Kamis, 22 Mei 2008

Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin ditanya: Saya pergi untuk menunaikanumrah, dan saya melalui Miqat dalam keadaan haid, maka saya pun tidakberihram hingga berada di Makkah, setelah suci lalu saya melakukanihram dari Makkah. Apakah hal ini diperbolehkan dan sebaiknya apa yangharus saya kerjakan ?

>> Jawaban :

Amal tersebut tidak boleh, karena bagi siapa saja yang hendak umrahtidak boleh melewati miqat kecuali harus berihram meskipun ia sedanghaid, karena boleh bagi wanita haid melakukan ihram dan dianggap sahberdasarkan sebuah riwayat bahwa Asma' binti Umais Radhiallaahu 'anhaistri Abu Bakar Radhiallaahu 'anhu melahirkan dan Nabi berada diDzulhulaifah hendak berangkat menunaikan haji Wada', lalu Asma'bertanya kepada Nabi apa yang harus ia perbuat, beliau Shallallaahu 'alaihiwa sallam bersabda: Mandilah dan balutlah dengan kain lalu ihramlah .Darah nifas hukumnya sebagaimana darah haid, maka kepada wanita yanghaid atau nifas kita perintahkan: Mandi dan balutlah laluberihram-lah . Yang dimaksud membalut adalah membalut vaginanya dengankain atau yang lainnya lalu melakukan ihram baik untuk haji ataupunumrah, tetapi setelah sampai di Makkah tidak boleh masuk Baitullah dantidak boleh melakukan thawaf hingga suci. Oleh sebab itu NabiShallallaahu 'alaihi wa sallam menyarankan kepada Aisyah Radhiallaahu'anha tatkala haid di tengah-tengah melaksanakan umrah: Kerjakanlahapa saja yang dikerjakan oleh orang yang haji asalkan jangan thawaf diBaitullah sehingga kamu suci . Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukharidan Muslim dan dalam Shahih Al-Bukhari juga disebutkan bahwa tatkalaAisyah Radhiallaahu 'anha suci beliau melaku-kan thawaf dan sa'i. Inimenjadi dalil bahwa wanita yang sudah ihram untuk haji atau umrahsedang dia dalam keadaan haid atau wanita tersebut haid sebelummenunaikan thawaf maka ia tidak boleh thawaf dan sa'i hingga ia sucidan mandi. Apabila ia haid setelah thawaf, maka ia terus melanjutkanmanasik sa'i walaupun ia sedang haid lalu ia menggunting rambutnya danmenyelesaikan umrahnya, karena sa'i antara Shafa dan Marwah tidakdisya-ratkan dalam keadaan suci.

Artikel Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Haid Melewati Miqat Dengan Tidak Ihram.

Kejanggalan Datang Haidh, Lebih Cepat Atau Terlambat Dari Biasanya

Kumpulan Artikel Islami

Kejanggalan Datang Haidh, Lebih Cepat Atau Terlambat Dari Biasanya Kejanggalan Datang Haidh, Lebih Cepat Atau Terlambat Dari Biasanya

Kategori Wanita - Thaharah

Sabtu, 18 Juni 2005 06:55:56 WIBJIKA TERJADI KEJANGGALAN DATANGNYA HAIDH, LEBIH CEPAT ATAU TERLAMBAT DARI BIASANYA, ATAU LEBIH LAMA ATAU KURANG DARI MASA HAIDH YANG BIASANYA.OlehSyaikh Abdurrahman As-Sa’diPertanyaan.Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ditanya : Jika seorang wanita mengalami kejanggalan dalam hal datangnya haidh, yaitu lebih cepat atau terlambat dari masa biasanya, atau lebih lama atau kurang dari masa haidh yang biasanya, apa yang harus dilakukannya Jawaban.Pendapat madzhab Hambali menyebutkan, bahwa hendaknya wanita tersebut tidak langsung menetapkannya sebagai masa haidhnya sampai terulangnya masa tersebut. Pendapat ini selayaknya tidak diikuti, dan umumnya orang-orang tetap menganut pendapat yang benar yang diucapkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab Al-Inshaf, bahwa tidak ada jalan bagi kaum wanita tentang masa haidh dan masa datangnya haidh kecuali mengikuti pendapat ini, yaitu bahwa bila seorang wanita mengeluarkan darah maka ia harus meninggalkan shalat, puasa serta ibadah lainnya. Lalu jika darah itu telah berhenti maka ia haru segera mandi wajib [bersuci] dan melaksanakan shalat.Ketetapan itu berlaku dalam keadaan bagaimanapun, baik datangnya haid itu lebih awal dari biasanya ataupun terlambat dari biasanya, sebagai contoh : Jika seorang wanita mengalami masa haidh selama lima hari lalu pada bulan lain ia mengalami masa haidh selama tujuh hari, maka ia harus berhenti shalat selama tujuh hari tanpa perlu menunggu kejadian haidh tujuh hari itu berulang-ulang. Beginilah yang dilakukan istri-istri shabat Radhiyallahu ‘anhum serta istri-istri tabi’in setelah mereka, hingga para syaikh kami, tidak mengeluarkan fatwa tentang ini kecuali dengan pendapat ini.Sementara pendapat yang mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh menetapkan berpindahnya kebiasaan haidhnya karena kejanggalan baru kecuali kejanggalan itu telah terjadi sebanyak tiga kali, pendapat ini adalah pendapat yang tidak berdasarkan dalil, bahkan pendapat ini bertentangan dengan dalil, juga bertentangan dengan pendapat yang benar, bahwa tidak ada batasan tentang umur wanita dalam mengalami haidh, maka jijka ada wanita yang masih berumur dibawah sembilan tahun atau sudah melewati umur lima puluh tahun, jika ia mengeluarkan darah haidh maka ia hrus meninggalkan shalat, karena hukum asalnya memang demikian, sedangkan darah istihadah jelas bisa dibedakan dari darah haidh.[Al-Majmu’ah Al-Kamilah li Mu’allafat Asy-Syaikh Ibnu As-Sa’di 7/98][Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1460&bagian=0


Artikel Kejanggalan Datang Haidh, Lebih Cepat Atau Terlambat Dari Biasanya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kejanggalan Datang Haidh, Lebih Cepat Atau Terlambat Dari Biasanya.

Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa

Kumpulan Artikel Islami

Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa

>> Pertanyaan :

Namun, apakah ada persiapan spiritual selain persiapan materi tersebut?

>> Jawaban :

Persiapan spiritual yaitu ketaqwaan yang telah saya singgung tadi.Taqwa adalah persiapan atau perbekalan spiritual yang dipersiapkanoleh seseorang di dalam lubuk hatinya untuk menghadap kepada AllahSubhannahu wa Ta'ala dan untuk hari Kemudian. Maka orang akan pergihaji hendaklah berupaya maksimal untuk selalu menjalankanperintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan meninggalkanlarangan-larangan-Nya.

[ Fatwa Syaikh Muhammad bin shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mempersiapkan Diri Dengan Taqwa.

Memulai Dakwah ; Apakah Diawali Dengan Tauhid Atau Dengan Mentahdzir Terlebih Dahulu?

Kumpulan Artikel Islami

Memulai Dakwah ; Apakah Diawali Dengan Tauhid Atau Dengan Mentahdzir Terlebih Dahulu? Memulai Dakwah ; Apakah Diawali Dengan Tauhid Atau Dengan Mentahdzir Terlebih Dahulu

Kategori Manhaj

Minggu, 18 Desember 2005 08:19:48 WIBMEMULAI DAKWAH APAKAH DIAWALI DENGAN TAUHID ATAU DENGAN MENTAHDZIR TERLEBIH DAHULU OlehSyaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-HilalySyaikh Abu Ubaidah Masyhurah bin Hasan SalmanPertanyaan.Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly ditanya : Bagaiamana salaf memulai dakwahnya, apakah dimulai dengan tauhid atau dimulai dengan menjelaskan kepada para mad'u ; kelompok-kelompok yang sesat walaupun orang yang didakwahi tersebut sebenarnya belum paham tauhidJawabanPenjelasan mengenai kelompok-kelompok yang menyimpang dan sesat pada hakikatnya adalah dakwah kepada tauhid, sebab maksud dari dakwah tauhid sendiri adalah menyeru kepada tauhid dan meninggalkan syirik, dan sesuatu tidak akan diketahui kecuali dengan mengetahui lawannya ; dakwah untuk mengikuti jalan orang-orang beriman termasuk didalamnya dakwah untuk meninggalkankan jalan orang-orang yang mujrim, dakwah kepada sunnah mencakup dakwah menjauhi bid'ah, amar ma'ruf harus sejalan dengan nahi mungkar. Oleh karena itu dakwah dengan menjelaskan dan mentahdzir manusia dari kelompok-kelompok yang menyimpang ; yang memalingkan orang dari dakwah kepada tauhid dan manhaj yang benar merupakan essensi dari dakwah kepada tauhid. Penjelasan mengenai bahayanya dampak kelompok Jahmiyyah, Murjiah dan Khawarij dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan berbagai nama-nama yang diperbaharui dizaman ini adalah inti dari dakwah kepada tauhid.Namun kesalahan fatal yang terjadi dalam hal ini terdapat dalam dua poin :Pertama.Kesalahan dengan melebihkan takaran dakwah kepada satu sisi saja dengan meninggalkan sisi lainnya tanpa ada kebutuhan. Contohnya seluruh materi dakwah yang disampaikan hanya mengungkap kelompok-kelompok sesat semata, tidak pernah disentuh materi mengenai iman, mengenai taqdir, mengenai masalah sifat dan permasalahan lainnya. Oleh karena itu jangan sampai kita lupakan masalah tauhid dan bagian-bagiannya. Adapun mengangkat satu sisi dalam berdakwah dan meninggalkan sisi lainnya akan berdampak negatif dan berbahaya bagi orang-orang yang diseru.Kedua.Kesalahan atau bahaya kedua yaitu tampilnya orang-orang yang menerangkan dan mentahzir kelompok-kelompok maupun jamaah yang sesat sementara dia sendiri tidak memahami manhaj mereka dan tidak paham manhaj salaf yang sebenarnya. Orang seperti ini memiliki peluang besar untuk memasukkan orang-orang yang benar ahlu al-haq kedalam gerombolan orang-orang yang sesat, tanpa basirah/ilmu dan tanpa ada rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala . Intinya orang yang berkompeten dalam masalah ini hendaklah dari kalangan ulama ar-Rasikhin ar-Rabbaniyyin yang paham memposisikan sisi mana yang lebih dibutuhkan orang-orang yang didakwahinya. Sebagai contoh jika penyembahan kepada kuburan tersebar dinegeri itu maka hendaklah dia memprioritaskan dakwah kepada tauhid dengan segala bagiannya, dengan mengkonsentrasikan dakwahnya mengenai bahayanya ibadah kepada kubur, jika kekurangan didalam para mad'unya mengenai masalah sifat maka da'i harus benar-benar mendahulukan dakwahnya kepada masalah sifat.APA YANG HARUS DIDAHULUKAN TASFIYAH ATAU TARBIYAH OlehSyaikh Abu Ubaidah Masyhurah bin Hasan SalmanPertanyaanSyaikh Abu Ubaidah Masyhurah bin Hasan Salman ditanya : Mana yang lebih didahulukan apakah tasfiyah baru tarbiyah atau tidak masalah untuk mendahulukan salah satu dari keduanya JawabanPrinsipnya tasfiyah dan tarbiyah harus berjalan seiring, dalam syair dikatakan :"Seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya akan di azab sebelum para penyembah berhala". Sebab pada dasarnya orang yang belajar adalah untuk dapat diamalkan, barang siapa yang bertambah ilmunya dan tidak bertambah taqwanya maka hendaklah curiga dengan ilmunya. Manusia tidak sanggup untuk belajar dan menambah sesuatu ilmu kecuali jika Allah telah melimpahkan kepadanya sifat as-sidqu [kejujuran] dan amal sholeh, berkah dan beratambahnya ilmu seseorang itu jika dia berusahamengamalkan ilmu yang didapatnya.Adapun yang membagi hidupnya kepada periode tertentu, periode tasfiyah dahulu baru tarbiyah atau sebaliknya, atau mengatakan : "aku sekarang dalam periode tazkiah maka aku tidak akan beramal hingga aku paham agama ini secara keseluruhan". Ini adalah keliru. Wajib bagi setiap orang setelah belajar langsung bersegera mengamalkannya mengejar ridho Allah subhanahu wa Ta'ala.[Seri Soal Jawab DaurAh Syar'iyah Surabaya 17-21 Maret 2002. Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan , Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1701&bagian=0


Artikel Memulai Dakwah ; Apakah Diawali Dengan Tauhid Atau Dengan Mentahdzir Terlebih Dahulu? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Memulai Dakwah ; Apakah Diawali Dengan Tauhid Atau Dengan Mentahdzir Terlebih Dahulu?.

Anda Wajib Berdakwah Kepada Allah Dan Tidak Berputus Asa

Kumpulan Artikel Islami

Anda Wajib Berdakwah Kepada Allah Dan Tidak Berputus Asa Anda Wajib Berdakwah Kepada Allah Dan Tidak Berputus Asa

Kategori Keluarga

Minggu, 23 Januari 2005 16:19:26 WIBANDA WAJIB BERDAKWAH KEPADA ALLAH DAN TIDAK BERPUTUS ASAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah yang saya lakukan jika pada saat saya menziarahi kerabat saya sementara di majlis mereka terdapat televisi yang telah dikeraskan suaranya, lalu saya mengingkari mereka namun mereka tidak meresponnya, apakah saya berdosa Dan bagaimana saya mendakwahi orang lain dari kalangan para pemuda yang masih pemula Jawaban.Para pemuda wajib berdakwah kepada Allah dan terus melanjutkan [dakwahnya] tanpa putus asa. Karena berapa banyak manusia yang diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala setelah kesesatan mereka ! Dan berapa banyak manusia yang diperbaiki oleh Allah setelah mereka rusak ! Maka hendaknya ia terus melanjutkan dakwahnya kepada yang haq dan bersabar, seraya menanti pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.Adapun turut serta dalam pekerjaan haram sungguh tidak boleh. Oleh karena itu tidak boleh ia tetap tinggal menonton televisi sambil menyaksikan kemugkaran di dalamnya. Atau tetap tinggal mendengarkan radio padahal ia mendengarkan sesuatu yang diharamkan [dari radio tersebut]. Bahkan ia harus meninggalkan tempat itu jika nasehat [yang diberikan] tidak bermanfaat Karena Nabi telah bersabda."Artinya : Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka hendaknya ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka hendaknya ia merubahnya dengan lisannya, jika tidak mampu maka hendaklah ia [mengingkarinya] dengan hatinya"Seseorang yang tetap tinggal bersama pelaku mkasiat maka akan dituliskan baginya dosa seperti dosa mereka [yang melakukannya]. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa [akan larangan ini], maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat [akan larangan itu]" [Al-An'am : 68]Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokan [oleh orang-orang kafir], maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya [kalau kamu berbuat demikian], tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam" [An-Nisa : 140]Maka tidak boleh bagi Anda tetap tinggal di tempat di mana Anda mendengarkan kemugkaran, atau menyaksikan kemungkaran, akan tetapi Anda tetap tinggal bersama keluarga Anda di rumah dan menasehati mereka sesuai dengan kemampuan.Adapun perkataan yang kedua. Maka saya megajak saudara-saudaraku para pemuda yang telah dikarunai Allah hidayah untuk berusaha agar mereka dapat menarik para pemuda lain yang memungkinkan, karena para pemuda lebih terpengaruh oleh teman-teman mereka dibandingkan terpengaruh oleh orang yang lebih tua dari mereka.Maka Anda sekalian –semoga Allah memberkahi kalian- wahai pemuda ! Berusahalah sekuat-kuatnya untuk menarik sebanyak-banyaknya agar Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan hidayah atas mereka melalui tangan-tangan kalian. Dan janganlah kalian meremehkan diri kalian jangan pula tergesa-gesa lalu mengatakan : " Kami menginginkan agar orang yang tersesat itu mendapat hidayah dalam sehari semalam". Boleh jadi ia tidak mendapatkan hidayah kecuali setelah satu pekan, atau satu bulan atau lebih. Akan tetapi yang penting adalah bersabarlah dan menyabar-nyabarkan diri untuk memberikan petunjuk kepada saudara-saudara kalian.[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1312&bagian=0


Artikel Anda Wajib Berdakwah Kepada Allah Dan Tidak Berputus Asa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Anda Wajib Berdakwah Kepada Allah Dan Tidak Berputus Asa.

Mengadukan Masalah Kepada Makhluq

Kumpulan Artikel Islami

Mengadukan Masalah Kepada Makhluq

>> Pertanyaan :

Apa hukum orang yang mengeluhkan kondisinya kepada selain Allahsetelah mengadukanya kepada Allah Azza wa Jalla. Karena jiwa orangtersebut merasa sesak ketika mendapatkan cobaan. Apakah ia bolehmencari hiburan dari hamba Allah yang lain, untuk dapat mengeluarkanmereka dari beban yang menghimpin dada mereka. Bisa dengan carameminta nasihat atau bimbingan dari mereka. Atau yang demikian itumenunjukkan ketidakpercayaan dirinya terhadap Allah yang akanmemperkenankan doa mereka?

>> Jawaban :

Al-Hamdulillah. Memberitahukan kepada sesama makhluk kondisi dirisendiri, apabila dengan tujuan untuk meminta tolong, meminta bimbinganatau menjadikannya sebagai perantaraan menghilangkan kesusahantidaklah merusak nilai kesabaran. Seperti orang sakit yang mengadukepada dokter tentang sakit yang dideritanya, atau orang yangdizhalimi mengadu kepada orang yang mampu menolongnya, atau orang yangtertimpa musibah mengabarkan penderitaannya kepada orang yangdiharapkan mampu membebaskannya dari kesulitan. Nabi Shallallahu 'alaihiwa sallam sendiri apabila datang menjenguk orang sakit beliaumenanyakan kondisinya: Bagaimana kondisinya sekarang[HR. At-Tirmidzi,Ibnu Majah dan yang lainnya.] An-Nawawi menyebutkan: Sanadnyabagus.Dalam hadits itu disebutkan bahwa beliau menanyatakan berita dankondisi si sakit. Silakan Iddatush Shabirin oleh Imam Ibnul Qayyim323. Wallahu Alam. [Rujukan: Kitab Masa-il wa Rasaa-il oleh MuhammadMahmud An-Najdi]

Artikel Mengadukan Masalah Kepada Makhluq diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengadukan Masalah Kepada Makhluq.

Berdoa Dengan Mengangkat Tangan

Kumpulan Artikel Islami

Berdoa Dengan Mengangkat Tangan Berdoa Dengan Mengangkat Tangan

Kategori Do'a Dan Dzikir

Selasa, 27 Januari 2004 11:24:09 WIBBERDOA DENGAN MENGANGKAT TANGANOlehIsmail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-RumaihMengangkat tangan dalam berdoa merupakan etika yang paling agung dan memiliki keutamaan mulia serta penyebab terkabulnya doa.Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Sesungguhnya Rabb kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu darihamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya [meminta-Nya] dikembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapat apa-apa". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Doa 2/78 No.1488, Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/68. Musnad Ahmad 5/438. Dishahihkan Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud].Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa lafazh hayyun berasal dari lafazh haya' yang bermakna malu. Allah memiliki sifat malu yang sesuai dengan keagungan dzat-Nya kita beriman tanpa menggambarkan sifat tersebut. Lafazh kariim yang berarti Maha Memberi tanpa diminta dan dihitung atau Maha Pemurah lagi Maha Memberi yang tidak pernah habis pemberian-Nya, Dia dzat yang Maha Pemurah secara mutlaq. Lafazh an yarudahuma shifron artinya kosong tanpa ada sesuatu. [Mur'atul Mafatih 7/363]Dari Anas Radhiyalahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berdoa dengan mengangkat tangan kecuali dalam shalat Istisqa. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa' 2/12. Shahih Muslim, kitab Istisqa' 3/24].Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa hadits tersebut tidak menafikan berdoa dengan mengangkat tangan akan tetapi menafikan sifat dan cara tertentu dalam mengangkat tangan pada saat berdoa, artinya mengangkat tangan dalam doa istisqa' memiliki cara tersendiri mungkin dengan cara mengangkat tangan tinggi-tinggi tidak seperti pada saat doa-doa yang lain yang hanya mengangkat kedua tangan sejajar dengan wajah saja.Berdoa dengan mengangkat tangan hingga sejajar dengan kedua pundak tidaklah bertentangan dengan hadits di atas sebab beliau pernah berdoa mengangkat tangan hingga kelihatan putih ketiaknya, maka boleh mengangkat tangan dalam berdoa hingga kelihatan ketiaknya, akan tetapi di dalam shalat istisqa dianjurkan lebih dari itu atau mungkin pada shalat istisqa kedua telapak tangan diarahkan ke bumi dan dalam doa selainnya kedua telapak tangan diarahkan ke atas langit.Imam Al-Mundziri mengatakan bahwa jika seandainya tidak mungkin menyatukan hadits-hadits diatas, maka pendapat yang menyatakan berdoa dengan mengangkat tangan lebih mendekati kebenaran sebab banyak sekali hadits-hadits yang menetapkan mengangkat tangan dalam berdoa, seperti yang telah disebut Imam Al-Mundziri dan Imam An-Nawawi dalam Syarah Muhadzdzab dan Imam Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad. Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari 'Amarah bin Ruwaibah bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangan dalam berdoa, lalu mengingkarinya kemudian berkata : "Saya melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak lebih dari ini sambil mengisyaratkan jari telunjuknya. Imam At-Thabari meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa disunnahkan berdoa dengan mengisyaratkan jari telunjuk. Akan tetapi hadits di atas terjadi pada saat khutbah Jum'at dan bukan berarti hadits tersebut menafikan hadits-hadits yang menganjurkan mengangkat tangan dalam berdoa. [Fathul Bari 11/146-147].Akan tetapi dalam masalah ini terjadi kekeliruan, sebagian orang ada yang berlebihan dan tidak pernah sama sekali mau meninggalkan mengangkat tangan, dan sebagian yang lainnya tidak pernah sama sekali mengangkat tangan kecuali waktu-waktu khusus saja, serta sebagian yang lain di antara keduanya, artinya mengangkat tangan pada waktu berdoa yang memang dianjurkan dan tidak mengangkat tangan pada waktu berdoa yang tidak ada anjurannya. Imam Al-'Izz bin Abdussalam berkata bahwa tidak dianjurkan mengangkat tangan pada waktu membaca doa iftitah atau doa diantara dua sujud. Tidak ada satu haditspun yang shahih yang membenarkan pendapat tersebut.Begitupula tidak disunahkan mengangkat tangan tatkala membaca doa tasyahud dan tidak dianjurkan berdoa mengangkat tangan kecuali waktu-waktu yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengangkat tangan. [Fatawa Al-Izz bin Abdussalam hal. 47].Syaikh Bin Bazz berkata bahwa dianjurkan berdoa mengangkat tangan karena demikian itu menjadi penyebab terkabulnya doa, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sesungguhnya Tuhan kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu kepada hamba-Nya yang mengankat kedua tangannya [meminta-Nya], Dia kembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapat apa-apa". [Hadits Riwayat Abu Dawud].Dan sanda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sesungguhnya Allah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik dansesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti memerintahkan kepada para rasul, Allah berfirman."Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah". [Al-Baqarah : 172].Dan firman Allah : "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [Al-Mukminuun : 51]Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang lusuh mengangkat kedua tangannya ke arah langit berdoa : 'Ya Rabi, ya Rabbi tetapi makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram serta darah dagingnya tumbuh dari yang haram, bagaimana doanya bisa dikabulkan ." [Shahih Muslim, kitab Zakat 3/85-86]Tidak dianjurkan berdoa mengangkat tangan bila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya pada waktu berdoa seperti berdoa pada waktu sehabis salam dari shalat, membaca doa di antara dua sujud dan membaca doa sebelum salam dari shalat serta pada waktu berdoa dalam khutbah Jum'at dan Idul fitri, tidak pernah ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat tangan pada waktu waktu tersebut.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah panutan kita dalam segala hal, apa yang ditinggalkan dan apa yang dilaksanakan semuanya suatu yang terbaik buat umatnya, akan tetapi jika dalam khutbah Jum'at khatib membaca doa istisqa', maka dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallah 'alaihi wa sallam. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa', bab Jamaah Mengangkat Tangan Bersama Imam 2/21].Dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat sunnah tetapi lebih baik jangan rutin melakukannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak rutin melakukan perbuatan tersebut dan seandainya demikian, maka pasti kita menemukan riwayat dari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terlebih para sahabat selalu menyampaikan segala tindakan dan ucapan beliau baik dalam keadaan mukim atau safar.Adapun hadits yang berbunyi :"Artinya : Shalat adalah ibadah yang membutuhkan khusyu' dan berserah diri, maka angkatlah kedua tanganmu dan ucapkanlah : Ya Rabbi, ya Rabbi". [Hadits Dhaif, Fatawa Muhimmmah hal. 47-49].Dan tidak dianjurkan mengangkat tangan dalam membaca doa thawaf sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkali-kali melakukan thawaf tidak ada saturiwayatpun yang menjelaskan bahwa beliau berdoa mengangkat tangan pada saat thawaf.Sesuatu yang terbaik adalah mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan sesuatu yang terburuk adalah mengikuti perbuatan bid'ah.Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa.Ibnu Abbas berpendapat bahwa cara mengangkat tangan dalam berdoa adalah kedua tangan diangkat hingga sejajar dengan kedua pundak, dan beristighfar berisyarat dengan satu jari, adapun ibtihal [istighasah] dengan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. [Sunan Abu Daud, bab Witir, bab Doa 2/79 No. 14950. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud].Imam Al-Qasim bin Muhammad berkata bahwa saya melihat Ibnu Umar berdoa di Al-Qashi dengan mengangkat tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya dan kedua telapak tangannya dihadapkan ke arah wajahnya. [Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/147. Dinisbatkan kepada AL-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad tetapi tidak ada].Ketahuilah Bahwa Doa Istisqa' Memiliki Dua CaraPertama.Mengangkat kedua tangan dan mengarahkan kedua telapak tangan ke wajah, berdasarkan dari Umair Maula Abi Al-Lahm bahwa dia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa istisqa di Ahjari Zait dekat dengan Zaura' sambil berdiri mengangkat kedua telapak tangannya tidak melebihi di atas kepalanya dan mengarahkan kedua telapak tangan ke arah wajahnya. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 No. 1168. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 1/226 No. 1035].KeduaMengangkat tagan tinggi-tinggi dan mengarahkan luar telapak tangan ke arah langit dan dalam telapak tangan ke arah bumi. Dari Anas bahwa beliau melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa saat istisqa dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi dan mengarahkan telapak tangan sebelah dalam ke arah bumi hingga terlihat putih ketiaknya. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 No. 1168. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 1/226 No. 1035].[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdoa oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 61-69 terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=93&bagian=0


Artikel Berdoa Dengan Mengangkat Tangan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berdoa Dengan Mengangkat Tangan.

Hukum Tidak Mengingkari Kemungkaran Karena Ia Sendiri Melakukannya

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Tidak Mengingkari Kemungkaran Karena Ia Sendiri Melakukannya Hukum Tidak Mengingkari Kemungkaran Karena Ia Sendiri Melakukannya

Kategori Ma'ruf Nahi Mungkar

Senin, 24 Januari 2005 06:07:59 WIBHUKUM TIDAK MENGINGKARI KEMUNGKARAN KARENA IA SENDIRI MELAKUKANNYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

>> Pertanyaan :Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ketika dikatakan, "Kenapa Anda tidak mengingkari kemungkaran" Ada yang mengatakan, "Bagaimana saya mengingkarinya sementara saya melakukannya." Lalu ia berdalih dengan firman Allah Ta’ala."Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain [mengerjakan] kebaktian, sedang kamu melupakan diri [kewajiban]mu sendiri." [Al-Baqarah : 44]Dan hadits yang menyebutkan tentang seorang laki-laki yang isi perutnya keluar di neraka. Bagaimana membantah orang yang seperti itu?

>> Jawaban :Kami katakan ; Sesungguhnya manusia telah diperintahkan untuk meninggalkan kemungkaran dan diperintahkan untuk mengingkari pelaku kemungkaran. Jika ternyata ia tidak meninggalkan kemungkaran, ia tetap mempunyai kewajiban lainnya, yaitu mengingkari pelaku kemungkaran.Adapun yang disebutkan di dalam ayat tadi, itu merupakan celaan yang ditujukan kepada yang menyuruh orang lain berbuat baik tapi ia sendiri tidak melakukannya [padahal ia mampu melakukannya], bukan karena ia menyuruh mereka. Karena itulah disebutkan, "Maka tidakkah kamu berpikir." [Al-Baqarah: 44]. Apakah masuk akal bila seseorang menyuruh orang lain berbuat baik sementara ia sendiri tidak melakukannya Tentu ini tidak masuk akal dan bertentangan dengan syari'at. Jadi larangan itu bukan untuk mencegah mengajak orang berbuat baik, tapi larangan memadukan keduanya, yaitu menyuruh orang lain sementara ia sendiri tidak melakukan. Demikian juga yang tersebut dalam hadits tadi, yaitu ancaman keras dicampakkan ke dalam neraka sehingga ususnya terurai, lalu para penghuni neraka mengerumuninya, lalu dikatakan kepada mereka, bahwa orang tersebut menyerukan kebaikan tapi ia sendiri tidak melakukannya dan mencegah kemungkaran tapi ia sendiri malah melakukannya. Ini juga menunjukkan bahwa orang tersebut terkena siksaan ini, tapi jika ia tidak mengingkari, bisa jadi siksaannya lebih berat.[Alfazh wa Mafahim fi Mizan Asy-Syari'ah, hal 32-33, Syaikh Ibn Utsaimin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1313&bagian=0


Artikel Hukum Tidak Mengingkari Kemungkaran Karena Ia Sendiri Melakukannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Tidak Mengingkari Kemungkaran Karena Ia Sendiri Melakukannya.

Jual Beli Binatang Yang Diawetkan

Kumpulan Artikel Islami

Jual Beli Binatang Yang Diawetkan Jual Beli Binatang Yang Diawetkan

Kategori Fatawa Jual Beli

Jumat, 21 Mei 2004 08:24:49 WIBJUAL BELI BINATANG YANG DIAWETKANOlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Akhir-akhir ini muncul fenomena penjualan binatang-binatang dan burung-burung yang diawetkan. Kami sangat mengharapkan Anda setelah melakukan pemantauan terhadap hal tersebut untuk memberikan fatwa kepada saya mengenai hukum memiliki binatang-binatang dan burung-burung yang diawetkan. Dan apa hukum menjual benda tersebut. Apakah ada perbedaan antara yang haram dimiliki dalam keadaan masih hidup dan apa yang boleh dimiliki dalam keadaan hidup pada saat diawetkan. Dan apa pula yang seharusnya dilakukan oleh Petugas Amar Ma’ruf Nahi Mungkar terhadap gejala tersebut Jawaban.Memiliki burung-burung dan binatang yang diawetkan baik yang diharamkan memilikinya dalam keadaan hidup atau apa yang dibolehkan memilikinya dalam keadaan hidup, sama-sama mengandung unsur penghambur-hamburan uang, berlebih-lebihan, dan mubadzir dalam membiayai pengawetan. Padahal Allah Ta’ala telah melarang perbuatan berlebih-lebihan dan juga mubazir.Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang penghambur-hamburan uang. Selain itu, karena hal tersebut bisa menjadi jalan dipajangnya gambar-gambar dari makhluk yang bernyawa, diagntung dan ditempelkan. Dan itu jelas sesuatu yang haram. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menjualnya dan tidak juga memilikinya. Dan kewajiban petugas Amar Ma’ruf Nahi Munkar untuk menjelaskan kepada orang-orang bahwa hal tersebut dilarang serta melarang peredarannya di pasar-pasar.Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 5350, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=740&bagian=0


Artikel Jual Beli Binatang Yang Diawetkan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jual Beli Binatang Yang Diawetkan.

Apakah Manusia Diberi Kebebasan Memilih

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Manusia Diberi Kebebasan Memilih Apakah Manusia Diberi Kebebasan Memilih

Kategori Qadha Dan Qadar

Sabtu, 21 Februari 2004 13:00:38 WIBAPAKAH MANUSIA DIBERI KEBEBASAN MEMILIHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-'UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah manusia dibebaskan memilih atau dijalankan".Jawaban.Penanya seharusnya bertanya pada diri sendiri ; Apakah dia merasa dipaksa oleh seseorang untuk menanyakan pertanyaan ini, apakah dia memilih jenis mobil yang dia inginkan dan berbagai pertanyaan semisalnya. Maka akan tampak jelas baginya jawaban tentang apakah dia dijalankan atau dibebaskan memilih.Kemudian hendaknya dia bertanya kepada diri sendiri ; Apakah dia tertimpa musibah atas dasar pilihannya sendiri Apakah dia tertimpa penyakit atas dasar pilihannya Apakah dia mati atas dasar pilihannya sendiri dan berbagai pertanyaan semisalnya. Maka akan jelas baginya jawaban tentang apakah dia dijalankan atau dibebaskan memilih.Jawabnya.Sesungguhnya segala perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memiliki akal sehat jelas dia lakukan atas dasar pilihannya. Simaklah firman Allah."Artinya : Maka barangsiapa menghendaki, maka dia mengambil jalan menuju Rabb-Nya" [An-Naba : 39]Dan firman Allah."Artinya : Sebagian dari kamu ada orang yang menghendaki dunia dan sebagian dari kamu ada orang yang menghendaki akhirat" [Ali-Imran : 152]Dan firman Allah."Artinya : Barangsiapa menghendaki akhirat dan menempuh jalan kepadanya dan dia beriman, maka semua perbuatannya disyukuri [diterima]". [Al-Isra' : 19]Dan firman-Nya."Artinya : Maka dia diwajibkan membayar fidyah, berupa puasa atau sedekah atau hajji" [Al-Baqarah : 196]Di mana dalam ayat fidyah di atas, pembayar fidyah diberi kebebasan memilih apa yang akan dibayarkan.Akan tetapi, apabila seseorang menghendaki sesuatu dan telah melaksanakannya, maka kita tahu bahwa Allah telah menghendaki hal itu, sebagaimana firman-Nya."Artinya : Sungguh barangsiapa dari kamu menghendaki beristiqomah, maka kamu tidak akan berkehendak kecuali Allah Rabb sekalian alam menghendakinya" [At-Takwir : 29]Maka sebagai kesempurnaan rububiyah-Nya, tidak ada sesuatupun terjadi di langit dan di bumi melainkan karena kehendak Allah Ta'ala.Adapun segala sesuatu yang menimpa seseorang atau datang darinya dengan tanpa pilihannya, seperti sakit, mati dan berbagai bencana, maka semua itu murni karena Qadar Allah dan manusia tidak punya kebebasan memilih dan berkehendak.Semoga Allah memberi Taufiq.[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=262&bagian=0


Artikel Apakah Manusia Diberi Kebebasan Memilih diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Manusia Diberi Kebebasan Memilih.

Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah

Kumpulan Artikel Islami

Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah “Yang aku tahu, hanya Muhammad bin al-Hanafiyyahyang banyak menimba ilmu dari ‘Ali.” [Ibn al-Junaid]

Telah terjadi percekcokan antara Muhammad ibn al-Hanafiyyah dansaudaranya al-Hasan ibn Ali, maka Ibn al-Hanafiah mengirim suratkepada saudaranya itu, isinya, “Sesungguhnya Allah telah memberikankelebihan kepadamu atas diriku...Ibumu Fathimah binti Muhammad ibnAbdullah SAW, sedangkan ibuku seorang wanita dari Bani “Haniifah.”Kakekmu dari garis ibu adalah utusan Allah dan makhluk pilihannya,sedangkan kakekku dari garis ibu adalah Ja’far ibn Qais. Apabilasuratku ini sampai kepadamu, kemarilah dan berdamailah denganku,sehingga engkau memiliki keutamaan atas diriku dalam segala hal.”

Begitu surat itu sampai ke tangan al-Hasan...ia segera ke rumahnya danberdamai dengannya. Siapakah Muhammad ibn al-Hanafiyyah, seorang adib[ahli adab/pujangga], seorang yang pandai dan berakhlak lembut ini

Marilah, kita membuka lembaran hidupnya dari awal.

Kisah ini bermula sejak akhir kehidupan Rasulullah SAW.

Pada suatu hari, Ali ibn Abi Thalib duduk bersama Nabi SAW, maka iaberkata, “Wahai Rasulullah...apa pendapatmu apabila aku dikarunianiseorang anak setelah engkau meninggal, [bolehkah] aku menamainyadengan namamu dan memberikan kun-yah [sapaan yang biasanya diungkapkandengan ‘Abu fulan…’] dengan kunyah-mu.”

“Ya” jawab beliau.

Kemudian hari-hari pun berjalan terus. Dan Nabi yang mulia SAW bertemudengan ar-Rafiiqul al-A’laa [berpulang ke sisi Allah]...dan setelahhitungan beberapa bulan Fathimah yang suci, Ibunda al-Hasan dan al-Husainmenyusul beliau [wafat].

Ali lalu menikahi seorang wanita Bani Haniifah. Ia menikahi Khaulahbinti Ja’far ibn Qais al-Hanafiyyah, yang kemudian melahirkan seoranganak laki-laki untuknya. Ali menamainya “Muhammad” dan memanggilnyadengan kun-yah “Abu al-Qaasim” atas izin Rasulullah SAW. Hanya sajaorang-orang terlanjur memanggilnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah, untukmembedakannya dengan kedua saudaranya al-Hasan dan al-Husain, duaputra Fathimah az-Zahra. Kemudian iapun dikenal dalam sejarah dengannama tersebut.

Muhammad ibn al-Hanafiyyah lahir di akhir masa khilafah ash-Shiddiq[Abu Bakar] RA. Ia tumbuh dan terdidik di bawah perawatan ayahnya, Alibin Abi Thalib, ia lulus di bawah didikannya.

Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnya...mewarisi kekuatan dankeberaniannya...menerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga iamenjadi pahlawan perang di medan pertempuran...singa mimbar diperkumpulan manusia...seorang ahli ibadah malam [Ruhbaanullail]apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saatmata-mata tertidur lelap.

Ayahnya RA telah mengutusnya ke dalam pertempuran-pertempuran yang iaikuti.

Dan ia [Ali] telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yangtidak ia pikulkan kepada kedua saudaranya yang lain; al-Hasan dan al-Husain.Ia pun tidak terkalahkan dan tidak pernah melemah keteguhannya.

Pada suatu ketika pernah dikatakan kepadanya, “Mengapakah ayahmumenjerumuskanmu ke dalam kebinasaan dan membebankanmu apa yang kamutidak mampu memikulnya dalam tempat-tempat yang sempit tanpa keduasaudaramu al-Hasan dan al-Husain”

Ia menjawab, “Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempatikedudukan dua mata ayahku...sedangkan aku menempati kedudukan duatangannya...sehingga ia [Ali] menjaga kedua matanya dengan keduatangannya.”

Dalam perang “Shiffin” yang berkecamuk antara Ali ibn Abi Thalib danMuawiyah ibn Abi Sufyan RA. Adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah membawapanji ayahnya.

Dan di saat roda peperangan berputar menggilas pasukan dari duakelompok, terjadilah sebuah kisah yang ia riwayatkan sendiri. Iamenuturkan, “Sungguh aku telah melihat kami dalam perang “Shiffin”,kami bertemu dengan para sahabat Muawiyah, kami saling membunuh hinggaaku menyangka bahwa tidak akan tersisa seorang pun dari kami dan jugadari mereka. Aku menganggap ini adalah perbuatan keji dan besar.

Tidaklah berselang lama hingga aku mendengar seseorang yang berteriakdi belakangku, “Wahai kaum Muslimin...[takutlah kepada] Allah, [takutlahkepada Allah]...wahai kaum Muslimin...

Siapakah yang akan [melindungi] para wanita dan anak-anak...

Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan...

Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami*...

Wahai kaum Muslimin...takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dansisakan kaum muslimin, wahai ma’syarol muslimin.”

Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk tidak mengangkatpedangku di wajah seorang Muslim.

Kemudian Ali RA mati syahid di tangan pendosa yang dzalim [di tanganAbdurrahman ibn Miljam ]

Kekuasaan pun berpindah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammadibn al-Hanafiyyah membaiatnya untuk selalu taat dan patuh dalamkeadaan suka maupun benci karena keinginannya hanya untuk menyatukansuara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islamdan Muslimin.

Muawiyah RA merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasabenar-benar tentram kepada sahabatnya, hal mana menjadikannyamengundang Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk mengunjunginya.

Maka, ia pun mengunjunginya di Damaskus lebih dari sekali...dan lebihdari satu sebab.

Di antaranya, bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah. Iamengatakan, “Sesungguhnya raja-raja di sini saling berkorespondendengan raja-raja yang lain. Sebagian mereka bersenang-senang denganyang lainnya dengan hal-hal aneh yang mereka miliki...sebagin merekasaling berlomba dengan sebagian yang lain dengan keajaiban-keajaibanyang ada di kerajaan-kerajaan mereka. Maka, apakah kamu mengizinkanaku untuk mengadakan [perlombaan] antara aku dan kamu seperti apa yangterjadi di antara mereka”

Maka, Muawiyah mengiyakannya dan mengizinkannya.

Kaisar Romawi mengirim dua orang pilih-tandingnya. Salah seorangdarinya berbadan tinggi dan besar sekali sehingga seakan-akan iaibarat pohon besar yang menjulang tinggi di hutan atau gedung tingginan kokoh. Adapun orang yang satu lagi adalah seorang yang begitu kuat,keras dan kokoh seakan-akan ia ibarat binatang liar yang buas. Sangkaisar menitipkan surat bersama keduanya, ia berkata dalam suratnya,“Apakah di kerajaanmu ada yang menandingi kedua orang ini, tingginyadan kuatnya.”

Muawiyah lalu berkata kepada ‘Amr ibn al-‘Aash, “Adapun orang yangberbadan tinggi, aku telah menemukan orang yang sepertinya bahkanlebih darinya...ia Qais ibn Sa’d ibn ‘Ubadah. Adapun orang yang kuat,maka aku membutuhkan pendapatmu.”

‘Amr berkata, “Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya sajakeduanya jauh darimu. Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah danAbdullah ibn az-Zubair.”

“Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita,”kata Muawiyyah.

“Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesarankemuliaannya dan ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatanorang dari Romawi ini dengan ditonton manusia,” tanya ‘Amr.

Muawiyah berkata, “Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu dan lebihbanyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya.”

Kemudian Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sa’d dan Muhammad ibnal-Hanafiyyah.

Ketika majelis telah dimulai, Qais ibn Sa’d berdiri dan melepaskansirwal-sirwal-nya [celana yang lebar] lalu melemparkannya kepada al-‘Ilj**dari Romawi dan menyuruhnya untuk memakainya. Ia pun memakainya...maka,sirwalnya menutupi sampai di atas kedua dadanya sehingga orang-orangketawa dibuatnya.

Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya,“Katakan kepada orang Romawi ini...apabila ia mau, ia duduk dan akuberdiri, lalu ia memberikan tangannya kepadaku. Entah aku yang akanmendirikannya atau dia yang mendudukkanku...Dan bila ia mau, dia yangberdiri dan aku yang duduk...”

Orang Romawi tadi memilih duduk.

Maka Muhammad memegang tangannya, dan [menariknya] berdiri...dan orangRomawi tersebut tidak mampu [menariknya] duduk...

Kesombongan pun merayap dalam dada orang Romawi, ia memilih berdiridan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan menariknyadengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknya...danmendudukkannya di tanah.

Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaankalah dan terhina.

Hari-hari berputar lagi...

Muawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah berpindahke rahmatullah...Kepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada AbdulMalik ibn Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin danpenduduk Syam membaiatnya.

Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibnaz-Zubair***.

Setiap dari keduanya mulai menyeru orang yang belum membaiatnya untukmembaiatnya...dan mendakwakan kepada manusia bahwa ia yang palingberhak dengan kekhalifahan daripada sahabatnya. Barisan kaum musliminpun terpecah lagi...

Di sinilah Abdullah ibn az-Zubair meminta kepada Muhammad ibn al-Hanafiyyahuntuk membaiatnya sebagaimana penduduk Hijaz telah membaiatnya.

Hanya saja Ibn al-Hanafiyyah memahami betul bahwa baiat akanmenjadikan hak-hak yang banyak di lehernya bagi orang yang ia baiat.Di antaranya adalah menghunus pedang untuk menolongnya dan memerangiorang-orang yang menyelisihinya. Dan para penyelisihnya hanyalahorang-orang muslim yang telah berijtihad, lalu membaiat orang yangtidak ia bai’at.

Tidaklah orang yang berakal sempurna lupa akan kejadian di hari “Shiffin.”

Tahun yang panjang belum mampu menghapus suara yang menggelegar darikedua pendengarannya, kuat dan penuh kesedihan, dan suara itumemanggil dari belakangnya, “Wahai kaum Muslimin...[takutlah kepada]Allah, [takutlah kepada] Allah...wahai kaum Muslimin...

Siapakah yang akan [melindungi] para wanita dan anak-anak...

Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan... Siapakah yang akanmenjaga serangan Romawi dan ad-Dailami.”..

Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua.

Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn az-Zubair, “Sesungguhnya engkaumengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa dalam perkara ini aku tidakmemiliki tujuan dan tidak pula permintaan...hanyalah aku ini seseorangdari kaum muslimin. Apabila kalimat [suara] mereka berkumpul kepadamuatau kepada Abdul Malik, maka aku akan membaiat orang yang suaramereka berkumpul padanya. Adapun sekarang, aku tidak membaiatmu...jugatidak membaiatnya.”

Mulailah Abdullah mempergaulinya dan berlemah lembut kepadanya dalamsatu kesempatan. Dan dalam kesempatan yang lain ia berpaling darinyadan bersikap keras kepadanya.

Hanya saja, Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidak berselang lama hinggabanyak orang yang bergabung dengannya ketika mereka mengikutipendapatnya. Dan mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepadanya,hingga jumlah mereka sampai tujuh ribu orang dari orang-orang yangmemilih untuk memisahkan diri dari fitnah. Dan mereka enggan untukmenjadikan diri mereka kayu bakar bagi apinya yang menyala.

Setiap kalii pengikut Ibn al-Hanafiyyah bertambah jumlahnya,bertambahlah kemarahan Ibn az-Zubair kepadanya dan ia terusmendesaknya untuk membaiatnya.

Ketika Ibn az-Zubair telah putus asa, ia memerintahkannya danorang-orang yang bersamanya dari Bani Hasyim dan yang lainnya untukmenetap di Syi’b [celah di antara dua bukit] mereka di Mekkah, dan iamenempatkan mata-mata untuk mengawasi mereka.

Kemudian ia berkata kepada mereka, “Demi Allah, sungguh-sungguh kalianharus membaiatku atau benar-benar aku akan membakar kalian dengan api...

Kemudian ia menahan mereka di rumah-rumahnya dan mengumpulkan kayubakar untuk mereka, lalu mengelilingi rumah-rumah dengannya hinggasampai ujung tembok. Sehingga seandainya ada satu kayu bakar menyalaniscaya akan membakar semuanya.

Di saat itulah, sekelompok dari para pengikut Ibn al-Hanafiyyahberdiri kepadanya dan berkata, “Biarkan kami membunuh Ibn az-Zubairdan menenangkan manusia dari [perbuatan]nya.”

Ia berkata, “Apakah kita akan menyalakan api fitnah dengantangan-tangan kita yang karenanya kita telah menyepi [memisahkan diri]...dankita membunuh seorang sahabat Rasulullah SAW dan anak-anak darisahabatnya! Tidak, demi Allah kita tidak akan melakukan sedikitpunapa yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya murka.”

Berita tentang apa yang diderita oleh Muhammad ibn al-Hanafiyah danpara pengikutnya dari kekerasan Abdullah ibn az-Zubair sampai ketelinga Abdul Malik ibn Marwan. Ia melihat kesempatan emas untukmenjadikan mereka condong kepadanya.

Ia lantas mengirim surat bersama seorang utusannya, yang seandainya iamenulisnya untuk salah seorang anaknya tentunya ‘dialek’nya tidak akansehalus itu dan redaksinya tidak selembut itu.

Dan di antara isi suratnya adalah, “Telah sampai berita kepadaku bahwaIbn az-Zubair telah mempersempit gerakmu dan orang-orang yangbersamamu...ia memutus tali persaudaraanmu...dan merendahkan hakmu.Ini negeri Syam terbuka di depanmu, siap menjemputmu dan orang-orangyang bersamamu dengan penuh kelapangan dan keluasan...singgahlah disana dimana engkau mau, niscaya engkau akan menemukan penduduknyamengucapkan selamat kepadamu dan para tetangga yang mencintaimu...danengkau akan mendapatkan kami orang-orang yang memahami hakmu...menghormatikeutamaanmu...dan menyambung tali persaudaraanmu Insya Allah...

Muhammad ibn al-Hanafiyah dan orang-orang yang bersamanya berjalanmenuju negeri Syam...sesampainya di “Ublah”, mereka menetap di sana.

Penduduknya menempatkan mereka di tempat yang paling mulia dan menjamumereka dengan baik sebaga tetangga.

Mereka mencitai Muhammad ibn al-Hanafiyah dan mengagungkannya, karenaapa yang mereka lihat dari kedalaman [ketekunan] ibadahnya dankejujuran zuhudnya.

Ia mulai menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dariyang munkar. Ia mendirikan syi’ar-syi’ar di antara mereka danmengadakan ishlah dalam perselisihan mereka. Ia tidak membiarkanseorang pun dari manusia mendzalimi orang lain.

Di saat berita itu sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan, haltersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian bermusyawarah denganorang-orang terdekatnya. Mereka berkata kepadanya, “Kami tidakberpendapat agar engkau memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu.Sedangkan sirahnya sebagaimana yang engkau ketahui...entah iamembaiatmu...atau ia kembali ke tempatnya semula.”

Maka, Abdul Malik menulis surat untuknya dan berkata, “Sesungguhnyaengkau telah mendatangi negeriku dan engkau singgah di salah satuujungnya. Dan ini peperangan yang terjadi antara diriku dan Abdullahibn az-Zubair. Dan engkau adalah seseorang yang memiliki tempat dannama di antara kaum Muslimin. Dan aku melihat agar engkau tidaktinggal di negeriku kecuali bila engkau membaiatku. Bila engkaumembaiatku, aku akan memberimu seratus kapal yang datang kepadaku dari“al-Qalzom” kemarin, ambillah beserta apa yang ada padanya. Bersamaitu engkau berhak atas satu juta dirham ditambah dengan jumlah yangkamu tentukan sendiri untuk dirimu, anak-anakmu, kerabatmu,budak-budakmu dan orang-orang yang bersamamu. Bila engkau menolaknyamaka pergilah dariku ke tempat yang aku tidak memiliki kekuasaanatasnya.”

Muhammad ibn al-Hanafiyah kemudian menulis balasan, “Dari Muhammad ibnAli, kepada Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu ‘alaika...Sesungguhnyaaku memuji kepada Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembahselain Dia, [aku berterima kasih] kepadamu. Amma ba’du...Barangkaliengkau menjadi ketakutan terhadapku. Dan aku mengira engkau adalahorang yang paham terhadap hakikat sikapku dalam perkara ini. Aku telahsinggah di Mekkah, maka Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untukmembaiatnya, dan tatkala aku menolaknya ia pun berbuat jahat terhadappertentanganku. Kemudian engkau menulis surat kepadaku, memanggilkuuntuk tinggal di negeri Syam, lalu aku singgah di sebuah tempat diujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh dari markaz [pusat]pemerintahanmu. Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang telah engkautuliskan. Dan kami Insya Allah akan meninggalkanmu.”

Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganyameninggalkan negeri Syam, dan setiap kali ia singgah di suatu tempatia pun di usir darinya dan diperintahkan agar pergi darinya.

Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allahberkehendak mengujinya dengan kesusahan lain yang lebih besarpengaruhnya dan lebih berat tekanannya...

Yang demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalanganorang-orang yang hatinya sakit dan yang lainnya dari kalanganorang-orang lalai. Mereka mulai berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAWtelah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak sekalirahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat.Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidakmengetahuinya.”

Orang yang ‘alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yangdiusung oleh ucapan ini dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yangmungkin diseretnya atas Islam dan Muslimin. Ia pun mengumpulkanmanusia dan berdiri mengkhutbahi mereka...ia memuji Allah AWJ danmenyanjungnya dan bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad SAW...kemudianberkata, “Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Baitmempunyai ilmu yang Rasulullah SAW mengkhususkan kami dengannya, dantidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami â€"demiAllah- tidaklah mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada diantara dua lembaran ini, [dan ia menunjuk ke arah mushaf]. Dansesungguhnya barangsiapa yang beranggapan bahwa kami mempunyai sesuatuyang kami baca selain kitab Allah, sungguh ia telah berdusta.”

Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, merekaberkata, “Assalamu’alaika wahai Mahdi.”

Ia menjawab, “Ya, aku adalah Mahdi [yang mendapat petunjuk] kepadakebaikan...dan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allah...akantetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku,maka hendaklah menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata,“Assalamu’alaika ya Muhammad.”

Tidak berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentangtempat yang akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanya...Allahtelah berkehendak agar al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpasAbdullah ibn az-Zubair...dan agar manusia seluruhnya membaiat AbdulMalik ibn Marwan.

Maka, tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada AbdulMalik, ia berkata, “Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin,dari Muhammad ibn Ali. Amma ba’du...Sesungguhnya setelah aku melihatperkara ini kembali kepadamu, dan manusia membaiatmu. Maka, akuseperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz. Akumengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamu’alaika.”

Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya,mereka berkata, “Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan [baca:keluar dari ketaatan] dan membikin perpecahan dalam perkara ini,niscaya ia mampu melakukannya, dan niscaya engkau tidak memiliki jalanatasnya...Maka tulislah kepadanya dengan perjanjian dan keamanan sertaperjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak diusir dan diusik, ia danpara sahabatnya.”

Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya sajaMuhammad ibn al-Hanafiyyah tidak hidup lama setelah itu. Allah telahmemilihnya untuk berada di sisi-Nya dalam keadaan ridla dan diridlai.

Semoga Allah memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah dikuburnya, dan semoga Allah mengindahkan ruhnya di surga...ia termasukorang yang tidak menginginkan kerusakan di bumi tidak pula ketinggiandi antara manusia.

CATATAN KAKI:

* Ad-Dailami adalah masyarakat besar yang berada di utara Qazwain,muslimin memerangi mereka kemudian mereka memeluk Islam

** Al-‘Ilj adalah orang yang kuat dan besar dari orang-orang kafir nonArab

*** Ia adalah putra Asma binti ash-Shiddiq yamg berhasil menaklukkankawasan Afrika

SUMBER BACAAN:

Sebagai tambahan tentang kisah Muhammad Ibn al-Hanafiyyah, lihat:

- Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nu’aim, III: 174

- Tahdziib at-Tahdziib, IX:354

- Shifah ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi [cet. Halab], II: 77-79

- Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sa’d, V:91

- Al-Waafi bi al-Wafayaat [terjemah]: 1583

- Wafayaat al-A’yaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169

- Al-Kamil, III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H

- Syadzarat adz-Dzahab, I:89

- Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89

- Al-Bad’u Wa at-Tarikh, V:75-76

- Al-Ma’arif oleh Ibnu Qutaibah: 123

- Al-‘Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, tahqiq al-‘Urayyan, JuzII,III,V dan VII

Artikel Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah.

Menuju Daulah Islamiyah 3/3

Kumpulan Artikel Islami

Menuju Daulah Islamiyah 3/3 Menuju Daulah Islamiyah 3/3

Kategori Manhaj

Minggu, 22 Februari 2004 07:09:35 WIBMENUJU DAULAH ISLAMIYAHOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniBagian Terakhir dari Tiga Tulisan [3/3]Di dalam sebagian kitab Hanafiyah terdapat pertanyaan: Bolehkan wanita Hanafiyah menikah dengan laki-laki Syafi'iyah Dan jawabnya adalah tidak boleh. Karena Hanifiyah meragukan iman orang-orang Syafi'iyah.Dan kaum Muslimin di negara-negara di belakang dua sungai telah mengamalkan fatwa ini bertahun-tahun, yang penduduknya tidak membolehkan anak-anak wanita mereka menikah dengan laki-laki Syafi'iyah.Begitulah keadaannya sampai datang seorang tokoh ulama Hanifiyah yang bergelar Mufti ats-Tsaqalain, yang menyusun tafsir Abu as-Suud, yang dalam menghadapi masalah tadi berfatwa: tentang bolehnya Hanifiyah menikah dengan orang Syafi'iyah, akan tetapi dengan alasan yang aku sendiri tidak bisa mengomentarinya.[Tafsir] Abu as-Su'ud telah membolehkan pernikahan laki-laki Hanifiyah dengan wanita Syafi'iyah dengan menempatkan kedudukan wanita itu pada kedudukan ahli kitab dengan qiyas perlakuan terhadap wanita Yahudi atau Nashrani.Maka sangat mengherankan, jika ia [Abu as-Su'ud] membolehkan ini, akan tetapi dia tidak membolehkan sebaliknya... dan sungguh ini telah terjadi di negara-negara kaum Muslimin dan terus terjadi sampai hari ini.Aku [Syaikh Al-Albani] mendengarnya sendiri dari seorang laki-laki awam yang bermazhab Hanafiyah yang terpesona kepada seorang kahatib masjid Bani Umayyah di Damaskus Syam, sehingga ia berkata, "Seandainya khatib itu tidak bermazhab Syafi'i, sungguh aku akan menikahkankannya dengan putriku."Aku harapkan janganlah seorang dari orang-orang yang lalai, tergesa-gesa menuduhku telah berbuat jahat dan mengatakan: "Sesungguhnya perselisihan-perselisihan ini telah berakhir dan telah lewat masanya."Maka kepada orang ini dan yang semisalnya, aku sebutkan contoh di atas [yang aku mengetahuinya sendiri] sebagai dalil terus berlansungnya perselisihan-perselisihan tersebut.Ini adalah pada tingkatan bangsa Arab, maka apabila engkau berpindah kepada kaum Muslimin non-Arab, pasti engkau dapatkan perselisihan yang lebih pahit dan lebih keras daripada perselisihan-perselisihan yang mengherankan ini.Kedua.Perselisihan dalam furu' tidak akan berbahaya. Adapun ucapan mereka bahwa perselisihan dalam furu' tidak akan berbahaya, maka aku katakan: "Di dalam perselisihan ushul bahayanya jelas, sebagiannya telah lewat, berdasarkan ini maka sesungguhnya bahaya itu juga pindah pula pada [perselisihan] furu'; dan cukuplah sebagai tanda bahaya bahwa perselisihan ini menyebabkan berpecah-belahnya ummat dan porak-porandanya seperti telah aku jelaskan.Pertanyaannya sekarang adalah: Bagaimana penyelesaiannyaPenyelesaiannya ada pada penutup hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang telah aku kemukakan, yaitu "sampai kalian kembali ke agama kalian." Yang artinya terkandung pada kembali secara benar kepada Islam. Islam dengan pemahaman yang benar yang telah dijalani oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan para shabahat beliau.Untuk membatasi jawaban masalah tersebut, aku ulangi: "Haruslah kita memulai dengan tashfiyah dan tarbiyah, dan sesungguhnya harakah [pergerakan] apa saja yang tidak berdiri di atas fondasi ini sama sekali tidak ada faedahnya."Dan untuk membuktikan kebenaran pendapat kita di dalam manhaj ini, kita kembali kepada Kitab Allah al-Karim, di dalamnya terdapat satu ayat yang menunjukkan bahwa permulaan itu haruslah dilakukan dengan tashfiyah kemudian tarbiyah yang membuktikan kesalahan setiap orang yang tidak setuju dengan kita.Allah berfirman:" Artinya : Jika kalian menolong Allah, niscaya Dia akan menolong kalian." [Muhammad 7]Inilah ayatnya, Dia berfirman: Jika kalian menolong Allah, niscaya Dia akan menolong kalian."Inilah ayat yang dimaksud; dan ahli tafsir telah sepakat bahwa arti menolong Allah adalah "mengamalkan hukum-hukumNya." Dan termasuk pula: "Iman kepada yang ghaib." Yang telah dijadikan oleh Allah sebagai syarat pertama bagi mu'minin."Artinya : Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib dan menegakkan shalat." [Al-Baqarah: 3]Maka bila pertolongan Allah tidak terwujud, kecuali dengan menegakkan hukum-hukumNya, lantas bagaimana mungkin kita memasuki jihad secara amalan Sedangkan kita belum menolong Allah sesuai [makna] yang telahdisepakati ahli tafsir.Bagaimana kita memasuki jihad sedangkan aqidah kita rusak, hancur Bagaimana kita akan berjihad, sedangkan akhlaq rusak Kalau begitu haruslah meluruskan aqidah dan mendidik jiwa sebelum memulai jihad.Dan aku mengetahui bahwa perkara ini tidak akan selamat dari penentangan terhadap manhaj kita: tashfiyah dan tarbiyah.Tentang ini ada orang berkata: "Sesungguhnya melaksanakan tashfiyah dan tarbiyah adalah satu urusan yang membutuhkan waktu panjang bertahun-tahun."Akan tetapi aku katakan, "Hal ini [waktu panjang] tidaklah penting, namun yang penting adalah kita menjalankan apa yang diperintahkan oleh agama kita, oleh Rabb kita yang Maha Agung."Yang penting kita mulai pertama kali dengan mengenal agama kita dan setelah itu tidak peduli apakah jalannya panjang atau pendek.Sesungguhnya aku tujukan ucapanku ini kepada para aktifis da'wah kaum Muslimin, para ulama dan para pembimbing. Aku seru mereka, hendaklah berada di atas ilmu yang sempurna tentang Islam yang shahih dan hendaklah mereka memerangi setiap kelalaian atau pura-pura lupa dan memerangi setiap perselisihan dan pertengkaran."Artinya : Maka janganlah kalian saling bertengkar yang menyebabkan kalian jadi gentar dan hilang kekuatan kalian." [Al-Anfal: 46]Dan setelah kita menyelesaikan pertengkaran dan kelalaian ini dan kita tempatkan kebangkitan, persatuan dan kesepatan pada posisinya, maka kita mengarah untuk mewujudkan kekuatan materi [fisik]:"Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kalian mampu berupa kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang, [yang dengan persiapan itu] kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian." [Al-Anfal : 60]Mewujudkan kekuatan materi adalah perkara yang pasti, karena memang harus membangun industri, pabrik senjata dan lainnya. Akan tetapi sebelum segala sesuatu itu dilakukan, haruslah kembali secara benar kepada agama sebagaimana yang dijalani oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat beliau di dalam aqidah, ibadah, tingkah laku dan seluruh apa yang berkaitan dengan perkara-perkara syari'ah.Dan hampir-hampir engkau tidak akan mendapati seorang pun di kalangan kaum Muslimin yang menjalankan ini, kecuali Salafiyun.Mereka adalah orang-orang yang meletakkan titik di atas huruf-huruf, dan mereka sajalah yang menolong Allah dengan apa yang Dia perintahkan yang berupa tashfiyah dan tarbiyah yang akan mewujudkan manusia Muslim yang benar. Mereka sajalah wujud firqah an-Najiyah [golongan yang selamat] dari neraka dari 73 firqah yang ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ditanya tentangnya, beliau bersabda, "Semuanya di dalam neraka."Oleh karena inilah aku ulangi lagi, "Tidak ada jalan keselamatan, kecuali al-Kitab dan as-Sunnah serta tashfiyah dan tarbiyah di dalam menuju al-Kitab dan as-Sunnah. Dan ini mendorong upaya pemahaman terhadap ilmu hadits dan pemisahan yang shahih dari yang dhaif, supaya kita tidak membangun hukum yang keliru seperti yang dijalani kaum Muslimin pada banyak kesalahan-kesalahan hukum dengan berpegang pada hadits-hadits yang lemah.Di antaranya [sekedar contoh], apa yang terjadi pada sebagian negara-negara Islam tatkala mempraktekkan Undang-Undang Islam -sebagaimana mereka namakan-, akan tetapi tidak berlandaskan sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Maka terjatuhlah ke dalam kesalahan-kesalahan perundang-undangan dan yang berkaitan dengan hukuman.Misalnya, bahwa hukuman seorang Muslim tatkala membunuh kafir dzimmi [yang bernaung di bawah bendera Islam ini] apabila dilakukan secara sengaja adalah balas dibunuh. Dan diyat [tebusan] orang dzimmi yang terbunuh secara keliru adalah sama dengan diyat Muslim. Padahal ini bertentangan dengan apa yang berlaku di zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.Maka bagaimana setelah ini [semua], memungkinkan kita menegakkan daulah padahal kita berada di dalam kesalahan-kesalahan serampangan ini. Ini terjadi pada lapangan ilmu, maka apabila kita berpindah ke masalah pendidikan, kita dapati kesalahan-kesalahan yang mematikan, akhlaq kaum Muslimin di dalam pendidikan hancur binasa. Maka haruslah dijalankan tashfiyah dan tarbiyah dan kembali secara benar kepada Islam.Dan pada kedudukan ini, sangat menakjubkan ucapan salah seorang da'i Islam bukan dari Salafiyun [akan tetapi kawan-kawanya tidak mengamalkan ucapan ini] yang berkata, "Tegakkan daulah Islam di dalam hati kalian, niscaya daulah Islam akan berdiri di bumi kalian."Sesungguhnya kebanyakan da'i Muslimin keliru ketika mereka lalai dari prinsip ini dan ketika mereka berkata, "Sesungguhnya sekarang bukanlah waktunya tashfiyah dan tarbiyah, akan tetapi sekarang hanyalah waktu untuk bersatu."Padahal bagaimana mungkin bersatu, sedangkan perselisihan terjadi dalam ushul dan furu'. Sesungguhnya perselisihan ini adalah kelemahan dan kemunduran yang laten pada kaum Muslimin.Dan obatnya adalah satu, teringkas dari apa yang telah dijelaskan, yaitu kembali dengan benar kepada Islam yang shahih atau mulai mempraktekkan manhaj kita dalam tashfiyah dan tarbiyah, dan mudah-mudahan ini telah cukup.Walhamdulillah Rabbil 'Alamin.[Diterjemahkan secara bebas oleh Muslim Abu Shalihah dari kitab "Hayaatu al-Albani wa Aatsaaruhu wa Tsanaa-u al-'Ulamaa 'Alaihi" oleh Muhammad bin Ibrahim asy-Syaibani, Juz I/377-391 bab "Ath-Thariq Ar-Rasyid Nahwa Binaa-i al-Kiyaani Al-Islamiy". Penerbit: Ad-Daar as-Salafiyah, cet. I, Th. 1407 H/1987 M, As-Sunnah Edisi 08/Th. III/1419-1999]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=271&bagian=0


Artikel Menuju Daulah Islamiyah 3/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menuju Daulah Islamiyah 3/3.

Demokrasi Dan Pemilu 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Demokrasi Dan Pemilu 1/2 Demokrasi Dan Pemilu 1/2

Kategori Demokrasi Dan Politik

Jumat, 2 April 2004 09:15:24 WIBDEMOKRASI DAN PEMILUOlehSyaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniSyaikh Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memujiNya, memohon pertolongan dan berlindung kepadaNya dari keburukan diri kita dan kejelekan amalan kita, siapa yang diberi petunjuk oleh Allah niscaya dia akan tertunjuki, sedang siapa yang disesatkan Allah tiada yang mampu memberi petunjuk kepadanya.Saya bersaksi tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Amma ba’du.Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari para ulama supaya mereka menjelaskan kepada manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka [syari’at ini], Allah berfirman.â€Å"Artinya : Dan [ingatlah], ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab [yaitu] : ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya” [Ali-Imron : 187]Allah melaknat orang yang menyembunyikan ilmunya.â€Å"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan [yang jelas] dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati [pula] oleh semua [mahluk] yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan [kebenaran], maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Baqarah : 159-160]Dan Allah mengancam mereka dengan neraka.â€Å"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit [murah], mereka itu sebenarnya tidak memakan [tidak menelan] ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih” [Al-baqarah : 174]Sebagai pengamalan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Agama itu adalah nasehat, kami bertanya : ‘Bagi siapa wahai Rasulullah ’ Jawab beliau : ‘Bagi Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan mayarakat umum” [Hadit Riwayat Muslim]Dan mencermati beragam musibah yang menimpa umat Islam dan pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh komplotan musuh terutama pemikiran import yang merusak aqidah dan syari’at umat, maka wajib bagi setiap orang yang dikarunia ilmu agama oleh Allah agar memberi penjelasan hukum Allah dalam beberapa masalah berikut.DEMOKRASIMenurut pencetus dan pengusungnya, demokrasi adalah pemerintahan rakyat [dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, -pent]. Rakyat pemegang kekuasaan mutlak. Pemikiran ini bertentangan dengan syari’at Islam dan aqidah Islam. Allah berfirman.â€Å"Artinya : Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” [Al-An’am : 57]â€Å"Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” [Al-Maidah : 44]â€Å"Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah ” [As-Syura : 21]â€Å"Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka [pada hakekatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan” [An-Nisa : 65]â€Å"Artinya : Dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutuNya dalam menetapkan keputusan” [Al-Kahfi : 26]Sebab demokrasi merupakan undang-undang thagut, padahal kita diperintahkan agar mengingkarinya, firmanNya.â€Å"Artinya : [Oleh karena itu] barangsiapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul [tali] yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 256]â€Å"Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat [untuk menyerukan] : ‘Sembahlah Allah [saja] dan jauhi thagut itu” [An-Nahl : 36]â€Å"Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir [musyrik Mekah], bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman” [An-Nisa : 51]DEMOKRASI BERLAWANAN DENGAN ISLAM, TIDAK AKAN MENYATU SELAMANYA.Oleh karena itu hanya ada dua pilihan, beriman kepada Allah dan berhukum dengan hukumNya atau beriman kepada thagut dan berhukum dengan hukumnya. Setiap yang menyelisihi syari’at Allah pasti berasal dari thagut.Adapun orang-orang yang berupaya menggolongkan demokrasi ke dalam sistem syura, pendapatnya tidak bisa diterima, sebab sistem syura itu teruntuk sesuatu hal yang belum ada nash [dalilnya] dan merupakan hak Ahli Halli wal Aqdi [1] yang anggotanya para ulama yang wara’ [bersih dari segala pamrih]. Demokrasi sangat berbeda dengan system syura seperti telah dijelaskan di muka.BERSERIKATMerupakan bagian dari demokrasi, serikat ini ada dua macam :[a] Serikat dalam politik [partai] dan,[b] Serikat dalam pemikiran.Maksud serikat pemikiran adalah manusia berada dalam naungan sistem demokrasi, mereka memiliki kebebasan untuk memeluk keyakinan apa saja sekehendaknya. Mereka bebas untuk keluar dari Islam [murtad], beralih agama menjadi yahudi, nasrani, atheis [anti tuhan], sosialis, atau sekuler. Sejatinya ini adalah kemurtadan yang nyata.Allah berfirman.â€Å"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang [kepada kekafiran] sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah [berbuat dosa] dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka [orang-orang munafik] itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah [orang-orang yahudi] ; ‘Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan’, sedang Allah mengetahui rahasia mereka” [Muhammad : 25]â€Å"Artinya : Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” [Al-Baqarah : 217]Adapun serikat politik [partai politik] maka membuka peluang bagi semua golongan untuk menguasai kaum muslimin dengan cara pemilu tanpa mempedulikan pemikiran dan keyakinan mereka, berarti penyamaan antara muslim dan non muslim.Hal ini jelas-jelas menyelisihi dali-dalil qath’i [absolut] yang melarang kaum muslimin menyerahkan kepemimpinan kepada selain mereka.Allah berfirman.â€Å"Artinya : Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman” [An-Nisa : 141]â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul[Nya], dan ulil amri di antara kamu” [An-Nisa : 59]â€Å"Artinya : Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa [orang kafir] Atau adakah kamu [berbuat demikian] ; bagaimanakah kamu mengambil keputusan [Al-Qolam : 35-36]Karena serikat [bergolong-golongan] itu menyebabkan perpecahan dan perselisihan, lantaran itu mereka pasti mendapat adzab Allah. Allah memfirmankan.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali-Imran : 105]Mereka juga pasti mendapatkan bara’ dari Allah [Allah berlepas diri dari mereka]. FirmanNya.â€Å"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamaNya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka” [Al-An’am : 159]Siapapun yang beranggapan bahwa berserikat ini hanya dalam program saja bukan dalam sistem atau disamakan dengan perbedaan madzhab fikih diantara ulama maka realita yang terpampang di hadapan kita membantahnya. Sebab program setiap partai muncul dari pemikiran dan aqidah mereka. Program sosialisme berangkat dari pemikiran dasar sosialisme, sekularisme berangkat dari dasar-dasar demokrasi, begitu seterusnya.[Dialih bahasakan dari Majalah Al-Ashalah, edisi 2 Jumadil Akhir 1413H, oleh Abu Nuaim Al-Atsari, Disalin ulang dari Majalah Al-Furqon, edisi 7/Th III. Hal.39-43]_________Foote Note.[1] Ahlu Halli wal Aqdi tersusun dari dua kata Al-Hillu dan Al-Aqdu. Al-Hillu berarti penguraian, pelepasan, pembebasan dll. Sedang Al-Aqdu berarti pengikatan, penyimpulan, perjanjian dll. Maksudnya yaitu semacam dewan yang menentukan undang-undang yang mengatur urusan kaum muslimin, perpolitikan, manajemen, pembuatan undang-undang, kehakiman dan semisalnya. Semua hal tersebut suatu saat bisa direvisi lagi dan disusun yang baru [Lihat kitab Ahlu Halli wal Aqdi, Sifatuhum wa Wadha’ifuhum. Dr Abdullah bin Ibrahim At-Thoriqi, Rabithah Alam Islami, -pent]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=577&bagian=0


Artikel Demokrasi Dan Pemilu 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Demokrasi Dan Pemilu 1/2.

SAID IBN AL-MUSAYYIB (Sosok Ulama Langka; TakutFitnah, Lamaran Khalifah Ditolaknya)

Kumpulan Artikel Islami

SAID IBN AL-MUSAYYIB (Sosok Ulama Langka; TakutFitnah, Lamaran Khalifah Ditolaknya) “Said Ibn al-Musayyib sudah berfatwa saat parasahabat masih hidup” [Ahli Sejarah]

Amirul Mukminin Abdul Malik ibn Marwan bertekad untuk menunaikan hajike Baitullah al-Haram dan berziarah ke al-Haram an-Nabawy serta untukmenyampaikan salam kepada Rasulullah SAW.

Ketika bulan Dzul Qa’dah datang, khalifah yang agung tersebutmenyiapkan untanya untuk perjalanan menuju tanah Hijaz dengan ditemanioleh para petinggi kalangan umara Bani Umayyah dan para pejabat terasnegaranya serta beberapa orang putranya.

Rombongan berangkat dari Damaskus menuju Madinah Munawwarah dengantidak terlalu pelan dan tidak pula tergesa-gesa.

Setiap kali singgah di suatu tempat, mereka mendirikan tenda,menggelar permadani dan mengadakan majlis-majlis ilmu dan penyampaiannasehat untuk memperdalam agama mereka dan mengikat hati dan jiwamereka dengan hikmah dan Mau’izhah Hasanah.

Tatkala khalifah sampai di Madinah Munawwarah, beliau mengimami MasjidNabawi dan memberikan penghormatan dengan menyampaikan salam kepadapenghuninya, Nabi Muhammad â€"shalawat yang paling afdlol dan salam yangpaling suci semoga tercurahkan kepadanya- serta berbahagia denganmengerjakan shalat di Raudlah yang suci lagi mulia. Beliau merasakankesejukan hati dan keselamatan jiwa yang belum pernah beliau rasakansebelumnya.

Beliau juga bertekad untuk tinggal dalam waktu yang lama di kota RasulSAW selama ada jalan untuk itu.

Di antara hal yang sangat menarik perhatiannya di Madinah Munawwarahadalah adanya halaqoh-halaqoh ilmu yang memakmurkan masjid nabawi yangmulia.

Di masjid itu para ulama yang langka dari para pembesar tabi’inberkumpul sebagaimana kumpulan [gugusan] bintang-bintang yang bersinardi jantung langit.

Ada halaqoh yang dipimpin ‘Urwah ibn az-Zubair...

Ada halaqah yang dipimpin Said ibn al-Musayyib...

Dan ada halaqah yang dipimpin Abdullah ibn ‘Utbah… [salah seorangkibar tabi’in]

Pada suatu hari, khalifah terbangun dari Qailulah [tidur diwaktu dhuha atau siang hari] di waktu yang beliau tidak terbiasaterbangun padanya. Ia lantas memanggil penjaganya dan berkata, “WahaiMaesaroh.”

“Aku penuhi panggilanmu, wahai Amirul Mukminin” jawab Maesaroh.

Ia berkata, “Pergilah ke masjid Rasul SAW dan undanglah salah seorangulama untukku agar ia memberikan petuahnya kepada kita....”

Maesaroh pergi menuju masjid nabawi yang mulia. Ia menerawangkanpandangannya namun tidak melihat kecuali hanya satu halaqoh ilmu saja,di tengah-tengahnya ada seorang syaikh yang berumur lebih darisembilan puluh tahun. Padanya terpancar wajah ulama, wibawa danketenangan ulama...

Maesaroh berdiri tidak jauh dari halaqoh, kemudian ia menunjuk [memberiisyarat] ke arah syaikh dengan jarinya. Namun, syaikh tidak menolehdan tidak memperdulikannya.

Maesaroh mendekat kepadanya seraya berkata, “Tidakkah kamu melihatbahwa aku menunjuk ke arahmu.”

“Kepadaku!” jawab syaikh.

“Ya” kata Maesaroh.

“[Lalu] apa hajatmu” tanya syaikh.

Maesaroh menjawab, “Amirul Mukminin terbangun dari tidurnya danberkata, “Pergilah ke masjid dan carilah seseorang dari parapenceramahku dan bawalah kepadaku.”

“Aku tidak termasuk penceramahnya,” jawab syaikh

“Akan tetapi ia menginginkan seorang penceramah yang bisamenceramahinya,” kata Maesaroh

Syaikh menjawab, “Sesungguhnya orang yang menginginkan sesuatu maka iaakan mendatanginya...dan sesungguhnya halaqoh masjid ini masih lapang[luas] bila ia menginginkannya. Ceramah itu hendaklah didatangi, bukanmendatangi....”

Penjaga tersebut kembali dan berkata kepada khalifah, “Aku tidakmenemukan seseorang di masjid kecuali hanya seorang syaikh yang akutunjuk ke arahnya namun ia tidak mau bangkit. Lalu aku mendekatkepadanya dan aku katakan, sesungguhnya Amirul Mukminin telahterbangun pada waktu ini dan berkata kepadaku, “Carilah, apakah kamumelihat seseorang dari para penceramahku di masjid dan undanglah untukmenemuiku...”, lalu dengan tenang ia menjawab, “Sesungguhnya aku tidaktermasuk penceramahnya dan sesungguhnya halaqoh masjid ini masihlapang bila ia menginginkan ceramah.”

Abdul Malik ibn Marwan mendesah panjang beberapa saat dengan perasaansedih dan sakit. Ia lalu bangkit berdiri menuju ke dalam rumahnyaseraya berkata “Ia adalah Said ibn al-Musayyib...alangkah bagusnyaseandainya kamu tadi tidak mendatanginya dan tidak mengajaknya bicara...”

Ketika Abdul Malik telah menjauh dari majlis itu dan berada di dalam,putra Abdul Malik yang termuda [sang adik] menoleh ke arah saudaratuanya [sang kakak] dan berkata, “Siapa orang ini yang telah beranimembangkang terhadap Amirul Mukminin dan tidak mau berdiri dihadapannya serta tidak mau menghadiri majlisnya...[padahal] duniatelah tunduk kepadanya dan raja-raja Romawi tunduk karena wibawanya.”

Kakaknya berkata, “Ia adalah orang yang putrinya telah dipinang AmirulMukminin untuk saudaramu al-Walid, akan tetapi ia enggan untukmenikahkannya dengannya.”

Sang adik berkata, “Ia tidak mau menikahkah putrinya dengan al-Walidibn Abdul Malik! Apakah ia akan menemukan suami untuknya yang lebihmulia dari putra mahkota Amirul Mukminin! Yang akan menggantikannyasebagai khalifah muslimin.”

Kakaknya diam dan tidak menjawab sepatah katapun...

Adiknya berkata lagi, “Apabila ia telah bakhil terhadap putrinya untukdinikahkan dengan putra mahkota Amirul Mukminin, apakah ia [akan]menemukan orang yang setara dan cocok dengannya Ataukah iamenghalangi putrinya menikah seperti yang dilakukan oleh sebagianorang dan membiarkan putrinya terus-menerus tinggal di rumah.”

Kakaknya menimpali, “Sungguh aku tidak mengetahui sedikitpun tentangkisahnya, dan kisah dia bersama putrinya....”

Maka, salah seorang anggota majlis dari penduduk Madinah menolehkepada keduanya seraya berkata, “Apabila Amir mengizinkan, [maka]aku akan ceritakan kepadanya seluruh kisahnya. Ia [gadis tersebut]telah menikah dengan seorang pemuda dari kampung kami yang biasadipanggil “Abu Wada’ah”, ia adalah tetangga samping rumah kami. Adacerita menarik tentang pernikahannya dengan gadis tersebut yang iaceritakan sendiri kepadaku.”

“Ceritakanlah” kata kedua bersaudara tersebut kepadanya.

Orang tadi berkata, “Abu Wada’ah bercerita kepadaku, ia menuturkan,“Aku â€"sebagaimana yang kamu tahu- selalu berada di masjid RasulullahSAW untuk menuntut ilmu. Aku senantiasa berada di halaqoh Said ibn al-Musayyib,dan aku ikut berdesak-desakan bersama manusia...[Kemudian] dalambeberapa hari aku menghilang dari halaqoh syaikh sehingga iamencari-cariku dan menyangka aku sakit atau ada sesuatu yang menimpaku...Iabertanya tentang aku kepada orang-orang di sekelilingnya, namun tidakada berita yang ia dapatkan dari mereka. Tatkala aku kembali kepadanyasetelah beberapa hari, ia menyalamiku dan mengucapkan selamat datang.Ia bertanya, “Dimanakah kamu wahai Abu Wada’ah”

“Istriku meninggal, sehingga aku sibuk dengan urusannya” jawabku.

“Mengapa kamu tidak memberitakannya kepada kami wahai Abu Wada’ah,sehingga kami bisa menolongmu dan menghadiri jenazahnya bersamamuserta membantumu atas apa yang telah menimpamu” kata syaikh.

“Jazakallahu khairan” jawabku...Aku berkehendak untuk bangkit,namun ia menahanku untuk tetap tinggal sehingga seluruh orang yang adadi majlis pergi. Kemudian ia berkata kepadaku, “Tidakkah kamu berpikiruntuk mencari istri baru wahai Abu Wada’ah”

“Yarhamukallah [semoga Allah merahmatimu], siapakah yang akan [mau]menikahkan anak gadisnya denganku, sedangkan aku adalah pemuda yangtumbuh yatim dan hidup fakir, dan aku tidak memiliki kecuali hanya duaatau tiga dirham saja,” jawabku

“Aku, aku akan menikahkan kamu dengan putriku,” kata syaikh

Lidahku menjadi kelu, dan aku berkata, “Anda!...Apakah Anda akanmenikahkan aku dengan putri Anda setelah mengetahui perkaraku!”

“Ya...dan kami apabila ada orang yang datang kepada kami yang kamiridlai agama dan akhlaknya maka kami nikahkan ia, sedangkan kamu disisi kami adalah orang yang diridlai agama dan akhlaknya,” jawabnya

Ia kemudian menoleh kepada orang yang [duduk] dekat dari kami danmemanggil mereka. Setelah mereka menghampirinya dan berada di sisinya,ia memuji dan menyanjung Allah AWJ dan bershalawat kepada NabiMuhammad SAW. Kemudian ia mengakadkan aku dengan putrinya danmenjadikan dua dirham sebagai maharnya...

Aku berdiri, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan saking gemetardan bahagianya.

Kemudian aku menuju rumahku. Ketika itu aku sedang berpuasa sehinggaaku lupa akan puasaku. Aku mulai berkata, “Celaka kamu wahai AbuWada’ah, apakah yang telah kamu perbuat dengan dirimu!...Dari siapakamu akan berhutang!...Dari siapa kamu akan meminta harta!...”

Aku terus menerus dalam keadaan seperti itu hingga adzan Maghribberkumandang.

Aku lalu melaksanakan shalat fardlu, dan duduk untuk menyantap makananberbuka yang ketika itu adalah roti dan minyak [zaet]. Belum selesaiaku menyantap satu atau dua suap tiba-tiba aku mendengar pintu diketuk.Aku bertanya, “Siapa yang datang”

“Said,” jawabnya

Demi Allah seluruh orang yang bernama Said yang aku kenal telahterlintas dalam benakku kecuali Said ibn al-Musayyib [yang tidakterlintas dalam benakku]. Hal ini, karena semenjak empat puluh tahunlamanya ia tidak terlihat kecuali hanya antara rumahnya dan masjid.

Aku membuka pintu, dan ternyata Said ibn al-Musayyib telah berdiri dihadapanku. Aku mengira ia telah merubah keputusannya dalam perkarapernikahanku dengan putrinya.

Aku berkata kepadanya, “Wahai Abu Muhammad [Said]!...Mengapa andatidak mengutus seseorang kepadaku, sehingga aku mendatangi anda.”

“Bahkan, engkaulah yang lebih berhak untuk aku datangi hari ini,”jawabnya

“Silahkan masuk,” kataku

“Tidak, aku hanyalah datang untuk suatu keperluan,” katanya

Aku bertanya, “Apa itu, semoga Allah merahmati anda.”

Ia berkata, “Sesungguhnya putriku telah menjadi istrimu dengan syariatAllah sejak siang, dan aku tahu tidak ada seorang pun bersamamu yangmenemani kesepianmu. Sehingga aku tidak suka kalau kamu tinggal malamini di suatu tempat dan istrimu di tempat lain. Maka, aku datangmengantarkannya kepadamu.”

“Celakalah aku, Anda datang mengantarkannya kepadaku,” kataku

“Ya...” katanya.

Aku memandangnya, dan ternyata ia [putrinya] telah berdiri tegap.

Ia [Said] menoleh kepadanya seraya berkata, “Masuklah ke rumah suamimuwahai purtiku dengan memohon nama Allah dan berkah-Nya.”

Ketika akan melangkah, ia tersandung pakaiannya karena malu sehinggaia hampir jatuh ke tanah.

Adapun aku, aku berdiri di hadapannya, bingung dan tidak tahu apa yangakan aku katakan. Kemudian aku bersegera menuju tempayan yang terdapatroti dan zaet padanya, aku menyingkirkannya dari cahaya lentera agaria tidak melihatnya.

Aku lalu naik ke loteng dan memanggil para tetanggaku. Merekamenghampiriku seraya berkata, “Ada apa denganmu”

“Said ibn al-Musayyib telah menikahkanku dengan putrinya hari ini dimasjid. Sekarang ia telah datang mengantarkannya kepadaku tanpasepengetahuanku. Maka, kemarilah hiburlah dan temanilah kesendiriannyahingga aku memanggil ibuku karena rumahnya jauh,” kataku

Seorang wanita tua di antara mereka berkata, “Celaka kamu, apakah kamusadar atas apa yang kamu katakan! Apakah Said ibn al-Musayyib [benar-benar]telah menikahkan kamu dengan putrinya, dan mengantarkannya sendiriuntukmu ke rumah! Padahal dialah yang enggan menikahkannya dengan al-Walidibn Abdul Malik!!”

“Ya...sekarang dia ada di sisiku, di rumahku. Segeralah temui dia danlihatlah,” kataku

Para tetangga bersegara menuju ke rumah dan mereka hampir-hampir tidakmempercayaiku. Mereka mengucapkan selamat datang kepadanya danmenemani kesepiannya.

Tidak begitu lama sehingga datanglah ibuku. Tatkala ia melihat istriku,ia menoleh kepadaku dan berkata, “Haram bagiku melihat wajahmu apabilakamu tidak meninggalkannya bersamaku sehingga aku meriasnya, lalu akumenyandingkannya kepadamu sebagaimana disandingkannya wanita-wanitamulia.”

“Terserah ibulah.” kataku.

Ia [ibuku] menemaninya selama tiga hari, kemudian menyandingkannyakepadaku. Dan ternyata ia adalah wanita Madinah tercantik, manusiayang paling hafal terhadap kitab Allah AWJ, paling banyak meriwayatkanhadits Rasul SAW, dan wanita yang paling paham terhadap hak-hak suami.

Aku tinggal bersamanya beberapa hari. Ayahnya atau salah seorang darikeluarganya tidak mengunjungiku. Kemudian aku mendatangi halaqohsyaikh di masjid. Aku mengucapkan salam kepadanya. Ia menjawab salamkunamun tidak mengajakku bicara. Ketika orang-orang yang hadir di majlistelah pergi, dan tinggal aku, ia berkata, “Bagaimana keadaan istrimuwahai Abu Wada’ah.”

“Ia dalam keadaan yang dicintai oleh teman dan dibenci oleh musuh”jawabku.

“Alhamdulillah,” katanya

Ketika aku pulang ke rumah, aku mendapatkan syaikh telah mengirimkepada kami harta yang cukup untuk kami jadikan penopang kehidupankami.

Setelah selesai berkisah, putra Abdul Malik berkata, “Sungguh anehperkara orang ini [yaitu Said]...”

Seorang penduduk Madinah yang menceritakan kisah tersebut berkatakepadanya “Apa yang aneh darinya wahai Amir Sesungguhnya iaadalah orang yang telah menjadikan dunianya sebagai bahtera untukmenuju akhirat dan membeli akhirat yang kekal untuk dirinya dankeluarganya dengan dunia yang fana. Demi Allah, ia bukanlah orang yangenggan untuk menikahkan putrinya dengan putra Abdul Malik. Aku tidakmelihatnya tidak setara dengan putrinya, hanya saja ia takut fitnahdunia atas diri putrinya. Sungguh beberapa sahabatnya telah bertanyakepadanya, “Apakah kamu menolak pinangan Amirul Mukminin danmenikahkan putrimu dengan orang biasa dari kaum muslimin!”

Ia manjawab, “Sesungguhnya putriku ini adalah amanah di pundakku danaku berusaha mencari untuk kebaikan urusannya pada apa yang telah akuperbuat.”

“Bagaimanakah itu!” Tanya seseorang kepadanya.

Ia menjawab, “Apa anggapan kalian terhadapnya bila ia pindah ke istanaBani Umayyah dan bergelimang di antara baju-baju mewah dan perabotanmegah. Pembantu, pengawal serta para budak berdiri di depannya,sebelah kanan dan kirinya...kemudian ia mendapatkan dirinya setelahitu telah menjadi istri khalifah Bagaimana jadinya agamanya ketikaitu.”

Maka seseorang dari penduduk Syam berkata, “Nampaknya sahabat kalianini [Said] adalah model manusia langka.”

Dan seorang penduduk kota yang lain berkata, “Demi Allah, engkau tidaksalah ...”

Ia adalah orang yang selalu berpuasa di siang hari...

Bangun di malam hari...

Menunaikan haji sekitar empat puluh kali...

Dan sejak empat puluh tahun ia tidak pernah terlambat dari takbirpertama di masjid Rasul SAW...

Dan tidak pernah diketahui darinya bahwa ia melihat kepada tengkukseseorang di dalam shalat sejak itu selamanya, karena ia selalumenjaga untuk berada di shaf pertama. Adalah ia dalam kelapanganrizkinya bisa menikah dengan siapa saja yang ia kehendaki dari wanitaQuraisy, namun ia lebih memilih putri Abu Hurairah RA dari seluruhpara wanita. Yang demikian itu karena kedudukannya dari Rasulullah SAWdan keluasan riwayatnya terhadap hadits serta raghbah-nya [keinginannya]yang begitu besar dalam mengambil hadits darinya. Ia telahmempersembahkan dirinya untuk ilmu semenjak kecil.

Ia masuk [belajar] kepada istri-istri Nabi SAW dan mengambil manfaatdari mereka...

Ia berguru kepada Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Abbas dan Abdullah ibnUmar.

Ia juga mendengar dari Utsman, Ali dan Shuhaib serta sahabat Nabimulia SAW yang lainnya.

Akhlak dan kepribadiannya meniru mereka. Ia memiliki kalimat yangselalu ia ulang-ulang hingga tersebar, seakan-akan itu adalahsyi’arnya, yaitu perkataanya,

“Tidak ada yang seperti perbuatan ta’at kepada Allah di dalam dapatmemuliakan jiwa hamba dan tidak ada yang seperti perbuatan maksiatkepada-Nya di dalam menghinakan jiwanya.”

[Sumber: Buku Shuwarun Min Hayaati at-Taabi’iin karya Dr AbdurrahmanRa`fat al-Basya]

CATATAN:

Sebagai bahan bacaan tambahan, silahkan merujuk:

· ath-Thabaqat al-Kubra karya Ibn Sa’ad 5/119

· Tarikh al-Bukhari

· al-Ma’arif, h. 437

· Hilyatul Auliyaa, 2/161

· Tahdziibul Asmaa wal Lughaat, bagian pertama, juz pertama: 219

· Wifyatul A’yaan karya Ibnu Khalqaan, 2/375

· Tadzkiratul Huffaadz, 1/51

· al-‘Ibar, 1/110

· an-Nujumuz Zaahirah, 1/228

· Syadzarat adz-Dzahab, 1/102

Artikel SAID IBN AL-MUSAYYIB (Sosok Ulama Langka; TakutFitnah, Lamaran Khalifah Ditolaknya) diambil dari http://www.asofwah.or.id
SAID IBN AL-MUSAYYIB (Sosok Ulama Langka; TakutFitnah, Lamaran Khalifah Ditolaknya).

Tanya Jawab Syaikh Al-Albani Dengan Partai FIS Aljazair Mengenai Parlemen Dan Pemilu 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Tanya Jawab Syaikh Al-Albani Dengan Partai FIS Aljazair Mengenai Parlemen Dan Pemilu 2/2 Tanya Jawab Syaikh Al-Albani Dengan Partai FIS Aljazair Mengenai Parlemen Dan Pemilu 2/2

Kategori Demokrasi Dan Politik

Selasa, 23 Maret 2004 22:09:29 WIBNASH FAKS SYAIKH AL-ALBANI KEPADA PARTAI FIS ALJAZAIRPenulisSyaikh Abdul Malik Ramadlan Al-JazairyBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]Pertanyaan ketiga: Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu?

>> Jawaban : Boleh saja, tapi harus memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar'i, tidak bercampur baur dengan kaum lelaki, itu yang pertama.Kedua, memilih calon yang paling mendekati manhaj ilmu yang benar, menurut prinsip menghindarkan kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih ringan, seperti yang telah diuraikan di atas.Pertanyaan keempat: Bagaimana hukum syar'i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya?

>> Jawaban : Pertanyaan ini maksudnya masih belum jelas dan saya sendiri belum mengerti. Sebab seorang anggota parlemen muslim haruslah seorang yang memahami hukum-hukum syar'i dengan beragam corak dan jenisnya. Jika dalam sidang parlemen dibahas satu permasalahan, tentunya ia harus membahasnya menurut perspektif syariat. Jika sesuai dengan syariat ia harus mendukungnya. Jika tidak, ia harus menolaknya, misalnya rasa kepercayaan terhadap pemerintahan, bersumpah untuk membela undang-undang dan sejenisnya.Adapun anggota-anggota parlemen yang ditanyakan di atas, barangkali maksud Anda adalah bagaimana sikap anggota parlemen yang berasal dari partai Islam terhadap anggota parlemen lainnya. Kalau itu yang kalian maksud, tentu saja setiap muslim baik yang memilih maupun yang terpilih sebagai anggota parlemen harus bersama pihak yang benar, sebagaimana difirmankan oleh Allah:â€Å"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. â€Å"[At Taubah : 119]Adapun jawaban pertanyaan kelima dan keenam sebenarnya sudah dapat dipahami dari jawaban jawaban sebelumnya. Tidak mengapa saya tambahkan di sini, janganlah kalian -wahai anggota partai FIS- terlalu berambisi meraih kursi kekuasaan sementara rakyat belum siap menerima hukum Islam. Untuk itu, hendaklah kalian memulai usaha membuka pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah guna mendidik rakyat dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama dengan metode yang benar. Di samping itu, hendaklah membina mereka untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh sehingga mereka tidak terjebak dalam perselisihan-perselisihan fundamental yang berakibat munculnya praktek hizbiyah dan perpecahan sebagaimana realita yang kita lihat di Afghanistan. Oleh sebab itulah Allah memperingatkan dalam Al-Qur'an:â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. [Ar-Ruum : 31-32]Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:"Artinya : Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci dan jangan saling mendengki. Jadilah kamu sekalian bersaudara seperti yang Allah perintahkan kepadamu." [Hadits Riwayat Muslim]Hendaklah kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan. Sebab ketenangan itu berasal dari Ar-Rahman sedang sikap tergesa-gesa itu berasal dari setan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.[Hadits Shahih Riwayat Abu Ya’laa dan Al-Baihaqi, silakan lihat dalam Silsilah Hadits Shahih no. 1795]Oleh sebab itu pepatah mengatakan: "Siapa saja terburu-buru melakukan sesuatu sebelum tiba waktunya, dia pasti gagal! Barangsiapa mau mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain niscaya ia akan mendapat pelajaran berharga.Sesungguhnya sebelum kalian, sejumlah aktifis Islam di beberapa negara Islam telah mencoba mendirikan negara Islam melalui jalur parlemen. Namun usaha mereka tidak membuahkan hasil sedikitpun! Karena mereka tidak melaksanakan kata-kata hikmah berikut ini:"Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah airmu!"Kata-kata hikmah ini sejalan dengan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam."Artinya : Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan kamu!" [Hadits Riwayat Muslim]Hanya kepada Allah semata saya memohon petunjuk dan bimbingan-Nya, mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kami, memberikan petunjuk kepada kami untuk bisa mengamalkan syariat- Nya, mengikuti sunnah Nabi-Nya dan meniti manhaj salafus shalih. Sebab, kebaikan itu hanya dapat terwujud dengan mengikuti jejak mereka dan keburukan itu akan muncul karena perbuatan bid'ah. Semoga Allah membebaskan kami dari segala kesulitan dan kesedihan yang menimpa kami serta menolong kami dalam menghadapi musuh-musuh kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permohonan hamba-Nya.Amman Yordania,Rabu pagi, 19 Jumadil Akhir 1412 HDitulis oleh:Muhammad Nashiruddin Al-Albani Abu Abdurrahman[1]___________________________________________[1] Silakan lihat Majalah Al-Ashalah edisi keempat halaman 15-22.Sejumlah oknum hizbiyun memanfaatkan fatwa Syaikh Al-Albani tersehut. Mereka mengklaim Syaikh membolehkan masuk parlemen dan mengikuti pemilu. Padahal fatwa Syaikh yang saya nukil ini merupakan bukti yang sangat jelas yang menyangkal klaim tersebut. Akan tetapi, karena kekhawatiran kami mereka akan memperdaya masyarakat awam dengan memanipulasi fatwa tersebut, maka kami jelaskan:"Syaikh Al-Albani berpendapat haram hukumnya masuk parlemen berikut pemilu berdasarkan dua argumentasi berikut:Pertama. Perbuatan itu termasuk bid'ah! Sebab, wasilah dakwah seperti ini adalah tauqifiyah [hanya boleh ditetapkan dengan wahyu]. Untuk penjelasan lebih lengkap silakan baca kitab: "Al-Hujaj Al-Qawiyyah 'Alaa anna Wasaa-ilud Dakwah Tauqifiyah" karangan Abdussalam bin Barjas. Hal itu tidaklah bertentangan dengan penjelasan beliau bahwa perangkat-perangkatnya -bukan wasilahnya- ditetapkan dengan kaidah umum maslahat mursalah. Svaikh Al-Albani sering membawakan perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha' Shirathul Mustaqim [halaman 278]: "Semua perkara yang terdapat faktor pendorong untuk melakukannya pada zaman Rasulullah… sekalipun perkara itu dianggap maslahat, namun tidak dilakukan, dapatlah diketahui bahwa perkara itu sebenarnya bukan maslahat… kita semua tahu bahwa perkara ini adalah kesesatan meski kita belum mengetahui adanya larangan khusus atau kita telah mengetahui bahwa perkara itu membawa mafsadat!"Saya telah menukil pernyataan Syaikh Al-Albani bahwa membentuk partai-partai untuk ikut serta dalam kancah politik bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sewaktu di Makkah beliau diminta untuk turut serta dalam pemerintahan Qureisy namun beliau menolak. Sebab, beliau mendasari perjuangan beliau dengan pembinaan aqidah dan akhlak, sebagaimana hal ini dimaklumi dalam sejarah. Masalah ini berkaitan dengan adanya dorongan untuk melakukannya namun tidak dilakukan. Dalam masalah ini ada tiga larangan. Pernyataan Syaikh setelah itu memperingatkan kita terhadap hal tersebut. Berkaitan dengan kerusakan yang terjadi, beliau telah memberi catatan penting sebagai jawabannya, wallahu waliyyul taufiq.Kedua: Perbuatan itu termasuk menyerupai orang kafir. Tidak ada yang menyangkal bahwa sistem pemilu ini berasal dari mereka!Kedua perkara di atas merupakan bukti bahwa Syaikh Al-Albani tidak mengharamkannya karena masa tertentu atau karena keadaan tertentu yang mungkin saja terhapus dengan maslahat pada masa atau keadaan tertentu pula. Sekali-kali tidak! Bahkan beliau mengharamkan praktek pemilu itu sendiri! Jangan sekali-kali terkicuh dengan dispensasi yang beliau berikan untuk mengikuti pemilu bagi kaum muslimin, termasuk di dalamnya kaum wanita, karena beliau menyatakan seperti itu ketika para aktifis partai itu tetap bandel Dan tidak punya keinginan lain kecuali masuk parlemen. Berhubung mereka tetap bertahan dalam parlemen -meskipun ahli ilmu telah mengeluarkan fatwa- maka menurut beliau kaum muslimin yang lain tidak punya pilihan kecuali memilih partai yang paling Islami. Untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih kecil. Akan tetapi Syaikh Al-Albani melarang bergabung bersama mereka dalam partai politik dan system…. Satu pernyataan beliau kepada partai FIS dan lainnya yang telah berulang kali direkam adalah:"Jika kalian tetap bersikeras dan tetap berkeinginan menjadi tumbal, maka bagi kaum muslimin yang lain hendaklah memilih partai-partai yang lebih Islami. Bukan karena mereka Akan membawa kebaikan, namun untuk.menekan kejahatan mereka." Itulah pendapat Syaikh, hendaknya dipahami besar-benar!Catatan:Anehnya, Abdurrahman Abdul Khaliq memenggal perkataan Syaikh Al-Albani tersebuit saat menukilnya dalam kitabnya berjudul: 'Masyruu'iyyatud Dukhuul Ilaa Majaalis Tasyri'iyyah' hal 73. Kemudian mengklaim bahwa beliau melarangnya karena hal itu menyelisihi perkara yang lebih utama! Begitulah katanya -semoga Allah memberinya hidayah-. Padahal tentunya dia tahu dan orang lain juga tahu bahwa Syaikh sangat keras menyanggahnya [Abdurrahman Abdul Khaliq] dalam masalah ini khususnya. Ketika Syaikh Al- Albani mengundangnya ke rumah beliau untuk berdialog tentang masalah ini. Namun ia tidak memenuhi undangan. Syaikh berkata kepadanya: Saya pesankan kepada Anda hai Abdurrahman agar tidak menjadi orang jahil.Sengaja saya cantumkan penukilan berikut ini agar para pembaca tidak salah paham:"Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nuur no: [1/352] seseorang bertanya kepada Syaikh Al-Albani:Penanya : Wahai Syaikh, kami dengar Anda membolehkan masuk parlemen dengan beberapa syarat.Syaikh Al Albani : Tidak, saya tidak membolehkannya! Kalaupun syarat itu terpenuhi hanyalah bersifat teoritis belaka tidak mungkin diwujudkan. Apakah Anda ingat syarat-syarat tersebutPenannya : Syarat pertama, ia harus dapat menjaga keselamatan dirinya."Syaikh Al-Alabni : Mungkinkah ituPenanya : Saya belum mencobanya!Syaikh Al-Albani : Insya Allah Anda tidak akan mencobanya! Syarat-syarat tersebut tidak mungkin dipenuhi. Banyak kita saksikan orang-orang yang memiliki prinsip hidup yang lurus, kelihatan dari penampilannya, cara berpakaian Islami...memelihara jenggot...namun ketika menjadi anggota parlemen penampilan mereka langsung berubah! Tentu saja mereka mengemukakan alasan dan mencari-cari pembenaran, kata mereka untuk menyesuaikan diri....Banyak kita lihat orang-orang yang menjadi anggota parlemen dengan mengenakan pakaian tradisional arab yang Islami. Selang beberapa hari kemudian mereka merubah pakaian dan penampilan. Apakah ini bukti kebaikan ataukah kerusakanPenannya : Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik.Syaikh Al-Albani : Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik..."Dalam Silsilah itu juga nomor 353 side A, Syaikh berkata: "Menurut saya tidak perlu ditegakkan jihad, bahkan saya peringatkan agar tidak menegakkannya sekarang ini. Karena sarana-sarana fisik maupun non fisik, lahir maupun batin tidak mendukung kaum muslimin untuk menegakkan jihad di bumi manapun…!"Beliau berkata: "Kami melarang kaum muslimin dari ikatan-ikatan hizbiyah dengan mengatasnamakan Islam! sekelompok orang mendirikan partai Islam ini ....yang lain membentuk partai Islam ini....Itulah salah satu bentuk hizbiyah!Padahal semuanya berjuang untuk Islam dan untuk kebaikan Islam. Hanva Allah yang tahu apa sebenarnya yang terselip dalam hati mereka itu! Oleh sebab itu menurut kami setiap negara Islam jangan memberi angin munculnya fenomena seperti ini, meskipun mengatasnamakan Islam. Cara-cara seperti itu bukan termasuk kebiasaan kaum muslimin! Namun merupakan kebiasaan kaum kafir: Itulah sebabnya Allah berfirman:Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [Ar-Ruum: 31-32][Disalin dari buku Madariku An-Nazhar Fi As-Siyasah, Baina Ath-Thabbiqaat Asy-Syar’iyah Wa Al-Ihfiaalat Al-Hamaasiyyah, Penulis Syaikh Abdul Malik Ramadlan Al-Jazziri, edisi Indonesia Bolehkah Berpolitik , hal 40-50]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=527&bagian=0


Artikel Tanya Jawab Syaikh Al-Albani Dengan Partai FIS Aljazair Mengenai Parlemen Dan Pemilu 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tanya Jawab Syaikh Al-Albani Dengan Partai FIS Aljazair Mengenai Parlemen Dan Pemilu 2/2.