Jumat, 30 Mei 2008

Aku Tidak Pernah Melakukannya!

Kumpulan Artikel Islami

Aku Tidak Pernah Melakukannya! Abu ‘Imrân al-Jûny berkata,

“Ada seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil yang menghalalkansegala cara, tidak mau tunduk terhadap larangan agama. Suatu ketika,ada sebuah keluarga Bani Israil yang berusaha mengirimkan seorangwanita mereka kepadanya untuk menagih sesuatu, namun orang itu berkatakepadanya [wanita tersebut],

‘Tidak akan aku berikan kecuali bila kamu mau merelakan dirimu padaku.’

Lalu wanita itu pergi keluar, kemudian keluarganya berusaha lagi.Akhirnya, wanita itu kembali lagi kepadanya, sembari berkata, ‘Tolongberikan barang tersebut kepada kami.’

Orang itu menjawab, ‘Tidak akan aku berikan kecuali kamu mau merelakandirimu padaku.’

Lantas wanita itu pulang namun keluarganya berusaha lagi lalumengutusnya kembali. Dan ketika wanita itu datang, dia kembalimengatakan hal yang sama kepadanya. Maka, wanita itu berkata kepadanya,‘Terserah kamu!’

Dan tatkala orang itu sudah berduaan dengannya, tiba-tiba wanita itumeronta-ronta seperti orang yang kemasukan setan. Lalu dia berkatakepadanya, ‘Ada apa denganmu.’

‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam ini. Aku belumpernah sekalipun melakukan perbuatan ini!’ jawab wanita itu.

‘Kamu saja takut kepada Allah dan tidak mau melakukannya sementara akumelakukannya’ Aku berjanji kepada Allah tidak akan kembalimelakukan perbuatan-perbuatan yang pernah aku lakukan dahulu.’

Lalu Allah mewahyukan kepada salah seorang Nabi Bani Israil bahwa sifulan sudah masuk dalam daftar catatan Ahli Jannah [Surga].”

[SUMBER: al-Maw’id:Jannât an-Na’îm karya Ibrahim bin ‘Abdullahal-Hâzimy, hal.92]

Artikel Aku Tidak Pernah Melakukannya! diambil dari http://www.asofwah.or.id
Aku Tidak Pernah Melakukannya!.

Mengenal Allah Azza Wa Jalla

Kumpulan Artikel Islami

Mengenal Allah Azza Wa Jalla Mengenal Allah Azza Wa Jalla

Kategori Mabhats

Jumat, 12 Maret 2004 22:07:24 WIBTIGA LANDASAN UTAMAOlehSyaikh Muhammad bin Abdul WahabBagian Kedua dari Empat Tulisan [2/4]MENGENAL ALLAH 'AZZA WA JALLAApabila Anda ditanya : Siapakah Tuhanmu Maka katakanlah : tuhanku adalah Allah, yang memelihara diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala ni'mat yang dikaruniakan-Nya. Dan dialah sembahanku, tiada sesembahan yang haq selain Dia.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"Artinya : Segala puji hanya milik Allah Tuhan Pemelihara semesta alam". [Al-Faatihah : 1]Semua yang ada selain Allah disebut alam, dan aku adalah salah satu dari semesta alam ini.Selanjutnya jika Anda ditanya : Melalui apa Anda mengenal Tuhan Maka hendaklah Anda jawab : Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah : malam, siang, matahari dan bulan. Sedang di antara ciptaan-Nya ialah : tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala mahluk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya.Firman Allah Ta'ala."Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah [pula kamu bersujud] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya beribadah" [Fushshilat : 37]Dan firman-Nya :"Artinya : Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia [ciptakan pula] matahari dan bulan serta bintang-bintang [semuanya] tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha Suci Allah Tuhan semesta alam". [Al-A'raaf : 54]Tuhan inilah yang haq disembah. Dalilnya, firman Allah Ta'ala :"Artinya : Wahai manusia ! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, [Tuhan] yang telah menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan air [hujan] dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui". [Al-Baqarah : 22]Ibnu Katsir [1] Rahimahullah Ta'ala, mengatakan :"Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak disembah dengan segala macam ibadah".[Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, [Cairo, Maktabah Dar At-Turats, 1400H] jilid. 1 hal. 57.]Dan macam-macam ibadah yang diperintah Allah itu, antara lain : Islam [Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji], Iman, Ihsan, Do'a, Khauf [takut], Raja' [pengharapan], Tawakkal, Raghbah [penuh minat], Rahbah [cemas], Khusyu' [tunduk], Khasyyah [takut], Inabah [kembali kepada Allah], Isti'anah [memohon pertolongan], Isti'adzah [meminta perlindungan], Istighatsah [meminta pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan], Dzabh [penyembelihan] Nadzar dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan olehAllah.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping [menyembah] Allah". [Al-Jinn : 18]Karena itu barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Allah, maka dia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta'ala :"Artinya : Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping [menyembah] Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar balasannya ada pada tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu". [Al-Mu'minuun :117]Dalil-dalil macam Ibadah :[1]. Dalil Do'a.Firman Allah Ta'ala :"Artinya : Dan Tuhanmu berfirman : Berdo'alah kamu kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya, orang-orang yang enggan untuk beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina-dina". [Ghaafir : 60]Dan diriwayatkan dalam hadits :"Artinya : Do'a itu adalah sari ibadah" [2].[2]. Dalil Khauf [Takut].Firman Allah Ta'ala :"Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman". [Ali 'imran : 175][3]. Dalil Raja' [Pengharapan].Firman AllahTa'ala."Artinya : Untuk itu barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhanya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya". [Al-Kahfi : 110][4]. Dalil Tawakkal [Berserah Diri].Firman Allah Ta'ala :"Artinya : Dan hanya kepada Allah-lah supaya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". [Al-Maa'idah : 23]"Artinya : Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang akan mencukupinya". [Ath-Thalaaq : 3][5]. Dalil Raghbah [Penuh Minat], Rahbah [Cemas] dan Khusyu' [Tunduk].Firman Allah Ta'ala."Artinya : Sesungguhnya mereka itu senantiasa berlomba-lomba dalam [mengerjakan] kebaikan-kebaikan serta mereka berdo'a kepada Kami dengan penuh minat [kepada rahmat Kami] dan cemas [akan siksa Kami], sedang mereka itu selalu tunduk hanya kepada Kami". [Al-Anbiyaa : 90][6]. Dalil Khasy-yah [Takut].Firman Allah Ta'ala."Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku". [Al-Baqarah : 150][7]. Dalil Inabah [Kembali Kepada Allah].Firman Allah Ta'ala."Artinya : Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu serta berserah dirilah kepada-Nya [dengan mentaati perintah-Nya], sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat tertolong [lagi]". [Az-Zumar : 54][8]. Dalil Isti'anah [Memohon Pertolongan].Firman Allah Ta'ala."Artinya : Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan". [Al-Faatihah : 4]Dan diriwayatkan dalam hadits."Artinya : Apabila kamu memohon pertolongan, maka memohonlah pertolongan kepada Allah". [3][9]. Dalil Isti'adzah [Meminta Perlindungan].Firman Allah Ta'ala."Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan yang Menguasai subuh". [Al-Falaq : 1]Dan firman-Nya :"Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Penguasa manusia". [An-Naas : 1-2][10]. Dalil Istighatsah [Meminta Pertolongan Untuk Dimenangkan Atau Diselamatkan].Firman Allah Ta'ala."Artinya : [Ingatlah] tatkala kamu meminta pertolongan kepada Tuhanmu untuk dimenangkan [atas kaum musyrikin], lalu diperkenankan-Nya bagimu". [Al-Anfaal : 9][11]. Dalil Dzabh [Penyembelihan].Firman Allah Ta'ala."Artinya : Katakanlah. Sesungguhnya shalatkku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sesuatu-pun sekutu bagi-Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri [kepada-Nya]". [Al-An'am : 162-163]Dalil dari Sunnah."Artinya : Allah melaknat orang yang menyembelih [binatang] bukan karena Allah". [4][12]. Dalil Nadzar.Firman Allah Ta'ala."Artinya : Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang siksanya merata di mana-mana". [Al-Insaan : 7][Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 10-17 Kemetrian Urusan Islam, Waqaf, Da'wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebaran Kerajaan Arab Saudi]________Fote Note.[1] Abu Al-Fidaa : Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasy Ad-Dimasyqi [701-774H - 1302-1373M]. Seorang ahli ilmu hadits, tafsir, fiqh dan sejarah. Diantara karyanya : Tafsir Al-Qur'aan Al-Azhim, Thabaqat Al-Fuqahaa Asy Syafiiyyun, Al-Bidayah wa An-Nihayah [sejarah], Ikhtishaar 'Uluum Al-Hadits, Syarh Shahih Al-Bukhari [belum sempat dirampungkannya].[2]. [Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami' Ash-Shahiih, kitab Ad-Da'waat, bab 1. "Maksud hadits ini adalah bahwa segala macam ibadah, baik yang umum maupun yang khusus, yang dilakukan seorang mu'min, seperti mencari nafkah yang halal untuk keluarga, menyantuni anak yatim dll, semestinya diiringi dengan permohonan ridha Allah dan pengharapan balasan ukhrawi. Oleh karena itu Do'a [permohonan dan pengharapan tersebut] disebut oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai sari atau otak ibadah, karena senantiasa harus mengiringi gerak ibadah"][3]. Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami' 'Ash-Shahiih, kitab Shifaat Al-Qiyaamah wa Ar-Raqa'iq wa Al-Wara : bab 59 dan riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad. Beirut Al-maktab Al-Islami 1403H jilid 1 hal. 293, 303, 307[4]. Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Adhaahi, bab 8 dan riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 1, hal. 108, 118 dan 152

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=459&bagian=0


Artikel Mengenal Allah Azza Wa Jalla diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengenal Allah Azza Wa Jalla.

Hukum Memanjangkan Pakaian Karena Sombong Dan Tidak Sombong

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Memanjangkan Pakaian Karena Sombong Dan Tidak Sombong Hukum Memanjangkan Pakaian Karena Sombong Dan Tidak Sombong

Kategori Ahkam

Jumat, 9 April 2004 08:37:11 WIBHUKUM ISBAL [MENURUNKAN PAKAIAN DIBAWAH MATA KAKI]OlehSyaikh Abdullah Bin Jarullah Al-JarullahBagian Keempat dari Tujuh Tulisan [4/7]HUKUM MEMANJANGKAN PAKAIAN KARENA SOMBONG DAN TIDAK SOMBONGPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz ditanya : Apakah hukumnya memanjangkan pakaian jika dilakukan karena sombong atau karena tidak sombong. Dan apa hukum jika seseorang terpaksa melakukannya, apakah karena paksaan keluarga atau karena dia kecil atau karena sudah menjadi kebiasaan [Muhammad A.I Kota Qasim]Jawaban.Hukumnya haram bagi pria berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :"Artinya : Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung maka tempatnya di Neraka " [Hadits Riwayat Bukhari dalam sahihnya]Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:"Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah di hari Kiamat, tidak dilihat dan tidak disucikan [dari dosa] serta mendapatkan azab yang sangat pedih, yaitu pelaku Isbal [musbil], pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu."Kedua hadist ini dan yang semakna dengannya mencakup orang yang menurunkan pakaiannya [isbal] karena sombong atau dengan sebab lain. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dengan bentuk umum tanpa mengkhususkan . Kalau melakukan Isbal karena sombong, maka dosanya lebih besar dan ancamannya lebih keras, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Siapa yang menyeret pakiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Tidak boleh menganggap bahwa larangan melakukan Isbal itu hanya karena sombong saja, karena Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan pengecualian hal itu dalam kedua hadist yang telah kita sebutkan tadi, sebagaiman juga beliau tidak memberikan pengecualian dalam hadist yang lain, Rasul bersabda :"Jauhilah olehmu Isbal, karena ia termasuk perbuaan yang sombong" [Hadits Riwayat Abu Daud, Turmudzi dengan sanad yang shahih]Beliau menjadikan semua perbuatan Isbal termasuk kesombongan karena secara umum perbuatan itu tidak dilakukan kecuali memang demikian. Siapa yang melakukannya tanpa diiringi rasa sombong maka perbuatannya bisa menjadi perantara menuju kesana. Dan perantara dihukumi sama dengan tujuan, dan semua perbuatan itu adalah perbuatan berlebihan-lebihan dan mengancam terkena najis dan kotoran.Oleh karena itu Umar Ibnu Khaththab melihat seorang pemuda berjalan dalam keadaan pakaiannya menyeret di tanah, ia berkata kepadanya : "Angkatlah pakaianmu, karena hal itu adalah sikap yang lebih taqwa kepada Rabbmu dan lebih suci bagi pakaianmu [Riwayat Bukhari lihat juga dalam al Muntaqa min Akhbaril Musthafa 2/451 ]Adapun Ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu ketika dia [Abu Bakar] berkata : Wahai Rasulullah, sarungku sering melorot [lepas ke bawah] kecuali aku benar-benar menjaganya. Maka beliau bersabda :"Engkau tidak termasuk golongan orang yang melakukan itu karena sombong." [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Yang dimaksudkan oleh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang benar-benar menjaga pakaiannya bila melorot kemudian menaikkannya kembali tidak termasuk golongan orang yang menyeret pakaiannya karena sombong. Karena dia [yang benar-benar menjaga ] tidak melakukan Isbal. Tapi pakaian itu melorot [turun tanpa sengaja] kemudian dinaikkannya kembali dan menjaganya benar-benar. Tidak diragukan lagi ini adalah perbuatan yang dimaafkan.Adapun orang yang menurunkannya dengan sengaja, apakah dalam bentuk celana atau sarung atau gamis, maka ini termasuk dalam golongan orang yang mendapat ancaman, bukan yang mendapatkan kemaafan ketika pakaiannya turun. Karena hadits-hadits shahih yang melarang melakukan Isbal besifat umum dari segi teks, makna dan maksud.Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap Isbal. Dan hendaknya dia takut kepada Allah ketika melakukannya. Dan janganlah dia menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki dengan mengamalkan hadits-hadits yang shahih ini. Dan hendaknya juga itu dilakukan karena takut kepada kemurkaan Alllah dan hukuman-Nya. Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq. [Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Bazz dinukil dari Majalah Ad Da'wah hal 218][Disalin dari kitab Tadzkiirusy Syabaab Bimaa Jaa’a Fii Isbaalis Siyab, edisi Indonesia Hukum Isbal Menurunkan Pakaian Dibawah Mata Kaki, alih bahasa Muhammad Ali bin Ismail, hal.16-19 Terbitan Maktabah Adz-Dzahabi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=608&bagian=0


Artikel Hukum Memanjangkan Pakaian Karena Sombong Dan Tidak Sombong diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Memanjangkan Pakaian Karena Sombong Dan Tidak Sombong.

Hukum Banyak Bersumpah, Benar Ataupun Dusta

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Banyak Bersumpah, Benar Ataupun Dusta Hukum Banyak Bersumpah, Benar Ataupun Dusta

Kategori Sumpah Dan Nadzar

Jumat, 17 Juni 2005 11:27:39 WIBHUKUM BANYAK BERSUMPAH, BENAR ATAUPUN DUSTAOlehSyaikh Abdul Azi bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya memiliki kerabat yang banyak sekali bersumpah atas nama Allah, baik dia ucapkan secara benar ataupun dusta ; apa hukumnya Jawaban.Dia harus dinasehati dan dikatakan kepadanya, â€Å"Seharusnya kamu tidak memperbanyak bersumpah sekalipun kamu benar” dan hal ini berdasarkan firmanNya.â€Å"Artianya : Dan jagalah sumpah-sumpah kamu”Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Tiga orang yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak Dia sucikan mereka bahkan mereka mendapatkan adzab yang pedih [yaitu] : seorang yang sudah bercampur rambut hitam dan putihnya [orang yang sudah tua] lagi pezina, seorang fakir lagi sombong dan seorang laki-laki yan Allah jadikan dia tidak membeli barangnya kecuali dengan bersumpah atas namaNya dan tidak menjual kecuali dengan bersumpah dengan bersumpah atas namaNya” [1]Orang-orang Arab selalu memuji orang yang tidak banyak bersumpah sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair.Sedikir bersumpah, selalu menjaga sumpahnya.Bila sudah bersumpah, dia segera menepatinya.Seorang Mukmin disyari’atkan agar tidak banyak bersumpah sekalipun dia benar karena memperbanyaknya terkadang bisa menjerumuskan ke dalam kedustaanSebagaimana dimaklumi bahwa dusta haram hukumnya dan bila ia disertai dengan sumpah, maka tentu sangat diharamkan lagi akan tetapi bila dipaksa oleh kondisi atau suatu kemaslahatan yang lebih dominan sehingga harus bersumpah secara dusta, maka hal itu tidak apa-apa. Hal ini berdasarkan hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersumber dari hadits Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu’ith Radhiyallahu anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan antara sesama manusia, lalu dia berkata baik atau menanamkan kebaikan”Di [Ummu Kultsum] berkata, â€Å"Belum pernah aku mendengar beliau memberikan dispensasi [rukhshah] terhadap sesuatu yang dikatakan orang sebagai suatu kedustaan kecuali dalam tiga hal : Perang, Mendamaikan antara sesama manusia dan percakapan seorang suami kepada istrinya dan percakapan istri kedapa suaminya” [2]Bila ketika seseorang mendamaikan antara sesama manusia, dia berkata, â€Å"Demi Allah, sesungguhnya teman-teman kamu itu mencintai perdamaian dan persatuan. Mereka ingin begini dan begitu ..” lalu dia mendatangi pihak yang lain dengan mengatakan hal yang sama dan tujuannya hanyalah untuk berbuat baik dan mendamaikan, maka hal itu tidak apa-apa berdasarkan hadit di atas.Demikian juga bila seseorang melihat ada orang yang ingin membunuh seseorang secara zhalim atau menzhalimi dirinya dalam suatu hal, lalu dia berkata, â€Å"Demi Allah, orang itu adalah saudaraku” agar dia dapat menyelamatkannya dari tindakan orang yang zhalim tersebut karena ingin membunuhnya tanpa haq atau memukulnya tanpa haq sementara dia tahu bahwa dia bila dia mengatakan â€Å"Saudaraku” tadi, orang itu akan membiarkannya karena menghormatinya ; maka melakukan hal seperti itu menjadi wajib baginya demi tujuan menyelamatkan saudaranya dari perbuatan zhalim.Yang dimaksudkan di sini bahwa hukum asal sumpah-sumpah dusta itu adalah dilarang dan diharamkan kecuali bila berimplikasi suatu kemaslahatan besar yang lebih besar daripada implikasi dusta tersebut, sebagaimana dalam tiga hal yang disebutkan dalam hadits di atas.[Majalah Ad-Da’wah, Vol.40, hal 163-164 dari Fatwa Syaikh Bin Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 114 -116 Darul Haq]_________Foote Note[1]. Lihat Al-Mu’jam Al-Kabir karya Ath-Thabrani [6111], Al-Mu’jam Al-Awsath senada dengan itu [5577], Al-Haitsami berkata di dalam kitabnya Majma Az-Zawa’id ; para periwayatnya adalah para periwayat pada kitab Shahih.[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dengan terbatas pada lafazh yang marfu saja, dalam kitab Ash-Shulh [2692], Shahih Muslim dalam kitab Al-Bir wa Ash-Shilah [2605]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1459&bagian=0


Artikel Hukum Banyak Bersumpah, Benar Ataupun Dusta diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Banyak Bersumpah, Benar Ataupun Dusta.

Penjelasan : Dan Segala Sesuatu Telah Kami Terangkan Dengan Sejelas-Jelasnya

Kumpulan Artikel Islami

Penjelasan : Dan Segala Sesuatu Telah Kami Terangkan Dengan Sejelas-Jelasnya Penjelasan : Dan Segala Sesuatu Telah Kami Terangkan Dengan Sejelas-Jelasnya

Kategori Al-Qur'an - Tanya Jawab

Jumat, 27 Februari 2004 06:54:18 WIBPENJELASAN : DAN SEGALA SESUATU TELAH KAMI TERANGKAN DENGAN SEJELAS-JELASNYAOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniPertanyaan.Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Syaikh yang kami muliakan ! Kami mohon keterangan dan penjelasan dari Anda terhadap ayat-ayat dan hadits berikut ini."Artinya : Dan segala sesuatu telah kami terangkan dengan sejelas-jelasnya" [Al-Isra : 12]"Artinya : Tidak kami tinggalkan di dalam Al-Kitab ini sesuatupun [tidak ada satupun yang tidak kami tulis di dalam kitab ini]" [Al-An'am : 38]"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Sesungguhnya Al-Qur'an ini ujungnya ada di tangan Allah dan ujung satunya lagi ada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kalian dengan Al-Qur'an, sebab kalian tidak akan sesat dan tidak akan binasa selama-lamanya selama kalian berpegang teguh dengannya" [Shahih Targhib wa Tarhib 1/93/35]Jawaban.Adapun ayat."Artinya : Tidak satupun yang tidak kami tulis di dalam Al-Kitab" [Al-An'am : 38]Yang dimaksud "kitab" di dalam ayat ini adalah lauh mahfudz [tempat Allah menulis semua kejadian], bukan Al-Qur'anul Karim.Tentang ayat."Artinya : Dan segala sesuatu telah kami terangkan dengan sejelas-jelasnya" [Al-Isra : 12]Menurut keterangan dari Allah dan Rasul-Nya [Al-Qur'an dan Hadits] makna dari ayat ini ada dua macam.[1]. Secara tafshil, yaitu terperinci [seperti : Shalat, zakat, haji, dan seterusnya, -pent-][2]. Secara mujmal, yaitu garis besarnya saja atau kaidah-kaidah/batasan-batasannya saja, [seperti masalah khamr, masalah bid'ah, tasyabuh, dan lain-lain, -pent-]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidak ada satupun perintah Allah yang belum aku sampaikan kepada kalian, begitu juga tidak ada satupun larangan Allah yang belum aku sampaikan kepada kalian" [Ash-Shahihah No. 1803]Padahal kalau kita lihat hari ini, jenis khamr dan bid'ah barangkali jumlahnya mencapai puluhan bahkan mungkin ratusan. Apakah puluhan khamr dan ratusan bid'ah ini semuanya diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam satu persatu Ternyata tidak, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hanya mejelaskan kaidah dan batasan-batasannya saja. Di antara hadits-haditsnya adalah :"Artinya : Tidak boleh menimpakan bahaya kepada diri sendiri dan kepada orang lain" [Shahihul Jaami' No. 7517]"Artinya : Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram" [Irwa'ul Ghalil 8/40/2373]"Artinya : Setiap bid'ah adalah sesat dan setiap yang sesat pasti di neraka"[Shahih Targhib wa Tarhib 1/92/34]Inilah kaidah-kaidah umum yang bersifat luas dan menyeluruh yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan kaidah-kaidah seperti ini maka seluruh permasalahan yang menyangkut tentang khamr, bid'ah, perbuatan yang membahayakan keselamatan diri sendiri, dan lain-lain, semua bisa kita tentukan hukumnya satu persatu.Hal ini betul-betul menunjukkan bahwa Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan segala hukum syar'i dengan sejelas-jelasnya. Tapi sekali lagi, keterangan-keterangan tersebut kadang-kadang hanya berupa kaidah-kaidah dan batasan saja. Tidak diperinci satu persatu.Adapun tentang hukum-hukum fiqih seperti tata cara wudhu, shalat, pusa, zakat, haji dan lain-lain, semuanya sudah dijelaskan dan dicontohkan secara rinci di dalam sunnah. Bahkan kadang-kadang dijelaskan langsung oleh Allah di dalam Al-Qur'an. Misalnya tentang hukum faraidh [pembagian warisan].Tentang derajat hadits yang ditanyakan di atas, hadits tersebut shahih. Mengamalkan hadits tersebut adalah dengan cara berpegang teguh dengan Al-Qur'an. Dimana disebutkan dalam hadits tersebut bahwa Al-Qur'an merupakan tali yang ujungnya ada di tangan Allah dan ujung satunya lagi ada di tangan kita. Dan kita harus tahu bahwa kita tidak mungkin bisa berpegang teguh dengan Al-Qur'an tanpa mempelajari dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berupa hadits-hadits yang shahih.Sebagaimana disabdakan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh kepada dua perkara tersebut, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul" [Misykatul Mashabih 1/66/186][Disalin kitab Kaifa Yajibu 'Alaina Annufasirral Qur'anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur'an, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tauhid, penerjemah Abu Abdul Aziz]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=309&bagian=0


Artikel Penjelasan : Dan Segala Sesuatu Telah Kami Terangkan Dengan Sejelas-Jelasnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penjelasan : Dan Segala Sesuatu Telah Kami Terangkan Dengan Sejelas-Jelasnya.

Sikap Menawan Da’i Buta Berbuah Hidayah

Kumpulan Artikel Islami

Sikap Menawan Da’i Buta Berbuah Hidayah Betapa banyak Da’i yang kedua bibirnya tidak perluberucap sepatah kata pun akan tetapi dengan kondisi dankeistiqamahannya dapat membuat orang mendapatkan hidayah.

Berikut sikap di mana seorang kafir mendapatkan hidayah dan masukIslam hanya gara-gara akhlak seorang Da’i yang buta.

Adalah seorang laki-laki Jerman yang kemudian mengumumkan keislamannyamenceritakan, awal pertama ia mengenal Islam kembali kepada hari-haridi masa mudanya ketika ia melakukan wisata ke Albania di masa liburansekolah.

Ketika sedang berjalan di salah satu jalan sempit di sana, iabertabrakan dengan seorang laki-laki. Ketika menyadari dan memintama’af, barulah ia tahu bahwa laki-laki yang ditabraknya itu seorangyang buta. Orang buta itu tidak mengerti arti permintaan ma’afnyatersebut karena ia tidak memahami bahasa komunikasinya. Sekali punbegitu, orang buta ini ngotot untuk memegang tangan laki-laki yangtelah menabraknya dan mengajaknya berjalan menuju ke rumahnya. Di sana,ia menghidangkan makanan seadanya kepada teman yang baru dikenalnya ditengah jalan.

Saudara kita semuslim dari Jerman mengisahkan, “Kemudian aku melihatlaki-laki buta itu melakukan beberapa gerakan yang gambarannya terusmelekat di kepalaku, yang akhirnya aku ketahui bahwa itu adalahshalatnya orang-orang Islam. Sikap laki-laki itu mampu menguasaipikiranku untuk beberapa waktu. Ia tidak ngotot untuk mengajakkumenemaninya menuju rumahnya namun kemudian ia menghormatiku tanpaimbalan apa pun dan tanpa perlu mengenaliku terlebih dahulu padahal iatidak memahami bahasaku. Apa yang ia lakukan barusan di hadapanku.Apa arti gerakan-gerakan itu. Ketika aku melihat ada bayang-bayanglaki-laki itu sedang melakukan gerakan itu, hal ini mendorongku untukmengenali mereka dan prinsip ajaran agama mereka. Sungguh perjalananyang panjang hingga akhirnya membuatku masuk Islam. Peristiwa ituadalah benang pertamanya ke arah sana.”

Komentar Syaikh Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar:

Pelajaran dan wejangan yang dapat diambil dari kisah ini bagi seorangMuslim, khususnya bagi seorang Da’i adalah bahwa ucapan yang haq [benar]terkadang bisa berbuah di hati pendengarnya walalu pun setelahmengalami proses yang lama dan keistiqamahan di atas al-Haq danpengamalannya terkadang juga berpengaruh pada diri orang lain dandapat menggiring mereka kepada hidayah Allah. Dengan sikap sepertiinilah, Islam akan tersiar di hati dan seluruh dunia berkat nur yangAllah titipkan di dalamnya.

[SUMBER: Qashash Wa Mawaaqif Dzaat ‘Ibar, disusun ‘Adil binMuhammad Al ‘Abdul ‘Ali, hal.57-58 sebagai yang dinukilnya dari buku

Mawaaqif Dzaat ‘Ibar karya Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar,hal.86, penerbit Daar an-Nafaa’is]

Artikel Sikap Menawan Da’i Buta Berbuah Hidayah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sikap Menawan Da’i Buta Berbuah Hidayah.

Jangan Marah !!

Kumpulan Artikel Islami

Jangan Marah !! Muqadimah

Saat berinteraksi dengan masyarakat, tak jarang kita menemui banyakkendala, baik yang bersifat agamis, sosial, psikologis dan sebagainya.Juga, tak jarang di dalam menyikapi hal itu, kita sering terpancingoleh emosi tak terkendali, sehingga perkara yang sebenarnya remeh dankecil menjadi besar dan berakibat fatal.

Seorang suami, lantaran kecemburuan yang membuta misalnya, tegamenceraikan isterinya yang tengah hamil; seorang ayah, lantarankebandelan anaknya yang sebenarnya merupakan benih dari kesalahannyasendiri, tega memukulinya hingga babak belur; seorang yang sukaberjudi, lantaran kebodohannya sendiri sehingga kalah, sangat seringmengakhirinya dengan perkelahian bahkan pembunuhan. Dan seterusnya,dimana semua itu bila dikaji dari sudut syar’i adalah sangat mudahuntuk diselesaikan.

Itulah emosi yang meluap-luap akibat kehilangan kendali dankeseimbangan akal sehingga bertindak di luar batas normal [marah yangberlebihan].

Mengingat betapa kompleksnya permasalahan ini dan betapa banyakkorbannya serta kurangnya pemahaman tentang sebab, akibat dansolusinya, maka dalam tulisan ini, kami sengaja mengangkatnya denganharapan dapat memberikan solusi yang -paling tidak- dapat mengurangi“wabah” yang telah menyerang umat tersebut. Wallaahu a’lam.

NASKAH HADITS

Dari Abu Hurairoh Radhiallaahu anhu bahwasanya seorang laki-lakiberkata kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam: “Berilah akunashihat!”. Beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlahengkau marah!’. Orang tersebut mengulangi berkali-kali, beliauShallallaahu alaihi wa Sallam [tetap] bersabda: “Janganlah engkaumarah”. [HR. al-Bukhâriy]

Ungkapan, “seorang laki-laki” yang dimaksud dalam hadits di atasadalah seorang shahabat agung, yang bernama Jâriah bin Qudâmah

Ungkapan, “Janganlah engkau marah” maksudnya; jauhilah sebab-sebabnya.

Ungkapan, “orang tersebut mengulangi berkali-kali”, maksudnya bahwadia mengulangi pertanyaan yang sama dan mengharap jawaban yang lebihbermanfaat, lebih mengena atau lebih umum dari itu lagi [menurutnya],namun beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam tidak menambah jawabannya.

Mengenai matan/naskah hadits

Hadits tersebut merupakan Jawâmi’ al-Kalim dari RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam, yakni suatu ucapan yang mengandunglafazh yang sedikit, namun memiliki arti yang banyak, alias singkattapi padat. Sehubungan dengan hadits tersebut, para ulama berbicarapanjang lebar di dalam syarah mereka terhadapnya karena kandungannyayang meliputi faedah-faedah, hukum-hukum serta berbagai hikmah danrahasia di balik itu. Seorang muslim hendaklah merenungi dan meresapipetunjuk-petunjuk Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam danwasiat-wasiatnya, sehingga dapat mempraktekkan apa yang terkandung didalamnya.

Seputar Pengertian Marah

Marah adalah suatu kondisi psikologis [kejiwaan] yang membuat lahiriahbadan dan bathin tidak normal. Ia terjadi dari sebab-sebab tertentudan memiliki implikasi yang amat berbahaya. Dalam menyikapinya pun,masing-masing orang berbeda-beda. Namun, Islam memiliki reseptersendiri dalam menghadapinya yang perlu direnungi oleh seorangmuslim, sekaligus dipraktekkan.

Klasifikasinya

Bila dilihat dari klasifikasinya, marah terbagi menjadi beberapa macam:

Terpuji:

yaitu marah yang diekspresikan karena Allah Ta’ala. Indikasinya;Apabila seorang muslim melihat suatu larangan Allah dilanggar, makadia menjadi marah semata-mata karena semangat membela Dien-Nya.Orang yang melakukan tindakan seperti ini akan mendapatkan pahaladari Allah, karena Allah berfirman: “Demikianlah [perintah Allah].Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allahmaka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya…”. [Q.S.22/al-Hajj: 30]. Tentunya, karena dia melakukan hal itu dalam rangka“nahi munkar”, maka perlu pula baginya untuk mempertimbangkantingkatan dalam hal itu.

Tercela:

yaitu marah yang dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi waSallam seperti seorang yang marah karena membela kebathilan dirinyadan membangga-banggakannya. Orang yang melakukan hal ini akandiganjar dosa yang setimpal oleh Allah.

Marah bawaan:

yakni yang memang sudah menjadi sifat bawaan manusia sejak lahir,seperti, orang yang marah lantaran permintaannya ditolak, dansebagainya. Asal hukum hal ini adalah dibolehkan akan tetapidilarang karena implikasinya yang berbahaya dan amat tercela. Jenisini termasuk ke dalam marah yang dilarang oleh RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam dalam pembahasan hadits ini.

Sebab-sebab terjadinya

Di antaranya:

Bawaan/fithrah/tabi’at

Merasa tinggi dan sombong terhadap orang lain

Egoisme dan kecintaan terhadap diri sendiri yang berlebihan

Perselisihan yang tajam yang berkepanjangan dan tidak adamanfaatnya

Saling menuduh meski sekedar untuk bergurau

Saling mengejek dan merendahkan antar satu sama lainnya.

Sebab-sebab tersebut dapat membuka “pintu marah” sehingga syaithanmemasukinya dan mempermainkan seseorang dengan amarahnya tersebut.

Implikasi dan Pengaruhnya:

Di antara implikasi dari marah dan pengaruhnya yang berbahaya:

Ia menghilangkan kesadaran orang yang normal sehingga berbuat dibawahkendali perasaannya yang memuncak dan akibatnya dia melakukan hal-halyang buruk dan akan menyesalinya setelah kemarahan tersebut mereda.

Ia dapat membuat orang lain menjadi takut kepada pemiliknya [sipemarah], sehingga karena itu, dia dikucilkan sebab takut jikamendapatkan “jatah marahnya”. Akibatnya, dia dibenci oleh orang lain,tidak dihormati apalagi disukai.

Ia dapat membuka “pintu” bagi syaithan sehingga bila berhasil memasukiakal si pemarah, dia akan mempermainkan sesukanya.

Ia dapat membuyarkan kehidupan sosial yang harmonis, sehinggamerenggangkan ikatan persaudaraan yang ada dan membahayakan bagikelangsungannya.

Ia juga dapat membahayakan kesehatan dan badan, sehingga berpengaruhlangsung terhadap saraf otak yang merupakan sumber sirkulasitugas-tugas badan secara keseluruhan. Contohnya, dapat meningkatkanpersentase glukosal [zat gula], menambah tekanan darah sertamemberatkan fungsi hati dan pembuluh-pembuluh darah yang sakit.

Ia dapat berimplikasi pada rusaknya harta benda, atau berpengaruhterhadap seseorang sehingga semuanya harus ditanggung oleh pemiliknya[si pemarah] itu sendiri.

Solusi

Di antara solusi penyembuhannya secara syar’i:

Menghindari sebab-sebab yang dapat menimbulkannya

Berzikir kepada Allah melalui lisan dan hati, karena marah bersumberdari syaithan, maka apabila disebut nama Allah, dia akan bersungutkerdil. Allah Ta’ala berfirman, artinya: “[yaitu] orang-orang yangberiman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingatAllah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjaditenteram.” [ar-Ra’d: 28]

Mengingat pahala yang diberikan oleh Allah bila berhasil meninggalkanmarah dan mengekangnya serta memberi ma’af kepada manusia. Di antaranash-nash yang mendukung hal ini adalah firmanNya: “Dan bersegeralahkamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluaslangit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, [yaitu]orang-orang yang menafkahkan [hartanya], baik di waktu lapang maupunsempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan [kesalahan]orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. [Ali‘Imrân: 133-134]

Mengingat implikasi negatifnya; sebab andai si pemarah melihatgambaran dirinya dalam kondisi marah tersebut, niscaya marahnya akanreda seketika, manakala merasa malu melihat raut wajahnya yang jelekdan [merasa] mustahil bentuk rupanya akan sedemikian.

Berpindah dari kondisi saat dia marah kepada kondisi yang lain, sebabmarah akan hilang dengan sendirinya melalui perubahan kondisi danperpindahan dari satu kondisi kepada kondisi yang lain.

Hendaknya seorang hamba ber-ta’awwudz [berlindung] kepada Allah darias-syaithan ar-rajîm, sebab apabila seorang muslim berta’awwuz [kepadaAllah] darinya, dia akan bersungut kerdil. Indikasinya adalahsebagaimana yang disebutkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imamal-Bukhâriy bahwasanya ada dua orang yang saling mencaci-maki di sisiNabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, yakni salah seorang di antarakeduanya mencaci yang lainnya dan rona marah telah terpancar dariwajahnya, lalu beliau n bersabda, artinya: “Sesungguhnya akumengetahui suatu ucapan yang jikalau dia mengucapkannya pasti dia akandapat menghilangkan apa yang dia dapati [alami saat ini-red] ; yaknibila dia mengucapkan: ‘ A’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm’ “.

Renungan

Seorang Mukmin tentu amat menginginkan hal-hal yang bermanfaat bagidirinya, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam hal ini, si penanyadalam hadits yang kita bahas ini memanfaatkan keberadaannya di sisiNabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yakni memintanya untuk memberikannashihat yang dapat menjadi lentera baginya dalam menjalani seluruhsisa hidupnya.

Maka, tentunya kita dewasa ini, alhamdulilah, Allah Subhanahu waTa'ala telah menyediakan untuk kita para ulama dan da’i, karenanyakita mesti berupaya seoptimal mungkin agar dapat memanfaatkanmajlis-majlis, nashihat-nashihat serta petunjuk-petunjuk mereka.

[disadur dari Dirâsât hadîtsiyyah karya Syaikh Nâshir asy-Syimâliy,berjudul asli “Lâ taghdlab” oleh Abu Hafshoh]

Artikel Jangan Marah !! diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jangan Marah !!.

Mendengarkan Adzan Tapi Tidak Datang Ke Masjid

Kumpulan Artikel Islami

Mendengarkan Adzan Tapi Tidak Datang Ke Masjid Mendengarkan Adzan Tapi Tidak Datang Ke Masjid

Kategori Shalat

Jumat, 7 Mei 2004 08:16:27 WIBMENDENGARKAN ADZAN TAPI TIDAK DATANG KE MASJIDOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukumnya orang yang mendengar adzan tapi tidak pergi ke masjid, hanya saja ia mengerjakan seluruh shalatnya di rumah atau di kantor Jawaban.Itu tidak boleh. Yang wajib baginya adalah memenuhi seruan tersebut, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Barangsiapa mendengar seruan adzan tapi tidak memenuhinya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur” [Hadits Riwayat Ibnu Majah 793, Ad-Daru Quthni 1/421,422, Ibnu Hibban 2064, Al-Hakim 1/246]Pernah ditanyakan kepada Ibnu Abbas, â€Å"Apa yang dimaksud dengan udzur tersebut” ia menjawab, â€Å"Rasa takut [tidak aman] dan sakit”Diriwayatkan, bahwa seorang buta datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : â€Å"Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid. Apakah aku punya rukhshah untuk shalat di rumah” kemudian beliau bertanya.â€Å"Artinya : Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat â€Å"ia menjawab, â€Å"Ya”, beliau berkata lagi, â€Å"Kalau begitu, penuhilah” [Dikeluarkan oleh Muslim, kitab Al-Masajid 653]Itu orang buta yang tidak ada penuntunnya, namun demikian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkannya untuk shalat di masjid. Maka orang yang sehat dan dapat melihat tentu lebih wajib lagi. Maka yang wajib atas seorang Muslim adalah bersegera melaksanakan shalat pada waktunya dengan berjama’ah. Tapi jika tempat tinggalnya jauh dari masjid sehingga tidak mendengar adzan, maka tidak mengapa melaksanakannya di rumahnya. Kendati demikian, jika ia mau sedikit bersusah payah dan bersabar, lalu shalat berjama’ah di masjid, maka itu lebih baik dan lebih utama baginya.[Syaikh Ibnu Baz, Fatawa ‘Ajilah Limansubi Ash-Shihhah, hal.41-42][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 217-218 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=698&bagian=0


Artikel Mendengarkan Adzan Tapi Tidak Datang Ke Masjid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mendengarkan Adzan Tapi Tidak Datang Ke Masjid.

Menari Di Dalam Pesta Pernikahan

Kumpulan Artikel Islami

Menari Di Dalam Pesta Pernikahan

>> Pertanyaan :

Apa hukumnya perempuan menari di hadapan sesama perempuan di saatpesta pernikahan dan lainnya Kami memohon jawabannya.?

>> Jawaban :

Tidak apa-apa perempuan menari di dalam pesta pernikahan dan menabuhrebana yang diiringi dengan lantunan lagu yang bersih [tidak cengeng],karena yang demikian itu termasuk ilanun nikah [memaklumkanpernikahan] yang diajarkan secara syari, namun dengan syarat, hal itudilakukan di hadapan sesama kaum wanita saja, dengan suara yang tidakterlalu keras dan tidak keluar dari tempat mereka berada, dan dengansyarat pakaian yang menutup dengan sempurna sehingga tidak ada satuaurat pun yang tampak di saat menari, seperti bagian betis danlengannya; dan yang tampak adalah bagian-bagian yang sudah lumrahboleh tampak bagi perempuan Muslimah di hadapan sesamanya.

[ al-Fauzan: al-Muntaqa, jilid 2, hal. 171-172. ]

Artikel Menari Di Dalam Pesta Pernikahan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menari Di Dalam Pesta Pernikahan.

Salaf Dan Salafiyah Secara Bahasa Istilah Dan Periodisasi Zaman

Kumpulan Artikel Islami

Salaf Dan Salafiyah Secara Bahasa Istilah Dan Periodisasi Zaman Salaf Dan Salafiyah Secara Bahasa Istilah Dan Periodisasi Zaman

Kategori Al-Manhaj As-Salafy

Jumat, 12 Maret 2004 10:42:54 WIBSALAF DAN SALAFIYAH SECARA BAHASA ISTILAH DAN PERIODISASI ZAMANOlehSyaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-HilaalySaya menginginkan orang yang berjalan di atas manhaj salaf dengan ilmu, dan ini syaratnya :"Artinya : Katakanlah : Inilah [agama]ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak [kamu] kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik" [Yusuf : 108]Untuk mengetahui bahwa penunjukkan dan pecahan kata ini mengalahkan ikatan fanatisme kelompok yang merusak dan melampui lorong sempit kerahasiaan karena dia itu sangat jelas seperti jelasnya matahari di siang hari."Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata : 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" [Fush shilat : 33]Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan.Berkata Ibnul Mandzur [Lisanul Arab 9/159] : Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur lebih serta keutamaan yang lebih banyak. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabi'in dinamakan As-Salafush Shalih.Saya berkata : Dan dengan makna ini adalah perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah Radhiyallahu 'anha."Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik pendahulu [salaf] bagimu adalah aku"[Hadits Shahih Riwayat Muslim No. 2450]Dan diriwayatkan dari beliau Shallallahu 'alihi wa sallam bahwa beliau berkata kepada putri beliau Zainab Radhiyallahu 'anha ketika dia meninggal."Artinya : Susullah salaf shalih [pendahulu kita yang sholeh] kita Utsman bin Madz'un" [Hadits Shahih Riwayat Ahmad 1/237-238 dan Ibnu Saad dalam Thobaqaat 8/37 dan di shahihkan oleh Ahmad Syakir dalam Syarah Musnad No. 3103, akan tetapi dimasukkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Dhoifh No. 1715]Adapun secara istilah, maka dia adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka diikutsertakan karena mengikuti mereka.Al-Qalsyaany berkata dalam Tahrirul Maqaalah min Syarhir Risalah [q 36] : As-Salaf Ash-Shalih adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga sunnahnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memilih mereka untuk menegakkan agamaNya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat. Mereka telah benar-benar berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menghabiskan umurnya untuk memberikan nasihat dan manfaat kepada umat, serta mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan-Nya.Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji mereka dalam kitabNya dengan firmanNya."Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka" [Al-Fath : 29]Dan firman Allah."Artinya : [Juga] bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka [karena] mencari karunia dari Allah dan keridhaan[Nya] dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar" [Al-Hasr : 8]Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut kaum muhajirin dan Anshor kemudian memuji itiba' [sikap ikut] kepada mereka dan meridhoi hal tersebut demikian juga orang yang menyusul setelah mereka dan Allah Subahanahu wa Ta'ala mengancam dengan adzab orang yang menyelisihi mereka dan mengikuti jalan selain jalan mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali" [An-Nisa' : 115]Maka merupakan suatu kewajiban mengikuti mereka pada hal-hal yang telah mereka nukilkan dan mencontoh jejak mereka pada hal-hal yang telah mereka amalkan serta memohonkan ampunan bagi mereka, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka [Muhajirin dan Anshar] mereka berkata : "Ya Rabb kami, beri ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [Al-Hasr : 10]Istilah ini pun diakui oleh orang-orang terdahulu dan mutaakhirin dari ahli kalam.Al-Ghazaali berkata dalam kitab Iljaamul Awaam an Ilmil Kalaam hal 62 ketika mendefnisikan kata As-Salaf : Saya maksudkan adalah madzhab sahabat dan tabiin.Al-Bajuuri berkata dalam kitab Syarah Jauharuttauhid hal. 111 : Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu yaitu para Nabi, sahabat, tabi'in dan tabiit-tabiin.Istilah inipun telah dipakai oleh para ulama pada generasi-generasi yang utama untuk menunjukkan masa shohabat dan manhaj mereka, diantaranya :[1]. Berkata Imam Bukhari [6/66 Fathul Bariy] : Rasyid bin Sa'ad berkata : Dulu para salaf menyukai kuda jantan, karena dia lebih cepat dan lebih kuat.Al-Hafidz Ibnu Hajar menafsirkan perkataan Rasyid ini dengan mengatakan : Yaitu dari para sahabat dan orang setelah mereka.Saya berkata : Yang dimaksud adalah shahabat karena Rasyid bin Saad adalah seorang Tabi'in maka sudah tentu yang dimaksud di sini adalah shahabat.[2]. Berkata Imam Bukhari [9/552 Fathul Bariy] : Bab As-Salaf tidak pernah menyimpan di rumah atau di perjalanan mereka makanan daging dan yang lainnya.Saya berkata ; Yang dimaksud adalah shahabat.[3]. Imam Bukhari berkata [1/342 Fathul Bariy] : Dan Az-Zuhri berkata tentang tulang-tulang bangkai seperti gajah dan yang sejenisnya : Saya menjumpai orang-orang dari kalangan ulama Salaf bersisir dan berminyak dengannya dan mereka tidak mempersoalkan hal itu.Saya berkata : Yang dimaksud adalah sahabat karena Az-Zuhri adalah seorang tabiin.[4]. Imam Muslim telah mengeluarkan dalam Muqadimah shahihnya hal.16 dari jalan periwayatan Muhammad bin Abdillah, beliau berkata aku telah mendengar Ali bin Syaqiiq berkata ; Saya telah mendengar Abdullah bin Almubarak berkata - di hadapan manusia banyak- : Tinggalkanlah hadits Amru bin Tsaabit, karena dia mencela salaf.Saya berkata : Yang dimaksud adalah sahabat.[5]. Al-Uza'iy berkata : Bersabarlah dirimu di atas sunnah, tetaplah berdiri di tempat kaum tersebut berdiri, katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tinggalkanlah apa yang mereka tinggalkan dan tempuhlah jalannya As-Salaf Ash-Shalih, karena akan mencukupi kamu apa saja yang mencukupi mereka [Dikeluarkan oleh Al-Aajury dalam As-Syari'at hal.57]Saya berkata : Yang dimaksud adalah sahabat. Oleh karena itu, kata As-Salaf telah mengambil makna istilah ini dan tidak lebih dari itu. Adapun dari sisi periodisasi [perkembangan zaman], maka dia dipergunakan untuk menunjukkan generasi terbaik dan yang paling benar untuk dicontoh dan diikuti, yaitu tiga generasi pertama yang telah dipersaksikan dari lisan sebaik-baiknya manusia Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka memiliki keutamaan dengan sabdanya."Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi kemudian datang kaum yang syahadahnya salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului syahadahnya" [Dan dia adalah hadits Mutawatir akan datang Takhrijnya]Akan tetapi periodisasi ini kurang sempurna untuk membatasi pengertian salaf ketika kita lihat banyak dari kelompok-kelompok sesat telah muncul pada zaman-zaman tersebut, oleh karena itu keberadaan seseorang pada zaman tersebut tidaklah cukup untuk menghukum keberadaannnya di atas manhaj salaf kalau tidak sesuai dengan para sahabat dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah. Oleh karena itu para Ulama mengkaitkan istilah ini dengan As-Salaf Ash-Shalih.Dengan ini jelaslah bahwa istilah Salaf ketika dipakai tidaklah melihat kepada dahulunya zaman akan tetapi melihat kepada para sahabat Nabi dan yang mengikuti mereka dengan baik. Dan diatas tinjauan inilah dipakai istilah salaf yaitu dipakai untuk orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj di atas pemahaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya Radhiyallahu a'nhuma sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.Adapun nisbat Salafiyah adalah nisbat kepada Salaf dan ini adalah penisbatan terpuji kepada manhaj yang benar dan bukanlah madzhab baru yang dibuat-buat.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu' Fatawa 4/149 : Tidak ada celanya atas orang yang menampakkan manhaj Salaf, menisbatkan kepadanya dan bangga dengannya, bahkan pernyataan itu wajib diterima menurut kesepakatan Ulama, karena madzhab Salaf tidak lain adalah kebenaran itu sendiri.Sebagian orang dari orang yang mengerti akan tetapi berpaling ketika menyebut Salafiyah, mereka terkadang menyangka bahwa Salafiyah adalah perkembangan baru dari Jama'ah Islamiyah yang baru yang melepaskan diri dari lingkungan Jama'ah Islam yang satu dengan mengambil untuk dirinya satu pengertian yang khusus dari makna nama ini saja sehingga berbeda dengan kaum muslimin yang lainnya dalam masalah hukum, kecenderungan-kecenderungan bahkan dalam tabia'at dan norma-norma etika [akhlak].[1]Tidaklah demikian itu ada dalam manhaj salafi, karena salafiyah adalah Islam yang murni [bersih] secara sempurna dan menyeluruh baik kitab maupun sunnah dari pengaruh-pengaruh endapan peradaban lama dan warisan kelompok-kelompok sesat yang beraneka ragam sesuai dengan pemahaman Salaf yang telah dipuji oleh nash-nash al-Kitab dan As-Sunnah.Prasangka itu hanyalah rekaan prasangka salah dari suatu kaum yang tidak menyukai kata yang baik dan penuh barokah ini, yang asal kata ini memiliki hubungan erat dengan sejarah umat Islam sampai bertemu generasi awal, sehingga mereka menganggap bahwa kata ini dilahirkan dari gerakan pembaharuan yang dikembangkan oleh Jamaluddin Al-Afghaniy dan Muhammad Abduh pada masa penjajahan Inggris di Mesir.[2]Orang yang menyatakan persangkaan ini atau yang menukilkannya tidak mengetahui sejarah kata ini yang bersambung dengan As-Salaf Ash-Shalih secara makna, pecahan kata dan periodisasi. Padahal para ulama terdahulu telah mensifatkan setiap orang yang mengikuti pemahaman para sahabat dalam aqidah dan manhaj dengan Salafi. Seperti ahli sejarah Islam Al-Imam Adz-Dzahaabiy dalam Siyar 'Alam an-Nubala 16/457 menukil perkataan Ad-Daroquthniy : Tidak ada sesuatu yang paling aku benci melebihi ilmu kalam. Kemudian Adz-Dzahaabiy berkata : Dia tidak masuk sama sekali ke dalam ilmu kalam dan jidal [ilmu debat] dan tidak pula mendalami hal itu, bahkan di adalah seorang Salafi.[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf [Studi Kritis Solusi Problematika Umat] oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]_________Foote Note.[1] Lihatlah tulisan Dr. Al-Buthiy dalam kitabnya As-Salafiyah Marhalatun Zamaniyatun Mubarokatun La Madzhabun Islamiyatun, kitab ini lahiriyahnya rahmat tetapimsebaliknya merupakan adzab.[a] Dia berusaha mencela As-Salaf dalam manhaj ilmiyah mereka dalam talaqiy, pengambilan dalil [istidlal] dan penetapan hukum [istimbath], dengan demikian dia telah menjadikan mereka seperti orang-orang ummiy yang tidak mengerti Al-Kitab kecuali hanya dengan angan-angan.[b] Dia telah menjadikan manhaj Salaf [As-Salafiyah] fase sejarah yang telah lalu dan hiloang tidak akan kembali ada kecuali kenangan dan angan-angan.[c] Mengklaim bid'ahnya intisab [penisbatan] kepada salaf, maka dia telah mengingkari satu perkara yang sudah dikenal dan tersebar sepanjang zaman secara turun temurun.[d] Dia berputar seputar manhaj Salaf dalam rangka membenarkan madzhab khalaf dimana akhirnya dia menetapkan bahwa manhaj khalaf adalah penjaga dari kesesatan hawa nafsu dan menyembunyikan kenyataan-kenyataan sejarah yang membuktikan bahwa manhaj khalaf telah mengantar kepada kerusakan peribadi muslim dan pelecehan manhaj Islam.[2] Dakwaan-dakwaan ini memiliki beberapa kesalahan :[a] Gerakan yang dipelopori oleh Jamaludin Al-Afghaniy dan Muhammad Abduh bukanlah salafiyah akan tetapi dia adalah gerakan aqliyah kholafiyah dimana mereka menjadikan akal sebagai penentu daripada naql [nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah].[b] Telah muncul penelitian yang banyak seputar hakikat Al-Afghaniy dan pendorong gerakannya yang memberikan syubhat [keraguan] yang banyak seputar sosok ini yang membuat orang yang memperhatikan sejarahnya untuk was-was dan berhati-hati darinya.[c] Bukti-bukti sejarah telah menegaskan keterlibatan Muhammad Abduh pada gerakan Al-Masuniyah dan dia dianggap tertipu oleh propagandanya dan tidak mengerti hakikat gerakan Masoni tersebut.[d] Pengkaitan As-Salafiyah dengan gerakan Al-Afghaniy dan Muhammad Abduh adalah tuduhan jelek terhadapnya walaupun secara tersembunyi dari apa yang telah dituduhkan mereka kepadanya dari keterikatan dan motivasi yang tidak jelas.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=456&bagian=0


Artikel Salaf Dan Salafiyah Secara Bahasa Istilah Dan Periodisasi Zaman diambil dari http://www.asofwah.or.id
Salaf Dan Salafiyah Secara Bahasa Istilah Dan Periodisasi Zaman.

Apakah Rezki Dan Jodoh Telah Ditulis Di Lauh Mahfudz

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Rezki Dan Jodoh Telah Ditulis Di Lauh Mahfudz Apakah Rezki Dan Jodoh Telah Ditulis Di Lauh Mahfudz

Kategori Qadha Dan Qadar

Minggu, 29 Februari 2004 08:03:45 WIBAPAKAH REZKI DAN JODOH TELAH DI TULIS DI LAUH MAHFUDZOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-'UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah rezqi dan jodoh juga telah tertulis di Lauh Mahfudz ".Jawaban.Segala sesuatu sejak awal terciptanya Qalam sampai tiba hari Qiyamat telah tertulis di Lauh Mahfudz, karena sejak permulaan menciptakan Qalam Allah telah berfirman kepadanya : "Tulislah", Dia [Qalam] bertanya : "Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis" Allah berfirman : "Tulislah segala sesuatu yang terjadi". Kemudian dia [Qalam] menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari kiamat. Juga diriwayatkan dari Nabi :"Artinya : Sesungguhnya janin yang ada dalam kandungan ibunya ketika telah melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus Malaikat kepadanya yang meniupkan roh dan menulis rizqi, ajal, amal dan apakah dia celaka atau bahagia".Rezqi juga telah tertulis dan ditakdirkan beserta sebab-sebabnya, tidak bertambah dan tidak berkurang. Sebagian dari sebab-sebab [rezqi] adalah pekerjaan manusia untuk mencari rezqi, sebagaimana firman Allah :"Artinya : Dia [Allah] adalah Tuhan yang telah menjadikan bumi tunduk [kepadamu], maka berjalanlah dia atas pundaknya dan makanlah sebagian rezqi-Nya dan kepada-nyalah tempat kembali" [Al-Maidah : 15]Sebagian dari sebab-sebab rezqi lagi adalah menyambung persaudaraan [sillaturrahim], termasuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan menyambung hubungan keluarga, karena Nabi telah bersabda."Artinya : Barangsiapa ingin dilapangkan rezqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung persaudaraan [sillaturrahim].Sebagian sebab-sebab rezqi lagi adalah bertaqwa kepada Allah, sebagaimana firman Allah."Artinya : Barangsiapa bertaqwa, maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezqi dengan tanpa disangka-sangka" [Ath-Thalaq : 2-3]Janganlah Anda mengatakan : "rezqi telah tertulis dan terbatasi dan aku tidak akan melakukan sebab-sebab untuk mencapainya". Karena pernyataan tersebut adalah suatu kelemahan. Sedangkan yang disebut kepandaian adalah kamu tetap berupaya mencari rezqi dan sesuatu yang bermanfaat bagimu, baik untuk agamamu maupun untuk duniamu. Nabi bersabda."Artinya : Seorang yang pandai adalah orang yang mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal setelah mati, sedangkan orang yang lemah adalah orang hanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan"Sebagaiamana rezqi telah tertulis dan ditaqdirkan bersama sebab-sebabnya, maka jodoh juga telah tertulis [beserta sebab-sebabnya]. Masing-masing dari suami istri telah tertulis untuk menjadi jodoh bagi yang lain. Bagi Allah tidak rahasia lagi segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun di langit.[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=325&bagian=0


Artikel Apakah Rezki Dan Jodoh Telah Ditulis Di Lauh Mahfudz diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Rezki Dan Jodoh Telah Ditulis Di Lauh Mahfudz.

Pernyataan Para Imam Untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 1/4

Kumpulan Artikel Islami

Pernyataan Para Imam Untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 1/4 Pernyataan Para Imam Untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 1/4

Kategori As-Sunnah

Sabtu, 4 Desember 2004 07:15:05 WIBPERNYATAAN PARA IMAM UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MENINGGALKAN YANG MENYALAHI SUNNAHOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniBagian Pertama dari Empat Tulisan 1/4Kiranya ada gunanya di sini saya paparkan sebagian atau seluruhnya ucapan-ucapan yang saya ketahui dari mereka. Semoga kutipan ini dapat menjadi pelajaran dan peringatan bagi mereka yang taklid kepada para imam atau kepada yang lainnya dengan cara membabi buta,[1] dan berpegang pada madzhab dan pendapat mereka seolah-olah hal itu seperti sebuah firman yang turun dari langit. Allah berfirman."Artinya : Ikutilah oleh kalian apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain Dia. Sungguh sedikit sekali kamu ingat kepadanya". [Al-A'raf : 3]Berikut ini saya paparkan pernyataan para Imam Madzhab.[1.] ABU HANIFAH RAHIMAHULLAHImam madzhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang pada Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan sikap membeo pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ucapan beliau.[a] "Artinya : Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku". [2][b] "Artinya : Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya" [3]Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan : "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa". Pada riwayat lain ditambahkan : "Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat lain lagi dikatakan : "Wahai Ya'qub [Abu Yusuf], celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya".[4][c] "Artinya : Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu". [5][Disalin dari Muqadimah buku Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama min At-Takbiiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Shifat Shalat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Media Hidayah-Yogyakarta, hal. 52 - 56, penerjemah Muhammad Thalib]_________Foote Note[1]. Sikap taqlid inilah yang disindir oleh Imam Thahawi ketika beliau menyatakan : "Tidak akan taqlid kecuali orang yang lemah pikirannya atau bodoh". Ucapan ini dinukil oleh Ibnu Abidin dalam kitab Rasmu Al-Mufti [I/32], dari kitab Majmu'atul Rasail-nya.[2] Ibnu Abidin dalam kitab Al-Hasyiyah [I/63] dan Kitab Rasmul Mufti [I/4] dari kumpulan-kumpulan tulisan Ibnu Abidin. Juga oleh Syaikh Shalih Al-Filani dalam Kitab Iqazhu Al-Humam hal. 62 dan lain-lain, Ibnu Abidin menukil dari Syarah Al-Hidayah, karya Ibnu Syhahnah Al-Kabir, seorang guru Ibnul Humam, yang berbunyi."Bila suatu Hadits shahih sedangkan isinya bertentangan dengan madzhab kita, yang diamalkan adalah Hadits". Hal ini merupakan madzhab beliau dan tidak boleh seorang muqallid menyalahi Hadits shahih dengan alasan dia sebagai pengikut Hanafi, sebab secara sah disebutkan dari Imam Abu Hanifah bahwa beliau berpesan : "Jika suatu Hadits itu shahih, itulah madzhabku". Begitu juga Imam Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dari Abu Hanifah dan para imam lain pesan semacam itu.Komentar saya : Hal ini menunjukkan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan mereka. Mereka mengisyaratkan bahwa mereka tidaklah menguasai semua Hadits. Hal ini dengan tegas dinyatakan oleh Imam Syafi'i seperti akan tersebut di belakang nanti. terkadang di antara para imam itu pendapatnya menyalahi Hadits karena hal itu belum sampai kepada mereka. Oleh karena itu, mereka menyuruh kita untuk berpegang pada Hadits dan menjadikannya sebagai madzhab mereka.[3] Ibnu 'Abdul Barr dalam kitab Al-Intiqa fi Fadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah Al-Fuqaha hal. 145, Ibnul Qayyim, I'lamul Muwaqqi'in [II/309], Ibnu 'Abidin dalam Hasyiyah Al-Bahri Ar-Raiq [VI/293], dan Rasmu Al-Mufti hal. 29 dan 32, Sya'rani dalam Al-Mizan [I/55] dengan riwayat kedua, sedang riwayat ketiga diriwayatkan Abbas Ad-Darawi dalam At-Tarikh, karya Ibnu Ma'in [VI/77/1] dengan sanad shahih dari Zufar. Semakna dengan itu diriwayatkan dari beberapa orang sahabatnya, yaitu Zufar, Abu Yusuf, dan Afiyah bin Yazid, seperti termaktub dalam Al-Iqazh hl. 52. Ibnu Qayyim menegaskan shahihnya riwayat ini dari Abu Yusuf [II/344] dan memberi keterangan tambahan dalam Ta'liqnya terhadap kitab Al-Iqazh hal. 65, dikutip dari Ibnu 'Abdul Barr, Ibnul Qayyim dan lain-lain.Komentar saya : Jika ucapan semacam ini yang mereka katakan terhadap orang-orang yang tidak mengetahui dalil mereka, bagaimana lagi ucapan mereka terhadap orang-orang yang tahu bahwa dalil [Hadits] berlawanan dengan pendapat mereka, lalu mereka mengeluarkan fatwa yang berlawanan dengan Hadits.. Harap Anda perhatikan pernyataan ini, sebab pernyataan tersebut sudahlah cukup untuk menghentikan sikap taqlid buta. Oleh karena itulah, sebagian ulama yang bertaqlid menolak untuk menisbatkan pesan tersebut kepada Abu Hanifah, sebab Abu Hanifah melarang seseorang mengikuti omongannya bila dia tahu dalilnya.[4] Komentar saya : Karena imam ini sering kali mendasarkan pedapatnya pada qiyas, karena ia melihat qiyas itu lebih kuat ; atau telah sampai kepadanya Hadits Nabi, lalu ia ambil Hadits ini, lalu dia meninggalkan pendapatnya yang terdahulu. Sya'rani, dalam kitab Al-Mizan [I/62], berkata yang ringkasnya."Keyakinan kami dan keyakinan semua orang yang arif tentang Imam Abu Hanifah ialah jika beliau masih hidup sampai masa pembukuan Hadits dan sesudah ahli Hadits menjelajah semua negeri dan pokok wilayah Islam untuk mencarinya, niscaya beliau akan berpegang pada Hadits-Hadits dan meninggalkan setiap qiyas yang dahulu digunakannya, sehingga qiyas hanya sedikit dipakai pada madzhab beliau sebagaimana pada madzhab-madzhab lainnya. Akan tetapi, karena pada masanya dalil-dalil hadits ada pada para pengikutnya yang terpencar-pencar di berbagai kota, kampung, dan pojok-pojok negeri Islam, penggunaan qiyas pada madzhab Hanafi lebih banyak dibanding dengan madzhab lainnya, karena keadaan terpaksa, sebab tidak ada nash tentang masalah-masalah yang beliau tetapkan berdasarkan qiyas. Hal ini berlainan dengan madzhab-madzhab lain. Para ahli hadits pada saat itu telah menjelajah berbagai penjuru wilayah Islam untuk mencari Hadits dan mengumpulkannya dari berbagai kota dan kampung sehingga Hadits-hadits tentang hukum bisa terkumpul semuanya. Inilah yang menjadi sebab banyaknya pemakaian qiyas dalam madzhab beliau, sedangkan pada madzhab-madzhab yang lain sedikit.Sebagian besar dari pendpat-pendapat Hanafi ini dinukil oleh Abu Al-Hasanat dalam kitab An-Nafi' Al-Kabir hal. 135 dan beliau memberi komentar dengan keterangan yang dapat mejelaskan dan menguatkan pendapatnya. Silakan baca kitab tersebut.Komentar saya : Menjadi suatu udzur dari Abu Hanifah bila pendapatnya ternyata bertentangan dengan Hadits-hadits shahih dan udzur dia ini pasti termaafkan. Allah tidak memaksa seseorang di luar kemampuannya. Jadi, beliau tidak boleh dicerca dalam hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang yang bodoh. Orang justru wajib hormat kepada beliau, sebab dia adalah salah seorang di antara imam kaum muslimin yang telah memelihara agama ini dan menyampaikan kepada kita berbagai bagian dari agama. Beliau mendapat pahala atas segala usahanya, yang benar atau yang keliru. Di samping itu, tidak seseorang yang menghormati beliau boleh terus meneru berpegang pada pendapat-pendapat beliau yang bertentangan dengan Hadits-hadits shahih, sebab cara semacam itu bukanlah madzhabnya, sebagaimana telah Anda lihat sendiri pernyataan-pernyataanya dalam hal ini. Mereka para imam yang saling berbeda pendapat itu, ibarat lembah-lembah dan kebenaran bisa ada pada lembah yang satu atau mungkin pada lembah lainnya. Oleh karena itu, wahai Tuhan kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan ; janganlah Engkau jadikan hati kami dengki kepada orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.[5] Al-Filani dalam kitab Al-Iqazh hal. 50, menisbatkannya kepada Imam Muhammad juga, kemudian ujarnya."Hal semacam ini dan lain-lainnya yang serupa bukanlah menjadi sifat mujtahid, sebab dia tidak mendasarkan hal itu pada pendapat mereka, bahkan hal semacam ini merupakan sifat muqallid".Komentar saya : Berdasarkan hal diatas, Sya'rani dalam Kitab Al-Mizan [I/26] berkata : "Jika saya berkata, apa yang harus saya lakukan terhadap Hadits-hadits shahih setelah kematian imamku, dimana beliau dahulu tidak mengambil Hadits tersebut".Jawabnya : Anda seharusnya mengamalkan Hadits tersebut, sebab sekiranya imam Anda mengetahui Hadits-hadits itu dan menurutnya shahih, barangkali beliau akan menyuruh Anda juga berbuat begitu sebab para imam itu semuanya terikat pada Syari'at. Barangsiapa yang mengikuti hal itu, kedua tangannya akan meraih kebajikan. Akan tetapi, barangsiapa yang mengatakan :"Saya tidak mau mengamalkan suatu Hadits kecuali kalau hal itu diamalkan oleh imam saya", akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebaikan, seperti yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang taqlid kepada imam madzhab. Yang lebih utama untuk mereka adalah mengamalkan setiap Hadits yang shahih yang ada sepeninggal imam mereka, demi melaksanakan pesan para imam tersebut. Menurut keyakinan kami, sekiranya mereka itu masih hidup dan mendapatkan Hadits-hadits yang shahih sepeninggal mereka ini, niscaya mereka akan mengambilnya dan melaksanakan isinya serta meninggalkan semua qiyas yang dahulu pernah mereka lakukan atau setiap pendapat yang dahulu pernah mereka kemukakan.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1208&bagian=0


Artikel Pernyataan Para Imam Untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 1/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pernyataan Para Imam Untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 1/4.

Hukum Bom Bunuh Diri

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Bom Bunuh Diri Hukum Bom Bunuh Diri

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Senin, 10 Oktober 2005 11:36:48 WIBHUKUM BOM BUNUH DIRIOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminSyaikh rahimahullah berkata tatkala menerangkan hadist tentang kisah "Ashabul Ukhdud" [orang-orang yang membuat parit], ketika menyebutkan faidah-faidah yang terdapat dalam kisah tersebut, 'bahwasanya seseorang dibenaran mengorbankan dirinya untuk kepentingan otang banyak, karena pemuda ini memberitahukan kepada raja cara membunuhnya yaitu dengan mengambil anak panah milik pemuda itu" [1]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : 'Karena hal ini merupakan jihad fi sabilillah, yang menyebabkan orang banyak beriman, sedangkan pemuda tadi tidak rugi karena ia telah mati, dan memang ia akan mati cepat atau lambat"Adapun perbuatan sebagian orang yang mengorbankan diri, dengan jalan membawa bom kemudian ia datang kepada kaum kuffar lalu meledakkannya merupakan bentuk bunuh diri –semoga Allah melindungi kita-. Barangsiapa yang melakukan bunuh diri maka ia kekal di Neraka Jahannam selamanya seperti telah disinyalir oleh sebuah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam [2], karena orang tersebut melakukan bunuh diri bukan untuk kemaslahatan agama Islam. Sebab jika ia membunuh dirinya serta membunuh sepuluh, seratus atau dua ratus orang, hal itu tidak mendatangkan manfaat bagi Islam dan tidak ada orang yang mau masuk Islam, berbeda dengan kisah pemuda tadi. Bahkan boleh jadi hal ini akan memunculkan kemarahan di hati para musuh sehingga mereka membinasakan kaum muslimin dengan sekuat tenaga.Contohnya apa yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi terhadap orang-orang Palestina. Jika di antara penduduk Palestina satu orang yang mengorbankan diri dan ia bisa membunuh enam, atau tujuh orang, maka orang-orang Yahudi akan membalasnya dengan memakan korban enam puluh orang atau lebih. Hal tersebut tidaklah memberikan manfaat bagi kaum muslimin, dan tidak pula orang yang melakukannya.Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwasanya perbuatan yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengorbankan dirinya termasuk perbuatan bunuh diri yang tidak sesuai dengan kebenaran, dan menyebabkan pelakunya masuk ke dalam neraka –semoga Allah melindungi kita-. Pelakunya pun tidak dikatagorikan sebagai syahid. Akan tetapi jika pelakunya beranggapan bahwasanya hal itu dbenarkan, maka kami berharap mudah-mudahan ia terbebas dari dosa, tetapi tetap saja tidak dikatagorikan sebagai syahid, karena ia tidak menempuh jalan orang yang syahid. Dan barangsiapa yang berijtihad lalu ia salah maka baginya satu pahala [3].Pertanyaan.Bagaimana dengan hukuman syar'i terhadap orang yang membawa bom di tubuhnya kemudian meledakkan dirinya di tengah kerumunan orang-orang kafir dengan maksud untuk menghancurkan mereka Apakah bisa dibenarkan beralasan dengan kisah pemuda yang memerintahkan raja untuk membunuh dirinya Jawaban.Orang yang meletakkan bom di badannya lalu meledakkan dirinya di kerumunan musuh merupakan suatu bentuk bunuh diri dan ia akan disiksa di Neraka Jahannam selamanya, disebabkan perbuatan tersebut, sebagaimana telah disebutkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa orang yang membunuh dirinya dengan sesuatu ia akan disiksa karenanya di Neraka Jahannam.Sungguh aneh orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut, sedangkan mereka membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan janganlah kamu membunuh diri ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu" [An-Nisa' : 29]Akan tetapi mereka tetap saja melakukannya, apakah mereka mendapatkan sesuatu Apakah musuh telah kalah Ataukah sebaliknya, mereka semakin keras terhadap orang-orang yang melakukan pebuatan ini, seperti yang sedang terjadi di negeri Yahudi, di mana perbuatan-perbuatan tersebut menjadikan mereka semakin sombong bahkan kami menemukan data bahwasanya Negara Yahudi pada pertemuan terakhir golongan kanan menang yaitu mereka yang ingin menguasai bangsa arab.Akan tetapi orang yang berbuat seperti ini yang beranggapan bahwa ini adalah perngorbanan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala kami mohon kepada Allah agar ia tidak disiksa karena telah menakwilkan dengan takwil yang salah.Adapun beralasan dengan kisah pemuda tadi, maka perbuatan pemuda tersebut menjadikan orang masuk Islam bukannya menghancurkan musuh. Oleh karena itu, ketika raja mengumpulkan orang banyak lalu ia mengambil anak panah dari tempat pemuda itu seraya berkata : Dengan nama Allah tuhan pemuda ini, orang-orang pun berteriak : Tuhan adalah Tuhannya pemuda ini, sehingga menghasilkan ke-Islaman orang banyak. Apabila terjadi seperti kisah pemuda ini maka bolehlah beralasan dengan kisah tersebut. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kepada kita agar diambil sebagai pelajaran. Akan tetapi orang-orang yang beranggapan bahwasanya boleh membunuh diri mereka jika mampu membunuh sepuluh atau seratus dari pihak musuh, hal itu hanyalah menimbulkan kemarahan dalam diri musuh serta mereka semakin berpegang dengan keyakinan mereka.[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]_________Foote Note[1] Kisah ini dikeluarkan oleh Imam Muslim di kitab Az-Zuhud wa Ar-Raqaiq, bab : Kisah Ashabul Ukhdud' hadits no. 3005[2] Hadits riwayat Al-Bukhari dalam kitab Ath-Thib bab : Larangan minum racun dan berobat dengannya serta perkara-perkara yang dikhawaatirkan timbul darinya, hadits no. 5778[3] Syarah Riyadush Shalihin 1/165-166

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1597&bagian=0


Artikel Hukum Bom Bunuh Diri diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Bom Bunuh Diri.

Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram

Kumpulan Artikel Islami

Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram

>> Pertanyaan :

Syaikh Utsaimin ditanya: Seseorang dari Abha datang di Makkah padawaktu malam lalu di pagi harinya tergoda oleh syaitan sehingga iamenggauli istrinya, apa hukumnya ?

>> Jawaban :

Orang tersebut datang bersama istrinya untuk umrah pada bulan puasa,lalu di pagi hari menggauli istrinya sementara dalam keadaan puasa.Maka saya katakan bahwa tidak ada kewajiban melainkan mengganti puasahari itu saja dan tidak berdosa dan tidak ada kafarat karena orangyang sedang musafir boleh membatalkan puasanya baik dengan makan,minum atau bersenggama. Sebab orang yang sedang musafir tidak wajibberpuasa. Sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman: Karenaitu barangsiapa diantara kamu hadir di negeri tempat tinggal-nya dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapasakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah bagi-nyaberpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yanglain . [Al-Baqarah: 185]. Maka saya sarankan bagi penduduk Makkah jikaada orang yang memin-ta fatwa tentang hukum menggauli istri dalamkeadaan puasa, maka hendak-nya diklarifikasi terlebih dahulu, apakahia sedang musafir atau tidak Apa-bila ia menjawab bahwa sedangmusafir, maka tidak ada kewajiban melainkan mengganti. Akan tetapijika berasal dari penduduk setempat menggauli istrinya di siang haribulan Ramadhan, maka dia terkena sangsi sebagai berikut: Pertama,puasanya rusak. Kedua , wajib menahan sisa harinya. Ketiga, menggantipuasa. Keempat, berdosa. Dan kelima, membayar kafarat yaitumemerdekakan budak dan jika tidak mendapatkan, maka berpuasa dua bulanberturut-turut, dan jika tidak mampu, maka memberi makan terhadap enampuluh orang miskin.

Hit : 546 |

Index Fatwa [alsofwah/www.alsofwah.or.id/,pilih=indexfatwa] |

Beritahu teman [alsofwah/www.alsofwah.or.id/,pilih=temanfatwa id=323] |

Versi [alsofwah/www.alsofwah.or.id/cetakfatwa.php,id=323]

Artikel Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menggauli Istri Setelah Selesai Ihram.

Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit

Kumpulan Artikel Islami

Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit

>> Pertanyaan :

Ada sebagian orang yang berhutang uang kepada perusahaan danpembayarannya dikredit melalui potongan gaji, hal itu ia lakukansupaya dapat pergi haji. Bagaimana menurut Syaikh?

>> Jawaban :

Menurut pengetahuan saya, hendaknya ia tidak melakukan hal itu, sebabseseorang tidak wajib menunaikan ibadah haji jika ia sedang menanggunghutang. Lalu bagaimana halnya dengan berhutang untuk menunaikan ibadahhaji! Maka saya berpandangan, jangan berhutang untuk menunaikanibadah haji, karena ibadah haji dalam kondisi seperti itu hukumnyatidak wajib atasnya, seharusnya ia menerima rukhshah [keringanan] dariAllah Subhannahu wa Ta'ala dan kemurahan rahmat-Nya dan tidakmemak-sakan diri dengan berhutang yang ia sendiri tidak tahu kapandapat melunasinya, bahkan barangkali ia mati dan belum sempatmenunaikan hutangnya. Lalu jika begitu ia menanggung beban hutangselama-lamanya.

Fatawa nur alad darb: Ibnu Utsaimin, jilid 1, hal. 277.

Artikel Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menunaikan Ibadah Haji Dengan Hutang Atau Kredit.

Penyimpangan Seksual Homosek/Liwath

Kumpulan Artikel Islami

Penyimpangan Seksual Homosek/Liwath Penyimpangan Seksual Homosek/Liwath

Kategori Adab Dan Perilaku

Senin, 23 Mei 2005 08:16:49 WIBPENYIMPANGAN SEKSUAL HOMOSEK/LIWATHOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya seorang pemuda berumur 21 tahun. Saya telah terjerat perilaku homoseksual sejak umur delapan tahun ketika ayah saya terlalu sibuk sehingga lalai mendidik saya. Saat ini saya hidup dengan perasaan bersalah dan menyesali perbuatan itu sampai-sampai saya berpikir untuk bunuh diri – saya mohon perlindungan Allah dari hal itu-. Rasa pedih dan siksa bertambah dengan permintaan keluarga saya agar saya menikah. Saya mohon Anda memberi saya bimbingan tentang cara yang benar dan solusi yang tepat untuk masalah saya ini sehingga saya dapat terlepas dari kehidupan yang sangat menyiksa yang saya rasakan saat ini. Semoga Allah membalas Anda dengan yang lebih baik.Jawaban.Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Saya mohon kepada Allah agar melimpahkan kepada Anda kekuatan untuk terlepas dari perilaku yang Anda ceritakan. Tidak diragukan lagi bahwa perilaku yang Anda ceritakan itu adalah perilaku yang sangat keji. Akan tetapi –alhamdulillah- solusinya sebenarnya mudah, yaitu Anda segera bertaubat nasuha dengan cara sungguh-sungguh menyesali apa yang telah terjadi, berhenti total dari perilaku keji itu, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, serta bergaul dengan orang-orang yang baik, menjauhi orang-orang yang tidak baik, dan segera menikah. Jika secara jujur taubat itu, maka bergembiralah [bahwa Anda akan mendapatkan] kebaikan, keberuntungan, dan akhir yang baik. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut.â€Å"Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah kalian semua wahai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung” [An-Nur : 31]â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” [At-Tahrim : 8]Begitu pula berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamâ€Å"Artinya : Taubat menghapuskan dosa yang sebelumnya”â€Å"Artinya : Orang yang bertaubat dari dosanya keadaannya seperti orang yang tidak punya dosa” [Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 4250, Thabrani X/150]Semoga Allah melimpahkan taufiqNya kepada Anda, dan memperbaiki hati dan amal perbuatan Anda, serta menganugrahi Anda taubat nasuha dan teman-teman dari orang-orang yang baik.[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah V/422-423][Disalin dari Majalah Fatawa Volume 11/Th I/14124H-2003M]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1439&bagian=0


Artikel Penyimpangan Seksual Homosek/Liwath diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penyimpangan Seksual Homosek/Liwath.

Kematian dan Jenazah

Kumpulan Artikel Islami

Kematian dan Jenazah Setiap manusia dan yang bernyawa pasti akanmenghadapi kematian. Firman Allah: Setiap yang berjiwa akanmera-sakan mati. [Al-Anbiya: 35]

Namun tidak ada seorangpun di antara kita yang tahu kapan ajal akandatang menjemput dan dimana kita akan meninggal, karena hal itu hanyaAllah yang mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Dantidak seorang pun yang dapat mengetahui dibumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah maha megetahui lagi maha mengenal. [Luqman:34]

Kalau ada seorang muslim yang meninggal atau akan meninggal adabeberapa hal yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasalam kepada kita, diantaranya:

1. Mentalqinkan orang yang hampir meninggal

Dari Mu'az bin Jabal radhiallaahu anhu ia berkata: RasulullahShallallahu alaihi wasalam Bersabda: Siapa yang akhirpembicaraanya Laa ilaaha illallah, ia akan masuk Surga. [HR.Ahmad, Abu Daud dan Hakim, hadits hasan].

Oleh karena itu kalau ada orang yang mau meninggal [roh hampir keluar],hendaklah ia ditalqinkan [dituntun] dengan kalimah tauhid untukmengingatkannya dengan kalimat tersebut dan agar dapat mengucapkan itudiakhir hayatnya. Dari Abi Sa'id Al-Khudri Radhiallaahu anhu iaberkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: Talqinkanlahorang yang hampir meninggal di antara kalian 'laa ilaha illallah'[HR. Muslim]

Hendaknya kalimah tersebut diucapkan dengan pelan dalam artian janganterlalu cepat agar bisa ditirukan dengan mudah. Apabila ia telahmengucapkan maka talqinnya tidak usah diulang lagi, kecuali kalau iamengucapkan kata-kata yang lain barulah talqin itu diulang lagi.Inilah talqin yang disyari'atkan. Adapun setelah keluarnya ruh, makatalqin tersebut tidak disyari'atkan lagi. Karena tidak adanya sunnahyang shahih dari nabi Shallallahu alaihi wasalam tentang hal itu.

2. Ucapkanlah kata-kata yang baik terhadap orang yang meninggal

Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: Apabila kamumenghadiri orang yang sakit atau orang yang meninggal maka katakanlahyang baik maka sesungguhnya malaikat mengaminkan [membaca amin] atasapa yang kamu katakan. [HR. Muslim]

Dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari bahwasanya satu jenazahdibawa melewati Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dan parashahabat, lalu mereka menyebutkan kebaikan-kebaikan orang tersebut.Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: Wajib. Lalu lewatlagi satu jenazah yang lain, lalu mereka menyebutkan kejahatankejahatannya. Maka Rasulullah bersabda lagi: Wajib. Maka Umar binKhatab Radhiallaahu anhu bertanya: Apakah gerangan yang wajibRasulullah bersabda:Ini yang kamu sebutkan atasnya kebaikan, maka wajiblah baginya sorga;dan ini yang kamu sebutkan atasnya kejahatan, maka wajiblah baginyaneraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi. [HR. Al-Bukhari].

3. Yang mendapat musibah membaca istirja' dan berdoa

Dari Ummi Salamah zia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahualaihi wasalam bersabda: Tidak ada seorang hamba yang tertimpamusibah lalu ia membaca 'innalillah wainna ilaihi raaji'un', ya Allahberilah aku pahala pada musibahku dan gantilah bagiku yang lebih baikdarinya-kecuali Allah memberikannya pahala didalam musi-bahnya danmenggantikan untuknya yang lebih baik darinya [yang telah hilang]. Ummu Salamah berkata: Maka ketika Abu Salamah [suami] wafat, akumembaca sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu alaihiwasalam, maka Allah menggantikan untukku yang lebih baik darinya [yaitu]â€" Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam. [HR. Muslim].

4. Dibolehkan menangis tanpa disertai ratapan

An-Nawawi berkata: Meratapi orang yang sudah meninggal adalah haram.Banyak hadits yang menjelaskan tentang larangan menangisnya dansesungguhnya orang yang meninggal akan disiksa dengan tangisankeluarga-nya kepadanya. Hadits-hadits tersebut ditujukan kepada orangyang berwashiat kepada keluarganya agar menangisi kematiannya, danlarangan itu bagi tangisan yang disertai ratapan. Karena banyak sekalihadits yang menjelaskan tentang bolehnya menangisi orang yang telahmeninggal. Diantaranya adalah;

Dari Usamah bin Zaid Radhiallaahu anhu, bahwasanya RasulullahShallallahu alaihi wasalam diangkatkan kepadanya cucu dari anakperempuan-nya [anak dari Zainab] dan dia [cucu itu] dalam kematian,maka mengalirlah [menangis] kedua mata Rasulullah Shallallahu alaihiwasalam. Maka Sa'd bertanya kepada beliau: Apakah ini hai Rasulullah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: Ini adalah kasihsayang yang Allah berikan di hati hamba-hambaNya, Dan Allah menyayangihamba-hambaNya yang penuh kasih sayang. [Muttafaq 'alaih]

5. Menshalatkan, mengantarkan jenazahnya sampai selesaipemakamannya

Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: Siapa yangmenyaksikan jenazah sehingga dishalatkan, maka baginya satu qirath.Dan siapa yang menyaksikannya sampai selesai pemakaman, maka baginyadua qirath. Ditanyakan orang: Apakah dua qirath itu Nabi bersabda:seperti dua gunung yang besar. [Muttafaq 'alaih].

Ibnu Hajar berkata: Dari hadits-hadits yang berkenaan dengan hal inidiambil satu pengertian bahwa orang yang cuma melayat saja tidakmendapatkan pahala qirath.

6. Bersegeralah mengurus jenazah

Dari Abi Hurairah Radhiallaahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahualaihi wasalam bersabda: Segeralah [mengurus] jenazah, Maka jikaia adalah baik [shaleh] maka kebaikan yang kamu dahulukan [dekatkan]kepadanya. Dan jika ia adalah selain yang demikian itu, maka kejahatanyang kamu letakkan dari punggung kamu. [Muttafaq 'alaihi]

Ibnu Quddamah berkata: Ulama sepakat bahwa ini adalah perintah wajib.Dan menurut jumhur ulama yang dimaksud bersegera disini adalahberjalan membawa jenazah dengan jalan yang lebih cepat dari jalan yangbiasanya. Dengan catatan bersegera disini tidak sampai membawakemudharatan bagi mayyit atau bagi yang membawanya.

7. Bersegera membayarkan utangnya [jika ia berutang]

Kalau seorang muslim yang meninggal masih memiliki utang kepada oranglain maka hendaklah utang itu dibayar sesegera mungkin. RasulullahShallallahu alaihi wasalam bersabda:Diri seorang mu'min digantungkan dengan utangnya [ditahan darimendapatkan tempat yang mulia] sehingga dibayarkan [utang] darinya.[HR. Ahmad, At-Tirmidzi Ad-Darimi/Hasan].

8 . Mendo'akan dan memintakan ampun bagi mayyit setelah selesaidikebumikan

Dari 'Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu beliau berkata: Adalah NabiMuhammad Shallallahu alaihi wasalam : apabila selesai menguburkanjenazah beliau berdiri atasnya dan bersabda: Mintakanlah ampunanbagi saudara kalian dan mintakanlah [mohonkanlah] baginya ketetapanmaka sesungguhnya dia sekarang ditanya [oleh dua malaikat] [HR.Abu Daud dan Al-Hakim dengan sadad yang hasan].

Syaikh Shaleh Fauzan mengatakan: Rasulullah Shallallahu alaihi wasalammemerintahkan kepada kita memohonkan ampunan bagi mayyit yang muslimdan memintakan ketetapan baginya langsung setelah dikebumikan.Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menjelaskan bahwa saat ini diasedang ditanya oleh dua malaikat. Namun tidak ada hadits yangmenjelaskan bahwa mereka [salafus shaleh] menjaharkan [mengeraskan]dengan do'a dan istigfar tersebut. Lagi pula berdo'a dan istigfarsecara sir [pelan] lebih afdal dari pada dengan jahar [suara keras].Wallahu 'a'lam bishshawaab. [ M Iqbal Gazali]

Rujukan:

Fath Al-Bari-Ibnu Hajar Al'Asqalani-jilid 3/Kitab Al-Janaiz.

Riyadush Shalihin â€" An-Nawawi-Hal 287-295.

Al Mutaqa min fataawa Syekh Shaleh bin Fauzan binAbdullah Al Fauzan Juz 2 Hal. 153-155.

Artikel Kematian dan Jenazah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kematian dan Jenazah.

Ringkasan Cara Pelaksanaan Jenazah [Pada Saat Sakit, Menjelang Mati, Ketika Meninggal Dunia]

Kumpulan Artikel Islami

Ringkasan Cara Pelaksanaan Jenazah [Pada Saat Sakit, Menjelang Mati, Ketika Meninggal Dunia] Ringkasan Cara Pelaksanaan Jenazah [Pada Saat Sakit, Menjelang Mati, Ketika Meninggal Dunia]

Kategori Jenazah

Rabu, 10 Maret 2004 11:28:04 WIBRINGKASAN CARA PELAKSANAAN JENAZAHOlehSyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidBagian Kedua dari Lima Tulisan [1/5][Tulisan ini hanya ringkasan dan tidak memuat dalil-dalil semua permasalahan secara terperinci. Maka barangsiapa di antara pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalil setiap pembahasan dipersilahkan membaca kitab aslinya "Ahkaamul Janaaiz wa Bid'ihaa" karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah]I. PADA SAAT SAKIT[1] Orang yang sakit wajib menerima qadha [ketentuan] Allah, bersabar menghadapi serta berbaik sangka kepada Allah, semua ini baik baginya.[2] Ia harus mempunyai perasaan takut serta harapan, yaitu takut akan siksaan Allah karena adanya dosa-dosa yang telah ia lakukan, serta harapan akan rahmat Allah.[3] Bagaimana parahnya penyakitnya, ia tidak boleh mengangan-angan kematian, kalaupun terpaksa, maka hendaknya ia berdoa : -Allahumma ahyanii maa kanati al-hayatu khairan lii wa tawaffaniy idzaa kanati al-wafaatu khairan lii- "Artinya : Ya Allah hidupkanlah akau jika kehidupan lebih baik bagiku, matiknalah aku jika kematian lebih baik bagiku"[4] Jika ia mempunyai kewajiban yang menyangkut hak orang lain, hendaknya menyelesaikan secepat mungkin. Jika tidak mampu hendaknya berwasiat untuk penyelesaiannya.[5] Ia harus bersegera berwasiatII MENJELANG MATI[1] Menjelang mati, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :a. Mentalqin [menuntun] mengucapkan -Laa Ilaha Illal-llah- "Artinya : Tiada yang berhak disembah selain Allah"b. Mendo'akanc. Mengucapkan perkataan yang baik.[2] Adapun membacakan surat Yaa sin di sisi orang yang meninggal atau menghadapkan ke kiblat maka amalan tersebut tidak ada dalilnya.[3] Seorang muslim boleh menghadiri kematian orang non-muslim untuk menganjurkan kepadanya supaya masuk Islam [sebelum meninggal dunia].III KETIKA MENINGGAL DUNIAJika sudah meninggal dunia maka orang-orang yang ada disekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :[1] Memejamkan mata mayyit[2] Mendo'akan[3] Menutupnya dengan kain yang meliputi semua anggota tubuhnya. Tapi jika yang meninggal sedang melakukan ihram, maka kepala dan wajahnya tidak ditutupi[4] Bersegera menyelenggarakan jenazahnya setelah yakin bahwa ia sudah betul-betul meninggal[5] Menguburkan di kampung tempat ia meninggal, tidak memindahkan ke daerah lain kecuali dalam kondisi darurat. Karena memindahkan mayat ke daerah lain berarti menyalahi perintah mempercepat pelaksanaan jenazah.[6] Bersegera menyelesaikan utang-utangnya semuanya dari harta si mayyit sendiri, mekipun sampai habis hartanya, maka negaralah yang menutupi utang-utangnya setelah ia sendiri sudah berusaha membayarnya. Jika negara tidak melakukan hal itu dan ada yang berbaik budi melunasinya, maka hal itu dibolehkan.IV YANG BOLEH DILAKUKAN PARA KERABATNYA DAN ORANG LAIN[1] Boleh membuka wajah mayyit dan menciumnya, menangisi -tanpa ratapan- dalam kurung tiga hari.[2] Tatkala berita kematian sampai kepada kerabat mayyit, mereka harus :[a] Bersabar serta redha akan ketentuan Allah[b] Beristirjaa' yaitu membaca : -Inna Lillahi wa Innaa Ilaihi Raaji'uun- "Artinya : Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita akan kembal"[3] Tidaklah menyalahi kesabaran jika ada wanita yang tidak berhias sama sekali asal tidak melebihi tiga hari setelah meninggalnya ayahnya atau selain ayahnya. Kecuali jika yang meninggal adalah suaminya, maka ia tidak berhias selama empat bulan sepuluh hari, karena hal ini ada dalilnya.[4] Jika yang meninggal selain suaminya, maka lebih afdhal jika tidak meninggalkan perhiasannya untuk meredlakan/menyenangkan suaminya serta memuaskannya. Dan diharapkan adanya kebaikan di balik itu.V HAL-HAL YANG TERLARANGRasulullah telah melarang/mengharamkan hal yang selalu dilakukan oleh banyak orang disaat ada yang meninggal, hal-hal yang dilarang tersebut wajib diketahui untuk dihindari, di antaranya :[1] Meratap, yaitu menangis berlebih-lebihan, berteriak, memukul wajah, merobek-robek kantong pakaian dan lain-lain.[2] Mengacak-acak rambut[3] Laki-laki memperpanjang jenggot selama beberapa hari sebagai selama beberapa hari sebagai tanda duka atas kematian seseorang. Jika duka sudah berlalu maka mereka kembali mencukur jenggot lagi.[4] Mengumumkan kematian lewat menara-menara atau tempat lain, karena cara mengumumkan yang seperti itu terlarang dan syariat.VI CARA MENGUMUMKAN KEMATIAN YANG DIBOLEHKAN[1] Boleh menyampaikan berita kematian tanpa menempuh cara-cara yang diamalkan pada zaman jahiliyah dahulu. Bahkan terkadang menyampaikan berita kematian hukumnya menjadi wajib jika tidak ada yang memandikannya, mengkafani, menshalati dan lain-lain.[2] Bagi yang menyampaikan berita kematian dibolehkan meminta kepada orang lain supaya mendo'akan mayyit, karena hal ini ada landasannya di dalam sunnahVII TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAHTelah sah pejelasan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah [kematian/akhir hidu yang baik]. Jika seseorang meinggal dunia dengan mengalami salah satu di antara tanda-tanda itu maka itu merupakan kabar gembira.[1] Mengucapkan syahadat di saat meninggal[2] Mati dengan berkeringat pada dahi[3] Mati pada hari Jum'at atau pada malam Jum'at[4] Mati Syahid di medan jihad[5] Mati terkena penyait thaa'uun[6] Mati terkena penyakit perut[7] Mati tenggelam[8] Mati terkena reruntuhan[9] Mati seorang wanita hamil karenan janinnya[10] Mati terkena penyakit paru[11] Mati membela agama atau diri[12] Mati membela/mempertahankan harta yang akan dirampok[13] Mati dalam keterikatan dengan jalan Allah[14] Mati dalam suatu amalan shalih[15] Mati terbakar[Disalin dari kitab Muhtasar Kitab Ahkaamul Janaaiz wa Bid'ihaa, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diringkas oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri Komaruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=438&bagian=0


Artikel Ringkasan Cara Pelaksanaan Jenazah [Pada Saat Sakit, Menjelang Mati, Ketika Meninggal Dunia] diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ringkasan Cara Pelaksanaan Jenazah [Pada Saat Sakit, Menjelang Mati, Ketika Meninggal Dunia].