Rabu, 21 Mei 2008

Wanita Mendatangi Dokter Laki-Laki Dengan Alasan Membutuhkan Pengobatan

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Mendatangi Dokter Laki-Laki Dengan Alasan Membutuhkan Pengobatan Wanita Mendatangi Dokter Laki-Laki Dengan Alasan Membutuhkan Pengobatan

Kategori Al-Masaa'il

Minggu, 15 Februari 2004 06:40:39 WIBWANITA MENDATANGI DOKTER LAKI-LAKI DENGAN ALASAN MEMBUTUHKAN PENGOBATANOlehSyaikh Shalih bin Fauzan Al-FauzanPertanyaanSyaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : "Tentang hukum seorang wanita yang mendatangi dokter laki-laki dengan alasan ia membutuhkan pengobatan".Jawaban.Sebagian kaum wanita dan wali-walinya meremehkan [hukum] mendatangi dokter laki-laki dengan alasan ia membutuhkan pengobatan. Ini adalah bahaya besar yang tidak bisa dibenarkan dan didiamkan saja. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah dalam kitab Majmu' Fatawa [10/13] berkata :"Dalam kondisi apapun, berdua-duan dengan wanita selain mahram diharamkan secara syara' meskipun untuk dokter laki-laki yang mengobatinya berdasarkan hadits:"Artinya : Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, karena setan menjadi orang ketiga".Maka harus hadir orang lain bersamanya, baik ia suaminya atau salah satu mahramnya yang laki-laki, apabila tidak ada seorangpun kerabat dekatnya yang wanita yang bisa menemaninya. Jika tidak ditemukan salah seorang yang telah disebut di atas, sedangkan sakitnya sangat berbahaya yang tidak bisa ditunda-tunda, maka paling tidak harus dengan kehadiran seorang perawat wanita agar terhindar dari hukum berduaan yang terlarang.[At-Tanbihat, Syaikh Al-Fauzan, hal.65][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimiah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 193-195, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=206&bagian=0


Artikel Wanita Mendatangi Dokter Laki-Laki Dengan Alasan Membutuhkan Pengobatan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Mendatangi Dokter Laki-Laki Dengan Alasan Membutuhkan Pengobatan.

Berpegang Teguh Kepada As-Sunnah

Kumpulan Artikel Islami

Berpegang Teguh Kepada As-Sunnah Dari al-'Irbadh bin Sâriah radhiallahu 'anhu,dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telahmemberikan wejangan kepada kami yang membuat hati ciut dan air mataberlinang, maka kami lantas berkata: sepertinya ini wejangan seorangyang berpamitan/meninggalkan [kami selamanya], lantas [aku berkata]wasiatilah kami !, beliau bersabda : Aku wasiatkan kepada kalian agarbertakwa kepada Allah dan bersikap mendengar dan ta'at [loyal]meskipun orang yang memerintahkan [menjadi Amir/penguasa] adalahseorang budak. Sesungguhnya siapa-siapa yang nanti hidup setelahkumaka dia akan melihat terjadinya perbedaan/perselisihan yang banyak;oleh karena itu, berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah al-KhulafaurRasyidin yang mendapat petunjuk [al-Mahdiyyin], gigitlah dia/sunnahkutersebut dengan gigi geraham, dan tinggalkanlah oleh kalianurusan-urusan baru [mengada-ada dalam urusan agama] karenasesungguhnya setiap bid'ah itu adalah sesat . [H.R. Abu Daud dan at-Turmuzi,dia berkata : hadits ini hadits hasan shahih].

Catatan : Demikian naskah asli dari kitab Jami'ul 'Ulum walhikam karya Syaikh Ibnu Rajab al-Hanbali [II/109] yang menyatakanbahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Turmuzi, dansetelah diteliti kembali ternyata matan yang ada dikedua sumber yangdisebutkan oleh beliau [sunan Abu Daud dan at-Turmuzi] tidak persisseperti naskah/matan diatas ; barangkali naskah hadits tersebutdiriwayatkan secara makna oleh Mushannif, Syaikh Ibnu Rajab al-Hanbali.Oleh karena itu, disini kami lampirkan juga naskah sebagaimanaterdapat dalam kedua sunan tersebut : Takhrij hadits secara globalHadits tersebut ditakhrij oleh Imam Ahmad, Abu Daud, at-Turmuzi, IbnuMajah, Ibnu 'Ashim, ad-Darimi, ath-Thahawi, al-Baghawi, al-Baihaqi danlain-lain.

Makna hadits secara global

Dalam hadits tersebut, Rasulullah memberikan wasiat yang merupakanwasiat perpisahan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan parashahabatnya, karenanya para shahabat tidak membuang-buang kesempatantersebut untuk meminta washiat beliau maka beliau pun berwasiat agarmereka bertakwa kepada Allah dan loyal terhadap pemimpin meskipun yangmemimpin itu adalah seorang budak.

Disamping itu beliau juga mengingatkan agar mereka berpegang teguhkepada sunnahnya dan sunnah para khulafaur Rasyidin dan menyampaikanbahwa nanti akan terjadi perselisihan yang amat banyak antar merekasetelah beliau wafat ; oleh karenanya, beliau melukiskan sikap merekaterhadap sunnah beliau dan sunnah para khulafaur Rasyidun itu haruslahseperti orang yang sedang menggigit dengan gerahamnya . Beliau jugatidak lupa mengingatkan mereka agar meninggalkan bid'ah dalam urusanagama karena semua bid'ah itu adalah sesat .

Penjelasan tambahan

Terdapat tambahan dalam matan hadits tersebut dari riwayat-riwayatyang lain namun oleh para ulama menolak adanya tambahan tersebut danmenganggapnya sebagai idraj [sisipan] dari perawi yang dalam ilmuhadits disebut hadits Mudraj. Penjelasan hadits kali ini akan dibuatperpenggalan matan hadits diatas : Kalimat [Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa sallam telah memberikan wejangan kepada kami]; Terdapat tambahandalam riwayat Ahmad, Abu Daud dan at-Turmuzi dengan kata : yangmenambah pengertian hadits yang kita bahas diatas yaitu bahwa wejangansekaligus washiat tersebut sangat ringkas/simple, menyentuh sekali danpenuh dengan nuansa balaghah sehingga enak didengar. Dan dalam riwayattersebut juga dijelaskan bahwa washiat/wejangan tersebut beliausampaikan setelah shalat shubuh sebab beliau Shallallahu 'alaihi wasallam banyak sekali menyampaikan wejangan selain dalamkhuthbah-khuthbah yang rutin seperti khuthbah 'id dan jum'at. Hal inijuga sama seperti perintah Allah dalam AlQuran : ..Dan berilah merekapelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataaan yang berbekas padajiwa mereka . [Q.,s. 4/an-Nisa' : 63]. Namun, suatu hal yang perludicermati bahwa beliau tidak mau melakukan hal itu secara kontinyusehingga tidak membuat mereka bosan.

Memberikan suatu wejangan diperlukan kecakapan dalam mengungkapkannyayaitu retorika dalam berpidato [balaghah] sehingga materi yangdisampaikan enak didengar dan dapat diterima oleh hati pendengarnya.Diantara ciri khuthbah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalahringkas/simple, tidak panjang namun sangat bernuansa balaghah [berbekasdihati/menyentuh] dan îjaz [ringkas dan padat]. Ada beberapa haditsyang menunjukkan hal itu, diantaranya : hadits yang diriwayatkan olehImam Muslim dari Jabir bin Samurah, dia berkata : Aku shalat bersamaNabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka aku [dapati] shalatnya begituringkas dan khuthbahnya juga demikian. Begitu juga hadits yangdiriwayatkan oleh Abu Daud, yang lafaznya : bahwa RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam tidak memanjangkan mau'izhah/wejangan/khuthbahpada hari Jum'at namun hanya berupa kata-kata yang amat simple .Kalimat [yang membuat hati ciut dan air mata berlinang]; terdapatbeberapa penjelasan : bahwa demikianlah kondisi para shahabat dalammendengarkan khuthbah/washiat terakhir beliau tersebut.

Kedua sifat/kondisi yang disebutkan dalam hadits tersebut, jugamerupakan dua sifat/kondisi yang disifatkan oleh Allah kepada kaumMukminin manakala mereka mendengar zikrullah, sebagaimana dalam firmanAllah : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yangapabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka… . [Q.,s. 8/al-Anfal: 2]. Begitu juga hal yang sama dalam ayat yang lain seperti Q.S.al-Hajj : 34-35; al-Hadid : 16; az-Zumar : 23. Dalam ayat yang lainAllah berfirman : Dan apabila mereka mendengarkan apa yangditurunkan kepada Rasul [Muhammmad], kamu lihat mata merekamencucurkan air mata disebabkan kebenaran [AlQuran] yang telah merekaketahui [dari kitab-kitab mereka sendiri]… . [Q.,s. 5/al-Maidah : 83].

Dalam kaitan ini, kita melihat bahwa betapa khuthbah RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam tersebut sangat membekas danmenyentakkan, dan ini juga mengingatkan kita kepada hadits-hadits yangmenyifati bagaimana kondisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallamsaat berkhuthbah, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh ImamMuslim dari Jabir, dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bila berkhuthbah dan mengingatkan tentang hari Kiamat, makaemosinya meluap-luap, suaranya kencang meninggi, sedangkan matanyamemerah seakan-akan beliau tengah memberikan komandonya kepada pasukankaum Muslimin, lantas beliau bersabda : [semacam ucapan seorangkomandan kepada prajuritnya yang akan berperang].

Diantara indikasi lain bahwa khuthbah tersebut sangat lain daripadabiasanya dan terasa sekali akan dekatnya perpisahan para shahabatdengan beliau adalah ketika beliau naik ke mimbar dan menyinggungmasalah hari Kiamat dan hal-hal yang maha penting lainnya, beliaumengucapkan suatu ucapan yang belum pernah dilakukannya sebelum itu,sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, ImamMuslim dan lain-lain dari Anas bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ketika keluar saat matahari tergelincir dan kemudian shalatZhuhur dan salam, beliau naik ke mimbar dan menyinggung tentang hariKiamat, dan hal-hal yang maha penting, lalu beliau bersabda : Barangsiapayang ingin bertanya tentang sesuatu maka tanyakanlah hal itu, demiAllah! Tiadalah sesuatu yang kalian tanyakan kepadaku melainkan akanaku beritahukan kepadanya saat ini juga [di tempat ini juga] . Anasberkata : para hadirin malah tambah menangis tersedu-sedu sedangkanRasulullah malah memperbanyak bersabda : tanyakanlah kepadaku ! , lalukemudian berdirilah seorang laki-laki dan bertanya : dimana tempat [masuk]ku [nanti] wahai Rasulullah , beliau menjawab : di neraka .

Demikianlah, dalam hadits-hadits yang lain berkenaan dengan hal itu,beliau banyak mengingatkan tentang hari Kiamat dan siksaan nerakadimana hal itu juga mengungkapkan betapa khuthbah beliau tersebutmembuat pendengarnya akan berlinang air mata dan hati merekatersayat-sayat karena takut akan azab akhirat. Kalimat [sepertinya iniwejangan seorang yang berpamitan/meninggalkan [kami selamanya] ;menunjukkan bahwa beliau memang sangat berlebihan dan lain darikhuthbah beliau pada hari-hari sebelumnya karenanya para shahabatmemahami bahwa hal itu adalah mau'izhah/washiat/wejangan seorang yangakan berpisah dengan mereka dan meninggalkan mereka selama-lamanyasebab orang yang akan berpamitan dan berpisah tentu akan sangatmendetail dan mendalam dalam ucapan dan tindakannya melebihi dari apayang akan dilakukan oleh orang yang tidak dalam keadaan demikian dankarena itu pula beliau pernah memerintahkan agar dalam melakukanshalat hendaknya dilakukan seperti shalatnya orang yang akan pamitansebab orang yang membuat suatu nuansa perasaan yang amat menyentuh/menghayatishalatnya seakan dia akan berpamitan dan meninggalkan tempat itu,tentu akan melakukannya sesempurna mungkin.

Barangkali juga, dalam wejangannya tersebut, terdapat semacam sindiranbahwa beliau berpamitan dan akan meninggalkan mereka untuk selamanya,sebagaimana hal itu sangat terasa dalam khuthbah beliau pada haji wada',dalam riwayat Imam Muslim dari hadits Jabir; beliau Shallallahu 'alaihiwa sallam bersabda : ..Aku tidak tahu, barangkali aku tidak akanbertemu lagi dengan kalian setelah tahun [keberadaanku ditengah-tengah kalian] ini . Dan beliau lantas kemudian berpamitandengan para jemaah ketika itu, maka para shahabat serta mertamenyeletuk : inilah haji wada'/haji perpisahan!. Sebab, ternyatatatkala beliau kembali dari hajinya menuju Madinah, beliaumengumpulkan khalayak di suatu tempat mata air antara Mekkah danMadinah yang bernama khumm dan disitu beliau berkhuthbah lagidihadapan mereka, dan bersabda : Wahai sekalian manusia!,sesungguhnya aku adalah manusia biasa yang sebentar lagi akan datangkepadaku utusan Tuhanku lantas aku tentu akan menyambut/memenuhi [panggilan]nya .Kemudian beliau mengajak agar senantiasa berpegang teguh kepadaKitabullah dan berwashiat agar memperhatikan dan menghormati AhlulBait beliau. Dan banyak lagi hadits-hadits yang lain yangmengindikasikan perpisahan beliau dengan para shahabatnya, dankhuthbah yang diriwayatkan oleh al-'Irbadh bin Sâriah dalam haditsyang kita bahas diatas adalah sebagian dari khuthbah-khuthbah beliauyang berisi tentang hal itu, atau mirip dengan itu yangmengindikasikan perpisahan.

Ucapan para shahabat dalam hadits diatas [washiatilah kami]; maksudnyaadalah mereka menginginkan washiat yang komplit dan valid, sebabmanakala mereka tahu bahwa hal itu adalah wejangan perpisahan makamereka minta diwashiatkan dengan washiat yang bermanfaat bagi merekakelak untuk selalu dipegang setelah beliau wafat . Dengan begitu,washiat tersebut cukup sebagai pedoman hidup dan kebahagiaan di duniadan akhirat. Sabda beliau [ Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwakepada Allah dan bersikap mendengar dan ta'at [loyal]];

Dalam hal ini, dua kata inilah yang merupakan kunci kebahagiaan duniadan akhirat ; Ketaqwaan merupakan jaminan kebahagiaan Akhirat bagiorang yang berpegang teguh kepadanya. Ketaqwaan juga merupakan wahsiatAllah kepada orang-orang terdahulu dan dating kemudian, sebagaimanafirman Allah Ta'ala : …Dan sungguh Kami talah memerintahkan kepadaorang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan [juga] kepada kamu:bertakwalah kepada Allah… . [Q.,s. 4/an-Nisa' : 231].

Sedangkan as-sam'u waththâ'ah [loyalitas] kepada para penguasa/pemimpinkaum Muslimin, merupakan kunci kebahagiaan dunia, sebab dengan itupula kehidupan manusia akan teratur dan dapat membantu dalammenyemarakkan ajaran agama serta perbuatan-perbuatan ta'at terhadapRabb mereka. Dalam hal ini, al-Hasan al-Bashri berkata [berkaitandengan para umara']: Mereka memimpin urusan kita dalam lima hal :pertama,[shalat] Jum'at. Kedua, [shalat] jama'ah. Ketiga, [shalat] 'Id.Keempat, dalam berjihad. Kelima, dalam menegakkan hukum hudud. DemiAllah! Tidak akan beres urusan dunia ini kecuali oleh mereka meskipunmereka berbuat zhalim. Demi Allah!

Sungguh adanya kemaslahatan yang Allah anugerahkan bersama merekalebih banyak ketimbang perbuatan merusak yang mereka lakukan. Meskipun,demi Allah!, mena'ati mereka [dalam hal ini] adalah sesuatu yangmembuat murka [dibenci oleh jiwa] sedangkan memusuhi/menyelisihimereka dapat membawa kepada kekufuran . Dalam banyak hadits,Rasulullah senantiasa mengingatkan urgensi dari kedua hal tersebut [ketaqwaandan loyalitas], diantaranya ; hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmaddan at-Turmuzi dari Abu Umamah, dia berkata : aku mendengar RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam berkhuthbah pada haji wada', beliaubersabda : Bertaqwalah kepada Allah, shalatlah lima waktu,berpuasalah pada bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat harta sertata'atlah kepada orang yang memimpin kalian, niscaya kalian akan masuksurga . Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : [meskipun yangmemerintahkan [menjadi Amir/penguasa] adalah seorang budak] ; dalamriwayat yang lain terdapat tambahan [seorang hamba dari Habasyah/Ethiopia].

Penyebutan semacam ini, menurut Mushannif [Ibnu Rajab al-Hanbali]terdapat dalam banyak riwayat dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamdan hal ini merupakan sesuatu yang diinformasikan oleh beliau kepadaumatnya terhadap apa yang akan terjadi setelah beliau wafat nanti danakan adanya kekuasaan kaum budak terhadap mereka. Diantaranya adalahhadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas radhiallahu 'anhudari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda : Dengarkanlahdan ta'atlah kalian [loyal] meskipun kalian akan dipimpin oleh seorangbudak dari Habasyah/Ethiopia yang diatas kepalanya seakan terdapatanggur kering/kismis . Sinkronisasi dua versi hadits yang seakanbertentangan

Terdapat dua versi hadits, berkaitan dengan hal diatas yang nampaknyasaling bertentangan [ta'arudh] yaitu hadits seperti diatas/yang kitabahas dengan hadits-hadits yang menyatakan bahwa kepemimpinan/imamahharus berada di tangan orang Quraisy. Diantara hadits yang menyatakanhal itu ; hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari, danlain-lain . Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : orang-orang[kaum Muslimin] adalah pengikut suku Quraisy . Dalam hadits yang lain: para pemimpin/imam [harus berasal] dari suku Quraisy . Dalammenyinkronkan pertentangan dua versi tersebut, Mushannif mengatakanbahwa bisa saja kekuasaan para budak tersebut masih dibawah kendaliseorang pemimpin/imam dari suku Quraisy. Sebagai buktinya adalahhadits yang dikeluarkan oleh al-Hakim dari 'Ali radhiallahu 'anhu dariNabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda : para pemimpin/imam[harus berasal] dari suku Quraisy; orang-orang baik dari mereka adalahumara' bagi orang-orang baik dari mereka pula, sedangkan orang-orangfajir dari mereka juga menjadi umara' bagi orang-orang fajir darimereka, masing-masing memiliki hak, oleh karenanya berikanlah setiapempunya hak akan haknya, dan jika aku jadikan sebagai Amir/pemimpinkalian dari kalangan suku Quraisy [yang kedudukannya sebagai] budak,dari Habasyah/Ethiopia serta [fisiknya] cacat [pada ujung-ujunganggota badannya], maka hendaklah kalian dengarkan dia dan mena'atinya .[Mushannif menegaskan bahwa sanadnya adalah jayyid akan tetapidiriwayatkan dari 'Ali secara mauquf].

Ada juga pendapat yang mengatakan [dalam menyinkronkan kedua versitersebut] bahwa adanya penyebutan hamba dari Habasyah/Ethiopiahanyalah sebagai perumpamaan meskipun dalam kaitannya dengan nashtersebut ungkapan semacam ini tidak dapat dibenarkan secara kaidah;yaitu [bahwa hal itu sebagai perumpamaan saja] sebagaimana sabda Nabi: …Orang yang membangun masjid meskipun seperti galian burung Qathah[sejenis burung] . [Hadits yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban]. Sabdabeliau Shallallahu 'alaihi wa sallam: [Sesungguhnya siapa-siapa yangnanti hidup setelahku maka dia akan melihat terjadinya perbedaan/perselisihanyang banyak; oleh karena itu, berpeganglah kalian kepada sunnahku dansunnah al-Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk [al-Mahdiyyin],gigitlah dia/sunnahku tersebut dengan gigi taring [kinayah ; agarberpegang teguh dan tidak melepaskannya]]

Hadits ini merupakan informasi dari beliau tentang apa yang akanterjadi terhadap umatnya nanti setelah beliau wafat, yaitu terjadinyabanyak perselisihan dalam masalah-masalah agama yang prinsipil [ushuluddin]dan yang tidak prinsipil [furu'], begitu juga perkataan-perkataan,perbuatan-perbuatan serta keyakinan-keyakinan/aliran-aliran. Dan apayang beliau informasikan tersebut sangat sinkron dengan hadits-haditsyang mengingatkan akan adanya perpecahan umat ini menjadi tujuh puluh-analiran dimana semuanya masuk neraka kecuali satu yaitu orang-orangyang berjalan diatas manhaj Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam danpara shahabatnya.

Begitu juga, hal ini sinkron dengan hadits-hadits yang mengajakberpegang teguh kepada manhaj yang telah digariskan oleh Rasulullahdan para shahabatnya, terutama al-Khulafaur Rasyidun yaitu dalamkeyakinan-keyakinan, perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan.

Inilah yang dimaksud dengan as-Sunnah secara sempurna, oleh karena itupara Salaf hanya menyebut kata as-Sunnah terhadap hal yang mengandungsemua makna tersebut. Pendapat ini diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri,al-Auza'i dan al-Fudhail bin 'Iyadh. Sehubungan dengan itu, banyakdiantara ulama-ulama al-Muta-akhkhirin [yang hidup kemudian] hanyamengkhususkan sebutan as-Sunnah kepada hal yang berkaitan denganmasalah-masalah keyakinan [I'tiqâdât] karena ia merupakan pokok agamasedangkan penentangnya tentu akan mengalami bahaya yang amat besaryaitu kesengsaraan di dunia dan akhirat. Adapun penyebutan hal ini [tentangkeharusan berpegang teguh kepada Sunnah Rasul dan al-KhulafaurRasyidun] setelah perintah loyal [as-sam'u waththâ'ah] kepada parapemimpin/umara' mengisyaratkan bahwa tiada keta'atan terhadap merekakecuali selama mereka mengajak berbuat ta'at kepada Allah, sebagaimanadalam hadits yang shahih dikatakan dalam sabda beliau : Sesungguhnyaketa'atan hanya berlaku dalam berbuat ta'at . Dan banyak sekalihadits-hadits lain yang memerintahkan demikian.

Dalam kaitannya dengan penggalan hadits diatas, juga dibahas masalahkenapa diperintahkan agar loyal terhadap al-Khulafaur Rasyidun,mengingat banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan keutamaanmereka. Disamping itu, Mushannif juga menyinggung pengertian ar-Rasyid,serta dikategorikannya khalifah Umar bin 'Abdul 'Aziz sebagai khalifahar-Rasyid kelima. Masalah Ijma' para Khalifah yang Empat sebagaihujjah Masalah ini sebenarnya secara luas dibahas dalam ushul fiqh,namun Mushannif juga menyinggung hal ini. Diantaranya; apakah ijma'mereka dapat dipakai sebagai hujjah meskipun ada diantara shahabatyang lain menyalahi/menentang mereka ..

Maka dalam hal ini, terdapat dua riwayat dari Imam Ahmad. Begitu jugamasalah ; bila sebagian dari mereka berempat mengemukakan pendapatsedangkan yang lainnya tidak menyalahi/menentang mereka tetapi justrushahabat lain yang menentangnya ; manakah yang didahulukan, pendapatsebagian mereka tersebut atau shahabat selain mereka..

Dalam hal ini juga terdapat dua pendapat ulama; sedangkan Imam Ahmadmenyatakan secara tertulis bahwa dia lebih mendahulukan pendapatsebagian dari shahabat yang empat daripada pendapat shahabat selainmereka. Begitu juga, mayoritas Salaf berpendapat demikian, terutamapendapat Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhu berdasarkanhadits-hadits yang menyebut keutamaan Umar dan ketajaman pendapatnyayang telah terbukti di kemudian hari. Sabda beliau Shallallahu 'alaihiwa sallam : [yang mendapat petunjuk]; maksudnya adalah bahwa Allahmenunjuki mereka kepada kebenaran dan tidak menyesatkan mereka.

Manusia diklasifikasikan kepada tiga : pertama, Râsyid. Kedua, Ghâwin.Ketiga, Dhâllun. Ar- Râsyid artinya orang yang mengetahui kebenarandan mengikutinya. Al-Ghâwi artinya orang yang mengetahuinya tetapitidak mengikutinya. Sedangkan adh-Dhâllu artinya orang yang tidakmengetahuinya sama sekali. Jadi, setiap Râsyid sudah pasti Muhtadun [orangyang mendapat hidayah] sementara setiap Muhtadun [orang yang mendapathidayah] secara sempurna maka dia sudah pasti Râsyid sebab hidayahhanya akan sempurna bilamana mengetahui kebenaran dan mengamalkannya.Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : [gigitlah dia/sunnahkutersebut dengan gigi geraham]. Ungkapan tersebut merupakan kinayahyang maksudnya agar berpegang teguh dan tidak melepaskannya].

Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : [..dan tinggalkanlah olehkalian urusan-urusan baru [mengada-ada dalam urusan agama] karenasesungguhnya setiap bid'ah itu adalah sesat] Disini, umat diingatkanakan bahaya bid'ah dan diperintahkan agar tidak mengikuti hal-hal yangberbau bid'ah, dengan mempertegasnya bahwa setiap bid'ah itu adalahsesat .

Yang dimaksud dengan bid'ah adalah sesuatu yang diada-adakan [diperbaharui]yang tidak memiliki asal/akar yang mendukungnya dalam syari'at.Sedangkan sesuatu yang memiliki asal/akar yang mendukungnya dalamsyara' maka hal itu bukanlah bid'ah, meskipun bisa disebut bid'ahsecara lughah/bahasa. Banyak sekali hadits-hadits yang melarang kitamelakukan bid'ah dan mengecamnya serta mengancamnya.

Diantaranya, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Jabirdari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : sesungguhnya sebaik-baikhadits/ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalahpetunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sejelek-jelekperkara adalah sesuatu yang diada-adakan, dan setiap sesuatu yangdiada-adakan [dalam agama] maka hal itu adalah sesat . Sabda beliauShallallahu 'alaihi wa sallam : [setiap bid'ah adalah sesat]; ungkapanringkas/simple ini termasuk dalam kategori jawami'ul kalim [Himpunansabda yang amat ringkas/simple namun padat], ungkapan seperti inihampir mirip dengan sabda beliau yang lain, yaitu yang berbunyi : barangsiapayang mengada-ada dalam urusan kami ini sesuatu yang bukan darinya makahal itu adalah ditolak . Setiap sesuatu yang diada-adakan danmengatasnamakan agama sedangkan tidak ada dasar/asalnya dalam syara'yang mendukung dan bisa dirujuk kepadanya maka hal itu adalah sesatdan agama berlepas diri darinya, baik sesuatu itu berkaitan denganmasalah keyakinan/'aqidah, perbuatan maupun perkataan secara lahiratau bathin.

Masalah klasifikasi bid'ah Dalam hal ini muncul beberapa ungkapan dariSalaf yang mengindikasikan istihsan [memandang baik] sebagian bid'ah,sehingga terciptalah suatu asumsi bahwa bida'ah itu terbagi dua. Makasemata-mata maksud mereka adalah bid'ah lughawiyyah [secara bahasa]bukan secara agama/syar'i. Diantara dalil yang sering dipakai olehorang-orang yang berpendapat demikian adalah perkataan Umar : jika halini [perbuatan ini] adalah bid'ah, maka ia lah sebaik-baik bid'ah .Ucapan ini berkaitan dengan tindakannya mengumpulkan orang-orangdengan seorang imam saja di masjid untuk mengimami shalat dalam bulanRamadhan. Namun sebenarnya apa yang dikatakan oleh Umar tersebutadalah bid'ah secara bahasa, dan ketika itu beliau seperti disebutkanoleh suatu riwayat, ditegur oleh Ubai bin Ka'ab, dia berkata kepadanya: sesungguhnya apa yang engkau lakukan ini belum pernah ada. Umarmenjawab : aku tahu itu, tetapi hal ini adalah baik.

Dalam hal ini, Mushannif mengatakan; maksud Umar tersebut adalah bahwaperbuatan ini belum pernah dilakukan seperti ini sebelumnya tetapiakar/asalnya ada dalam syari'at yang dapat dirujuk yaitu bahwa NabiShallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan sekali agarorang-orang shalat malam di bulan Ramadhan sehingga orang-orang punmelakukannya di masjid baik secara jama'ah, berpencar-pencar, atau punsendiri-sendiri.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat bersama parashahabatnya di bulan Ramadhan dan hal itu dilakukan bukan satu malamsaja, kemudian beliau menghentikannya dengan alasan takut menjadisuatu kewajiban bagi mereka nantinya sedangkan mereka tentu tidak akanmampu melakukannya, namun setelah beliau wafat [Umar] melihat hal itubila dilakukan tidak akan menjadi kewajiban lagi alias alasannya sudahtidak ada sebab Rasulullah telah wafat. Rasulullah juga, sepertibanyak riwayat melakukan hal itu terutama di malam sepuluh terakhirbulan Ramadhan. Banyak hal yang dilakukan oleh para shahabat yangsebelumnya tidak ada pada zaman Rasul namun hal itu semua memilikiakar/asal yang bisa dirujuk dan mendukungnya dalam syari'at, sepertiazan kedua pada hari Jum'at yang dibuat oleh 'Utsman dengan alasanorang-orang saat itu memerlukan hal itu dan hal itu juga disetujuioleh 'Ali . Begitu juga, dengan masalah kodifikasi mushhaf yang semulatidak mau dilakukan oleh Zaid bin Tsabit, dan banyak lagi yang lain.

Sebagaimana dikutip oleh al-Hafizh Abu Na'im, bahwa Harmalah bin Yahyamendengar Syafi'i berkata : Bid'ah terbagi dua; bid'ah mahmudah [yangdipuji] dan bid'ah mazmumah [yang dicela]; maka apa yang sesuai dengansunnah maka ia termasuk yang dipuji sedangkan yang bertentangan dengansunnah maka ia termasuk yang dicela. Dan beliau berhujjah denganucapan Umar : sebaik-baik bid'ah, adalah ini [perbuatan ini] . Maksuddari ucapan Imam asy-Syafi'i tersebut adalah sebagaimana apa yangdisinggung sebelumnya yaitu bahwa bid'ah mazmumah adalah sesuatu yangtidak memiliki akar/asal dari syari'at yang bisa dirujuk danmendukungnya. Dan bid'ah inilah yang dimaksud ketika hal itu terdapatdalam terminologi Syari'ah. Sedangkan bid'ah mahmudah adalah sesuatuyang bersesuaian dengan sunnah, artinya sesuatu yang memiliki akar/asaldari sunnah yang dapat dijadikan rujukan.

Inilah pada dasarnya apa yang dinamakan dengan bid'ah secara bahasabukan secara syara' karena bersesuaian dengan sunnah. Sehubungandengan itu, ada riwayat lain dari ucapan Syafi'i yang mendukunginterpretasi ini yaitu ucapan beliau : dan sesuatu yang diada-adakan[muhdatsat] terbagi kepada dua : yang diada-adakan tetapi menyalahikitabullah, sunnah, atsar atau ijma' dan ini dinamakan [bid'ah] yangsesat, dan yang diada-adakan tetapi ia adalah baik dan tidak ada yangbertentangan dengan perbuatan semacam ini, maka inilah yang dinamakansebagai [bid'ah] yang tidak dicela itu . Dan memang kemudian, sejarahmembuktikan bahwa apa yang disinyalir oleh Rasulullah akan terjadimemang terjadi, diantaranya adalah munculnya Ahlur Ra'yi,al-Mutakallimun, Khawarij, Rawafidh, Murjiah, Ahli Tasawuf danlain-lain. Demikian pula, terdapat hal-hal yang para ulama tidakberselisih pendapat mengenai apakah ia termasuk bid'ah hasanah hinggaharus dirujuk kembali kepada as-Sunnah atau tidak , diantaranyaadalah masalah penulisan hadits dimana Umar dan sebagian shahabatmelarang hal itu, sementara yang lainnya memberikan keringanan denganberargumentasi kepada hadits-hadits.

Pada masa ini dimana keilmuan orang sangat jauh dari ilmu para Salaf,maka sudah semestinya dilakukan suatu pengecekan dan kaidah khususterhadap hal-hal yang memang berasal dari mereka hingga dapatdibedakan antara ilmu yang berkembang pada masa mereka dengan masasesudah mereka. Mari kita renungi ucapan Ibnu Mas'ud yang diucapkannyaketika pada masa al-Khulafaur Rasyidun : Sesungguhnya kalian hari inimasih hidup dalam kondisi yang sesuai dengan fithrah, sungguh kaliannanti akan mengada-ada [melakukan suatu hal yang baru dalam urusanagama] dan akan dibuat pula [oleh orang lain] buat kalian hal semacamitu ; jika kalian melihat sesuatu yang diada-adakan tersebut[muhdatsah], maka hendaklah kalian berpegang teguh kepada petunjukyang pertama [Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat].Intisari Hadits

Diantara ciri wejangan/khuthbah Rasulullah adalah ringkas/simple danpadat yang dinamakan dengan jawami'il kalim . Rasulullah telahmengingatkan umatnya akan adanya perselisihan pendapat diantaramereka, oleh karena itu beliau memerintahkan mereka agar berpegangteguh kepada sunnahnya dan sunnah al-Khulafaur Rasyidun setelahnya.

Umat Islam diperintahkan agar loyal terhadap pemimpinnya, meskipunharus dipimpin oleh seorang budak. Rasulullah melarang kita melakukansuatu perbuatan dalam urusan agama yang tidak pernah beliau ataupunpara shahabatnya melakukannya dan bahwa hal itu adalah mengada-adadalam agama atau disebut dengan bid'ah. Semua bid'ah adalah sesat, danapa yang disebut dengan bid'ah terbagi-bagi adalah tidak benar dankalaupun ada maka yang dimaksud adalah bid'ah secara bahasa. Wallâhua'lam.

[Disarikan dari kitab Jami'ul 'Ulum wal hikam, karya Syaikh IbnuRajab al-Hanbali, II/ 109-133, hadits ke-28]. [Rabu, 13/6/2001=21/3/1422]

Artikel Berpegang Teguh Kepada As-Sunnah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berpegang Teguh Kepada As-Sunnah.

Hukum Orang Yang Menganggap Manhaj Ahlus Sunnah Tidak Layak Diterapkan Sekarang Ini

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Orang Yang Menganggap Manhaj Ahlus Sunnah Tidak Layak Diterapkan Sekarang Ini Hukum Orang Yang Menganggap Manhaj Ahlus Sunnah Tidak Layak Diterapkan Sekarang Ini

Kategori Siyasi Wal Fikri

Selasa, 7 Desember 2004 07:28:21 WIBHUKUM ORANG YANG MENGANGGAP MANHAJ AHLUS SUNNAH TIDAK LAYAK DITERAPKAN SEKARANG INIOlehFadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

>> Pertanyaan :Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Sebagian orang menyangka bahwa pedoman Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak layak diterapkan pada masa sekarang ini. Mereka beralasan bahwa kaidah-kaidah yang ditetapkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mungkin di lakukan hari ini Jawaban.Yang menganggap pedoman Salafus Shalih tidak layak diterapkan pada zaman sekarang adalah orang yang sesat lagi menyesatkan. Bukanlah pedoman Salafus Shalih yang telah diperintahkan Allah supaya diikuti hingga akhir zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Sesungguhnya siapa saja yang hidup sepeninggalku ia pasti melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin setelahku. Peganglah ia erat-erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu [sungguh-sungguhlah]"Inilah merupakan pernyataan yang ditujukan kepada segenap umat hingga hari Kemudian kelak. Dan sekaligus menunjukkan bahwa kaum muslimin wajib menempuh pedoman Salafush Shalih. Dan penegasan bahwa pedoman Salafush Shalih layak diterapkan kapan dan dimana saja. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama [masuk Islam] di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah" [At-Taubah : 100]Termasuk didalamnya segenap umat hingga hari Kiamat nanti. Kaum muslimin wajib mengikuti pedoman generasi awal umat ini dari kalangan Muhajarin dan Anshar. Imam Malik pernah berkata, "Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang menjadikan baik generasi awalnya".Siapa saja yang berusaha memisahkan umat ini dari generasi awalnya, memisahkan mereka dari generasi Salafush Shalih berarti menghendaki keburukan terhadap kaum Muslimin. Sebenarnya ia menginginkan perubahan Dienul Islam dan mengada-adakan bid'ah dan penyimpangan. Usahanya itu wajib ditolak dan dipatahkan argumentasinya serta memperingatkan umat dari bahayanya. Sebab kaum muslimin wajib mengikuti pedoman Salafush Shalih dan berjalan di atasnya. Sebagaimana disebutkan dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Siapa saja yang berusaha memutus hubungan antara generasi akhir umat ini dan generasi awalnya maka usaha dan propagandanya itu harus ditolak mentah-mentah dan harus di waspadai bahayanya tanpa pandang bulu siapapun yang mempropagandakannya.[Disalin dari kitab Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur'an & As-Sunnah, hal 78-79 Terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1213&bagian=0


Artikel Hukum Orang Yang Menganggap Manhaj Ahlus Sunnah Tidak Layak Diterapkan Sekarang Ini diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Orang Yang Menganggap Manhaj Ahlus Sunnah Tidak Layak Diterapkan Sekarang Ini.

Malam Lailatul Qadar

Kumpulan Artikel Islami

Malam Lailatul Qadar Malam Lailatul Qadar

Kategori Puasa

Selasa, 26 Oktober 2004 07:18:21 WIBMALAM LAILATUL QADAROlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidKeutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur'an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut.[1]. Keutamaan Malam Lailatul QadarCukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman."Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka [untuk membawa] segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar" [Al-Qadar : 1-5]Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah."Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [yaitu] urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" [Ad-Dukhan : 3-6][2]. WaktunyaDiriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan. [1]Imam Syafi'i berkata : "Menurut pemahamanku. wallahu 'alam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : "Apakah kami mencarinya di malam ini", beliau menjawab : "Carilah di malam tersebut" [Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386]Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda."Artinya : Carilah malam Lailatul Qadar di [malam ganjil] pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan" [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169]Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, [dia berkata] : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan Muslim 1165]Ini menafsirkan sabdanya."Artinya : Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir" [Lihat Maraji' tadi]Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda."Artinya : Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 [dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima]" [Hadits Riwayat Bukhari 4/232]Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.Kesimpulannya.Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu 'alam[3]. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan [baginya]. Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan [bagi] orang yang diharamkan [untuk mendapatkannya]. Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin [agar] bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika [telah] berbuat demikian [maka] akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barang siapa berdiri [shalat] pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]Disunnahkan untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha, [dia] berkata : "Aku bertanya, "Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar [terjadi], apa yang harus aku ucapkan " Beliau menjawab, "Ucapkanlah :"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa fa'fu'annii""Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku" [2]Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar [dan keutamaannya] maka bangunlah [untuk menegakkan shalat] pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha."Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari [terakhir bulan Ramadhan], beliau mengencanngkan kainnya[3] menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]Juga dari Aisyah, [dia berkata] :"Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh [beribadah apabila telah masuk] malam kesepuluh [terakhir] yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya" [Hadits Riwayat Muslim 1174][4]. Tanda-TandanyaKetahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu degan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.Dari 'Ubay Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi" [Hadits Riwayat Muslim 762]Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda."Artinya : Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah" [4]Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : [Malam] Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, [dan] keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan" [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan][Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]_________Foote Note.[1]. Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-neda, Imam Al-Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr Bidzikri Lailatul Qadar, membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini, lihatlah...[2]. Hadits Riwayat Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850 dari Aisyah, sanadnya Shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan hal. 55-57 karya Ibnu Rajab Al-Hambali.[3]. Menjauhi wanita [yaitu istri-istrinya] karena ibadah, menyingisngkan badan untuk mencarinya[4]. Muslim 1170. Perkataan : "Syiqi jafnah" syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al-Qadhi 'Iyadh berkata : "Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan".

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1142&bagian=0


Artikel Malam Lailatul Qadar diambil dari http://www.asofwah.or.id
Malam Lailatul Qadar.

Waktu Musim Haji

Kumpulan Artikel Islami

Waktu Musim Haji

>> Pertanyaan :

Kapankah dimulainya musim haji itu?

>> Jawaban :

Musim haji itu dimulai dari awal bulan Syawwal dan selesai hinggatanggal 10 Dzulhijjah, yaitu pada hari raya Qurban [menurut salah satupendapat], atau selesai dengan berakhirnya bulan Dzulhijjah, menurutpendapat yang lebih kuat; sebab Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

[Musim] haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi [Al-Baqarah: 197].

Kata Asyhur adalah kata jamak [plural], sedangkan setiap kata jamakitu pada dasarnya bermakna menurut hakikatnya. Arti dari waktutersebut adalah bahwasanya haji itu dilakukan pada tiga bulan tersebutdan bukan artinya bebas dilakukan pada hari mana saja dari beberapabulan itu, sebab ibadah haji itu mempunyai hari-hari tertentu, kecualithawaf dan sai, karena apabila kita katakan bahwa bulan Dzulhijjahitu semuanya adalah waktu untuk melakukan ibadah haji, maka seseorangboleh menunda thawaf ifadhah dan sai hajinya hingga hari terakhirdari bulan Dzulhijjah, dan tidak boleh ditunda sampai di luar bulanitu. Lain halnya jika karena ada udzur seperti wanita nifas [melahirkan]sebelum melakukan thawaf ifadhah dan nifasnya berlanjut hingga bulanDzulhijjah selesai. Maka wanita yang seperti itu dibolehkan menundathawaf ifadhahnya.

Demikianlah batas-batas waktu di dalam ibadah haji. Adapun ibadahumrah tidak mempunyai batas waktu tertentu, ia dapat dilakukan kapansaja sepanjang tahun, namun apabila dilakukan pada bulan Ramadhan [pahalanya]setara dengan [pahala] ibadah haji. Dan Rasulullah n mengerjakanbeberapa kali umrah pada bulan-bulan haji, yaitu Umrah Hudaibiyahbeliau lakukan pada bulan Dzulqadah, Umratul Qadha pada bulanDzulqadah, Umratul Jiranah pada bulan Dzulqadah dan Umrah haji jugabeliau lakukan bersama ibadah haji pada bulan Dzulqadah. Demikian itumenunjukkan bahwa melakukan ibadah umrah pada bulan-bulan haji itumempunyai keistimewaan dan keutamaan sendiri, maka dari itu RasulullahShalallaahu alaihi wasalam memilih bulan-bulan haji itu untuk beberapakali umrah [yang pernah dilakukan]nya.

[ Fatwa Syaikh Muhammad bin shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Waktu Musim Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Waktu Musim Haji.

Memaksa Istri Untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya

Kumpulan Artikel Islami

Memaksa Istri Untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya Memaksa Istri Untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Rabu, 20 Oktober 2004 00:17:12 WIBMEMAKSA ISTRI UNTUK TIDAK BERPUASA DENGAN CARA MENCAMPURINYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Jika seorang pria mencampuri istrinya di siang hari pada bulan Ramadhan, yang mana hal itu dilakukan karena dipaksa suaminya. Perlu diketahui, bahwa kedua orang itu tidak sanggup memerdekakan budak dan tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut karena kesibukan keduanya dalam mencari nafkah, apakah tebusannya cukup dengan memberi makan kepada orang miskin dan berapa ukurannya serta apa jenisnya .JawabanJika seorang pria memaksa istrinya untuk bersenggama saat keduanya berpuasa, maka puasa sang istri sah dan tidak dikenakan kaffarah [tebusan] baginya, namun sang suami dikenakan kaffarah karena persetubuhan yang ia lakukan itu jika dilakukan pada siang hari di bulan Ramadhan. Kaffarahnya adalah memerdekakan seorang hamba sahaya, jika ia tidak menemukan hamba sahaya maka hendaknya ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut, jika ia tidak sanggup maka hendaknya ia memberi makan orang miskin sebanyak enam puluh orang berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu yang telah disebutkan dalam Ash-Shahihain, dan bagi sang suami harus mengqadha puasanya.[ibid, halaman 50]MEMAKSA ISTRI UNTUK TIDAK BERPUASAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Pada bulan Ramadhan lalu saya menderita beberapa penyakit hingga saya tidak sanggup berpuasa, maka saya tidak berpuasa dan saya memaksakan istri saya yang menemani saya selama masa penyembuhan untuk tidak berpuasa pula, dan apakah cukup saya memberi makan kepada orang miskin karena saya tidak sanggup berpuasa . Apakah boleh bagi saya melakukan itu terhadap istri saya, bolehkah saya memberi makan orang miskin sebagai kaffarah saya dan bolehkah saya memberi makan orang miskin atas nama istri saya, karena sekarang ia sedang menyusui anak kami .JawabanAnda tidak berpuasa karena penyakit yang Anda alami adalah merupakan keringanan dari Allah berdasarkan firman Allah."Artinya : Maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalann[lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa] sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 184]Sedangkan pemaksaan terhadap istri Anda untuk tidak berpuasa, maka disini saya melihat adanya alasan, karena istri Anda itu tidak sedang sakit, bukan sebagai musafir, dan bukan sebagai orang yang memiliki udzur. Anda telah mekakukan kesalahan dalam hal ini, dan hendaknya istri Anda mengqadha hari-hari puasa yang telah ia tinggalkan, jika telah datang bulan Ramadhan berikutnya sementara ia belum mengqadha puasanya tanpa udzur, maka disamping tetap mengqadha puasa diwajibkan baginya untuk memberi makan seorang miskin sebanyak hari yang ditinggalkannya. Jika ia tidak sanggup mengqadha puasa pada sekarang karena ia sedang menyusui, maka ia tetap harus mengqadha puasa itu pada saat yang memungkinkan baginya untuk mengqadha.[ibid,][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tengtang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1118&bagian=0


Artikel Memaksa Istri Untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Memaksa Istri Untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya.

Prioritas Dalam Dakwah

Kumpulan Artikel Islami

Prioritas Dalam Dakwah Prioritas Dalam Dakwah

Kategori Manhaj

Sabtu, 24 April 2004 08:58:37 WIBPRIORITAS DALAM BERDAKWAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Mana yang seharusnya diprioritaskan dalam lingkup dakwah Islamiyah ; berupa kegiatan sosial semacam pembangunan masjid dan pemberian bantuan bagi kum lemah, ataukah mendakwahi pemerintah untuk menerapkan syariat Islam dan memerangi berbagai kerusakan Jawaban.Yang wajib atas para ulama adalah memulai dengan apa yang para Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai, yang berkaitan dengan masyarakat kuffar dan negara-negara non Islam, yaitu mengajak kepada Tauhidullah [beribadah hanya kepada Allah] dan meninggalkan penyembahan kepada selain Allah, beriman kepada Allah sesuai dengan kemuliaan dan keagunganNya, beriman kepada RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencintainya berikut para pengikutnya.Disamping itu, hendaknya mereka mengajak kaum muslimin di setiap tempat untuk senantiasa berpegang teguh dengan syariat Islam dan selalu konsisten, menasehati para penguasa, membantu dan membimbing orang-orang yang perlu dibantu dan dibimbing.Kemudian dari itu, hendaknya para ulama senantiasa eksis dalam berdakwah, antusias terhadap kegiatan-kegiatan sosial, mengunjungi para penguasa dan memotivasi mereka untuk berbuat kebaikan serta menganjurkan mereka untuk memberlakukan syari’at dan menerapkannya pada masyarakat. Hal ini sebagai pengamalan firman Allah Azza wa Jalla.â€Å"Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka pada [hakikatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisa : 65]Dan firmanNya.â€Å"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan [hukum] siapakah yang lebih daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yanjg yakin ” [Al-Maidah : 50]Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna.[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, edisi 32, hal.119, Syaikh Ibnu Baz][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 250-251 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=661&bagian=0


Artikel Prioritas Dalam Dakwah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Prioritas Dalam Dakwah.

Hukum Hijab

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Hijab Hukum Hijab

Kategori Wanita - Fiqih Wanita

Senin, 24 Mei 2004 09:02:59 WIBHUKUM HIJABOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Alhamdulillah saya merasa mantap dengan pensyari’atan hijab yang menutup seluruh badan, saya pun telah melaksanakannya dengan mengenakan hijab tersebut sejak beberapa tahun. Saya pernah membaca beberapa buku yang membahas hijab, terutama buku-buku tafsir pada bagian yang membahas hijab saat menafsirkan sebagian surat Al-Qur’an, seperti An-Nur dan Al-Ahzab. Tapi saya tidak tahu bagaimana memadukan antara pakaian kaum muslimat pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Khulafaur Rasyidin, para Khalifah Bani Umayyah dan urgensi hijab yang hampir saya anggap wajib atas semua wanita Jawaban.Harus kita ketahui, bahwa masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi menjadi dua :Pertama : Masa sebelum diwajibkan hijab. Pada saat itu, kaum wanita tidak menutup wajah dan tidak diwajibkan berlindung dibalik tabir.Kedua : Masa setelah diwajibkannya hijab, yaitu setelah tahun keenam. Saat itu kaum wanita diwajibkan berhijab, sehingga mereka, sebagaimana diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mengatakan kepada putri-putrinya, isteri-isterinya dan isteri-isteri kaum mukminin ; Hendaknya mereka mengulurkan jilbab mereka, sehingga mereka mengenakan kain hitam dan tidak ada yang tampak dari tubuh mereka kecuali sebelah mata untuk melihat jalanan. Alhamdulillah, di negara kita sampai saat ini kondisinya masih tetap pada jalan ini, yakni Al-Kitab dan As-Sunnah.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melanggengkan apa yang telah dianugerahkan kepada kaum wanita kita, yaitu hijab yang menutup seluruh tubuh sesuai dengan tuntunan Kitabullah, sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pandangan yang benar.[Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin yang beliau tanda tanganinya][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 515 - 516 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=746&bagian=0


Artikel Hukum Hijab diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Hijab.

Wanita Tidak Mempunyai Mahram Pendamping Haji, Wanita Pergi Sendiri Haji Tanpa Mahram

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Tidak Mempunyai Mahram Pendamping Haji, Wanita Pergi Sendiri Haji Tanpa Mahram Wanita Tidak Mempunyai Mahram Pendamping Haji, Wanita Pergi Sendiri Haji Tanpa Mahram

Kategori Hajji Dan Umrah

Selasa, 9 Maret 2004 07:12:44 WIBWANITA TIDAK MEMPUNYAI MAHRAM PENDAMPING HAJIOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'PertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya : Seorang wanita shalihah setengah usia atau mendekati tua di Saba' ingin haji dan tidak mempunyai mahram. Tapi di daerahnya ada seorang lelaki yang shaleh yang ingin haji bersama beberapa wanita dari mahramnya. Apakah wanita tersebut sah hajinya jika pergi bersama seorang lelaki shaleh yang pergi bersama beberapa wanita mahramnya dan lelaki tersebut sebagai pembimbingnya Ataukah dia gugur dari kewajiban haji karena tidak ada mahram yang mendampingi padahal dia telah mampu dari sisi materi Mohon fatwa tentang hal tersebut, sebab kami berselisih dengan sebagian kawan kami dalam hal tersebut.Jawaban.Wanita yang tidak mempunyai mahram yang mendampingi dalam haji maka dia tidak wajib haji. Sebab mahram bagi seorang wanita merupakan bentuk kemampuan melakukan perjalanan dalam haji. Sedangkan kemampuan melakukan perjalanan merupakan syarat dalam haji. Allah berfirman."Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97]Seorang wanita tidak boleh pergi haji atau lainnya kecuali bersama suami atau mahramnya, sebagaimana Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidak halal bagi wanita bepergian dalam perjalanan sehari semalam melainkan bersama mahramnya" [Hadits Ruwayat Bukhari]Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, ia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tidak boleh pria berduaan dengan wanita, keucali bila wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita berpergian melainkan bersama mahramnya"Maka seorang sahabat berdiri dan berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku pergi haji dan aku berkewajiban dalam berperang demikian dan demikian" Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Pergi hajilah bersama istrimu" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Demikian ini adalah pendapat Hasan Al-Bashri, Al-Nakha'i, Ahmad, Ishaq, Ibnul Mundzir dan Ahli Ra'yi [madzhab Hanafi]. Dan pendapat ini adalah pendapat yang shahih karena sesuai dengan keumuman hadits-hadits yang melarang wanita bepergian tanpa suami atau mahramnya. Tapi pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Imam Malik, Imam Syafi'i dan Al-Auza'i. Di mana masing-masing menentukan syarat yang tidak dapat dijadikan hujjah.Ibnul Mundzir berkata : "Mereka meninggalkan pendapat dengan lahirnya hadits dan masing-masing dari mereka menentukan syarat yang tidak dapat dijadikan hujjah".Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.WANITA PERGI HAJI SENDIRI TANPA MAHRAMOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita berkata, "Ibu saya di Maroko dan saya bekerja di Saudi Arabia. Saya ingin mengirim surat agar ibu datang untuk melaksanakan haji, tapi dia tidak mempunyai mahram karena bapak telah meninggal dan saudara-saudara saya tidak mempunyai kemampuan melaksanakan kewajiban haji. Bolehkah pergi haji sendiri tanpa disertai mahram "Jawaban.Dia tidak boleh datang sendiri ke Saudi untuk haji. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Wanita tidak boleh bepergian, kecuali bersama mahramnya" [Hadits Riwayat Bukhari]Demikian itu dikatakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyampaikan khutbah kepada manusia. Maka seseorang berdiri dan berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku pergi haji, dan aku berkewajiban dalam perang demikian dan demikian". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Pergi hajilah bersama istrimu" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Wanita yang tidak bersama mahramnya, maka haji tidak wajib atas dia. Adakalanya kewajiban haji gugur darinya karena tiadanya kemampuan sampai ke Mekkah dan tiadanya kemampuan adalah alasan syar'i, dan adakalanya dia tidak wajib melaksanakannya. Artinya, jika dia meninggal, maka hajinya dapat digantikan oleh ahli warisnya.Saya ingin mengatakan kepada penanya, bahwa wanita tidak berdosa jika tidak haji sebab tiadanya mahram. Dan demikian itu tidak mudharat kepadanya. Sebab dia diamaafkan karena tiadanya kemampuan dalam tinjauan syar'i. Dimana Allah berfirman."Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah" [Ali-Imran : 97][Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i hal. 45 - 48, penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=421&bagian=0


Artikel Wanita Tidak Mempunyai Mahram Pendamping Haji, Wanita Pergi Sendiri Haji Tanpa Mahram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Tidak Mempunyai Mahram Pendamping Haji, Wanita Pergi Sendiri Haji Tanpa Mahram.

Mentaati Orang Tua Dalam Kebaikan Adalah Kewajiban Terpenting

Kumpulan Artikel Islami

Mentaati Orang Tua Dalam Kebaikan Adalah Kewajiban Terpenting Mentaati Orang Tua Dalam Kebaikan Adalah Kewajiban Terpenting

Kategori Birrul Walidain

Jumat, 11 Nopember 2005 06:35:00 WIBMENTAATI ORANG TUA DALAM KEBAIKAN ADALAH KEWAJIBAN TERPENTINGOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya menolak permintaan ibu saya saat saya sedang memiliki pekerjaan-pekerjaan penting. Hukumnya bagaimana JawabanBerbakti kepada kedua orang tua, selalu mendengar kan dan mentaati mereka dalam kebajikan adalah kewajiban terpenting. Anda wajib memperhatikan hak ibu Anda dan berusaha untuk membuatnya senang tanpa mendurhakainya dalam kebajikan. Kalau perkerjaan yang sedang Anda hadapi hukumnya wajib sehingga berlawanan dengan permintaan ibu anda, segera beritahukan kepadanya dan minta ma’af, lalu tunaikan apa yang menjadi kewajiban anda. Kalau masih memungkinkan untuk mendahulukan apa yang menjadi permintaan ibu Anda tanpa membahayakan diri Anda dengan tertundanya kewajiban anda, dahulukan keperluan orang tua Anda tersebut, karena berbakti kepada ibu itu jauh lebih penting.Namun kalau itu tidak mungkin, dahulukan yang lebih penting yang apabila tertunda akan menyebabkan hilang kesempatan mengamalkannya, berdasarkan firman Allah.â€Å"Artinya : Dan bertakwalah kepda Allah semampumu” [At-Taghaabun : 16]BERBUAT BAIK KEPADA NENEKNYA SETELAH NENEKNYA MENINGGALPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya mempunyau seorang nenek yang sudah meninggal, dan dia sangat berjasa terhadap diri saya, sehingga rasanya tidak mungkin saya melupakan [jasa-jasanya]. Apa yang harus saya lakukan sebagai balas budi, agar saya masih bisa berbuat baik kepada nenek saya yang sudah meninggal tersebut JawabanDisayariatkan bagi Anda untuk mendo’akan dan meminta ampun untuknya, serta bershadaqah, haji, dan umrah untuk dia. Insya Allah hal ini akan bermanfaat baginya, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal baik Anda dan memberikan pahala kepada anda.Diantara kewajban Anda kepadanya adalah Anda menunaikan wasiat apabila dia berwasiat yang sesuai dengan syari’at, memuliakan teman-temannya, dan menyambung tali silaturahmi kepada kerabat-kerabatnya, seperti anak-anaknya [paman dan bibi anda] dan cucu-cucunya [sepupu anda]. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Masih bisakah saya berbuat baik kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal ” Beliau menjawab : â€Å"Ya, engkau bisa bershalawat/berdoa untuk kedua orang tuamu, memintakan ampun untuk mereka, menunaikan janji/amanah mereka, memuliakan teman-teman mereka, dan menyambung silaturahmi [kepada kerabat-kerabatnya], dimana silaturahmi tersebut hanya engkau lakukan karena kedua orang tuamu” [Hadits Riwayat Abu Dawud]Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penolong[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal & Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, terbitan At-Tibyan – Solo]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1660&bagian=0


Artikel Mentaati Orang Tua Dalam Kebaikan Adalah Kewajiban Terpenting diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mentaati Orang Tua Dalam Kebaikan Adalah Kewajiban Terpenting.

Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu

Kumpulan Artikel Islami

Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu

Kategori Nasehat

Jumat, 5 Agustus 2005 09:54:49 WIBNASIHAT BAGI PEMUDA MUSLIM DAN PENUNTUT ILMUOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniPertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertakwa kepada Allah Jalla Jalaluhu, kemudian apa saja yang menjadi bagian/cabang dari ketakwaan kepada Allah Tabaarakan wa Ta'ala seperti :[1]. Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata hanya karena ikhlas kepada Allah Jalla Jalaluhu, dengan tidak menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih. Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu. Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah Jalla Jalaluhu telah khususkan bagi para ulama. Dalam firmanNya."Artinya : ... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ..." [Al-Mujaadilah : 11][2]. Menjauhi perkara-perkara yang dapat menggelincirkanmu, yang sebagian " Thalibul Ilmi" [para penuntut ilmu] telah terperosok dan terjatuh padanya.Diantara perkara-perkara itu :[a] Mereka amat cepat terkuasai oleh sifat ujub [kagum pada diri sendiri] dan terpedaya, sehingga ingin menaiki kepala mereka sendiri.[b] Mengeluarkan fatwa untuk dirinya dan untuk orang lain sesuai dengan apa yang tampak menurut pandangannya, tanpa meminta bantuan [dari pendapat-pendapat] para ulama Salaf pendahulu ummat ini, yang telah meninggalkan "harta warisan" berupa ilmu yang menerangi dan menyinari dunia keilmuan Islam. [Dengan warisan] itu jika dijadikan sebagai alat bantu dalam upaya penyelesaian berbagai musibah/bencana yang bertumpuk sepanjang perjalanan zaman. Sebagai mana kita telah ikut menjalani/merasakannya, dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yang sangat gelap gulita.Meminta bantuan dalam berpendapat dengan berpedoman pada perkataan dan pendapat Salaf, akan sangat membantu kita untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan kita kepada sumber Islam yang murni, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahihah.Sesuatu yang tidak tertutup bagi kalian bahwasannya aku hidup di suatu zaman yang mana kualami padanya dua perkara yang kontradiksi dan bertolak belakang, yaitu pada zaman dimana kaum muslimin, baik para syaikh maupun para penuntut ilmu, kaum awam ataupun yang memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja pada madzhab, bahkan lebih dari itu bertaqlid pada nenek moyang mereka.Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Demikian juga yang terjadi di berbagai negeri Islam. Ada beberapa orang tertentu yang mengupayakan seperti apa yang kami upayakan, sehingga kamipun hidup bagaikan "Ghuraba" [orang-orang asing] yang telah digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam beberapa hadits beliau yang telah dimaklumi, seperti :"Artinya : Sesungguhnya awal mula Islam itu sebagai suatu yang asing/aneh, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing"Dalam sebagian riwayat, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Mereka [al-Ghurabaa] adalah orang-orang shaleh yang jumlahnya sedikit sekeliling orang banyak, yang mendurhakai mereka lebih banyak dari yang mentaati mereka" [Hadits Riwayat Ahmad]Dalam riwayat yang lain beliau bersabda :"Artinya : Mereka orang-orang yang memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dari Sunnah-Sunnahku sepeninggalku".Aku katakan : "Kami telah alami zaman itu, lalu kami mulai membangun sebuah pengaruh yang baik bagi dakwah yang di lakukan oleh mereka para ghuraba, dengan tujuan mengadakan perbaikan ditengah barisan para pemuda mukmin. Sehingga kami jumpai bahwa para pemuda beristiqomah dalam kesungguhan di berbagai negeri muslim, giat dalam berpegang teguh pada al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengetahui keshahihannya".Akan tetapi kegembiraan kami terhadap kebangkitan yang kami rasakan pada tahun-tahun terakhir tidak berlangsung lama. Kita telah dikejutkan dengan terjadinya sikap "berbalik", dan perubahan yang dahsyat pada diri pemuda-pemuda itu, di sebagian negeri[1]. Sikap tersebut, hampir saja memusnahkan pengaruh dan buah yang baik sebagai hasil kebangkitan ini, apa penyebabnya Di sinilah letak sebuah pelajaran penting, penyebabnya adalah karena mereka tertimpa oleh perasaan ujub [membanggakan diri] dan terperdaya oleh kejelasan bahwa mereka berada di atas ilmu yang shahih. Perasaan tersebut bukan saja diseputar para pemuda muslim yang terlantar, bahkan terhadap para ulama. Perasaan itu muncul tatkala merasa bahwa mereka memilki keunggulan dengan lahirnya kebangkitan ini, atas para ulama, ahli ilmu dan para syaikh yang bertebaran diberbagai belahan dunia Islam.Sebagaimana merekapun tidak mensyukuri nikmat Allah Jalla Jalaluhu yang telah memberikan Taufik dan Petunjuk kepada mereka untuk mengenal ilmu yang benar beserta adab-adabnya. Mereka tertipu oleh diri mereka sendiri dan mengira sesungguhnya mereka telah berada pada status kedudukan dan posisi tertentu.Merekapun mulai mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak matang alias mentah, tidak berdiri diatas sebuah pemahaman yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Maka tampaklah fatwa-fatwa itu dari pendapat-pendapat yang tidak matang, lalu mereka mengira bahwasanya itulah ilmu yang terambil dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka mereka pun tersesat dengan pendapat-pendapat itu, dan juga menyesatkan banyak orang.Suatu hal yang tidak sama bagi kalian, akibat dari itu semuanya muncullah sekelompok orang ["suatu jama'ah"] dibeberapa negeri Islam yang secara lantang mengkafirkan setiap jama'ah-jama'ah muslimin dengan filsafat-filsafat yang tidak dapat diungkapkan secara mendalam pada kesempatan yang secepat ini, apalagi tujuan kami pada kesempatan ini hanya untuk menasehati dan mengingatkan para penuntut ilmu dan para du'at [da'i].Oleh sebab itu saya menasehati saudara-saudara kami ahli sunnah dan ahli hadits yang berada di setiap negeri muslim, agar bersabar dalam menuntut ilmu, hendaklah tidak terperdaya oleh apa yang telah mereka capai berupa ilmu yang dimilikinya. Pada hakekatnya mereka hanyalah mengikuti jalan, dan tidak hanya bersandar pada pemahaman-pemahaman murni mereka atau apa yang mereka sebut dengan "ijtihad mereka".Saya banyak mendengar pula dari saudara-saudara kami, mereka mengucapkan kalimat itu, dengan sangat mudah dan gampang tanpa memikirkan akibatnya : "Saya berijtihad". Atau "Saya berpendapat begini" atau "Saya tidak berpendapat begitu", dan ketika Anda bertanya kepada mereka ; Kamu berijtihad berdasarkan pada apa, sehingga pendapatmu begini dan begitu Apakah kamu bersandar pada pemahaman al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta ijma' [kesepakatan] para ulama dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya Ataukah pendapatmu ini hanya hawa nafsu dan pemahaman yang pendek dalam menganalisa dan beristidlal [pengambilan dalil]. Inilah realitanya, berpendapat berdasarkan hawa nafsu, pemahaman yang kerdil dalam menganalisa dan beristidlal. Ini semuanya dalam keyakinanku disebabkan karena perasaan ujub, kagum pada diri sendiri dan terperdaya.Oleh sebab itu saya jumpai di dunia Islam sebuah fenomena [gejala] yang sangat aneh, tampak pada sebagian karya-karya tulis.Fenomena tersebut tampak dimana seorang yang tadinya sebagai musuh hadits, menjadi seorang penulis dalam ilmu hadits supaya dikatakan bahwa dia memiliki karya dalam ilmu hadits. Padahal jika Anda kembali melihat tulisannya dalam ilmu yang mulia ini, Anda akan jumpai sekedar kumpulan nukilan-nukilan dari sini dan dari sana, lalu jadilah sebuah karya tersebut. Nah apakah faktor pendorongnya [dalam melakukan hal ini] wahai anak muda Faktor pendorongnya adalah karena ingin tampak dan muncul di permukaan. Maka benarlah orang yang berkata."Perasaan cinta/senang untuk tampil akan mematahkan punggung [akan berkaibat buruk]"Sekali lagi saya menasehati saudara-saudaraku para penuntut ilmu, agar menjauhi segala perangai yang tidak Islami, seperti perasaan terperdaya oleh apa yang telah diberikan kepada mereka berupa ilmu, dan janganlah terkalahkan oleh perasaan ujub terhadap diri sendiri.Sebagai penutup nasehat ini hendaklah mereka menasehati manusia dengan cara yang terbaik, menghindar dari penggunaan cara-cara kaku dan keras di dalam berdakwah, karena kami berkeyakinan bahwasanya Allah Jalla Jalaluhu ketika berfirman."Artinya : Serulah manusia kejalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik ..." [An-Nahl : 125]Bahwa sesungguhnya Allah Jalla Jalaluhu tidaklah mengatakannya kecuali dengan kebenaran [al-haq] itu, terasa berat oleh jiwa manusia, oleh sebab itu ia cenderung menyombongkan diri untuk menerimannya, kecuali mereka yang dikehendaki oleh Allah. Maka dari itu, jika di padukan antara beratnya kebenaran pada jiwa manusia plus cara dakwah yang keras lagi kaku, ini berarti menjadikan manusia semakin jauh dari panggilan dakwah, sedangkan kalian telah mengetahui sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Bahwasanya di antara kalian ada orang-orang yang menjauhkan [manusia dari agama] ; beliau mengucapkan tiga kali".[Nasehat ini dinukil dari kitab "Hayat al-Albani" halaman : 452-455][Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu Fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i.]_________Foote Note.[1] Penyusun katakan : "Sebagaimana yang terjadi di negeri ini, munculnya beberapa gelintir manusia dengan berpakaian "Salafiyah", memberikan kesan seolah-olah mereka mengajak kepada pemahaman Salaf, namum hakekatnya mereka adalah pengekor hawa nafsu dan perusak dakwah Salafiyah, akibatnya mereka hancur berkeping-keping, dan saling memakan daging temannya sendiri. Wal 'iyadzu billahi, kami mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari nasib yang serupa

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1518&bagian=0


Artikel Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Nasihat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu.

Apakah Berpoligami Harus Mendapat Izin

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Berpoligami Harus Mendapat Izin

>> Pertanyaan :

Lajnah Daimah ditanya: Tidak diragukan lagi bahwa berpoligamidianjurkan di dalam Islam, akan tetapi apakah suami harus meminta izindari istri yang pertama untuk berpoligami ?

>> Jawaban :

Seseorang jika ingin berpoligami tidak harus mendapat izin dari istriyang pertama, tetapi secara moral dan untuk menjaga keharmonisan rumahtangga, maka sebaiknya suami memberitahu hal tersebut kepada istripertama, untuk menjaga perasaan dan memperingan sakit hatinya sesuaidengan tabiat wanita pada umumnya, dengan ungkapan bahasa dan tuturkata yang santun serta pemberian materi jika diperlukan.

Artikel Apakah Berpoligami Harus Mendapat Izin diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Berpoligami Harus Mendapat Izin.

Hukum Memberi Shadaqah Kepada Pengamen

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Memberi Shadaqah Kepada Pengamen Hukum Memberi Shadaqah Kepada Pengamen

Kategori Zakat

Senin, 13 Juni 2005 13:28:40 WIBHUKUM MEMBERI SHADAQAH KEPADA PENGAMENOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Syaikh yang terhormat, banyak pengamen, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak dari berbagai usia dan penampilan, mereka berkelilling di antara manusia di pasar-pasar, jalan-jalan, masjid-masjid dan tempat-tempat umum lainnya meminta sumbangan dan uluran tangan.Menghadapi seperti situasi ini, banyak orang yang kebingungan, bagaimana menyikapi mereka. Apakah kami harus memberi mereka shadaqah dan zakat Kami mohon jawaban, semoga Anda mendapat pahala dan Allah senantiasa memelihara dan menjaga anda.JawabanDalam hal ini hukumnya berbeda-beda tergantung kondisi dan personil masing-masing. Telah diketahui, bahwa banyak di antara para pengamen itu yang sebenarnya bukan orang-orang yang membutuhkan bantuan, bahkan mereka itu orang-orang kaya yang banyak harta, tapi mereka menjadikan hal ini sebagai profesi [mata pencaharian] dan tidak bisa meninggalkannya.Jika Anda melihat pengamen itu laki-laki yang tampak masih kuat dan segar, jangan Anda beri, karena ia mampu bekerja seperti para pekerja lainnya. Sedangkan anak-anak, yang bukan pengamen sebenarnya dapat diketahui dari kerapian dan kemantapan penampilan, hal ini menunjukkan bahwa ia menjadikan â€Å"meminta-minta” sebagai kebiasaan sehingga terbiasa, bahkan dengan ucapan yang lancer serta hafal do’a-do’a lengkap dengan mimiknya. Adapun wanita, dapat diketahui dari seringnya muncul dan banyaknya bolak-balik. Yang jelas, jika diketahui bahwa orang yang melakukan itu memang sengaja beroperasi demikian tanpa kebutuhan, maka tangkap dan bawa, lalu serahkan ke lembaga yang menangani masalah pengamen. Wallahu a’lam.[Diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1454&bagian=0


Artikel Hukum Memberi Shadaqah Kepada Pengamen diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Memberi Shadaqah Kepada Pengamen.

Melubangi Telinga Dan Hidung Bayi Perempuan Untuk Perhiasan

Kumpulan Artikel Islami

Melubangi Telinga Dan Hidung Bayi Perempuan Untuk Perhiasan Melubangi Telinga Dan Hidung Bayi Perempuan Untuk Perhiasan

Kategori Ath-Thiflu = Anak Muslim

Rabu, 14 Desember 2005 06:50:37 WIBMELUBANGI TELINGA DAN HIDUNG BAYI PERMPUAN UNTUK PERHIASANOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ditanya : Apa hukum melubangi telinga dan hidung bayi perempuan untuk perhiasan JawabanPendapat yang benar adalah, melubangi telinga tidak masalah, karena tujuan di balik itu untuk perhiasan yang dibolehkan. Sebagaimana tercatat [dalam sejarah] bahwa wanita-wanita sahabat memiliki perhiasan emas yang dipasang di telinga [anting-anting]. Ini termasuk perbuatan melukai yang ringan, terlebih lagi bila dilakukan saat masih kecil karena cepat sembuh.Sedangkan melubangi hidung [tindik], maka saya tidak pernah menjumpai pendapat ulama tentang hal itu. Tapi menurut saya dalam hal ini ada semacam menyiksa atau merubah bentuk seperti yang kita lihat, tetapi mungkin saja orang lain tidak sependapat dengan saya. Bila dalam suatu negeri perhiasan di hidung termasuk kecantikan dan keindahan, maka tidak masalah dengan melubangi dan memakai perhiasan di hidung.[Syaikh Ibnu Utsaimin, Majmu’ Fatawa Syaikh 4/137][Disalin dari kitab Fatawa Ath-Thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penerbit Griya Ilmu]HUKUM MENINDIK TELINGAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ditanya : Apa hukum menindik telinga dan hidung perempuan untuk tujuan berhias JawabanMenindik telinga hukumnya boleh, karena tujuannya adalah untuk berhias. Telah diriwayatkan bahwa para istri-istri shahabat mempunyai anting-anting yang mereka pergunakan di telinga mereka. Menusuknya adalah menyakti, tapi hanya sedikit, jika ditindik ketika masih kecil, sembuhnya pun cepat. Sedang menindik hidung, hukumnya sama dengan menindik telinga.HUKUM MENINDIK TELINGAOlehSyaikh Abdullah Al-FauzanPertanyaanSyaikh Abdullah Al-Fauzan berkata : Diperbolehkan menindik telinga karena bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fithrah wanita untuk berhias. Adanya rasa sakit ketika ditindik tidaklah merupakan halangan, karena hanya merupakan sakit sedikit dan sebentar. Dan menindik telinga seringkali dilakukan ketika anak masih kecil.Menindik telinga merupakan perkara biasa bagi wanita dari dulu hingga sekarang. Tidak ada larangan tentangnya, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadits, justru ada riwayat yang mengisyaratkan diperbolehkannya dan pengakuan manusia atasnya.Terdapat riwayat dari Abdurrahman bin Abbas, ia berkata bawa Ibnu Abbas ditanya : â€Å"Pernahkah kamu menyaksikan hari raya bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ” Dia menjawab, â€Å"Pernah, kalaulah bukan karena kedudukanku di sisinya, saya menyaksikannya semenjak kecil. Beliau mendatangi tanda di rumah Katsir bin Shalt [rumah Katsir bin Salt dipakai sebagai kiblat untuk shalat ‘Ied]. Lalu beliau shalat kemudian berkhutbah tanpa terdengar adzan ataupun iqamah. Beliau memerintahkan untuk bersedekah, maka para wanita mengulurkan tangannya ke telinga-telinga mereka dan leher-leher mereka [untuk mencopot perhiasan mereka] dan beliau memerintahkan kepada Bilal untuk mendatangi tempat wanita, [setelah selesi] kemudian Bilal kembali menghadap Nabi.Dalam lafazh riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Abbas disebutkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersedekah, maka saya melihat para wanita mengulurkan tangan ke telinga dan leher mereka [mengambil perhiasan mereka].[Fatawa Lil Fatayat Faqoth, hal. 47]HUKUM MEMAKAI GELANG DI HIDUNGOlehSyaikh Abdullah bin JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Apa hukum menggunakan gelang di hidung untuk hiasan JawabanDiperbolehkan bagi wanita untuk berhias dengan perhiasan sebagaimana adat kebiasaan, meski mengahruskannya untuk melubangi sebagian tubuhnya, seperti menindik telinga. Jadi menggunakan gelang di hidung diperbolehkan sebagaimana diperbolehkan menindik hidung sapid an mengikatnya dengan tali untuk mengendalikannya. Dan hal itu tidak dianggap sebagai kesia-siaan.[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1696&bagian=0


Artikel Melubangi Telinga Dan Hidung Bayi Perempuan Untuk Perhiasan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Melubangi Telinga Dan Hidung Bayi Perempuan Untuk Perhiasan.

Hukum Permainan Kartu Dan Catur

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Permainan Kartu Dan Catur Hukum Permainan Kartu Dan Catur

Kategori Gambar Dan Permainan

Jumat, 5 Agustus 2005 00:12:37 WIBHUKUM PERMAINAN KARTU DAN CATUROlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum permainan kartu dan catur Jawaban.Para ulama telah menggariskan bahwa kedua permainan tersebut hukumnya haram. Ini disebabkan permainan tersebut dapat membuat kita lalai dan menghalangi kita untuk mengingat Allah, dan dimungkinkan permainan itu dapat menimbulkan permusuhan di kalangan pemain. Selain itu, permainan tersebut mengandung unsur perjudian. Sebagaimana diketahui bahwa hal itu dilarang untuk dilakukan oleh orang-orang yang ikut andil dalam suatu perlombaan kecuali yang telah digariskan oleh syari’at, yaitu ada tiga : Lomba memanah, Pacuan Unta dan Kuda.Orang yang mengetahui bentuk permainan catur maupun kartu akan memahami bahwa kedua permainan tersebut mebutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan para pemainnya menghabiskan waktu mereka pada sesuatu yang tidak bermanfaat selain memalingkan mereka dari ketaatan kepada Allah.Sebagian orang berkata, â€Å"Sesungguhnya permainan kartu dan catur membuka akal pikiran dan menumbuhkan kecerdasan”. Tapi kenyataannya sangat bertentangan dengan apa yang mereka katakan, bahkan permainan itu dapat melemahkan akal dan membuat pemikiran menjadi terbatas hanya pada bidang itu saja, sedangkan bila pikiran itu digunakan pada bidang lain, tidak akan ada pengaruhnya sama sekali. Maka dari itu, karena sifatnya yang melemahkan dan membatasi pikiran, maka orang-orang yang berakal wajib untuk menjauhi kedua permainan tersebut[Fatawa Islamiyah, Ibnu Utsaimin, 4/437][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1517&bagian=0


Artikel Hukum Permainan Kartu Dan Catur diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Permainan Kartu Dan Catur.

Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan MengulangiThawaf

Kumpulan Artikel Islami

Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan MengulangiThawaf

>> Pertanyaan :

Seorang perempuan bertanya: Saya telah menunaikan ibadah haji dan padasaat itu haid datang, namun karena malu saya tidak memberitahukannyakepada siapa pun. Lalu saya masuk ke dalam masjidil haram untukmelakukan shalat dan thawaf serta sai. Lalu bagaimana dan apakewajiban saya, sebab haid tersebut datang sesudah masa nifas?

>> Jawaban :

Tidak boleh bagi wanita yang sedang haid atau nifas melakukan shalat,apakah di Mekkah atau di negeri lainnya atau di mana saja, karenaRasulullah saw telah bersabda tentang perempuan:

Bukankah apabila perempuan haid, ia tidak shalatdan tidak berpuasa.

Para ulama telah sepakat [berijma] bahwasanya wanita yang sedang haiditu tidak boleh melakukan puasa ataupun shalat. Maka dari itu,perempuan yang telah melakukannya wajib bertobat kepada Allah danmemohon ampunan-Nya atas perbuatan yang telah dilakukannya. Thawafyang ia lakukan di waktu haid adalah tidak sah, sedangkan sainyatetap sah, karena berdasarkan pendapat yang lebih kuat dinyatakanboleh mendahulukan sai atas thawaf di dalam ibadah haji. Oleh karenaitu ia wajib mengulangi thawafnya, karena thawaf ifadhah itu merupakansalah satu rukun haji di mana tahallul kedua tidak bisa dilakukankaecuali dengannya. Berdasarkan itu semua, maka perempuan ini tidakboleh digauli [melakukan persetubuhan] oleh suaminya, jika punya suami,hingga melakukan thawaf ulang. Dan tidak melangsungkan akad nikah,jika ia belum bersuami, sebelum melakukan thawaf ulang. Wallahu alam.

[Ibnu Utsaimin: Al-Ahkam al-Fiqhiyah fil Fatawa an-Nisaiyah, hal.48.]

Artikel Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan MengulangiThawaf diambil dari http://www.asofwah.or.id
Anda Wajib Bertobat Kepada Allah Dan MengulangiThawaf.

Suatu Syubhat (Ketidakjelasan) Seputar Nikah Mut?ah

Kumpulan Artikel Islami

Suatu Syubhat (Ketidakjelasan) Seputar Nikah Mut?ah

>> Pertanyaan :

Saya pernah membaca pada salah satu kitab bahwa nikah mutah itu halaldan dalilnya adalah firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,

Maka istri-istri yang telah kamu nikmati [campur] di antara me-reka,berikanlah kepada mereka maharnya [dengan sempurna]. [An-Nisa: 24].

Dan sesungguhnya nikah mutah itu diharamkan sesudah Rasulullah awafat. Menurut dugaan yang kuat bahwa Umarlah yang mengharam-kannya,dan Khalifah yang keempat, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhupernah berkata: Kalau sekiranya Umar tidak mengharamkan mutahniscaya tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang sengsara.Sejauhmana keshahihan [validitas] informasi tersebut?

>> Jawaban :

Nikah mutah itu pada awal Islam dihalalkan, karena mereka masih barumeninggalkan kekafiran, maka pada saat itu dibolehkan dengan maksudmelunakkan hati mereka. Kemudian diharamkan oleh RasulullahShalallaahu alaihi wasalam pada waktu Fathu Mekkah [pembebasan kotaMekkah] hingga hari kiamat. Bukan Umar yang mengharamkannya, dan yangdilarang oleh Umar adalah Mutah haji. Jadi sebagian mereka salahfaham. Sedangkan riwayat yang dinukil dari Ali bin Abi Thalib tadiadalah isu yang disebarkan oleh kaum Syiah secara dusta dan bohong.

Adapun ayat tadi, berkaitan dengan masalah nikah dan yang dimak-sudupah di situ adalah mahar, sebagaimana firman Allah, Berikanlahkepada mereka maharnya. [An-Nisa: 4].

[ Fatawa Islamiyah, oleh sejumlah ulama yang dihimpun oleh Muhammadal-Musnad: jilid 3, hal. 234. Fatwa Syaikh Ibn Jibrin. ]

Artikel Suatu Syubhat (Ketidakjelasan) Seputar Nikah Mut?ah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Suatu Syubhat (Ketidakjelasan) Seputar Nikah Mut?ah.

Pengertian Al-Wasath Dalam Agama

Kumpulan Artikel Islami

Pengertian Al-Wasath Dalam Agama Pengertian Al-Wasath Dalam Agama

Kategori Syubhat Dan Jawaban

Sabtu, 8 Mei 2004 07:32:58 WIBPENGERTIAN AL-WASATH DALAM AGAMAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah yang dimaksud dengan al-wasath [sikap pertengahan] di dalam agama Mohon penjelasan yang rinci dan memuaskan dari yang mulia, semoga Allah membalas jasa Anda terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan.Jawaban.Pengertian al-wasath dalam agama adalah seseorang tidak boleh berlaku ghuluw [berlebih-lebihan] di dalamnya sehingga melampaui batasan yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak pula taqshir, teledor di dalamnya sehingga mengurangi batasan yang telah ditentukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.Al-wasath di dalam agama artinya berpegang teguh dengan sirah [perjalanan hidup] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ghuluw artinya melampaui batasannya sedangkan taqshir artinya tidak mencapainya [teledor].Sebagai contoh untuk hal tersebut, ada seorang laki-laki yang berkata, â€Å"Aku ingin melakukan shalat malam dan tidak akan tidur sepanjang tahun karena shalat merupakan ibadah yang paling utama dan aku ingin menghidupkan seluruh malam dengan shalat. Maka kita katakan, bahwa ini adalah sikap seorang yang berbuat ghuluw di dalam agama dan ini tidak benar. Dan, hal semacam ini pernah terjadi pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti suatu ketika berkumpullah beberapa orang, lalu salah seorang di antara mereka berkata, â€Å"Aku akan shalat malam terus dan tidak akan tidur”. Yang satu lagi berkata, â€Å"Aku akan berpuasa terus dan tidak akan berbuka”. Sedangkan orang ketiganya berkata, â€Å" Aku tidak akan menikahi wanita manapun”. Lantas hal itu sampai ke telinga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bersabdalah beliau.â€Å"Artinya : Ada apakah gerangan suatu kaum yang mengatakan begini dan begitu padahal aku ini juga melakukan shalat, tidur, berpuasa, berbuka dan menikahi wanita ; barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia tidak termasuk ke dalam golonganku” [Hadits Riwayat Bukhari, An-Nikah 5063, Muslim, An-Nikah 1401]Mereka itu telah bertindak ghuluw di dalam agama dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berlepas diri dari [tindakan] mereka tersebut karena mereka telah membenci [tidak suka] terhadap sunnah beliau, yakni berpuasa, berbuka, melakukan shalat malam, tidur dan menikahi wanita.Sedangkan orang yang bertindak taqshir [teledor], adalah orang yang mengatakan,”Aku tidak butuh dengan amalan sunnah. Karena aku tidak akan melakukan hal-hal yang sunnah, dan aku hanya melakukan yang wajib-wajib saja”. Padahal orang semacam ini, bisa jadi juga teledor di dalam melakukan hal-hal yang wajib tersebut. Inilah orang yang teledor itu, sementara orang yang bersikap pertengahan adalah orang yang berjalan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin setelah beliau.Contoh lainnya, ada tiga orang yang di depan mata mereka berdiri seorang yang fasiq, lalu berkatalah salah seorang di antara mereka, â€Å"Aku tidak akan mengucapkan salam kepada si fasiq ini, tidak akan menegur, akan menjauh darinya dan tidak akan berbicara dengannya”.Orang kedua berkata, â€Å"Aku tetap mau berjalan dengan si fasiq ini, mengucapkan salam, melempar senyum, mengundangnya dan memenuhi undangannya. Pokoknya, bagiku dia sama seperti orang yang shalih lainnya”.Sedangkan orang ketiga berkata, â€Å"Aku tidak suka terhadap si fasik ini karena kefasikannya tersebut dan aku menyukainya karena keimanannya. Aku tidak akan melakukan hajr [isolir/tidak menegur] terhadapnya kecuali bila hal itu menjadi sebab dia berubah. Jik hajr tersebut tidak dapat menjadi sebab dia berubah bahkan semakin menambah kefasikannya, maka aku tidak akan melakukan hajr terhadapnya.Maka, kita katakan : orang pertama tersebut sudah bertindak melampui batas lagi ghuluw, orang kedua juga bertindak melampui batas lagi teledor, sedangkan yang ketigalah yang bertindak pertengahan [wasath] tersebut.Demikian pulalah kita katakan pada seluruh ibadah dan mu’amalat. Di dalam hal tersebut manusia terbagi kepada kelompok yang teledor, bertindak ghuluw dan pertengahan.Contoh kasus lainnya, ada seorang suami yang menjadi â€Å"tawanan” isterinya ; mau diperintah olehnya kemana yang dia mau, tidak mencegahnya berbuat dosa dan tidak pula menganjurkannya agar berperilaku mulia. Pokoknya, isterinya telah menguasai pikirannya sehingga isterinya tersebutlah yang menjadi pemimpin rumah tangga.Ada lagi seorang suami yang sangat kasar dan sombong dan tidak ambil pusing terhadap isterinya, tidak mempedulikannya seakan dia tidak lebih sebagai pembantu. Lalu ada lagi seorang suami yang memperlakukan isterinya dengan cara yang adil sebagaimana perintah Allah dan RasulNya. Allah berfirman.â€Å"Artinya : Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” [Al-Baqarah : 228]Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, [sebab] jika dia membenci satu akhlak darinya, dia pasti rela dengan akhlak yang lain” [Hadits Riwayat Muslim, Ar-Radla’ 1469]Orang terakhir inilah yang bertindak pertengahan, sedangkan orang pertama sudah bertindak ghuluw di dalam memperlakukan isterinya, sedangkan yang satu lagi sudah bertindak teledor. Jadi, perbandingkanlah terhadap amal-amal dan ibadah-ibadah yang lainnya.[Al-Majmu Ats-Tsamin, Juz I, hal 39 dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 131-133 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=701&bagian=0


Artikel Pengertian Al-Wasath Dalam Agama diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pengertian Al-Wasath Dalam Agama.

Banyaknya Kebohongan Dan Tidak Teguhnya Orang Dalam Menyampaikan Berita

Kumpulan Artikel Islami

Banyaknya Kebohongan Dan Tidak Teguhnya Orang Dalam Menyampaikan Berita Banyaknya Kebohongan Dan Tidak Teguhnya Orang Dalam Menyampaikan Berita

Kategori Hadits

Kamis, 20 Oktober 2005 06:43:05 WIBBANYAKNYA KEBOHONGAN DAN TIDAK TEGUHNYA ORANG DALAM MENYAMPAIKAN BERITAOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-WabilMUKADIMAHArtikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro [kecil] ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.________________________________Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersada :â€Å"Artinya : Pada generasi belakangan umatku akan muncul orang-orang yang mengatakan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu dengar dan belum pernah didengar oleh bapak-bapak kamu sebelumnya. Karena itu jauhkanlah dirimu dari mereka” [Shahih Muslim, Al-Muqadimmah, Bab An-Nahyi’an Ar-Riwayah’an Adh-Dhua’afa I : 78]Dan dalam riwayat lain dari Abu Hurairah, Nabi bersabda.â€Å"Artinya : Pada akhir zaman akan muncul pembohong-pembohong besar yang datang kepadamu dengan membawa berita-berita yang belum pernah kamu dengar dan belum pernah di dengar oleh bapak-bapak kamu sebelumnya, karena itu jauhkanlah dirimu dari mereka agar mereka tidak menyesatkanmu dan memfitnahmu” [Shahih Muslim Syarah Nawawi I : 78-79]Imam Muslim juga meriwayatkan dari Amir bin Abdah, katanya : Abdullah [Ibnu Mas’ud] berkata :â€Å"Artinya : Sesungguhnya syetan dapat menampakkan diri dalam bentuk seorang laki-laki, lalu datang kepada suatu kaum lantas menceritakan berita bohong kepada mereka, kemudian mereka berpisah, lalu ada di antara mereka yang berkata kepada orang lain, saya mendengar seseorang yang saya kenal rupanya tetapi tidak saya ketahui namanya berkata begini begitu” [Shahih Muslim, Al-Muqadimmah I : 79]Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.â€Å"Artinya : Sesungguhnya di laut ada syetan-syetan yang ditahan, yang diikat oleh Nabi Sulaiman, mereka akan keluar dan membacakan Al-Qur’an kepada manusia” [Shahih Muslim, Al-Muqadimmah, Bab An-Nahyi’an Ar-Riwayah’an Adh-Dhu’afa’ I : 79-80]Imam Nawawi berkata, â€Å"Maksudnya, mereka membacakan sesuatu yang bukan dari Al-Qur’an dan dikatakan Al-Qur’an dengan maksud untuk memperdayakan orang banyak, tetapi mereka tidak terperdaya” [Syarah Muslim I : 80]Alangkah banyaknya berita yang aneh-aneh pada masa sekarang ini, maka banyak pula orang yang tidak berhati-hati terhadap berita-berita bohong ini dan dalam memindahkan perkataan [berita-berita] tanpa menyeleksi kebenarannya. Yang demikian itu berarti menyesatkan dan memfitnah orang lain. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar jangan membenarkan mereka begitu saja. Dan para ulama hadits telah menjadikan hadits-hadits ini sebagai dasar wajibnya bersikap kritis dan selektif dalam menukil berita atau hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneliti para perawinya untuk mengetahui mana yang dapat dipercaya dan mana yang tidak dapat dipercaya.Karena banyak terjadi kebohongan yang terjadi pada manusia sekarang ini maka mereka tidak lagi dapat membedakan mana berita yang benar dan mana yang tidak benar.[Disalin dari buku Asyratus Sa'ah. Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, terbitan Pustaka Mantiq, penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1618&bagian=0


Artikel Banyaknya Kebohongan Dan Tidak Teguhnya Orang Dalam Menyampaikan Berita diambil dari http://www.asofwah.or.id
Banyaknya Kebohongan Dan Tidak Teguhnya Orang Dalam Menyampaikan Berita.