa. Dia gugur sebagai syahid pada tahun 213 H tatkala melakukanpengepungan terhadap kota Sarqusah, ibukota kekaisaran Romawi diCecilia. Ketika itu, panji berada di tangan kirinya sementara pedangtelah terpancang di tangan kanannya sembari melantunkan firman AllahTa'ala Idza Jâ`a nashrullâhi wal Fath [surat an-Nashr].

Sepeninggal sang ayah, Asmâ` menikah dengan salah seorang muridayahnya yang bernama Muhammad bin Abi al-Jawâd yang kemudianmenggantikan posisinya pada jabatan sebagai Qadli. Lalu dia jugamengepalai al-Masyîkhah al-Hanafiyyah [Perguruan Madzhab Hanafiy] dinegeri Afrika pada tahun 225 H, kemudian meninggalkan jabatan tersebutdan mendapatkan batu ujian dari khalifah ketika itu yang menuduhnyamencuri uang titipan, lantas memenjarakannya.

Manakala sang suami masih berada di dalam penjara, datanglah sangisteri, Asmâ` menghadap Qadli yang baru sembari berkata, Saya akanmembuat suami saya membayar harta yang dia dituduh mencurinya iniuntuk dirinya sendiri.

Sang Qadli menjawab, Jika dia mau mengakui bahwa itu adalah hartatersebut atau sebagai ganti darinya, aku akan melepaskannya.

Namun Ibn Abi al-Jawâd menolak untuk mengakuinya sementara sang Qadlipun enggan melepaskannya.

Setelah tak berapa lama, sang Qadli tersebut pun dipecat sehinggasuami Asmâ` ini kembali lagi memangku jabatan tersebut. Sekalipunbegitu, dia tidak membuat perhitungan dengan tindakan pendahulunyatersebut terhadap dirinya. Ini adalah suatu sikap yang mulia danterhormat darinya.

Asmâ` masih tetap diagung-agungkkan dan dibangga-banggakan oleh semuakalangan di komunitas semasa hidupnya hingga beliau wafat pada sekitartahun 250 H.

Sumber Bacaan Terkait :

1. Syahîrât at-Tûnisiyyât karya Hasan Husniy 'Abdul Wahhab, hal.45-47

2. ad-Dîbâj al-Mudzhab Fî Ma'rifah A'yân 'Ulamâ` al-Madzhab karya IbnFarhûn al-Malikiy, hal.305-306

[Diterjemahkan dari buku Faqîhât 'Alimât karya Muhammad Khair Yusuf,Hal.29-31]

Artikel Asma` Binti Asad Al-Furat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Asma` Binti Asad Al-Furat.

Bumi Dan Langit Berlapis Tujuh

Kumpulan Artikel Islami

Bumi Dan Langit Berlapis Tujuh Bumi Dan Langit Berlapis Tujuh

Kategori Tauhid

Kamis, 1 April 2004 10:37:01 WIBBUMI DAN LANGIT BERLAPIS TUJUHOlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaan.Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah di dalam Al-Qur’an Al-Karim atau dalam hadits Nabi Shallallalhu ‘alaihi wa sallam terdapat [keterangan] bahwa bumi berlapis tujuh, karena selama ini kami berbeda pendapat dalam masalah tersebut. Kalau ada, tolong sebutkan dalam surat apa atau hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mana keterangan tersebut terdapat ! Atas jawabannya kami ucapkan Jazakumullah khairan katsira.JawabanDi dalam Al-Qur’an Al-karim disebutkan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan bumi berlapis tujuh, sebagaimana juga langit yang telah Ia ciptakan berlapis tujuh.Berfirman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Allahlah yang menciptakan tujuh langit ; dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah maha berkuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah ilmuNya benar-benar meliputi segala sesuatu” [Ath-Thalaq : 12]Didalam hadits shahih disebutkan bahwa bumi berlapis tujuh, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari hadits no.2320 dan Muslim hadits no. 1610 dari Sa’id bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Barangsiapa mengambil sejengkal tanah [orang lain] secara zhalim, maka kelak Allah himpitkan kepadanya pada hari kiamat [dengan] tujuh lapis bumi”Di dalam kitab Shahihain [Bukhari no.2321 dan Muslim no.1612] juga tercantum hadits serupa itu dari Aisyah secara marfu.Semoha shalawat tercurah kepada Nabi, keluarganya dan sahabat-sahabatnya.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/63, Fatwa no. 8805 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 2/I/Syawwal 1423H Hal. 4]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=571&bagian=0


Artikel Bumi Dan Langit Berlapis Tujuh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bumi Dan Langit Berlapis Tujuh.

Beda Pendapat Tak Harus Berpecah Belah

Kumpulan Artikel Islami

Beda Pendapat Tak Harus Berpecah Belah Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

rahimahullah pernah ditanya tentang keanekaragamanjama'ah-jama'ah Islamiyah yang tak jarang di antara mereka salingmenerapkan bara' [berlepas diri], dan juga sikap yang harusdiambil ketika terjadi perbedaan pendapat. Beliau memberikanpenjelasan sebagai berikut:

Tidak dapat disangkal lagi bahwa perpecahan, saling memvonis sesat,permusuhan, dan kebencian yang terjadi di kalangan para pemuda yangkomitmen, sebagian terhadap sebagian yang lainnya yang tidak sepahamdengan manhaj masing-masing, adalah suatu hal yang menyedihkan dansangat disayang-kan, bahkan bisa jadi menimbulkan dampak yang serius.

Perpecahan seperti ini ibarat penyejuk mata hati para syaithan daribangsa jin dan manusia, sebab mereka tidak menyenangi apabila ahlikebajikan bersatu. Mereka menginginkan ahli kebajikan tersebutberpecah-belah karena mereka [para syaithan tersebut] mengetahui bahwaperpecahan akan meluluhlantakkan kekuatan yang dihasilkan oleh sikapkomitmen dan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala. Hal initelah disinyalir oleh firman-Nya, artinya,Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamumenjadi gentar dan hilang kekuatanmu . [Q.S. Al-Anfal: 46].Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka .[Q.S. Ali 'Imran: 105]Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka [terpecah]menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmuterhadap mereka . [Q.S. Al-An'am: 159]Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telahdiwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepadaIbrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamuberpecah belah tentangnya. . [Q.S. Asy-Syuro: 13]

Allah subhanahu wata’ala telah melarang kita berpecah-belah danmenjelaskan tentang akibatnya yang sangat buruk. Sudah merupakankewajiban bagi kita untuk menjadi umat yang bersatu dan satu kata [bersepakat].Perpecahan hanyalah akan merusak dan meluluhlantakkan urusan sertamengakibatkan lemahnya umat Islam. Di antara para shahabat pun terjadiperbedaan pendapat, akan tetapi hal itu tidak menimbulkan perpecahan,permusuhan dan kebencian. Bahkan perbedaan pendapat itu terjadi padamasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sepulang beliau dari perang Ahzab [Khandaq], ketika itu, Jibrildatang dan memerintahkannya agar bergerak menuju perkampungan BaniQuraizhah sebab mereka telah membatalkan perjanjian. Beliau lalubersabda kepada para shahabatnya, Janganlah sekali-kali salahseorang di antara kalian melakukan shalat 'Ashar kecuali [bila sudahtiba] di perkampungan Bani Quraizhah . Mereka pun bergerak dariMadinah menuju perkampungan Bani Quraizhah, sementara waktu 'Ashar punsudah tiba, lalu sebagian mereka berkata, Kita tidak boleh melakukanshalat, melainkan di perkampungan Bani Quraizhah meskipun mataharisudah terbenam sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian melakukanshalat 'Ashar melainkan [bila sudah tiba] di perkampungan BaniQuraizhah , karenanya kita harus mengatakan, “Sami'nâ wa atha'nâ”[Kami dengar dan kami patuh].

Sebagian mereka yang lain berkata, Sesungguhnya Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam bermaksud agar kita bergegas danbergerak-cepat keluar, dan bukan bermaksud agar mengakhirkan shalat .Perihal tersebut kemudian sampai ke telinga Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam, namun beliau tidak mencerca salah seorang pun diantara mereka, tidak pula mencemooh pemahaman mereka. Jadi, merekasendiri tidak berpecah-belah hanya karena berbeda pendapat di dalammemahami hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian juga dengan kita, wajib untuk tidak berpecah-belah danmenjadi umat yang bersatu. Sedangkan bila yang terjadi justruperpecahan, maka bahayanya sangat besar. Optimisme yang kita harapkandan cita-citakan dari kebangkitan Islam ini akan menjadi sirna,manakala kita mengetahui bahwa ia hanya akan dimiliki olehkelompok-kelompok yang berpecah-belah, satu sama lain saling memvonissesat dan mencela.

Solusi dari problematika ini adalah hanya dengan meniti jalan yangtelah ditempuh oleh para shahabat, mengetahui bahwa perbedaan pendapatyang bersumber dari ijtihad ini adalah dalam taraf masalah yang masihbisa ditolerir berijtihad di dalamnya dan mengetahui bahwa perbedaanpendapat ini tidak berpengaruh bahkan ia sebenarnya adalahpersepakatan.

Bagaimana bisa demikian Saya berbeda pendapat dengan Anda dalam satumasalah dari sekian banyak masalah karena indikasi dari dalil yang adapada Anda berbeda dengan yang ada pada pendapat saya. Realitasnya,kita bukan berbeda pendapat sebab pendapat kita diambil berdasarkanasumsi bahwa inilah indikasi dari dalil tersebut. Jadi, indikasi daridalil itu ada di depan mata kita semua dan masing-masing kita tidakmengambil pendapatnya sendiri saja melainkan karena menganggapnyasebagai indikasi dari dalil. Karenanya, saya berterima kasih danmemuji Anda karena Anda telah berani berbeda pendapat dengan saya.Saya adalah saudara dan teman Anda sebab perbedaan pendapat inimerupakan bagian dari indikasi dari dalil yang menurut anda, sehinggawajib bagi saya untuk tidak menyimpan sesuatu ganjalan pun di hatisaya terhadap Anda bahkan saya memuji Anda atas pendapat Anda tersebut,demikian juga halnya dengan anda. Andaikata masing-masing kitamemaksakan pendapatnya untuk diambil pihak lain, niscaya pemaksaanyang saya lakukan terhadapnya agar mengambil pendapat saya tersebut,tidak lebih utama dari sikap pemaksaan yang sama yang dilakukannyaterhadap saya.

Oleh karena itu, saya tegaskan: Wajib bagi kita menjadikan perbedaanpendapat yang dibangun atas suatu ijtihad bukan sebagai perpecahan,tetapi persepakatan sehingga terjadi titik temu dan kebaikan dapatdiraih.

Akan tetapi, bila ada yang berkata, Bisa jadi solusi seperti initidak mudah direalisasikan oleh kalangan orang awam, lalu apa solusilainnya .

Solusinya, hendaknya para pemimpin kaum dan pemukanya yang meliputisemua pihak berkumpul untuk mengadakan tela’ah dan kajian terhadapbeberapa permasalahan yang diper-selisihkan di antara kita, sehinggakita bisa bersatu dan berpadu hati.

Pada suatu tahun pernah terjadi suatu kasus di Mina yang sempat sayadan sebagian saudara saya tangani. Barangkali masalahnya terdengaraneh bagi anda. Ada dua pihak dihadirkan, masing-masing pihakberanggotakan 3-4 orang laki-laki, masing-masing saling menuduh kafirdan melaknat, padahal mereka sedang melaksanakan haji. Ceritanyabegini; salah satu pihak menyatakan, “Sesungguhnya pihak yang lain ituketika berdiri untuk melakukan shalat, meletakkan tangan kanan merekadi atas tangan kiri pada posisi atas dada.” Ini adalah kekufuranterhadap sunnah di mana sunnahnya menurut pihak ini mengulur tangan kebawah, di atas kedua paha. Sementara pihak yang lain mengatakan,“Sesungguhnya mengulur tangan ke bawah, di atas kedua paha dengantidak meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri merupakan perbuatankufur yang membolehkan laknatan.” Perseteruan di antara mereka sangattajam. Akan tetapi, berkat anugerah dari Allah subhanahu wata’ala,usaha yang dilakukan sebagian saudara saya itu dibarengi denganpenjelasan mengenai pentingnya perpaduan hati di antara umat Islam,mereka pun mau pergi dari tempat itu dan masing-masing mereka akhirnyasaling ridla.

Lihatlah, betapa syaithan telah mempermainkan mereka di dalam masalahyang mereka perselisihkan ini sampai kepada taraf saling mengafirkansatu sama lainnya. Padahal sebenarnya ia hanyalah salah satu amalansunnah, bukan termasuk rukun Islam, bukan juga fardlu atau wajibnya.Inti dari permasalahan itu, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwameletakkan tangan di atas tangan kiri pada posisi di atas dada adalahsunnah hukumnya, sementara ulama yang lain menyatakan bahwa sunnahnyaadalah mengulur tangan ke bawah. Padahal pendapat yang tepat dandidukung oleh as-Sunnah [hadits] adalah meletakkan tangan kanan diatas pergelangan tangan kiri sebagaimana hadits yang diriwayatkan olehImam al-Bukhari dari Sahl bin Sa'd radhiyallau ‘anhu, diaberkata, Dulu orang-orang diperintahkan agar seseorang meletakkantangan kanan di atas pergelangan tangan kirinya di dalam shalat .

Saya memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agarmenganugerahkan perpaduan hati, kecintaan dan kelurusan hati kepadasaudara-saudara kami yang memiliki manhaj tersendiri di dalam saranaberdakwah. Bila niat sudah betul, maka akan mudahlah solusinya.Sedangkan bila niat belum betul dan masing-masing di antara merekaberbangga diri terhadap pendapatnya serta tidak menghiraukan pendapatyang lainnya, maka semakin jauhlah upaya mencapai kesuksesan .

Catatan saya: Bila perbedaan pendapat itu terjadi padamasalah-masalah 'aqidah, maka hal itu wajib dibetulkan. Pendapat apasaja yang berbeda dengan madzhab Salaf, wajib diingkari dan diberikanperingatan terhadap orang yang meniti jalan yang menyelisihi madzhabsalaf tersebut pada sisi ini.

Sumber: Fatâwa asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimîn, Dâr 'Alamal-Kutub, Riyadh 1991, Cet. I, juz. II, hal. 939-944, dengan meringkas.

Artikel Beda Pendapat Tak Harus Berpecah Belah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Beda Pendapat Tak Harus Berpecah Belah.

Al-Wala & Al-Bara -Bentuk Loyalitas Kepada Orang Beriman- 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Al-Wala & Al-Bara -Bentuk Loyalitas Kepada Orang Beriman- 1/2 Al-Wala & Al-Bara -Bentuk Loyalitas Kepada Orang Beriman- 1/2

Kategori Al-Wala' Dan Al-Bara'

Selasa, 6 Juli 2004 21:00:26 WIBAL-WALA & AL-BARA -BENTUK LOYALITAS KEPADA ORANG BERIMAN-OlehSyaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-FauzanBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Adapun bentuk-bentuk perwala'an [loyalitas] terhadap orang-orang yang beriman telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, yaitu :Pertama.Berhijrah ke negara kaum muslimin, dan meninggalkan negara orang-orang kafir, hijrah artinya pindah dari negara orang-orang kafir ke negara kaum muslimin untuk menyelamatkan Ad-Dien.Dan hijrah dalam artian serta untuk tujuan ini hukumnya wajib sampai terbitnya matahari dari arah barat ketika Hari Kiamat.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berlepas diri dari setiap muslim yang bermukim di antara orang-orang musyrikin, maka haram bagi seorang muslim bermukim di negara-negara kafir, kecuali jika tidak mampu berhijrah dari tempat itu, atau dalam bermukimnya itu terdapat maslahat Ad-Dien, misalnya berdakwah kepada Allah dan menyebarkan Islam.Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, [kepada mereka] malaikat bertanya : 'Dalam keadaan bagaimana kamu ini'. Mereka menjawab :'Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri [Mekah]'.Para malaikat berkata : 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu'. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk- buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan [untuk berhijrah], mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun". [An-Nisa : 97-99].KeduaMembantu dan menolong kaum muslimin dalam urusan dien dan duniawi baik dengan jiwa, harta, juga dengan lisan [perkataan/ucapan]. Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka [adalah] menjadi penolong sebagian yang lain". [At-Taubah : 71].Dan Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : [Akan tetapi] jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam [urusan pembelaan] agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka". [Al-Anfal : 72].KetigaMerasa sakit atas penderitaan mereka, serta berbahagia dengan kebahagian mereka.Telah bersabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Artinya : Perumpamaan kaum muslimin dalam cinta kasih, dan lemah lembut serta saling menyayangi antara mereka seperti satu jasad [tubuh] apabila satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh jasadnya ikut merasa sakit".Dan beliau bersabda :"Artinya : Seorang mukmin dan mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan yang sebagiannya menutup bagian lainnya [seraya/sambil merapatkan antara jari-jari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam]".Keempat.Memberi nasehat serta mencintai kebaikan mereka serta tidak menghina dan tidak menipu mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :"Artinya : Tidaklah seorang di antara kamu beriman sehingga ia mencintai saudaranya melebihi cintanya terhadap dirinya sendiri".Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain ; tidak meremehkannya, dan tidak menghinanya serta tidak menyerahkannya [kepada musuh], betapa buruknya jika seorang menghina [meremehkan] saudaranya yang muslim ; segala yang ada pada seorang muslim adalah haram pada muslim lainnya baik darahnya, hartanya, dan harga dirinya".Dan besabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Artinya : Janganlah kalian saling membenci, saling bermusuhan, saling memata-matai dan janganlah sebagian kamu menjual [berakad] terhadap [akad] lainnya, jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara".KelimaMenghormati dan memuliakan mereka serta tidak mengurangi kehormatan mereka.Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain [karena] boleh jadi mereka [yang diolok-olokan] lebih baik dari mereka [yang mengolok-olokkan] dan jangan pula wanita-wanita [mengolok-olokkan] wanita lain [karena] boleh jadi wanita-wanita [yang diperolok-olokkan] lebih baik dari wanita [yang mengolok-olokkan] dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati . Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". [Al-Hujurat : 11-12].KeenamSenantiasa menyertai mereka baik dalam keadaan sulit maupun lapang. Berbeda dengan orang-orang munafik yang hanya menyertai orang-orang yang beriman dalam keadaan mudah dan senang saja dan meninggalkan mereka dalam keadaan susah.Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : [Yaitu] orang-orang yang menunggu [peristiwa] yang akan terjadi pada dirimu [hai orang-orang mukmin]. Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata :'Bukankah kami [turut berperang] beserta kamu'. Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan [kemenangan] mereka berkata :'Bukankah kami turut memenangkan kamu, dan membela kamu dari orang-orang yang beriman". [An-Nisa : 141].KetujuhMenziarahi/mengunjungi mereka dan senang bertemu dengan mereka serta senantiasa berkumpul bersama mereka. Disebutkan dalam hadits Qudsy:"Artinya : Kewajiban cintaku bagi orang-orang yang saling berkunjung kepada-Ku".Di dalam hadits lain disebutkan :"Artinya : Bahwa seorang laki-laki hendak mengunjungi saudaranya karena Allah Ta'ala, lalu diutuslah oleh Allah Ta'ala seorang malaikat untuk mengikuti perjalanannya seraya bertanya :'Hendak kemanakah engkau '. Laki-laki itu menjawab :'Aku akan mengunjungi saudaraku karena Allah Ta'ala'. kemudian malaikat itu bertanya lagi :'Apakah kunjunganmu disebabkan suatu nikmat yang engkau harapkan dari padanya ' Laki-laki itu menjawab:' Tidak, tapi semata-mata dikarenakan aku mencintainya karena Allah Ta'ala.'Malaikat berkata :'Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang diutus kepadamu untuk menyampaikan kepadamu bahwa Allah Ta'ala mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya".[Disalin dari buku Al-Wala' & Al-Bara' Tentang Siapa Yang Harus Dicintai dan Harus Dimusuhi oleh Seorang Islam, oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, hal 26-33, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Endang Sefuddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=889&bagian=0


Artikel Al-Wala & Al-Bara -Bentuk Loyalitas Kepada Orang Beriman- 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Al-Wala & Al-Bara -Bentuk Loyalitas Kepada Orang Beriman- 1/2.

Hewan Kurban Tidak Buta Sebelah, Sakit, Pincang Dan Kurus Hilang Setengah Tanduk Atau Telinganya

Kumpulan Artikel Islami

Hewan Kurban Tidak Buta Sebelah, Sakit, Pincang Dan Kurus Hilang Setengah Tanduk Atau Telinganya Hewan Kurban Tidak Buta Sebelah, Sakit, Pincang Dan Kurus Hilang Setengah Tanduk Atau Telinganya

Kategori Kurban Dan Aqiqah

Minggu, 9 Januari 2005 14:43:10 WIBTATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN KURBANOlehShidiq Hasan KhanBagian Terakhir dari Tiga Tulisan [3/3][7]. DAN TIDAK MENCUKUPI SELAIN DARI MA'ZUN [SEJENIS KAMBING YANG KURANG DUA TAHUN]Berdasarkan hadits Abu Burdah dalam shahihain dan lainnya bahwa dia berkata :"Artinya : Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai hewan ternak ma'zun jadz'u. Lalu beliau berkata : Sembelihlah, dan tidak boleh untuk selainmu". [34]Adapun yang diriwayatkan dalam Shahihain dan lainnya dari hadits 'Uqbah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membagikan kambing kepada para shahabatnya sebagai hewan kurban, lalu yang tersisa adalah 'Atud [anak ma'az]. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diberitahu, lalu beliau menjawab :"Artinya : Berkurbanlah engkau dengan ini".Al-'Atud adalah anak ma'az yang umurnya sampai setahun.Dikeluarkan pula oleh Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih bahwa 'Uqbah berkata :"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagikan kambing kepada para shahabatnya sebagai hewan kurban, lalu tersisa 'atud. Maka beliau berkata :"Artinya : Berkurbanlah engkau dengannya dan tidak ada rukhsah [keringanan] terhadap seseorang setelah engkau". [35]Sedangkan Al-Imam An-Nawawy menukil kesepakatan bahwa tidak mencukupi Jadz'u dari ma'az. [36]Saya [Shidiq Hasan Khan] katakan :"Mereka sepakat bahwa tidak boleh ada onta, sapi dan ma'az kurang dari dua tahun. Dan kambing Jadz'u boleh menurut mereka dan tidak boleh hewan yang terpotong telinganya. Namun Abu Hanifah berkata : "Apabila yang terpotong itu kurang dari separuh, maka boleh". [37][8]. HEWAN KURBAN TIDAK BUTA SEBELAH, SAKIT, PINCANG DAN KURUS, HILANG SETENGAH TANDUK ATAU TELINGANYA.Berdasarkan hadits Al-Barra [38] dalam riwayat Ahmad dan Ahlu Sunan serta dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, berkata : Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Empat yang tidak diperbolehkan dalam berqurban. [hewan qurban] buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas bengkoknya dan tidak sanggup berjalan, dan yang tidak mempunyai lemak [kurus]". [Dalam riwayat lain dengan lafazh-lafazh Al-Ajfaa'/kurus pengganti Al-Kasiirah].Dan dikeluarkan oleh Ahmad, Ahlu Sunan dan dishahihkan At-Tirmidzi dari hadist Ali, berkata :"Artinya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang, seseorang berkurban dengan hewan yang terpotong setengah dari telinganya". [39]Qatadah berkata :"Al-'Adhab, adalah [yang terpotong] setengah dan lebih dari itu". Dan di keluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim dan Bukhari dalam tarikhnya, berkata."Artinya : Hanyasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari Mushfarah, Al-Musta'shalah, Al-Bakhqaa', Al-Musyaya'ah dan Al-Kasiirah. Al-Mushafarah adalah yang dihilangkan telinganya dari pangkalnya. Al-Musta'shalah adalah yang hilang tanduknya dari pangkalnya, Al-Bukhqa' adalah yang hilang penglihatannya dan Al-Musyaya'ah adalah yang tidak dapat mengikuti kelompok kambing karena kurus dan lemahnya, dan Al-Kasiirah adalah yang tidak berlemak". [40]Penafsiran ini adalah asal riwayat, dan dalam bab ini terdapat beberapa hadits. Adapun hewan kurban yang kehilangan pantat, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dari hadits Abu Sa'id, berkata :"Artinya : Saya membeli seekor domba untuk berkurban, lalu srigala menganiyayanya dan mengambil pantatnya. Lalu aku tanyakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda : Berkurbanlah dengannya." [41] [Di dalam sanadnya terdapat Jabir Al-Ju'fy dan dia sangat lemah]. [42][9]. BERSEDEKAH DARI UDHIYAH, MEMAKAN DAN MENYIMPAN DAGINGNYA.Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha."Artinya : Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Makanlah, simpanlah dan bersedekahlah". [Diriwayatkan dalam shahihain [43] dan dalam bab ini terdapat beberapa hadits].[10]. MENYEMBELIH DI MUSHALLA [TANAH LAPANG YANG DIGUNAKAN UNTUK SHALAT IED] LEBIH UTAMAUntuk menampakkan syi'ar agama, berdasarkan hadist Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Bahwa beliau menyembelih dan berkurban di Mushala". [44] [Diriwayatkan oleh Bukhari][11]. BAGI YANG MEMILIKI KURBAN, JANGAN MEMOTONG RAMBUT DAN KUKUNYA SETELAH MASUKNYA 10 DZULHIJJAH HINGGA DIA BERKURBANBerdasarkan hadits Ummu Salamah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Apabila engkau melihat bulan Dzul Hijjah dan salah seorang kalian hendak berkurban, maka hendaklah dia menahan diri dari rambut dan kukunya".Dan didalam lafazh Muslim dan lainnya."Artinya : Barangsiapa yang punya sembelihan untuk disembelih, maka apabila memasuki bulan Dzul Hijjah, jangan sekali-kali mengambil [memotong] dari rambut dan kukunya hingga dia berkurban". [46]Dan para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini. Sa'id bin Al-Musayyib, Rabi'ah, Ahmad, Ishaq, Dawud dan sebagian pendukung Syafi'i berpendapat, bahwa diharamkan mengambil [memangkas/memotong] rambut dan kukunya sampai dia [menyembelih] berkurban pada waktu udhiyah. Imam Syafi'i dan murid-muridnya berkata : "Makruh tanzih". Al-Mahdi menukil dalam kitab Al-Bahr dari Syafi'i dan selainnya, bahwa meninggalkan mencukur dan memendekkan rambut bagi orang yang hendak berkurban adalah disukai. Berkata Abu Hanifah : Tidak Makruh. [47]Wallahu a'lam[Disalin dari Kitab Ar-Raudhatun Nadhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah, karangan Abu-At-Thayyib Shidiq Hasan bin Ali Al-Hushaini Al-Qanuji Al-Bukhari oleh Abu Abdirrahman Asykari bin Jamaluddin Al-Bugisy, dan dimuat di Majalah As-Sunnah edisi 22/II/1417H-1997M]_________Foote Note[34]. Diriwayatkan oleh Bukhari X/8/No. 5556, Muslim XIII/35/1961, Syarh Nawawi[35]. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunnan Al-Kubra IX/270 No. 19062 dan sanadnya shahih. Atud adalah anak dari ma'z. Berkata Ibnu Baththa: Al-'Atul adalah Al-Jadz'u dari ma'z berumur lima bulan [Fath al-Bari X/14][36]. Lihat Syarh Muslim An-Nawawi, juz XIII hal. 99[37]. Lihat Al-Ifsah 'an ma'anish shihah, oleh Abul Mudzhfir, I/308 cet. Muassasah As-Sa'idiyan di Riyadh[38]. Diriwayatkan oleh seluruh kitab sunan dan lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil IV/1149[39]. Sayikh Al-Alabni mengatakan bahwa hadits ini mungkar, lihat Irwa'ul Ghalil IV/1149[40]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bab;maa yukrahi min adh-dhahaya V/No. 2800 dan ini lafazhnya, dan riwayat ini didhaifkan oleh Al-Albani dalam dha'if Abu Dawud No. 599 hal. 274[41]. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bab manisy syifaraa udhiyah shahihah faashabaha 'indahu syaiun, No. 3146 hadits ini di dhaifkan oleh Al-Albani No. 679 dalam dhaif Ibnu Majah[42]. Namanya Jabir bin Yazid bin Al-Harits Al-Ju'fy, Abu Abdillah Al-Kuufi, dha'if rafidhi [Taqrib At-Tahdzib, No. 886][43]. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bab : An-Nahyu 'an luhum al-adhahy ba'da tsalats , juz XII No. 197 dari 'Aisyah sedangkan dalam riwayat Bukhari, saya tidak menemukan hadits dari 'Aisyah, yang ada adalah dari Salamah bin Al-Akwa X/No. 5569, dengan yang bebeda, wallahu 'alam.[44]. Bukhari, bab : Al-Adhaa wan nahr bil mushala . X/No. 5552. Al-Fath[45]. HR Muslim, bab . Nahyu Murid At-Tadhiyah an ya'khudza min sya'rihi wa adzfaarihi stai'an XIII/No. 1977 dari Ummu Salamah.[46]. Riwayat Muslim, hadits berikutnya setelah hadits No. catatan kaki No. 45 pada shahih muslim[47]. Nailul Authar, Al-Imam ASy-Syaukani, jilid V. hal. 128 cet. Syarikah maktabah wa matba'ah, Mustafa Al-Baby Al-Halaby, tanpa tahun.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1289&bagian=0


Artikel Hewan Kurban Tidak Buta Sebelah, Sakit, Pincang Dan Kurus Hilang Setengah Tanduk Atau Telinganya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hewan Kurban Tidak Buta Sebelah, Sakit, Pincang Dan Kurus Hilang Setengah Tanduk Atau Telinganya.

Belenggu-Belenggu Hizbiyah 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Belenggu-Belenggu Hizbiyah 1/2 Belenggu-Belenggu Hizbiyah 1/2

Kategori Bahaya Hizbiyyah

Senin, 7 Juni 2004 09:38:50 WIBBELENGGU-BELENGGU HIZBIYAHOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-AtsariBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Seorang Imam tsiqah, Ayub As-Sakhtiyaniy pernah berkata : "Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain" [1]Justru karena inilah, maka kaum hizbiyun [aktifis fanatik terhadap golongan] melarang pengikut-pengikutnya untuk menimba ilmu dari orang-orang selain golongan atau simpatisannya.Kalaupun sikap mereka menjadi lunak, namun mereka akan memberikan kelonggaran dengan banyak syarat serta ikatan-ikatan yang njelimet, supaya akal-akal pikiran para pengikutnya tetap tertutup bila mendengar hal-hal yang bertentangan dengan jalan mereka atau mendengar bantahan terhadap bid'ah mereka.Dengan cara ini, sesungguhnya mereka telah mengambil uswah kaum tarekat sufi dan mengambil qudwah pada khurafatnya hubungan antara seorang "syaikh [sufi] dengan pengikutnya". Manakala persyaratan seorang syaikh atas pengikutnya yang pernah di contohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wajibnya taat melaksanakan "Baiat Islamiyyah yang menjadi keharusan " [2]Imam As-Suyuthi rahimahullah [3] pernah di tanya tentang seorang sufi yang telah berba'iat kepada seorang syaikh, tetapi kemudian ia memilih syaikh lain untuk diba'iatnya : "Adakah kewajiban yang mengikat itu, bai'at yang pertama atau yang kedua...Maka beliau -rahimahullah- menjawab : "Tidak ada yang mengikatnya, baik bai'at yang pertama [4] maupun bai'at yang kedua dan yang demikian itu tidak ada asal-usulnya. [5]Semua ikatan-ikatan dan persyaratan-persyaratan itu adalah bathil, tidak ada asal-usulnya sama sekali dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah. "Setiap persyaratan yang tidak ada terdapat dalam kitabullah, maka persyaratan itu bathil, sekalipun berjumlah seratus persyaratan" [6]Belengu-belengu Hizbiyah yang memprihatinkan di antaranya ialah :"Sikap memperkecil arti pentingnya ilmu Syar'i"Ilmu adalah sesuatu, sedangkan kalam adalah sesuatu yang lain. As-Salafushalih adalah ahli ilmu yang bermanfa'at, sedangkan "Al-Khalaf" adalah ahli kalam yang kalamnya berhamburan.Ilmu salaf sedikit bilangannya, tapi berkah dan pekat, sedangkan ilmu kaum "khalaf", banyak jumlah kata-katanya tetapi sedikit faedahnya.Umat Islam adalah umat ilmu dan amal, maka ilmunya adalah dalil, petunjuk dan akar. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala." Artinya : Dan katakanlah : "Wahai Rabbku, tambahkanlah padaku ilmu" [Thaha : 114]"Artinya : Dan tidaklah memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu" [Al-Ankabut : 43]"Artinya : Katakanlah : "Apakah sama orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu". [Az-Zummar : 9]"Artinya : Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat". [Al-Mujadalah : 11].Anda tidak bisa mengingkari adanya orang yang meremehkan persoalan mencari ilmu, dengan alasan : yang penting memahami realitas, da'wah ilallah [da'wah kepada Allah] dan bergerak menerjuni medan ..... tapi ingat, dengan apakah ia memahi realitas.... untuk maksud apakah ia berda'wah ... dan dengan apakah ia bergerak...Suatu teori memang mempunyai kedudukan tersendiri... tetapi teori itu bukanlah ilmu. Pidato berapi-api terkadang memang membangkitkan... tetapi itu tidak membentuk bangunan. Dan daya khayal yang cepat memang mengagumkan... tetapi ia akan cepat pula hilang. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Atinya : Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfa'at kepada manusia, maka ia tetap di bumi". [Ar-Ra'du :17] [7]Belengu-belengu [Hizbiyah] ini sebagaimana telah dijelaskan di muka, mempunyai tokoh-tokoh pendahulunya, dan alangkah buruknya tokoh pendahulu itu, yaitu kaum sufi.Ibnul Jauzi dalam "Talbisu Iblis" [8] telah meriwayatkan tentang perkataan Abu Abdillah bin Khafif sebagai berikut :"Bersibuk dirilah kamu mempelajari ilmu dan jangan terperdaya oleh omongan orang-orang sufi. Sesungguhnya aku dulu pernah menyembunyikan tintaku di saku bajuku, dan pernah menyembunyikan kertas dilipatan celanaku. Dulu aku pernah secara sembunyi-sembunyi pergi menuju ahlul ilmi, tetapi jika mereka [kaum sufi -pen] memergokiku, mereka akan menentangku[9], seraya berkata : "Kamu tidak akan beruntung".Kemudian berkembanglah belengu semacam ini, hingga di zaman sekarang bentuk yang ditonjolkan dan dibuahkan oleh kelompok-kelompok hizbiyah menjadi beraneka ragam.Diantara beberapa perkara yang paling berbahaya yang ditonjolkan oleh para penyeru hizbiyah ialah adanya istilah baru [seperti] : Ulama Harakah, Ulama Al-Waqi' [Ulama yang paham realitas] Mufakkir [pemikir], manusia haraki dan ... hingga mereka menghempaskan dan mengisolir umat ini dari para ulamanya yang hakiki yaitu Ulama Syari'ah.Peristilahan ini mirip sekali dengan peristilahan kaum sufi, yaitu ada 'Alim terhadap Syari'at dan ada 'Alim terhadap Hakikat.Kemiripan itu dilihat dari beberapa segi, diantaranya :[a] Pengisolasian manusia dari para ulama syari'ah [ulama hakiki -pen].[b] Klaim bahwa ada ilmu yang tidak bisa dicapai serta dipahami oleh para ulama syari'at.Padahal, peristilahan baru tersebut hanyalah hasil rekaan para kaum haraki, perasaan- perasaan dan segala apa yang tercetus dari benak-benak mereka berupa teori-teori, gambaran-gambaran serta pandangan-pandangan tentang masa depan, yang menyebabkan akal pikiran para pengikutnya menjadi bingung, tanpa pernah bisa sampai memahaminya, hingga bagi mereka tidak ada jalan lain kecuali menerima.Mereka [orang-orang hizbiyah] mengatakan : ada orang 'alim terhadap Harakah, dan ada orang 'alim terhadap Syari'ah.Maka para ulama harakah bangkit menerjuni medan amal Islami, tetapi dengan menjauhkan para Ulama Syari'ah, seperti Al-'Alamah Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dan seluruh ulama syariah yang adil lainnya, dengan dalih bahwa para ulama tersebut tidak mengerti Realitas, dan alasan-alasan lain berupa syubhat yang mereka tanamkan kepada benak para pemuda.Itulah kejahatan besar, memisahkan da'wah dari para ulamanya yang hakiki, ulama pembawa Al-Kitab was Sunnah. Mereka lenyapkan keagungan ilmu dan keagungan ulama pembawa syari'at. Mereka letakkan lingkaran-lingkaran syetan di atas harakah, di atas aktifis harakah dan di atas barang-barang dagangan [ilmu-ilmu bawaan] mereka yang terbentuk dari susunan angan-angan, perasaan dan teori-teori mereka.Oleh karena itu jika Anda katakan kepada mereka [bahwa] Al-'Alamah Bin Baz berkata : ........., maka mereka akan menjawab : "Dia tidak tahu Realitas". Juga jika Anda katakan [bahwa] As-Syaikh Al Muhaddist Nashiruddin Al-Albani berkata : ......., mereka pun akan menjawab : "Dia tidak tahu Politik".Sampai akhirnya terjadi bahwa apa yang disebut ulama harakah dan aktifis harakah itulah yang dinamakan tokoh-tokoh da'wah dan penanggung jawab pelaksananya. Sedangakan para ulama syari'ah hanya berfungsi sebagai pengikut yang tidak perlu didengar [kata-katanya].Anda hampir-hampir tidak akan menemukan satu kelompok hizbi pun melainkan ia pasti telah menetapkan satu manhaj haraki tersendiri baginya. Dan hampir tidak ada satu masalahpun baik itu masalah i'tiqadiyah maupun masalah amaliyah, akan diputuskan sebelum masalah tersebut dinyatakan sejalan dengan "Realitas Haraki" yang dipaparkannya sesuai dengan alur pemikiran tentang masa depan. Akhirnya muncullah masalah-masalah tersebut ke permukaan dengan terpolesi hiasan angan-angan, sangkaan-sangkaan [zhan], dan gambaran-gambaran mereka belaka.Selanjutnya seorang anggota hizbiyah yang telah mengental akan segera menyambutnya, kemudian melontarkannya dengan kekuatan dan tekanan ke dalam benak serta otak para pengikutnya.[10]Celakalah orang yang sampai berani menuntut dalil atau memberikan kritik dengan ayat dan hadits, dalam upaya memulai hidup baru berdasarkan pemahaman salaf....., tak pelak ia dihadapan teman-temannya akan menjadi seperti seekor unta yang terserang borok.[Disalin dari kitab Ad-Da'wah Ilallah Baina At-Tajammu' Al-Hizbi Wa Ta'awun As-Syar'i, Sub Judul Quyud Hizbiyah oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, dan diketik ulang dari Majalah As-Sunnah Edisi 07/1/1414-1993 diterjemahkan oleh Ahmaz Faiz]_________Foote Note[1] Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunannya [1/153[2] Al-Muntaqa An-Nafis min Tablis Iblis, hal 250. Di sana ada ta'liq sebagai berikut : "Persis seperti itulah, dengan segala bentuk dan bentukannya apa yang diperbuat oleh kaum Hizbiyun [aktifis golongan yang fanatik] pada abad sekarang ini berupa pengambilan ikrar, ikatan janji [bai'at-pen] dan lain-lain yang itu jelas-jelas merupakan hal batil[3] Di dalam kitab Al-Hawiy Lil Fatwa [1/253[4] Di dalam kitab Al-Minhah Al-Muhammadiyah Fi Bayan Al-Aqaid As-Salafiyyah Lis Syuqairi, terdapat penjelasan panjang lebar tentang penetapan-penetapan bid'ah dan bathilnya bai'at-bai'at semacam ini[5] Jadi pernyataan sebagian tentang apa yang menjadikan mereka terhimpun dalam sebuah tandzim hizbi bahwa sesungguhnya itu adalah : "Ikrar atau bai'at khusus dan lain-lain adalah hal-hal yang tidak ada asal-usulnya dan tidak ada benarnya sama sekali[6] Seperti telah shahih dari Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan lain-lain, sedang lafadz diatas adalah lafadz Ibnu Majah [2521] dari "Aisyah radhiyallu 'anha.[7] Al-Harakah Al-Islamiyah Al-Mu'ashirah hal : 16, Lis Syaikh 'A-idl Al-Qorny][8] Dalam Al-Muntaqa An-Nafis Min Tablis Iblis, ada komentar sebagai berikut : Betapa persisnya hari ini dan hari kemarin, ternyata banyak dikalangan aktifis hizbiyah dewasa ini yang melakukan tindakan yang lebih fatal dari tindakan ini [kaum sufi] -naudzubillah-. sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah melakukan suatu kebaikan[10] Jadi mereka taqlid terahadap syaikh-syaikh mereka tanpa ber-itiba' kepada dalil atau yang semisalnya, maka mereka melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh syaikhnya...... Hal ini dikatakan oleh Ibnul Jauzi dalam Tablis Iblis hal : 495

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=786&bagian=0


Artikel Belenggu-Belenggu Hizbiyah 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Belenggu-Belenggu Hizbiyah 1/2.

Lupa Mengeluarkan Zakat Fithri Sebelum Ied, Membagikan Zakat Fithri Kepada Kaum Fakir Negerinya

Kumpulan Artikel Islami

Lupa Mengeluarkan Zakat Fithri Sebelum Ied, Membagikan Zakat Fithri Kepada Kaum Fakir Negerinya Lupa Mengeluarkan Zakat Fithri Sebelum Ied, Membagikan Zakat Fithri Kepada Kaum Fakir Negerinya

Kategori Zakat

Jumat, 5 Nopember 2004 09:32:43 WIBLUPA MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI SEBELUM IEDOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya telah menyiapkan zakat fithri sebelum hari raya untuk saya berikan kepada seorang fakir yang saya kenal, tetapi saya lupa mengeluarkannya. Saya tidak ingat kecuali pada saat shalat Ied, dan saya mengeluarkannya sesudah shalat. Apakah hukumnya JawabanTidak diragukan bahwa sunnahnya ialah mengeluarkan zakat fithri sebelum shalat Ied, sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi tidak berdosa atasmu mengenai apa yang telah Anda perbuat, sebab mengeluarkannya sesudah shalat itu berpahala, Alhamdulillah. Meskipun terdapat dalam hadits bahwa itu termasuk sedekah, tetapi itu tidak menjadi penghalang untuk mendapatkan pahala. Kami berharap semoga hal itu diterima [di sisi Allah] dan menjadi zakat secara sempurna karena Anda tidak menunda dengan sengaja dan Anda terlambat hanya karena lupa. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam kitabNya yang agung."Artinya : Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah" [Al-Baqarah : 286]Telah diriwayatkan degnan shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda."Artinya : Allah Azza wa Jalla telah berfirman : Sungguh engkau telah melakukannya"Dan Dia megabulkan doa hamba-hambaNya yang beriman untuk tidak menghukum akibat kealpaan.HUKUM MENUNDA ZAKAT MAL DAN FITHRIOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah boleh seseorang menyimpan zakat mal atau zakat fithri untuk diberikan kepada seorang fakir yang belum pernah ditemunya JawabanJika waktu tersebut pendek tidak lama, maka tidak mengapa menyimpan zakat tersebut hingga dapat diberikan kepada sebagian orang fakir dari kaum kerabatnya atau orang yang sangat fakir dan membutuhkan. Tetapi jangka waktu tersebut tidak lama, hanya beberapa hari saja. Ini dalam hubungannya dengan zakat mal. Adapun zakat fithri tidak boleh ditunda, tetapi wajib diberikan sebelum shalat Ied, sebagaimana perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zakat fithri dikeluarkansehari, dua hari, atau tiga hari sebelum hari raya tidak mengapa, dan tidak boleh ditunda sesudah shalat Ied.DISUNNAHKAN MEMBAGI ZAKAT FITHRI KEPADA KAUM FAKIR NEGERINYAOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Berhubung dengan zakat fithri ; apakah zakat tersebut dibagikan kaum fakir negeri kami ataukah kepada selain mereka Jika kami bermusafir tiga hari sebelu Ied, maka apa yang kami lakukan mengenai zakat fitrah tersebut Jawaban.Yang disunnahkan adalah membagi-bagikan zakat fithri kepada kaum fakir negerinya pada pagi hari raya sebelum shalat, dan boleh membagi-bagikan sehari atau dua hari sebelumnya, mulai hari ke 28. Apabila orang yang berkewajiban zakat fithri tersebut melakukan perjalanan dua hari atau lebih sebelum hari raya, maka ia mengeluarkan zakat di negeri Islam yang dituju. Jika bukan negeri Islam, maka carilah sebagian muslim yang fakir dan serahkan kepada mereka. Jika perjalanannya sesudah kebolehan mengeluarkan zakat fthri [zakatnya diberikan kepada penduduk negerinya], maka tujuannya, antara lain ; berbuat kebajikan kepada mereka dan menghalang-halngi mereka dari perbuatan mengemis kepada orang lain pada hari-hari Idul Fithri.[Disalin dari buku Fatawa Al-Zakah, edisi Indonesia Fatwa Seputar Zakat, Penyusun Muhammad Al-Musnid, terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1169&bagian=0


Artikel Lupa Mengeluarkan Zakat Fithri Sebelum Ied, Membagikan Zakat Fithri Kepada Kaum Fakir Negerinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Lupa Mengeluarkan Zakat Fithri Sebelum Ied, Membagikan Zakat Fithri Kepada Kaum Fakir Negerinya.

Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yangNiatnya Hanya Mencari Uang Semata

Kumpulan Artikel Islami

Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yangNiatnya Hanya Mencari Uang Semata

>> Pertanyaan :

Bagaimana hukum orang yang mencari uang dengan cara mengambil upahmenghajikan orang lain, sedangkan niatnya hanya untuk mengumpulkanuang?

>> Jawaban :

Para ulama berkata: Seseorang yang melakukan haji hanya sekedar untukmencari uang dan keuntungan dunia hukumnya adalah haram, dan ia tidakboleh berniat untuk mencari keuntungan dunia dengan amalan akhirat.Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di duniadengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulahorang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka danlenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dansia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. [Hud:15-16].

Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, mengatakan, Barangsiapa yang hajisupaya mendapat [keuntungan dunia], maka di akhirat ia tidak mendapatbagian apa-apa. Tetapi kalau menerima uang agar dapat melaksanakanhaji, atau agar ia dapat kemudahan di dalam berhaji, maka yangdemikian itu tidaklah mengapa dan tidak berdosa baginya. Maka setiaporang hendaknya selalu bersikap waspada, tidak mengambil upah denganmaksud duniawi, karena ibadah haji yang dilakukan dengan tujuanseperti itu dikhawatirkan tidak akan diterima di sisi Allah dan tidakmelepaskan kewajiban orang yang diwakilinya, dan apabila demikian, iaharus mengembalikan biaya haji kepada orang yang mewakilkannya. Yangdemikian itu apabila kita pastikan bahwa haji yang dilakukan tidak sahdan tidak terlaksana atas nama orang yang minta diwakili. Akan tetapihendaknya seseorang mengambil upah dan biaya haji itu dimaksudkan agardapat menghajikan orang yang ia wakili, dapat melakukan haji denganbaik dan niatnya pun hendaklah untuk menunaikan maksud orang yangdiwakilinya [digantikannya] serta niat bertaqarrub kepada Allah denganamalan-amalan yang dilakukan selama berhaji di masyar [tempat-tempatibadah] dan di Baitullah.

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yangNiatnya Hanya Mencari Uang Semata diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mencari Uang Dengan Cara Menghajikan Orang Lain yangNiatnya Hanya Mencari Uang Semata.

Hukum Sholat Ied

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Sholat Ied Hukum Sholat Ied

Kategori Hari Raya = Ied

Minggu, 18 Januari 2004 19:04:44 WIBHUKUM SHALAT IEDOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-AtsariBerkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :"Kami menguatkan pendapat bahwa shalat Ied hukumnya wajib bagi setiap individu [fardlu 'ain], sebagaimana ucapan Abu Hanifah[1] dan selainnya. Hal ini juga merupakan salah satu dari pendapatnya Imam Syafi'i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.Adapun pendapat orang yang menyatakan bahwa shalat Ied tidak wajib, ini sangat jauh dari kebenaran. Karena shalat Ied termasuk syi'ar Islam yang sangat agung. Manusia berkumpul pada saat itu lebih banyak dari pada berkumpulnya mereka untuk shalat Jum'at, serta disyari'atkan pula takbir di dalamnya.Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat Ied hukumnya fardhu kifayah adalah pendapat yang tidak jelas. [Majmu Fatawa 23/161]Berkata Al-Allamah Asy Syaukani dalam "Sailul Jarar" [1/315].[2]"Ketahuilah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkan satu kalipun. Dan beliau memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya, hingga menyuruh wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan wanita haid.Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh saudaranya.[3]Semua ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib dengan kewajiban yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah untuk keluar [pada saat Id] mengharuskan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".Kemudian beliau Rahimahullah berkata :"Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Ied adalah : Shalat Ied dapat menggugurkan kewajiban shalat Jum'at apabila bertetapan waktunya [yakni hari Ied jatuh pada hari Jum'at -pen][4]. Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan sungguh telah jelas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus melaksanakannya secara berjama'ah sejak disyari'atkannya sampai beliau meninggal. Dan beliau menggandengkan kelaziman ini dengan perintah beliau kepada manusia agar mereka keluar ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat Ied"[5]Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" [hal 344] setelah menyebutkan hadits Ummu Athiyah :"Maka perintah yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajibkan keluar [ke tanah lapang] berarti diwajibkan shalat lebih utama sebagaimana hal ini jelas, tidak tersembunyi. Maka yang benar hukumnya wajib tidak sekedar sunnah ......"[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii As Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]_________Foote Note[1]. Lihat "Hasyiyah Ibnu Abidin 2/166 dan sesudahnya[2]. Shiddiq Hasan Khan dalam "Al-Mau'idhah Al-Hasanah" 42-43[3]. Telah tsabit semua ini dalam hadits Ummu Athiyah yang dikeluarkan oleh Bukhari [324], [352], [971], [974], [980], [981] dan [1652]. Muslim [890], Tirmidzi [539], An-Nasaa'i [3/180] Ibnu Majah [1307] dan Ahmad [5/84 dan 85].[4]. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -tatkala bertemu hari Id dengan hai Jum'at- Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : [1 hadits] "Artinya : Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Barangsiapa yang ingin [melaksanakan shalat Id] maka dia telah tercukupi dari shalat Jum'at ...." [Diriwayatkan Abu Daud [1073] dan Ibnu Majah [1311] dan sanadnya hasan. Lihat "Al-Mughni" [2/358] dan "Majmu Al-Fatawa" [24/212].[5]. Telah lewat penyebutan dalilnya. Lihat "Nailul Authar" [3/382-383] dan "Ar-Raudlah An-Nadiyah" [1/142].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=53&bagian=0


Artikel Hukum Sholat Ied diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Sholat Ied.

Hukum Mengucapkan Demi Allah Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Mengucapkan Demi Allah Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah Hukum Mengucapkan Demi Allah Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah

Kategori Sumpah Dan Nadzar

Senin, 11 April 2005 12:48:57 WIBHUKUM MENGUCAPKAN â€Å"DEMI ALLAH” SECARA KONTINYU DAN KAFARAT SUMPAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdil Aziz bin Baz ditanya : Dalam banyak kesempatan, saya seringkali ketika berbicara mengucapkan â€Å"Demi Allah”, apakah hal ini dianggap sebagai sumpah Dan bagaimana saya bisa menebusnya [membayar kafarat] bila melanggarnya JawabanBila seorang muslim atau muslimah yang sudah mukallaf mengulang-ngulang ucapan â€Å"Demi Allah” ketika melakukan sesuatu tanpa disengaja dan dimaksudkan, seperti mengucapkan â€Å"Demi Allah, aku tidak akan mengunjungi si fulan” atau â€Å"Demi Allah, aku akan mengunjungi si fulan” sebanyak dua kali atau lebih, atau â€Å"Demi Allah, sungguh aku akan mengunjungi si fulan” dan ucapan seperti itu. Bilamana dia melanggarnya karena tidak melaksanakan perbuatan yang akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya tersebut atau melakukan perbuatan yang tidak akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya, maka dia wajib membayar kafarat [tebusan] sumpah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian atau membebaskan budak.Di dalam memberi makan, kadar yang wajibnya adalah setengah Sha’ makanan pokok negeri, berupa kurma, nasi atau lainnya. Yaitu, lebih kurang seukuran 1,5 kg. Sedangkan pakaian adalah sesuatu yang dapat dijadikan untuk shalat seperti kemeja [gamis], kain dan pakaian. Bila salah satu dari tiga hal tersebut tidak mampu dilakukan, maka wajib baginya berpuasa selama tiga hari. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud [untuk bersumpah], tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat [melanggar] sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah [dan kamu langgar]. Dan jangalah sumpahmu” [Al-Maidah : 89]Adapun bila sumpah tersebut terucap oleh lidahnya tanpa disengaja atau dimaksudkan, maka ia dianggap tidak berlaku, sehingga dia tidak wajib membayar kafarat atas hal itu. Hal ini berdasarkan ayat yang mulia ini, firmanNya, â€Å"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud [untuk bersumpah]” [Al-Ma’idah : 89]Dia hanya membayar satu jenis kafarat saja untuk sumpah-sumpah yang terulang-ulang bil hal itu dilakukan terhadap satu jenis perbuatan sebagaimana yang singgung tadi. Sedangkan bila perbuatan yang dilakukan beragam, maka wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masing sumpah, seperti bila dia mengucapkan â€Å"Demi Allah, sungguh aku akan mengunjungi si fulan. Demi Allah, aku tidak akan berbicara dengan si fulan. Demi Allah, sungguh aku akan memukul si fulan” dan yang semisalnya. Jadi, bila salah satu dari sumpah-sumpah ini atau sejenisnya dia langgar, maka dia wajib membayar kafarat untuknya dan bila dia melanggar semuanya, mawa wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masingnya. Wallahu Waliyyut Taufiq[Fatawa Al-Mar’ah, hal 72-73 Dari Fatwa Syaikh Bin Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1401&bagian=0


Artikel Hukum Mengucapkan Demi Allah Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Mengucapkan Demi Allah Secara Kontinyu Dan Kafarat Sumpah.

Hukum Ihram Dari Jeddah Bagi Orang Yang Haji Dengan Pesawat Terbang, Mengakhirkan Ihram Di Jeddah

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Ihram Dari Jeddah Bagi Orang Yang Haji Dengan Pesawat Terbang, Mengakhirkan Ihram Di Jeddah Hukum Ihram Dari Jeddah Bagi Orang Yang Haji Dengan Pesawat Terbang, Mengakhirkan Ihram Di Jeddah

Kategori Hajji Dan Umrah

Minggu, 19 Desember 2004 07:49:43 WIBHUKUM IHRAM DARI JEDDAH BAGI ORANG YANG HAJI DENGAN PESAWAT TERBANGOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang haji dari suatu negara dan kapal terbang landing di bandara Jeddah dan dia baru ihram ketika di Jeddah . Dan apa yang kewajiban dia JawabanJika kapal terbang landing di Jeddah dan orang yang haji dari negeri Syam atau Mesir, maka dia ihram di Rabigh. Ia pergi ke Rabigh dengan mobil atau kendaraan lain dan dia ihram dari sana dan tidak dari Jeddah. Dan jika seseorang dari Najd dan dia belum ihram hingga turun di Jeddah maka dia pergi ke Al-Syal yaitu Wadi Qarn atau Qarnul Manazil dan ihram dari sana. Tapi jika seseorang ihram dari Jeddah dan tidak pada tempat miqat yang telah maklum, maka dia wajib membayar dam satu kambing yang cukup untuk berkurban atau sepertujuh unta atau sapid an dipotong di Mekkah serta disedekahkan untuk orang-orang miskin.JEDDAH BUKAN TERMASUK MIQAT BAGI ORANG-ORANG DARI LUAR JEDDAHOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Sebagian ulama memfatwakan kepada orang yang haji lewat udara agar ihram di Jeddah, tapi sebagian yang lain menolak pendapat tersebut. Bagaimanakah pendapat yang benar dalam masalah ini Mohon penjelasan.JawabanYang wajib bagi semua jama'ah haji, baik yang datang lewat udara, laut maupun darat, adalah ihram di miqat yang mereka lewati berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menentukan beberapa tempat miqat."Artinya : Tempat-tempat miqat ini bagi penduduk masing-masing dan bagi orang-orang yang melewatinya dari mereka yang bukan penduduknya, yaitu bagi orang-orang yang ingin haji dan umrah" [Mutafaqun 'ALaih]MENGAKHIRKAN IHRAM SAMPAI DI JEDDAHOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seorang ingin haji atau umrah dan dia telah memakai baju ihram di pesawat, tapi dia tidak mengerti tempat miqat. Apakah dia boleh mengahirkan ihram jika sampai ke Jeddah atau tidak JawabanJika seseorang ingin haji atau umrah lewat udara maka hendaknya dia mandi di rumahnya, memakai kain dan selendang pergi ke Jeddah dan ihram di sana, maka Anda salah karena melewati miqat untuk penduduk Madinah tanpa ihram. Karena itu hendaklah Anda memohon ampunan kepada Allah dan tidak mengulangi lagi yang sepertinya dan Anda wajib membayar dam dengan membeli kambing yang memenuhi syarat dalam berkurban karena Anda melewati miqat tanpa ihram. Kambing itu disembelih untuk dibagikan kepada fakir miskin tanah haram dan Anda tidak boleh makan sedikitpun juga darinya.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1240&bagian=0


Artikel Hukum Ihram Dari Jeddah Bagi Orang Yang Haji Dengan Pesawat Terbang, Mengakhirkan Ihram Di Jeddah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Ihram Dari Jeddah Bagi Orang Yang Haji Dengan Pesawat Terbang, Mengakhirkan Ihram Di Jeddah.

Menyeru Manusia Kepada Islam Harus Dengan Hikmah Dan Nasehat Yang Baik Tidak Dengan Paksaan

Kumpulan Artikel Islami

Menyeru Manusia Kepada Islam Harus Dengan Hikmah Dan Nasehat Yang Baik Tidak Dengan Paksaan Menyeru Manusia Kepada Islam Harus Dengan Hikmah Dan Nasehat Yang Baik Tidak Dengan Paksaan

Kategori Bai'at Sunnah Dan Bid'ah

Senin, 1 Maret 2004 08:31:18 WIBAL-BAI'AH BAINA AS-SUNNAH WAL AL-BID'AH 'INDA AL-JAMA'AH AL-ISLAMIYAH[BAI'AT ANTARA SUNNAH DAN BID'AH]OlehSyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidBagian Terakhir dari Sembilan Tulisan [9/9]PENUTUPSemoga pembahasan ini -walaupun ringkas- dapat dipakai sebagai rujukan bagi para da'i untuk ingat setelah lalai dan terjaga setelah mereka terbuai. Agar mereka tidak mendahulukan amalan dan ucapan apapun kecuali setelah berilmu, mendapatkan kejelasan serta pengetahuan dan ketetapan.Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kepada al-Imam al-Bukhari yang mengatakan : "Tidaklah aku menetapkan sesuatu dengan tanpa ilmu sama sekali semenjak aku berakal" [1]Pembahasan ini pula para aktifis Islam dapat instropeksi untuk berhenti dari tahazzub [berkelompok-kelompok], menolak al-haq dari ahlinya dan saling melibas/menggilas diantara mereka. Agar mereka dapat melihat kembali kepentingan dirinya, yaitu sebagai pembawa dakwah yang paling mulia dan beramal demi tujuan yang utama [ridha Allah, -ed]. Sehingga pribadi-pribadi mereka menjadi kokoh dan komitmen ketika membuat perjanjian dengan Allah agar mereka berada pada puncak ke-Islaman dan masa mereka. Maka amalannya dalam Islam bersih dari pembicaraan sekitar pribadi dan berputar-putar di sekitar dzat seseorang. Dan apa-apa yang di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal.Serta merupakan peringatan bagi orang-orang yang berusaha mengangkat Islam demi kepentingan pribadi, menjual jiwa-jiwa dan Islam mereka pada pasaran politik yang murah serta menjadi boneka-boneka yang digerakkan, dan tidak ada campur tangannya sedikitpun dalam perkara tersebut. Pada akhirnya mereka paham bahwa disyariatkannya sarana [wasilah] tergantung dari disyariatkannya tujuan [ghayah]. Sehingga merekapun hidup untuk akhirat. Maka ketika mereka berusaha memperbaiki perangainya di hadapan manusia, mereka yakin bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengawasi mereka dan akan menghentikan [mematikan] serta menanyai mereka. Dan sesungguhnya agama ini tetap terjaga dengan penjagaan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta akan hilang kejelekan dari padanya, seperti ububan [alat pandai besi] menghilangkan [karat] besi.Merupakan kesempatan pula bagi para dai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, agar mereka meninjau kembali sarana dan metode [dakwah] mereka. Yang demikian, karena menyeru manusia kepada Islam tidak lain harus dengan hikmah dan nasehat yang baik, tidak dengan paksaan. Maka barangsiapa yang memerintahkan kepada yang ma'ruf, harus dengan cara yang ma'ruf pula. Dengarlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" [Ali Imran : 159]Merupakan kesempatan pula bagi pribadi muslim untuk melihat menatap pada posisinya yang ada sekarang, faedah apa yang diberikan kepada Islam pada posisinya. Dan agar tahu bahwa taat dalam menjalani Islam akan memberikan kejelasan. Sesungguhnya tanggung jawab itu ditanggung oleh pribadi masing-masing. Dan agar tidak terjerumus ke dalam pemahaman hizbi yang jahil atau sufi, sehingga dia akan menolong saudaranya, baik yang berbuat zhalim maupun yang dizhalimi.Bahkan wajib baginya untuk komitmen dengan pemahaman yang Islami yaitu : menolong orang yang dizhalimi dengan mengembalikan sesuatu yang diambil dengan zhalim dan menolong orang yang berbuat zhalim dengan merintangi kehendaknya. Maka tolong menolong harus atas dasar kebenaran dan takwa, bukan atas dasar berbuat dosa dan bermusuh-musuhan, sehingga sikap saling mensehati akan mendominasi barisan kaum muslimin yang akan menang dengan mendapatkan pertolongan di dunia dan pahala di akhirat.Dan merupakan kesempatan pula bagi setiap muslim untuk mengetahui bahwa meremehkan dosa-dosa kecil akan menimbulkan dosa-dosa besar, sehingga diapun akan menghentikan perbuatan ghibah [menggunjing], adu domba dan buruk sangka. Inilah penyakit-penyakit yang menimpa jiwa yang sering dianggap remeh. Dan agar dia dapat menerapkan manhaj yang dia berpegang kepadanya dan melatih diri dengan makna Islami agar menjadi bagian dari hidupnya sehari-hari. Dengan demikian terbentuklah pribadi rabbani[2] yang perangainya terwarnai dengan Islam, sehingga dia mempunyai tangan, kaki, mata dan telinga yang tunduk [pada syariat Islam]. Dan bergeraklah semua anggota badannya dengan gerakan-gerakan Islam yang disyariatkan oleh Allah bagi orang yang Dia cintai[3]Dan akhir seruan kami bahwa segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb semesta alam.[Disalin dari kitab Al-Bai'ah baina as-Sunnah wa al-bid'ah 'inda al-Jama'ah al-Islamiyah, edisi Indonesia Bai'at antara Sunnah dan Bid'ah oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, terbitan Yayasan Al-Madinah, penerjemah Arif Mufid MF.]_________Foote Note.[1]. Maa Tamassu ilaihi Haajatul Qori li Shahih al-Bukhari, hal.58. yang telah saya tahqiq[2]. Al-Rabbani ialah orang yang mendidik manusia dengan ilmu yang ringan-ringan sebelum ilmu yang berat-berat, sebagai mana di dalam Shahih al-Bukhari [Fathul Bari I/160]. Ibnu al-'Arabi mengatakan : "Jika seorang alim lalu beramal dan mengajarkannya, maka orang tersebut dikatakan rabbani. Tetapi jika kosong salah satu dari sifat-sifat tersebut, tidak dikatakan rabbani. seperti di dalam al-Faqih wa al-Mutafaqqih, hal. 51 oleh al-Khatib.[3]. Nazharat fi Masiirah ....hal. 171-172 dengan

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=334&bagian=0


Artikel Menyeru Manusia Kepada Islam Harus Dengan Hikmah Dan Nasehat Yang Baik Tidak Dengan Paksaan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menyeru Manusia Kepada Islam Harus Dengan Hikmah Dan Nasehat Yang Baik Tidak Dengan Paksaan.

Kapan Wanita Dinyatakan Tertalak ? Dan Apa Hikmah Dalam Perceraian ?

Kumpulan Artikel Islami

Kapan Wanita Dinyatakan Tertalak ? Dan Apa Hikmah Dalam Perceraian ? Kapan Wanita Dinyatakan Tertalak Dan Apa Hikmah Dalam Perceraian

Kategori Pernikahan

Selasa, 22 Nopember 2005 05:51:06 WIBKAPAN WANITA DINYATAKAN TERTALAK DAN APA HIKMAH DALAM PERCERAIAN OlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : "Kapan wanita dinyatakan telah tertalak Dan apa hikmah yang terkandung dalam perceraian "Jawaban.Wanita dinyatakan tertalak sejak suaminya menjatuhkan talak dalam keadaan berakal serta sadar dalam menentukan pilihan dan tidak ada hal-hal yang mengahalangi jatuhnya talak, seperti gila, mabuk dan semisalnya, dan juga wanita tersebut dalam keadaan suci tidak dicampuri, hamil atau monopause.Jika wanita ditalak suaminya dalam keadaan haid, nifas atau suci tetapi telah dicampuri, menurut pendapat yang shahih talak tersebut dianggap tidak jatuh, kecuali bila hakim menyatakan jatuh, sebab putusan hakim mampu mentetralisir perbedaan pendapat.Begitu pula talak tidak dianggap jatuh, bila istri mengaku dan bisa membuktikan bahwa suami mentalaknya dalam keadaan gila, dipaksa atau mabuk serta dalam keadaan marah yang tidak terkendali, meskipun si suami berdosa jika melontarkan talak dalam keadaan mabuk. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Hukum tidak dibebankan kepada tiga orang yaitu ; anak kecil sehingga telah baligh, orang tidur sehingga ia bangun dan orang gila sehingga ia sadar kembali".Dan juga berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman [dia mendapat kemurkaan Allah], kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman" [An-Nahl : 106]Bila seseorang tidak bisa dianggap kafir karena dipaksa kafir sementara hatinya tetap beriman, begitu pula orang yang dipaksa untuk menjatuhkan talak, padahal tidak ada niat untuk mentalak maka talaknya tidak bisa dianggap jatuh jika memang benar yang menjadi faktor utama dalam menjatuhkan talak adalah pemaksaan. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya :Tidak dianggap mentalak dan memerdekakan jika pelakunya dalam keadaan terpaksa" [Hadits Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim].Dan arti 'ighlaq' menurut sebagian ulama, diantaranya Imam Ahmad, adalah dipaksa atau marah yang sangat tidak terkendali.Khalifah Utsman Radhiyallahu 'anhu dan sejumlah ulama telah mengeluarkan fatwa bahwa orang yang sedang mabuk, talaknya tidak dianggap jatuh walaupun pelakunya berdosa.Adapun hikmah disyariatkan talak sangat jelas sekali, karena boleh jadi dalam kehidupan rumah tangga tidak ada kecocokan antara suami-istri sehingga muncul sikap saling membenci yang disebabkan oleh tingkat keilmuan yang rendah, pemahaman terhadap nilai agama yang minim atau tidak memiliki akhlak mulia atau semisalnya. Sehingga talak merupakan jalan keluar yang paling tepat sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunian-Nya" [An-Nisa : 130][Kitab Fatawa Dakwah wa Fatawa Syaikh bin Baz, 2/235][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Maratil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 190-191. Penerbit Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1673&bagian=0


Artikel Kapan Wanita Dinyatakan Tertalak ? Dan Apa Hikmah Dalam Perceraian ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kapan Wanita Dinyatakan Tertalak ? Dan Apa Hikmah Dalam Perceraian ?.

Beriman Kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir Dan Taqdir Baik Dan Buruk

Kumpulan Artikel Islami

Beriman Kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir Dan Taqdir Baik Dan Buruk Beriman Kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir Dan Taqdir Baik Dan Buruk

Kategori Ushul Aqidah Ahlissunnah

Selasa, 10 Agustus 2004 08:08:36 WIBBERIMAN KEPADA ALLAH, PARA MALAIKATNYA, KITAB-KITABNYA, RASUL-RASUL-NYA, HARI AKHIR DAN TAQDIR BAIK DAN BURUKOlehSyaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-FauzanSesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.Prinsip-Prinsip Tersebut Teringkas Dalam Butir-Butir Berikut.Prinsip Pertama.BERIMAN KEPADA ALLAH, PARA MALAIKATNYA, KITAB-KITABNYA, RASUL-RASUL-NYA, HARI AKHIR DAN TAQDIR BAIK DAN BURUK[1]. Iman Kepada AllahBeriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti'qad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal itu disyari'atkan oleh-Nya seperti berdo'a, takut, rojaa' [harap], cinta, dzabh [penyembelihan], nadzr [janji], isti'aanah [minta pertolongan], al-istighotsah [minta bantuan], al-isti'adzah [meminta perlindungan], shalat, shaum, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari'atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasuln-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala 'aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil [perumpamaan], tanpa tasybiih [penyerupaan], tahrif [penyelewengan], ta'thil [penafian], dan tanpa takwil ; seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Asy-Syuro : 11]Dan firman Allah pula."Artinya : Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo'alah kamu dengannya". [Al-A'raf : 180].[2]. Beriman Kepada Para Malaikat-NyaYakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah mencitakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah."Artinya : ....Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dumuliakan, mereka tidak mendahulu-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya". [Al-Anbiyaa : 26-27]."Artinya : Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki". [Faathir : 1][3]. Iman Kepada Kitab-kitab-NyaYakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah [petunjuk] dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur'an yang merupakan mu'jizat yang agung. Allah berfirman."Artinya : Katakanlah [Hai Muhammad] : 'sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu". [Al-isra : 88]Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam [firman] Allah ; dan dia bukanlah mahluq baik huruf maupun artinya. Berbeda dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah mahluk baik huruf maupun maknanya. Berbeda pula dengan pendapat Asyaa'irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam [firman] Allah hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah mahluk. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil berdasarkan firman Allah."Artinya : Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar Kalam Allah [Al-Qur'an]". [At-Taubah : 6]"Artinya : Mereka itu ingin merubah Kalam Allah". [Al-Fath : 15][4]. Iman Kepada Para RasulYakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi sesudahnya ; maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhanya [Allah] sebagaimana yang difirmankan Allah."Artinya : Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair itu anak Allah ; dan orang-orang Nasharani berkata :'Isa Al-Masih itu anak Allah...". [At-Taubah : 30]Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah meerendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut. Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi Isa dan Muhammad 'alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan orang-orang Nashara telah kafir kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang mengimani sebagian- mengingkari sebagian [dari para rasul Allah], maka dia telah mengingkari dengan seluruh rasul, Allah telah berfirman."Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafur kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara [keimana kepada] Allah dan Rasul-Nya, dengan mengatakan : Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian [yang lain], serta bermaksud [dengan perkataan itu] mengambil jalan diantara yang demikian [iman dan kafir] merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakan". [An-Nisaa : 150-151].Dan Allah juga berfirman."Artinya : Kami tidak mebeda-bedakan satu diantara Rasul-rasul-Nya ....".[Al-Baqarah : 285][5]. Iman Kepada Hari AkhiratYakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni'mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan [sirat], serta syurga dan neraka. Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat [jahat] serta bertaubat dari padanya.Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah."Artinya : Dan mereka [Yahudi dan Nashara] berkata : 'Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang [yang beragama] Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ......". [Al-Baqarah : 111]."Artinya : Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja". [Al-Baqarah : 80].[6]. Iman Kepada Taqdir.Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya."Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya". [At-Takwir : 29]Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, penerjemah Abu Aasia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=972&bagian=0


Artikel Beriman Kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir Dan Taqdir Baik Dan Buruk diambil dari http://www.asofwah.or.id
Beriman Kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir Dan Taqdir Baik Dan Buruk.

Haid Wanita Hamil

Kumpulan Artikel Islami

Haid Wanita Hamil Haid Wanita Hamil

Kategori Wanita - Darah Wanita

Senin, 13 Desember 2004 07:28:00 WIBHAID WANITA HAMILOlehSyaikh Muhammad bin Sholeh Al UtsaiminPada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil akan berhenti haid [menstruasi]. Kata Imam Ahmad, rahimahullah, "Kaum wanita dapat mengetahui adanya kehamilan dengan berhentinya haid".Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum kelahiran [dua atau tiga hari] dengan disertai rasa sakit, maka darah tersebut adalah darah nifas. Tetapi jika terjadi jauh hari sebelum kelahiran atau mendekati kelahiran tanpa disertai rasa sakit, maka darah itu bukan barah nifas. Jika bukan, apakah itu termasuk darah haid yang berlaku pula baginya hukum-hukum haid atau disebut darah kotor yang hukumnya tidak seperti hukum-hukum haid Ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah haid apabila terjadi pada wanita menurut kebiasaan waktu haidnya. Sebab, pada prinsipnya, darah yang terjadi pada wanita adalah darah haid selama tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid. Dan tidak ada keterangan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menolak kemungkinan terjadinya haid pada wanita hamil.Inilah madzhab Imam Malik dan Asy-Syafi'i, juga menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Disebutkan dalam kitab Al-Ikhtiyarat [hal.30] :"Dan dinyatakan oleh Al-Baihaqi menurut salah satu riwayat sebagai pendapat dari Imam Ahmad, bahkan dinyatakan bahwa Imam Ahmad telah kembali kepada pendapat ini".Dengan demikian, berlakulah pada haid wanita hamil apa yang juga berlaku pada haid wanita tidak hamil, kecuali dalam dua masalah :[1]. Talak.Diharamkan mentalak wanita tidak hamil dalam keadaan haid, tetapi tidak diharamkan terhadap wanita hamil. Sebab, talak dalam keadaan haid terhadap wanita tidak hamil menyalahi firman Allah Ta'ala."Artinya : ....Apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat [menghadapi] iddahnya [yang wajar] ...." [Ath-Thalaaq : 1].Adapun mentalak wanita hamil dalam keadaan haid tidak menyalahi firman Allah. Sebab, siapa yang mentalak wanita hamil berarti ia mentalaknya pada saat dapat menghadapi masa iddahnya, baik dalam keadaan haid ataupun suci, karena masa iddahnya dengan masa kehamilan. Untuk itu, tidak diharamkan mentalak wanita hamil sekalipun setelah melakukan jima' [senggama], dan berbeda hukumnya dengan wanita tidak hamil.[2]. Iddah.Bagi wanita hamil iddahnya berakhir dengan melahirkan, meski pernah haid ketika hamil ataupun tidak. Berdasarkan firman Allah Ta'ala."Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya" [Ath-Thalaaq : 4][Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa' . Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul Haq Jakarta]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1226&bagian=0


Artikel Haid Wanita Hamil diambil dari http://www.asofwah.or.id
Haid Wanita Hamil.

Silaturrahim 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Silaturrahim 2/2 Silaturrahim 2/2

Kategori Mafatiihur Rizq

Sabtu, 7 Agustus 2004 10:20:38 WIBSILATURRAHIMOlehSyaikh Dr. Fadhl IlahiBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]Diantara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembicaraan masalah ini -dengan memohon pertolongan Allah- akan saya bahas melalui empat point berikut.Pertama : Makna SilaturrahimKedua : Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Diantara Pintu-Pintu RizkiKetiga : Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim .Keempat : Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat.Ketiga : Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta [upaya] untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya.Imam Ibnu Abi Jamrah berkata :"Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, dengan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do'a".Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin bisa di tolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya [kepada kerabat dekat]. [Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 6/30].Keempat : Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat.Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majlis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta sikap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman."Artinya : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak [pula] mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil". [Al-Mumtahanah : 8].Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma' binti Abi Bakar Radhiyallahu 'anhuma yang menanyakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bersilaturrahim kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits itu diantaranya disebutkan."Artinya : Aku bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap[1], apakah aku harus menyambung [silaturrahim] dengan ibuku ' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab. 'Ya, sambunglah [silaturrahim] dengan ibumu".[2]Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk satu majlis dengan mereka, bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dengan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah berfirman."Artinya : Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka". [Al-Mujadillah : 22].Makna ayat yang mulia ini -sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi- adalah bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut. [At-Tafsirul Kabir, 29/276. Lihat pula, Fathul Qadir, 5/272]Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majlis dengan mereka. [Lihat, Ahkamul Qur'an oleh Ibnul Arabi, 4/1763; Tafsir Al-Qurthubi, 17/307]Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik : "Saya berkata, 'Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka memusuhi'. [Tafsir Al-Qurthubi, 17/307. Lihat pula, Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, 26/80]Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata : "Artinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang [Allah dan RasulNya], bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat". [Tafsir Ibnu Katsir, 4/347].Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan mejauh dari Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut -dalam kondisi demikian- dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.Dalam hal ini, Imam Ibnu Abi Jamrah berkata :"Jika mereka itu orang-orang kafir atu suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah [bentuk] silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih membandel. Kemudian, hal itu [pemutusan silaturrahim] dilakukan karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendo'akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus. [Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 6/30].[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Dr Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah hal. 51-55 terbitan Darul Haq, Penerjemah Ainul Haris Arifin Lc]_______Foote Note.[1] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata :"Dalam riwayat lain disebutkan, 'Ia datang kepadaku dalam keadaan penuh harapan dan rasa taku'. Maknanya, bahwa ia datang dengan harapan agar puterinya berbuat baik kepadanya. Dan ia takut jika harapannya ditolak dan tak membawa hasil. Demikian seperti yang diterangkan oleh mayoritas ulama". [Fathul Bari, 5/234][2] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari [Lihat, Shahihul Bukhari, Kitabul Hibah, Bab Al-Hadiyyah lil Musyrikin no. 2620, 5/233]. Imam Al-Khathabi berkata :"Ini menunjukkan bahwa kerabat dekat yang kafir disambung silaturrahminya dengan harta atau sejenisnya. Sebagaimana kaum muslimin disambung silaturrahimnya dengannya" [Dinukil dari Fathul Bari, 5/234]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=965&bagian=0


Artikel Silaturrahim 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Silaturrahim 2/2.

Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja

Kumpulan Artikel Islami

Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja

Kategori Puasa

Senin, 11 Oktober 2004 07:18:03 WIBANCAMAN BAGI ORANG YANG MEMBATALKAN PUASA RAMADHAN DENGAN SENGAJAOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidDari Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dhahaya[1], membawaku ke satu gunung yang kasar [tidak rata], keduanya berkata, "Naik". Aku katakan, "Aku tidak mampu". Keduanya berkata, 'Kami akan memudahkanmu'. Akupun naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya, 'Suara apakah ini'. Mereka berkata, 'Ini adalah teriakan penghuni neraka'. Kemudian keduanya membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya, 'Siapa mereka' Keduanya menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka.[2] ." [3]Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa berbuka satu hari saja pada bulan Ramadhan dengan sengaja, tidak akan bisa diganti walau dengan puasa sepanjang zaman kalau dia lakukan"Hadits ini lemah, tidak shahih. Pembahasan hadits ini secara rinci akan di bahas di akhir kitab ini.[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[1] Yakni : dua lenganku[2] Sebelum tiba waktu berbuka puasa[3] [Riwayat An-Nasa'i dalam Al-Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf 4/166 dan Ibnu Hibban [no.1800-zawaidnya] dan Al-Hakim 1/430 dari jalan Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin 'Amir dari Abu Umamah. Sanadnya Shahih]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1085&bagian=0


Artikel Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja.

Asuransi Konvensional Dan Asuransi Atas Mobil [Kendaraan]

Kumpulan Artikel Islami

Asuransi Konvensional Dan Asuransi Atas Mobil [Kendaraan] Asuransi Konvensional Dan Asuransi Atas Mobil [Kendaraan]

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Kamis, 8 April 2004 08:12:57 WIBASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI ATAS MOBIL [KENDARAAN]OlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Bagaimana hukum syariat terhadap asuransi konvensional [komersil], khususnya asuransi atas mobil [kendaraan] JawabanAsuransi konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan syari’at, dalilnya adalah firmanNya.â€Å"Artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil” [Al-Baqarah : 188]Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta para pengasuransi [polis] tanpa cara yang haq, sebab [biasanya] salah seorang dari mereka membayar sejumlah uang per bulan dengan total yang bisa jadi mencapai puluhan ribu padahal selama sepanjang tahun, dia tidak begitu memerlukan servis namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak dikembalikan kepadanya.Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan sedikit uang, lalu terjadi kecelakaan terhadap dirinya sehingga membebani perusahaan secara berkali-kali lipat dari jumlah uang yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta perusahaan tanpa cara yang haq.Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi [fee] kepada perusahaan suka bertindak ceroboh [tidak berhati-hati terhadap keselamatan diri], mengendarai kendaraan secara penuh resiko dan bisa saja mengalami kecelakaan namun mereka cepat-cepat mengatakan, â€Å"Sesungguhnya perusahaan itu kuat [finansialnya], dan barangkali bisa membayar ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi”. Tentunya hal ini berbahaya terhadap [kehidupan] para penduduk karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka kematian.[Al-Lu’lu’ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-191][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 7-8 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=600&bagian=0


Artikel Asuransi Konvensional Dan Asuransi Atas Mobil [Kendaraan] diambil dari http://www.asofwah.or.id
Asuransi Konvensional Dan Asuransi Atas Mobil [Kendaraan].

Banyak Gempa Bumi Dan Banyaknya Kematian Mendadak

Kumpulan Artikel Islami

Banyak Gempa Bumi Dan Banyaknya Kematian Mendadak Banyak Gempa Bumi Dan Banyaknya Kematian Mendadak

Kategori Hadits

Senin, 27 Desember 2004 13:59:05 WIBBANYAK GEMPA BUMIOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-WabilMUKADIMAHArtikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro [kecil] ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.________________________________Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, katanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidak akan datang Kiamat sehingga banyak terjadi gempa bumi" [Shahih Bukhari, Kitab Al-Fitan 13 : 81-82]Dan diriwayatkan dari Salamah bin Nufail As-Sukuni, Ia berkata : Kami sedang duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu beliau menyebutkan suatu hadits yang antara lain isinya :"Artinya : Sebelum terjadinya hari Kiamat akan terdapat kematian-kematian yang mengerikan, dan sesudahnya akan terjadi tahun-tahun gempa bumi" [Musnad Imam Ahmad 4 : 104 dengan catatan pinggir Muntakhab Al-Kanz. Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Al-Bazaar, dan Abu Ya'ala dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan" Majmu'uz Zawa'id 7 : 306]Ibnu Hajar berkata, "Telah banyak terjadi gempa bumi di negara-negara bagian utara, timur dan barat, tetapi yang dimaksud oleh hadits ini ialah gempa bumi secara merata dan terus menerus" [Fathul Bari 13 : 87]. Hal ini diperhatikan dengan riwayat Abdullah bin Hawalah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meletakkan tangan beliau di kepala saya, lalu beliau bersabda."Artinya : Wahai putra Hawalah, jika engkau melihat perselisihan telah terjadi di tanah suci, maka telah dekat terjadinya gempa-gempa bumi, bala bencana, dan perkara-perkara yang besar, dan hari Kiamat pada waktu itu lebih dekat kepada manusia dari pada kedua tanganku ini terhadap kepalamu" [Musnad Ahmad, 5 : 188 dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul 'Ummal, 'Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abu Daud, Kitab Al-Jihad, Bab Fi-Ar-Rajuli Taghzuu wa yaltamisu Al-Ajra wa Al-Ghanimah 7 : 209-210, Mustadrak Al-Hakim 4 : 425, dan beliau berkata, "Ini adalah hadits yang shahih isnadnya, hanya saja Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya". Perkataan Al-Hakim ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Dan Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam shahih Al-Jami'ush Shagir 6 : 263, hadits nomor 7715]BANYAKNYA KEMATIAN MENDADAKDiriwayatkan secara marfu' dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah dekatnya hari Kiamat ialah … banyak terjadi kematian secara mendadak". [Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Ash-Shagir dan Al-Ausath dari gurunya Al-Haitsam bin Khalid Al-Mashishi, sedangkan dia itu dhaif". Majma'uz-Zawaid 7 : 325, Al-Albani berkata, "Hasan" Dan beliau menyebutkan orang-orang yang meriwayatkannya, yaitu Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan Adh-Dhiya' Al-Maqaddasi. Lihat : Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 5 : 214, hadits nomor 5775]Ini merupakan kejadian yang sudah dapat disaksikan pada masa sekarang di mana banyak terjadi kematian mendadak pada manusia. Maka Anda dapat menyaksikan seseorang yang tadinya sehat dan segar bugar, tiba-tiba ia mati secara mendadak, yang sekarang diistilahkan dengan kegagalan jantung atau serangan jantung. Karena itu bagi orang yang berakal sehat, hendaklah ia sadar dan kembali serta bertaubat kepada Allah Ta'ala sebelum datangnya kematian secara mendadak.Imam Bukhari Rahimahullah pernah berkata :"Peliharalah keutamaan ruku'mu pada waktu senggangSebab, boleh jadi kematianmu akan datangSecara tiba-tibaBetapa banyaknya orang yang sehat dan segar bugarLantas meninggal dunia dengan tiba-tiba"Ibnu Hajar berkata : "Sungguh ajaib, bahwa kematian secara mendadak ini juga menimpa beliau –Imam Bukhari- sendiri' [Hadyus-Sari Muqaddimah Fathul Bari, halaman 481, oleh Al-Hafizh Ahmad Ibnu Hajar Al-Asqalani, dengan ikhraj dan tashhih oleh Muhibbuddin Al-Khatib, dicetak oleh Qushay Muhibuddin Al-Khathib, dipublikasikan dan dibagi-bagikan oleh Riasah Idaaratil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta'. Riyadh][Disalin dari buku Asyratus Sa'ah. Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat hal. 132 -133, 154-155 terbitan Pustaka Mantiq, penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1260&bagian=0


Artikel Banyak Gempa Bumi Dan Banyaknya Kematian Mendadak diambil dari http://www.asofwah.or.id
Banyak Gempa Bumi Dan Banyaknya Kematian Mendadak.