Kamis, 29 Mei 2008

Renungan Kejujuran (1)

Kumpulan Artikel Islami

Renungan Kejujuran (1) Berikut ini beberapa renungan seputar kejujuran,kami memandang penting untuk disampaikan agar ia menjadi jalan hiduporang-orang yang jujur dan perilaku orang-orang beriman. Betapabutuhnya kita untuk merenung-kan aib diri kita, serta kekurangan kitadalam hal kejujuran ini. Sisi kejujuran yang begitu penting telahmenjadi fenomena kelemahan manusia di masa ini, sehingga telahtersebar di kalangan mereka lawan dari sikap jujur [dusta]. Maka saya[penulis] dengan rasa senang hati menyusun tulisan ini -atas izinAllah - agar menjadi bahan renungan untuk kita semua.

Alangkah bagusnya ungkapan yang menggambarkan tentang kejujuran,sebagaimana bait berikut:

Kejujuran adalah satu keharusan atasmu

Walaupun dirimu terbakar oleh panasnya janji

Carilah olehmu keridhaan al-Maula

Celakalah orang yang membuat murka Allah dan mencari ridho manusia

Renungan Pertama [Tentang Definisi]

Kejujuran adalah lawan dari dusta dan ia memiliki arti kecocokansesuatu sebagaimana dengan fakta. Di antaranya yaitu kata rajulunshaduq [sangat jujur] , yang lebih mendalam maknanya daripada

shadiq [jujur]. Al-mushaddiq yakni orang yang membenarkansetiap ucapanmu, sedang ash-shiddiq ialah orang yang terusmenerus membenar-kan ucapan orang, dan bisa juga orang yang selalumembuktikan ucapannya dengan perbuatan. Di dalam al-Qur'an disebutkan[tentang ibu Nabi Isa], Dan ibunya adalah seorang”shiddiqah.

[Al-Maidah: 75]. Maksudnya ialah orang yang selalu berbuat jujur. [LisanulArab 10/193-194]

Kejujuran merupakan simbol Islam dan neraca keimanan, pondasi agama,dan menjadi tanda kesempurnaan orang yang memiliki sifat ini. Iamenempati kedudukan yang tinggi di dalam agama dan dalam urusan dunia.Dengan kejujuran akan terpilah orang yang beriman dan orang munafik,terpilih penghuni surga dari penduduk neraka. Dengannya seorang hambaakan dapat meraih kedudukan al-Abrar [orang baik], dandengannya akan men-dapatkan keselamatan dari api neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disifati dengan ash-shadiqulamin [jujur dan terpercaya] , dan sifat ini telah diketahui olehorang Quraisy sebelum beliau diutus menjadi rasul. Demikian pula NabiYusuf ’alaihis salam juga disifati dengannya, sebagaimanafirman Allah subhanahu wata’ala,

[Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru], Yusuf, haiorang yang amat dipercaya. [QS.Yusuf:46]

Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga mendapatkan julukanini [ash-shiddiq]. Ini semua menunjukkan hawa kejujuran merupakansalah satu perilaku kehidupan terpenting para rasul dan pengikutmereka. Dan kedudukan tertinggi sifat jujur adalah ash-shiddiqiyah Yakni tunduk terhadap rasul secara utuh [lahir batin] dan diiringikeikhlasan secara sempurna kepada Pengutus-Nya [Allah subhanahuwata’ala].

Imam Ibnu Katsir berkata, Jujur merupakan karakter yang sangatterpuji, oleh karena itu sebagian besar shahabat tidak pernahcoba-coba melakukan kedustaan baik pada masa jahiliyah maupun setelahmasuk Islam. Kejujuran merupakan ciri keimanan, sebagaimana pula dustaadalah ciri kemunafikan, maka barang siapa jujur dia akan beruntung. [TafsirIbnu Katsir 3/643]

Renungan ke Dua [Al-Qur'an dan Kejujuran]

Al-Qur'an menyebutkan sifat jujur dalam banyak ayat serta menganjurkankepada kejujuran, dan bahwa ia merupakan buah dari ikhlas dan takwa.Di antara ayat-ayat tersebut adalah:

1. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Hai orang-orangyang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersamaorang-orang yang benar.” [QS. At-Taubah:119]

Maksudnya ialah; Jadilah kalian semua bersama dengan orang-orang yangjujur dalam ucapan mereka, dalam perbuatan dan segala keadaan mereka.Mereka adalah orang-orang yang yang ucapannya jujur, perbuatannya dankeadaannya tiada lain kecuali kejujuran semata, bebas dari kemalasan,kebosanan, selamat dari tujuan-tujuan yang buruk, dan selalu memuatkeikhlasan dan niat yang baik. [Tafsir Ibnu Sa’di hal 355]

2. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Supaya Allahmemberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karenakebenarannya. [QS. al-Ahzab:24]

Yakni mereka memperoleh semua itu dengan sebab kejujuran mereka dalamucapan, keadaan dan interaksi mereka dengan Allah subhanahuwata’ala, serta kesesuaian mereka antara lahir dengan batinnya.[

Tafsir Ibnu Sa’di hal 661]

3. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Allah berfirman, Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benarkebenaran mereka. [QS. al-Maidah:119]

Kejujuran mereka ketika di dunia akan memberikan manfaat kepada merekadi hari Kiamat. Dan tidak ada sesuatu yang bermanfaat bagi seoranghamba pada hari Kiamat serta tidak ada yang menyelamatkannya dariadzab Allah kecuali kejujuran.

4. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Dangembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukanyang tinggi [qadama shidqin] di sisi Rabb mereka. [QS.Yunus:2]

Maksudnya yaitu keimanan yang benar [jujur], bahwasannya mereka kelakakan mendapatkan qadama shidqin yakni balasan yang takterhingga, pahala yang amat banyak di sisi Rabb mereka dengan sebabapa yang dulu pernah mereka lakukan berupa amal shalih dan kebenaran [jujur].[Tafsir Ibnu Sa’di hal 661]

Ibnu Abbas z berkata, Qadama shiqin maknanya adalah rumahkejujuran [di surga, red], dan diriwayatkan darinya juga, Pahalayang baik karena perbuatan mereka dahulu [di dunia] yang baik. [Al-Jami’Liahkamil Qur’an 8/306]

5. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Dan orang yangmembawa kebenaran [Muhammad] dan membenarkannya, mereka itulahorang-orang yang bertaqwa.” [QS. Az-Zumar:33]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Kejujuran saja belumcukup bagimu, bahkan merupakan keharusan untuk membenarkan [mempercayai]orang-orang yang jujur. Amat banyak manusia yang jujur namun diamenolak untuk membenarkan [mempercayai] orang lain yang jujur, entahkarena sombong atau karena hasad atau selain keduanya. [Madarijas-Salikin 1/306]

6. Allah subhanahu wata’ala menyifati Diri-Nya dengan kejujurandan kebenaran, sebagaimana firman-Nya artinya, Katakanlah, Benarlah[apa yang difirmankan] Allah . [QS. Ali Imran:95]. Dan jugafirman-Nya, Dan siapakah yang lebih benar perkataan[nya] daripadaAllah. [QS. An-Nisa':87]

7. Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tentang qadamashidqin , lisana shidiqin , maq'ada shidqin dan juga mudkhala/mukhrajashidqin . Penjelasannya adalah sebagai berikut,

1. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Dangembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukanyang tinggi [qadama shidqin] di sisi Rabb mereka . [QS.Yunus:2]

Ibnu Abbas berkata radhiyallahu ‘anhu [sebagai-mana tersebut diatas], Makna qadama shidqin ialah rumah kejujuran, disebabkan olehperbuatan mereka yang telah lalu [di dunia].

2. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Dan Kamianugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikanmereka buah tutur yang baik lagi tinggi [lisana shidqin]. [QS.Maryam:50]

Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas i]radhiyallahu ‘anhu, bahwa maknafirman Allah lisana shidqin adalah pujian-pujian yang baik.

3. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Sesungguhnyaorang-orang yang bertaqwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,di tempat yang disenangi [maq'adi shidqin] di sisi [Rabb] Yang MahaBerkuasa.” [QS. 54:54-55]

Makna maq'adi shidqin yaitu majlis [tempat duduk] yang haqyang tidak ada kesia-siaan dan ucapan kotor di dalamnya yakni surga. [Al-Jami’liahkamAl-Qur’an 17/150]

4. Firman Allah subhanahu wata’ala artinya, Dan katakanlah, Ya Rabb-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah[pula] aku secara keluar yang benar. [QS. Al-Israa': 80]

Artinya adalah Jadikan permulaan [mulai] dan pengakhiran [selesai]dari segala sesuatu adalah dalam rangka ketaatan kepada-Mu, dan dalamkeridhaan-Mu. Ini disebabkan karena memuat keikhlasan dan kesesuaiandengan apa yang diperintahkan. [Tafsir Ibnu Sa’di hal 465]

Imam Ibnul Qayyim berkata, Kelima macam ini [yang tersebut di atas,red] merupakan hakikat kejujuran, yaitu kebenaran yangberkesinambungan, terhubung dengan Allah subhanahu wata’ala dan sampaikepada-Nya, yaitu segala sesuatu yang sesuai dengan perintah Allah dandilakukan karena-Nya berupa ucapan dan perbuatan.” Maka balasan darisemua itu di dunia dan di akhirat adalah [taufik untuk] masuk [mulai]perbuatan dengan benar dan keluar [selesai] darinya dengan benar,yaitu dari awal hingga akhirnya adalah haq, eksist, dan denganpetunjuk Allah serta dalam rangka mencari keridhaan-Nya. [Madarijas-Salikin 2/270]. Wallahu a'lam.

Sumber: Majalah “Al Jundi Al Muslim” No.121 Ramadhan 1420, olehSyaikh Sulthan Fuad Al-Thubaisyi. bagian ke 1 dari 4 edisi.

Artikel Renungan Kejujuran (1) diambil dari http://www.asofwah.or.id
Renungan Kejujuran (1).

Pintu-Pintu Toleransi 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Pintu-Pintu Toleransi 2/2 Pintu-Pintu Toleransi 2/2

Kategori Toleransi

Jumat, 30 April 2004 06:51:27 WIBPINTU-PINTU TOLERANSIOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaliBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah, budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh toleransi !Berikut ini adalah sebagian contoh toleransi dalam Islam4. Toleransi Dengan KehormatanToleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati dari rasa permusuhan.Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena hubungan famili dan kefakirannya.Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari kalangan ashabul ifki [pembuat berita dusta], lalu dia tenggelam bersama orang yang tenggelam menuduh As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu 'anha berbuat mesum, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu 'anhu bersumpah tidak akan memberi uang belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun bershodaqoh dengan kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.Sungguh indah ucapan penyair."Sesungguhnya kadar dosa Misthohdapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknyaSunnguh telah terjadi apa yang terjadiAsh-Shiddiq ditegur tentang haknya [Si Misthoh]Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau mengisahkan : " ....Maka Allah menurunkan [ayat] tentang kesucianku" Abu Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu 'anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan kefakirannya " Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun kepada si Misthoh selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah" maka Allah menurunkan [ayat]."Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka [tidak] akan memberi [bantuan] kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [An-Nur : 22]Abu Bakr mengatakan : "Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah mengampuniku" beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan menyatakan : "Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya" [Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi]5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung BebanHal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.Allah Ta'ala berfirman."Artinya : Lemah lembut terhadap kaum mukminin" [Al-Maidah : 54]Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada saudara mereka kaum mukminin, namun dia tidak menghinakan dirinya.Allah yang Maha Mulia berfirman."Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang yang beriman" [Asy-Syu'ara : 215]Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut, sebab : "Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu ...." [Ali Imran : 159]Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Kaum mukminin adalah orang yang lemah lembut dan lunak, seperti halnya onta jinak bila diikat dia terikat, bila dituntun dia tertuntun dan bila engkau menambatkannya pada sebuah batu maka diapun tertambat" [Lihat Ash-Shahihah : 936]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin seperti onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun, dia menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan kedunguan, namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang jahat [fajir] adalah orang yang jelek lagi penipu.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas, kemana-pun beliau dibawa belaiu ikut.Dari Anas bin Malik Radliyallahu 'anhu dia menceritakan : "Sungguh ada seorang budak wanita dari Madinah 'mengambil tangan' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ia mengajak beliau sekehendaknya" [Dikeluarkan oleh Bukhari 10/489 secara mu'allaq dan disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174, 215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad'an dia lemah namun dapat dijadikan penguat]Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan : "Yang dimaksud dengan 'mengambil tangan' adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan tunduk/patuh ... Ungkapan 'mengambil tangan' mengisyaratkan puncak perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua menunjukkan kelebihan sikap tawdlu' beliau dan bersihnya beliau dari segenap kesombongan, Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Fathul Bari 10/490][Disalin dari kitabToleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali, terbitan Maktabah Salafy Press, hal. 25-37, penerjemah Abu Abdillah Mohammad Afifuddin As-Sidawi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=673&bagian=0


Artikel Pintu-Pintu Toleransi 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pintu-Pintu Toleransi 2/2.

Hukum Membelah Rambut Di Pinggir

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Membelah Rambut Di Pinggir Hukum Membelah Rambut Di Pinggir

Kategori Wanita - Fiqih Wanita

Minggu, 21 Maret 2004 07:45:17 WIBHUKUM MEMBELAH RAMBUT DI PINGGIROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : "Apa hukum membelah rambut di pinggir"Jawaban.Yang disunnahkan dalam membelah rambut adalah di tengah-tengah, dari depan ke ubun-ubun. Karena rambut mempunyai belahan ke depan, belakang, kanan dan kiri. Cara membelah rambut yang disyari'atkan adalah dengan membelahnya di tengah-tengah. Sedangkan membelah rambut di samping, tidak di sarankan karena mungkin akan menyerupai kebiasaan orang selain muslim atau masuk dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Dua golongan termasuk ahli neraka saya belum pernah melihatnya, suatu kaum memegang cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk mencambuki manusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, sesat dan menyesatkan, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk Surga juga tidak akan mencium baunya, sesungguhnya bau Surga itu tercium dari jarak sekian dan sekian" [Hadits Riwayat Muslim]Sebagian ulama menafsirkan 'maailaatun mumiilaatun' adalah para wanita yang menyisir rambutnya seperti sisiran orang yang sesat serta menyisir orang lain seperti itu. Tapi yang benar adalah bahwa arti 'maailaatun' adalah wanita yang sesat dari kewajiban mereka menjalankan agama danarti'mumiilaatun' adalah menyesatkan orang lain dari kewajibannya. Walahu a'lam.[Majmu' Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin][Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 94 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=514&bagian=0


Artikel Hukum Membelah Rambut Di Pinggir diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Membelah Rambut Di Pinggir.

Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajjal Yang Besar Itu ? 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajjal Yang Besar Itu ? 1/2 Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajjal Yang Besar Itu 1/2

Kategori As-Saa'ah - Ad-Dajjal

Senin, 11 Juli 2005 14:33:06 WIBAPAKAH IBNU SHAYYAD ITU DAJJAL YANG BESAR ITU OlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MABagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Dalam pembicaraan di muka mengenai hal ikhwal Ibnu Shayyad dan pengujian Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam terhadapnya, beliau bersikap tawaqquf [berdiam diri] mengenai masalah Ibnu Shayyad, karena beliau tidak mendapatkan wahyu yang menerangkan apakah Ibnu Shayyad itu Dajjal atau bukan.Umar Radiyallahu anhu pernah bersumpah di sisi Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal, dan beliau tidak mengingkarinya.Sebagian sahabat juga berpendapat seperti pendapat Umar sebagaimana diriwayatkan dari Jabir, Ibnu Umar, dan Abu Dzar.Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Al-Munkadir [1] dia berkata, "Saya melihat Jabir bin Abdullah bersumpah dengan nama Allah bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal. Saya bertanya [kepadanya], Anda bersumpah dengan nama Allah" Dia menjawab, "Saya mendengar Umar bersumpah begitu di sisi Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. tetapi beliau tidak mengingkarinya." [Shahih Bukhari, Kitab Al-l'tisham bil-Kitab Was sunnah, Bab Ban Ra-aa Tarkan Nakir Min an- Nabiyyi saw Hujjatan Laa min Ghairi Rasul 13: 223; dan. Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrothis Sa'ah. Bab Dzikri Ibni Shayyad 18: 52-53]Dari Zaid bin Wahab [2] ia berkata, "Abu Dzar berkata, "Sungguh, jika saya bersumpah sepuluh kali bahwa Ibnu Shaid adalah Dajjal lebih saya sukai daripada bersumpah satu kali bahwa dia bukan Dajjal." [Hadits Riwayat Imam Ahmad]Dari Nafi, ia berkata, "Ibnu Umar pernah berkata, "Demi Allah, saya tidak ragu-ragu bahwa Al-Masih Ad-Dajjal adalah Ibnu Shayyad." [Sunan Abi Daud, Ibnu Hajar berkata, "Sanadnya shahih." Fathul-Bari 13: 325]Dan diriwayatkan dari Nafi pula, ia berkata, "Ibnu Umar pernah bertemu Ibnu Shaaid di suatu jalan kota Madinah, lalu ia mengucapkan kata-kata yang menjadikannya marah dan.naik pitam hingga membuat ribut di jalan. Lantas Ibnu Umar datang kepada Kafshah sedang berita itu telah sampai pula kepadanya, kemudian Hafshah berkata kepadanya, "Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepadamu. Apakah yang engkau harapkan dari Ibnu Shaaid Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Sesungguhnya dia keluar dari kemarahan yang dibencinya." [Shahih Muslim 18:57]Dan dalam satu riwayat lagi dari Nafi', ia berkata, "Ibnu Umar berkata, "Saya pernah bertemu Ibnu Shaaid [Ibnu Shayyad] dua kali. Setelah saya bertemu yang pertama kali, saya bertanya kepada beberapa orang, "Apakah Anda mengatakan bahwa dia itu Dajjal" Jawabnya, "Tidak, demi Allah." Semua berkata, "Anda berdusta. Demi Allah, sebagian Anda telah memberitahukan kepadaku bahwa dia tidak akan mati sehingga menjadi orang yang paling banyak harta dan anaknya. Dan demikianlah anggapan mereka hingga hari ini. Lantas kami berbincang-bincang, kemudian kami berpisah. Kemudian bertemu lagi sedangkan sebelah matanya telah buta, lalu saya bertanya, "Sejak kapan mata Anda demikian" Dia menjawab, "Tidak tahu." Saya bertanya, "Apakah Anda tidak tahu padahal mata itu ada di kapala Anda sendiri" Dia berkata, "Jika Allah menghendaki, Dia menciptakan yang demikian ini pada tongkatmu." Lalu dia mendengus seperti dengus himar. Kemudian sebagian sahabat saya menganggap bahwa saya telah memukulnya dengan tongkat saya sehingga matanya cidera, padahal demi Allah saya tidak merasa [berbuat] sama sekali."Setelah itu Ibnu Umar datang kepada Ummul Mukminin dan bercakap-cakap dengannya, lalu Ummul Mukminin berkata, " Apa yang engkau inginkan darinya Tidakkah engkau tahu bahwa ia pernah berkata, "Sesungguhnya pertama kali yang mengutusnya [membangkitkannya] kepada manusia ialah kemarahan." [Al-Kahfi. 57-58]Ibnu Shayyad mendengar apa yang diperbincangkan orang mengenai dirinya dan dia sangat terganggu karenanya, oleh sebab itu dia membela diri bahwa dia bukan Dajjal dengan argumentasi bahwa identitas Dajjal seperti yang dikemukakan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam itu tidak cocok diterapkan pada dirinya.Dalam sebuah riwayat dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia bercerita, katanya. "Kami pernah melakukan haji atau umrah bersama Ibnu Shayyad [Ibnu Shaaid], lalu kami berhenti di suatu tempat dan orang-orang pun berpencar hingga tinggal saya dan Ibnu Shaaid. Saya merasa sangat ketakutan kepadanya, mengingat apa yang dikatakan orang tentang dia. Dia membawa perbekalannya dan meletakkannya bersama perbekalanku. Lalu saya berkata. "Sesungguhnya hari sangat panas. sebaiknya engkau letakkan di bawah pohon itu." Lalu ia melaksanakannya. Lantas kami dibawakan kambing. lalu ia mengambil mangkok besar seraya berkata, "Minumlah, wahai Abu Sa'id'" Saya jawab, "Sesungguhnya hari amat panas, dan susu itu juga panas." Saya berkata demikian itu hanya karena saya tidak suka minum sesuatu dari tangannya atau mengambil sesuatu dari tangannya. Ia berkata, "Wahai Abu Sa'id, ingin rasanya aku mengambil tali lantas kugantungkan pada pohon, lalu kucekik leherku karena kekesalan hatiku terhadap apa yang dikatakan orang banyak mengenai diriku. Wahai Abu Sa'id, kalau orang-orang kesamaran terhadap hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam maka tidaklah ada kesamaran atas kalian kaum Anshar. Bukankah engkau termasuk orang yang paling tahu tentang hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam Bukankah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda bahwa Dajjal itu mandul, tidak punya anak, sedangkan saya punya anak yang saya tinggalkan di Madinah Bukankah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda bahwa Dajjal itu tidak bisa memasuki kota Madinah dan Makkah, sedang saya datang dari Madinah dan hendak menuju ke Makkah"Kata Abu Sa'id, "Begitulah, hingga aku hampir menerima alasannya." Kemudian Ibnu Shaaid, "Ingatlah, demi Allah, Sesungguhnya saya mengenalnya dan mengetahui tempat kelahirannya serta mengetahui di mana ia sekarang berada." Abu Sa'id berkata: Saya berkata kepadanya, "Celakalah engkau pada hari-harimu." [Shahih Muslim 18:51-52]Dan dalam suatu riwayat Ibnu Shayyad berkata, "Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya saya mengetahui di mana sekarang dia [Dajjal] berada, dan saya juga mengetahui tempat kelahirannya serta mengetahui di mana ia sekarang berada." Abu kau senang jika laki-laki itu adalah engkau" Dia menjawab, "Kalau disindirkan kepadaku, maka aku tidak benci." [Shahih Muslim 18: 51]Dan masih ada beberapa riwayat lagi tentang Ibnu Shayyad yang sengaja tidak saya sebutkan karena takut terkesan terlalu panjang, dan lagi karena beberapa orang muhaqqiq seperti Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dan lain-lainnya menolaknya karena kelemahan sanadnya. [Periksa: An-Nihayah [Al-Fitan wal Malahim] karya Ibnu Katsir dengan tahqiq DR. Thaha Zaini; dan Fathul-Bari karya Ibnu Hajar 13; 326]Timbul kemusykilan di kalangan para ulama mengenai masalah Ibnu Shayyad ini, sebagian mereka mengatakan bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal dan mereka beralasan dengan sumpah beberapa orang sahabat bahwa dia adalah Dajjal beserta kondisinya sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abu Sa'id ketika sedang bersamanya. Dan sebagian lagi berpendapat bahwa dia bukan Dajjal dengan mengemukakan alasan hadits Tamim Ad-Dari.Dan sebelum saya kemukakan perkataan kedua belah pihak secara lengkap, baiklah saya bawakan hadits Tamim seutuhnya:Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Amir bin Syurahil Asy-Sya'bi suku Hamdan, bahwa ia pernah bertanya kepada Fatimah binti Qais, saudara wanita Adh-Dhahhak bin Qais, salah seorang muhajirah [peserta hijrah wanita] angkatan pertama. Amir berkata kepada Fatimah, "Sampaikanlah kepadaku sebuah hadits yang engkau dengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam secara langsung tanpa melalui orang lain." Fatimah menjawab, "Jika engkau menginginkan akan saya lakukan." Amir berkata, "Benar, ceritakanlah kepadaku." Fatimah berkata, "Dahulu saya kawin dengan Ibnul Mughiroh, salah seorang pemuda Quraisy yang baik pada waktu itu, lalu ia gugur dalam jihad pertama bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Ketika saya menjanda, saya dilamar oleh Abdur Rahman bin Auf, salah seorang kelompok sahabat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam meminangku untuk mantan budaknya yang benama Usamah bin Zaid, sedang saya pernah mendapat berita bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:"Barangsiapa yang mencintai aku hendaklah ia mencintai Usamah."[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]_________Foote Note[1]. Dia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Al-Munkadir bin Abdullah bin Hudair bin Abdul Uzza At-Taimin, seorang tabi'i dan salah seorang Imam yang alim, meriwayatkan hadits dari para sahabat, wafat pada thun 131H [Tahdzibut Tahdzib 9 : 473-475][2]. Daia adalah Abu Sulaiman Zaid bin Wahab Al-Juhami Al-Kufi, meriwayatkan hadits dari banyak sahabat seperti Umar, Utsman, Ali, Abu Dzar dan lain-lainnya. Dia seorang terpercaya yang banyak meriwayatkan hadits, wafat tahun 96H [Tahdzibut Tahdzib 3 : 427]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1482&bagian=0


Artikel Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajjal Yang Besar Itu ? 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajjal Yang Besar Itu ? 1/2.

Makan Dan Minum Ketika Mendengar Adzan Subuh Pada Bulan Ramadhan

Kumpulan Artikel Islami

Makan Dan Minum Ketika Mendengar Adzan Subuh Pada Bulan Ramadhan Makan Dan Minum Ketika Mendengar Adzan Subuh Pada Bulan Ramadhan

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Minggu, 16 Oktober 2005 08:31:09 WIBMAKAN DAN MINUM KETIKA MENDENGAR ADZAN SUBUH PADA BULAN RAMADHANOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada orang yang mendengar adzan Subuh tapi dia tetap makan dan minum. Bagaimana hukum puasanya JawabanSeorang mukmin wajib menahan dirinya dari hal-hal yang membatalkan puasa [makan, minum dan lain-lain] apabila fajar benar-benar telah terbit. Terutama apabila puasa tersebut hukumnya wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar dan puasa kifarat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Makan dan minumlah kalian sampai terlihat jelas oleh kalian garis putih dari garis hitam yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa kalian sampai malan [maghrib]” [Al-Baqarah : 187]Apabila seseorang mendengar adzan dan dia yakin adzannya tersebut berpatokan terbitnya fajar [masuk waktu], maka dia wajib menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa. Tapi apabila adzan tersebut dikumandangkan sebelum terbit fajar, kita masih boleh makan dan minum sampai fajar benar-benar terbit.Apabila kita tidak tahu apakah itu adzan sebelum terbit fajar atau setelahnya, maka lebih baik kita berhati-hati dan menahan diri dari makan dan minum. Tidak mengapa kalau menghabiskan makan dan minum ketika sudah terdengar adzan, karena dia tidak tahu terbitnya fajar.Sebagaimana kita ketahui bahwa apabila kita tinggal di dalam kota yang penuh dengan cahaya lampu listrik, kita tidak bisa melihat terbitnya fajar dengan mata kita. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan cara memperhatikan adzan dan melihat kalender yang disitu terdapat jadwal waktu terbit fajar. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu dan kerjakanlah sesuatu yang tidak meragukan” [Hadits Riwayat Tirmidzi 2442 dan An-Nasaa’i 5615]Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang menjauhi perkara syubhat [yang meragukan], berarti dia telah memelihara agama dan kehormatannya” [Hadits Riwayat Bukhari 50]Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penolong[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, terbitan At-Tibyan – Solo]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1612&bagian=0


Artikel Makan Dan Minum Ketika Mendengar Adzan Subuh Pada Bulan Ramadhan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Makan Dan Minum Ketika Mendengar Adzan Subuh Pada Bulan Ramadhan.

Cara Menanggapi Orang Yang Berbuat Maksiat

Kumpulan Artikel Islami

Cara Menanggapi Orang Yang Berbuat Maksiat Cara Menanggapi Orang Yang Berbuat Maksiat

Kategori Qadha Dan Qadar

Sabtu, 6 Maret 2004 11:55:48 WIBCARA MENANGGAPI ORANG YANG BERBUAT MAKSIATOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-'UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : Tentang jawaban seseorang yang berbuat maksiat ketika diseru kepada kebenaran : 'Sesunguhnya Allah belum menetapkan hidayah untukku, bagaimana bersikap terhadap orang semacam ini .Jawaban.Jawabannya sederhana saja ; apakah kamu melihat yang ghaib atau kamu telah mengambil kesepakatan dengan Allah Jika ia menjawab : Ya, berarti ia kufur, karena ia mengaku mengetahui perkara yang ghaib. Dan jika ia menjawab : Tidak, ia kalah. Jika kamu tidak mengetahui bahwa Allah belum menetapkan hidayah kepadamu, maka mintalah hidayah, karena Allah tidak menahan hidayah kepadamu, bahkan Dia menyerumu kepada hidayah, Dia berkeingiinan agar kamu memperoleh hidayah seraya mengingatkanmu dari kesesatan dan melarangmu dari padanya.Dan Allah tidak berkehendak meninggalkan hamba-hamba-Nya dalam kesesatan selama-lamanya. Dia berfirman."Artinya : Allah menerangkan kepadamu supaya kamu tidak sesat" [An-Nisa : 176]"Artinya : Allah hendak menerangkan kepadamu dan menunjukkanmu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu dan hendak menerima taubatmu" [An-Nisa : 26]Dari itu bertaubatlah kepada Allah Azza wa Jalla dan Allah lebih bergembira dengan taubatmu dibanding kegembiraan seseorang yang kehilangan kendaraan yang membawa makanan dan minumannya dan ia telah berputus asa. Lalu ia tertidur di bawah pohon menanti kematian. Kemudian ia bangun, tiba-tiba ia melihat tali untanya tergantung di pohon. Segera ia mengambil tali untanya dengan amat sangat gembira sembari berkata : Ya Allah, engkau hambaku dan aku rabbmu. Ia keliru saking gembiranya.Maka kami tegaskan sekali lagi, bertaubatlah kepada Allah dan Allah memerintahkanmu untuk mengambil petunjuk. Dia pun telah menjelaskan jalan yang hak kepadamu.Wallahu waliyyut Taufiq.[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=397&bagian=0


Artikel Cara Menanggapi Orang Yang Berbuat Maksiat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Cara Menanggapi Orang Yang Berbuat Maksiat.

Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 3/3

Kumpulan Artikel Islami

Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 3/3 Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 3/3

Kategori Demokrasi Dan Politik

Kamis, 18 Maret 2004 21:32:23 WIBSYUBHAT-SYUBHAT SEKITAR MASALAH DEMOKRASI DAN PEMUNGGUTAN SUARAOlehUstadz Abu Ihsan al-Maidani al-AtsariBagian Terakhir dari Tiga Tulisan [3/3][8]. Mereka mengatakan: Kami terjun dalam kancah demokrasi karena alasan darurat.Bantahannya:Darurat menurut Ushul yaitu: keadaan yang menimpa seorang insan berupa kesulitan bahaya dan kepayahan/kesempitan, yang dikhawatirkan terjadinya kemudharatan atau gangguan pada diri [jiwa], harta, akal, kehormatan dan agamanya. Maka dibolehkan baginya perkara yang haram [meninggalkan perkara yang wajib] atau menunda pelaksanaannya untuk menolak kemudharatan darinya, menurut batas-batas yang dibolehkan syariat.Lalu timbul pertanyaan kepada mereka: yang dimaksud alasan itu, karena keadaan darurat atau karena maslahat.Sebab maslahat tentu saja lebih luas dan lebih umum ketimbang darurat. Jika dahulu mereka katakan bahwa demokrasi itu atau pemungutan suara itu hanyalah wasilah maka berarti yang mereka lakukan tersebut bukanlah karena darurat akan tetapi lebih tepat dikatakan untuk mencari maslahat, Maka terungkaplah bahwa ikut sertanya mereka dalam kancah demokrasi tersebut bukanlah karena darurat tapi hanya karena sekedar mencari setitik maslahat.[9]. Mereka mengatakan: Kami terpaksa melakukannya, sebab jika tidak maka musuh akan menyeret kami dan melarang kami menegakkan hukum Islam dan melarang kami shalat di masjid-masjid dan melarang kami berbicara [berkhutbah].Bantahannya:Mereka hanya dihantui bayangan saja; atau mereka menyangka kelangsungan da'wah kepada jalan Allah hanya tergantung di tangan mereka saja. Dengan itu mereka menyimpang dari manhaj an-nabawi dalam berda'wah kepada Allah dan dalam al-islah [perbaikan]. Lalu mereka menuduh orang-orang yang tetap berpegang teguh pada as- Sunnah sebagai orang-orang pengecut [orang-orang yang acuh tak acuh terhadap nasib umat]. Apakah itu yang menyebabkan mereka membabi buta dan gelap mata Hendaknya mereka mengambil pelajaran dari seorang sahabat yang mulia yaitu Abu Dzar al-Giffari ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berpesan kepadanya:"Artinya : Tetaplah kau di tempat engkau jangan pergi kemana-mana sampai aku mendatangimu. Kemudian. Rasulullah pergi di kegelapan hingga lenyap dari pandangan, lalu aku mendengar suara gemuruh. Maka aku khawatir jika seseorang telah menghadang Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, hingga aku ingin mendatangi beliau. Tapi aku ingat pesan beliau: tetaplah engkau di tempat jangan kemana-mana, maka akupun tetap di tempat tidak ke mana-mana. Hingga beliau mendatangiku. Lalu aku berkata bahwa aku telah mendengar suara gemuruh, sehingga aku khawatir terhadap beliau, lalu aku ceritakan kisahku. Lalu beliau berkata apakah engkau mendengarnya. Ya, kataku. Beliau berkata itu adalah Jibril, yang telah berkata kepadaku: barang siapa di antara umatmu [umat Rasulullah] yang wafat dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, akan masuk ke dalam surga. Aku bertanya, walaupun dia berzina dan mencuri Beliau berkata, walaupun dia berzina dan mencuri". [Mutafaqun alaih]Lihatlah bagaimana keteguhan Abu Dzar al-Ghifari terhadap pesan Rasulullah untuk tidak bergeming dari tempat, walaupun dalam sangkaan beliau, Rasulullah berada dalam mara bahaya ! Bukankah hal tersebut gawat dan genting. Suara gemuruh yang mencemaskan beliau atas nasib Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Namun apa gerangan yang menahan Abu Dzar al-Ghifari untuk menemui Rasulullah. Apakah beliau takut, atau beliau pengecut, atau beliau acuh tak uh akan nasib Rasulullah Tidak ! Sekali-kali tidak! Tidak ada yang menahan beliau melainkan pesan Rasulullah : tetaplah engkau di tempat, jangan pergi ke mana-mana hingga aku datang!.Keteguhan beliau di atas garis as-Sunnah telah mengalahkan [menundukkan] pertimbangan akal dan perasaan! Beliau tidak memilih melanggar pesan Rasulullah dengan alasan ingin menyelamatkan beliau shalallahu 'alaihi wasallam.Kemudian kita lihat hasil keteguhan beliau atas pesan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berupa ilmu tentang tauhid yang dibawa malaikat Jibril kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Kabar gembira bagi para muwahhid [ahli tauhid] yaitu surga. Seandainya beliau melanggar pesan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam maka belum tentu beliau mendapatkan ilmu tersebut pada saat itu !!Demikian pula dikatakan kepada mereka: Kami tidak hendak melanggar as-Sunnah dengan dalih menyelamatkan umat ! [Karena keteguhan di atas as-Sunnah itulah yang akan menyelamatkan ummat -red].Berbahagialah ahlu sunnah [salafiyin] berkat keteguhan mereka di atas as-Sunnah.[10]. Mereka mengatakan: Bahwa mereka mengikuti kancah pemunggutan suara untuk memilih kemudharatan yang paling ringan.Mereka juga berkata bahwa mereka mengetahui hal itu adalah jelek, tapi ingin mencari mudharat yang paling ringan demi mewujudkan maslahat yang lebih besar.Bantahannya:Apakah mereka menganggap kekufuran dan syirik sebagai sesuatu yang ringan kemudharatannya Timbangan apa yang mereka pakai untuk mengukur berat ringannya suatu perkara Apakah timbangan akal dan hawa nafsu Tidakkah mereka mengetahui bahwa demokrasi itu adalah sebuah kekufuran dan syirik produk Barat Lalu apakah ada yang lebih berat dosanya selain kekufuran dan syirik.Kemudian apakah mereka mengetahui syarat-syarat dan batasan-batasan kaedah "memilih kemudharatan yang paling ringan."Jika jawaban mereka tidak mengetahui; maka hal itu adalah musibah.Jika jawabannya mereka mengetahui, maka dikatakan kepada mereka: coba perhatikan kembali syarat-syaratnya! Di antaranya:[a]. Maslahat yang ingin diraih adalah nyata [realistis] bukan sekedar perkiraan [anggapan belaka]. Kegagalan demi kegagalan yang dialami oleh mereka yang melibatkan di dalam kancah demokrasi itu cukuplah sebagai bukti bahwa maslahat yang mereka janjikan itu hanyalah khayalan dan isapan jempol belaka.[b]. Maslahat yang ingin dicapai harus lebih besar dari mafsadah [kerusakan] yang dilakukan, berdasarkan paham ahli ilmu. Jika realita adalah kebalikannya yaitu maslahat yang hendak dicapai lebih kecil ketimbang mafsadah yang terjadi, maka kaedahnya berganti menjadi:Menolak mafsadah [kerusakan] lebih didahulukan ketimbang mencari [mengambil] mashlahat.[c]. Tidak ada cara [jalan] lain untuk mencapai maslahat tersebut melainkan dengan melaksanakan mafsadah [kerusakan] tersebut.Syarat yang ketiga ini sungguh amat berat untuk dipenuhi oleh mereka sebab konsekuensinya adalah: tidak ada jalan lain untuk menegakkan hukum Islam, kecuali dengan jalan demokrasi tersebut. Sungguh hal itu adalah kebathilan yang amat nyata! Apakah mungkin manhaj Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam ishlah [perbaikan] divonis tidak layak dipakai untuk menegakkan hukum Islam Tidaklah kita mengenal Islam, kecuali melalui beliau shalallahu 'alaihi wasallam[11] Mereka mengatakan: Bahwa beberapa Ulama ahlu sunnah telah berfatwa tentang disyariatkannya pemungutan suara [pemilu] ini seperti: Syeikh al-Albani, Bin Baz, Bin Utsaimin. Lalu apakah kita menuduh mereka [para ulama] hizbi Jawabannya tentu saja tidaklAmat jauh para ulama itu dari sangkaan mereka, karena beberapa alasan:[a]. Mereka adalah ulama dan pemimpin kita, serta pemimpin da'wah yang penuh berkah ini [da'wah salafiyah] dan pelindung Islam. Kita tidak meneguk ilmu kecuali dari mereka. Kita berlindung kepada Allah semoga mereka tidak demikian [tidak hizbi]! Bahkan sebaliknya, merekalah yang telah memperingatkan umat dari bahaya hizbiyah. Tidaklah umat selamat dari hizbiyah kecuali, melalui nasihat-nasihat mereka setelah taufiq dari Allah tentunya. Kitab-kitab dan kaset-kaset mereka penuh dengan peringatan tentang hizbiyah.[b]. Para ulama berfatwa [memberi fatwa] sesuai dengan kadar soal yang ditanyakan. Bisa saja seorang datang kepada ulama dan bertanya:Ya Syeikh!, kami ingin menegakkan syariat Allah dan kami tidak mampu kecuali melalui pemungutan suara dengan tujuan untuk mengenyahkan orang-orang sosialis dan sekuler dari posisi mereka! Apakah boleh kami memilih seorang yang shalih untuk melaksanakan kepentingan ini Demikianlah soalnya!Lain halnya seandainya bunyi soal : Ya Syeikh, pemungutan suara itu menimbulkan mafsadah [kerusakan] begini dan begini, dengan menyebutkan sisi negatif yang ditimbulkannya, maka niscaya jawabannya akan lain. Mereka-mereka itu [yaitu hizbiyun dan orang-orang yang terfitnah oleh hizbiyun] mencari-cari talbis [tipu daya] terhadap para ulama! Adapun dalil bahwa seorang alim berfatwa berdasarkan apa yang ia dengar. Dan sebuah fatwa ada kalanya keliru, adalah dari sebuah hadits dari Ummu Salamah:"Artinya : Sesungguhnya kalian akan mengadukan pertengkaran di antara kalian padaku, barang kali sebagian kalian lebih pandai berdalih ketimbang lainnya. Barang siapa yang telah aku putuskan baginya dengan merebut hak saudaranya, maka yang dia ambil itu hanyalah potongan dari api neraka; hendaknya dia ambil atau dia tinggalkan" [Mutafaqun alaih]Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam juga telah memerintahkan kepada para qadi untuk mendengarkan kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah berkata kepada Ali bin Abu Thalib:"Artinya : Wahai Ali jika menghadap kepada engkau dua orang yang bersengketa, janganlah engkau putuskan antara mereka berdua, hingga engkau mendengar dari salah satu pihak sebagaimana engkau mendengarnya dari pihak lain. Sebab jika engkau melakukan demikian, akan jelas bagi engkau, putusan yang akan diambil". [Hadits Riwayat Ahmad]Oleh sebab itu kejahatan yang paling besar yang dilakukan oleh seorang Muslim adalah diharamkannya perkara-perkara yang sebelumnya halal, disebabkan pertanyaannya. Dalam sebuah hadits riwayat Saad bin Abi Waqas radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Artinya : Sesungguhnya kejahatan seorang Muslim yang paling besar adalah bertanya tentang sebuah perkara yang belum diharamkan. Lalu diharamkan disebabkan pertanyaannya". [Mutafaqun Alaih]Ibnu Thin berkata bahwa kejahatan yang dimaksud adalah menyebabkan kemudharatan atas kaum Muslimin disebabkan pertanyaannya. Yaitu menghalangi mereka dari perkara-perkara halal sebelum pertanyaannya.Hendaknya orang-orang yang melakukan tindakan berbahaya seperti ini bertaubat kepada Allah. Dan para tokoh kaum Muslimin agar berhati-hati terhadap orang-orang semacam itu.[c]. Lalu bagaimana sikap mereka [para Hizbiyin] tatkala telah jelas bahwa bagi para Ulama, demokrasi dan pemilihan suara ini adalah haram disebabkan mafsadah yang ditimbulkannya. Apakah mereka akan mengundurkan diri dari kancah demokrasi dan pemilu itu atau mereka tetap nekat. Realita menunjukkan bahwa mereka hanya memancing di air keruh. Mereka hanya mencari keuntungan untuk golongannya saja dari fatwa para ulama. Terbukti jika fatwa ulama tidak menguntungkan golongan mereka, maka merekapun menghujatnya dengan berbagai macam pelecehan. Wallahu a'lam.[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Th. III/1420-1999. Disadur dari kitab Tanwiir adz-Dzulumat tulisan Abu Nashr Muhammad bin Abdillah al-Imam dan kitab Madarik an-Nazhar Fi Siasah tulisan Abdul Malik Ramadhani]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=499&bagian=0


Artikel Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 3/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Syubhat-Syubhat Sekitar Masalah Demokrasi Dan Pemungutan Suara 3/3.

Mendapatkan Kesucian Dari Haid Atau Nifas Sebelum Fajar Dan Mandi Setelah Fajar, Apakah Puasanya Sah

Kumpulan Artikel Islami

Mendapatkan Kesucian Dari Haid Atau Nifas Sebelum Fajar Dan Mandi Setelah Fajar, Apakah Puasanya Sah Mendapatkan Kesucian Dari Haid Atau Nifas Sebelum Fajar Dan Mandi Setelah Fajar, Apakah Puasanya Sah

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Sabtu, 16 Oktober 2004 07:43:58 WIBMENDAPAT KESUCIAN DARI HAID ATAU NIFAS SEBELUM FAJAR DAN TIDAK MANDI KECUALI SETELAH FAJAROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika seorang wanita mendapat kesucian dari haid atau dari nifas sebelum fajar dan tidak mandi kecuali setelah fajar, apakah puasanya sah atau tidak JawabanYa, sah puasa wanita itu yang mendapat kesucian dari haidh sebelum fajar dan belum mandi kecuali setelah terbitnya fajar, begitu pula wanita yang mendapat kesuciannya dari nifas, karena pada saat itu ia telah termasuk pada golongan orang yang wajib puasa, dan dia sama halnya dengan orang yang junub di waktu fajar, orang yang junub di waktu fajar puasanya sah berdasarkan firman Allah."Artinya : Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar" [Al-Baqarah : 187]Maka jika Allah mengizinkan bersetubuh hingga tiba waktu fajar maka dibolehkan mandi junub setelah terbitnya fajar. Juga berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha : "Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di waktu Shubuh dalam keadaan junub karena mencampuri istrinya dan beliau tetap berpuasa" maksudnya bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mandi junub kecuali setelah waktu Shubuh.WANITA HAID DAN NIFAS, BOLEHKAH MAKAN DAN MINUM DI SIANG HARI PADA BULAN RAMADHANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah wanita haid dan wanita nifas makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan JawabanYa, boleh bagi keduanya untuk makan dan minum di siang hari bulan Ramadhan, akan tetapi yang lebih utama adalah dilakukan secara tersembunyi, apalagi jika wanita itu mempunyai anak di rumah, karena jika si anak melihat ibunya makan dan minum di siang hari bulan Ramadhan maka hal itu dapat menimbulkan masalah dalam diri mereka.[Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/63][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1102&bagian=0


Artikel Mendapatkan Kesucian Dari Haid Atau Nifas Sebelum Fajar Dan Mandi Setelah Fajar, Apakah Puasanya Sah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mendapatkan Kesucian Dari Haid Atau Nifas Sebelum Fajar Dan Mandi Setelah Fajar, Apakah Puasanya Sah.

Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu

Kumpulan Artikel Islami

Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu

Kategori Keluarga

Selasa, 23 Nopember 2004 16:20:32 WIBKITA WAJIB MEMPERBAIKI DIRI KITA SENDIRI TERLEBIH DAHULUOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah penafsiran ayat :"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu ; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk" [Al-Ma'idah : 105]Dan bagaimana pendapat Syaikh tentang ini Jawaban.Perkataan kami tentang [ayat] tersebut adalah seperti yang dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala ; bahwa sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk memperbaiki diri-diri kita, dan agar kita menjaga keshalihan kita, dan jika tersesat siapapun yang tersesat dari kalangan manusia maka hal itu tidaklah mendatangkan mudharat, sebagaimana yang dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang besar" [Al-Ghasyiyah : 21-24]Seorang insan jika ia mendapatkan petunjuk maka orang yang durhaka tidaklah akan mencelakainya, namun jika manusia tidak mengubah kemungkaran maka dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab dariNya kepada mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaanNya" [Al-Anfal : 25]Mereka para pelaku maksiat itu tidak akan mendatangkan mudharat kepada Anda ketika di akhirat, mereka tidak dapat mengurangi [pahala] kebaikan-kebaikan Anda atau menambah dosa-dosa anda. Kecuali jika Anda telah melalaikan kewajiban dakwah kepada Allah, dan amar ma'rif serta nahi mungkar, maka hal tersebut tentu saja akan mencelakakan anda, mudharat itu tidak berasal dari mereka namun justru dari diri Anda sendiri.Karena Anda belum melaksanakan kewajban hingga dapat dikatakan bahwa Anda belum mendapat petunjuk, karena Allah mempersyaratkan dengan mengatakan."Artinya : Tidaklah [dapat] mencelakaimu orang yang tersesat apabila engkau mendapat hidayah" [Al-Ma'idah : 105]Sudah dimaklumi, bahwa orang yang meninggalkan amar ma'ruf, nahi mungkar dan dakwah kepada Allah yang wajib itu adalah sungguh belun mendapat petunjuk dengan sempurna.[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1185&bagian=0


Artikel Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu.

Makna Ibadah

Kumpulan Artikel Islami

Makna Ibadah

>> Pertanyaan :

Tapi, adakah pengertian ibadah yang dapat kami ketahui, dan apakah adapengertian umum dan pengertian khusus-nya?

>> Jawaban :

Ya, pengertian umumnya adalah seperti yang saya sebutkan tadi, yaitutunduk dan patuh kepada Allah U karena kecintaan dan pengagungandengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhilarangan-larangan-Nya sesuai dengan tuntunan yang ditetap-kan dalamsyariat-syariat-Nya. Itulah pengertian umumnya.

Adapun pengertian khususnya atau detailnya, Syaikhul Islam IbnuTaimiyah telah menyebutkan, Sebutan yang mencakup setiap yangdicintai Allah dan diridhai-Nya yang berupa perkataan dan per-buatan,baik yang batin maupun yang lahir, seperti takut, tawakkal, shalat,zakat, puasa dan lain-lain yang termasuk syariat Islam.

Jika yang Anda maksud dengan pengertian khusus dan penger-tian umumadalah sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa ibadahterdiri atas ibadah kauniyah dan ibadah syariyah, pengertiannyaadalah, bahwa manusia tunduk kepada Allah I dengan ketundukan karenapenciptaan [kauniyah] dan tunduk karena syariat. Jadi, ibadahkauniyah adalah yang umum, mencakup yang mukmin dan yang kafir, yangbaik dan yang jahat, hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datangkepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. [Maryam: 93].

Dengan demikian, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumidiciptakan dalam kondisi tunduk kepada Allah Ta'ala, tidak mungkinmenye-lisihi Allah atau menentang apa yang dikehendaki Allah Ta'aladengan kehendak kauniyah-Nya [ciptaan-Nya].

Adapun ibadah khusus, yaitu ibadah syariyah, adalah tunduk kepadaAllah Ta'ala secara syariat, dan ini yang khusus bagi orang-orangyang beriman kepada Allah Ta'ala, yaitu mereka yang melaksanakansegala perintah-Nya. Kemudian dari itu, ada lagi yang lebih khususdari itu, yaitu yang berada pada derajat yang lebih atas.

Yang lebih khusus ini adalah seperti ibadahnya para rasul alaihimusshalatu was salam, sebagaimana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:

Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan [yaitu Al-Qur'an]kepada hamba-Nya. [Al-Furqan: 1].

Dan jika kamu [tetap] dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kamiwahyukan kepada hamba Kami [Muhammad] ... [Al-Baqarah: 23].

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya'qub ... [Shad:45].

Dan ayat-ayat lainnya yang membahas tentang kehambaan para rasulalaihimus shalatu was salam.

Artikel Makna Ibadah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Makna Ibadah.

Kemungkaran Berupa Ikhtilath Dan Tidak Berhijab

Kumpulan Artikel Islami

Kemungkaran Berupa Ikhtilath Dan Tidak Berhijab Kemungkaran Berupa Ikhtilath Dan Tidak Berhijab

Kategori Ma'ruf Nahi Mungkar

Kamis, 19 Februari 2004 21:12:26 WIBKEMUNGKARAN BERUPA IKHTILATH DAN TIDAK BERHIJABOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Apabila kemungkaran yang dilihat oleh saudara perempuan yang seiman adalah 'ikhtiltah' dan tidak memakai hijab, maka bagaimana dia harus menasehati mereka "Jawaban.Dia harus menasehati mereka dengan mengatakan kepadanya : "Kamu tidak boleh 'ikhtilath' dan membuka hijab serta memperhatikan maslahat menutup aurat di hadapan kaum lelaki yang bukan mahrammu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Apabila kamu meminta mereka [isteri-isteri Nabi] suatu barang maka mintalah dari belakang hijab, yang demikian itu lebih suci untuk hatimu dan hati mereka" [Al-Ahzab : 53]"Artinya : Dan janganlah ia memperhatikan perhiasannya kecuali untuk suaminya" [An-Nur : 31]Dan hendaknya ia menyampaikan ayat-ayat dan hadits yang sesuai dengan siatuasi dan kondisi dan didalamnya terdapat penjelasan sesuatu yang diperlukan dan peringatan atas perbuatan yang bertentangan dengan syara' yang suci dan hendaknya pula ia menjelaskan kepada saudara-saudara perempuannya yang seiman bahwa kewajiban bagi kita semua adalah berhati-hati terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa serta saling berwasiat dengan kebaikan dan sabar atasnya.[Majmu' Fatawa wa Rasail Mutanawwi'ah, Syaikh Bin Baz, 4/234][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3.,hal. 198-201, Penerbit Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=251&bagian=0


Artikel Kemungkaran Berupa Ikhtilath Dan Tidak Berhijab diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kemungkaran Berupa Ikhtilath Dan Tidak Berhijab.

Shalat Dalam Kendaraan

Kumpulan Artikel Islami

Shalat Dalam Kendaraan Shalat Dalam Kendaraan

Kategori Shalat

Kamis, 5 Februari 2004 07:46:27 WIBSHALAT DALAM KENDARAANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Kapan wajib shalat di pesawat Bagaimana tata cara shalat fardhu padanya Dan bagaimana pula cara shalat sunnah padanya Jawaban.Shalat di pesawat wajib dilakukan bila telah masuk waktunya. Tetapi jika kesulitan melakukan shalat di pesawat sebagaimana shalat di bumi, maka tidak usah melakukan shalat fardhu kecuali jika pesawat telah mendarat, dan waktu shalat masih mencukupi. Atau jika waktu shalat berikutnya masih bisa ditemui untuk melakukan jamak.Misalnya, jika Anda tinggal landas dari Jeddah sebelum matahari terbenam, lalu saat diudara matahari telah terbenam maka Anda tidak usah shalatmaghrib sampai pesawat mendarat di bandara, dan Anda turun padanya. Jika Anda khawatir waktunya habis maka niatkanlah untuk melakukan jamak ta'khir lalu melakukan jamak setelah turun. Jika Anda khawatir waktu isya' akan habis sebelum mendarat, sedang waktu isya' yakni sampai pertengahan malam maka hendaklah ia shalat maghrib dan isya' di pesawat sebelum waktunya habis.Tata cara shalat di pesawat yaitu hendaknya orang itu berdiri menghadap kiblat lalu bertakbir, membaca fatihah dan sebelumnya membaca do'a iftitah, sedang sesudahnya membaca surat Al-Qur'an, lalu ruku', lalu bangkit dari ruku', lalu bersujud. Bila tidak bisa bersujud cukup dengan duduk seraya menundukkan kepala sebagai pengganti sujud. Begitulah yang harus ia perbuat sampai akhir dan kesemuanya menghadap kiblat.Untuk shalat sunnah dalam pesawat maka ia shalat dengan duduk di atas kursinya dan menganggukkan kepala dalam ruku' dan sujud dengan angggukan sujudnya lebih rendah. Allah-lah yang memberi petunjuk.Ditulis 22/4/1409H[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=128&bagian=0


Artikel Shalat Dalam Kendaraan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Shalat Dalam Kendaraan.

Ciri-Ciri Isa Alaihis Salam

Kumpulan Artikel Islami

Ciri-Ciri Isa Alaihis Salam Ciri-Ciri Isa Alaihis Salam

Kategori As-Saa'ah - Nabi 'Isa

Jumat, 1 Oktober 2004 14:25:34 WIBCIRI-CIRI ISA 'ALAIHISSALAMOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MASebelum kita membicarakan masalah turunnya Isa Ibnu Maryam 'alaihissalam, baiklah kita mengenal sifat-sifat atau identitasnya terlebih dahulu sebagaimana yang disebutkan di dalam nash-nash syar'iyyah.IDENTITAS ISA 'ALAIHISSALAMCiri-ciri beliau menurut beberapa riwayat ialah bertubuh sedang, tidak tinggi dan tidak pendek, berkulit merah dan berbulu, dadanya bidang, rambutnya lurus seperti orang baru keluar dari pemandian, dan rambutnya itu sampai di bawah ujung telinga [bagian bawah] yang disisir rapi dan memenuhi kedua pundaknya.Hadits-hadits yang menerangkan ciri-ciri Nabi Isa 'Alaihissalam antara lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:"Artinya : Pada malam ketika saya diisra 'kan soya bertemu Musa, ..." lalu beliau menyebutkan ciri-cirinya, kemudian melanjutkan sabdanya, "Dan saya juga bertemu Isa, perawakannya sedang, kulitnya merah, seperti orang yang baru keluar dari pemandian. " [Shahih Bukhari, Kitab Ahaadiitsil Anbiya', Bab Qaulillah "Wadzkuruu fil Kitaabi Maryam" 6: 476; Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, Bab Al-Isra' bi Rasulillah wa Fardhish-Shalawat 2: 232]Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Saya melihat Isa, Musa, dan Ibrahim [pada malam isra']. Isa berkulit merah dan berbulu, serta bidang dadanya. " [Shahih Bukhari 6: 477].Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Aku melihat diriku di Hijr dan orang-orang Quraisy bertanya kepadaku... " Lalu beliau melanjutkan, "... Tiba-tiba Isa bin Maryam 'alaihissalam sedang berdiri menunaikan shalat. Orang yang paling mirip dengannya ialah 'Urwah bin Mas 'ud Ats-Tsaqafi. " [Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi 2:237-238]Dan diriwayatkan di dalam Shahihain dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Pada suatu malam aku bermimpi berada di sisi Ka 'bah, lalu saya lihat seorang lelaki berkulit coklat yang sangat bagus, rambutnya sampai di bawah telinganya dan sangat indah serta disisirnya, dan rambut itu meneteskan air. Dia bersandar pada dua orang lelaki atau pada pundak dua orang lelaki, dan dia melakukan thawaf di Baitullah. Lalu saya bertanya, "Siapakah ini" Kemudian dijawab, "Ini adalah al-Masih Ibnu Maryam. " [Shahih Bukhari 6: 477; Shahih Muslim Bab Dzikril Masih Ibni Maryam 'alaihissalam 2: 233]Dan dalam riwayat Bukhari dari Ibnu Umar, ia berkata, "Tidak! Demi Allah, Nabi saw tidak mengatakan Isa berkulit merah, tetapi beliau mengatakan. ..." Lalu dia [Ibnu Umar] menyebutkan kelanjutan hadits seperti yang tersebut di atas.Sedang menurut riwayat Muslim dari Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tiba-tiba ada seorang lelaki berkulit coklat [sawo matang]. ..." hingga sabda beliau: "... menyisir rambutnya...." [Shahih Muslim 2: 236].Riwayat-riwayat tersebut kelihatannya bertentangan satu sama lain. Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Isa berkulit merah dan dalam riwayat lain dikatakan berkulit coklat [sawo matang]; dan dalam satu riwayat dikatakan rambutnya lurus sedang dalam riwayat lain dikatakan rambutnya keriting. Karena itu riwayat-riwayat tersebut perlu didudukkan perkaranya sebagai berikut:Bahwa antara riwayat yang mengatakan berkulit merah dan berkulit coklat atau sawo matang tidaklah bertentangan, karena warna coklatnya begitu cemerlang hingga boleh dibilang merah. [Al-Isya'ah: 143]. Adapun pengingkaran Ibnu Umar terhadap riwayat yang mengatakan bahwa Isa berkulit merah, maka hal itu bertentangan dengan riwayat dari sahabat-sahabat lain, seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas yang meriwayatkan bahwa Isa berkulit merah. Sedangkan pertentangan pada riwayat lain dikatakan rambutnya keriting [ja'd], maka hal ini dapat didudukkan bahwa yang lurus itu rambutnya dan yang ja'd [ju'ud] adalah tubuhnya dengan arti dagingnya padat. [Periksa: Fathul-Bari 6: 486][Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1058&bagian=0


Artikel Ciri-Ciri Isa Alaihis Salam diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ciri-Ciri Isa Alaihis Salam.

Tidak Ada Kontradiksi Di Dalam Ayat Poligami

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Ada Kontradiksi Di Dalam Ayat Poligami

>> Pertanyaan :

Di dalam Al-Quran ada satu ayat suci yang berbicara tentang poligamiyang mengatakan,

Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka [kawinilah]seorang saja. [An-Nisa: 3], dan pada ayat lain Allah berfirman,

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antaraistri-istri[mu], walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian [An-Nisa:129].

Pada ayat yang pertama tadi dinyatakan bahwa berpoligami itu dengansyarat adil, sedangkan pada ayat yang kedua dijelaskan bahwa adil yangmenjadi syarat berpoligami itu tidak mungkin tercapai. Apakah iniberarti bahwa ayat yang pertama dinasakh [dihapus hukumnya] dan tidakboleh menikah lebih dari satu, sebab syarat harus adil tidak mungkintercapai Kami memohon penjelasannya, semoga Allah membalas kebaikanSyaikh.?

>> Jawaban :

Tidak ada kontradiksi antara dua ayat tadi dan juga tidak ada nasakhayat yang satu dengan yang lain, karena sesungguhnya keadilan yangdi-perintahkan di dalam ayat itu adalah keadilan yang dapat dilakukan,yaitu adil dalam pembagian muasyarah dan memberikan nafkah. Adapunkeadilan dalam hal mencintai, termasuk di dalamnya masalah hubunganbadan [jima] adalah keadilan yang tidak mungkin. Itulah yang dimaksuddari firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antaraistri-istri[mu], walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. [An-Nisa:129].

Oleh karena itulah ada hadits Nabi yang bersumber dari riwayat Aisyahi. Beliau berkata,.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melakukan pembagian [di antaraistri-istrinya] dan beliau berlaku adil, dan beliau berdoa: Ya Allahinilah pembagianku menurut kemampuanku, maka janganlah Engkaumencercaku di dalam hal yang mampu Engkau lakukan dan aku tidak mampumelakukannya. Wallahu waliyuttaufiq.

[ Fatawal Marah, hal. 62 oleh Syaikh Ibnu Baz. ]

Artikel Tidak Ada Kontradiksi Di Dalam Ayat Poligami diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Ada Kontradiksi Di Dalam Ayat Poligami.

Hak-Hak Non Muslim

Kumpulan Artikel Islami

Hak-Hak Non Muslim Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz

rahimahullah [mantan mufti kerajaan Arab Saudi-red] ditanyai:

Apa kewajiban seorang muslim terhadap non muslim, baik statusnyasebagai Dzimmi di negeri kaum Muslimin atau ia berada di negerinyasendiri dan si Muslim yang tinggal di negerinya Kewajiban yang sayamaksud untuk dijelaskan di sini adalah bagaimana interaksi dengannyadari segala aspeknya, mulai dari memberi salam hingga ikut merayakanhari besarnya. Mohon pencerahan, semoga Allah subhanahu wata’alamembalas kebaikan buat anda!

Beliau menjawab:

Kewajiban seorang Muslim terhadap non muslim ada beberapa bentuk, diantaranya:

1. Berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala, yaitu denganmenyerunya kepada Allah dan menjelaskan hakikat Islam kepadanyasemampu yang dapat ia lakukan dan berdasarkan ilmu yang ada padanya,sebab hal ini merupakan bentuk kebaikan yang paling agung dan besaryang dapat diberikannya kepada warga negara sesamanya dan etnis lainyang berinteraksi dengannya seperti etnis Yahudi, Nashrani dan kaumMusyrikin lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu‘alaihi wasallam,Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akanmendapatkan pahala seperti [pahala] pelakunya. [Dikeluarkan olehImam Muslim, III, no.1506; Abu Daud, no.5129; at-Turmudzi, no.2671dari hadits Abu Mas'ud al-Badri radhiyallahu ‘anhu]

Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada 'Ali

radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Khaibar danmemerintahkannya menyeru orang-orang Yahudi kepada Islam,Demi Allah, sungguh Allah mem-beri hidayah kepada seoranglaki-laki melalui tanganmu adalah lebih baik bagimu daripada ontamerah [harta paling berharga dan bernilai kala itu-red]. [Dikeluarkanoleh al-Bukhari, III:137; Muslim, IV:1872 dari hadits Sahl bin Sa'd

radhiyallahu ‘anhu]

Dalam sabda beliau yang lain,Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka ia mendapatkanpahala seperti pahala orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangipahala mereka sedikit pun. [Dikeluarkan oleh Muslim, IV: 2060;Abu Daud, 4609; at-Turmudzi, 2674 dari jalur Isma'il bin Ja'far, darial-'Ala' bin 'Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah

radhiyallahu ‘anhu]

Jadi, dakwahnya kepada Allah subhanahu wata’ala, penyampaianIslam dan nasehatnya dalam hal tersebut termasuk sesuatu yang palingpenting dan bentuk pendekatan diri kepada Allah subhanahu wata’alayang paling utama.

2. Tidak berbuat zhalim terhadap jiwa, harta atau pun kehormatannyabila ia seorang Dzimmi [non muslim yang tinggal di negri kaummuslimin dan tunduk kepada hukum Islam serta wajib membayar jizya],atau Musta'man[non muslim yang mendapatkan jaminan keamanan]atau pun Mu'ahid [non muslim yang mempunyai perjanjian damai].Seorang Muslim harus menunaikan haknya [non Muslim] dengan tidakberbuat zhalim terhadap hartanya baik dengan mencurinya, berkhianatatau pun berbuat curang. Ia juga tidak boleh menyakiti badannya dengancara memukul atau pun membunuh sebab statusnya adalah sebagai seorangMu'ahid, atau dzimmi di dalam negeri atau Musta'man yang dilindungi.

3. Tidak ada penghalang baginya untuk bertransaksi jual beli, sewa dansebagainya dengannya. Berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pernah membeli dariorang-orang kafir penyembah berhala dan juga membeli dari orang-orangYahudi. Ini semua adalah bentuk mu'amalah [transaksi]. KetikaRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, beliau masihmenggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi untuk keperluan makankeluarganya.

4. Tidak memulai salam dengannya tetapi tetap membalasnya. Hal iniberdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Janganlahmemulai salam dengan orang-orang Yahudi dan Nashrani. [HR.Muslim,IV:1707 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Dalam sabdanya yang lain, Bila Ahli Kitab memberi salam kepadakamu, maka katakanlah: 'Wa'alaikum.' Muttafaqun alaih [HR. al-Bukhari,IV:142; Muslim, IV:1706 dari hadits Abdullah bin Dinar, dari Ibn 'Umar

radhiyallahu ‘anhu]

Jadi, seorang Muslim tidak memulai salam dengan orang kafir akantetapi kapan orang Yahudi, Nashrani atau orang-orang kafir lainnyamemberi salam kepadanya, maka hendaknya ia mengucapkan, Wa'alaikum.Sebagai-mana yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Ini termasuk hak-hak yang disyari'atkan antara seorang Muslim danorang kafir.

Hak lainnya adalah bertetangga yang baik. Bila ia tetangga anda, makaberbuat baiklah terhadapnya, jangan mengusik-nya, boleh bersedekahkepadanya bila ia seorang yang fakir. Atau boleh memberi hadiahkepadanya bila ia seorang yang kaya. Boleh pula menasehatinya dalamhal-hal yang bermanfa'at baginya sebab ini bisa menjadi motivator iaberhasrat untuk mengenal dan masuk Islam. Juga, karena tetanggamemiliki hak yang agung sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam, Jibril senantiasa berpesan kepadaku agar berbuatbaik kepada tetangga hingga aku mengira ia akan memberikan hak wariskepadanya. [Muttafaqun 'alaihi]

Juga sebagaimana makna umum dari firman Allah subhanahu wata’ala,artinya:Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adilterhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak[pula] mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukaiorang-orang yang berlaku adil. [QS.al-Mumtahanah:8]

Dan dalam hadits yang shahih dari Asma' binti Abu Bakar

radhiyallahu ‘anha, bahwa Ibundanya datang kepadanya saat ia masihmusyrik di masa perundingan damai yang terjadi antara Nabi shallallahu‘alaihi wasallam dan penduduk Mekkah, ibundanya datang kepadanyameminta bantuan, lantas Asma' meminta izin terlebih dahulu kepada Nabimengenai hal tersebut; apakah ia boleh menyambung rahim dengannyaMaka, Nabi pun bersabda, Sambunglah rahim dengannya. [al-Bukhari,II:242; Muslim, II:696 dari hadits Asma' radhiyallahu ‘anha]

Namun begitu, seorang Muslim tidak boleh ikut serta merayakan pestadan hari besar mereka. Tetapi tidak apa-apa melawat jenazah merekabila melihat ada kemashlahatan syari'at dalam hal itu seperti denganmengucapkan, Semoga Allah subhanahu wata’ala mengganti musibahyang kamu alami ini atau Semoga Dia mendatangkan pengganti yang baikbuatmu, dan ucapan baik semisal itu.

Hanya saja, tidak boleh mengucapkan, Semoga Allah subhanahuwata’ala mengampuninya atau Semoga Allah merahmatinya bila iaseorang kafir. Artinya, tidak boleh berdoa untuk si mayit tetapi bolehberdoa untuk orang yang masih hidup agar mendapat hidayah, mendapatpengganti yang shalih dan semisal itu.

Artikel Hak-Hak Non Muslim diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hak-Hak Non Muslim.

Wali Yang Tidak Jelas Tempatnya

Kumpulan Artikel Islami

Wali Yang Tidak Jelas Tempatnya

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Ada seorang laki-laki yang inginmenikah dengan anak pamannya, dan wanita tersebut tidak punya walikecuali saudaranya yang berumur 5 tahun pamannya tinggal di Ethiopiasudah 15 tahun, sementara wanita tersebut mengirim surat kepadanyaberkali-kali tetapi tidak dijawab?

>> Jawaban :

Apabila tempat tinggal pamannya tidak jelas dan susah dihubungi, makawali terjauh boleh menikahkan dengan syarat calon suami orang baik dansebanding.

Artikel Wali Yang Tidak Jelas Tempatnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wali Yang Tidak Jelas Tempatnya.

Meninggalkan Anak Dan isteri Tanpa Nafkah

Kumpulan Artikel Islami

Meninggalkan Anak Dan isteri Tanpa Nafkah

>> Pertanyaan :

Seseorang meninggalkan istrinya selama dua tahun, dia tidakmencerainya dan tidak pula kembali kepadanya untuk kemaslahatananak-anaknya, dan tidak melaksanakan kewajiban nafkah kepadanya,sedang istrinya itu tidak mempunyai kerabat dekat dan tidak pula adayang menafkahkannya, keadaannya sangat sulit, dia terputus dari semuaorang kecuali Allah Ta'ala, oleh karena itu apa hukum Agama terhadapsuami seperti ini yang meninggalkan istrinya mengalami keadaan yangpahit ini ?

>> Jawaban :

Tidak diragukan bahwa seorang istri mempunyai hak yang harus dipenuhioleh seorang suami. Allah berfirman : { Dan para wanita mempunyai hakyang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf } al-Baqarah: 228. dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :Sesungguhnya istri-istri kamu mempunyai hak yang harus kamu penuhi.HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dan Allah berfirman { dan bergaullahdengan mereka secara patut } an-Nisa': 19. dan firman-Nya { Setelahitu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengancara yang baik }. Al-Baqarah : 229. dan dalil-dalil lain yangmewajibkan seorang suami agar bertaqwa kepada Allah terhadap amanatyang ada padanya yaitu istrinya, dan memenuhi hak-haknya dan tidakboleh baginya untuk mengurangi hak istrinya sedikitpun juga, kecualidengan sebab yang dibolehkan oleh Agama seperti kalau dia itu nusyuz [yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri, nusyuz dari pihak isteriseperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. ]. Dan apa yang telahdisebutkan oleh penanya yaitu seorang suami meninggalkan istrinyadalam jangka waktu yang sangat panjang dan tidak memberikan kepadanyahak-haknya, jelas ini adalah perbuatan zhalim yang tidak boleh dialakukan, jika yang demikian benar-benar terjadi, dan tanpa sebab yangdibolehkan oleh Agama, maka sungguh dia telah berbuat zhalimterhadapnya, oleh karena itu dia harus bertaubat kepada AllahSubhanahu wa ta'ala dan segera melaksanakan kewajibannya terhadapisterinya dan memenuhi hak-haknya, dan harus minta maaf kepadanya darikezhalimannya itu. Dan demikian halnya dengan anak-anaknya,sesungguhnya mereka juga mempunyai hak yang harus dipenuhi olehnyasebagai bapak, dan tidak boleh dia menyia-nyiakan mereka danmeremehkan kewajiban mendidik mereka dan memenuhi kebutuhan-kebutuhanmereka, karena tanggungjawab seorang bapak terhadap anak adalahtanggungjawab yang agung, sampai kalau terjadi antara dia dan istrinyakesalahpahaman, maka sesungguhnya hak-hak mereka tidak gugur samasekali. Bagaimanapun juga , masalah ini adalah masalah yang sangatpenting, dan tidak boleh seorang suami bertindak zhalim terhadap istridan anak-anaknya, bahkan dia harus segera bertaubat kepada Allah dankembali ke jalan yang benar, jika dia tidak melakukan yang demikian,maka hal tersebut harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang, agardia segera mengambil tindakan terhadap suaminya tersebut. Wallahua'lam Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan, FatawaMar'ah Muslim, Juz.II Hal.667.

Artikel Meninggalkan Anak Dan isteri Tanpa Nafkah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Meninggalkan Anak Dan isteri Tanpa Nafkah.

Pokemon Hakikat Dan Daya Rusaknya

Kumpulan Artikel Islami

Pokemon Hakikat Dan Daya Rusaknya Pokemon Hakikat Dan Daya Rusaknya

Kategori Gambar Dan Permainan

Rabu, 3 Maret 2004 22:43:07 WIBPOKEMON HAKIKAT DAN DAYA RUSAKNYAOlehSyaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Al-SalmanBetapa amat disesalkan, bahwa di tengah kaum Muslimin dan di negeri-negeri Islam telah tersebar luas pelbagai cara haram untuk mendapatkan uang, di antaranya cara Riba, perdagangan barang-barang haram seperti perdagangan narkoba dan minuman keras. Juga jual beli rokok, penimbunan barang dagangan, suap menyuap dan banyak cara-cara haram lainnya.Di antara cara haram untuk mencari uang adalah perjudian dengan berbagai bentuk, cara dan permainannya. Dan sesungguhnya bahwa setan-setan manusia telah berinovasi menciptakan cara-cara perjudian tersamar yang mampu merusak segenap sektor kehidupan. Sebagiannya adalah apa yang kini tengah ngetrend, terkenal dan banyak dibicarakan orang diberbagai daerah, tanpa kejelasan, tetapi hanya berdasarkan dugaan dan kira-kira belaka. Yaitu mainan/boneka kartun yang kini sangat terkenal di kalangan awam maupun kalangan tertentu, tua maupun muda, disebut Pokemon.Di lembar-lembar tulisan ini, kami akan ungkap persoalan boneka kartun tersebut. Kami akan singkap hal-hal tersembunyi dalam mainan kartun itu yang bertentangan dengan syari'at dan merusak pendidikan. Wallahu al-Musta'an.TERSEBARNYA KARTUN POKEMONBoneka kartun Pokemon telah [benar-benar] menguasai pemikiran banyak kelompok orang. Bahkan kartun Pokemon ini sudah menjadi satu-satunya bagi mereka dalam dunia permainan. Boneka kartun ini muncul di Jepang semenjak kurang lebih tiga tahun lalu. Semula dimainkan dalam bentuk permainan elektronik, kemudian berkembang menjadi filam-film kartun [1]. Kemudian berkembang lagi menjadi majalah-majalah kartun humor, dan selanjutnya menjadi permainan kartu-kartu yang dipertukarkan. Akhirnya yayasan penerbit boneka-boneka kartun ini, dalam waktu relatif singkat, menjadi yayasan milyarder yang bisa memetik kenikmatan dari masyarakat luas di segenap penjuru dunia.Hal yang kemudian menambah suasana semakin seru setelah permainan kartun ini semakin tenar, ialah [berpacunya] banyak perusahaan untuk menempelkan gambar-gamnbar para tokoh kartun ini, lengkap dengan berbagai bentuk dan nama-namanya, pada barang produk mereka [yang berupa pakaian, chocolate, minuman-minuman ber-gas dan lain-lain]. Harapan mereka dengan menempelkan gambar-gambar itu, akan dapat memetik keuntungan materi besar-besaran sekalipun harus dibayar dengan kerugian sekolah anak-anak, pendidikan dan tingkah laku mereka. Khususnya kehidupan anak-anak yang masih polos.Juga kemudian, dibanyak kota di dunia, didirikan agen-agen distributor milik perusahaan yang memproduksi mainan kartun ini. Agen-agen itu selanjutnya menyebarkan komik-komik, jurnal-jurnal cerita dan kaset-kaset video. Beberapa stasiun televisi-pun ikut serta menyebar luaskan program-program mereka. Bahkan mereka membuat situs-situs di jaringan internet.Oleh karena itu merupakan keharusan untuk menyebarkan tulisan ilmiah khusus yang dapat memutus perkataan-perkataan tanpa ilmu dan dapat menjelasakan sejauh mana bahayanya kartun Pokemon ini serta bahaya-bahaya lain yang mengikutinya terhadap anak-anak sekaligus juga orang-orang tua dalam berbagai segi.Inilah hasil usaha kami -usaha yang baru sedikit- untuk mengungkap masalah seputar Pokemon secara ringkas sesuai dengan informasi dan data-data yang bisa kami kumpulkan, dan bagaimana sikap syar'iat terhadapnya, baik secara amanat maupun secara agama. [Semua ini dalam rangka] memberikan pelayanan terhadap umat dan generasi Islam yang tengah tumbuh, dengan senantiasa memohon kepada Allah 'Azza wa Jalla agar Dia menjadikan hasil kerja kami ini menambah bobot timbangan ama-amal hasanat kami pada hari dimana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan membawa hati yang saliim.ARTI KATA POKEMONKata Pokemon dalam bahasa Inggris merupakan singkatan dari dua kata ; yaitu [Poke] yang merupakan singkatan dari kata [Pocket], artinya : kantong/saku. Dan kata [Mon] yang merupakan singkatan dari kata [Monster], artinya ; Monster. Jadi artinya ialah Monster Saku. Maksudnya merupakan ungkapan betapa kecilnya monster-monster ini hingga dapat terwadahi oleh saku.Adapun nama Pikachu yang merupakan tokoh termasyhur dalam kartun ini, juga terbentuk dari dua kata : [Pika] dalam bahasa Jepang menunjukkan makna bersinar. Sedangkan kata [Chu] merupakan ungkapan tentang suara-suara yang keluar dari mulut tikus. mengapa dinamakan Pikachu Sebab [tokoh ini] memang bentuknya seperti tikus yang bersenjatakan sengatan listrik.Adapun kata-kata [Charmander] menunjukkan makna : api yang menyala/membakar. Diambil dari kata bahasa Inggris [Char]. Sedangkan kata [Amander] adalah sebuah kata yang memberikan isyarat pada sebuah binatang semacam kadal yang menyerupai api menyala.Keterangan ini disebutkan oleh Atase Kebudayaan Jepang di Yordania : Kuji Taharo, sebagaiman yang ditulis oleh koran Yordania ar-Ra'yu pada edisi tanggal 4/4/2001. Dari keterangan ini, tampaklah kesalahan orang-orang yang menganggap bahwa arti Pokemon menurut bahasa Suryani adalah "Saya Yahudi", atau makna-makna lain yang senada.Majalah New York Times pada edisi tanggal 26 Maret 2001 menyebutkan ungkapan juru bicara produsen kartun ini di Tokyo yang identitasnya disembunyikan ; bahwa ia mengingkari kalau perusahaan menggunakan syi'ar-syi'ar keagamaan dalam produk-produknya.Koran Yordania "ad-Dustur" edisi hari Senin 8 Muharram 1422H, juga menyebutkan pernyataan beberapa Doktor ahli bahasa Suryani di Universitas Yarmuks, begitu pula pernyataan Lembaga Sosial Suryani di Yordan, bahwa kalimat POKEMON, PIKACHU dan nama-nama lain dalam kartun Pokemon, sama sekali tidak ada kaitannya dengan bahasa Suryani, bahkan nama-nama itu asing bagi bahasa Suryani. Hal serupa juga adanya anggapan bahwa nama-nama tersebut menggunakan bahasa Jepang. Begitu pula anggapan bahwasanya menggunakan bahasa Ibrani.ASAL-USUL POKEMONBoneka kartun Pokemon berasal dari gagasan seorang laki-laki Jepang bernama Satushi Tajiri. Ia merupakan orang yang gemar mengumpulkan binatang-binatang serangga. Kemudian ia berkhayal bahwa dunia akan diserbu oleh serangga-serangga ini dan oleh binatang-binatang aneh dari angkasa luar dalam jumlah yang sangat banyak dan kemudian ditemukan oleh manusia. Terus pada gilirannya binatang-binatang ini berkembang dan meningkat menjadi lebih sempurna dengan keluarnya anggota-anggota tubuh yang baru. Kemudian sebuah perusahaan raksasa Jepang bernama Nintendo mengadopsi gagasan iu dengan memproduksi mainan-mainan elektronik dan mengembangkannya menjadi [kartun] monster-monster kecil ukuran saku yang [menurut gagasan mereka -pen] memiliki kekuatan ajaib untuk bertempur. Lalu tersebarlah mainan-mainan ini secara signifikan pada akhir tahun sembilan puluhan hingga menguasai seluruh penjuru dunia ; dalam bentuk mainan elektronik, film-film kartun, film-film hidup, komik-komik, jurnal-jurnal cerita dan [bahkan sampai] di situs-situs internet.PERMAINAN POKEMONSudah tersebar dikalangan anak-anak permainan saku, khusus dengan tokoh Pokemon. Permainan ini berlangsung menggunakan kaidah dan pedoman tertentu, yang dari sana membentuk berbagai macam permainan. Di antaranya ada yang rumit karena menggunakan dadu serta alat-alat bergambar dan meja tertentu. Permainan ini membutuhkan waktu untuk mempelajarinya. Ia berpijak pada prinsip pengumpulan ganbar-gambar monster [binatang-binatang mengerikan] kecil, kemudian melatihnya dalam teknik berkelahi dan berperang.Tiap-tiap monster [dianggap] memiliki kekuatan dan keistimewaan tertentu, dan terbagi menjadi sepuluh golongan. Pemenang permainan ini adalah orang yang -tidak hanya mampu mengumpulkan sejumlah banyak gambar monster itu saja-, tetapi juga dapat memanfaatkan dengan keistimewaan masing-masing gambar monster tersebut, dapat melatihnya dengan baik dan mengklasifikasikannya ; guna dikembangkan dalam pertempurannya melawan musuh.Di antara permainannya lagi ada yang mudah, yang tersimpulkan pada penguasaan terhadap kartu khusus yang berisi [gambar-gambar] monster tertentu dengan kekuatan ajaib tertentu. Tujuan [permainan ini] adalah meraih keuntungan dengan mengumpulkan kartu sebanyak mungkin. Sementara itu, kartu-kartu yang berisi monster-monster yang memiliki kemampuan lebih dan berbahaya [dibedakan dengan isi gambar-gambarnya yang bernomor khusus, kode dan isyarat], dijual dengan harga lebih mahal.Anak-anak kecil beradu dan berlomba mendapatkannya. Anak yang menang adalah yang di anggap dapat mengalahkan kartu lawannya. Maka ia berhak mendapatkan kartu-kartu lawannya, atau lawan harus menebusnya dengan uang. [Kemenangan dalam permainan jenis kedua] ini terjadi semata-mata karena nasib dan kebetulan, tidak perlu kemahiran apa-apa selain bisa membayar harga kartu.Permainan [Pokemon] ini tidak akan ada habis-habisnya kecuali jika Allah menghendaki, sebab selalu diciptakan pembaharuan dan pengembangan tokoh-tokoh monster yang baru dan selalu diciptakan lahan-lahan adu permainan yang baru pula, secara besar-besaran.HAL-HAL YANG TERLARANG SECARA SYARI'AT DALAM POKEMON[1]. Syirik dan Merusak Aqidah MuslimHal yang tidak perlu diragukan lagi, bahwa mengadakan makhluk hidup khayali yang fiktif -apalagi memiliki keistimewaan serta kemampuan luar biasa dan ajaib- termasuk gagasan [pemikiran] paling rusak yang dapat meracuni akal anak-anak. Bahkan disana terdapat propaganda bagi adanya hal-hal luar biasa yang menyamai -bahkan mengungguli- mu'jizat para nabi. Ini akan membuat seorang anak mempercayai kekuatan ajaib tersebut dan memberikan pembelaan terhadap adanya kekuatan itu. Semua ini jelas termasuk perusakan terhadap aqidah anak-anak yang masih fitrah dan lurus.Di sana -sebagai tambahan lagi- juga terdapat unsur tantangan terhadap kekuasaan al-Khaliq Azza wa Jalla dan ingin menyaingi ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Na'udzu billah. Ini semua jelas bertentangan dengan Aqidah Islamiyah yang shahih dan bertentangan dengan manhaj pendidikan yang lurus.[2]. Bohong Terang-Terangan Kepada Anak Kecil dan Membuat Sesuatu yang Membahayaknnya.Ini terjadi melalui penayangan benda-benda dan makhluk-makhluk fiktif yang mempunyai kemampuan ajaib, tetapi yang sesungguhnya tidak ada. Ini akan mendorong dan memotivasi anak-anak untuk mempercayau hal-hal semacam itu. Dan itu jelas merupakan kebohongan terang-terangan serta merupakan perusakan terhadap akan dan imajinasi anak-anak.Pada dasarnya mainan anak-anak itu sendirilah yang menentukan [mengendalikan] mainannya. Tetapi hal itu tidak terjadi pada POKEMON. Bahkan sebaliknya yang terjadi. Sebab [dalam Pokemon] justru Pokemonlah yang menentukan, mengendalikan dan mengarahkan anak.Yang juga mengkhawatirkan dan lebih berbahaya lagi ialah bahwa mainan-mainan, selamanya menunjukkan sesuatu kultur. Pokemon juga menawarkan suatu kultur. Tetapi ia merupakan kultur [budaya] khayalan yang menyapu bersih anak-anak di seluruh dunia. Ia adalah kultur yang jauh dari fitrah anak-anak bukan muslim, dan jauh dari aqidah serta kultur anak-anak Muslim.Jadi ia adalah suatu bentuk miniatur budaya, sebab dengan merajalelanya kartun-kartun Pokemon ke seluruh dunia, akan menjadikan anak-anak berfikir dengan satu pola fikir yang sama dan akan bermain dengan bentuk mainan yang sama. Sekan-akan Pokemon tengah menyiapkan anak-anak kemudian membinanya menuju prilaku-prilaku dan nilai-nilai yang sama.Ini merupakan suatu bentuk eksperimen mania yang mengabaikan banyak hal lain, sehingga Anda lihat kartun-kartun Pokemon itu dapat mengikat para orang tua dan mengeluarkan mainan-mainan anak-anak mereka lepas dari pengendalian mereka. Pada gilirannya menghapuskan dinding pembatas antara Pokemon dengan anak-anak. Dan jadilah akhirnya kartun-kartun ini mengendalikan mereka.[3]. Teori Evolusi yang SesatTerfahami melalui pekembangan evolutif monster-monster kecil yang memiliki kemampuan ajaib ini dengan sendirinya. Ini sejalan dengan teori Darwin yang kufur dan batil, yang menyatakan adanya perkembangan dan peningkatan makhluk dengan sendirinya, serta meniadakan keterlibatan al-Khaliq Subhanahu wa Ta'ala dalam perkembangan itu. Dan ini adalah kekafiran yang jelas.[Disalin dari majalah as-Sunnah Edisi 07/Tahun V/1422H/2001M, hal 62-64. Terjemahan dari Tabloid mingguan al-Furqan Edisi 145, Ahad 21 Mei 2001 terbitan Kuwait, diterjemahkan oleh Ahmas Faiz.]_________Foote Note.[1] Film Pokemon yang pertama ditayangkan di Amerika hanya selama lima hari. Tetapi menghasilkan keuntungan sebesar 52 juta dolar Amerika. Dan hingga saat ini serial Pokemon sudah mencapai 100 seri.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=365&bagian=0


Artikel Pokemon Hakikat Dan Daya Rusaknya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pokemon Hakikat Dan Daya Rusaknya.

Apa Hikmah Diwajibkan Puasa ?

Kumpulan Artikel Islami

Apa Hikmah Diwajibkan Puasa ? Apa Hikmah Diwajibkan Puasa

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Sabtu, 22 Oktober 2005 07:49:23 WIBAPA HIKMAH DIWAJIBKANNYA PUASA OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hikmah dari diwajibkannya pausa JawabanApa bila kita membaca firman Allah Azza wa Jalla.â€Å"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” [Al-Baqarah : 183]Pasti kita mengetahui apa hikmah diwajibkan puasa, yakni takwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takwa adalah meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan perintah, meninggalkan larangan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan mengerjakan kedustaan, maka Allah tidal butuh kepada amalannya dalam meninggalkan makanan dan minumannya” [1]Berdasarkan dalil ini diperintahkan dengan kuat terhadap setiap yang berpuasa untuk mengerjakan segala kewajiban, demikian juga menjauhi hal-hal yang haram baik berupa perkataan maupun perbuatan, hendaknya dia tidak menggunjing orang lain, tidak berdusta, tidak mengadu domba antar mereka, tidak menjual barang jualan yang haram, menjauhi segala bentuk keharaman, apabila seorang manusia mengerjakan semua itu dalam satu bulan penuh maka itu akan memudahkannya kelak untuk berlaku baik di bulan-bulan tersisa dalam setahun.Tetapi alangkah sedihnya, sebagian besar orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasa dengan hari berbuka, mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa dijalaninya yakni meninggalkan kewajiban, mengerjakan pebuatan haram, tidak merasakan keagungan puasa ; perbuatan ini tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya, seringkali kesalahan itu merusak pahala puasa sehingga tersia-sialah pahalanya.[Disalin dari kitab Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]_________Foote Note[1].Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum, Bab : Orang yang tidak meninggalkan kata-kata dusta, megerjakannya [1903]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1623&bagian=0


Artikel Apa Hikmah Diwajibkan Puasa ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apa Hikmah Diwajibkan Puasa ?.

Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 1/2 Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 1/2

Kategori Mabhats

Minggu, 6 Februari 2005 19:28:30 WIBKEHUJAHAN HADITS AHAD DALAM MASALAH AQIDAHOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al Wabil, MABagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Pembahasan ini ada kaitannya dengan tanda-tanda hari kiamat. Hal ini karena tanda-tanda itu banyak diterangkan dalam hadits ahad [1]. Dan sebagian ulama dari kalangan ulama theologia [2]. Demikian pula dengan sebagian ulama ushul [3], yang mengatakan bahwa hadits ahad itu tidak dapat dijadikan pedoman dalam aqidah tetapi harus berdasarkan dalil yang qath’i yaitu ayat atau hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.Pendapat ini ditolak, karena hadits yang perawinya terpecaya dan sampai kepada kita dengan sanad shahih, maka wajib diimani dan dibenarkan, baik itu berupa hadits ahad maupun mutawatir. Inilah madzhab para ulama Salafus Shalih berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Dan tidak patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak [pula] bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain] tentang urusan mereka.” [Al Ahzab : 36]Dan firman-Nya :â€Å"Artinya : Taatilah Allah dan Rasul-Nya.” [Ali Imran : 32]Ibnu Hajar berkata : â€Å"Sungguh sudah terkenal perbuatan shahabat dan tabi’in dengan dasar hadits ahad dan tanpa penolakan. Maka telah sepakat mereka untuk menerima hadits ahad[4].”Ibnu Abil ‘Izzi berkata : â€Å"Hadits ahad, jika para ummat menerima sebagai dasar amal dan membenarkannya, maka dapat memberikan ilmu yakin [kepastian] menurut jumhur ulama. Dan hadits ahad termasuk bagian hadits mutawatir, sedangkan bagi kalangan ulama Salaf tidak ada perselisihan dalam masalah ini [5].”Ada orang bertanya kepada Imam Syafi’i rahimahullah, dia berkata : â€Å"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah menetapkan demikian dan demikian.” Lalu orang itu bertanya kepada Imam Syafi’i rahimahullah : â€Å"Bagaimana menurutmu”Maka Imam Syafi’i rahimahullah berkata : â€Å"Maha Suci Allah! Apakah kamu melihat saya dalam bai’at, kamu melihat saya diikat Saya berkata kepadamu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah menetapkan, dan kamu bertanya, ‘bagaimana pendapatmu’ ”[6]. Kemudian Imam Syafi’i rahimahullah menjawab : â€Å"Apabila saya meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, lalu saya tidak mengambilnya, maka saya akan meminta kamu agar menjadi saksi bahwa akal saya telah hilang[7].” Imam Syafi’i rahimahullah tidak membedakan antara hadits ahad atau mutawatir, hadits tentang aqidah atau amaliyah. Namun yang dibicarakannya hanya berkisar tentang shahih atau tidaknya suatu hadits.Imam Ahmad rahimahullah berkata : â€Å"Semua yang datang dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan sanad baik, maka kita tetapkan dan bila tidak tetap [tidak sah] dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dan kita tidak menerimanya maka kita kembalikan urusan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.” Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :â€Å"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” [Al Hasyr : 7]Dengan demikian Imam Syafi’i rahimahullah tidak mensyaratkan kecuali keshahihan hadits [8].Ibnu Taimiyah berkata : â€Å"Hadits, apabila sudah shahih semua umat Islam sepakat wajib untuk mengikutinya[9].”Dan Ibnu Qayyim berkata saat menolak orang yang mengingkari hujjah hadits ahad : â€Å"Termasuk hal ini ialah pemberitahuan sebagian shahabat kepada sebagian yang lain, karena berpegang teguh pada apa yang diberitakan oleh salah seorang dari mereka dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Dan tidak ada seorang pun dari mereka yang berkata kepada seorang yang menyampaikan berita dari Rasululullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwa beritamu adalah berita perorangan [khabar ahad] yang tidak memberi faedah ilmu sehingga mutawatir.Dan jika salah satu di antara mereka meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kepada orang lain tentang sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala maka mereka menerimanya. Dan sifat itu diyakini dengan pasti, sebagaimana meyakini melihat Rabb, firman-Nya, dan panggilan-Nya kepada hamba-Nya pada hari kiamat dengan suara yang dapat didengar dari tempat yang jauh, serta turun-Nya ke langit dunia setiap malam dan menguasai langit serta Maha Kekal. Barangsiapa mendengar hadits ini dari orang yang menceritakannya dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam atau shahabat, maka dia harus yakin atas ketetapan maksud dari hadits seorang yang adil dan benar. Dan hadits itu tidak diterbitkan, sehingga mereka menetapkan sebagaimana hadits hukum. Mereka tidak menuntut kejelasan dalam meriwayatkan hadits tentang sifat secara pasti, tetapi mereka langsung menerima, membenarkan, dan menetapkan maksud dari hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.Adapun yang menolak hadits ahad itu ialah pendapatnya Mu’tazilah, Jahmiyah, Rafidlah, dan Khawarij yang telah merusak kehormatan. Para Imam telah menjelaskan perbedaan pandangan mereka dari pendapat yang mengatakan bahwasanya hadits ahad memberikan faedah ilmu. Demikian pendapat Imam Malik rahimahullah, Imam Syafi’i rahimahullah, dan murid-murid Abu Hanifah rahimahumullah, Dawud bin Ali dan muridnya seperti Muhammad bin Hazm rahimahumullah[10].Adapun yang mengingkari hujjah hadits ahad karena kesamaran[11] bahwa hadits ahad mengandung dzan dan mereka maksudkan dengan dzan adalah dugaan yang lebih kuat, karena kemungkinan terjadinya kesalahan seseorang atau kelalaiannya, dan persangkaan yang lebih kuat hanya dapat diamalkan dalam masalah hukum dan tidak boleh mengambilnya dalam masalah aqidah. Alasannya dengan sebagian ayat yang melarang mengikuti persangkaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” [An Najm : 28]Untuk menjawab penyimpangan ini perlu dijelaskan bahwa hujjah mereka dengan ayat ini tidak dapat diterima. Karena dzan [persangkaan] di sini bukan persangkaan yang bisa kita lakukan. Akan tetapi [persangkaan] yang berupa keraguan, dusta, dan kira-kira. Dalam kitab An Nihayah, Al Lisan, dan lainnya dari kitab kamus bahasa, dzan adalah keraguan[12].Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat [[Wa maa lahum bihi min ‘ilm]] maksudnya mereka tidak mempunyai pengetahuan yang benar yang membenarkan ucapan mereka, bahkan hal itu merupakan dusta dan mengada-ada serta kufur yang sangat keji. Dan mengenai ayat [[wa inna adz dzanna laa yughnii mina al haqqi syai’an]] maksudnya tidak dapat menempati [menggantikan] kebenaran. Dalam hadits shahih Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :â€Å"Artinya : Hati-hatilah terhadap persangkaan [yang buruk] karena persangkaan buruk itu sedusta-dusta pembicaraan[13].”Keraguan dan dusta adalah perbuatan yang dicela oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, hal itu dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :â€Å"Artinya : Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta [terhadap Allah].” [Al An’am : 116]Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka dengan persangkaan yang merupakan sikap yang mengada-ada dan dusta. Dan jika kebohongan dan dusta itu yang menjadi dzan, maka dalam masalah hukum tidak boleh dipakai[14]. Karena hukum tidak didirikan atas keraguan dan mengada-ada.Adapun kelalaian seorang rawi, maka hadits ahad yang diriwayatkannya harus ditolak, sebab rawi harus terpecaya dan tsabit, maka hadits yang shahih itu tidak boleh mengandung kesalahan rawi. Sedangkan menurut kebiasaan yang berlaku, bahwa rawi terpecaya yang tidak lupa dan tidak dusta tidak boleh ditolak haditsnya.[Disalin dari buku Asyratus Sa’ah, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA, Terbitan Pustaka Mantiq, Cetakan Kedua Nopember 1997. Hal. 38- 45]_________Foote Note[1]. Hadits dari segi datangnya kepada kita ada dua. Yaitu Mutawatir dan Ahad. Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh segolongan ulama banyak yang tidak mungkin mereka berdusta mulai dari awal sanad sampai akhir. Ahad yaitu hadits selain Mutawatir. Lihat Taqrib An Nawawy. Tadrib Al Rawi 2/176, Qawaid At Tahdits halaman 146 karya Qasimi, dan Tafsir Musthalah Al Hadits halaman 18-21, Dr. Mahmud Tahhan.[2]. Contohnya ulama Mu’tazilah dan ulama Mutaakhirin, seperti Muhammad Abduh, Mahmud Syaltut, Ahmad Syalabi, Abdul Karim Utsman, dan lain-lain. Lihat Al Farq Bainal Firaq halaman 180, editor Muhyidin Abdul Hamid, Fathul Bari 13/233, Qadhi Al Qudhah, Abdul Jabbar Al Hamdani, halaman 88/90 Dr. Abdul Karim Utsman, Risalah Tauhid halaman 202 M. Abduh editor M. Rasyid Ridha. Lihat sikap Mu’tazilah terhadap Sunnah Nabi halaman 92-93 oleh Abi Lubabah Husein, Kitab Masihiyah, Perbandingan Agama halaman 44 oleh Dr. Ahmad Syalabi, lihat Fatawa, Mahmud Syaltut halaman 62 yang berkata : â€Å"Para ulama sepakat bahwa hadits ahad tidak memberikan faedah terhadap akidah dan tidak boleh dijadikan dasar dalam masalah ghaib”. Dan lihat kitabnya â€Å"Islam Akidah dan Syariat” halaman 53. Lihat â€Å"Al Masih dalam Al Qur’an, Taurat, dan Injil” 539 karya Abdul Karim Khatib.[3]. Lihat Syarah Al Kaukab Al Munir Fi Ushul Fiqh 2/352 karya M. bin Ahmad Al Hanbali editor Dr. Muhammad Suhaili dan Dr. Nazih Hamad.[4]. Lihat Fathul Bari 13/234.[5]. Lihat Syarah Aqidah Ath Thahawi karya Ali bin Ali bin Abi Izz Al Hanafi halaman 399-400 telah diedit oleh para ulama dan haditsnya telah ditakhrij oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani cetakan Maktab Islami, cetakan IV, 1391 H.[6]. Lihat Mukhtashar Ash Shawwa’iq Al Mursalah ala Al Jahmiyah wa Al Mu’aththilah 2/350, karya Ibnul Qayyim diringkas oleh Muhammad bin Al Masih, diedarkan oleh Lembaga Kajian Ilmiyah dan Fatwa Riyadh dan lihat Ar Risalah Imam Syafi’i halaman 401, tahqiq Ahmad Syakir terbitan Al Muhtar Al Islamiyyah cetakan II 1399 H, dan lihat Syarah Ath Thahawi halaman 399 karya Ibnu Abil Izz.[7]. Lihat Mukhtashar Ash Shawwa’iq 2/350.[8]. Lihat Ittihaf Al Jamaah 1/4.[9]. Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 19/85.[10]. Lihat Mukhtashar Ash Shawwa’iq 2/361-362.[11]. Lihat Risalah Wajib Mengikuti Hadits Ahad Dalam Masalah Akidah dan Menolak Orang Yang Menentangnya, halaman 6-7.[12]. Lihat An Nihayah 3/162-163.[13]. Lihat Shahih Muslim 16/118.[14]. Lihat Al Aqidah fii Allah, karya Umar Sulaiman Al Asyqar, cetakan II, 1969.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1336&bagian=0


Artikel Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah 1/2.