Kamis, 03 Juli 2008

Perpecahan Adalah Bentuk Perselisihan Yang Lebih Tajam Tidak Semua Perselisihan Merupakan Perpecahan

Kumpulan Artikel Islami

Perpecahan Adalah Bentuk Perselisihan Yang Lebih Tajam Tidak Semua Perselisihan Merupakan Perpecahan Perpecahan Adalah Bentuk Perselisihan Yang Lebih Tajam Tidak Semua Perselisihan Merupakan Perpecahan

Kategori Perpecahan Umat !

Kamis, 6 Mei 2004 08:13:59 WIBSEBAB-SEBAB PERPECAHANOlehDr. Nashir bin Abdul Karim Al-'AqlBagian Pertama dari Lima Tulisan [1/5]AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya]Seandainya kita berusaha menelusuri sebab-sebab perpecahan sejak awal mula perpecahan itu terjadi sampai pada hari ini niscaya kita dapati banyak sekali faktor-faktor yang memicu terjadinya perpecahan. Bahkan hampir-hampir tidak terhitung banyaknya. Setiap mecuatnya sebuah pemikiran, tradisi dan bid'ah baru, pasti menimbulkan sebuah perpecahan baru pula. Namun dalam hal ini, ada beberapa faktor dominan yang juga merupakan sumber utama penyebab terjadinya perpecahan dari dulu hingga sekarang. Kami akan meringkasnya sebagai berikut.[1]. Perpecahan Adalah Bentuk Perselisihan Yang Lebih TajamFaktor terpenting yang memicu terjadinya perpecahan dan yang terdahsyat efeknya terhadap umat adalah konspirasi dan makar yang dilancarkan oleh berbagai kaum pemeluk agama, seperti kaum Yahudi, Nashrani, Shabi'un [penyembah binatang dan dewa-dewa], Majusi dan Dahriyun [atheis]. Demikian pula barisan sakit hati yang masih menyimpan dendam terhadap Islam dan kaum muslimin. Karena jihad Islam telah menyudahi kekuasaan mereka dan menghapus kejayaan mereka dari muka bumi. Seperti kerajaan Persia dan Romawi. Di antara mereka masih tersisa segelintir oknum yang bertahan di atas kekafirannya serta masih menyimpan dendam kesumat terhadap Islam dan kaum muslimin. Mereka lebih memilih jalan kemunafikan dan zindiq, yaitu menampakkan ke-Islaman secara lahiriyah saja. Atau lebih memilih tetap memeluk agama mereka yang lama dengan membayar jizyah [upeti] sebagai jaminan keselamatan dan keamanan supaya dapat hidup berdampingan dengan kaum muslimin. Merekalah faktor paling dominan yang menciptakan perpecahan dengan menebar tipu daya melalui pemikiran, prinsip-prinsip, bid'ah-bid'ah dan hawa nafsu di tengah-tengah kaum muslimin.[2]. Tidak Semua Perselisihan Merupakan PerpecahanPentolan-pentolan ahli ahwa [pengikut hawa nafsu] yang berusaha mengeruk keuntungan pribadi atau kelompok di balik awan hitam perpecahan. berikut para pengikutnya yang senantiasa menebar huru hara. Banyak kita dapati di antara pengikut-pengikut golongan sesat yang berusaha meraih keuntungan pribadi dibalik perpecahan tersebut demi memuaskan syahwat dan hawa nafsu atau demi kepentingan golongan, suku, kabilah dan lainnya. Bahkan mereka acap kali berperang demi membela kepentingan hawa nafsu atau karena fanatisme golongan. Merekalah yang berperan sebagai katalisator perpecahan. Dan mereka pula yang memperbanyak jumlah pengikut-pengikut kelompok sesat yang memang punya kepentingan sama, yaitu sama-sama mencari keuntungan.Kelompok ini akan selalu ada kapan dan di mana saja. Setiap kali muncul pemikiran nyeleneh, bid'ah atau pengikut hawa nafsu, pasti selalu saja ada orang yang mengikutinya, baik dari kalangan pengikut hawa nafsu ataupun orang yang punya kepentinan pribadi. Orang-orang model begini pasti selalu ada di sepanjang zaman, semoga Allah tidak memperbanyak jumlah mereka.[3]. Perpecahan Hanya Terjadi Dalam Masalah PrinsipilKebodohan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya perepecahan. Kebodohan merupakan penyakit akut yang sangat sulit disembuhkan, yang pada waktu bersamaan menciptakan atmosfir-atmosfir perpecahan. Kebodohan yang dimaksud adalah kebodohan dalam bidang agama, baik kebodohan dalam aspek aqidah maupun aspek syari'at. Jahil terhadap sunnah serta kaidah-kaidah dan metodologinya. Bukan hanya buta tentang beberapa disiplin ilmu saja, sebab seperangkat ilmu yang menjadi pelindung diri dan pedoman operasional agama sudah cukup bagi mereka untuk disebut alim terhadap masalah agama sekalipun tidak menguasai seluruh disiplin ilmu. Akan tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki maklumat yang lumayan banyak, namun jahil tentang kaidah-kaidah dasar agama. Ia tidak mengerti kaidah-kaidah dasar aqidah, etika-etika dalam berbeda pendapat, kaidah-kiadah dalam menghadapi perpecahan dan menyikapinya serta etika-etika mu'amalah dengan orang lain. Ini sungguh musibah yang sangat besar yang sangat banyak menimpa umat manusia sekarang ini.Misalnya seseorang yang memiliki sejumlah maklumat agama atau seorang yang banyak menimba ilmu dari berbagai sumber, namun ternyata ia jahil tentang masalah aqidah dan fiqih. Tidak mengerti etika bermu'amalah, prosedur memvonis orang lain. Tidak memahami kaidah-kaidah dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar, sehingga tanpa disadari ia telah berbuat kerusakan.Jelaslah, kejahilan merupakan musibah dan penyebab utama terjadinya sebuah perpecahan, orang-orang jahil merupakan aktor utama sekaligus pemicu terjadinya perpecahan.[4]. Perselisihan Kadang Kala Timbul Karena Perbedaan Ijtihad Tidak Demikian Halnya PerpecahanKerancuan dalam metodologi memahami agama. Berapa banyak kita temukan orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan banyak menelaah buku-buku, namun menempuh metodologi memahami agama yang rancu. Sebab memahami agama memiliki metode tersendiri yang sudah diwarisi sejak zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat, tabi'in serta generasi Salafus Shalih dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka hingga hari ini.Metodologi tersebut ialam menuntut ilmu, mengamalkan, ihtida' [mengikuti petunjuk], iqtida' [meneladani kaum salaf], suluk [adab dan akhlak] dan mu'amalah. Yaitu menguasai kaidah-kaidah dasar syari'at lebih banyak daripada mengenal hukum-hukum furu' dan sejumlah nash-nash tertentu saja. Dengan begitu kita dapat memahami agama secara sempurna dari para pemimpin teladan, yaitu para imam-imam dan para penuntut ilmu yang terpacaya dan mapan ilmunya. Yaitu menuntut ilmu sesuai dengan tahapan-tahapannya, baik secara kuantitas maupun jenis, sesuai dengan perkembangan dan kesiapan. Ilmu yang menghasilkan pemahaman agama yang baik ialah ilmu syar'i yang ditimba dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta atsar-atsar para imam yang shahih. Buku-buku tsaqafah [pengetahuan umum], pemikiran, sastra, sejarah dan sejenisnya tidaklah dapat menghasilkan pemahaman agama. Hanyalah sebagai ilmu sampingan dan alat bantu bagi yang dapat memetik faidah darinya.[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu asbabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=694&bagian=0


Artikel Perpecahan Adalah Bentuk Perselisihan Yang Lebih Tajam Tidak Semua Perselisihan Merupakan Perpecahan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Perpecahan Adalah Bentuk Perselisihan Yang Lebih Tajam Tidak Semua Perselisihan Merupakan Perpecahan.

Sebagian Hadits Shahih Yang Berhubungan Dengan Al-Mahdi

Kumpulan Artikel Islami

Sebagian Hadits Shahih Yang Berhubungan Dengan Al-Mahdi Sebagian Hadits Shahih Yang Berhubungan Dengan Al-Mahdi

Kategori As-Saa'ah - Al-Mahdi

Senin, 18 Oktober 2004 13:46:45 WIBSEBAGIAN HADITS SHAHIH YANG BERHUBUNGAN DENGAN AL-MAHDIOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA[1]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Bagaimana keadaanmu jika Ibnu Maryam telah turun kepadamu dan imam kamu dari golonganmu" [Shahih Bukhari, Kitab Ahaditsil Anbiya', Bab Nuzuli Isa bin Maryam 'alaihissalam 6: 491; Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Nuzuli Isa bin Maryam Hakiman 2: 193][2]. Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda:"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tampil membela kebenaran hingga datangnya hari kiamat." Kemudian, sabda beliau selanjutnya, "akan turun Isa ibnu Maryam, lalu pemimpin mereka berkata, 'Marilah shalat mengimami kami. ' Lalu Isa menjawab, 'Tidak! Sesungguhnya sebagian kamu adalah pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kehormatan dari Allah. '" [Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Nuzuli Isa bin Maryam Alaihis sallam. Hakim 2: 193-194].[3]. Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasullulah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Pada masa terakhir umatku akan ada khalifah yang membagi-bagikan harta dengan tiada terhitung. " Al-Juzairii - salah seorang perawi hadits ini berkata, â€Å"Saya bertanya kepada Abu Nadharah dan Abul 'Ala'. "Apakah Anda berdua berpendapat bahwa orang tersebut adalah Umar Abdul Aziz” Mereka menjawab,”Tidak.”[Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathis Sa'ah 18: 38-39. Dan diriwayatkan oleh al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah pada bab Al-Mahdi 15: 86-87 dengan tahqiq Syu'aib Al-Aznaut. Al-Baghawi berkata. "ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim."].Hadits-hadits yang tersebut dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ini menunjukan kepada dua hal:Pertama.Bahwa ketika Isa Ibnu Maryam 'Alaihis sallam turun dari langit, yang menjadi pemimpin untuk mengurus urusan kaum muslimin adalah salah seorang laki-laki di antara mereka.Kedua.Bahwa kehadiran pemimpin mereka untuk shalat mengimami mereka dan permintaannya kepada Isa ketika turun dari langit itu untuk menjadi imam shalat bersama mereka menunjukkan bahwa pemimpin tersebut adalah orang yang shalih dan mendapat serta menerapkan petunjuk Allah. Meskipun dalam hadits-hadits tersebut tidak disebutkan nama Al-Mahdi secara eksplisit melainkan hanya disebutkan sifat-sifatnya sebagai orang shalih yang mengimani kaum Muslimin pada waktu itu, namun banyak hadits dalam kitab-kitab Sunan dan Musnad serta lain-lainnya yang menafsirkan hadits-hadits yang tersebut dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim itu yang menunjukkan bahwa lelaki yang shalih itu bernama Muhammad bin Abdullah dan disebut juga Al-Mahdi, dan sunnah itu saling menafsirkan antara sebagian terhadap sebagian yang lain. Dan di antara hadits yang menunjukkan hal itu ialah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah dalam Musnadnya dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Isa bin Maryam akan turun, lalu Amir [pemimpin] mereka, Al-Mahdi, berkata. . . "Hadits ini menunjukkan bahwa pemimpin yang tersebut dalam Shahih Muslim yang meminta kepada Isa Ibnu Maryam untuk mengimami shalat itu bernama Al-Mahdi.Syaikh Shidiq Hasan mengemukakan sejumlah besar hadits tentang Al-Mahdi di dalam kitabnya Al-idza 'ah dan menempatkan hadits Jabir yang diriwayatkan Imam Muslim ini di bagian terakhir. Selanjutnya Uqbah berkata, "Di dalam hadits ini tidak terdapat sebutan Al-Mahdi secara eksplisit, tetapi hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya tak dapat diartikan lain kecuali Al-Mahdi Al-Muntazhor [yang ditunggu kedatangannya] sebagaimana ditunjuki oleh hadits-hadits dan atsar-atsar terdahulu yang banyak jumlahnya." [Aqidah Ahlis Sunnah wa Atsar fil Mahdil Muntazhor. 175-176 oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-'Abbad, Dosen Al-Jami'ah Al-Islamiyyah Madinah Al-Munawarroh, cetakan pertama tahun 1402 H, terbitan Mathabi'ur Rasyid, Madinah. Dan periksa pula Al-Idza'ah halaman 144][Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1111&bagian=0


Artikel Sebagian Hadits Shahih Yang Berhubungan Dengan Al-Mahdi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sebagian Hadits Shahih Yang Berhubungan Dengan Al-Mahdi.

Borok-Borok Sufi 3/3

Kumpulan Artikel Islami

Borok-Borok Sufi 3/3 Borok-Borok Sufi 3/3

Kategori Firaq

Selasa, 2 Maret 2004 07:36:47 WIBBOROK-BOROK SUFIOlehSalim Al-Hilali dan Ziyad Ad-DabijBagian Terakhir dari Tiga Tulisan 3/3CAHAYA [NUR] MUHAMMADITermasuk dalam madzhab wihdah al-wujud, ialah adanya keyakinan dikalangan orang-orang sufi tentang masalah Aqthab, Autad, Abdal, Aghwats, An-Najba [yakni beberapa istilah status, jabatan atau peringkat dikalangan sufi], bahwa ruh Allah berdiam pada diri mereka sehingga merekalah yang mengatur apa yang ada.Mereka menduduki kedudukan Allah dalam mencipta dan mengatur. Yang demikianpun termasuk keyakinan Syi'ah terhadap para imamnya. Seperti dikatakan Khumeini dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal.52 : "Sesungguhnya imam mempunyai kedudukan yang terpuji dan derajat yang tinggi, dan kekuasaan untuk mencipta serta tunduk di bawah kekuasaannya seluruh unsur dari semesta ini. Dan termasuk madzhab kami yang sangat penting pula, bahwa para imam kita mempunyai kedudukan yang tidak dapat diraih oleh para malaikat terdekatpun, dan tidak pula oleh nabi yang didekatkan. Dan berdasarkan riwayat-riwayat yang ada pada kita, dengan hadits-haditsnya, bahwa Rasul teragung Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para imam, mereka semua, sebelum adanya alam semesta ini berupa cahaya yang dijadikan Allah mengelilingi Ars-Nya. [1]Sesungguhnya orang-orang sufi, dimana beribu-ribu kaum muslimin dari segala penjuru dirangkul mereka, lalai ketika mengangkat orang-orang tersebut [para imamnya] ke derajat ketuhanan atau yang mendekati hal itu. Yaitu menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkedudukan diantara mereka dalam mengatur semesta, baik masalah penciptaan dan pengaturan, mendatangkan manfaat dan memberikan madharat, qadha dan qadar .... Maka, mulailah mereka mengada-ngadakan perkataan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melalui teori Al-Haqiqah Al-Muhammadiyah yang mengeluarkan Rasulullah dari alam manusia dan menjadikannya cahaya [nur]. Dari cahaya Muhammad itulah seluruh mahluk diciptakan."Artinya : ... Sungguh besar perkataan yang keluar dari mulut mereka. Tiadalah yang mereka katakan itu kecuali dusta". [Al-Kahfi : 5]Berikut ini sebagian dari perkataan mereka :[1]. Muhammad Adalah Asal Semesta."Sesungguhnnya akal yang pertama adalah dinasabkan kepada Muhamad. Karenanya Allah menciptakan Jibril di waktu terdahulu. Maka Muhammad adalah bapak bagi Jibril dan merupakan asal dari seluruh alam semesta".[2][2]. Muhammad Di Atas 'Arsy."Mahluk yang pertama adalah debu, dan mahluk yang pertama yang berwujud secara hakiki adalah Muhammad yang disifatkan istiwa' di atas 'Arsy Ar-Rahmani, yaitu 'Arsy ilahi. [3][3]. Cahaya Muhammad [Nur Muhammadi] Adalah Cahaya Allah.[4]. Muhammad Adalah Penjaga Atas Semesta.[5]. Semesta Diciptakan Karena Muhammad.Ibnu Nabatah Al-Mishri berkata :Kalau bukan karenanya,tidak adalah bumi dan tidak pula ufuk.Tidak pula waktu, tidak pula mahluk,tidak pula gunung.[6]. Muhammad Mengetahui Yang Ghaib.Berikut ini dalil-dalil mereka yang mereka sembunyikan di balik punggung-punggunya :Hadits pertama."Artinya : Pertama kali yang diciptakan Allah adalah cahaya nabimu, wahai Jabir" [Hadits Palsu]Hadits kedua."Artinya : Aku sudah menjadi nabi sedangkan Adam masih berwujud antara air dan tanah". [Hadits Palsu. Lihat Syarah Jami'ash-Shagir III/91 dan Asna Al-Mathalib hal. 195]Ini adalah perkataan yang sangat lemah dan matan-nya mungkar. Bukankah air adalah bagian dari tanah Adapun hadits shahih berlafadz : "Artinya : Aku sudah menjadi Nabi, sedangkan Adam adalah keadaan antara ruh dan jasad", tetapi ini pada ilmu Allah yang azali.Hadits ketiga."Artinya : Kalau tidak karena engkau, maka bintang-bintang itu tidak diciptakan". [Shan'ani berkata bahwa hadits ini Palsu dan disepakati Imam Syaukani dalam kitab Fawaid Al-Majmu'ah hl. 116]Padahal sesungguhnya Allah telah menutup berbagai jalan menuju perbuatan yang melebih-lebihkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Katakanlah, sesungguhnya aku ini adalah manusia seperti kamu semua. Hanyasanya diwahyukan kepadaku [wahyu]. Sesungguhnya sesembahanmu adalah sesembahan yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharapkan bertemu dengan Rabbnya, hendaklah ia beramal dengan amalan yang shalih dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya". [Al-kahfi : 110]Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Katakanlah, Maha Suci Rabbku. Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul ". [Al-Isra : 93]Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Katakanlah, tidaklah aku mengatakan kepada kalian semua bahwa aku mempunyai perbendahaaran Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib, tidak juga aku katakan bahwasanya aku ini malaikat. Tidaklah aku mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, apakah sama orang yang melihat dengan orang yang buta Apakah kalian semua tidak berpikir ". [Al-An'am : 50]Telah bersabda pula beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Janganlah kalian semua melebih-lebihkan aku seperti orang-orang Nashrani melebih-lebihkan Isa anak Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba, maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]Dan telah bersabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sesungguhnya aku ini adalah manusia yang dapat marah pula". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]Dan riwayat lainnya yang sangat banyak. Inilah sifat-sifat kemanusiaan yang di sandang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sejak lahirnya hingga bertemu dengan Rabbnya. Beliaulah yang mengajak manusia untuk mencontohnya dan menempuh jejak-jejaknya.Kalau bukan dari alam kita, tidaklah kita diperintahkan untuk mengikuti beliau dan menjalani sunah-sunahnya. Siapakah yang lebih benar perkataannya dari Allah, sedangkan Dia telah menyetujui hakikat ini melalui lafadz-lafadz Qur'ani yang pasti dan terinci :"Artinya : Mereka berkata, kenapa tidak diturunkan kepada kita malaikat kalau diturunkan kepada mereka malaikat, maka pasti telah diselesaikan perkaranya [dengan dibinasakan mereka semua] kemudian mereka tidak diberi tangguh. Dan kalau seandainya Kami turunkan malaikat, pasti akan Kami jadikan dia seorang manusia, Kami-pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana mereka kini ragu". [Al-An'am : 8-9]Dan ketahuilah, semoga Allah menambahkan ilmu kepadamu, semesta ini adalah mahluk yang diciptakan dengan tujuan tertentu. Yaitu beribadah kepada Allah. Seperti dinyatakan dalam firman-Nya."Artinya : Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku". [Adz-Dzariyat : 56]PENDIDIKAN SUFISupaya ajaran tasawuf mencapai tujuannya, mereka kenakan pada tokoh-tokohnya sifat bebas dari dosa ['ishmah]. Selain itu, menuntut kepada muridnya agar bersikap seperti mayit di tangan yang memandikannya. Maka janganlah engkau melampauinya dengan mengambil ilmu sufi dari guru lain, karena seorang murid yang menimba ilmu dari dua guru ibarat seorang wanita di tangan dua lelaki. [4]Ibnu Arabi berkata : "Sesungguhnya termasuk syarat imam batin, hendaklah ia ma'shum [bebas dari dosa]" [5] Katanya lebih lanjut : "Dan engkau, wahai para murid yang tertipu dan tersesat, bantulah apa yang diinginkan terhadap engkau. Dan bersangka baiklah, jangan membantah. Bahkan yakinilah. Dan manusia dalam masalah ini mempunyai perkataan yang banyak. Tapi terserah dirilah, niscaya engkau akan selamat. Dan Allah lebih mengetahui perkataan para walinya. [6]Kami tidak mengetahui kenapa banyak ulama kaum muslimin berdiam diri terhadap kekufuran dan keingkaran yang bersembunyi dalam pakaian Islam yang bertujuan menipu, menyesatkan serta mengajak kaum muslimin untuk meyakininya serta menegakan agama mereka di atas asasnya Sesungguhnya termasuk suatu kebaikan jihad di sisi Allah untuk menghapuskan fitnah ini dari kalangan muslimin, karena sesungguhnya fitnah lebih kejam dari pembunuhan.Kenapa kaum muslimin tidak terang-terangan memerangi mereka secara keseluruhan demi tumbangnya kepalsuan-kepalsuan yang telah memburamkan keindahan Islam .Bahkan kenyataannya banyak kaum muslimin yang tersembelih kesesatan dan kekufuran ini. Dan tidaklah menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian ini kecuali usaha para ulama Islam untuk menyingkap kebatilan-kebatilan tadi dengan berbagai bahasa dan dengan berbagai kedudukan. Maka wahai Rabbku, bangkitkanlah orang-orang yang memperbaharui agama-Mu ini, karena sesungguhnya kaum sufi telah kembali bangkit dengan wajah baru pula.[Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal. 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan judul Borok-Borok Sufi]________Fote Note.[1] Al-Hukumat Al-Islamiyah, Khumeini, hal. 52[2] Al-Insan Al-Kamil lil Jalil, hal.4[3] Futuhat Al-Makkiyah, I/152[4] Ihya' Ulumuddin, I/50-51 dan III/75-76[5] Futuhat Al-Makkiyah, III/183[6] Muqaddimah AL-Futuhat, I/5

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=347&bagian=0


Artikel Borok-Borok Sufi 3/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Borok-Borok Sufi 3/3.

Dzikir Dan Macam-Macamnya

Kumpulan Artikel Islami

Dzikir Dan Macam-Macamnya Allah Ta'ala berfirman : Hai Orang-orang yangberiman, sebutlah Allah [berdzikirlah] dengan zikir yangsebanyak-banyaknya. [ Al-Ahzab : 41 ].

Berzikir yang terus-menerus merupakan syarat untuk mendapatkankecintaan dari Allah yang langgeng pula. Allah yang paling berhakuntuk dicintai secara menyeluruh , diibadahi, diagungkan dandimuliakan.

Pekerjaan yang termasuk paling bermanfaat bagi seorang hamba adalahberzikir yang banyak. Zikir bagi hati itu laksana air bagi ladangpertanian, bahkan seperti air bagi ikan, ia takkan hidup tanpa air.

Zikir itu bermacam-macam :

Berzikir dengan menyebut asma Allah dan sifat-sifat-Nya, sertamemujinya dengan menyebut asma dan sifat-Nya.

Tasbih [ mensucikan Allah dengan mengucapkan : Subhanallah ],tahmid [ memuji Allah dengan mengucapkan : Al-hamdu lillah ], takbir[ mengagungkan Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar], Tahlil [mengucapkanla ilaha illallah yang artinya tidak ada tuhan yang haq kecualiAllah] serta memuliakan Allah. Ini merupakan lafal zikir yang palingbanyak diucapkan oelh kalangan orang-orang yang belakangan atau padadewasa ini.

Berzikir dengan hukum-hukum Allah, perintah-perintah-Nya sertalaranganan-larangan-Nya dan ini merupakan zikir ahli ilmu. Bahkanketiga zikir ini merupakan zikir mereka kepada Rabb-nya.

Berzikir dengan firman-Nya yaitu dengan Al-Qur'an. Ini termasukzikir yang paling utama. Allah berfirman :

Dan barangsiapa yang berpaling dari zikir-Ku, maka sesungguhnyabaginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya padahari kiamat dalam keadaan buta . [QS. 20:124]

Yang dimaksud dengan zikir-Ku adalah kalam Allah yang telahditurunkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu al-Qur'an.

Allah berfirman :

orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram denganmengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hatimenjadi tenteram. [QS. 13:28]

Berdzikir dengan berdo'a kepada Allah, beristighfar [mohonampunan] dan merendahkan diri di hadapan Allah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kita untukmengikuti cara berdzikir beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Kelimamacam cara berdzikir di atas merupakan cara berdzikir Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam.

Berdzikir kepada Allah harus sesuai dengan yang telah disyari'atkanoleh Allah dan sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya, bukan bid'ah seperti yangdikerjakan oleh kaum sufi. Mereka berdzikir dengan dzikir yangdibuat-buat dan diada-adakan. Contohnya mereka menyebut : hu… hu… yangmenurut mereka lafadz itu termasuk asma Allah. Dzikir semacam initidak dibenarkan sama sekali. Begitu juga mengenai bacaan shalawatatas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam harus sesuai dengan yangterdapat dalam sunnah seperti shalawat Ibrahimiyyah [ yang dibaca padatahiyyat dalam shalat ] dan lainnya yang sesuai dengan sunnah.

[ dari buku : kaifa nafhamu al-Qur'an Syaikh Muhammad bin JamilZainu, edisi Indonesia hal : 191 ]

Artikel Dzikir Dan Macam-Macamnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Dzikir Dan Macam-Macamnya.

Jin Bisa Mengintimidasi Orang yang Meruqyah LewatTelepon Atau Selainnya

Kumpulan Artikel Islami

Jin Bisa Mengintimidasi Orang yang Meruqyah LewatTelepon Atau Selainnya

>> Pertanyaan :

Seorang pembaca menyebutkan bahwa setelah dirinya mengobati salah satugangguan jin dan jin tersebut keluar dari jasad manusia, maka padasore hari itu jin yang dikeluarkannya itu menghubunginya dengan tujuanuntuk menganggunya; apa-kah hal ini mungkin?

>> Jawaban :

Ya, itu bisa terjadi. Sebab, jin dapat menguasai manusia. Kapan sajamereka bisa menganggu manusia maka mereka mela-kukannya. Kebanyakanorang-orang yang menyembuhkan pe-ngaruh jin mendapatkan intimidasi,disakiti, atau kerabat mereka yang disakiti. Tetapi selama merekamembentengi diri dengan al-Qur'an, wirid-wirid, doa-doa, danpenyembuhan-penyembuhan yang membentengi, maka para jin tidak kuasaatas mereka dan tidak dapat memberi mudharat kepada mereka denganseizin Allah. Ada doa-doa terkenal yang bisa melindungi dari kejahatanmereka, sebagaimana hal itu diketahui oleh kalangan yang menyi-bukkandiri dengan ruqyah dan pengobatan akibat gangguan jin. Wallahu a'lam.

Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang ditandatanganinya

Artikel Jin Bisa Mengintimidasi Orang yang Meruqyah LewatTelepon Atau Selainnya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jin Bisa Mengintimidasi Orang yang Meruqyah LewatTelepon Atau Selainnya.

Hadits Palsu Tentang Terpecahnya Ummat Islam

Kumpulan Artikel Islami

Hadits Palsu Tentang Terpecahnya Ummat Islam Hadits Palsu Tentang Terpecahnya Ummat Islam

Kategori Ar-Rasaa-il

Minggu, 14 Maret 2004 07:10:40 WIBHADITS PALSU TENTANG TERPECAHNYA UMMAT ISLAMOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawasâ€Å"Artinya : Ummatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya di Surga kecuali kaum zindiq.”Keterangan:Hadits ini diriwayatkan dari tiga jalan:Jalan Pertama, diriwayatkan oleh al-‘Uqaili dalam kitab adh-Dhu’afaa’ [IV/201] dan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’aat [I/267] dari jalan Mu’adz bin Yasin az-Zayyat, telah menceritakan kepada kami al-Abrad bin al-Asyras dari Yahya bin Sa’id dari Anas secara marfu’.Jalan Kedua, diriwayatkan oleh ad-Dailami [II/1/41] dari jalan Nu’aim bin Hammad, telah menceritakan ke-pada kami Yahya Ibnul Yaman dari Yasin az-Zayyat dari Sa’ad bin Sa’id saudara Yahya bin Sa’id al-Anshari dari Anas.Jalan Ketiga, diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dari ad-Daraquthni dari jalan ‘Utsman bin Affan al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Abu Isma’il al-Ubulli Hafsh bin Umar dari Mus’ir dari Sa’ad bin Sa’id dari Anas.Keterangan Tentang Para Perawi Hadits:Pada jalan pertama ada dua orang perawi yang sangat lemah:1. Mu’adz bin Yasin az-ZayyatImam ‘Uqaili berkata: â€Å"Ia adalah seorang perawi yang majhul [tidak dikenal], haditsnya tidak terpelihara.”[Lihat Mizaanul I’tidal IV/133 dan Lisanul Mizan [VI/ 55-56]]2. Al-Arbad bin al-AsyrasImam Ibnu Khuzaimah berkata: â€Å"Ia adalah tukang dusta dan tukang memalsu hadits.” Dan al-Azdi berkata: â€Å"Haditsnya tidak sah.”[Lihat Mizaanul I’tidal I/77-78 dan Lisaanul Mizan I/128-129]Pada jalan kedua juga ada dua orang perawi yang lemah:1. Nu’aim bin HammadAl-Hafizh Ibnu Hajar berkata: â€Å"Ia benar, akan tetapi banyak salah.”[Lihat Taqriibut Tahdziib II/250 no. 7192.]2. Yasin bin Mu’adz az-ZayyatImam al-Bukhari berkata: â€Å"Munkarul hadits.” Imam an-Nasa-i dan Ibnul Jarud berkata: â€Å"Ia seorang perawi yang matruk.” Ibnu Hibban berkata: â€Å"Ia sering meriwa-yatkan hadits maudhuu’.”[Lihat Mizaanul I’tidal IV/358.]Pada jalan ketiga juga ada dua orang perawi tukang dusta:1. ‘Utsman bin ‘Affan al-Qurasyi as-SijistaniIbnu Khuzaimah berkata: â€Å"Aku bersaksi bahwa ia sering memalsukan hadits atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.”[Lihat Mizaanul I’tidal III/49]2. Abu Isma’il al-Ubulli Hafsh bin Umar bin MaimunAbu Hatim ar-Razi berkata: â€Å"Ia adalah syaikh tukang dusta.”[Lihat al-Jarh wat Ta’dil [III/183, no. 789]]KESIMPULANIbnul Jauzi berkata: â€Å"Hadits dengan lafazh seperti di atas, tidak ada asalnya, yang benar adalah: ‘Satu golongan yang masuk Surga, yaitu: al-Jama’ah.’”[Lihat al-Maudhuu’at I/267-268]Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani t berkata: â€Å"Hadits dengan lafazh seperti ini [yakni seperti lafazh yang tersebut di atas] adalah palsu.”[Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha’iifah wal Maudhuu’ah no. 1035][Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]_______________________MARAJI’1. Al-Maudhu’atul Kubra, karya Ibnul Jauzi, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.2. Al-Laali al-Mashnu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah [I/128], karya al-Hafizh as-Suyuthi.3. Tanzihusy Syari’ah, karya Ibnul ‘Araq al-Kattani.4. Al-Fawaa-idul Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah, karya Imam asy-Syaukani, tahqiq: Syaikh Abdurrahman al-Mu’alimy, cet. Al-Maktab al-Islami, th. 1407 H.5. Musnad al-Firdaus, oleh ad-Dailamy.6. Mizaanul I’tidal, oleh al-Hafizh adz-Dzahabi, tahqiq: Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.7. Lisaanul Mizan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.8. Taqribut Tahdzib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.9. Al-Jarh wat Ta’dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.10. Silsilatul Ahaadits adh-Dha’iifah wal Maudhu’ah, karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=471&bagian=0


Artikel Hadits Palsu Tentang Terpecahnya Ummat Islam diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hadits Palsu Tentang Terpecahnya Ummat Islam.

Tidak Pernah Mengqadha Puasa Yang Ditinggalkannya Karena Haid Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Pernah Mengqadha Puasa Yang Ditinggalkannya Karena Haid Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa Tidak Pernah Mengqadha Puasa Yang Ditinggalkannya Karena Haid Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Minggu, 24 Oktober 2004 08:18:11 WIBTIDAK PERNAH MENGQADHA PUASA YANG DITINGGALKANNYA KARENA HAIDH SEJAK DIWAJIBKAN BAGINYA BERPUASAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita mengatakan : Bahwa ia berkewajiban menjalankan puasa maka ia berpuasa, akan tetapi tidak pernah mengqadha puasa yang tidak dijalaninya karena haidh, dan dikarenakan ia tidak tahu jumlah hari yang harus diqadha, maka ia meminta petunjuk tentang apa yang harus ia lakukan .JawabanKami menyesalkan hal ini masih sering terjadi di kalangan wanita beriman, sebab tidak melaksanakan qadha itu, adalah suatu musibah, baik itu karena ketidaktahuan ataupun karena kelalaian. Obat kebodohan adalah tahu dan bertanya, sementara obat kelalaian adalah bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, mendekatkan diri kepada-Nya, takut terhadap siksa-Nya dan bersegera melakukan perbuatan yang mendatangkan keridhaan-Nya. Hendaknya wanita ini bertaubat kepada Allah dan memohon ampun atas apa yang telah diperbuatnya, dan hendaknya pula ia memperkirakan hari-hari yang telah ia tinggalkan karena haidh kemudian mengqadha jumlah hari puasa itu, dengan demikian terlepaslah ia dari tanggung jawabnya, dan semoga Allah menerima taubatnya itu.[Ibid, halaman 23]TIDAK BERPUASA KARENA MENYUSUI ANAKNYA DAN BELUM MENGQADHANYA, KINI ANAK ITU TELAH BERUSIA DUA PULUH TAHUNOlehSyaikh Abdullah bin JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Pada bulan Ramadhan tahun 1382H, seorang wanita tidak berpuasa selama satu bulan penuh karena suatu halangan yaitu menyusui anaknya, anak itu sudah besar dan saat ini berusia dua puluh empat tahun, dan sampai saat ini wanita itu belum mengqadha puasanya itu. Hal ini terjadi karena ketidak tahuannya dan bukan karena kelalaian, juga bukan karena sengaja, apa yang harus dilakukannya .JawabanWajib baginya untuk segera mengqadha puasanya itu secepat mungkin walaupun hal itu dilakukan tidak berurutan sejumlah hari-hari yang dipuasai kaum Muslimin pada tahun itu. Disamping berpuasa ia pun harus bersedekah, yaitu memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggakannya sejumlah hari-hari yang harus diqadhanya itu sebagai kaffarah [tebusan], karena ia telah menunda qadha puasanya, karena barang siapa yang menunda qadha puasa hingga tiba masa Ramadhan lainnya, maka disamping wajib mengqadha, ia juga diwajibkan memberi makan orang miskin sebanyak hari yang diqadha. Untuk satu bulan itu cukup dengan sekarung beras yang beratnya 45 Kg. Yang wajib baginya adalah bertanya tentang urusan agamanya, karena sesungguhnya masalah yang dihadapi wanita ini adalah masalah yang telah dikenal oleh banyak orang, yaitu barangsiapa yang tidak berpuasa karena satu udzur, maka wajib baginya mengqadha puasa itu sesegera mungkin dan tidak boleh baginya menunda qadha puasa itu tanpa udzur yang dibenarkan syari'at.[Fatawa Ash-Shiyam, halaman 78]BELUM MENGQADHA PUASA YANG DITINGGALKAN PADA DUA TAHUN PERTAMA SEJAK MENJALANKAN PUASA WAJIBOlehSyaikh Abdullah bin JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Saya seorang remaja putri berumur tujuh belas tahun, pertanyaan saya, bahwa pada dua tahun pertama sejak saya menjalankan puasa wajib, saya belum mengqadha puasa yang saya tinggalkan di bulan Ramadhan, apa yang harus saya lakukan .JawabanWajib bagi Anda untuk segera mengqadha hari-hari puasa itu walaupun tidak berturut-turut, Disamping untuk mengqadha Anda pun dikenakan denda, yaitu memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang Anda tinggalkan, hal ini dikarenakan Anda telah menunda qadha puasa lebih dari satu tahun, sebagaimana pendapat mayoritas ulama.[Ibid, halaman 77]MENUNDA QADHA PUASA HINGGA DATANG BULAN RAMADHAN YANG BARUOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang hukumnya wanita yang menunda qadha puasa hingga datangnya bulan Ramadhan baru JawabanJika telah datang bulan Ramadhan yang baru tapi masih mempunyai utang Ramadhan sebelumnya, dan tidak ada alasan [yang dibenarkan syari'at] dalam penangguhan qadhanya, maka yang harus dilakukan adalah mengqadha puasa dan memberi makan seorag miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika penundaan qadha puasa itu dikarenakan adanya udzur maka yang wajib dilakukan hanya mengqadha puasa saja. Demikian pula bagi yang mempunyai utang puasa karena sakit atau karena musafir, ketentuannya adalah seperti ketentuan wanita haidh, yaitu berbuka untuk kemudian mengqadhanya.[At-Tanbihat, Syaikh Al-Fauzan, halaman 38][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1134&bagian=0


Artikel Tidak Pernah Mengqadha Puasa Yang Ditinggalkannya Karena Haid Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Pernah Mengqadha Puasa Yang Ditinggalkannya Karena Haid Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa.

Hukum Meletakkan Sepotong Kain atau Sepotong Kulit diAtas Perut Bayi Setelah Dilahirkan

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Meletakkan Sepotong Kain atau Sepotong Kulit diAtas Perut Bayi Setelah Dilahirkan Apakah boleh meletakkan sepotong kain, sepotongkulit atau sejenisnya di atas perut anak laki-laki dan perempuan padausia menyusu dan juga sesudah besar. Kami di selatan juga mele-takkansepotong kain atau sepotong kulit di atas perut anak wanita atau anakkecil dan juga sesudah besar. Oleh karenanya, saya mohon penjelasanmengenai hal itu.?

>> Jawaban :

Jika meletakkan sepotong kain atau kulit yang diniatkan sebagaitamimah untuk mengambil manfaat atau menolak bahaya, maka inidiharamkan, bahkan bisa menjadi kesyirikan. Jika itu untuk tujuan yangbenar seperti menahan pusar bayi agar tidak menyembul atau meluruskanpunggung, maka ini tidak apa-apa. Semoga shalawat dan salam senantiasaAllah limpahkan atas Nabi kita Muhammad dan para sahabatnya.

Al-Lajnah ad-Da'imah, Fatawa al-'Ilaj bi al-Qur'an wa as-Sunnah -ar-Ruqa wama yata'allaqu biha, hal. 93

Artikel Hukum Meletakkan Sepotong Kain atau Sepotong Kulit diAtas Perut Bayi Setelah Dilahirkan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Meletakkan Sepotong Kain atau Sepotong Kulit diAtas Perut Bayi Setelah Dilahirkan.

Siksaan Dunia Akhirat ( Bagi Pemutus Silaturrahim danPenzhalim )

Kumpulan Artikel Islami

Siksaan Dunia Akhirat ( Bagi Pemutus Silaturrahim danPenzhalim ) Mukaddimah

Ada dua hal yang seringkali terjadi dalam kehidupan sosial masyarakatdan tidak banyak diketahui oleh orang padahal keduanya memilikiimplikasi yang tidak ringan terhadap si pelakunya, baik di duniamaupun di akhirat.

Hal pertama dilarang oleh agama karena asy-Syâri', Allah Ta'alasendiri telah mengharamkannya atas diriNya. Ia adalah kezhaliman yangsangat dibenci dan tidak disukai oleh sang Khaliq bahkan oleh manusiasendiri karena bertentangan dengan fithrah mereka yang cenderung untukdapat hidup di lingkungannya secara berdampingan, rukun dan damai.Fithrah yang cenderung kepada perbuatan baik dan saling menolong sertamencela perbuatan jahat dan tindakan yang merugikan orang lain.

Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, manusia tak luput dari rasasaling membutuhkan satu sama lainnya sehingga terjadilah komunikasidan hubungan langsung satu sama lainnya. Hal tersebut membuahkan rasasaling percaya dan ikatan yang lebih dekat lagi. Maka dalam tataranseperti inilah kemudian terjadi keterkaitan dan keterikatan dalamberbagai hal. Mereka, misalnya, saling meminjamkan barang atau harta,menggadaikan, berjual-beli dan lain sebagainya.

Manakala hal tersebut berlanjut sementara manusia memiliki sifat yangberbeda-beda serta memiliki kecenderungan untuk serakah -kecuali orangyang dirahmati olehNya- sebagaimana yang disinyalir oleh sebuah haditsshahih bahwa bila manusia itu diberikan sebuah lembah berisi emas,maka pasti dia akan meminta dua buah, dan seterusnya; maka tidak akanada yang menghentikannya dari hal itu selain terbujur di tanah aliasmati. Manakala hal itu terjadi, maka terjadilah pula tindakan yangmerugikan orang lain alias perbuatan zhalim tersebut. Tak heranmisalnya, terdengar berita bahwa si majikan menzhalimi pembantunya,sang pemilik perusahaan menzhalimi buruhnya, orang tua tega menzhalimianaknya sendiri, suami menzhalimi isterinya, tetangga menzhalimitetangganya yang lain dan sebagainya.

Perbuatan semacam ini kemudian dapat membuahkan hal kedua, yaitupemutusan rahim alias hubungan kekeluargaan baik antara sesamatetangga, sesama komunitas masyarakat bahkan sesama hubungan darahdaging sendiri padahal agama melarang hal itu dan memerintahkan agarmenyambung dan memperkokohnya.

Oleh karena besarnya implikasi dan dampak dari kedua hal tersebut,maka agama tak tanggung-tanggung menggandengkan keduanya ke dalam satupaket yang para pelakunya nanti akan dikenakan siksaan yang pedih.

Bila dilihat dari sisi jenis siksaannya, hal pertama memang lebihbesar siksaannya ketimbang hal kedua, karena disamping ia telahdiharamkan oleh sang Khaliq sendiri terhadap diriNya, juga taubat darihal tersebut tidak sempurna kecuali bila telah diselesaikan pula olehsi pelakunya terhadap orang yang terkaitnya dengannya. Artinya, dalambatasan dosa terhadap Allah taubat tersebut diterima bila memangtaubat yang nashuh, namun bila masih terkait dengan bani Adam, makaharus diselesaikan dahulu.

Sedangkan hal yang kedua, bisa terhindari dari siksaan yang terkaitdengannya bila disambung kembali bahkan dampaknya amat positif bagipelakunya.

Namun begitu, keduanya adalah sama-sama menjerumuskan pelakunya kedalam siksaan yang pedih, karenanya tidak ada artinya pembedaan darisisi jenis siksaannya atau sisi lainnya bila hal yang dirasakan adalahsama, yakni pedihnya siksaan -Nya.

Mengingat betapa urgennya kedua permasalahan ini, maka dalam kajianhadits kali ini [naskah aslinya adalah berbahasa Arab] kamimengangkatnya dengan harapan dapat menggugah kita semua agar kembalikepada jalan yang benar dan menyadari kesalahan yang telah diperbuat,bak kata pepatah selagi hayat masih dikandung badan .

Seperti biasa, kajian ini tak luput dari kekhilafan dan kekeliruanmanusiawi, karenanya bila ada yang mendapatkannya -dan itu pasti ada-maka kami sangat mengharapkan masukannya, khususnya masukan yangmembangun dan positif guna perbaikan di kemudian hari. Wamâ taufîqiillâ billâh. Wallaahu a'lam.

Naskah Hadits

Dari Abu Bakrah -radhiallaahu 'anhu-, dia berkata:RasulullahShallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: Tidak ada dosa yang lebihpantas untuk disegerakan oleh Allah siksaannya terhadap pelakunya didunia beserta siksaan yang disimpan [dikemudiankan/ditangguhkan]olehNya untuknya di akhirat daripada kezhaliman dan memutuskan rahim [hubungankekeluargaan]' . [H.R. at-Turmuziy, dia berkata: hadits hasan ].

Sekilas tentang Periwayat hadits

Beliau adalah Abu Bakrah, seorang shahabat yang agung, Namanya Nufai'bin al-Hârits, maula Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam.. Ketikaterjadi pengepungan terhadap Thâif, dia mendekati suatu tempat bernamaBakrah, lalu melarikan diri dan meminta perlindungan kepada NabiShallallâhu 'alaihi wasallam . Dia pun kemudian masuk Islam di tanganbeliau. Dia juga memberitahukan bahwa kondisinya sebagai seorang budak,lalu beliau memerdekakannya. Dia meriwayatkan sejumlah hadits dantermasuk Faqîh para shahabat. Dia wafat di kota Bashrah pada masakekhilafahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan.

Faedah-Faedah dan Hukum-Hukum Terkait

Substansi kezhaliman dan dalil-dalil yang mencelanya

Kezhaliman adalah kegelapan di dunia dan akhirat. Pelakunya pantasmendapatkan siksaan yang disegerakan baginya di dunia dan dia akanmelihatnya sebelum meninggal dunia. Karenanya, banyak sekaliayat-ayat dan hadits-hadits yang memperingatkan agar menjauhinya.Allah Ta'ala berfirman: …Orang-orang yang zhalim tidak mempunyaiteman setia seorangpun dan tidak [pula] mempunyai seorang pemberisyafa'at yang diterima syafa'atnya . [QS. 40/al-Mu'min:18]. Allahjuga berfirman: Dan janganlah sekali-kali kamu [Muhammad] mengira,bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yangzalim.. . [QS. 14/Ibrâhim: 42]. Dalam firmanNya yang lain: Dan [ingatlah]hari [ketika] orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, serayaberkata:'Aduhai kiranya [dulu] aku mengambil jalan [yang lurus]bersama Rasul' . [QS.25/al-Furqân:27].

Asy-Syaikhân meriwayatkan dari Abu Musa radhiallaahu 'anhubahwasanya dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallambersabda: Sesungguhnya Allah menunda/mengulur-ulur terhadap orangyang zhalim [memberikannya kesempatan-red] sehingga bila Diamenyiksanya maka dia [orang yang zhalim tersebut] tidak dapatmenghindarinya [lagi] . Kemudian beliau membacakan ayat [firmanNya]: Dan begitulah azab Rabbmu, apabila Dia mengazab penduduknegeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalahsangat pedih lagi keras . [QS. 11/Hûd: 102].

Macam-Macamnya

Kezhaliman itu ada beberapa macam dan yang paling besar adalahsyirik kepada Allah Ta'ala sebagaimana firmanNya -ketika menyinggungwasiat-wasiat Luqman kepada anaknya- : …Hai anakku, janganlah kamumempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan [Allah] adalahbenar-benar kezaliman yang besar . [QS.31/Luqmân: 13].

Diantara kezhaliman yang lain adalah:

Kezhaliman terhadap keluarga dan anak-anak; yaitu tidakmendidik mereka dengan pendidikan islam yang benar.

Kezhaliman terhadap manusia secara umum; yaitu berbuat halyang melampaui batas dan menyakiti mereka, mengurangi hak-hakserta melecehkan kehormatan mereka.

Kezhaliman yang berupa kelalaian dalam melaksanakan hal yangberkaitan dengan kepentingan umum, seperti tidak bekerja secaraoptimal sesuai dengan tuntutan pekerjaan atau selalumengundur-undur kepentingan orang banyak, dan lain-lain.

Kezhaliman yang terkait dengan para pekerja dan buruh; yaitudengan mengurangi hak-hak mereka serta membebani mereka dengansesuatu yang tak mampu mereka lakukan.

Tentang Silaturrahim dan dalilnya

Rahim merupakan masalah yang besar dalam dienullah karenanya wajibmenyambungnya dan diharamkan memutuskannya.

Diantara indikasinya adalah sabda Rasulullah Shallallâhu 'alaihiwasallam : Sesungguhnya Allah Ta'ala [manakala] menciptakanmakhlukNya hingga Dia selesai darinya, maka tegaklah rahim sembariberkata:'inilah saat meminta perlindunganMu dari pemutusan'. DiaTa'ala berfirman: Ya, apakah engkau rela agar Aku sambungkan denganorang yang menyambungnya denganmu dan Aku putus orang yangmemutuskannya darimu . Ia [R ahim] berkata:'tentu saja, [wahaiRabb-ku-red]!'. Dia Ta'ala berfirman: hal itu adalah untukmu .Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: makabacalah, jika kalian mau [firmanNya] : Maka apakah kiranya jikakamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi danmemutuskan rahim [hubungan kekeluargaan] [22]. Mereka itulahorang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga merekadan dibutakan-Nya penglihatan mereka [23] . [QS.47/Muhammad: 22-23].

Bentuk-Bentuk silaturrahim

Silaturrahim dapat berupa :

Kunjungan, bertanya tentang kondisi masing-masing, memberikanspirit kepada kerabat dekat serta lemah-lembut dalam bertutur kata.

Memberikan hadiah yang pantas, saling mengucapkan selamat bilamendapatkan kebaikan, membantu orang yang berutang dan kesulitandalam membayarnya, menawarkan diri untuk hal-hal yang positif,memenuhi hajat orang, mendoakan agar diberikan taufiq danmaghfirahNya, dan lain sebagainya.

Faedah silaturrahim dan implementasinya

Silaturrahim dapat memanjangkan umur, memberikan keberkahan padanya,menambah harta dan mengembangkannya, disamping ia sebagai penebuskeburukan-keburukan dan pelipat-ganda kebaikan-kebaikan. Hal inidapat diimplementasikan dengan berupaya mendapatkan keridhaan dariSang Pencipta, Allah Ta'ala.

Imam al-Bukhâriy meriwayatkans dari Anas radhiallaahu 'anhubahwasanya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallambersabda: Barangsiapa yang ingin agar dibentangkan baginya dalamrizkinya dan ditangguhkan dalam usianya [panjang usia], makahendaklah ia menyambung rahimnya [silaturrahim] .

Bentuk siksaan bagi pemutus silaturrahim

Siksaan-siksaan yang Allah timpakan kepada sebagian hambaNyaterkadang berlaku di dunia, terkadang juga ditangguhkan dan berlakudi akhirat; oleh karena itu hendaklah seorang muslim berhati-hatiterhadap dirinya dan tidak menghina dosa dan maksiat sekecil apapunadanya manakala tidak melihat siksaannya di dunia.

Renungan

Muslim yang sebenarnya adalah orang yang mencintai orang lainsebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Jadi, dia senantiasamelaksanakan hak-hak mereka, tidak menyakiti atau menzhalimi sertatidak semena-mena terhadap mereka baik secara fisik maupun maknawi

Artikel Siksaan Dunia Akhirat ( Bagi Pemutus Silaturrahim danPenzhalim ) diambil dari http://www.asofwah.or.id
Siksaan Dunia Akhirat ( Bagi Pemutus Silaturrahim danPenzhalim ).

Faktor Penyebab Tidak Terkabulnya Doa

Kumpulan Artikel Islami

Faktor Penyebab Tidak Terkabulnya Doa Dikisahkan bahwa suatu hari, Ibrahim bin Ad-ham RAHmelintas di pasar Bashrah, lalu orang-orang berkumpul mengerumuninyaseraya berkata, “Wahai Abu Ishaq, apa sebab kami selalu berdoa namuntidak pernah dikabulkan.”

Ia menjawab, “Karena hati kalian telah mati oleh 10 hal:

Pertama, kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.

Ke-dua, kalian mengaku cinta Rasulullah SAW tetapi meninggalkansunnahnya.

Ke-tiga, kalian membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkannya.

Ke-empat, kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT tetapi tidak pernahpandai mensyukurinya.

Ke-lima, kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh kaliantetapi tidak pernah berani menentangnya.

Ke-enam, kalian katakan bahwa surga itu adalah haq [benar adanya]tetapi tidak pernah beramal untuk menggapainya.

Ke-tujuh, kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq [benar adanya]tetapi tidak mau lari darinya.

Ke-delapan, kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq [benar adanya]tetapi tidak pernah menyiapkan diri untuknya.

Ke-sembilan, kalian bangun dari tidur lantas sibuk memperbincangkanaib orang lain tetapi lupa dengan aib sendiri.

Ke-sepuluh, kalian kubur orang-orang yang meninggal dunia di kalangankalian tetapi tidak pernah mengambil pelajaran dari mereka.”

[SUMBER: Mi’ah Qishshah Wa Qishshah Fii Aniis ash-Shaalihiin WaSamiir al-Muttaqiin karya Muhammad Amin al-Jundi, Juz.II, hal.94]

Artikel Faktor Penyebab Tidak Terkabulnya Doa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Faktor Penyebab Tidak Terkabulnya Doa.

Nasehat Untuk Salafiyyin 2/3

Kumpulan Artikel Islami

Nasehat Untuk Salafiyyin 2/3 Nasehat Untuk Salafiyyin 2/3

Kategori Nasehat

Sabtu, 21 Februari 2004 21:39:20 WIBNASEHAT UNTUK SALAFIYYINOlehSyaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar RuhailyDitulis Pada tanggal 8/10/1424 H.Bagian Kedua dari Tiga Tulisan [2/3]1. Yang Berkaitan Dengan Pemboikot.Yaitu hendaknya orang yang kuat, memiliki pengaruh, sehingga pemboikotan yang ia lakukan menimbulkan pengaruh, yang berupa teguran terhadap pelaku kesalahan. Adapun bila pemboikot adalah orang yang lemah, maka boikot yang ia lakukan tidak akan membuahkan hasilnyaKetentuan ini berlaku bila tujuan pemboikotan adalah untuk memberikan pelajaran kepada pelaku kesalahan.Adapun bila tujuannya ialah demi menjaga kemaslahatan pemboikot, yaitu karena ditakutkan akan timbul kerusakan dalam urusan agamanya, bila ia bergaul dengan pelaku kesalahan, maka ia dibenarkan untuk memboikot setiap orang yang akan mendatangkan kerugian baginya, bila ia bergaul atau duduk-duduk dengannya.Yang demikian ini, dikarenakan hajer [boikot] disyariatkan demi mencapai kemaslahatan pemboikot, yaitu dengan cara memboikot setiap orang yang bila ia bergaul dengannya akan merusak agamanya, Sebagaimana disyariatkan demi mencapai kemaslahatan orang yang diboikot, yaitu dengan cara memboikot pelaku kesalahan, yang diharapkan akan mendapat pelajaran, bila diboikot.Dan hajer [boikot] juga disyariatkan, demi mencapai kemaslahatan masyarakat banyak, yaitu dengan cara memboikot sebagian pelaku kesalahan, sehingga masyarakat, menjadi jera dan takut untuk melakukan perbuatan seperti perbuatan mereka. Dan banyak dalil yang menunjukkan setiap macam dari ketiga jenis pemboikotan ini.2. Yang Berkaitan Dengan Orang Yang Diboikot.Yaitu apabila ia akan mendapatkan manfaat dengan terjadinya pemboikotan atas dirinya, sehingga ia terpengaruh dan kembali kepada kebenaran. Adapun bila tidak mendapatkan manfaat dengannya, bahkan kadang kala semakin bertambah jauh dan menentang, maka tidak disyariatkan untuk memboikotnya. Dan hal ini bisa saja kembalinya kepada tabi’at yang dimiliki oleh sebagian orang; kuat, keras, dan enggan untuk tunduk kepada orang lain, walau tabiat ini akan menjadikannya binasa. Nah orang semacam ini tidak akan mendapatkan pelajaran dari hukuman, dan boikot, akan tetapi kadang kala dapat dipengaruhi dengan cara menarik simpati, dan sikap ramah tamah.Ada kalanya yang menyebabkan ia tidak mendapatkan manfaat dari pemboikotan adalah adanya kendala-kendala lain, misalnya, karena ia adalah seorang pemimpin, atau kaya raya, atau orang yang memiliki kedudukan sosial di masyarakat. Orang-orang semacam mereka, biasanya tidak akan berguna bila diboikot, karena mereka biasanya merasa tidak butuh terhadap orang yang memboikotnya. Oleh karena itu dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menarik simpati para pemimpin yang ditaati dikaumnya, begitu juga pemuka masyarakat, seperti halnya Abu Sufyan, ‘Uyainah bin Hishn, Al Aqra’ bin Habis, dan yang serupa dengan mereka.Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: â€Å"Oleh karena itu, dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menarik perhatian sebagian orang, dan memboikot sebagaian lainnya, sebagaimana halnya tiga orang sahabat yang tidak ikut [dalam perang Tabuk], ketiga-tiganya lebih baik bila dibanding kebanyakan orang-orang yang ditarik perhatiannya. Hal ini dikarenakan mereka [orang-orang yang ditarik perhatiannya] adalah para pemimpin, lagi ditaati di kabilah masing-masing …”. [Majmu’ Fatawa 28/206]3. Yang Berkaitan Dengan Jenis Pelanggaran.Tidak ada jenis pelanggaran yang dapat dikatakan: bahwa pelakunya selalu diboikot, dalam situasi apapun, atau selalu tidak diboikot, dalam situasi apapun. Sebagaimana anggapan sebagian orang bahwa setiap perbuatan bid’ah pasti diboikot, sedangkan perbuatan maksiat, tidak, atau bid’ah mukaffirah [yang menyebabkan pelakunya diklaim kafir] diboikot, sedang selainnya tidak, atau dosa-dosa besar diboikot, sedang dosa-dosa kecil tidak.Yang benar adalah, disyariatkan memboikot setiap [pelaku] kesalahan, walaupun kecil, apabila ia adalah orang yang layak untuk dihajer [diboikot] dan ia akan mendapatkan manfaat dengannya. Dengan demikian yang menjadi inti permasalahan dalam hal ini ialah; apakah pelaku pelanggaran tersebut mendapatkan manfaat dari pemboikotan atau tidak, tanpa memperhatikan besar kecilnya pelanggaran. Sehingga mungkin saja seorang yang sholeh, pengagung As Sunnah, diboikot, hanya karena kesalahan kecil, sebagaimana halnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memboikot sebagian sahabatnya, karena sebagian pelanggaran kecil. Sebagai contoh, beliau memboikot ‘Ammar bin Yasir Radhiyallahu 'anhu tatkala menggunakan minyak za’faran. [HR Abu Dawud dalam kitab As Sunnan 5/8], dan beliau tidak menjawab ucapan salam seorang sahabat yang memiliki kubah, hingga ia menghancurkannya. [HR Abu Dawud, 5/402].Dan kadang kala tidak disyariatkan memboikot sebagian pelaku pelanggaran besar, yang tingkat kesholehan pelakunya jauh dibawah orang-orang yang diboikot. Sebagai contoh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menarik simpati Al Aqra’ bin Habis, ‘Uyainah bin Hishn, bahkan beliau menarik simpati sebagian orang munafiqin, semacam Abdullah bin Ubai, dan yang serupa dengannya. Semua ini sesuai dengan kemaslahatan dan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan lain dalam masalah pemboikotan.4. Yang Berkaitan Dengan Waktu Dan Tempat Terjadinya PelanggaranHendaknya dibedakan antara tempat dan waktu yang banyak terjadi pelanggaran dan kemungkaran, sehingga pelakunya memiliki kekuatan, dengan tempat dan waktu yang jarang terjadi pelanggaran, sehingga kekuatan pelakunya lemah.Sehingga apabila kekuatan diwaktu dan tempat tersebut berada ditangan Ahli Sunnah, maka disyariatkan untukmenghajer [memboikot], tentunya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya, disebabkan pelaku pelanggaran dalam keadaan lemah, sehingga ia akan menjadi jera dengan pemboikotan tersebut. Sebagaimana firmankan tentang kisah sahabat Ka’ab bin Malik dan kedua kawannya:Artinya: â€Å"hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit [pula terasa] oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari [siksa] Allah, melainkan kepada-Nya saja. [QS At Taubah 118]Sebagaimana teguran dan pendidikan, berhasil dicapai melalui pemboikotan sahabat Umar bin Khotthab beserta seluruh ummat, terhadap Shobigh bin ‘Asal, sebagaimana telah diketahui bersama.Adapun apabila kekuatan pada suatu waktu dan tempat berada ditangan orang-orang jahat, dan penjaja kebatilan, maka tidak disyari’atkan pemboikotan; -kecuali pada momen-momen tertentu- karena pemboikotan pada saat seperti ini tidak akan dapat merealisasikan tujuannya, berupa pendidikan, dan teguran, bahkan dimungkinkan orang-orang yang berpegang teguh dengan kebenaran akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: â€Å"Oleh karena itu hendaknya dibedakan antara tempat-tempat yang banyak terjadi praktek-praktek bid’ah, sebagaimana halnya yang terjadi di kota Bashrah banyak orang-orang yang mengingkari taqdir [Qodariyah], di kota Khurasan banyak ahli nujum, dan di kota Kufah banyak orang-orang Syi’ah, dengan tempat-tempat yang tidak demikian halnya. Dan hendaknya dibedakan antara para pemimpin yang memiliki pengikut, dengan lainnya. Dan apabila telah diketahui tujuan syari’at, maka hendaknya ditempuh jalan tercepat untuk mencapai tujuan tersebut”. [Majmu’ Fatawa 28/206-207]5. Yang Berkaitan Dengan Masa Pemboikotan.Hendaknya masa pemboikotan disesuaikan dengan keadaan pelaku pelanggaran dan jenis pelanggaran, karena ada orang-orang yang sudah jera bila diboikot selama satu hari, dua hari , satu bulan atau dua bulan, dan ada orang-orang yang butuh waktu lebih lama. Dan apabila tujuan pemboikotan telah tercapai, maka harus dihentikan, karena kalu tidak, yang terjadi adalah rasa putus asa dan putus harapan. Sebaliknya, bila masa pemboikotan kurang dari yang selazimnya, maka tidak akan ada gunanya.Tatkala Ibnu Qayyim menyebutkan faedah-faedah yang dapat disimpulkan dari kisah pemboikotan NabiShallallahu 'alaihi wa sallam terhadap sahabat Ka’ab bin Malik dan kedua kawannya, beliau berkata: â€Å" Dalam kisah ini terdapat dalil bahwa pemboikotan seorang pemimpin, atau ulama’ atau pemuka masyarakat, terhadap orang yang melakukan suatu pelanggaran yang mengharuskan untuk dicela [diboikot]. Hendaknya pemboikotan tersebut merupakan obat, yaitu dengan cara yang dapat merealisasikan perbaikan [penyembuhan], dan tidak berlebih, baik dalam jumlah atau metode, sehingga dapat membinasakan orang tersebut, karena tujuannya [pemboikotan] adalah untuk memberikan pendidikan, bukan membinasakan”. [Zad Al Ma’ad 3/20]Ketujuh : Mengingkari pelaku pelanggaran, dan membantahnya, dalam rangka menunaikan kewajiban menasehati orang tersebut, dan menjaga masyarakat dari kesalahannya, adalah salah satu prinsip baku Ahlis Sunnah, bahkan hal ini termasuk macam jihad paling mulia. Akan tetapi, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam syari’at, dan syarat-syarat yang telah ditetapkan, sehingga dengan cara ini, dapat dicapai tujuan syari’at dari pengingkaran dan bantahan tersebut. Diantara ketentuan dan syarat tersebut, ialah:[1] Hendaknya pengingkaran tersebut dilakukan dengan penuh rasa ikhlas, niat yang jujur lagi murni hanya karena ingin memperjuangkan kebenaran. Diantara konsekwensi keikhlasan dalam hal ini, ialah: Ia senang bila pelaku pelanggaran mendapatkan petunjuk, dan kembali kepada kebenaran, dan ia menempuh segala usaha yang dapat ia lakukan, agar hati pelaku pelanggaran tersebut dapat terbuka, bukan malah menjadikannya semakin jauh. Dan hendaknya ia berdoa secara khusus untuk orang tersebut, agar Allah memberi petunjuk kepadanya, apabila ia dari kalangan Ahli Sunnah, atau selain mereka. Sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu mendoakan sebagian orang kafir, agar mendapat petunjuk, maka bagaimana halnya bila ia dari kalangan kaum muslimin yang bertauhid [tentu lebih pantas untuk didoakan].[2] Hendaknya bantahan terhadap orang tersebut dilakukan oleh seorang ulama’ yang benar-benar telah mendalam ilmunya, sehingga ia menguasai dengan detail, segala sudut pandang dalam permasalahan tersebut, yaitu, yang berkaitan dengan dalil-dalil syari’at, keterangan para ulama’ dalam masalah tersebut, dan sejauh mana tingkat penyelewengan pelanggar tersebut. Dan juga sumber munculnya syubhat pada orang itu, dan keterangan para ulama’ seputar cara mematahkan syubhat tersebut, serta mengambil pelajaran dari keterangan mereka dalam hal ini.Hendaknya orang yang membantah memiliki kriteria: dapat mengemukakan dalil-dalil yang kuat ketika mengemukakan kebenaran, dan mematahkan syubhat, ungkapan-ungkapan yang detail, agar tidak nampak, atau dipahami dari perkataannya suatu kesimpulan yang tidak sesuai dengan yang ia inginkan. Karena bila orang yang membantah tidak memiliki kriteria ini, niscaya yang terjadi adalah kerusakan besar.[3] Hendaknya tatkala membantah, diperhatikan perbedaan tingkat pelanggaran, kedudukan baik dari segi agama ataupun sosial yang ada pada orang-orang tersebut. Begitu juga motivasi pelanggaran, apakah karena kebodohan, atau hawa nafsu dan keinginan untuk berbuat bid’ah, atau ungkapannya yang kurang baik, atau salah mengucap, atau terpengaruh oleh seorang guru atau lingkungan masyarakatnya, atau karena memiliki takwil, atau tujuan-tujuan lain yang ada pada pelanggaran terhadap syari’at.Barang siapa membantah pelaku pelanggaran, dengan tidak memperdulikan dan tidak memperhatikan terhadap perbedaan-perbedaan ini, niscaya ia akan terjerumus kedalam tindak ekstrim [berlebih-lebihan] atau sebaliknya [kelalaian], yang akan menjadikan perkataannya tidak atau kurang berguna.[4] Hendaknya tatkala membantah, senantiasa berusaha mewujudkan maslahat [tujuan] syari’at dari tindakan tersebut. Sehingga apabila tindakannya tersebut justru mendatangkan kerusakan yang lebih besar dibanding dengan kesalahan yang hendak dibantah, maka tidak disyari’atkan untuk membantah. Karena suatu kerusakan tidak dibenarkan untuk ditolak dengan kerusakan lebih besar.Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: â€Å"Tidak dibenarkan menolak kerusakan kecil dengan kerusakan besar, juga tidak dibenarkan mencegah kerugian ringan dengan melakukan kerugian yang lebih besar. Karena syari’at Islam [senantiasa] mengajarkan agar senantiasa merealisasikan kemaslahatan, dan menyempurnakannya, juga melenyapkan kerusakan dan menguranginya, sedapat mungkin. Singkat kata; bila tidak mungkin untuk disatukan antara dua kebaikan, maka syari’at islam [mengajarkan untuk] memilih yang terbaik. Begitu juga halnya dengan dua kejelekan, bila tidak dapat dihindarkan secara bersamaan, maka kejelekan terbesarlah yang dihindarkan”. [Al Masail Al Mardiniyyah 63-64].[5] Hendaknya bantahan, disesuaikan dengan tingkat tersebarnya kesalahan tersebut. Sehingga apabila suatu kesalahan hanya muncul di suatu negri, atau masyarakat, maka tidak layak bantahannya disebar luaskan ke negri atau masyarakat yang belum mendengar kesalahan tersebut, baik melalui penerbitan kitab, atau kaset, atau sarana-sarana lainnya. Karena menyebar luas bantahan, berarti secara tidak langsung menyebar luaskan pula kesalahan tersebut. Sehingga bisa saja ada orang yang membaca atau mendengarkan bantahan, akan tetapi syubhat-syubhat [kesalahan itu] masih membayangi hati dan pikirannya, dan tidak merasa puas dengan bantahan itu.Sehingga menghindarkan masyarakat dari mendengarkan kebatilan dan kesalahan, lebih baik daripada mereka mendengarkannya, dan membantahnya kemudian. Sungguh ulama’ terdahulu, senantiasa mempertimbangkan hal ini dalam setiap bantahan mereka. Banyak sekali kita dapatkan kitab-kitab mereka yang berisikan bantahan, mereka hanya menyebutkan dalil-dalil yang menjelaskan kebenaran, yang merupakan kebalikan dari kesalahan tersebut, tanpa menyebutkan kesalahan itu. Tentu ini membuktikan akan tingkat pemahaman mereka, yang belum dicapai oleh sebagian orang zaman sekarang.Pembahasan yang telah diutarakan, berkaitan dengan menebarkan bantahan di negri yang belum dijangkiti kesalahan, sama halnya pembahasan tentang menebarkan bantahan di tengah-tengah sekelompok orang yang tidak mengetahui kesalahan itu, walaupun ia tinggal di negri yang sama. Sehingga tidak seyogyanya menebarkan bantahan, baik melalui buku atau kaset, ditengah-tengah masyarakat yang tidak mengetahui atau mendengar adanya kesalahan itu.Betapa banyak orang awam yang terfitnah, dan terjatuh ke kubang keraguan tentang dasar-dasar agama, akibat mereka membaca buku-buku bantahan yang tidak dapat dipahami oleh akal pikiran mereka.Maka hendaknya orang-orang yang menebarkan buku-buku bantahan ini, takut kepada Allah, dan berhati-hati, agar tidak menjadi penyebab terfitnahnya masyarakat, dalam urusan agama mereka.Dan diantara yang paling mengherankan saya ialah; sebagian pelajar, membagi-bagikan sebagian buku bantahan, kepada sebagian orang yang baru masuk islam, orang-orang yang keislamannya baru berjalan beberapa hari atau bulan, kemudian mereka mengarahkannya agar membaca buku tersebut. Alangkah mengherankan sekali tindakan mereka.[Diterjemahkan Oleh ASPRI RAHMAT AZAI Islamic University of Madinah Po. Box : 10234 Phone : 966-4-8390448 Mobile: 966-59467833]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=266&bagian=0


Artikel Nasehat Untuk Salafiyyin 2/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Nasehat Untuk Salafiyyin 2/3.

Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 2/2 Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 2/2

Kategori Akhlak

Sabtu, 26 Juni 2004 14:07:57 WIBAKHLAK SALAF, AKHLAK MUKMININ DAN MUKMINATOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BaazBagian Terakhir Dua Tulisan [2/2]ALLAH MENGUTUS MUHAMMAS SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALAM SEBAGAI PENUNJUK JALAN LURUSAllah berfirman :"Artinya : Dan bahwa [yang kami perintahkan] ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia ; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan [yang lain], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa". [Al-An'am : 153]Dia telah mengajarkan kepada umat manusia sebagaimana tertera dalam Surat Al-Fatihah, yaitu "Al-Hamdu" maknanya ; hendaklah mereka memohon hidayah kepada Allah agar Dia memberi petunjuk shirathal mustaqim. Adapun shirathal mustaqim adalah agama-Nya, yaitu agama yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia adalah Al-Islam, Al-Iman, hidayah, taqwa dan kebaikan.Allah berfirman :"Artinya : Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Maha pemurah lagi Maha Pengasih. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan". [Al-Fatihah : 1-4]Ini semua adalah sanjungan bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sekaligus merupakan pengarahan bagi hamba agar mengakui bahwa sesungguhnya Dia adalah "Al-Ma'bud [yang berhak diibadahi]". dengan sebenar-benarnya. Dia pula tempat memohon pertolongan dalam seluruh urusan. Kemudian Allah mengajarkan kepada mereka agar mengucap :"Artinya : Tunjukkanlah kami jalan yang lurus".Ketika manusia memuji dan menyanjung-Nya serta mengakui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan bahwa Allah adalah tempat memohon pertolongan, maka Allah mengajarkan mereka agar mengucapkan :"Artinya : Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan [jalan] mereka yang dimurkai dan bukan [pula jalan] mereka yang sesat". [Al-Fatihah : 5 -7]Pengertian Ash-Shirath Al-Mustaqim adalah Dienullah, yaitu Al-Islam, Al-Iman, ilmu yang bermanfaat serta amal yang shalih. Ia adalah jalannya orang-orang yang mendapat nikmat dari kalangan ahlul ilmi dan amal, mereka adalah para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik serta pendahulu dari kalangan Rasul beserta pengikutnya.Inilah shirathal mustaqim, jalan-jalan orang yang Allah telah karuniakan nikmat kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang mengerti hakekat kebenaran dan beramal dengannya, sebagaimana firman Allah :"Artinya : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul [-Nya], mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugrahi nikmat oleh Allah, yaitu : Nabi, para shidiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya". [An-Nisaa : 69]Inilah shirathal mustaqim, jalan para rasul dan para pengikut mereka [semoga shalawat dan salam tercurah kepada mereka] pada khususnya adalah jalan Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. Berkenan dengan ini kita diperintahkan agar mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, berjalan diatas manhajnya dan manhaj yang ditempuh para sahabat Radhiyallahu anhum [semoga Allah meridhai mereka dan meridhai ilmu dan amalnya].Allah berfirman :"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama [masuk Islam] di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar". [At-Tubah : 100]Yang dimaksud shirath adalah dienullah, ia merupakan wujud apa yang Allah utus bagi Rasul-Nya [risalah Nabi Shallallahu 'alihi wa sallam] yang berupa ilmu dan amal, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Ia juga merupakan al-huda dan dienul haq yang dengannya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus. Ash-Shirath adalah apa yang ada pada kitab Allah Jalla wa 'Ala. inilah shirath yang agung, ia merupakan pelaksanaan perintah-perintah Allah dan upaya menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an yang agung dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang terpercaya.Oleh karena itu, maka wajiblah bagi setiap pemeluk Islam agar mendalami Kitabullah, dan mempelajari Sunnah-sunnah Rasul-Nya serta istiqamah padanya. Di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, tercantum penjelasan tentang perintah-perintah dan larangan yang dibawa dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alihi wa sallam. Dan di dalamnya terkandung pula penjelasan tentang akhlak mulia yang dipuji dan disanjung Allah Ta'ala sebagai akhlak mukminin dan mukminat serta memuliakan sifat-sifat dan amal perbuatan mereka yang baik.[Disalin dari kitab Akhlaqul Mukminin Wal Mukminat, edisi Indonesia Akhlak Salaf Mukminin dan Mukminat, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pustaka At-Tibyan]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=862&bagian=0


Artikel Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 2/2.

Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Puasa

Kumpulan Artikel Islami

Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Puasa Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Puasa

Kategori Puasa

Sabtu, 16 Oktober 2004 14:13:44 WIBYANG WAJIB DIJAUHI OLEH ORANG YANG PUASAOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidKetahuilah wahai orang yang diberi taufik untuk mentaati Rabbnya Jalla Sya'nuhu, yang dinamakan orang puasa adalah orang yang mempuasakan seluruh anggota badannya dari dosa, mempuasakan lisannya dari perkataan dusta, kotor dan keji, mempuasakan lisannya dari perutnya dari makan dan minum dan mempuasakan kemaluannya dari jima'. Jika bicara, dia berbicara dengan perkataan yang tidak merusak puasanya, hingga jadilah perkataannya baik dan amalannya shalih.Inilah puasa yang disyari'atkan Allah, bukan hanya tidak makan dan minum semata serta tidak menunaikan syahwat. Puasa adalah puasanya anggota badan dari dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana halnya makan dan minum merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa merusak pahalanya, merusak buah puasa hingga menjadikan dia seperti orang yang tidak berpuasa.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan seorang muslim yang puasa untuk berhias dengan akhlak yang mulia dan shalih, menjauhi perbuatan keji, hina dan kasar. Perkara-perkara yang jelek ini walaupun seorang muslim diperintahkan untuk menjauhinya setiap hari, namun larangannya lebih ditekankan lagi ketika sedang menunaikan puasa yang wajib.Seorang muslim yang puasa wajib menjauhi amalan yang merusak puasanya ini, hingga bermanfaatlah puasanya dan tercapailah ketaqwaan yang Allah sebutkan."Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" [Al-Baqarah : 183]Karena puasa adalah pengantar kepada ketaqwaan, puasa menahan jiwa dari banyak melakukan perbuatan maksiat berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Puasa adalah perisai"[1], telah kami jelaskan masalah ini dalam bab keutamaan puasa.Inilah saudaraku se-Islam, amalan-amalan jelek yang harus kau ketahui agar engkau menjauhinya dan tidak terjatuh ke dalamnya, bagi Allah-lah untaian syair:Aku mengenal kejelakan bukan untuk berbuat jelek tapiuntuk menjauhinyaBarangsiapa yang tidak tahu kebaikan dari kejelekkan akanterjatuh padanya[1]. Perkataan PalsuDari Abu Hurairah, Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan [tetap] mengamalkannya, maka tidaklah Allah Azza wa Jalla butuh [atas perbuatannya meskipun] meninggalkan makan dan minumnya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/99][2]. Perbuatan Sia-Sia Dan KotorDari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Puasa bukanlah dari makan, minum [semata], tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu, katakanlah : Aku sedang puasa, aku sedang puasa " [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya SHAHIH]Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam dengan ancaman yang keras terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan tercela ini.Bersabda As-Shadiqul Masduq yang tidak berkata kecuali wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya."Artinya : Berapa banyak orang yang puasa, bagian [yang dipetik] dari puasanya hanyalah lapar dan haus [semata]" [Hadits Riwayata Ibnu Majah 1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270 dari jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah. Sanadnya SHAHIH]Sebab terjadinya yang demikian adalah karena orang-orang yang melakukan hal tersebut tidak memahami hakekat puasa yang Allah perintahkan atasnya, sehingga Allah memberikan ketetapan atas perbuatan tersebut dengan tidak memberikan pahala kepadanya. [Lihat Al-Lu'lu wal Marjan fima Ittafaqa 'alaihi Asy-Syaikhani 707 dan Riyadhis Shalihin 1215]Oleh sebab itu Ahlul Ilmi dari generasi pendahulu kita yang shaleh membedakan antara larangan dengan makna khusus dengan ibadah hingga membatalkannya dan membedakan antara larangan yang tidak khusus dengan ibadah hingga tidak membatalkannya. [Rujuklah : Jami'ul Ulum wal Hikam hal. 58 oleh Ibnu Rajab][Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[1] Telah lewat Takhrijnya

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1104&bagian=0


Artikel Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Puasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Puasa.

Manakah Waktu Yang Paling Afdhal Untuk Melaksanakan Shalat

Kumpulan Artikel Islami

Manakah Waktu Yang Paling Afdhal Untuk Melaksanakan Shalat Manakah Waktu Yang Paling Afdhal Untuk Melaksanakan Shalat

Kategori Shalat

Jumat, 5 Maret 2004 17:15:28 WIBMANAKAH WAKTU YANG PALING AFDHAL UNTUK MELAKSANAKAN SHALATOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Manakah waktu yang paling afdhal untuk melaksanakan shalat Apakah shalat diawal waktu itu lebihafdhal Jawaban.Melaksanakan shalat sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh syar'i adalah lebih sempurna oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya : ' Amalan apakah yang paling dicintai Allah Beliau menjawab : Shalat tepat pada waktunya' [1]Beliau tidak menjawab [shalat pada awal waktu] dikarenakan shalat lima waktu ada sunnah untuk didahulukan pelaksanaannya dan ada yang sunnah untuk diakhirkan. Misalnya shalat isya', sunnah untuk mengakhirkan pelaksanaannya sampai sepertiga malam, maka apabila seorang wanita bertanya mana yang lebih afdhal bagi saya, saya shalat isya' ketika adzan isya' atau mengakhirkan shalat isya' sepertiga malam Jawabannya : Yang lebih afdhal kalau dia mengakhirkan shalat isya' sampai sepertiga malam, karena pada suatu malam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat isya' sehingga para shahabat berkata : 'Wahai Rasulullah, para wanita dan anak-anak telah tidur, lalu beliau keluar dan shalat bersama mereka kemudian bersabda : Sesungguhnya inilah waktu yang paling tepat [untuk shalat isya'] kalaulah tidak memberatkan umatku'. [2]Demikian pula dianjurkan bagi para laki-laki muslimin yaitu laki-laki yang mengalami kesulitan di saat bepergian mereka berkata : Kami akhirkan shalat atau kami dahulukan Kita jawab : Yang lebih afdhal hendaknya mereka mengakhirkan.Demikian pula kalau sekelompok orang mengadakan piknik dan waktu isya' telah tiba, maka yang lebih afdhal melaksanakan shalat isya' pada waktunya atau mengakhrikannya Kita menjawab : 'Yang paling afdhal hendaklah mereka mengakhirkan shalat isya' kecuali kalau mengakhirkannya mendapat kesulitan, maka shalat subuh, dhuhur, ashar, maghrib, hendaknya dikerjakan pada waktunya kecuali ada sebab-sebab tertentu.Adapun shalat fardhu selain shalat isya' dilaksanakan pada waktunya lebih utama kecuali ada sebab-sebab tertentu untuk mengakhirkannya. Adapun sebab-sebab tertentu antara lain.Apabila cuaca terlalu panas maka yang paling afdhal mengakhirkan shalat dhuhur pada saat cuaca dingin, yaitu mendekati waktu shalat ashar, maka apabila cuaca terasa panas yang afdhal shalat pada cuaca dingin, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : 'Apabila cuaca sangat panas maka carilah waktu yang dingin untuk shalat, karena hawa panas itu berasal dari hembusan neraka jahannam' [3]Adapun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat safar, Bilal berdiri untuk adzan maka Rasulullah bersabda : 'Carilah waktu dingin [4]. Kemudian Bilal berdiri lagi untuk adzan, Rasulullah mengizinkannya.Seorang yang mendapatkan shalat berjama'ah diakhir waktu sedangkan diawal waktu tidak ada jama'ah, maka mengakhirkan shalat lebih afdhal, seperti seseorang yang telah tiba waktu shalat sedangkan ia berada di daratan, ia mengetahui akan sampai ke satu desa dan mendapatkan shalat berjama'ah di akhir waktu, maka manakah yang lebih afdhal ia mendirikan shalat ketika waktu shalat tiba atau mengakhirkannya sehingga ia shalat secara berjama'ah Kita katakan :'Sesungguhnya yang lebih afdhal mengakhirkan shalat sehingga mendapatkan shalat secara berjama'ah, yang kami maksudkan mengakhirkan di sini demi hanya untuk mendapatkan shalat berjama'ah.[Disalin dari buku Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Ibadah, hal. 333-335 Pustaka Arafah]_________Foote Note.[1] Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Mawaqit, bab, Fadhul Shalat Liwaktiha, dan Muslim. Kitabul Al-Iman, bab Launul Iman billahi Ta'ala afdahl Al-Amal.[2] Hadits Riwayat Muslim. Kitabul Masyajidi, bab Waktul isya' wa takhiruka.[3] Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Mawaqiti Shalat, bab Al-Ibrad bi dhuhri fi siddatil harri, dan Muslim, Kitabul Masajid, bab Istihbab Al-Ibrad di dhuhuri.[4] Hadits Riwayat Bukhari, Kitabul Mawaqiti Shalat, bab Al-Ibrad bi dhuhuri fi safar, dan Muslim. Kitabul Masajidi, bab Istihbab Al-Ibrad bi dhuhuri fi siddatil harri

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=391&bagian=0


Artikel Manakah Waktu Yang Paling Afdhal Untuk Melaksanakan Shalat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Manakah Waktu Yang Paling Afdhal Untuk Melaksanakan Shalat.

Realita Perpecahan Umat 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Realita Perpecahan Umat 2/2 Realita Perpecahan Umat 2/2

Kategori Perpecahan Umat !

Senin, 22 Maret 2004 07:05:35 WIBREALITA PERPECAHAN UMATOlehDr. Nashir bin Abdul Karim Al-'AqlBagian Terakhir dari Dua Tuliasn [2/2]AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya]Keempat .Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang kita berbantah-bantahan dalam firmanNya."Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan" [Al-Anfal : 46]Sementara berbantah-bantahan itulah yang terjadi di antara kelompok-kelompok itu hingga berpecah-belah menjadi bergolong-golongan.Kelima.Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengancam siapa saja yang menyimpang dari jalan orang-orang yang beriman [sahabat] dalam firmanNya."Artinya : Dang barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali" [An-Nisaa : 115]Ternyata apa yang disebutkan dalam ayat diatas benar-benar dilakukan oleh segerombolan orang yang menentang Allah dan RasulNya serta mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman. Mereka itulah kaum munafikin, kaum penentang dan kaum sempalan. Hanya kepada Allah saja kita memohon keselamatanJalan orang-orang yang beriman itulah jalan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.Keenam.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menetapkan beberapa sanksi atas orang yang memisahkan diri dari jama'ah, juga menjadi salah satu dalil bahwa hal itu pasti terjadi! Dengan keras beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam siapa saja yang memisahkan diri dari jama'ah, berikut sabda beliau."Artinya : Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi tiada illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusa Allah kecuali dengan tiga alasan : [1] berzina setelah menikah. [2] Membunuh jiwa tanpa hak [qishash]. [3] Murtad dari Islam yang memisahkan diri dari jama'ah" [Muttafaqun 'alaih, Al-Bukhari IV/317 dan Muslim V/106]Ketujuh.Secara implisit Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan sinyalemen terjadinya perpecahan ketika beliau menyinggung tentang kelompok Khawarij. Beliau menyebutkan bahwa kelompok Khawarij ini akan memisahkan diri dari umat, akibatnya mereka melesat keluar dari agama. Istilah 'keluar dari agama' bukan berarti kafir keluar dari Islam, akan tetapi maknanya adalah keluar dari asas Islam, keluar dari hukum-hukum dan batas-batasnya. Istilah 'keluar dari agama' kadang kala berarti kekafiran kadang kala tidak sampai kepada batas kafir. Kadang kala bermakna memisahkan diri dari umat Islam, yaitu dari jama'ah, atau memisahkan diri dari jalur Sunnah Nabi yang dilalui oleh Ahlus Sunnah, yang merupakan Ahlu Islam sejati.Kedelapan.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk memerangi siapa saja yang memisahkan diri dari jama'ah, sebagaimana yang disinggung dalam hadits di atas tadi. Sanksi tersebut merupakan sebuah ketetapan bagi sesuatu yang pasti terjadi. Sebab sangat mustahil ketetapan Nabi itu ngawur dan hanya kira-kira belakan.Kesembilan.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menjelaskan bahwa siapa saja yang mati dalam keadaan memisahkan diri dari jama'ah, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah[1]. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa perpecahan itu adalah adzab, menyempal itu adalah kehancuran dan beberapa perkara lainnya yang menunjukkan bahwa perpecahan pasti terjadi. Peringatan terhadap bahaya perpecahan bukanlah gurauan belaka ! Pasti melanda umat sebagai bala'. Perpecahan tidak akan terkadi bila kaum muslimin berada di atas keterangan ilmu, mengenal kebenaran, mengenal Al-Qur'an dan As-Sunnah serta berpedoman Salafus Shalih, mencari kebenaran tersebut hingga dapat membedakan antara haq dan batil. Siapa saja yang mendapat hidayah, maka ia mendapatkannya dengan petunjuk ilmu. Dan siapa saja yang sesat, maka ia sesat berdasarkan kekerangan yang nyata. Hanya kepada Allah saja kita memohon keselamatan dari kesesatan.Kesimpulannya.Berdasarkan dalil-dalil qathi di atas, perpecahan pasti melanda umat ini.Perpecahan adalah bala' dan adzab yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala tetapkan dan tidak akan berubah!Perpecahan dengan beragam bentuknya adalah tercelaSetiap muslim harus mengetahui bentuk-bentuk perpecahan dan para pelakunya sehingga ia dapat menghindar dari jurang kesesatan![Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu asbabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]_________Foote Note.[1] Hal ini telah disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=518&bagian=0


Artikel Realita Perpecahan Umat 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Realita Perpecahan Umat 2/2.

Menyorot Kasus Peledakan dan Pengeboman

Kumpulan Artikel Islami

Menyorot Kasus Peledakan dan Pengeboman Berkali-kali kita mendengarkan dan menyaksikanberbagai peristiwa peledakan fasilitas umum, seperti pusatperbelanjaan, stasiun kereta api, hotel, restoran, danbangunan-bangunan milik pemerintah, swasta, maupun milik orang asing.Peledakan tersebut telah banyak memakan korban, jiwa atau materi, baikdari kalangan muslimin maupun non muslim. Tak ketinggalan negri-negrikaum muslimin, seperti Saudi Arabia, yang di sana terdapat kiblat umatIslam di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah pun ikut menjadi sasaranpeledakan, seperti yang pernah terjadi di Kota Riyadh dan Khubarbahkan di Makkah al-Mukarramah tanah Haram.

Para pelaku peledakan atau penyerangan itu mengklaim dirinya sebagaimujahidin dan peledakan yang mereka lakukan sebagai jihad. Alasannyaadalah karena yang mereka jadikan sasaran adalah orang kafir atau kaummuslimin dan pemerintah muslim yang bekerjasama dengan orang kafir.Dan mereka juga menuduh para ulama yang anti terhadap mereka sebagaiulama yang ditekan [pesanan] pemerin-tah, sehingga tidak mau melakukanjihad. Benarkah peledakan, penge-boman, pembunuhan maupun penye-ranganyang mereka lakukan adalah merupakan bentuk jihad fisabilillah

Menyorot Akar Permasalahan

Kalau kita memperhatikan dengan cermat berbagai kasus peledakan ataupengeboman tempat-tempat umum sebagaimana tersebut di atas, maka kitaakan mendapati dua masalah mendasar yang menjadi latar belakangdilakukan-nya aksi itu. Dua masalah pokok tersebut yang pertama yaitu;Anggapan halalnya darah orang yang dijadikan korban, dan yang ke dua;Klaim jihad atas aksi yang dilakukan. Oleh karena itu marilah kitamelihat dua masalah ini secara lebih rinci.

Kapan Darah Seseorang Boleh Ditumpahkan

Masalah ini kita bagi menjadi dua bagian, yakni kelompok muslim dankelompok non muslim. Mengenai kapan darah seorang muslim itudihalalkan, maka Islam telah menjelaskan dengan sangat gamblang,sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ¡¥alaihi wasallam,Tidak halal darah seorang muslim untuk ditumpahkan kecuali dengansalah satu dari tiga sebab; Jiwa dibayar dengan jiwa [qisash]; Pelakuzina muhshan [telah menikah] dengan rajam; Orang yang murtad dariagamanya keluar dari jama'ah kaum muslimin. [Muttafaq 'alih]

Sedangkan darah orang kafir, maka Islam pun telah memberikan patokanyang sangat jelas, yakni haram hukumnya menumpahkan darah mu'ahid[orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin] dan

ahli dzimmah [non muslim yang berada di bawah jaminan keamanankaum muslimin atau pemerintah Islam]. Yang boleh diperangi dan halaldarahnya adalah orang kafir yang memerangi kaum muslimin [kafirharbi]. Jika kita melihat fenomena yang ada dalam kasus peledakanatau pengeboman yang terjadi belakangan ini, maka kita ketahui bahwayang menjadi korban adalah kaum muslimin dan orang kafir dzimmiatau mu'ahid.

Dalam pembahasan ini kita akan menekankan masalah darah kaum musliminyang ditumpahkan, karena cukup banyak hal dan hukum yang terkaitdengan bab ini.

Yang pertama kali adalah tentang apa alasan mereka menghalalkan darahkaum muslimin sehingga boleh untuk ditumpahkan Alasannya tentu bukanuntuk menegakkan qishah dan bukan karena melakukan hadd[hukuman] terhadap pelaku zina yang muhshan. Maka tinggallahsatu alasan lagi, yakni karena mereka [para korban] telah dianggapkafir, sehingga darahnya boleh ditumpahkan. Lalu mengapa merekadihukumi kafir Alasan inilah yang sering tidak kita mengerti, namunjika menilik berbagai kejadian dan pemikiran yang berkembang di tengahumat Islam maka dalih yang biasa mereka gunakan adalah karena mereka [parakorban] telah mendukung pemerintahan yang tidak berhukum kepada hukumAllah subhanahu wata¡¦ala dan rela dengan hukum produk manusia.Benarkah alasan tersebut

Jika takfir [pengafiran] ini ditujukan kepada seluruh kaum musliminyang berada dalam wilayah negara itu, maka jelas merupakan kesalahanyang besar. Bagaimana seorang muslim dihukumi kafir hanya lantaranpemerintahan negeri tempat dia tinggal tidak berhukum dengan hukumsyari'at Allah subhanahu wata¡¦ala Dan dari mana para pembunuhitu tahu bahwa muslim ini rela atau menganggap halal berhukum denganselain hukum Allah subhanahu wata¡¦ala, padahal si muslim tidakpernah menyatakan hal itu Sedangkan para hakim yang tidak memutuskandengan hukum Allah subhanahu wata¡¦ala atau pihak-pihak lainyang terkait, jika dia seorang muslim, maka tidak bisa divonis kafirsebelum syarat-syarat untuk vonis tersebut terpenuhi. Di antara syaratyang terpen-ting adalah jika dia memang sengaja dengan senang hatimelakukan itu dan beranggapan halal melakukannya, atau berkeyakinanbahwa hukum selain hu-kum Allah subhanahu wata¡¦ala tersebutadalah lebih baik.

Dan andaikan mereka itu misalnya memang benar telah kafir, maka perlukita pertanyakan lagi kepada para pelaku pembunuhan tersebut, Apakapasitas dan wewenang mereka sehingga berani melakukan eksekusi Danapakah mereka [para korban] sudah diminta bertaubat lebih dahulu,kalau ya siapa yang meminta Untuk pertanyaan ini jelas mereka tidakmemiliki jawaban. Jawaban yang mereka gunakan untuk membenarkantindakan mereka yakni bahwa itu dilakukan dalam rangka jihadfisabilillah, dan inilah akar permasalah-an ke dua.

Jihad Fisabilillah

Apakah benar yang mereka lakukan adalah jihad yang syar'i [sesuaituntunan syari¡¦at] Jika para pembaca pernah mengaji masalah jihaddari penjelasan para ulama, maka tentu akan dapat menyimpulkan apakahaksi pengeboman atau pembunuhan seperti di atas termasuk jihad syar'iatau tidak! Tetapi ada baiknya apabila kita memba-has kembali masalahini, supaya lebih jelas.

Yang hendaknya senantiasa diingat dan dipahami adalah bahwa jihad itumerupakan ibadah yang sangat agung. Sebagaimana ibadah lainnya, agarjihad fisabilillah benar dan diterima oleh Allah Æ'¹maka harusdilaksanakan dengan ikhlas dan mengikuti petunjuk Nabi shallallahu¡¥alaihi wasallam [mutaba'ah]. Jihad fisabilillah harus denganniat meninggikan kalimat Allah subhanahu wata¡¦ala, bukansemata-mata karena ingin membunuh atau menyerang lawan. Demikian pulaia tidak boleh dilakukan semaunya, asal-asalan dan tidak memperhatikanadab, ketentuan dan syarat-syarat jihad.

Dalam kasus pengeboman atau peledakan yang sedang kita bicarakan iniada beberapa pertanyaan yang selayaknya disampaikan untuk menjadibahan penilaian, apakah benar aktivitas yang mereka lakukan adalahjihad yang syar'i.

Pertama; Masalah niat, dalam hal ini kita tidak akanmempertanyakan lebih jauh tentang niat, karena urusan hati hanya Allah

subhanahu wata¡¦ala dan pelaku saja yang tahu.

Ke dua; Kejelasan status korban. Apakah para pelaku sebelumnyapernah berdialog dengan para korban, sehingga tahu persis berdasarkanilmu bahwa si korban ini benar-benar telah kafir [jika dia muslim]Sebab kalau ternyata tu-duhan kafir tersebut tidak memiliki dasar yangkuat atau hanya persangkaan saja, maka berarti telah membunuh sesamamuslim.

Ke tiga; Iqamatul Hujjah [menegak-kan hujjah /berdialog denganmengemu-kakan argumen sehingga tidak ada kera-guan] dan istitabah [memintabertaubat]. Apakah para pelaku setelah benar-benar memvonis korbansebagai kafir sudah me-minta mereka bertaubat lebih dahulu

Ke empat; Apa kapasitas para pelaku pengeboman tersebutsehingga berani mengumandangkan jihad atau mengeksekusi orang yangmenurutnya kafir Apakah mereka pemerintah kaum muslimin Padahalwewenang untuk mengumandangkan jihad itu ada di tangan imam kaummuslimin, kecuali dalam kondisi diserang atau dikepung musuh. Demikianpula halnya dengan melakukan eksekusi, itu merupakan wewenang waliyulamri [penguasa kaum muslimin], bukan wewenang orang perorang. Sebabjika orang perorang dibolehkan melakukannya maka yang terjadi adalahkekacauan.

Ke lima; Apa yang mereka peroleh setelah peledakan ataupengeboman Apakah dengan itu mereka lantas mendapatkan manfaat yangbesar, misalnya ditegakkannya syari'at Islam secara utuh Tidak, tidaksama sekali! Bahkan apa yang mereka lakukan akan memperburuk citraIslam, menyebabkan orang salah penilaian terhadap Islam, dan akibatnyamereka semakin menjauh dari Islam dan tidak menaruh simpati.

Ke enam; Apakah mereka telah berpikir tentang dampak yang ditimbulkandari aksi tersebut Sesungguhnya jika dia seorang muslim sejati tentuakan memikirkan nasib saudaranya sesama muslim, yakni jika yangterbunuh adalah mereka yang meninggalkan anak dan keluarga makaberarti telah membuat kesengsaraan dan masalah baru terhadap anak-anakdan keluarganya. Siapakah yang bertanggungjawab mengurusi anak-anakyatim itu, ataukah anak yatim itu juga telah mereka kafirkanNa'udzubillah min dzalik.

Belum lagi dampaknya terhadap perjalanan dakwah, para aktivis dakwah,penuntut ilmu, lembaga-lembaga Islam dan kaum muslimin secara umum,apalagi terhadap kaum muslimin yang minoritas, sehingga tak jarangmereka akhirnya harus mendapatkan tekanan-tekanan, perlakukan yangdiskriminatif bahkan terkadang siksaan secara fisik dan psikis.

Sudahkan mereka merenungkan semua ini

Referensi: Fatawa al-Ulama al-Kibar fil Irhab wat-Tadmir,penyusun Ahmad bin Salim al-Mishri, Salah Kaprah dalam MemperjuangkanIslam [Kaifa Nu¡¦aliju Waqi¡¦ana al-Alim], Abu Anas Ali binHusain Abu Luz, Ma la Yasa' al-Muslim Jahluhu, Dr Abdullah al-Mushlihdan Dr Shalah ash-Shawi.

Artikel Menyorot Kasus Peledakan dan Pengeboman diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menyorot Kasus Peledakan dan Pengeboman.