Sabtu, 21 Juni 2008

Kondisi Kejiwaan Membolehkan Penolakan Hubungan SuamiIstri

Kumpulan Artikel Islami

Kondisi Kejiwaan Membolehkan Penolakan Hubungan SuamiIstri

>> Pertanyaan :

Berdosakan seorang istri bila enggan melayani suaminya ketikamenginginkannya, bila hal ini disebabkan oleh kondisi kejiwaan yangtengah dialaminya atau karena penyakit yang dideritanya?

>> Jawaban :

Seorang istri wajib memenuhi ajakan suaminya bila ia mengajakberhubungan badan. Tapi jika si istri sedang sakit tubuhnya yangmenye-babkannya tidak mampu melayani suaminya atau karena menderitapenyakit batin, maka dalam kondisi seperti ini suami tidak bolehmemintanya, berdasarkan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, Tidakboleh membahayakan [diri sendiri] dan tidak boleh menimbulkan bahaya [bagiorang lain]. Hendaknya ia menahan diri dan cukup dengan cara yangtidak menimbulkan bahaya.

Artikel Kondisi Kejiwaan Membolehkan Penolakan Hubungan SuamiIstri diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kondisi Kejiwaan Membolehkan Penolakan Hubungan SuamiIstri.

Apa Hukum Perkataan Fulan Syahid ?

Kumpulan Artikel Islami

Apa Hukum Perkataan Fulan Syahid ? Apa Hukum Perkataan Fulan Syahid

Kategori Ahkam

Senin, 13 September 2004 08:33:11 WIBAPA HUKUM PERKATAAN FULAN SYAHID OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Apa hukum perkataan, 'fulan Syahid '.Jawaban.Jawaban atas hal itu adalah bahwa seseorang dikatakan syahid itu dengan dua sisi yaitu :Pertama.Hendaknya terikat dengan suatu sifat, seperti : Dikatakan bahwa setiap orang yang dibunuh fisabillah adalah syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya adalah syahid, orang yang mati karena penyakit thaun adalah syahid dan yang semacamnya. Ini adalah boleh sebagai mana yang terdapat dalam nash, dan karena kamu menyaksikan dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang kami maksud boleh adalah tidak dilarang. Jika menyaksikan hal itu, maka wajiblah membenarkan khabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.Kedua.Menentukan syahid bagi seseorang, seperti kamu mengatakan kepada seseorang, dengan menta'yin bahwa dia syahid. Ini tidak boleh kecuali yang disaksikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam atau umat sepakat atas kesyahidannya. Al-Bukhari dalam menerangkan hal ini ia berkata : Bab. Tidak Boleh Mengatakan Si Fulan Syahid. Ia berkata dalam Al-Fath Juz 6 halaman. 90, yaitu tidak memvonis syahid kecuali ada wahyu. Seakan dia mengisyaratkan hadits Umar, bahwa beliau berkhutbah. "Dalam peperangan, kalian mengatakan bahwa si fulan syahid, dan si fulan telah mati syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barangsiapa mati di jalan Allah atau terbunuh maka ia syahid". Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Sa'id bin Manshur dan lainnya dari jalur Muhammad bin Sirrin dan Abi Al-A'jafa' dari Umar.Karena persaksian terhadap suatu hal yang tidak bisa kecuali dengan ilmu, sedang syarat orang menjadi mati syahid adalah karena ia berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang tinggi. Ini adalah niat batin yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sebagai isyarat akan hal itu."Artinya : Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya...." [Bukhari : 2787]Dan sabda beliau."Artinya : Demi Dzat diriku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang terluka di jalan Allah kecuali datang dihari kiamat sedang lukanya mengalir darah, warnanya warna darah dan baunya bau Misk" [Hadits Riwayat Bukhari : 2803]Akan tetapi orang yang secara dhahirnya baik, maka kami berharap dia syahid. Kami tidak bersaksi atas syahidnya dia dan juga tidak berburuk sangka kepadanya. Raja' [berharap] itu satu posisi di antara dua posisi [bersaksi dan buruk sangka], akan tetapi kita memperlakukannya di dunia dengan hukum-hukum syahid, jika ia terbunuh dalam jihad fi sabilillah. Ia dikubur dengan darah di bajunya tanpa menshalatinya. Dan untuk syuhada' yang lain, dimandikan, dikafani dan dishalati.Karena, kalau kita bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid konsekwensinya adalah kita bersaksi bahwa ia masuk surga. Mereka tidak bersaksi atas seseorang dengan surga kecuali dengan sifat atau seseorang yang disaksikan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa boleh kita bersaksi atas syahidnya seseorang yang umat sepakat memujinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah termasuk yang berpendapat seperti ini.Dengan ini, maka menjadi jelas bahwa kita tidak boleh bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid kecuali dengan nash atau kesepakatan. Akan tetapi bila dhahirnya baik maka kita berharap demikian sebagaimana keterangan diatas, dan cukuplah nasihat tentang ini, sedangkan ilmunya ada di sisi Sang Pencipta.[Disalin dari buku Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Aqidah, hal. 208-210 Pustaka Arafah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1021&bagian=0


Artikel Apa Hukum Perkataan Fulan Syahid ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apa Hukum Perkataan Fulan Syahid ?.

Balasan Kesabaran

Kumpulan Artikel Islami

Balasan Kesabaran Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata: Anaklaki-laki Abu Thalhah dari Ummu Salamah meninggal dunia. Makaisterinya berkata kepada keluarganya, 'Jangan kalian beritakan kepadaAbu Thalhah tentang kematiannya, sam-pai aku sendiri yangmengabarkannya!' Anas bin Malik berkata, 'Abu Thalhah datang dandihidangkan kepadanya makan malam, maka ia pun makan dan minum'. Anasberkata, 'Sang isteri kemudian berdandan indah bahkan lebih indah dariwaktu-waktu yang sebelumnya. Setelah dia merasa bahwa Abu Thalhahtelah kenyang dan puas dengan pelayanannya, sang isteri bertanya, 'WahaiAbu Thalhah, bagaimana pendapatmu tentang suatu kaum yang meminjamkansesuatu kepada sebuah keluarga, lalu mereka mengambil barang yangdipinjamkannya, apakah mereka berhak menolaknya' Ia berkata, 'Tidak [berhak]!''Jika demikian, maka mintalah pahalanya kepada Allah tentang puteramu[yang telah diambilNya kembali]', kata sang isteri. Suaminya menyergah,'Engkau biarkan aku, sehingga aku tidak mengetahui apa-apa, laluengkau beritakan tentang [kematian] anakku'

Setelah itu, ia berangkat mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia ceritakan apa yang telah terjadi. Maka Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Semoga Allah memberkahikalian berdua tadi malam'. Anas berkata, 'Lalu isterinya mengandungdan melahirkan seorang anak. Kemudian Abu Thalhah berkata kepadaku, 'Bawalahdia kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam'. Lalu aku bawakanuntuknya beberapa buah kurma. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalumengambil anak itu seraya berkata, 'Apakah dia membawa sesuatu'Mereka berkata, 'Ya, beberapa buah kur-ma'. Nabi shallallahu 'alaihiwa sallam kemudian mengam-bilnya dan mengunyahnya, lalu diambilnyadari mulutnya, kemudian diletakkannya di mulut bayi itu dan beliaumeng-gosok-gosokkannya pada langit-langit mulut bayi itu, dan beliaumenamainya Abdullah'. [HR. Al-Bukhari, 9/587 dalam Al-Aqiqah, Muslimno. 2144].

Dalam riwayat Al-Bukhari, Sufyan bin Uyainah berkata: Seoranglaki-laki dari sahabat Anshar berkata, 'Aku me-lihat mereka memilikisembilan anak. Semuanya telah hafal Al-Qur'an, yakni dari anak-anakAbdullah, yang dilahirkan dari persetubuhan malam itu, yaitu malamwafatnya anak yang pertama, yaitu Abu Umair yang Nabi shallallahu 'alaihiwa sallam mencandainya seraya berkata, 'Hai Abu Umair, apa yang sedangdilakukan anak burung pipit'

Dalam riwayat lain disebutkan: Ia berkata, 'Maka isterinya pun hamilmengandung anaknya, lalu anak itu ia beri nama Abdullah, laluRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Segala puji bagiAllah yang menjadikan dalam umatku orang yang memiliki kesabaranseperti kesabaran seorang wanita dari Bani Israil'. Kepada beliauditanyakan, 'Bagaimana beritanya wahai Rasulullah' Be-liau bersabda,'Dalam Bani Israil terdapat wanita bersuami yang memiliki dua anak.Suaminya memerintahkannya menyediakan makanan untuk orang-orang yangia undang.

Para undangan berkumpul di rumahnya. Ketika itu kedua anaknya keluaruntuk bermain, tiba-tiba mereka terjatuh ke dalam sumur dekat rumahnya.Sang isteri tidak hendak mengganggu suaminya bersama para tamunya,maka ke-duanya ia masukkan ke dalam rumah dan ditutupinya denganpakaian. Ketika para undangan sudah pulang, sang suami masuk serayabertanya, 'di mana anak-anakku' Isterinya menjawab, 'Di dalam rumah'.Ia lalu mengenakan minyak wangi dan menawarkan diri kepada suaminyasehingga mereka melakukan jima'. Sang suami kembali bertanya, 'Di manaanak-anakku' 'Di dalam rumah', jawab isterinya. Lalu sang ayahmemanggil kedua anaknya. Tiba-tiba mereka keluar memenuhi panggilan.Sang isteri terperanjat, 'Subhanallah, Mahasuci Allah, demi Allahke-duanya telah meninggal dunia, tetapi Allah menghidupkannya kembalisebagai balasan dari kesabaranku'.

Artikel Balasan Kesabaran diambil dari http://www.asofwah.or.id
Balasan Kesabaran.

Penutup Kitab Birrul Walidain [Berbakti Kepada Kedua Orang Tua]

Kumpulan Artikel Islami

Penutup Kitab Birrul Walidain [Berbakti Kepada Kedua Orang Tua] Penutup Kitab Birrul Walidain [Berbakti Kepada Kedua Orang Tua]

Kategori Birrul Walidain

Rabu, 30 Maret 2005 14:52:54 WIBPENUTUP KITAB BIRRUL WALIDAIN [BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA]OlehUstadz Yazid bin Abdul Qadir JawasPada hakekatnya seorang anak harus berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Meski orang tua masih dalam keadaan musyrik mereka tetap mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya.Berbuat baik kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada fardhu kifayah dan amalan-amalan sunnah lainnya. Berbuat baik kepada kedua orang tua didahulukan daripada berjihad dan hijrah di jalan Allah. Berbuat baik kepada orang tua harus didahulukan dari pada kepada istri dan anak-anak.Berbuat baik kepada kedua orang tua tidak berarti harus meninggalkan kewajiban terhadap istri dan anak-anaknya. Kewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak tetap dipenuhi walaupun kepada kedua orang tuanya harus didahulukan.Imam Qurthubi secara umum mengatakan bahwa dalam berbakti kepada kedua orang tua hendaknya seorang anak menyetujui apa yang dikehendaki, diinginkan dan dimaui oleh kedua orang tua. Fudlail bin Iyadl berkata, "Janganlah engkau mencegah apa-apa yang disenangi keduanya" Ketika ditanya bagaimana tentang berbakti kepada kedua orang tua, Fudlail menjawab, "Janganlah engkau melayani kedua orang tuamu dalam keadaan malas"Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad. Ketika Abu Hurairah ditanya bagaimana berbakti kepada kedua orang tua, ia berkata, "Janganlah engkau memberikan nama seperti namanya, janganlah engkau berjalan dihadapannya, dan janganlah engkau duduk sebelum dia duduk" [1] Artinya, orang tua dipersilahkan duduk terlebih dahulu.Tidak boleh berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bermaksiat kepada Allah. Apabila orang tua menyuruh melakukan sesuatu yang haram atau mencegah dari perbuatan yang wajib, maka tidak boleh ditaati. Bahwa orang yang paling baik untuk kita jadikan teman dan sahabat karib selama-lamanya adalah orang tua sendiri.Harta yang dimiliki seorang anak pada hakekatnya adalah milik orang tua. Sebagaimana telah datang seseorang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah, orang tua saya telah mengambil harta saya" kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memarahi orang tersebut dan berkata, "Kamu dan hartamu milik bapakmu" [2]. Berikan kepada orang tua apa yang ada pada kita yang pada hakekatnya adalah milik orang tua. Karena kita bisa berusaha, bekerja dan mendapat gaji, mendapatkan ma'isyah [mata pencaharian], karena sebab orang tua yang melahirkan dan mendidik kita.Kalau keduanya sudah meninggal, tetap berbuat baik dengan mendo'akan, menyambung tali silaturahmi kepada teman-teman orang tua yang disambung oleh keduanya.Untuk menjadikan anak shalih berbakti kepada orang tua, bergantung dari pendidikan orang tua terhadap anaknya. Kalau ingin memiliki anak yang berbakti kepada kedua orang tua, tidak boleh meninggalkan pendidikan. Cara mendidiknya supaya menjadi anak yang shalih, anak yang taat kepada Allah dan RasulNya serta taat kepada kedua orang tuanya. Sejak kecil dididik dengan mentauhidkan Allah, diajarkan Al-Qur'an, sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, diajarkan cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga diajarkan tentang shalat.Seandainya sekarang ini ada anak yang durhaka kepada orang tuanya, kemudian orang tua ini menyesal dan bersedih, mungkin dahulu dia pernah berbuat durhaka kepada orang tuanya sehingga sekarang dibalas oleh anak-anaknya. Ada riwayat yang masih perlu diperiksa, menyebutkan, "Hendaklah kalian berbuat baik kepada orang tua kalian niscaya anak kalian akan berbuat baik kepada kalian" Jadi dengan berbuat baik kepada orang tua, insya Allah anak-anak akan berbuat baik kepadanya. Tetapi kalau durhaka kepada orang tua, anak-anakpun akan durhaka kepadanya.Hendaklah memperhatikan kedua orang tua seumur hidup dan jangan merasa lelah, capek, maupun letih, dalam berbakti kepada keduanya sebagaimana kita tidak capek dan letih dalam taat kepada Allah.Kalau selama ini pernah durhaka kepada orang tua, segeralah minta ma'af dan berbuat baik kepada keduanya. Jangan mengulangi lagi dan bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya baik laki-laki maupun yang perempuan. Mohon ampun dan bertaubat kepada Allah kemudian merubah sikap. Seandainya kedua orang tua sudah meninggal mohon ampun kepada Allah dan mendo'akannya dan bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya, menyambung silaturahmi dengan teman-teman kedua orang tua.Kalau ingin bahagia dan mendapat berkah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan diluaskan rizki serta dipanjangkan umur dan dimudahkan segala urusan, dimasukkan ke dalam surga maka harus terus berbuat baik kepada orang tua. Jangan lupakan semua yang pernah diberikan kedua orang tua karena semua kebaikan mereka tidak dapat dihitung dengan apapun juga.Maraji'[1]. Al-Qur'an Al-Karim dan terjemahannya[2]. Tafsir Ibnu Katsir[3]. Shahih Bukhari[4]. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani[5]. Shahih Muslim[6]. Sunan Tirmidzi[7]. Sunan Abu Daud[8]. Sunan Nasa'i[9]. Sunan Ibnu Majah[10]. Mustadrak Hakim[11]. Majma'uz Zawaid wal Manbaul Fawaid, Abu Bakar Al-Haitsami, tahrij Al-Iraqi dan Ibnu Hajar[12]. Al-Muhalla, Ibnu Hazm[13]. Al-Kabaair, Imam Adz-Dzahabi[14]. Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[15]. Al-Maudluu'at, Ibnul Jauzi[16]. Riyadus Shalihin, Imam Nawawi[17]. Syarah Musykilul Atsar, Imam Ath-Thahawi, tahqiq Syu'aib Al-Arnauth.[18]. Silsilah Ahadist As-Shahihah, Syaikh Imam Al-Albani[19]. Silsilah Ahadits Ad-Dlaifah, Syaikh Imam Al-Albani[20]. Shahih Jaami'ush Shagir, Syaikh Imam Al-Albani[21]. Irwaul Ghalil fi Takhrij Ahadits Manaris Sabiil, Syaikh Imam Al-Albani[22]. Shahih At-Targhib wa Tarhib, Syaikh Imam Al-Albani[23]. Shahih Al-Adabul Mufrad, Syaikh Imam Al-Albani[24]. Tamamul Minnah Takhrij Fiqih Sunnah, Syaikh Imam Al-Albani[25]. Ahkamul Janaiz, Syaikh Imam Al-Albani[26]. Misykatul Mashabiih, Syaikh Imam Al-Albani[27]. Bahjatun Nadlirin Syarah Riyadush Shalihin, Syaikh Salim bin Id Al-Hilaly[28]. Masail min Fiqhil Kitab wa Sunnah, Dr Umar Sulaiman Al-Asyqar, cet. I th.1414H, Daarun Nafaais[29]. Birrul Walidaian fi Qur'anil Karim wa Ahaadits Ash-Shahihah, Nidzam Sakkajeha, cet.VI th1413H, Maktabah Islamy[30]. Adillah Mu'taqad Abi Hanifah Al-A'zam fi Abawaiy Rasul A'alaihissalatu wa salaam, Al-Alamah 'Aly bin Sulthan bin Muhammad Al-Qari [wafat th 1014H], tahqiq Syaikh Mansyur bin Hasan bin Salman, cet. I th.1413H, Maktabah Al-Ghuraba Al-Atsariyah.[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta]_________Foote Note.[1]. Shahih Al-Adabul Mufrad no. 32[2]. Hadits Riwayat Ibnu Majah 2291 [Shahih Ibnu Majah no. 1855] Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar 4/277 no. 1598 [Shahih Musykilul Atsar Imam Ath-Thahawi tahqiq Syu'aib Al-Arnauth

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1390&bagian=0


Artikel Penutup Kitab Birrul Walidain [Berbakti Kepada Kedua Orang Tua] diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penutup Kitab Birrul Walidain [Berbakti Kepada Kedua Orang Tua].

Menikah Tergantung Wali

Kumpulan Artikel Islami

Menikah Tergantung Wali

>> Pertanyaan :

Syaikh Abdurrahman Sady: Pada waktu dipinang wanita mengatakan:Jika wali saya setuju, maka saya juga setuju. Apakah sah pernikahantersebut?

>> Jawaban :

Ya, sah jika benar itu diucapkan oleh wanita dan tidak menarik lagiucapan tersebut, karena yang kita buat bukti adalah ridhanya, terutamajika walinya bukan bapaknya

Artikel Menikah Tergantung Wali diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menikah Tergantung Wali.

Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib Dan Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir

Kumpulan Artikel Islami

Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib Dan Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib Dan Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir

Kategori Sihri Wal Kahaanah

Minggu, 16 Januari 2005 21:01:57 WIBPEMBAGIAN SIHIR MENURUT AR-RAGHIBOlehWahid bin Abdissalam BaaliAr-Raghib mengemukakan bahwa sihir itu dipergunakan untuk beberapa pengertian, diantaranya:[1]. Sesuatu Yang Lembut Dan Halus.Dari kata itu, muncul kalimat:”Sahartush shabiyya” yang berarti aku telah mengelabui dan mengecoh anak kecil itu. Dan setiap orang yang tertarik pada sesuatu, berarti dia telah tersihir olehnya. Dari kata itu pula, para penya’ir mengungkapkan:” Penyihiran terhadap mata, karena tertariknya jiwa.” Dari kata itu pula, muncul ungkapan para dokter:” Tabi’at [karakter] yang menyihir.” Dan juga firman Allah Ta’ala:â€Å"Artinya : Bahkan kami adalah kaum yang tersihir.” [Al-Hijr : 15]Maksudnya, kami dipalingkan dari ilmu pengetahuan. Dan hadits berikut ini juga memuat kata tersebut:"Sesungguhnya diantara al-bayan [1] itu adalah sihir" [2][2]. Sihir yang terjadi melalui tipuan dan ilusi yang tidak mempunyai hakikat sama sekali, seperti apa yang dilakukan para pesulap yang memalingkan pandangan dari apa yang sedang dilakukannya dengan kecepatan tangan.[3]. Sihir yang berlangsung dengan bantuan syaitan dengan cara melakukan pendekatan kepada mereka. Hal itu telah diisyaratkan oleh firman Allah Ta’ala:"Artinya : Hanya saja syitan-syaitan itu sajalah yang kafir [mengerjakan sihir]. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia." [Al-Baqarah : 102][4]. Sihir yang berlangsung melalui pembicaraan dengan bintang-bintang dan permintaan akan turunnya spiritualitasnya, seperti yang mereka akui.[3]TAHQIQ DAN PENJELASAN TENTANG BEBERAPA MACAM SIHIRDari kajian pembagian sihir yang dilakukan oleh ar-Razi, ar-Raghib dan ulama lainnya,kita dapatkan bahwa mereka telah memasukan beberapa hal kedalam kategori sihir, yang sebenarnya bukan termasuk sihir. Yang menjadi sebab dalam hal ini adalah bahwa mereka bersandar pada pengertian etimologis [menurut tinjauan bahasa] dari makna sihir, yaitu sesuatu yang halus dan mempuyai sebab yang tidak terlihat.Bertolak dari hal tersebut, mereka memasukan kedalam sihir ini berbagai penemuan yang menakjubkan dan yang dihasilkan dari kecepatan tangan, serta usaha penggunjingan diantara umat manusia serta berbagai hal lain yang sebabnya tidak terlihat dan pintu masuknya sangat samar.Semuanya itu tidak kita perlukan dalam pembahasan ini, tetapi fokus pembahasan ini ditujukan seputar sihir yang sebenarnya, yang dalam prakteknya seorang tukang sihir bersandar pada jin dan syaitan.Ada hakikat lain yang harus dijelaskan, yaitu masalah yang telah disebutkan ar-razi juga ar-Raghib, yaitu yang disebut dengan spiritualitas bintang-bintang. Yang benar dan yang menjadi keyakinan kita bahwa bintang-bintang itu adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang dikendalikan dengan perintah-Nya dan ia tidak mempunyai spiritualitas serta tidak mempunyai pengaruh sama sekali untuk selamanya.Jika ada orang yang menyatakan bahwa kami pernah menyaksikan beberapa tukang sihir berbicara dengan menyebut nama-nama yang mereka akui sebagai nama-nama bintang atau yang menjadi symbol-simbolnya seraya memanggilnya, dan setelah itu sihir mereka akan berlangsung dan terlihat nyata dihadapan para penonton.Menjawab pertanyaan tersebut, dapat dikatakan bahwa jika hal itu memang benar-benar terjadi, maka sebenarnya hal itu bukanlah karena pengaruh bintang, tetapi karena pengaruh syaitan untuk menyesatkan para tukang sihir dan menjarumuskan mereka kedalam fitnah. Sebagaimana yang diriwayatkan bahwa ketika orang-orang kafir berbicara kepada berhala-berhala yang terbuat dari batu dan sama sekali tuli, maka pada saat itu syaitan yang menjawab mereka dengan suara yang terdengar dari dalam berhala, sehingga orang-orang kafir itu mengira bahwa berhala-berhala itu adalah tuhan, padahal yang sebenarnya tidak demikian. Dan cara yang menyesatkan itu cukup banyak dan cabang-cabang. Oleh karena itu, mudah-mudahan Allah melindungi kami dan kalian semua dari kejahatan syaitan, jin dan manusia.[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]_________Foote Note.[1]. Al-bayan : Kefasihan dan kemampuan yang tinggi dalam berbicara.[2]. HR. AL-Bukhari [5/1976, 2176],at-Tirmidzi [4/376], Abu Dawud [4/303], Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya [7/479], Ahmad [1/327,397] dan Abu Ya’ la dalam musnadnya [4/220,454,10/12,13]. Dan lafazh ini milik al-Bukhari.[3]. Dinukil dari kitab Fat-hul Baari [X/222].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1306&bagian=0


Artikel Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib Dan Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pembagian Sihir Menurut Ar-Raghib Dan Tahqiq Dan Penjelasan Tentang Beberapa Macam Sihir.

Mendapat Kesucian Dari Nifas, Kemudian Berpuasa, Setelah Itu Darah Datang Lagi, Apakah Berpuasa ?

Kumpulan Artikel Islami

Mendapat Kesucian Dari Nifas, Kemudian Berpuasa, Setelah Itu Darah Datang Lagi, Apakah Berpuasa ? Mendapat Kesucian Dari Nifas, Kemudian Berpuasa, Setelah Itu Darah Datang Lagi, Apakah Berpuasa

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Sabtu, 16 Oktober 2004 08:04:05 WIBSEORANG WANITA MENDAPAT KESUCIANNYA DARI NIFAS DALAM SATU PEKAN, KEMUDIAN IA BERPUASA BERSAMA KAUM MUSLIMIN, SETELAH ITU DARAH TERSEBUT DATANG LAGI.OlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Jika seorang mendapat kesuciannya dari nifas dalam satu pekan, kemudian ia berpuasa bersama kaum muslimin di bulan Ramadhan selama beberapa hari, kemudian darah itu keluar lagi, apakah ia harus meninggalkan puasa dalam situasi seperti ini Dan apakah ia harus mengqadha hari-hari puasa yang ia jalani selama beberapa hari itu dan hari-hari puasa yang ia tinggalkan Jawaban.Jika seorang wanita mendapat kesuciannya dari nifas sebelum empat puluh hari lalu ia puasa beberapa hari, kemudian darah itu keluar lagi sebelum empat puluh hari, maka puasanya itu sah dan hendaknya ia meninggalkan shalat dan puasa pada hari-hari ketika darah itu keluar lagi, karena darah itu dianggap darah nifas hingga ia suci atau hingga sempurna empat puluh hari.Dan jika telah mencapai empat puluh hari maka wajib baginya untuk mandi walaupun darah itu masih tetap keluar, karena empat puluh hari adalah akhir masa nifas menurut pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ulama, dan setelah itu hendaknya ia berwudhu untuk setiap waktu shalat hingga darah itu berhenti mengalir darinya, sebagaimana yang diperintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada wanita yang mustahadhah, dan boleh bagi suaminya untuk mencampurinya setelah empat puluh hari walaupun masih mengeluarkan darah, karena darah dan kondisi yang seperti demikian adalah darah rusak [darah istihadhah] yang tidak menghalangi seorang wanita untuk shalat dan puasa dan juga tidak mengahalangi suaminya untuk menggauli istrinya pada saat itu. Akan tetapi jika keluarnya darah itu sesuai dengan masa haidnya, maka ia harus meninggalkan shalat dan puasa karena dia dianggap haidh.[Kitab Ad-Da'wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/73]SETELAH EMPAT PULUH HARI SEJAK MELAHIRKAN, DARAH YANG KELUAR BERUBAH, APAKAH SAYA HARUS SHALAT DAN PUASA.OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya seroang wanita bersuami dan alhamdulillah Allah telah mengaruniakan dua orang anak. Setelah habis empat puluh hari dari masa melahirkan tepatnya hari ketujuh dari bulan Ramadhan, saya masih tetap mengeluarkan darah, akan tetapi darah yang keluar itu telah berubah dan tidak seperti darah yang keluar sebelum empat puluh hari, apakah saya harus puasa dan shalat Sebab saya melaksanakan puasa setelah melewati empat puluh hari itu dan saya selalu mandi setiap kali akan shalat, apakah puasa saya itu sah atau tidak JawabanSeorang wanita nifas jika ia tetap mengeluarkan darah setelah melewati empat puluh hari dan darah itu tidak berubah, maka jika masa yang lebih dari empat puluh hari itu sesuai dengan masa haidh yang biasanya, maka ia harus meninggalkan shalat, dan jika masa yang lebih dari empat puluh hari itu tidak sesuai dengan masa haid yang biasanya, maka para ulama berbeda pendapat, di antara ulama ada yang berpendapat : Hendaknya wanita itu mandi, shalat dan puasa, walaupun darah tetap mengalir sebab darah ini adalah darah istihadhah. Sebagian ulama lainnya bependapat : Bahwa ia tetap meninggalkan shalat hingga hari keenam puluh, karena ada sebagian wanita yang tetap dalam keadaan nifas hingga hari keenam puluh, dan ini adalah kejadian nyata yang tidak bisa dipungkiri, sehingga dikatakan bahwa sebagian wanita mempunyai kebiasaan nifas selama enam puluh hari, maka berdasarkan ini, sebaiknya wanita itu tetap meninggalkan shalat hingga hari keenam puluh, kemudian setelah itu ia kembali kepada masa haid seperti biasanya.[Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/65][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1103&bagian=0


Artikel Mendapat Kesucian Dari Nifas, Kemudian Berpuasa, Setelah Itu Darah Datang Lagi, Apakah Berpuasa ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mendapat Kesucian Dari Nifas, Kemudian Berpuasa, Setelah Itu Darah Datang Lagi, Apakah Berpuasa ?.

Hukum Memanjangkan Celana

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Memanjangkan Celana Hukum Memanjangkan Celana

Kategori Ahkam

Kamis, 15 April 2004 08:27:50 WIBHUKUM ISBAL [MENURUNKAN PAKAIAN DIBAWAH MATA KAKI]OlehSyaikh Abdullah Bin Jarullah Al-JarullahBagian Keenam dari Tujuh Tulisan [6/7]HUKUM MEMANJANGKAN CELANA

>> Pertanyaan :Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagian orang ada yang memendekkan pakaiannya di atas kedua mata kaki, tapi celananya tetap panjang. Apa hukum hal ituJawaban.Isbal adalah perbuatan haram dan mungkar, sama saja apakah hal itu terjadi pada gamis atau sarung. Dan Isbal adalah yang melewati kedua mata kaki berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam."Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung, maka tempatnya di neraka." [Hadits Riwayat Bukhari]Dan beliau Shalallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:"Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan tidak disucikan dari dosa serta mereka akan mendapat aazab yang sangat pedih, yaitu pelaku Isbal, pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya]Beliau juga bersabda kepaada sebagian para sahabatnya:"Jauhilah Isbal olehmu, karena itu termasuk kesombongan." [Hadits Riwayat Abu Daud dan Turmudzi dengan sanad yang shahih]Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Isbal termasuk salah satu dosa besar, walau pelakunya mengira bahwa dia tidak bermaksud sombong ketika melakukannya, berdasarkan keumumannya.Adapun orang yang melakukannya karena sombong, maka dosanya lebih besar berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam :"Siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat." [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Karena perbuatan itu menggabung antara Isbal dan kesombongan. Kita mengharap kepada Allah agar Dia memberi keampunan.Adapun ucapan Nabi Shalallaahu 'alaihi wa sallam kepada Abu Bakar ketika dia berkata kepada beliau: " Wahai Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, sarungku sering turun kecuali kalau aku benar-benar menjaganya." Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya :"Engkau tidak termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong." [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]Hadits ini tidak menunjukkan bahwa Isbal boleh dilakukan bagi orang yang tidak karena sombong. Tapi hadits ini menujukkan bahwa orang yang sarungnya atau celananya melorot tanpa maksud sombong kemudian dia benar-benar menjaganya dan membetulkannya tidak berdosa.Adapun menurunkan celana di bawah kedua mata kaki yang dilakukan sebagian orang adalah perbuatan yang dilarang. Dan yang sesuai dengan sunnah adalah hendaknya gamis atau yang sejenisnya, ujungnya berada antara setengah betis sampai mata kaki dengan mengamalkan semua hadits-hadits tadi. Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq.[Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz dinukil dari Majalah Ad Da'wah hal 220][Disalin dari kitab Tadzkiirusy Syabaab Bimaa Jaa’a Fii Isbaalis Siyab, edisi Indonesia Hukum Isbal Menurunkan Pakaian Dibawah Mata Kaki, alih bahasa Muhammad Ali bin Ismail, hal 23-25 Terbitan Maktabah Adz-Dzahabi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=631&bagian=0


Artikel Hukum Memanjangkan Celana diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Memanjangkan Celana.

Bergaul Dengan Pelaku Penyimpangan Seksual

Kumpulan Artikel Islami

Bergaul Dengan Pelaku Penyimpangan Seksual Bergaul Dengan Pelaku Penyimpangan Seksual

Kategori Adab Dan Perilaku

Rabu, 15 Juni 2005 11:16:25 WIBBERGAUL DENGAN PELAKU PENYIMPANGAN SEKSUALOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa pernjelasan Anda tentang bermua’amalah dengan para pelaku dosa besar, seperti pezina, homosek dan dosa besar lainnya yang telah datang dalil yang menyebutkan ancaman keras bagi pelakunya Bolehkah berbicara dengan mereka Bolehkah mengucapkan salam kepada mereka Bolehkah pula berteman dengan mereka dalam rangka mengingatkan mereka akan ancaman Allah dari siksaNya yang pedih JawabanOrang yang tertuduh melakukan perbuatan maksiat wajib untuk dinasehati dan diberi peringatan akan maksiat itu dan akibat jeleknya, dan bahwa maksiat itu termasuk diantara penyebab sakit, mengeras dan matinya hati. Adapun orang yang terang-terangan dan mengakui maksiat itu, maka wajib ditegakkan had pada dirinya dan dilaporkan kepada penguasa.Tidak boleh berteman dan bergaul dengan orang seperti itu, bahkan sebaliknya wajib diboikot agar mudah-mudahan dia mendapat hidayah Allah dan mau bertaubat. Kecuali jika boikot itu justru menjadikan mereka bertambah jelek perilakunya. Maka wajib selalu mengingkari perbuatan mereka dengan cara yang baik dan nasehat yang terus menerus sampai mereka mendapat hidayah dari Allah.Tidak boleh menjadikan mereka teman, bahkan wajib terus mengingkari dan memperingatkan mereka tentang perbuatan mereka yang keji itu. Dan wajib bagi pemerintah negeri-negeri Islam menangkap mereka dan melaksanakan had-had syari’at pada mereka. Sedangkan orang-orang yang mengetahui keadaan mereka, wajib untuk membantu negara dalam hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala.â€Å"Artinya : Dan tolong-menolonglah dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan” [Al-Ma’idah : 2]â€Å"Artinya : Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebagian mereka [adalah] menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh [mengerjakan] yang makruf, mencegah dari perbautan yang mungkar” [At-Taubah : 71]â€Å"Artinya : Demi masa,sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal salih, dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” [Al-Ashr : 1-3]Begitupula berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaknya dengan lisannya. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman” [Riwayat Muslim] [1]â€Å"Artinya : Agama itu nasihat. Ditanyakan kepada beliau, â€Å"Nasihat untuk siapa wahai Rasulullah . Beliau menjawab, â€Å"Untuk Allah, untuk kitabNya, untuk RasulNya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin umumnya” [Riwayat Muslim] [2]Ayat dan hadits yang mengandung makna ini amat banyak.Kami memohon kepada Allah semoga Dia memperbaiki keadaan kaum muslimin, menjadikan mereka paham akan ajaran agamanya, dan melimpahkan taufiqNya kepada mereka untuk nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran Anda, serta menyatukan kalimat mereka.[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah V/399-400][Disalin dari Majalah Fatawa Volume 11/Th I/14124H-2003M]Foote Note.[1]. Muslim No. 49. Tirmidzi no. 2172. Nasa’i No. 5008-5009. Abu Dawud No. 1140, 4340. Ibnu Majah No. 1275, 4013. Ahmad No. 10689[2]. Muslim No 55. Nasa’Ii No. 4197, 4198. Abu Dawud No. 4944. Ahmad No. 16493 dari Tamim Ad-Dari. Tirmidzi N0. 1926 dan Nasa’i No. 4199 dari Abu Hurairah

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1457&bagian=0


Artikel Bergaul Dengan Pelaku Penyimpangan Seksual diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bergaul Dengan Pelaku Penyimpangan Seksual.

Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya

Kumpulan Artikel Islami

Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya

Kategori Mabhats

Minggu, 24 April 2005 19:57:49 WIBDAKWAH TANPA ILMU TIDAK AKAN ISTIQOMAH SELAMANYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kita sering menemukan sebagian da’i memiliki perhatian terhadap dakwah ke jalan Allah dan ukhuwah di jalan Allah serta saling mencintai di dalamnya, namun tidak memperhatikan persoalan ilmu dan tafaqquh dalam perkara-perkara Ad-Dien dan aqidah serta dalam menghadiri majlis-majlis ilmu, maka apakah komentar Syaikh terhadap hal ini JawabanKomentar saya terhadap hal itu adalah : Saya mengatakan bahwa bekal paling pertama yang wajib dipegangi oleh seorang da’i adalah hendaknya menjadi seorang yang ‘alim [berilmu]. Karena meremehkan urgensi ilmu artinya seseorang akan tetap dalam kondisi bodoh, dan dakwahnya menjadi buta tanpa mengetahui apa yang benar di dalamnya.Jika dakwah itu berdiri di atas kebodohan maka setiap orang akan memberikan hukum sesuai dengan apa yang didiktekan oleh akalnya, yang ia sangka benar padahal salah. Maka saya berpendapat bahwa pandangan ini adalah salah ! Wajib ditinggalkan, dan hendaknya seseorang tidak berdakwah kecuali setelah mempelajaari [apa yang ia akan dakwahkan]. Oleh karena itu Imam Al-Bukhari Rahimahullah telah membuat bab yang semakna dengan ini dalam kitab Shahihnya dengan menuliskan : Bab Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal, lalu beliau menjadikan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan [Yang Haq] meliankan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi [dosa] orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” [Muhammad : 19]Maka seseorang haruslah mengetahui terlebih dahulu lalu kemudian mendakwahkannya.Adapun dakwah tanpa landasan ilmu tidak akan istiqomah [konsisten] selamanya. Tidakkah Anda melihat jika kita keluar dari Jeddah dan berangkat menuju Riyadh, lalu kita menunjuk seseorang yang kita ketahui sebagai orang yang memiliki prilaku dan niat yang baik, lalu kita katakan padanya : â€Å"Kami ingin Anda menunjukkan pada kami jalan ke Riyadh”. Namun ia sebenarnya tidak mengetahui jalannya. Maka iapun membawa kita ke perjalanan yang jauh dan panjang, hingga kita letih dan lelah, dan hasilnya adalah bahwa kita tidak sampai ke kota Riyadh. Kenapa Karena orang itu tidak mengetahui jalannya.Maka bagaimana mungkin dapat menjadi petunjuk jalan untuk [mengetahui] syari’at seseorang yang tidak mengetahui syari’at tersebut Ini tidak mungkin selama-lamanya.[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1413&bagian=0


Artikel Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Dakwah Tanpa Ilmu Tidak Akan Istiqomah Selamanya.

Metode Salaf Dalam Menerima Ilmu 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Metode Salaf Dalam Menerima Ilmu 1/2 Metode Salaf Dalam Menerima Ilmu 1/2

Kategori Manhaj

Minggu, 6 Juni 2004 16:37:41 WIBMETODE SALAF DALAM MENERIMA ILMUOlehSyaikh Abdul Adhim BadawiBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]"Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak [pula] bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain] tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" [Al-Ahzab : 36]Dari fenomena yang tampak pada saat ini, [kita menyaksikan] khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, melebihi pada zaman para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in [orang-orang yang berguru kepada para sahabat] serta tabiut tabiin [orang-orang yang berguru kepada tabi'in]. Namun bersamaan itu pula, amal perbuatan sedikit. Sering kali kita mendengarkan [perintah Allah dan RasulNya] namun, sering juga kita tidak melihat ketaatan, dan sering kali kita mengetahuinya, namun seringkali juga kita tidak mengamalkan.Inilah perbedaan antara kita dan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tabiin dan tabiut tabiin yang mereka itu hidup pada masa yang mulia. Sungguh pada masa mereka nasehat-nasehat, khutbah-khutbah dan pelajaran-pelajaran sedikit, hingga berkata salah seorang sahabat."Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala memberikan nasehat mencari keadaan dimana kita giat, lantaran khawatir kita bosan" [Muttafaqun Alaihi]Di zaman para sahabat dahulu sedikit perkataan tetapi banyak perbuatan, mereka mengetahui bahwa apa yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wajib diamalkan, sebagaimana keadaan tentara yang wajib melaksanakan komando atasannya di medan pertempuran, dan kalau tidak dilaksanakan kekalahan serta kehinaanlah yang akan dialami.Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu, menerima wahyu Allah 'Azza wa Jalla dengan perantaraan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sikap mendengar, taat serta cepat mengamalkan. Tidaklah mereka terlambat sedikitpun dalam mengamalkan perintah dan larangan yang mereka dengar, dan juga tidak terlambat mengamalkan ilmu yang mereka pelajari dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.Inilah contoh yang menerangkan bagaimana keadaan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mendapatkan wahyu dari Allah 'Azza wa Jalla. Para ahli tafsir menyebutkan tentang sebab turunnya ayat dalam surat Al-Ahzab ayat 36 ini [dengan berbagai macam sebab] , saya merasa perlu untuk menukilnya, inilah sebab turunnya ayat itu :Para ahli tafsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menginginkan untuk menghancurkan adanya perbedaan-perbedaan tingkatan [kasta] di antara manusia, dan melenyapkan penghalang antara fuqara [orang-orang fakir] dan orang-orang kaya. Dan juga antara orang-orang yang merdeka [yaitu bukan budak dan bukan pula keturunannya], dengan orang-orang yang [mendapatkan nikmat Allah 'Azza wa Jalla] menjadi orang merdeka sesudah dulunya menjadi budak.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menerangkan kepada manusia bahwa mereka semua seperti gigi yang tersusun, tidak ada keutamaan bagi orang Arab terhadap selain orang Arab, dan tidak ada keutamaan atas orang yang berkulit putih terhadap yang berkulit hitam kecuali ketaqwaan [yang membedakan antara mereka]. Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla."Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" [Al-Hujurat : 13]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menanamkan dalam hati manusia mabda' [pondasi] ini. Dan barangkali, dalam keadaan seperti ini, perkataan sedikit faedah dan pengaruhnya, yang demikian itu disebabkan karena fitrah manusia ingin menonjol dan cinta popularitas. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berpendapat untuk menanamkan pondasi ini dalam jiwa-jiwa manusia dalam bentuk amal perbuatan [yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam wujudkan] dalam lingkungan keluarga serta kerabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini dikarenakan amal perbuatan lebih banyak memberi kesan dan pengaruh yang mendalam dalam hati manusia, dari hanya sekedar berbicara semata.Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pergi kepada Zainab binti Jahsiy anak perempuan bibi beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam [kakek Zainab dan kakek Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sama yaitu Abdul Mutthalib seorang tokoh Quraisy] untuk meminangnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ingin mengawinkannya dengan budak beliau Zaid bin Haritsah yang telah diberi nikmat Allah menjadi orang merdeka [lantaran dibebaskan dari budak]. Lalu tatkala beliau menyebutkan bahwa beliau akan menikahkan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti jahsiy, berkatalah Zainab binti Jahsiy : "Saya tidak mau menikah dengannya". Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Engkau harus menikah dengannya". Dijawab oleh Zainab : "Tidak, demi Allah, selamanya saya tidak akan menikahinya".Ketika berlangsung dialog antara Zainab dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Zainab mendebat dan membantah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian turunlah wahyu yang memutuskan perkara itu :"Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak [pula] bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain] tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" [Al-Ahzab : 36]Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan ayat tersebut kepada Zainab, maka berkatalah Zainab : "Ya Rasulullah ! apakah engkau ridha ia menjadi suamiku " Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Ya", maka Zainab berkata : "Jika demikian aku tidak akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu akupun menikah dengan Zaid".Demikianlah Zainab binti Jahsiy menyetujui perintah Allah dan RasulNya, dan hanyalah keadaannya tidak setuju pada awal kalinya, lantaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hanyalah menawarkan dan bermusyawarah dengannya. Maka tatkala turun wahyu, perkaranya bukan hanya perkara nikah atau meminang, setuju atau tidak setuju, tetapi [setelah turunnya wahyu], perkaranya berubah menjadi ketaatan atau bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.Tidak ada jalan lain didepan Zainab binti Jahsiy Radhiyallahu 'anha [semoga Allah meridhainya], melainkan harus mendengar dan taat kepada Allah dan RasulNya, dan kalau tidak taat maka berarti telah durhaka kepada Allah dan RasulNya, sedangkan Allah berfirman."Artinya : Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" [Al-Ahzab : 36][Disalin dari Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. 1/No. 04/ 2003 - 1424H, terbitan Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=781&bagian=0


Artikel Metode Salaf Dalam Menerima Ilmu 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Metode Salaf Dalam Menerima Ilmu 1/2.

Apakah Matahari Berputar Mengelilingi Bumi ?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Matahari Berputar Mengelilingi Bumi ? Apakah Matahari Berputar Mengelilingi Bumi

Kategori Al-Masaa'il

Sabtu, 23 April 2005 18:54:43 WIBApakah Matahari Berputar Mengelilingi Bumi OlehSyaikh Muhammad bin Shalih UtsaiminPertanyaanSyaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ditanya: "Apakah Matahari berputar mengelilingi bumi".Jawaban."Dhahirnya dalil-dalil syar'i menetapkan bahwa mataharilah yang berputar mengelilingi bumi dan dengan perputarannya itulah menyebabkan terjadinya pergantian siang dan malam di permukaan bumi, tidak ada hak bagi kita untuk melewati dhahirnya dalil-dalil ini kecuali dengan dalil yang lebih kuat dari hal itu yang memberi peluang bagi kita untuk menakwilkan dari dhahirnya. Diantara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa matahari berputar mengelilingi bumi sehingga terjadi pergantian siang dan malam adalah sebagai berikut.[1]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Ibrahim akan hujahnya terhadap yang membantahnya tentang Rabb."Artinya : Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," [Al Baqarah : 258]Maka keadaan keadaan matahari yang didatangkan dari timur merupakan dalil yang dhahir bahwa matahari berputar mengelilingi bumi.[2]. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman juga tentang Ibrahim."Artinya : Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar', maka tatkala matahari itu terbenam dia berkata : 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.'" [Al-An'am : 78]Jika Allah menjadikan bumi yang mengelilingi matahari niscaya Allah berkata: "Ketika bumi itu hilang darinya".[3]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka berada disebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu." [Al-Kahfi : 17]Allah menjadikan yang condong dan menjauhi adalah matahari, itu adalah dalil bahwa gerakan itu adalah dari matahari, kalau gerakan itu dari bumi niscaya Dia berkata: "gua mereka condong darinya[matahari]". Begitu pula bahwa penyandaran terbit dan terbenam kepada matahari menunjukkan bahwa dialah yang berputar meskipun dilalahnya lebih sedikit dibandingkan dilalah firmanNya "[condong] dan menjauhi mereka]".[4]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." [Al-Anbiya' : 33]Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata:"Berputar dalam suatu garis peredaran seperti alat pemintal". Penjelasan itu terkenal darinya.[5]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat," [Al-A'raf : 54]Allah menjadikan malam mengejar siang, dan yang mengejar itu yang bergerak dan sudah maklum bahwa siang dan malam itu mengikuti matahari.[6]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman"Artinya : Dia menciptakan langit dan bumi dengan [tujuan] yang banar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." [Az Zumar : 5]FirmanNya: "Menutupkan malam atau siang" artinya memutarkannya atasnya seperti tutup sorban menunjukkan bahwa berputar adalah dari malam dan siang atas bumi. Kalau saja bumi yang berputar atas keduanya [malam dan siang] niscaya Dia berkata: "Dia menutupkan bumi atas malam dan siang". Dan firmanNya: "matahari dan bulan, semuanya berjalan", menerangkan apa yang terdahulu menunjukkan bahwa matahari dan bulan keduanya berjalan dengan jalan yang sebenarnya [hissiyan makaniyan], karena menundukkan yang bergerak dengan gerakannya lebih jelas maknanya daripada menundukkan yang tetap diam tidak bergerak.[7]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengirinya," [Asy-Syam : 1-2]Makna [mengiringinya] adalah datang setelahnya. dan itu dalil yang menunjukkan atas berjalan dan berputarnya matahari dan bulan atas bumi. Seandainya bumi yang berputar mengeliligi keduanya tidak akan bulan itu mengiringi matahari, akan tetapi kadang-kadang bumi mengelilingi matahari dan kadang-kadang matahari mengeliling bulan, karena matahari lebih tinggi dari pada bulan. Dan untuk menyimpulan ayat ini membutuhkan pengamatan.[8]. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman"Artinya : Dan suatu tanda [kekuasaan Allah yang besar] bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dan malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga [setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir] kembalilah dia sebagai tandan yang tua. Tidaklah mugkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya." [Yaa-Siin : 37-40]Penyandaran kata berjalan kepada matahari dan Dia jadikan hal itu sebagai kadar/batas dari Dzat yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui menunjukkan bahwa itu adalah haqiqi [sebenarnya] dengan kadar yang sempurna, yang mengakibatkan terjadinya perbedaan siang malam dan batas-batas [waktu]. Dan penetapan batas-batas edar bulan menunjukkan perpindahannya di garis edar tersebut. Kalau seandainya bumi yang berputar mengelilingi maka penetapan garis edar itu bukannya untuk bulan. Peniadaan bertemunya matahari dengan bulan dan malam mendahului siang menunjukkan pengertian gerakan muncul dari matahari, bulan malam dan siang.[9]. Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam berkata kepada Abu Dzar radhiallahu anhu dan matahari telah terbenam."Artinya : Apakah kamu tahu kemana matahari itu pergi " Dia menjawab: "Allah dan RasulNya lebih tahu". Beliau bersabda: "Sesungguhnya dia pergi lalu bersujud di bawah arsy, kemudian minta izin lalu diijinkan baginya, hampir-hampir dia minta izin lalu tidak diijinkan. Kemudian dikatakan kepadanya: "Kembalilah dari arah kamu datang lalu dia terbit dari barat [tempat terbenamnya] atau sebagaimana dia bersabda [Muttafaq 'alaih] [1]PerkataanNya: "Kembalilah dari arah kamu datang, lalu dia terbit dari tempat terbenamnya" sangatlah jelas sekali bahwa dia [matahari] itulah yang berputar mengelilingi bumi dengan perputarannya itu terjadinya terbit dan terbenam.[10]. Hadits-hadits yang banyak tentang penyandaran terbit dan terbenam kepada matahari, maka itu jelas tentang terjadinya hal itu dari matahari tidak kepada bumi."Boleh jadi disana masih banyak dalil-dalil lain yang tidak saya hadirkan sekarang, namun apa yang telah saya sebutkan sudah cukup tentang apa yang saya maksudkan. Wallahu Muwaffiq."[Disalin dari Majmu Fatawa Arkanul Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]_________Foote Note[1] Dikeluarkan oleh bukhari, Kitab Bad'ul Khalqi, bab shifat asy syam wal qamar : 3199, dan muslim, kitab Al Iman, bab Bayan az Zaman al Ladzi la yuqbal fihil Iman : 159

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1412&bagian=0


Artikel Apakah Matahari Berputar Mengelilingi Bumi ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Matahari Berputar Mengelilingi Bumi ?.

Keagungan Allah

Kumpulan Artikel Islami

Keagungan Allah Keagungan Allah

Kategori Tauhid

Selasa, 27 Januari 2004 08:13:30 WIBKEAGUNGAN ALLAHOlehSyaikh Muhammad At-TamimiFirman Allah:Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kananNya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan [Az-Zumar : 67]Ibnu Mas'ud menuturkan:"Salah seorang pendeta Yahudi datang kepada Rasulullah dan berkata: "Wahai Muhammad! Sesungguhnya kami menjumpai [dalam kitab suci kami] bahwa Allah akan meletakkan langit di atas satu jari, pohon-pohon diatas jari, air diatas satu jari, tanah diatas satu jari, dan seluruh makhluk diatas satu jari, maka Allah berfirman: Aku-lah Penguasa." Tatkala mendengarnya, tersenyumlah Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam sehingga tampak gigi-gigi beliau, karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu ; kemudian beliau membacakan firman Allah surat Azu-zumar 67 diatas [Hadist riwayat Bukhari dan Muslim]Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:"Artinya : Allah akan menggulung seluruh lapisan langit pada hari Kiamat, lalu diambil dengan Tangan Kanannya dan berfirman: "Akulah Penguasa; mana orang-orang yang berlaku lalim, mana orang-orang yang berlaku sombong " Kemudian Allah menggulung ke tujuh lapis bumi, lalu diambil dengan Tangan KiriNya dan berfirman: "Akulah Penguasa; mana orang-orang yang berlaku lalim, mana orang-orang yang berlaku sombongDiriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:"Artinya : Langit tujuh dan bumi tujuh di Telapak Tangan Allah Ar-Rahman, tiada lain hanyalah bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan di tangan seseorang di antara kamu."Ibnu Jarir berkata:" Yunus menuturkan kepadaku, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu zaid, dari bapaknya [Zaid bin Aslam], ia menuturkan: Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Ketujuh langit itu berada di Kursi, tiada lain hanyalah bagaikan tujuh keping dirham yang diletakkan di atas perisai.'Ibnu jarir berkata pula: "Dan Abu Dzar menuturkan: Aku mendengar Rasulullahbersabda: "Kursi itu berada di Arsy, tiada lain hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dicampakkan di tengah padang pasir."Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia menuturkan:"Antara langit yang paling bawah dengan langit berikutnya jaraknya 500 tahun, dan antara setiap langit jaraknya 500 tahun; antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500 tahun; dan antara kursi dan samudra air jaraknya 500 tahun; sedang Arsy berada diatas samudra air itu: dan Allah berada diatas Arsy tersebut, tidak tersembunyi bagi Allah suatu apapun dari perbuatan kamu sekalian." [Diriwayatkan oleh Ibnu Mhadi dari hamad bin Salamah, dari Ashim, dari Zirr, dari Abdullah ibnu Mas'ud]Segala puji hanya milik Allah Rabb sekalian alam.[Dikutip dari "Kitab Tauhid" Syaikh Muhammad At-Tamimi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=85&bagian=0


Artikel Keagungan Allah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Keagungan Allah.

Beberapa Kesalahan Dilakukan Oleh Sebagian Jamaah Haji 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Beberapa Kesalahan Dilakukan Oleh Sebagian Jamaah Haji 1/2 Beberapa Kesalahan Dilakukan Oleh Sebagian Jamaah Haji 1/2

Kategori Hajji Dan Umrah

Kamis, 4 Maret 2004 10:46:04 WIBBEBERAPA KESALAHAN YANG DILAKUKAN OLEH SEBAGIAN JAMAAH HAJIOlehKumpulan UlamaBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Pertama : Beberapa Kesalahan Dalam IhramMelewati miqat dari tempatnya tanpa berihram dari miqat tersebut, sehingga sampai di Jeddah atau tempat lain di daerah miqat, kemudian melakukan ihram dari tempat itu. Hal ini menyalahi perintah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengharuskan setiap jama'ah haji agar berihram dari miqat yang dilaluinya.Maka bagi yang melakukan hal tersebut, agar kembali ke miqat yang dilaluinya tadi, dan berihram dari miqat itu kalau memang memungkinkan. Jika tidak mungkin, maka ia wajib membayar fidyah dengan menyembelih binatang kurban di Mekkah dan memberikan keseluruhannya kepada orang-orang fakir. Ketentuan tersebut berlaku bagi yang datang lewat udara, darat maupun laut.Jika tidak melintasi salah satu dari kelima miqat yang sudah maklum itu, maka ia dapat berihram dari tempat yang sejajar dengan miqat pertama yang dilaluinya.Kedua : Beberapa Kesalahan Dalam Tawaf[1] Memulai tawaf sebelum Hajar Aswad, sedang yang wajib haruslah dimulai dari Hajar Aswad.[2] Tawaf didalam Hijr Ismail. Karena yang demikian itu berarti ia tidak mengelilingi seluruh Ka'bah, tapi hanya sebagiannya saja, karena Hijir Ismail itu termasuk Ka'bah. Maka dengan demikian Tawafnya tidak sah [batal].[3] Ramal [berjalan cepat] pada seluruh putaran yang tujuh. Padahal ramal itu hanya dilakukan pada tiga putaran pertama, dan itupun tertentu dalam tawaf Qudum saja.[4] Berdesak-desakan untuk dapat mencium Hajar Aswad, dan kadang-kadang sampai pukul-memukul dan saling mencaci-maki. Hal itu tidak boleh, karena dapat menyakiti sesama muslim disamping memaki dan memukul antar sesama muslim itu dilarang kecuali dengan jalan yang dibenarkan oleh Agama. Tidak mencium Hajar Aswad sebenarnya tidak membatalkan Tawaf, bahkan Tawafnya tetap dinilai sah sekalipun tidak menciumnya. Maka cukuplah dengan berisyarat [mengacungkan tangan] dan bertakbir disaat berada sejajar dengan Hajar Aswad, walaupun dari jauh.[5] Mengusap-ngusap Hajar Aswad dengan maksud untuk mendapatkan barakah dari batu itu. Hal ini adalah bid'ah, tidak mempunyai dasar sama sekali dalam syari'at Islam. Sedang menurut tuntunan Rasulullah cukup dengan menjamah dan menciumnya saja, itupun kalau memungkinkan.[6] Menjamah seluruh pojok Ka'bah, bahkan kadang-kadang menjamah dan mengusap-ngusap seluruh dindingnya. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menjamah bagian-bagian Ka'bah kecuali Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja.[7] Menentukan do'a khusus untuk setiap putaran dalam tawaf. Karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun yang beliau lakukan setiap melewati Hajar Aswad adalah bertakbir dan pada setiap akhir putaran antara Hajar Aswad dan rukun Yamani beliau membaca :" Rabbanaa aatinaa fi-d-dunyaa hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa 'adzaa ba-n-naar" Artinya : Wahai Tuhan kami, berilah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksaan api neraka".[8] Mengeraskan suara pada waktu Tawaf sebagaimana dilakukan oleh sebagian jama'ah atau para Mutawwif, yang dapat mengganggu orang lain yang juga melekukan tawaf.[9] Berdesak-desakan untuk melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim. Hal ini menyalahi sunnah, disamping mengganggu orang-orang yang sedang Tawaf. Maka cukup melakukan shalat dua raka'at Tawaf itu di tempat lain didalam Masjid HaramKetiga : Beberapa Kesalahan Dalam Sa'i.[1] Ada sebagian jama'ah haji, ketika naik ke atas Safa dan Marwah, mereka menghadap Ka'bah dan mengangkat tangan ke arahnya sewaktu membaca takbir, seolah-olah mereka bertakbir untuk shalat. Hal ini keliru, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua telapak tangan beliau yang mulia hanyalah di saat berdo'a. Di bukit itu, cukuplah membaca tahmid dan takbir serta berdo'a kepada Allah sesuka hati sambil menghadap Kiblat. Dan lebih utama lagi membaca dzikir yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, saat beliau di bukit Safa dan marwah.[2] Berjalan cepat pada waktu Sa'i antara Safa dan Marwah pada seluruh putaran. Padahal menurut sunnah Rasul, berjalan cepat itu hanyalah dilakukan antara kedua tanda hijau saja, adapaun yang lain cukup dengan berjalan biasa.Keempat : Beberapa Kesalahan di Arafah[1] Ada sebagian jama'ah haji yang berhenti di luar batas Arafah dan tetap tinggal di tempat tersebut hingga terbenam matahari. Kemudian mereka berangkat ke Muzdalifah tanpa berwuquf di Arafah. Ini suatu kesalahan besar, yang mengakibatkan mereka tidak mendapatkan arti haji. Karena sesungguhnya haji itu ialah wuquf di Arafah, untuk itu mereka wajib berada di dalam batas Arafah, bukan diluarnya. Maka hendaklah mereka selalu memperhatikan hal wuquf ini dan berusaha untuk berada dalam batas Arafah. Jika mendapatkan kesulitan, hendaklah mereka memasuki Arafah sebelum terbenam matahari, dan terus menetap disana hingga terbenam matahari. Dan cukup bagi mereka masuk Arafah di waktu malam khususnya pada malam hari raya kurban.[2] Ada sebagian mereka yang pergi meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari. Ini tidak boleh, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, melakukan wuquf di Arafah sampai matahari terbenam dengan sempurna.Berdesak-desakan untuk dapat naik ke atas gunung Arafah dan sampai ke puncaknya, yang dapat menimbulkan banyak mudarat. Sedangkan seluruh padang Arafah adalah tempat berwuquf, dan naik ke atas gunung Arafah tidak disyari'atkan, begitu juga shalat di tempat itu.[3] Ada sebagian jama'ah haji yang menghadap ke arah gunung Arafah ketika berdo'a. Sedang menurut sunnah, adalah menghadap Kiblat.[4] Ada sebagian jama'ah haji membikin gundukan pasir dan batu kerikil pada hari Arafah di tempat-tempat tertentu. Ini suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam syari'at Allah.Kelima : Beberapa Kesalahan di MuzdalifahSebagian jama'ah haji, di saat pertama tiba di Muzdalifah, sibuk dengan memungut batu kerikil sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dan mereka berkeyakinan bahwa batu-batu kerikil pelempar Jamrah itu harus diambil dari Muzdalifah.Yang benar, adalah dibolehkannya mengambil batu-batu itu dari seluruh tempat di Tanah Haram. Sebab keterangan yang benar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau tak pernah menyuruh agar dipungutkan untuk beliau batu-batu pelempar Jamrah Aqabah itu dari Muzdalifah. Hanya saja beliau pernah dipungutkan untuknya batu-batu itu diwaktu pagi ketika meninggalkan Muzdalifah setelah masuk MinaAda pula sebagian mereka yang mencuci batu-batu itu dengan air, padahal inipun tidak disyari'atkan.[Disalin dari buku Petunjuk Jama'ah Haji dan Umrah serta Penziarah Masjid Rasulu Shallallahu 'alaihi wa sallam, Pengarang Kumpulan Ulama, hal 31-37, diterbitkan dan diedarkan oleh Departement Agama dan Waqaf Dakwah dan Bimbingan Islam, Saudi Arabia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=369&bagian=0


Artikel Beberapa Kesalahan Dilakukan Oleh Sebagian Jamaah Haji 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Beberapa Kesalahan Dilakukan Oleh Sebagian Jamaah Haji 1/2.

Jual Beli Dengan Uang Muka

Kumpulan Artikel Islami

Jual Beli Dengan Uang Muka Jual Beli Dengan Uang Muka

Kategori Fatawa Jual Beli

Jumat, 14 Oktober 2005 16:17:46 WIBJUAL BELI DENGAN UANG MUKAOlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apakah boleh bagi penjual untuk mengambil uang muka dari pembeli. Dan ketika pembeli tidak jadi membeli barang yang dimaksud atau tidak kembali lagi, apakah menurut syarri’at penjual ini berhak menahan uang muka itu dan tidak mengembalikannya kepada pembeli Jawaban.Jika kenyataan seperti yang Anda sebutkan, maka dibolehkan baginya menahan uang muka itu untuk dirinya sendiri dan tidak perlu mengembalikannya kepada pembeli. Demikian pendapat ulama yang paling benar, jika kedua pihak saling bersepakat untuk ituWabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.PertanyaanAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Perlu saya beritahukan kepada Anda bahwa saya bekerja free lance, seperti misalnya pemborong bangunan dan bengkel besi. Semua kerja tersebut tidak lepas dari uang muka, sedikit maupun banyak. Ketika menyerahkan uang muka dan pengesahan taransaksi pada satu, dua hari atau lebih, orang yang sudah membayar uang itu menyimpang dari pendapatnya semua yaitu pada saat pekerjaan berlangsung dan sebelum memulai pekerjaan. Lalu bagaimana pendapat Anda mengenai masalah ini JawabanOrang yang mensyaratkan uang muka boleh menahan uang muka itu untuk dirinya sendiri dan tidak harus mengembalikannya kepada pembeli jika transaksi jual beli dibatalkan. Demikian menurut pendapat ulama yang paling benar, jika kedua belah pihak bersepakat untuk itu.Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke 7 dari Fatwa Nomor 9388 dan Pertanyaan ke 1 dari Fatwa Nomor 17341, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1607&bagian=0


Artikel Jual Beli Dengan Uang Muka diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jual Beli Dengan Uang Muka.

Muslim Tapi Mengerjakan Maksiat

Kumpulan Artikel Islami

Muslim Tapi Mengerjakan Maksiat Muslim Tapi Mengerjakan Maksiat

Kategori Tauhid

Senin, 12 April 2004 09:12:27 WIBMUSLIM TAPI MENGERJAKAN MAKSIATOlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaan.Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Jika seorang laki-laki meninggal dunia dengan memiliki lima istri atau lebih, apakah dia seorang muslim sehingga kami boleh menyalatkannya Hal ini berkenan dengan firman Allah Azza wa Jalla yang telah kami ketahui.â€Å"Artinya : Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab [Taurat] dan ingkar terhadap sebagian yang lain Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia ….” [Al-Baqarah : 85]Jawaban.Tidak tertanam keimanan pada diri orang yang mengucapkan kalimat ‘Lailaha illallah’, kecuali jika dia mengucapkannya secara ikhlas dari hatinya. Dan tidaklah berarti ucapannya itu di sisi Allah, melainkan dengan cara seperti itu pula. Adapun di dunia, maka orang yang mengucapkannya diperlakukan dengan pergaulan Islam tanpa kecuali, sekalipun sebenarnya dia tidak ikhlas mengucapkannya. Hal itu karena kita hanya menghukumi apa yang tampak. Allah-lah yang mengurusi apa yang tersembunyi.Jika ada yang mengucapkan kalimat tersebut kemudian mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan kandungannya, maka dia kfir. Seperti orang yang menghalalkan sesuatu yang sudah diketahui keharamannya menurut agama ini, contohnya menghalalkan zina atau menikahi mahramnya. Termasuk pula membatalkan syahadat adalah meninggalkan shalat secara sengaja setelah disampaikan dan dijelaskan [kewajibannya], menurut pendapat yang terkuat di antara pendapat-pendapat para ulama [tentang hal itu]. Dan di antaranya juga menggantung [memakai] rajah-rajah dan jimat-jimat dari selain Al-Qur’an dengan meyakini pengaruhnya.. Adapun jika berkeyakinan bahwa benda-benda itu merupakan sebab bagi kesembuhan-nya atau dapat menjaganya dari gangguan jin dan ‘ain, maka hukumnya haram meski tidak membatalkan ke-Islaman tetapi termasuk jenis syirik kecil sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang menggantung jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakannya, dan barangsiapa yang menggantung wada’ah, maka Allah tidak akan memberinya ketenangan” [Shahih Ibnu Hibban XIII/450]Adapun tentang menggantung tamimah [jimat] dari Al-Qur’an, maka ulama berselisih pendapat tentang kebolehannya. Pendapat yang lebih kuat adalah yang mengharamkannya berdasarkan keumuman dalil-dalil yang ada, dan juga untuk menutup peluang menggantung [jimat] yang selain dari Al-Qur’an. Dan termasuk pembatal-pembatal ke-Islaman adalah istighatsah kepada orang mati, berhala dan benda-benda mati lainnya, atau kepada yang tidak hadir [tidak bersamnaya] –baik jin ataupun manusia-, atau ber-istighatsah kepada sesuatu yang hidup lagi hadir dalam hal-hal yang tidak ada yang mampu memenuhinya kecuali Allah Subhanhu wa Ta’ala, dan perbuatan-perbuatan sejenisnya.Semoga shalawat tercurah kepada Nabi, keluarganya dan sahabat-shabatnya.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/98, Fatwa no. 5318 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’dah 1423H Hal. 8]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=616&bagian=0


Artikel Muslim Tapi Mengerjakan Maksiat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Muslim Tapi Mengerjakan Maksiat.

Istighatsah 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Istighatsah 2/2 Istighatsah 2/2

Kategori Tauhid

Senin, 14 Maret 2005 22:52:47 WIBISTIGHATSAHOlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaBagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2Pertanyaan.Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Di negeri tempat tinggal saya, terdapat banyak syaikh yang melakukan hal-hal berikut. Mereka menabuh rebana, pergi ke pekuburan lalu menyembelih kambing, unta dan sapi serta memasak beragam makanan di sana. Apakah perbuatan seperti ini haram atau tidak Mereka juga membangung sebuah kubbah di luar kota. Di dalamnya mereka menabuh rebana dan gendang, dan sambil meninggikan suara, mereka menyeru, â€Å"Tolonglah kami, ya Syaikh Jailani!” atau nama-nama syaikh yang lain. Mereka berkeliling mengunjungi orang-orang untuk menarik sumbangan dengan mengatakan, â€Å"Ini untuk ziarah [mengunjungi] syaikh Fulan bin Fulan …” dan seterusnya. Jika ada seseorang yang sakit, mereka membawanya kepada para syaikh tersebut. Syaikh-syaikh itu membacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur’an, dan berkata, â€Å"Datangkanlah kamu dengan membawa kambing atau unta atau hewan ternak lainnya!”. Dalam setahun, orang-orang menyerahkan harta mereka dalam jumlah yang banyak kepada para syaikh tersebut dan melakukan kunjungan kepada mereka. Apakah hal ini diharamkan dalam agama kita Jawaban.Pertama : Penyembelihan unta, sapi, kambing, dan lainnya yang mereka lakukan di kuburan tersebut adalah [perbuatan yang] tidak diperbolehkan, bahkan hal itu termasuk syirik yang dapat mengeluarkan pelakunya dari lingkaran agama Islam jika perbuatan tersebut dimaksudkan untuk taqarrub [mendekatkan diri] dan mengharap berkah kepada penghuni kuburan itu. Hal itu karena taqarrub dengan cara seperti itu tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya ; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri [kepada Allah]” [Al-An’am : 162-163]Demikian pula, kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan menabuh rebana. Sedangkan kaum wanita, mereka dibolehkan menabuhnya ketika pesta pernikahan dalam rangka mengumumkan pernikahan itu.Kedua : Beristighatsah dan berdo’a kepada jin, malaikat, atau manusia yang telah meninggal atau yang masih hidup tetapi tidak hadir [tidak ada di tempat] untuk mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya adalah syirik besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak [pula] memberi mudharat kepadamu selain Allah ; sebab jika kamu berbuat [yang demikian itu] maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan kabaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Yunus : 106-107]Adapun menabuh gendering, maka tidak boleh bagi laki-laki maupun perempuan.Ketiga : Ziarah yang dilakukan para syaikh thariqat Shufiyyah kepada pengikutnya untuk menarik sumbangan adalah penipuan dan [termasuk dalam katagori] memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Semestinya pihak-pihak yang memiliki kemampuan segera menangani dan menasehati mereka. Begitu pula menasehati para murid-murid [pengikut] mereka agar tidak menyerahkan hartanya kepada mereka kecuali dengan cara-cara yang sesuai dengan syari’at.Keempat : Meruqyah orang sakit dengan bacaan Al-Qur’an, zikir-zikir, dan do’a-do’a yang ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah disyariatkan. Adapun membawa orang sakit kepada syaikh-syaikh yang Anda sebutkan itu untuk membacakan kepada si sakit bait-bait [mantra-mantra] lalu menyuruhnya menyembelih kambing atau unta, maka yang seperti ini terlarang. Karena termasuk ruqyah yang bid’ah dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Bahkan bisa jadi termasuk dalam katagori kesyirikan jika penyembelihan yang dimaksud ditujukan untuk jin, orang mati, atau makhluk lainnya dengan tujuan menghilangkan suatu kejelekan atau mendatangkan suatu manfaat.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/498-500, dari Fatwa no. 6773 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 6/I/Dzulqa’dah 1423H]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1373&bagian=0


Artikel Istighatsah 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Istighatsah 2/2.

Tidak Ada Yang Perlu Dibingungkan Dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat Di Kalangan Para Ulama

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Ada Yang Perlu Dibingungkan Dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat Di Kalangan Para Ulama Tidak Ada Yang Perlu Dibingungkan Dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat Di Kalangan Para Ulama

Kategori Akhlak

Rabu, 2 Februari 2005 10:39:12 WIBTIDAK ADA YANG PERLU DIBINGUNGKAN DALAM MENGHADAPI PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN PARA ULAMAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

>> Pertanyaan :Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya mahasiswa tahun-tahun pertama di fakultas Syari'ah, kami banyak menemukan permasalahan yang mengandung perbedaan pendapat, dan terkadang pendapat yang rajih dalam sebagian masalah, ternyata bertolak belakang dengan sebagian pendapat ulama sekarang. Atau kadang kami menemukan masalah-masalah tapi tidak ada satu pun yang rajih, sehingga kami bingung dalam hal ini. Apa yang harus kami lakukan berkenaan dengan masalah yang mengandung perbedaan pendapat atau ketika kami ditanya oleh orang lain Semoga Allah memberi kebaikan pada Syaikh.Jawaban.Pertanyaan semacam ini tidak hanya dialami oleh para penuntut ilmu syari'at, tapi merupakan masalah umum setiap orang. Jika seseorang mendapati perbedaan pendapat tentang suatu fatwa, ia akan kebingungan. Tapi sebenarnya tidak perlu dibingungkan, karena seseorang itu, jika mendapatkan fatwa yang berbeda, maka hendaknya ia mengikuti pendapat yang dipandangnya lebih mendekati kebenaran, yaitu berdasarkan keluasan ilmunya dan kekuatan imannya, sebagaimana jika seseorang sakit, lalu ada dua dokter yang memberikan resep berbeda, maka hendaknya ia mengikuti perkataan dokter yang dipandangnya lebih benar dalam memberikan resep obat. Jika ada dua pendapat yang dipandangnya sama, atau tidak dapat menguatkan salah satu pendapat yang berbeda itu, maka menurut para ulama, hendaknya ia mengikuti pendapat yang lebih tegas, karena itu lebih berhati-hati. Sebagian ulama lainnya mengatakan, hendaknya ia mengikuti yang lebih mudah, karena demikianlah dasar hukum dalam syari' at Islam. Ada juga yang berpendapat, boleh memilih di antara pendapat yang ada.Yang benar adalah mengikuti yang mudah, karena hal itu sesuai dengan konsep mudahnya agama Islam, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." [Al-Baqarah: 185]Dan firmanNya.sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan."[Al-Hajj: 78]Serta sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam"Artinya : Bersikap mudahlah kalian dan jangan mempersulit. "[1]Lain dari itu, karena pada mulanya manusia adalah "bebas dari tanggung jawab" sehingga ada sesuatu yang mengubah status dasar ini. Kaidah ini berlaku bagi orang yang tidak dapat mengetahui yang haq dengan dirinya sendiri. Namun bagi yang bisa, seperti halnya thalib 'Urn [penuntut ilmu syar'i] yang bisa membaca pendapat-pendapat seputar masalah dimaksud, maka hendaknya memilih pendapat yang dipandangnya lebih benar berdasarkan dalil-dalil yang ada padanya. Dalam hal ini ia harus meneliti dan membaca untuk mengetahui pendapat yang lebih benar di antara pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh para ulama.[Kitabud Da'Wah [5], haL. 45-47, SyaikH Ibnu Utsaimin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]_________Foote Note[1]. HR. AI-Bukhari dalam Al-'Ilm [69].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1330&bagian=0


Artikel Tidak Ada Yang Perlu Dibingungkan Dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat Di Kalangan Para Ulama diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Ada Yang Perlu Dibingungkan Dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat Di Kalangan Para Ulama.

Pedagang Wanita

Kumpulan Artikel Islami

Pedagang Wanita Pedagang Wanita

Kategori Fatawa Jual Beli

Sabtu, 1 Mei 2004 11:50:56 WIBPEDAGANG WANITAOlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Bagaimana hukumnya wanita menjadi pedagang, baik saat dia sedang musafir maupun ketika sedang bermukimJawaban.Pada dasarnya, dibolehkan berusaha dan berdagang bagi laki-laki maupun perempuan, baik ketika dalam perjalanan maupun pada saat bermukim. Yang demikian itu didasarkan pada keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [Al-Baqarah : 275]Demikian juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya, â€Å"Apakah usaha yang paling baik ”Beliau menjawab.â€Å"Artinya : Usaha seseorang yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik” [1]Juga didasarkan pada ketetapan yang sudah permanent bahwa kaum wanita pada permulaan Islam juga melakukan jual beli dengan penuh rasa sopan dan benar-benar menjaga diri, agar perhiasannya tidak terlihat. Tetapi jika jual beli yang dilakukan wanita mengharuskan dirinya memperlihatkan perhiasannya yang dilarang oleh Allah untuk diperlihatkan, seperti misalnya wajah atau melakukan perjalanan tanpa didampingi oleh mahram, atau harus berbaur dengan laki-laki asing yang dikhawatirkan akan munculnya fitnah, maka mereka tidak diperbolehkan melakukan aktivitas perdagangan seperti itu, bahkan wajib mencegahnya agar mereka tidak melakukan hal-hal yang haram untuk suatu hal yang mubah.Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke-5 dari Fatwa Nomor 2761, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]_________Foote Note.[1] Diriwayatkan oleh Ahmad III/466, IV/141, Al-Hakim II/10, Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Kabiir IV/277 nomor 4411, XXII/197 dan 198 nomor 519-520 dan di dalam kitab Al-Ausath II/332, VIII/47 nomor 2140 dan 7918, terbitan Daarul Haramain, Al-Bazaar [Kasyful Astaar] [II/83] nomor 1257 dan 1258, Al-Baihaqi V/263.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=678&bagian=0


Artikel Pedagang Wanita diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pedagang Wanita.

Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 1/2 Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 1/2

Kategori Akhlak

Sabtu, 26 Juni 2004 13:57:04 WIBAKHLAK SALAF, AKHLAK MUKMININ DAN MUKMINATOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BaazBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Segala puji bagi Allah Rabbul 'Alamin, segala kebaikan teruntuk para muttaqin, shalawat dan salam tercurah bagi hamba-Nya, Rasul-Nya dan makhluk pilihan serta kepercayaan untuk menerima wahyu-Nya, yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib Al-Makki Al-Madani. Demikian juga shalawat dan salam tercurah bagi para kerabat dan sahabat serta siapa saja yang meniti jejak di atas jalannya dan mengikuti petunjuknya hingga akhir zaman.Amma ba'du.ALLAH MENGUTUS MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM SEBAGAI PEMBAWA HIDAYAH DAN DIENUL HAQ SERTA PENYEMPURNA AKHLAKSesungguhnya Allah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Al-Huda dan Dienul Haq. Al-Huda adalah khabar yang benar dan ilmu yang bermanfaat. Dienul Haq adalah syari'at dan hukum yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah berfirman :"Artinya :Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama agama meskipun orang-orang musyrik benci". [Ash-Shaff : 9]Allah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk jin dan manusia, untuk orang Arab dan non Arab, untuk laki-laki dan perempuan. Allah mengutusnya kepada seluruh penduduk dunia sebagai rahmatan [karunia] dan imaman [pemimpin] bagi orang-orang yang bertaqwa. Diutusnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengajarkan dan memahamkan manusia tentang agama-Nya, menjelaskan penyebab keselamatan dan kebinasaan hidup di dunia dan di akhirat, Allah mengutusnya dengan Dienul Islam.Allah berfirman :"Artinya : Sesungguhnya agama [yang diridhai] di sisi Allah hanyalah Islam". [Ali Imran : 19]Allah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa hidayah dan Dienul Haq, yaitu dengan membawa kabar yang benar, ilmu yang bermanfaat, syari'at yang lurus serta hukum-hukum yang adil. Allah mengutusnya untuk menyeru kepada seluruh kebaikan dan mencegah kejahatan. Allah mengutusnya untuk menyeru kepada akhlak yang mulia dan pebuatan yang baik serta mencegah rendahnya akhlak dan buruknya amal perbuatan.Allah berfirman :"Artinya : Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan". [Saba' : 28]Allah berfirman :"Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk [menjadi] rahmat bagi semesta alam". [Al-Anbiya' : 107]Allah berfirman :"Artinya : Katakanlah : 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi ; tidak ada Ilah [yang berhak disembah] selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya [kitab-kitab-Nya] dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". [Al-A'raf : 158]"Artinya : Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya [Al-Qur'an], mereka itulah orang-orang yang beruntung". [Al-A'raf : 157]ALLAH MENGUTUS MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM SEBAGAI PEMBIMBING IBADAH KEPADANYAInilah kenyataan dien yang agung dan inilah keadaan Nabi yang mulia yang mendapat keutamaan dari Rabbnya. Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai rahmatan lil 'alamin untuk jin dan manusia, untuk laki-laki dan wanita, untuk Arab dan non Arab. Bahkan dia diutus sebagai rahmat juga bagi mahluk melata, karena Allah perintahkan kepadanya agar berlaku baik, kasih sayang dan santun kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan bahwa diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada-Nya.Allah berfirman :"Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku". [Adz-Dzariyat : 56]Maknanya : Melainkan agar mereka beribadah dengan ikhlas untuk-Ku, mengesakan Aku, mentaati perintah-Ku dan menjauhi larangan-Ku. Ini semua akan terwujud dengan pelaksanaan ibadah, yaitu mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dengan harap-harap cemas [berharap karunia-Nya dan cemas terhadap adzab-Nya], dengan mengikhlaskan [niat] kepada-Nya, atas dasar iman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, dengan membenarkan khabar-Nya [Al-Qur'an] dan khabar Nabi-Nya [Al-Hadits] serta memelihara batas-batas aturan-Nya.Allah memerintahkan hal itu dengan firman-Nya :"Artinya : Hai manusia, beribadahlah kepada Rabbmu yang telah Menciptakanmu dan orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa". [Al-Baqarah : 21]Perintah untuk ibadah ini bersifat menyeluruh, yaitu untuk laki-laki dan wanita, jin dan manusia serta Arab dan non Arab :Allah berfirman :"Artinya : Beribadahlah kepada Allah dan janganlah engkau menserikatkan Allah dengan sesuatu". [An-Nisaa' : 36]Allah berfirman :"Artinya : Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali kepada-Nya ..." [Al-Isra' : 23][Disalin dari kitab Akhlaqul Mukminin Wal Mukminat, edisi Indonesia Akhlak Salaf Mukminin dan Mukminat, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pustaka At-Tibyan]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=861&bagian=0


Artikel Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Akhlak Salaf, Akhlak Mukminin Dan Mukminat 1/2.

Apakah Dajjal Masih Hidup?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Dajjal Masih Hidup? Apakah Dajjal Masih Hidup

Kategori As-Saa'ah - Ad-Dajjal

Kamis, 25 Nopember 2004 09:46:34 WIBAPAKAH DAJJAL MASIH HIDUP OlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MAApakah Dajjal itu sudah ada pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Sebelum menjawab kedua pertanyaan di atas, terlebih dahulu kita harus mengetahui keadaan Ibnu Shayyad, apakah dia itu Dajjal atau bukanKalau Dajjal itu bukan Ibnu Shayyad, maka apakah dia telah ada sebelum ke-munculannya dengan membawa fitnahSebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, marilah kita mengenal Ibnu Shayyad terlebih dahulu.IBNU SHAYYADNamanya: Shafi, dan ada yang mengatakan Abdullah bin Shayyad atau Shaid. la berasal dari kalangan Yahudi Madinah, ada yang mengatakan dari kalangan Anshar, dan dia masih kecil ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah.Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dia adalah Aslam, dan anaknya, "Amaroh, salah seorang pemuka tabi'in. Imam Malik dan lain-lainnya meriwayatkan hadits darinya. [An-Nihaya Fil Fitan 1: 128 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini].Adz-Dzahabi mengemukakan biodatanya dalam kitab beliau Asmaush-Shaha-bah. Beliau berkata, "Abdullah bin Shayyad dicatat oleh Ibnu Syahin [1] Beliau berkata, "Dia adalah Ibnu Shaaid. Ayahnya seorang Yahudi, lalu Abdullah dilahirkan dalam keadaan buta sebelah matanya dan sudah berkhitan. Dialah yang dikatakan orang sebagai Dajjal, lalu dia masuk Islam. Dan dia adalah orang tabi'i [2] [Tajridu Asmaish-Shahabah 1:319 nomor 3366 karya Al- Hafizh Adz-Dzahabi, terbitan Darul Ma'rifah. Beirut"]Perkataan Adz-Dzahabi itu kemudian di kutip pula oleh Al-Hafizh Ibnu beliau berkata. "Dia adalah orang yang punya putera "Amaroh bin Abdullah bin Shayyad, termasuk orang pilihan kaum muslimin dan sahabat Sa'id bin Al- Musayyab. Imam Malik dan lain-lainnya meriwayatkan hadits dari beliau."Kemudian Ibnu Hajar menyebutkan sejumlah hadits tentang Ibnu Shayyad sebagaimana akan kami kutip di sini lalu beliau berkata. "Secara garis besar. tidak artinya menyebut Ibnu Shayyad dalam kelompok sahabat. Sebab. kalau dia itu Dajjal, maka sudah barang tentu dia bukan sahabat, karena dia mati kafir; dan kalau Ibnu shayyad itu bukan Dajjal, maka ketika bertemu Nabi saw dia belum masuk Islam.” [Al-lshobah Fi Tamyizish-Shahabah, pada bagian keempat, dalam pembahasan tentang orang yang bernama "Abdullah", juz 3, halaman 133 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, terbitan As-Sa'adah, Mesir, cetakan pertama. 1328 H.]Tetapi jika ia masuk Islam setelah itu. maka ia adalah seorang Tabi'i yang pernah melihat Nabi saw sebagaimana dikatakan oleh Adz.-Dzahabi.Dan di dalam kitabnya Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar mengidentifikasi Amarah Ibnu Shayyad dengan mengatakan, "Amaroh bin Abdullah bin Shayyad Al- Anshari Abu Ayyub Al-Madani, meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdullah dan Sa'id bin Al-Musayyab serta Atha' bin Yasar. sedang Adh-Dhahhak bin Utsman dan Imam Malik serta lain-lainnya meriwayatkan hadits dari Amaroj.Ibnu Ma'in dan Nasai berkata. "Dia seorang kepercayaan." Abu Hatim berkata, " Dia seorang yang shalih haditsnya." Ibnu Sa'ad berkata. "Seorang kepercayaan. dan sedikit hadits yang diriwayatkannya. Dan Malik bin Anas tidak mengunggulkan seorang pun atas dia."Mereka mengatakan, "Kami adalah putera-putera Usyaihab bin Najjar, lalu mereka terkenal dengan Bani Najjar. Mereka sekarang menjadi kawan setia [mengikat janji setia] dengan Bani Malik bin Najjar, dan tidak diketahui dari keturunan siapa mereka ini." [Tahdzibut-Tahdzib 7: 418, nomor 681]IHWAL IBNU SHAYYADIbnu Shayyad adalah seorang pembohong besar dan kadang-kadang melakukan praktek tukang tenung, maka adakalanya benar dan adakalanya dusta. Maka tersiarlah kabar di kalangan manusia bahwa dia adalah Dajjal, sebagaimana akan disebutkan dalam pengujian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadapnya.[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]_________Foote Note[1]. Beliau adalah Al-Hafizh Abu Hafsh Umar bin Ahmad bin Utsman bin Syahin Al-Baghdadi, seorang juru nasihat dan ahli tafsir, juga seorang penghafal hadits dan gudang ilmu. Beliau memiliki banyak karya tulis dan kebanyakan dalam bidang tafsir dan tarikh. Beliau wafat pada tahun 385 H. Semoga Allah merahmati beliau. Periksa riwayat hidup beliau dalam Suadzaraatudz-Dzahab 3:117 dan Al-A 'lam 5: 40 karya Az-Zarkali.[2]. Yang pernah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1190&bagian=0


Artikel Apakah Dajjal Masih Hidup? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Dajjal Masih Hidup?.

Anjuran Untuk menutup Kekurangan kaum Muslimin DanLarangan Dari Mencari-cari Kekurangan Mereka

Kumpulan Artikel Islami

Anjuran Untuk menutup Kekurangan kaum Muslimin DanLarangan Dari Mencari-cari Kekurangan Mereka

Artikel Anjuran Untuk menutup Kekurangan kaum Muslimin DanLarangan Dari Mencari-cari Kekurangan Mereka diambil dari http://www.asofwah.or.id
Anjuran Untuk menutup Kekurangan kaum Muslimin DanLarangan Dari Mencari-cari Kekurangan Mereka.

Dipaksa Mengeluarkan Zakat Fithri Dengan Uang, Bolehkah Zakat Fithri Berupa Daging ?

Kumpulan Artikel Islami

Dipaksa Mengeluarkan Zakat Fithri Dengan Uang, Bolehkah Zakat Fithri Berupa Daging ? Dipaksa Mengeluarkan Zakat Fithri Dengan Uang, Bolehkah Zakat Fithri Berupa Daging

Kategori Zakat

Kamis, 27 Oktober 2005 07:20:11 WIBZAKAT FITHRI BERUPA UANGOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah zakat fithri ditunaikan pada awal-awal Ramadhan dan berupa uang .Jawaban.Mengeluarkan zakat fithri pada awal-awal Ramadhan masih diperselisihkan ulama. Tetapi menurut pendapat terkuat tidak boleh, sebab zakat fithri hanya bisa disebut sebagai zakat fithri bila dilakukan di akhir Ramadhan mengingat fithri [berbuka puasa] berada di ujung bulan. Rasul-pun memerintahkan agar zakat fithri ditunaikan sebelum orang pergi shalat Ied. Disamping itu, ternyata para shahabat melakukannya sehari atau dua hari sebelum hari raya. Begitu pula, mengeluarkan zakat fithri berupa uang masih diperselisihkan ulama.Tetapi menurutku, zakat fithri harus berupa makanan berdasarkan pernyataan Ibnu Umar berikut :"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, menetapkan zakat fithri sebesar satu sha' tamar [kurma] atau satu sha' sya'ir [gandum]".Abu Sa'id al-Khudry berkata :"Artinya : Kami keluarkan zakat fithri pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, satu sha' makanan. Ketika itu makanan kami berupa kurma, gandum, buah zabi dan aqath [semacam mentega]".Dari kedua hadits diatas dapat dipetik keterangan bahwa zakat fithri hanya dapat dipenuhi dengan makanan, sebab makanan akan lebih nampak kelihatannya oleh seluruh anggota keluarga yang ada. Lain halnya jika berupa uang yang bisa disembunyikan oleh sipenerimanya sehingga tak terlihat syi'arnya bahkan akan berkurang nilainya.Mengikuti cara yang ditetapkan agama [syara'] adalah yang terbaik dan penuh berkah. Namun ada saja yang mengatakan bahwa zakat fithri berupa makanan kurang bermanfa'at bagi si fakir. Tetapi perlu diingat bahwa makanan apapun akan bermanfaat bagi yang benar-benar fakirnya.ZAKAT FITHRI BERUPA UANG TUNAIPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah zakat fithri dengan uang dan apa alasan hukumnya .Jawaban.Zakat fihtri hanya boleh berupa makanan saja, tidak boleh dengan harganya [uang]. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menetapkan zakat fithri satu sha' berupa makanan, buah kurma atau gandum sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ibnu Umar dan hadits Sa'id al-Khudry dalam bahasan sebelumnya.Karena itu, seseorang tidak boleh mengeluarkan zakat fithri berupa uang dirham, pakaian atau hamparan [tikar]. Zakat fithri mesti ditunaikan sesuai dengan apa yang diterangkan Allah melalui sabda Rasul-Nya. Tidak bisa dijadikan dasar hukum adanya sikap sebagian orang yang menganggap baik zakat fithri dengan uang, sebab syara' tidak akan pernah tunduk kepada otak manusia. Syara' itu berasal dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, Allah Subhanahu wa Ta'ala.Jika zakat fithri telah ditetapkan melalui sabda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, berupa satu sha' makanan, maka kertentuan tersebut mesti kita patuhi. Jika ada seseorang yang menganggap baik sesuatu yang menyalahi syara', hendaknya ia menganggap bahwa putusan otaknya itulah yang jelek.DIPAKSA MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANGPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana hukumnya orang dipaksa mengeluarkan zakat fithri harus dengan uang dan apakah hal ini memenuhi kewajibannya .Jawaban.Yang jelas menurut kami, hendaklah ia mengeluarkannya jangan sampai terlihat menentang pengurus setempat. Namun di samping itu, untuk menjaga keutuhan hubungan dengan Allah, hendaklah mengeluarkan fithri sesuai dengan perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, berupa satu sha' makanan, sebab tuntunan pengurus setempat tidak sejalan dengan perintah syara'.BOLEHKAH ZAKAT FITHRI BERUPA DAGINGPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang desa tidak punya makanan untuk zakat fithri, maka bolehkan mereka menyembelih binatang lalu dibagikan dagingnya kepada para fakir .Jawaban.Hal seperti itu tidak boleh dilakukan, sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, telah menetapkan bahwa zakat fithri harus berupa satu sha' makanan. Biasanya daging itu ditimbang, sedang makanan di takar. Perhatikan hadits yang diterangkan oleh Ibnu Umar dan Said al-Khudry sebelumnya.Dengan demikian, pendapat terkuat menyatakan bahwa zakat fithri tidak bisa dipenuhi dengan uang dirham, pakaian atau hamparan. Juga tidak bisa dijadikan dasar hukum adanya pendapat yang menyatakan bahwa zakat fithri bisa dipenuhi dengan uang. Sebab selama kita punya ketetapan pasti dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sepeninggalnya, seseorang tidak diperkenankan berpendapat lain menurut anggapan baik akalnya dan membatalkan aturan syara'nya. Allah tidak akan menanyakan kepada kita tentang pendapat si fulan dan si fulan pada hari kiamat, tetapi kita akan ditanya tentang sabda Rasul-Nya :"Artinya : Dan [ingatlah] hari [di waktu] Allah menyeru mereka, seraya berkata : 'Apakah jawabanmu kepada para rasul ". [Al-Qashash : 65].Coba bayangkan dirimu di hadapan Allah pada hari kiamat, di mana Allah telah menetapkan melalui sabda Rasul-Nya agar kamu menunaikan zakat fithri berupa makanan, maka mungkinkah kamu bisa menjawab ketika ditanya : "Apa jawabanmu terhadap Rasulullah tentang zakat fithri Mungkinkah kamu dapat mempertahankan dirimu dan berkata : "Demi Allah inilah madzhab si fulan dan inilah pendapat si fulan Tentu kamu tak akan berdaya dan tak bermanfaat jawaban seperti itu.Yang pasti zakat fithri hanya dapat dipenuhi dengan berupa makanan yang berlaku di suatu negeri.Jika kamu perhatikan pendapat ulama dalam masalah ini terbagi kedalam tiga kelompok. Pertama berpendapat bahwa zakat fithri bisa dikeluarkan berupa makanan dan berupa uang dirham. Kedua berpendapat bahwa zakat fithri tidak bisa dikeluarkan berupa uang dan tidak pula berupa makanan kecuali dalam lima macam ; padi, kurma, gandum, zabib dan buah aqah. Kedua pendapat ini saling berlawanan. Ketiga pendapat yang menyatakan bahwa zakat fithri bisa dikeluarkan dari segala makanan yang bisa dimakan orang, baik berupa beras, kurma, pisang, cengkeh, jagung bahkan daging bila memang sebagai makanan pokok. Dengan demikian, jelas apa yang ditanyakan oleh penanya tentang penduduk suatu kampung yang berzakat fithri dengan daging, tidaklah memenuhi syarat.[Disalin dari Buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 174-179. terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1635&bagian=0


Artikel Dipaksa Mengeluarkan Zakat Fithri Dengan Uang, Bolehkah Zakat Fithri Berupa Daging ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Dipaksa Mengeluarkan Zakat Fithri Dengan Uang, Bolehkah Zakat Fithri Berupa Daging ?.