Kamis, 26 Juni 2008

Antara Ahlus Sunnah Dan Salafiyah 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Antara Ahlus Sunnah Dan Salafiyah 2/2 Antara Ahlus Sunnah Dan Salafiyah 2/2

Kategori Manhaj

Senin, 4 Juli 2005 06:41:39 WIBANTARA AHLUS SUNNAH DAN SALAFIYAHOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-AtsariBagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2ANTARA AHLUS SUNNAH DAL SALAFIYAHDi sini juga perlu dijelaskan antara istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan Salafiyah. Suatu hal yang perlu dicermati dari tingkah laku sebagian da'i adalah mereka tidak mau menyebut dakwah mereka dengan dakwah salafiyah, walapun secara tegas mereka menyatakan bahwa aqidah mereka adalah salafi. Mereka hanya mau mempopulerkan dakwah mereka dengan nama Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka mengulang-ulang nama tersebut di berbagai kesempatan, ketika menyampaikan pidato atau ketika menulis buletin. Ini merupakan ketetapan Allah yang agung. Supaya dakwah yang haq nampak beda dengan dakwah-dakwah yang menyerupainya. Agar dakwah yang haq tidak tercampur dari segala hal yang mengaburkannya.Penjelasan tentang hal itu sebagai berikut: Sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah muncul ketika timbul bid'ah-bid'ah yang meyesatkan sebagian manusia. Maka perlu nama untuk membedakan umat islam yang komitmen dengan sunnah. Nama itu adalah Ahlus Sunnah sebagai lawan Ahlu Bid'ah. Ahlus Sunnah juga disebut Al-Jama'ah, karena mereka adalah kelompok asal [asli]. Sedangkan orang-orang yang terpecah dari ahlus sunnah dikarenakan bid'ah dan hawa nafsu adalah orang-orang yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama'ah.Sedangkan saat ini, istilah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah telah menjadi rebutan berbagai kaum dan jama'ah yang beraneka ragam. Bisa kita saksikan sendiri, banyak kaum hizbi yang menyebut jama'ah dan organisasi mereka dengan istilah ini. Bahkan beberapa tharekat Sufi melakukan tindakan yang sama. Sampai-sampai Asy'ariyah, Maturidiyah, Barilawiyah dan lain-lainnya mengatakan 'Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah'.Namun mereka semua menolak untuk menamakan diri mereka dengan Salafiyah. Mereka menjauhkan diri untuk menisbatkan kepada manhaj salaf, terlebih lagi kenyataan dan hakikat mereka [yakni mereka jauh dari mengikuti Salafush Shalih].Ini adalah suatu yang biasa bagi kita, karena termasuk perkara yang sudah maklum di kalangan para dai yang mengajak kepada Al Quran dan as Sunnah dengan pemahaman ulama salaf, bahwa slogan/prinsip para ahli bid'ah adalah tidak menganut prinsip mengikuti salaf. Karena ittiba' [mengikuti] sesungguhnya mengikuti pemahaman salaf merupakan kata pemutus terhadap perselisihan pemahaman-pemahaman orang-orang di masa kini. Karena sebagian orang menghukumi dengan akalnya, yang lain menghukumi dengan dasar pengalamannya, yang lain lagi menghukumi dengan emosi.Demikianlah pemahaman mereka, tanpa memperhatikan jalan orang-orang yang beriman [yaitu jalan para sahabat] yang wajib diikuti dan didakwahkan. Jalan orang-orang yang beriman itu pada hakikatnya adalah jalan Salafush Shalih, yang kita menisbatkan diri kepadanya dan kita mengambil petnjuk cahayanya. Karena itu slogan Ahlus sunnah adalah mengikuti salafush shalih dan meninggalkan segala sesuatu yang bid'ah dan baru dalam agama.Barangsiapa mengingkari penisbatan kepada salaf dan mencelanya, maka perkataannya terbantah dan tertolak 'karena tidak ada aib untuk orang-orang yang menampakkan madzab salaf dan bernisbat kepadanya bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan ulama, karena mazhab salaf itu pasti benar [Majmu Fatawa 4/149]Pada zaman ini banyak pengakuan-pengakuan sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah [memang pada hakekatnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah merupakan sifat di antara sifat-sifat salafiyah], Maka ada keharusan untuk membedakan diri dari orang-orang yang mengaku-aku Ahlus Sunnah wal Jama'ah [namun mereka menyelisihi sunnah, baik dalam aspek aqidah maupun manhaj] dengan menisbatkan diri dengan manhaj yang mereka ketakutan untuk terang-terangan menyatakannya dan tidak merasa terhormat dengan bernisbat kepadanya. Karena hal itu akan mengadili mereka apakah mereka mencocoki atau menyelisihi manhaj itu yaitu manhaj salaf dalam metode dan tujuan dakwah, atau dalam aqidah, fiqih, persepsi tentang Islam dan perilaku.Juga perlu dikatakan kepada orang yang mengikngkari penisbatan kepada Salafiyah. Sesungguhnya menisbatkan diri kepada salaf dan terus terang berbangga terhadap setiap orang yang menyelisihi kebenaran, baik menyelisihi dalam perilaku maupun pembuatan teori-teori, dan terang-terangan menyatakan bahwa satu-satunya dakwah yang benar adalah dakwah salafiyah, itu semua bukanlah aib. Tidak ada bahaya bagi pelakunya. Karena salafiyah adalah nisbat kepada salaf. Penisbatan ini tidak pernah terpisah meski dalam sekejap mata dari umat Islam sejak terbentuknya minhaj kenabian. Salafiyah itu mencakup semua umat Islam yang menempuh metode generasi pertama dan orang-orang yang mengikuti mereka, dalam metode mendapatkan ilmu, memahami ilmu dan mendakwahkannya. Jadi Salafiyah tidak lagi terbatas pada fase sejarah tertentu, bahkan harus dipahami bahwa makna salaf terus berjalan sepanjang kehidupan dunia.Hal ini makin dikuatkan bahwa Salafiyah mencakup setiap bagian dari Islam yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Jadi Salafiyah bukanlah suatu corak beragama yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, baik dengan menambah ataupun dengan menguranginya.Termasuk perkara yang perlu diperhatikan, seandainya umat ini telah berada di dalam bentuk Islam yang benar, tanpa tercampur dengan bid'ah dan hawa nafsu, sebagaimana yang terjadi di masa awal Islam terutama masa salafus shalih, niscaya lenyaplah berbagai sebutan yang berfungsi sebagai pembeda karena tidak adanya penentang.Karena hal itu maka ikatan wala' [kecintaan] dan bara'[berlepas diri], pembelaan dan permusuhan menurut orang-orang yang menisbatkan diri kepada salaf adalah berdasarkan Islam. Bukan yang lain. Tidak dengan corak tertentu selain Islam. Wala' dan bara' itu hanyalah berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah saja.Dengan ini semua, benar-benar jelas bahwa makna Salafiyah dan hakikat penisbatan kepada salaf adalah nisbat kepada salaf shalih, yaitu semua sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Bukan orang-orang setelah sahabat yang dibelokkan oleh hawa nafsu, yang mereka adalah generasi yang buruk. Generasi yang menyimpang dari salaf shaleh dengan nama atau corak tertentu. Dari sinilah mereka dinamai khalaf [orang yang datang kemudian] dan penisbatannya adalah khalafi.Jadi Salafiyah tidak memiliki corak yang keluar dari Kitab dan Sunnah. Salafiyah adalah nisbat yang tidak pernah terpisah sekejappun dari generasi pertama. Bahkan Salafiyah adalah bagian dari mereka dan merujk kepada mereka.Sedangkan orang-orang yang menyelisihi salaf shalih dengan nama atau corak tertentu, bukanlah bagian dari mereka, meski hidup di tengah-tengah mereka atau senantiasa dengan mereka. Karena itulah para sahabat berlepas diri dari Qadariyah, Murjiah dan lain-lain.Jika demikian maka asas-asas dan kaedah-kaedah untuk mengikuti salaf harus nampak jelas dan tegar. Sehingga tidak merancukan orang-orang yang ingin mengikuti salafus shaleh.Karena itulah harus ada pembeda antara Ahlus Sunnah dengan para pengaku Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Yaitu dengan sebuah nisbat yang mereka tidak berani menggunakannya. Karena penisbatan itu akan membongkar penyimpangan dan cacat jika dicek/dibandingkan dengan jalan orang-orang yang beriman [yaitu sahabat] dan metode salafus shalih. Pembeda itu adalah Salafiyah. Jalan salaf shalih itulah jalan yang jelas tanpa perlu diragukan. Yakni jalan para sahabat dan tabi'in. Inilah jalan petunjuk dan jalan untuk mendapatkan petunjuk.â€Å"Artinya : Maka janganlah orang-orang yang tidak mau beriman dan mengikuti hawanya menghalangimu darinya sehingga engkau akan binasa’ [Thaha :16][Disalin dari terjemahan Mukadimah Kitab Ru'yah Waqi'iyah karya Syaikh Ali bin Hasan al Halabi oleh Ibnu Ahmad al Lambunji dari majalah As Sunnah Edisi 02/Tahun VI/1423H/2002M]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1474&bagian=0


Artikel Antara Ahlus Sunnah Dan Salafiyah 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Antara Ahlus Sunnah Dan Salafiyah 2/2.

Hukum Adzannya Wanita

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Adzannya Wanita Hukum Adzannya Wanita

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Rabu, 4 Februari 2004 12:59:47 WIBHUKUM ADZANNYA WANITAOlehSyaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-SyaikhPertanyaanSyaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh ditanya : Apa hukumnya adzannya wanita JawabanAdzan sama sekali bukan hak wanita, tidak boleh bagi wanita untuk mengumandangkan adzan, karena adzan termasuk perkara-perkara yang zhahir dan ditampakkan, yang mana perkara-perkara macam ini adalah urusan pria, sebagaimana wanita tidak diberi tugas untuk melakukan jihad dan hal-hal serupa lainnya.Adapun bagi umat nashrani, mereka beranggapan bahwa wanita memiliki derajat yang tinggi, bahkan mereka menyematkan pada kaum wanita hal-hal yang bertolak belakang dengan fitrah yang sesungguhnya, juga memberlakukan persamaan antara dua jenis manusia yang sesungguhnya berbeda.[Fatawa wa Rasaiil Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 2/113]ADZANNYA WANITAOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta'PertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya : Bolehkah wanita mengumandangkan adzan, apakah suara wanita dianggap aurat atau tidak JawabanPertama : Pendapat yang benar dari para ulama menyatakan, bahwa wanita tidak boleh mengumandangkan adzan, karena hal semacam ini belum pernah terjadi pada jaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga tidak pernah terjadi di zaman Khulafa'ur Rasyidin Radhiyallahu 'anhum.Kedua : Dengan tegas kami katakan bahwa suara wanita bukanlah aurat, karena sesungguhnya para wanita di zaman Nabi selalu bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang urusan-urusan agama Islam, dan mereka juga selalu melakukan hal yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin setelah mereka. Di zaman itu juga mereka biasa mengucapkan salam kepada kaum laki-laki asing [non mahram] serta membalas salam, semua hal ini telah diakui serta tidak ada seorangpun di antara para imam yang mengingkari hal ini, akan tetapi walaupun demikian tidak boleh bagi kaum wanita untuk mengangkat suaranya tinggi-tinggi dalam berbicara, juga tidak boleh bagi mereka untuk berbicara dengan suara lemah gemulai, berdasarkanm firman Allah."Artinya : Hai itri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik". [Al-Ahzab : 32]Karena jika seorang wanita berbicara lemah gemulai maka hal itu dapat memperdaya kaum pria hingga menimbulkan fitnah di antara mereka sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut.[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil ifta', VI/82, Fatwa No. 9522][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 117-118, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=122&bagian=0


Artikel Hukum Adzannya Wanita diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Adzannya Wanita.

Apakah Ada Batasan Waktu Tertentu Untuk Masa Haid Yang Paling Sedikit Dan Yang Paling Lama

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Ada Batasan Waktu Tertentu Untuk Masa Haid Yang Paling Sedikit Dan Yang Paling Lama Apakah Ada Batasan Waktu Tertentu Untuk Masa Haid Yang Paling Sedikit Dan Yang Paling Lama

Kategori Wanita - Thaharah

Rabu, 24 Nopember 2004 11:11:07 WIBAPAKAH ADA BATASAN WAKTU TERTENTU UNTUK MASA HAID YANG PALING SEDIKIT DAN YANG PALING LAMAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah ada batasan waktu tertentu untuk masa haidh tercepat dan masa haidh terlama dengan hitungan hari.Jawaban.Tidak ada batasan tertentu dengan jumlah hari untuk masa haidh tercepat dan masa haidh terlama, berdasrkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci" [Al-Baqarah : 222]Dalam ayat ini ada terdapat larangan untuk berhubungan badan dengan wanita yang sedang haidh, di sini Allah tidak menyebutkan batasan masa larangan itu menurut hitungan hari, akan tetapi basatan masa larangan itu hanya disebut sampai masa suci, berarti ayat ini menunjukkan bahwa alasan hukum Allah dalam hal itu adalah ada atau tidak adanya darah haidh, jika darah haidh itu ada maka ketetapan hukum larangan menyetubuhi wanita itu berlaku, dan jika wanita itu telah bersuci maka ketetapan hukum larangan menyetubuhi wanita itu tidak berlaku lagi.Kemudian pula, tentang penetaapan masa haidh tidak ada dalil yang menunjukkannya, padahal keterangan batasan masa haid ini amat penting untuk diketahui, seandainya batasan haid itu ada ketetapan waktunya maka pasti hal ini akan diterangkan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasarkan ini, maka setiap kali seorang wanita melihat darah yang telah diketahui oleh kaum wanita bahwa darah itu adalah darah haidh, maka berarti wanita itu sedang dalam masa haidh tanpa perlu menghitung dengan waktu-waktu tertentu, kecuali jika keluarnya darah itu terus menerus dan tidak ada terputus, atau berhenti sebentar, satu atau dua hari dalam satu bulan, maka berarti darah yang keluar itu bukan darah haidh melainkan darah istihadhah [darah karena penyakit].[Fatawa Wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/271[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1187&bagian=0


Artikel Apakah Ada Batasan Waktu Tertentu Untuk Masa Haid Yang Paling Sedikit Dan Yang Paling Lama diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Ada Batasan Waktu Tertentu Untuk Masa Haid Yang Paling Sedikit Dan Yang Paling Lama.

Borok-Borok Sufi 1/3

Kumpulan Artikel Islami

Borok-Borok Sufi 1/3 Borok-Borok Sufi 1/3

Kategori Firaq

Jumat, 27 Februari 2004 22:40:14 WIBBOROK-BOROK SUFIOlehSalim Al-Hilali dan Ziyad Ad-DabijBagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3Tasawuf merupakan gerakan berpola pikir filsafat klasik yang mengekor kepada para filosof dan ahli syair Romawi, India dan Persia. Namun, dalam hal ini, kita akan membatasi kajian masalah sufi dengan berkedok Islam. Kedok Islam ini dikenakan sebagai upaya menutupi hakikatnya. Maka barangsiapa yang meneliti dan mengamati gerak-geriknya, niscaya akan berkesimpulan, bahwa sufi bukan Islam. Baik menyangkut aqidah, prilaku dan pendidikan.MENGENAL BEBERAPA KEYAKINAN SUFISesungguhnya para penguasa sufi telah berusaha memelihara keyakinan-keyakinan tasawuf, yakni, dengan merancukan dan menghapuskan ayat-ayat Al-Kitab Al-Karim. Membolak-balik, serta merubah pemahaman Sunnah An-Nabawiyah yang telah suci. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menakdirkan untuk agama ini, orang-orang yang memperbaharui agama-Nya.Yakni, dengan membersihkan Islam dari bermacam aqidah dan filsafat yang mengalir dalam benak manusia akibat pengaruh pola pikir keberhalaan. Maka, diungkaplah borok-borok mereka, dipilah perkataan mereka serta diterangkan kebohongannya. Metoda merekapun dibuyarkan dengan menelaah kitab-kitab induk sufi. Berikut secara ringkas ditampilkan keyakinan-keyakinan mereka.ILMU LADUNIIstilah ini dikaitkan kepada firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala tentang nabi Khidir:"wa 'allamnaahu min Ladunnaa 'ilmaan""Artinya :...Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.". [Al-Kahfi : 65].Yang dimaksud dengan ayat diatas, menurut mereka, adalah disingkapnya alam ghaib bagi mereka. Caranya, dengan kasyaf [penyingkapan], tajliyat [penampakan] serta melakukan kontak langsung dengan Allah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam[1]. Mereka berdalil dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengganjari kepada kalian semua". [Al-Baqarah : 282].Pemikiran ilmu laduni dipelopori oleh Hisyam Ibnu Al-Hakam [wafat 199H], seorang penganut Syi'ah yang mahir ilmu kalam. Ia berasal dari Kufah. [2]Orang-orang sufi, dalam rangka merealisir ajarannya, menempuh beberapa jalan. Jalan terpenting itu, diantaranya :[1] Menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar'i. Dikatakan oleh Al-Junaid, seorang pentolan sufi, "Yang paling aku sukai pada seorang pemula, bila tak ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan menyibukkan hatinya dengan tiga perkara berikut : mencari penghidupan, menimba ilmu [hadits] dan menikah. Dan yang lebih aku sukai lagi, pada penganut sufi, tidak membaca dan menulis. Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya".[3]Demikian pula yang dikatakan Abu Sulaiman Ad-Darani, "Jika seseorang menimba ilmu [hadits], bepergian untuk mencari penghidupan, atau menikah, sungguh ia telah condong kepada dunia"[.4][2] Menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits dha'if [lemah], munkar dan maudhu' [palsu] dengan cara kasyaf. Sebagaimana dikatakan Abu Yazid Al-Busthami, "Kalian mengambil ilmu dari mayat ke mayat. Sedang kami mengambil ilmu dari yang Maha Hidup dan tidak pernah mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan para pemimpin kami : "Telah mengabarkan pada aku hatiku dari Rabbku". Sedang kalian [maksudnya, kalangan Ahlu Al-hadits] mengatakan : "Telah mengabarkan kepada kami Fulan". Padahal, bila ditanya dimana dia [si Fulan tersebut] . Tentu akan dijawab : "Ia [Fulan, yakni yang meriwayatkan ilmu atau hadits tersebut] telah meninggal". "[Kemudian] dari Fulan [lagi]". Padahal, bila ditanyakan dimana dia [Fulan tadi] Tentu akan dijawab : "Ia telah meninggal".[5] Dikatakan pula oleh Ibnu Arabi, "Ulama Tulisan mengambil peninggalan dari salaf [orang-orang terdahulu] hingga hari kiamat. Itulah yang menjauhkan atau menjadikan timbulnya jarak antara nasab mereka. Sedang para wali mengambil ilmu dari Allah [secara langsung -peny]. Yakni, dengan cara Ia [Allah] mengilhamkan kedalam hati para wali"[6]. Dikatakan oleh Asy-Sya'rani, "Berkenan dengan hadits-hadits. Walaupun cacat menurut para ulama ilmu hadits, tapi tetap shahih menurut ulama ilmu kasyaf".[7].[3] Menganggap menimba ilmu [hadits] sebagai perbuatan aib dan merupakan jalan menuju kemaksiatan serta kesalahan. Ibnu Al-Jauzi menukil, bahwa ada seorang syaikh sufi melihat seorang murid membawa papan tulis [baca : buku], maka dikatakannya kepada murid tersebut :"Sembunyikan auratmu".[8] Bahkan, mereka saling mewariskan sebagian pameo-pameo yang bertendensi menjauhkan peninggalan salaf, umpanya : Barang siapa gurunya kitab, maka salahnya lebih banyak dari benarnya.Sanggahan terhadap pernyataan-pernyataan sebagaimana diungkap diatas :Pertama.Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dengan kemampuannya dapat berjumpa dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti keadaan nabi Khidir dengan nabi Musa, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' para ulama kaum muslimin. Karena, nabi Musa tidaklah diutus kepada nabi Khidir, dan tidak pula nabi Khidir diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa.Padahal Allah telah menjadikan masing-masing nabi mempunyai jalan dan minhaj yang berbeda-beda. Dan peristiwa yang demikian itu, berulang kali terjadi sebelum beliau diutus sebagai nabi. Seperti, sezamannya nabi Luth denga nabi Ibrahim, nabi Yahya dengan nabi Isa.Sesungguhnya para nabi tersebut dibangkitkan untuk kaumnya saja, sedangkan Muhammad shalallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan untuk seluruh manusia hingga hari kiamat. Telah bersabda Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Adalah para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]."Artinya : Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik Yahudi atau Nashrani, kemudian tidak beriman kepadaku, melainkan akan dimasukkan ke neraka" [Hadits Shahih Riwayat Muslim I/93]Aqidah semacam ini merupakan asasnya Islam, berdasarkan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Tidaklah engkau Kami utus kecuali untuk seluruh manusia, sebagai pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan". [Saba' : 28]Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua". [Al-A'raf : 157]Dan siapa saja yang 'alim, baik jin maupun manusia, diperintahkan untuk mengikuti rasul yang ummi ini. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa dengan kemampuannya dapat keluar dari minhaj dan petunjuk nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ke minhaj lainnya, walaupun minhaj Isa, Musa, Ibrahim, maka dia sesat dan menyesatkan. Telah bersabda Shalallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Seandainya Musa turun, lalu kalian semua mengikutinya dan meninggalkan aku, maka sungguh sesatlah kalian. Aku adalah bagian kalian, dan kalian adalah bagian dari umat-umat yang ada". [Riwayat Baihaqi dalam Syu'abu al-Iman, dan lihat pula dalam Irwa'al-Ghalil karangan Al-Bani hal. 1588]Adapun keyakinan orang-orang sufi bahwa nabi Khidir masih tetap hidup, selalu berhubungan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka ilmu yang diajarkan Allah kepadanya, seperti nama-nama Allah yang Agung, hal ini merupakan dusta dan mengada-ada. Karena menyelesihi Al-Qur'an secara nyata :"Artinya : Dan tidaklah kami jadikan seorang manusiapun sebelummu abadi". [Al-Anbiya' : 34]"Artinya : Tidak ada satu jiwapun yang bernafas pada hari ini yang datang dari zaman seratus tahun sebelumnya, sedangkan dia saat sekarang ini masih hidup". [Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir]Hadits-hadits yang menerangkan masih hidupnya nabi Khidir semuanya maudhu' [palsu] menurut kesepakatan seluruh ulama hadits.[9]Kedua.Adapun hujjah mereka dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu [ilmu]". [Al-Baqarah : 282]Hal itu bukanlah hujjah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan pemahaman ayat ini dan telah menentukan cara mencari ilmu yang disyari'atkan dan diwajibkan atas setiap muslim. Seperti sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Sesungguhnya ilmu itu [diperoleh] dengan cara belajar". [Hadits Riwayat Daruquthni dalam Al-Ifrad wa al-Khatib dalam tarikhnya dari Abu Hurairah dan Abu Darda'. Lihat Silsilah Ash-Shahihah 342]Kata innama [sesungguhnya] disini adalah untuk membatasi.Ketiga.Perihal pendapat mereka yang menyatakan, bahwa mencari ilmu dengan cara belajar adalah jalan yang memayahkan, terlalu bertele-tele, dianggap condong kepada dunia serta menyita perhatian dan kesungguhan [walaupun telah tinggi dalam menuntut ilmu tadi], tetap dianggap tidak sempurna. Kecuali, bila ditempuh dengan cara kasyaf dan ilham.Berkenan dengan ilmu itu sendiri, termasuk tentunya dalam pengamalannya. Bahkan sebatas mencari ilmu semata. Berkata Ibnu Al-Jauzi, "Iblis menginginkan untuk menutup jalan tersebut dengan cara yang paling samar. Memang jelas bahwa yang dimaksud adalah mengamalkannya bukan sebatas mencari ilmu saja. Namun, dalam hal ini para penipu itu telah menyembunyikan masalah pengamalannya. [10] Dan tidaklah kasyaf yang mereka dakwakan itu, kecuali hanya khayalan setan belaka."Artinya : Maukah Aku khabarkan kepada kalian tentang kepada siapa setan turun [Setan] turun kepada setiap pendusta dan suka berbuat dosa. Mereka menghadapkan pendengarannya itu [kepada setan], dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta". [Asy-Syu'ara : 221-223]"Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk menghusung mereka agar berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksaan bagi mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung [hari siksaan] itu untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. Ingat ketika hari Kami mengumpulkan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. Dan kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga". [Maryam : 83-86]Adapun pengakuan mereka, seperti pensyarah Al-Ushul katakan, bahwa kasyaf merupakan bagian dari iman yang benar. Dan maksud kasyaf adalah disingkapkannya sebagian yang tersembunyi, dan tidak tampak, mengetahui gerak-gerik jiwa dan niat serta kelemahan sebagian manusia. Kasyaf semacam inilah yang disebutkan dalam hadits syarif sebagai firasat seorang yang beriman. [11] Jadi bila ada perkataan mereka semacam ini : "Telah mengabarkan kepadaku hatiku dari Rabb-ku" tidak lain adalah perkataan khurafat.Keempat.Sebagian mereka mengakku dapat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tidurnya, lalu mengajarkan kepadanya beberapa perkara dan memintanya untuk berbuat begini dan begitu. Seperti, kata Ibnu Arabi, "Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi. Aku melihatnya saat sepuluh akhir di bulan Muharram 627H, di Mahrusah, Damsyiq. Saat itu di tangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa kitab. Maka sabdanya kepadaku, 'Kitab ini adalah kitab Fushush Al-Hikam'. Ajarkan dan sebarkan kepada manusia agar bisa memetik manfa'at darinya. Kemudian aku katakan, Aku dengar dan taat kepada Allah, Rasul-Nya serta ulil amri diantara kita sebagaimana yang engkau perintahkan. Maka, aku pun berusaha merealisasikan cita-cita dan aku murnikan niatku serta kubulatkan tekad untuk mengajarkan kitab ini sebagaimana diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. tanpa mengurangi dan menambahinya".Bantahan Terhadap Pendapat Diatas Adalah Sebagai Berikut:[1] Para Rasul tidak memerintahkan kemaksiatan apalagi kekufuran, seperti yang memenuhi kitab Fushush Al-Hikam. Seperti, mengkafirkan nabi Allah, Nuh [hal. 70-72], meyakini bahwa Fir'aun itu telah beriman [hal. 21], membenarkan pendirian Samiri dan perbuatannya dalam membuat patung [yang menimbulkan fitnah di kalangan bani Israil] hingga mengibadahinya [hal. 188].[2] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh menyelisihi syari'at. Sesungguhnya, ada yang mengatakan bahwa setan menampakkan diri dalam bentuk nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan Ibnu Arabi. Padahal mustahil hal itu bisa terjadi. Dia [Ibnu Arabi] telah tertipu dan terperdaya. Walau ia mengatakan yang demikian itu dengan niat baik dan prasangka bersih. Tetapi yang demikian itu mustahil, karena setan tidak akan mampu menyerupai nabi. Maka, bagaimana hal itu bisa terjadi padahal Nabi yang ma'shum Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :"Artinya : Barangsiapa yang melihatku [dalam mimpinya] maka sesungguhnya akulah dia. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku". [Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, mempunyai penguat yang sangat banyak, sebagiannya Shahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Lihat Shahih Al-Jami' dan ziyadahnya V/293]Berdasarkan keterangan diatas, maka kita berkeyakinan bahwa Ibnu Arabi dan para pengikutnya adalah dajjal-dajjal Khurasan. Sedang perkataan-perkataan mereka dusta dan tidak mengandung kebenaran sama sekali.[Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal. 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan judul Borok-Borok Sufi]________Foote Note.[1]. Ihya 'Ulummuddin, Al-Ghazali, I/19-20 dan III/26, cet. Istiqomah, Qahirah.[2]. Minhaj As-Sunnah, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, hal. 226[3]. Quwat Al-Qulub, III/35[4]. Al-Futuhat Al-Makkiyah, Ibnu Arabi, I/37.[5]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 226 dan Al-Futuhat Al-Makkiyah, I/365.[6]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 246 dan Rasail, Ibnu Arabi, hal.4.[7]. Al-Mizan, I/28.[8]. Tablis Iblis, hal. 370.[9]. Al-Manar Al-Munif, Ibnu Qayim Al-Jauziyah.[10]. Shaid Al-Khaathir, Ibnu Jauzi, I/144-146.[11]. Syarah Al-Ushul Al-Isyrin, hal 27.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=318&bagian=0


Artikel Borok-Borok Sufi 1/3 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Borok-Borok Sufi 1/3.

Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji

Kumpulan Artikel Islami

Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji

>> Pertanyaan :

Syaikh Shalih Fauzan ditanya: Apa hukumnya orang menggauli istri padasaat melaksanakan ibadah haji ?

>> Jawaban :

Orang berihram tidak boleh bercumbu dengan istrinya baik berpelukanatau senggama atau perkataan yang menimbulkan birahi berda-sarkanfirman Allah Subhaanahu wa Ta'ala : Barangsiapa yang menetapkanniatnya dalam bulan itu akan mengerja-kan haji, maka tidak bolehrafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakanhaji. [Al-Baqarah: 197]. Yang dimaksud dengan rafats adalah senggamadan faktor-faktor pe-nyebabnya baik berupa perkataan, pelukan,memandang atau sejenisnya. Adapun arti farodho fihinna adalah berihramdengan haji. Apabila ia telah tahallul dengan cara melakukan seluruhmanasik dengan cara telah jumrah aqabah, mencukur, menggunting rambutatau thawaf ifadhah beserta sa'inya, maka ia boleh bercumbu denganistrinya baik berupa pelukan, ciuman maupun senggama.

Artikel Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menggauli Istri Disaat Ibadah Haji.

Memperindah Masjid Dan Bermegah-Megahan Dengannya

Kumpulan Artikel Islami

Memperindah Masjid Dan Bermegah-Megahan Dengannya Memperindah Masjid Dan Bermegah-Megahan Dengannya

Kategori Hadits

Rabu, 9 Juni 2004 10:06:40 WIBMEMPERINDAH MASJID DAN BERMEGAH-MEGAHAN DENGANNYAOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-WabilMUKADIMAHArtikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro [kecil] ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.________________________________Diantara tanda-tanda lainnya yang menunjukkan dekatnya kiamat ialah orang-orang memperindah, menghias, bermegah-megahan dalam membangun masjid serta membangga-banggakannya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berasabda.â€Å"Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga manusia bermegah-megahan dalam membangun masjid” [Musnad Ahmad 3 : 134 dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul Ummal. Al-Albani berkata â€Å"Shahih”. Lihat : Shahih Al-Jami’ush Shagir 6 : 174, hadits nomor 7298]Dan dalam riwayat Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Diantara tanda-tanda telah dekatnya kiamat ialah orang-orang bermegah-megahan dalam membangun masjid”. [Sunan Nasa’i 2 : 32 dengan syarah As-Suyuti. Al-Albani mengesahkannya dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir 5 : 213, nomor 5771, Shahih Ibnu Khuzaimah 2 : 282, hadits nomor 1322-1323 dengan tahqiq Dr Muhammad Musthafa Al-A’zhami. Beliau berkata â€Å"Isnadnya shahih”]Al-Bukhari berkata : Anas berkata, â€Å"Orang-orang bermegah-megahan dalam membangun masjid, kemudian mereka tidak memakmurkannya kecuali hanya sedikit. Maka yang dimaksud dengan At-Tabaahii [bermegah-megahan] ialah bersungguh-sungguh dalam memperindah dan menghiasinya”.Ibnu Abbas berkata , â€Å"Sungguh kalian akan memperindah dan menghiasinya sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani memperindah dan menghiasi tempat ibadah mereka” [Shahih Bukhari, Kitab Ash-Shalah, Bab Bunyanil Masajid 1 : 539]Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu melarang menghiasi masjid dan memperindahnya, karena yang demikian itu dapat mengganggu shalat seseorang. Dan ketika beliau memerintahkan merehab Masjid Nabawi, beliau berkata, â€Å"Lindungilah manusia dari hujan, dan janganlah engkau beri warna merah atau kuning karena akan memfitnah [mengganggu] manusia” [Shahih Bukhari 1 : 539]Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada Umar, karena orang-orang tidak mau menerapkan wasiatnya, bahkan mereka tidak hanya memberi warna merah atau kuning, tapi sudah lebih dari itu hingga mengukir dan melukis masjid seperti melukis pakaian. Dan para Raja dan Khalifah sudah bermegah-megahan dalam membangun masjid sehingga sangat mengagumkan. Masjid-masjid yang dibangun dengan kemegahan semacam itu sebagaimana yang ada di Syam, Mesir, Maroko, Andalus dan sebagainya. Dan sampai sekarang kaum muslimin senatiasa berlomba-lomba dan bermegah-megahan dalam memperindah dan menghiasi masjid.Tidak disangsikan lagi bahwa memperindah, menghiasi dan bermegah-megahan dalam membangun masjid termasuk perbuatan berlebih-lebihan dan mubadzir. Padahal, memakmurkan masjid itu adalah dengan melaksanakan ketaatan dan berdzikir di dalamnya, dan cukuplah bagi manusia sekiranya mereka sudah terlindung dari panas dan hujan di dalam masjid. Sungguh diancam dengan kehancuran apabila masjid-masjid sudah diperindah dan mushaf-mushaf sudah dihiasi sedemikian rupa. Al-Hakim At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.â€Å"Artinya : Apalagi kamu sudah menghiasi [memperindah] masjid-masjidmu dan mushaf-mushafmu, maka kehancuran akan menimpamu” [1]Al-Munawi [2] berkata , â€Å"Maka memperindah masjid dan menghiasi mushaf itu terlarang, sebab dapat menggoda hati dan menghilangkan kekhusyu’an, perenungan, dan perasaan hadir di hadapan Allah Ta’ala. Menurut golongan Syafi’iyah, menghiasi masjid atau Ka’bah dengan emas atau perak adalah haram secara mutlak, dan dengan selain emas dan perak hukumnya makruh” [Faidhul Qadir 1 : 367][Disalin dari kitab Asyratus Sa’ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Terbitan CV Pustaka Mantiq, hal.111-112]_________Foote Note[1] Shahih Al-Jami Ash-Shagir 1 : 220, hadit nomor 599, Al-Albani berkata, â€Å"Isnadnya hasan”. Dan beliau menyebutkan dalam kitab Silsilatul Ahaditsish Shahihah 3 : 337, hadit nomor 1351 bahwa hadist ini diriwayatkan oleh Al-Hakim At-Tirmidzi dalam kitab Al-Akyas Wal-Mughtarrin, halaman 78 dari Abu Darda secara marfu.Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dengan mendahulukan dan mengakhirinya [membalik susunannya] dalam Kitab Az-Zuhdi halaman 275, hadits nomor 797 dengan tahqiq Habibir-Rahman Al-Azhami. Dan Al-Bani menyebutkan isnad Ibnu Mubarak dalam As-Silsilah dengan mangatakan, ‘Ini adalah isnad yang perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan, perawi-perawi Muslim, tetapi saya tidak tahu apakah Bakar bin Suwadah [yang meriwayatkan dari Abu Darda] ini mendengar dari Abu Darda’ atau tidak ” Hadits ini disebutkan oleh Al-Baghawi dalam Syarah As-Sunnah 2 ; 350 dan beliau menisbatkannya kepada Abu Darda’.As-Suyuthi menisbatkannya di dalam Al-Jami’ush Shagir halaman 27 kepada Al-Hakim dan Abu Darda’ dan memberi siyarat dha’if. Demikian pula Al-Munawi mendhaifkannya dalam Faidhul Qadir 1 ; 367, hadits nomor 658.[2] Belaiu adalah Zainuddin Muhammad bin Abdur Ra’uf bin Tajul Arifin bin Ali bin Zainul Abidin Al-Haddadi Al-Munawi. Beliau memiliki delapan buah karangan, terutama dalam bidang hadits, biografi, dan sejarah. Beliau wafat di Kairo pada tahun 1031H. Semoga Allah merahmati beliau. Lihat Al-A’lam 6 : 204

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=795&bagian=0


Artikel Memperindah Masjid Dan Bermegah-Megahan Dengannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Memperindah Masjid Dan Bermegah-Megahan Dengannya.

Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 1/2 Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 1/2

Kategori Al-Wala' Dan Al-Bara'

Minggu, 4 Juli 2004 20:29:48 WIBAL-WALA & AL-BARA -BENTUK LOYALITAS TERHADAP ORANG KAFIR-OlehSyaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-FauzanBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Adapun dari bentuk-bentuk loyalitas terhadap orang kafir yaitu :PertamaMenyerupai mereka dalam berpakaian, ucapan dan lainnya ; karena yang demikian itu menunjukkan cinta orang yang menyerupai terhadap yang diserupai. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka".Maka diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka dalam bidang ; adat istiadat, ibadah, dan sifat-sifat serta tingkah laku mereka, seperti : mencukur jenggot, memanjangkan kumis, berbahasa dengan bahasa mereka, kecuali jika diperlukan, berpakaian, makan, minum dan lainnya.KeduaBermukim [tinggal] di negara mereka dan tidak pindah [hijrah] dari negara tersebut ke negara kaum muslimin untuk menyelamatkan Ad-Dien, sebab berhijrah untuk tujuan tersebut merupakan kewajiban bagi seorang muslim, dan berdiamnya seorang muslim di negara kafir menunjukkan loyalitasnya terhadap orang kafir. Maka dari itu Allah Ta'ala mengharamkan bermukimnya orang muslim diantara orang-orang kafir apabila ia mampu untuk berhijrah.Allah Ta'ala berfirman :"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, [kepada mereka] malaikat bertanya :'Dalam keadaan bagaimana kamu ini ' Mereka menjawab : 'Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri [Mekkah]'. Para malaikat berkata :'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ' Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan [untuk hijrah], mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun". [An-Nisa' : 97-99].Allah Ta'ala tidak menerima alasan setiap muslim yang bermukim di negara orang kafir kecuali mereka lemah, yang tidak mampu untuk berhijrah, juga orang-orang yang bermukimnya ada kemaslahatan Ad-Dien, misalnya berdakwah kepada Allah dan menyebarkan Islam, di negara mereka.KetigaBepergian ke negara mereka dengan tujuan wisata dan rekreasi.Bepergian ke negara orang kafir diharamkan kecuali dalam keadaan darurat, seperti berobat, berdagang, dan belajar ilmu-ilmu tertentu yang bermanfaat, yang tidak mungkin didapatkannya kecuali dengan pergi ke negeri mereka. Hal itu dibolehkan sebatas keperluan, dan jika keperluannya telah selesai, maka wajib kembali lagi ke negara kaum muslimin. Diperbolehkannya seseorang untuk bepergian ke negara orang kafir disyaratkan juga untuk senantiasa memperlihatkan identitas diennya, serta bangga dengan ke-Islamannya. Ia harus menjauhi tempat-tempat maksiat dan berhati-hati dari segala bentuk tipu daya para musuh-musuhnya juga diperbolehkan atau bahkan wajib bepergian ke negara mereka jika bertujuan untuk berdakwah kepada Allah dan menyebarkan Islam.KeempatBentuk yang lain adalah membantu dan menolong mereka untuk mengalahkan kaum muslimin, memuji-muji dan membela mereka, hal ini merupakan bagian dari rusaknya aqidah ke-Islaman, juga penyebab dari kemurtadan. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian.KelimaDan dari bentuk yang lain juga adalah, meminta bantuan kepada mereka, percaya dan memberikan jabatan-jabatan yang didalamnya terdapat rahasia-rahasia kaum muslimin, dan menjadikan mereka sebagai orang kepercayaan serta teman bertukar fikiran.Allah berfirman :"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu, [karena] mereka tidak henti-hentinya [menimbulkan] kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat [Kami], jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata : 'Kami beriman'; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah dan bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah [kepada mereka] : 'Matilah kamu karena kemarahanmu itu'. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya". [Ali Imran : 118-120].Ayat-ayat mulia tersebut di atas menjelaskan isi hati orang-orang kafir serta kebencian yang mereka sembunyikan terhadap kaum muslimin, dan apa yang mereka rencanakan untuk melawan kaum muslimin dengan tipu muslihat serta penghianatan. Juga mereka senantiasa menimpakan madharat terhadap kaum muslimin dengan senantiasa menggunakan segala cara [sarana] untuk menyakiti orang-orang yang beriman. Dan sungguh mereka selalu memanfaatkan kepercayaan kaum muslimin terhadap mereka, lalu mereka berencana untuk menimpakan bahaya terhadap kaum muslimin.Imam Ahmad Rahimahullah telah meriwayatkan sebuah atsar dari sahabat Abu Musa Al-'Asyary Radhiyallahu anhu beliau berkata : Aku pernah berkata kepada Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu : Aku mempunyai seorang sekretaris seorang Nasrani, Umar bin Khatthan Radhiyallahu anhu berkata : Apa-apaan kamu ini, celakalah engkau ! Tidaklah engkau pernah mendengar firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin[mu] ; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain". [Al-Maidah : 51] Apakah tidak mengambil orang muslim saja Lalu Abu Musa berkata : "Kukatakan 'Wahai Amirul Mukminin bagiku tulisannya dan baginya agamanya ! Serentak Umar bin Khatthab berkata : 'Aku tidak akan menghormati mereka, sebab Allah Ta'ala telah menjadikan mereka hina, dan aku tidak akan memuliakan mereka sebab Allah telah menjadikan mereka rendah ; dan aku tidak akan mendekati mereka sebab Allah Ta'ala telah menjauhkan mereka [menjadikan mereka sangat Jauh]".Dan Imam Ahmad juga Imam Muslim meriwayatkan :"Artinya : Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju Badar, lalu seorang laki-laki musyrikin mengikuti beliau, kemudian bertemulah di suatu tempat [bernama Hirrah], seraya berkata : "Sesungguhnya aku ingin ikut dan terluka bersamamu", bersabdalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Berimankah kamu kepada Allah dan rasul-Nya Laki-laki itu berkata : "Tidak" kemudian Nabi Shallallahu alihi wa sallam bersabda : "Pulanglah kamu, sekali-kali aku tidak minta tolong kepada orang musyrik".Dan dari nash-nash tersebut di atas jelaslah bagi kita haramnya memberikan pekerjaan-perkerjaan kaum muslimin kepada orang kafir, yang dengan sarana itu memungkinkan orang kafir untuk menyelidiki keadaan dan rahasia-rahasia kaum muslimin serta mengadakan tipu daya yang membahayakan mereka.Diantara contoh yang gamblang yang terjadi akhir-akhir ini yaitu dengan didatangkannya orang-orang kafir ke negara kaum muslimin [Negeri dua tanah haram yang suci] lalu mereka dijadikan pekerja-pekerja, supir-supir, pembantu-pembantu, dan baby sitter-baby sitter di rumah mereka sehingga mereka berbaur dalam satu rumah tangga kaum muslimin yang tinggal di negera tersebut.[Disalin dari buku Al-Wala' & Al-Bara' Tentang Siapa yang Harus Dicintai dan Harus Dimusuhi oleh Orang Islam, oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, hal 13-20, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Endang Saefuddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=882&bagian=0


Artikel Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Al-Wala Dan Al-Bara -Bentuk Loyalitas Terhadap Orang Kafir- 1/2.

Saya Melarang Untuk Mencegah Kemungkaran Dalam Bekerja, Karena Saya Takut Diputuskan Hubungan Kerja

Kumpulan Artikel Islami

Saya Melarang Untuk Mencegah Kemungkaran Dalam Bekerja, Karena Saya Takut Diputuskan Hubungan Kerja Saya Melarang Untuk Mencegah Kemungkaran Dalam Bekerja, Karena Saya Takut Diputuskan Hubungan Kerja

Kategori Ma'ruf Nahi Mungkar

Rabu, 18 Februari 2004 16:25:18 WIBSAYA MELARANG ANAK-ANAK SAYA UNTUK MENCEGAH KEMUNGKARAN, KARENA SAYA PERNAH MENCEGAH KEMUNGKARAN DALAM BEKERJA YANG BERAKIBAT DIPUTUSKANNYA HUBUNGAN KERJA DENGAN SAYA.OlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Saya bekerja sebagai perawat di unit kesehatan sekolah dan saya senantiasa berupaya mencegah kemungkaran yang saya lihat dalam pekerjaan, namun menyebabkan saya di PHK, dan menyebabkan saya lelah secara psikologis. Karena itu saya melarang anak-anak saya untuk mencegah segala kemungkaran. Saya meminta saran, semoga Allah memberi Anda pahala".Jawaban.Tidak diragukan lagi bahwa yang terjadi pada Anda adalah kesalahan yang besar bagi siapa saja yang melakukannya, apabila Anda telah mengingkari kemungkaran berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang benar. Anda tetap berkewajiban untuk mengingkari kemungkaran, meski Anda harus di PHK dan tidak dibutuhkan lagi dalam pekerjaan anda. Sesungguhnya Anda telah membuat Allah meridhai Anda dan Anda telah mengerjakan apa yang Dia sukai bila Anda mengerjakannya, karena segala perkara ada dalam kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda."Artinya : Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, maka apabila ia tidak mampu hendaklah dengan lisannya, apabila tidak mampu, maka dengan hatinya, yang demikian adalah selemah-lemah iman".Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia."Artinya : orang-orang mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan, sebagian dari mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyeru kepada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar" [At-Taubah : 71]Allah juga berfirman."Artinya : Kamu adalah sebaik-baiknya umat yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah" [Ali Imran : 110]Apabila Anda mengerjakan hal itu karena taat kepada Allah, dan mencari keridhaan-Nya, maka sesungguhnya akibatnya akan menjadi terpuji dan apa yang telah terhjadi bukanlah suatu masalah. Allah pasti akan mencukupi kebutuhan anda, dan Allah Maha Pemberi Rizki, segala kebaikan ada dalam tangan-Nya.Dia berfirman."Artinya : Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah akan menjadikannya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak diduga-duga" [Ath-Thalaq : 2-3]"Artinya : Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan kemudahan dalam urusannya" [Ath-Thalaq : 4]Maka seorang wanita yang beriman harus bertaqwa kepada Allah, baik ia adalah seorang guru, perawat atau lainnya. Demikian pula dengan seorang dokter wanita, manager semisalnya. Semuanya harus menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran sebagaimana diwajibkan kepada orang laki-laki berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits di atas. Sungguh Anda telah berbuat kesalahan dengan melarang anak-anak Anda untuk mencegah kemungkaran.Bertaqwalah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya karena hal tersebut dan berilah pengertian kepada mereka tentang kewajiban yang dibebankan Allah atas mereka.[Majmu' Fatawa wa Rasail Mutanawwi'ah, Syaikh Bin Baz, 3/450][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal. 201-203, Penerbit Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=239&bagian=0


Artikel Saya Melarang Untuk Mencegah Kemungkaran Dalam Bekerja, Karena Saya Takut Diputuskan Hubungan Kerja diambil dari http://www.asofwah.or.id
Saya Melarang Untuk Mencegah Kemungkaran Dalam Bekerja, Karena Saya Takut Diputuskan Hubungan Kerja.

Bolehkah Mengambil Kebaikan Setiap Firqah ?

Kumpulan Artikel Islami

Bolehkah Mengambil Kebaikan Setiap Firqah ? Bolehkah Mengambil Kebaikan Setiap Firqah

Kategori Manhaj

Kamis, 12 Februari 2004 07:56:53 WIBBOLEHKAH MENGAMBIL KEBAIKAN SETIAP FIRQAH OlehSyaikh Abul Hasan Musthafa As-SulaimaniKata PengantarSebuah pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Abul Hasan Musthafa As-Sulaimani hafizhahullah, seorang ulama Ahlus Sunnah di Ma'rib, Yaman, murid Muhaddits Diyarul Yaman Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy Hafizhahullah. Diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari Al-Maidani dari Silsilah Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah, soal no. 54 dan dimuat di Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H/2001M hal.28-30]PertanyaanSyaikh Abul Hasan Musthafa As-Sulaimani ditanya : Kami pernah mendengar dari sebagian orang yang cinta kepada kebaikan bahwa menjamurnya jama'ah-jama'ah Islamiyah sekarang ini adalah fenomena yang sehat. Bahwa jama'ah-jama'ah tersebut menegakkan pilar-pilar Islam dalam bidang masing-masing. Jika kita menghendaki ilmu, ambillah dari Salafiyun. Jika kita menghendaki jihad, ambillah dari Jama'atul Jihad. Kalau kita ingin politik, ambillah dari Ikhwanul Muslimin. Kalau kita menghendaki manajemen hati, ambillah dari Jama'ah Tabligh.Mereka mengatakan : "Kondisinya seperti orang-orang yang sakit matanya, tentu ia tidak berkonsultasi dengan dokter sepesialis saraf. Bagi yang sakut dadanya, tentu ia tidak memeriksskan dirinya kepada dokter spesialis tulang". Apakah ucapan seperti ini dapat dibenarkan ..JawabanOrang yang mengatakan ucapan diatas sebenarnya tidak mengerti hakikat dak'wah Ilallah. Dan juga tidak memahami hakekat perbedaan yang terjadi antara jama'ah-jama'ah tersebut . Mustahil sebuah perpecahan dapat menegakan Islam! padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang perpecahan."Artinya : Sesungguhnya orang yang memecah belah agamanya dan mereka [terpecah] menjadi beberapa golongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka".[Al-An'am: 159]Dalam ayat lain Allah berfirman:"Artinya : Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka". [Ar-Ruum: 31-32]Dan Allah juga berfirman"Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya dengan tali Allah [agama] Allah, dan janganlah kamu bercerai berai". [Al-Imran: 103]Realita yang ada menunjukan bahwa jumlah jama'ah-jama'ah itu terus bertambah dari waktu ke waktu. Dan bertambah lebar juga jurang perselisihan dan pertikaian.Kekeliruan diatas dapat kita jabarkan sebagai berikut :Pertama.Kami tidak menampik adanya spesialisasi dalam disiplin ilmu dan pada beberapa aspek dak'wah. Namun hal itu tidak akan baik bila masing-masing kelompok tidak bertolak dari satu pedoman. Mereka harus bertolak dari satu dasar pemahaman dan pedoman. Serta berusaha mewujudkan tuntunan syari'at dengan cara yang dibenarkan syari'at berkaitan dengan spesialisasi masing-masing. Adapun bila pedoman berbeda, tujuan dan metoda juga berbeda, maka kondisinya seperti yang digambarkan syair berikut.Bilakah satu istana akan sempurna bangunannya, bila kamu sibuk membangun, sementara yang lain merubuhkannya.KeduaRealita membuktikan bahwa hakekat perselisihan yang terjadi diantara jama'ah-jama'ah tersebut adalah dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dan dalam memilih wasilah [metode] dalam menuju sesuatu yang menjadi tuntunan syri'at . Persaingan, perseteruan dan permusuhan diantara jama'ah-jama'ah tersebut dapat terlihat jelas. Setiap jama'ah berusaha merubuhkan bangunan yang telah disusun oleh jama'ah lainnya. Sebagian orang berasumsi bahwa jika dia dapat mengusir sorang khatib/ustadz salafi, seolah-olah dia telah berhasil mengembalikan Masjidil Aqsha dari tangan Yahudi! Dia menganggapnya sebagai sebuah kemenangan besarFaktor penyebabnya adalah perbedaan persepsi dalam mendiagnosa sebuah penyakit, berakibat komposisis obat yang dipakai juga berbeda. Sebagian jama'ah berpendapat bahwa problem umat sekarang ini seputar penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Mereka lantas berusaha mengenyahkan penguasa itu atau berusaha menyaingi kekuasaan mereka, baik penguasa itu kafir ataupun muslim. Sebagian jama'ah lainnya berpandangan bahwa penyakit hati telah begitu mewabah di tengah-tengah umat. Mereka beranggapan dengan memperbaiki hati selesailah semua problem. Mereka mengerahkan segala upaya untuk menyembuhkan penyakit-penyakit hati. Ironinya mereka mengabaikan penyakit hati yang paling berbahaya yaitu syirik, bid'ah dan lainnya. Sedangkan sebagian jama'ah yang lain memahami bahwa penyakit kronis yang menggerogoti umat ini adalah kejahilan mereka tentang Dinul Islam. Baik yang berkaitan dengan masalah tauhid/aqidah, ibadah dan lainnya. Mereka juga menyadari bahwa di antara panyakit yang menimpa umat ini adalah fenomena perpecahan dan bergolong-golongan. Merekapun berusaha menghidupkan kembali sunnah-sunnah yang sudah dilupakan. Mereka sebarkan aqidah yang benar dan sunnah yang shahih, sekaligus memerangi syirik dengan berbagai macam dan bentuknya. Mereka peringatkkan umat dari bahaya berpecah belah dan fanatik jahiliyah. Namun sayangnya jama'ah ini justru ditentang oleh jama'ah-jama'ah lainnya !, Wallahul Musta'an.KetigaKita tidak dapat menerima sangkaan [yang berpendapat] bahwa jama'ah-jama'ah tersebut layak diambil ilmunya-kecuali salafiyun meskipun ada kekurangan pada pribadi-pribadi sebagian mereka-. Sebagi buktinya masalah jihad, di dalam Islam jihad disyari'atkan untuk memerangi kaum musyrikin supaya Dienullah menjadi yang paling tinggi. Dan supaya tidak terjadi kemusyrikan sebagaimana firman Allah."Artinya : Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah" [Al-Anfal : 39]Namun kenyataan yang kita jumpai, seruan jihad itu ditujukan untuk melawan kaum muslimin -walaupun mungkin mereka menyimpang-. Akibatnya terjadilah fitnah [kekacauan] dan kaum musliminpun tercerai berai. Akhirnya musuh-musuh Allah mendapat kesempatan untuk menimpakan berbagai penindasan terhadap wali-wali Allah [orang-orang yang shalih]. Demikian pula masalah politik, pada asalnya yang dibolehkan adalah politik yang sejalan dengan kaidah-kaidah syari'at [siyasah syar'iyyah], bukan politik praktis yang menyimpang dari kaidah-kaidah syari'at [seperti turut serta dalam pesta demokrasi]. Sungguh jauh berbeda antara keduanya. Namun kendatipun membandel tetap berkecimpung dalam praktek politik yang menyimpang itu, jama'ah Ikhwanul Muslimin tidak menghasilkan faedah apapun darinya. Kenyataan yang ada cukup sebagai buktinya. Demikain pula Jama'ah Tabligh, sekalipun pada mereka terdapat sisi-sisi positif, namun mereka mengabaikan sisi yang paling urgen, yaitu pembenahan aqidah dan menuntut ilmu hadits 1]Secara jujur kami katakan, hanya dari salafiyun sajalah yang layak diambil ilmu yang berguna. Ilmu yang mereka miliki telah memimpin dunia. Ulama merekalah yang menjadi panutan umat dan menjadi tempat bertanya tentang Dienullah. Setiap orang berusaha mengikuti pedoman mereka dan bangga menisbatkan diri kepada mereka. Kecuali sekelompok kecil yang tidak begitu dipandang. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mencurahkan hidayah kepada kita semua.KeempatSekiranya kita anggap jama'ah-jama'ah itu memiliki ilmu-ilmu tersebut, masalahnya adalah : "Apakah kaidah dasar dan pijakan bagi yang ingin beramal . Bukankah bagi yang ingin berjihad, berkecimpung dalam bidang politik atau berdakwah wajib merujuk kepada ulama terlebih dahulu ..Sebelumnya telah kalian sebutkan bahwa salafiyun adalah rujukan dalam masalah ilmu. Sebab salafiyun mengetahui perkara-perkara yang tersamar atas jama'ah-jama'ah tersebut .. Lalu mengapa mereka tidak merujuk kepada salafiyun yang secara khusus mengetahui masalah Menanyakan bolehkah berjihad sementara keadaan kami seperti ini atau bolehkah berkecimpung dalam kancah politik modern [demokrasi] .Realita membuktikan bahwa mereka pada hakikatnya tidak merujuk secara jujur kepada ulama dakwah salafiyah dalam banyak masalah. Masing-masing jama'ah sudah merasa cukup dengan orang yang dianggap ulama diantara mereka. Sekalipun sangat jauh kualitas ilmunya dengan ulama salafiyun. Sekiranya mereka bertanya kepada ulama dakwah salafiyah, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dipolitisir sedemikian rupa supaya jawabannya sesuai dengan kehendak mereka. Misalnya pertanyaan yang berbunyi :"Kami tinggal di negeri yang menerapkan undang-undang yang menyelisihi hukum Islam, jika kami tidak turut serta duduk bersama mereka di pemerintahan maka musuh-musuh Islam akan bertambah kuat. Jika kami duduk bersama mereka, maka akan dapat mewujudkan maslahat yang banyak dan dapat menolak berbagai kerusakan, bagaimanakah hukum Islam dalam masalah ini .."Redaksi pertanyaan seperti ini jawabannya mudah ditebak. Namun sekalipun demikian, dalam memberikan jawabannya para ulama pasti menyebutkan persyaratan-persyaratan yang ketat. demi terciptanya maslahat dan tertolaknya mudharat. Kenyataan telah membuktikan bahwa mafsadat yang terjadi lebih banyak daripada maslahat yang hendak di raih. Tanyakan saja kepada pentolan-pentolan politik tersebut di Mesir, Syam, Asia Timur, Aljazair dan Yaman, apa yang mereka dapatkan dari tindakan mereka itu Tidak lain hanyalah fitnah [kekacauan], provokasi, terhalangnya proses menuntut ilmu, atau pelecehan terhadap ilmu agama dan ulama, tersebarnya buruk sangka terhadap dakwah dan para da'i, tercerai-berainya barisan kaum muslimin, tersamarnya kebenaran di tengah-tengah manusia, tersia-sianya tenaga, waktu dan harta umat untuk perkara-perkara semu bagaikan fatamorgana. maslahat yang dihasilkan tidaklah seberapa dibandingkan mafsadat yang timbul.Kendatipun pada awal mulanya mereka sulit memprediksi maslahat dan mafsadat dalam masalah ini, namun dalih tersebut tidak mungkin dikemukakan pada hari ini, setelah berlalu lebih dari setengah abad. Kenyatannya, keburukan yang timbul dari waktu ke waktu menjadi lebih jelas.Seandainya pembagian yang tersebut di dalam pertanyaan di atas dapat di terima, maka kewajiban bagi kita semua adalah merujuk kepada ahli ilmu dengan sejujur-jujurnya, menerima fatwa ulama beserta dalilnya, dan menceritakan kepada mereka segala sesuatunnya. Namun yang terjadi umumnya tidak seperti itu !KelimaKita tidak bisa menerima bulat-bulat,bahwa seorang yang terserang suatu penyakit tidak boleh bertanya kepada selain dokter spesialis penyakit itu. Sering kita dengar seorang yang akan menjalani operasi tulang, terlebih dahulu meminta pertimbangan dari dokter spesialis penyakit dalam, untuk mengetahui apakah ia sanggup menjalani operasi atau tidak, karena sebuah badan itu apabila menderita sakit, maka seluruh anggota tubuh akan merasakan panas dan meriang. Demikian pula da'wah ilallah, harus dilakukan dengan ilmu dan hujah yang nyata. Dan harus merujuk kepada ulama Ahli Sunnah. Jika tidak, maka seluruh usaha akan gagal dan sia-sia. Hendaklah kita bertakwa kepada Allah dalam mengemban amanat da'wah. Dan senantiasa berpegang teguh dengan pedoman salafus-Sholih.CATATAN [Syaikh Abul Hasan Musthafa]:1.Uraian yang kami cantumkan dalam fatwa ini belum meliput seluruh dalil-dalil yang ada.Untuk lebih luasnya silahkan merujuk kepada buku-buku yang memuat dalil-dalil tersebut secara rinci.2.Jawaban ini sama sekali tidak bertujuan untuk meremehkan sisi positif yang ada pada jama'ah lain. Namun hanya menampilkan realita yang terjadi di lapangan. dan untuk membuka pandangan aktifis da'wah. Supaya mereka mengetahui kesalahan-kesalahan yang ada, lalu segera memperbaikinya. Dan supaya mereka benar-benar kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai pemahaman As-Salafus-Sholih, dengan demikian akan terbuka pintu-pintu kebaikan dan tertutup pintu-pintu keburukan. Dan supaya mereka dapat mengeluarkan umat dari kejahilan dan perpecahan . Kami sungguh merasa pilu dan prihatin terhadap kondisi kaum muslimin. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melapangkan dada kita untuk menerima manhaj Salafus-Sholih, baik dalam bidang aqidah, ibadah maupun da'wah. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menyingkap mendung yang menaungi umat ini dan menyatukan barisan mereka. Sesungguhnya Dia maha berkuasa atas segala sesuatu . Sholawat dan salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad ShalaAllahu 'Alaihi wa Salam, atas keluarga dan segenap sahabat beliau.[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H/2001M hal.28-30. Syaikh Abul Hasan Musthafa As-Sulaimani hafizhahullah, seorang ulama Ahlus Sunnah di Ma'rib, Yaman. Diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari Al-Maidani dari Silsilah Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah, soal no. 54]_________Foote Note[1].Sebenarnya tidak tampak sisi-sisi positif pada Jama'ah Tabligh sebagaimana yang disebutkan, bila diabandingkan dengan sisis negatif yang mereka timbulkan. Salah satunya adalah berupa banyak orang awam yang terkecoh dengan penampilan lahir mereka kemudian menganggap Jama'ah seperti itulah yang dibutuhkan umat. Tanpa memerperhatikan penyimpangan aqidah yang ada pada Jama'ah itu. Apakah ada kesesatan yang lebih berbahaya daripada penyimpangan aqidah .

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=179&bagian=0


Artikel Bolehkah Mengambil Kebaikan Setiap Firqah ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bolehkah Mengambil Kebaikan Setiap Firqah ?.

Melupakan Cobaan Yang Telah Lampau

Kumpulan Artikel Islami

Melupakan Cobaan Yang Telah Lampau Melupakan Cobaan Yang Telah Lampau

Kategori Al-Wasailu Al-Mufidah

Selasa, 14 Desember 2004 13:25:54 WIBMELUPAKAN COBAAN YANG TELAH LAMPAUOlehSyaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dyDiantara sarana penyebab lahirnya kegembiraan dan sirnanya berbagai kegundahan dan keruwetan adalah berupaya keras menyingkirkan penyebab kegundahan itu dan meraih berbagai sarana yang dapat membuahkan kegembiraan. Yaitu dengan melupakan cobaan-cobaan yang telah lampau yang tidak mungkin diputar ulang, dan menyadari bahwa kekalutan hati dan memikirkan hal itu adalah suatu tindakan sia-sia dan tidak dibenarkan oleh akal yang sehat, dan bahwasanya memikirkan hal yang semacam itu adalah suatu kebohongan dan kegilaan.Jadi ia harus menekankan agar tidak memikirkan cobaan masa lalu itu. Juga agar ia menekankan hatinya agar tidak gelisah atau guncang menghadapi masa yang akan datang, yang dibayangkan akan menghadapi kemiskinan atau kekhawatiran atau bayang-bayang masa depan buruk yang lain. Hendaknya ia mengetahui, bahwa segala peristiwa dimasa mendatang, baik itu keberuntungan atau keburukan, harapan baik atau derita, adalah tidak dapat diketahui, dan bahwasanya itu semua di tangan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sedang ditangan hamba tiada lain adalah usaha meraih keberuntungan dan menangkis keburukan di masa mendatang itu. Disamping itu hendaknya seorang hamba mengetahui, jika ia memalingkan pikirannya dari bayang-bayang kegelisahan masa depan dan bertawaqal kepada Allah untuk membenahinya serta percaya penuh kepadaNya saat melakukan itu semua, niscaya hatinya akan tenteram, kondisinya akan membaik dan akan sirnalah kegundahan maupun keguncangannya itu.[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 26-29, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1229&bagian=0


Artikel Melupakan Cobaan Yang Telah Lampau diambil dari http://www.asofwah.or.id
Melupakan Cobaan Yang Telah Lampau.

Nafkah Pada Waktu Pergi

Kumpulan Artikel Islami

Nafkah Pada Waktu Pergi

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Seorang wanita dikeluarkan darirumah mertua oleh suaminya tanpa sebab. Lalu mertuanya mengajakkembali ke rumahnya tetapi dia dan bapaknya meno-lak, wanita tersebutbertanya apakah dia berhak mendapatkan nafkah pada saat berada diluar?

>> Jawaban :

Jika wanita tersebut keluar dari rumah mertua tanpa alasan syari,maka tidah berhak mendapatkan nafkah. Dan apabila wanita keluar darirumah suami dengan alasan bahwa ada hal-hal yang mendorong dia untukkeluar maka bisa diselesaikan di mahkamah karena sudah menjadi masalahpersengketaan. Adapun anak-anaknya menjadi tanggung jawab suami.

Artikel Nafkah Pada Waktu Pergi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Nafkah Pada Waktu Pergi.

Apakah Tayamum Khusus Untuk Pria Atau Dibolehkan Untuk Pria Dan Wanita

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Tayamum Khusus Untuk Pria Atau Dibolehkan Untuk Pria Dan Wanita Apakah Tayamum Khusus Untuk Pria Atau Dibolehkan Untuk Pria Dan Wanita

Kategori Wanita - Thaharah

Senin, 19 Juli 2004 14:28:24 WIBAPAKAH TAYAMUM KHUSUS UNTUK PRIA ATAU DIBOLEHKAN UNTUK PRIA DAN WANITAOlehLajnah Ad-Daimah Lil Ifta.Pertanyaan.Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah tayamum itu berlaku bagi wanita sebagaimana berlaku bagi kaum pria, ataukah ketentuan tayamum itu dikhususkan bagi pria saja tanpa ditetapkan bagi wanita di saat tidak adanya air untuk melaksanakan shalat Jawaban.Pada dasarnya semua ketetapan-ketetapan hokum adalah bersifat umum, yaitu berlaku bagi kaum pria maupun kaum wanita kecuali jika ada pengkhususan bagi salah satunya, berdasarkan firman Allah."Artinya : Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan [basuh] kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air [kakus] atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik [bersih] ; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur" [Al-Ma'idah : 6]Maka perintah untuk bertayamum dalam ayat ini adalah bersifat umum bagi kaum pria maupun kaum wanita, jadi mereka mempunyai ketetapan hokum tang sama dalam hal bertayamum, maka ijma ulama menetapkan disyari'atkannya tayamum bagi kaum pria dan kaum wanita.[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah. 5/340][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan terbitan Darul Haq hal 34-35 Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=922&bagian=0


Artikel Apakah Tayamum Khusus Untuk Pria Atau Dibolehkan Untuk Pria Dan Wanita diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Tayamum Khusus Untuk Pria Atau Dibolehkan Untuk Pria Dan Wanita.

Budak Wanita Melahirkan Tuannya

Kumpulan Artikel Islami

Budak Wanita Melahirkan Tuannya Budak Wanita Melahirkan Tuannya

Kategori Hadits

Sabtu, 12 Maret 2005 00:18:34 WIBBUDAK WANITA MELAHIRKAN TUANNYAOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-WabilMUKADIMAHArtikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro [kecil] ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.________________________________Dalam hadits Jibril yang panjang disebutkan pula sabda Rasulullah Shallallahu a’alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Dan akan saya beritahukan kepadamu tanda-tanda hari kiamat itu ialah apabila budak wanita melahirkan tuannya ….” [Shahih Bukhari Kitab Al-Iman, Bab Suali Jibril 1:114. Shahih Muslim, Kitab Al-Iman. Bab Bayani Al-Iman wa Al-Islam wa Al-Ihsan 1 : 158]Dan dalam riwayat Muslim dengan lafal.â€Å"Artinya : Apabila budak wanita melahirkan tuannya ….” [Shahih Muslim 1 : 163]Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan makna ‘alamat [tanda-tanda] ini atas beberapa macam pendapat, dan Al-Hafidzh Ibnu Hajar menyebutkan empat diantaranya, yakni :[1]. Al-Khatabi berkata : â€Å"Maknanya ialah Islam akan meluas hingga dapat menguasai Negara-negara musyrik dan menawan anak cucu mereka. Apabila seseorang dapat memiliki Jariyah [budak wanita], lantas budak tersebut melahirkan anak hasil hubungan dengannya. Maka, anak tersebut berkedudukan sebagai tuannya, karena si anak tersebut adalah anak tuannya” [Ma’alim As-Sunan ‘Ala Mukhtashar Sunan Abu Daud 7:67. Fathul Bari 1 : 122]Imam Nawawi mengatakan bahwa pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama. [Syarah Muslim 1 : 158]Ibnu Hajar mengatakan : â€Å"Pendapat ini masih perlu direnungkan dan dipertimbangakan, sebab budak-budak perempuan melahirkan anak hasil hubungannya dengan tuannya itu sudah terjadi ketika hadits ini disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan penaklukan terhadap negara-negara musyrik dan penawanan terhadap anak cucu mereka serta menjadikan mereka sebagai tawanan perang juga banyak terjadi pada masa permulaan Islam. Padahal, konteks hadits ini menunjuk kepada sesuatu yang belum terjadi, yang baru akan terjadi ketika telah mendekati hari kiamat [Fathul Bari 1 : 122] [1][2]. Para tuan menjual ibu [yakni budak yang merupakan ibu] dari anaknya, dan hal ini semakin banyak dan ramai di pasaran, kemudian budak-budak wanita itu dibeli oleh anak-anak kandungnya sendiri dengan tanpa disadari [bahwa antara mereka terdapat hubungan ibu dan anak].[3]. Si budak perempuan melahirkan anak yang merdeka dari hubungan dengan orang yang bukan tuannya karena persetubuhan yang syubhat. Atau melahirkan budak pula dari jalan pernikahan atau perzinaan, kemudian budak perempuan tersebut dijual dan berpindah-pindah tangan, hingga dibeli oleh anaknya [dan dijadikan budaknya]. Pendapat ini mirip dengan pendapat sebelumnya.[4]. Banyaknya anak durhaka yang memperlakukan dan menyikapi ibunya seperti sikap tuan terhadap budaknya, seperti merendahkannya, mencacinya, memukulnya, dan memperkerjakannya atau menjadikannya pelayan untuk dirinya. Jadi, pemakaian kata-kata Rabb [tuan] di sini adalah majazi. Atau boleh jadi yang dimaksud dengan rabb di sini adalah mu-rabbi-nya [pendidik dan pembimbingnya].Sealnjutnya Ibnu Hajar berkata : â€Å"Dan pendapat ini [yakni pendapat keempat ini] adalah pendapat yang paling tepat menurut pandangan saya, mengingat keumumannya. Lagi pula karena konteksnya menunjuk kepada suatu kondisi yang bakal terjadi, ketika terlah terjadi kerusakan dan keanehan-keanehan serta penyimpangan. Ringkasnya, hadits itu mengisyaratkan bahwa terjadinya kiamat itu sudah dekat apabila keadaan sudah berbalik dimana seseorang yang semestinya dibimbing malah membimbing dan orang-orang rendahan malah menempati posisi yang tinggi [terhormat]. Ini sesuai pula dengan sabda beliau mengenai tanda yang lain di mana orang yang dahulunya berkaki telanjang [karena miskinnya] malah menjadi raja [penguasa]” [Fathul Bari 1 : 122-123 secara ringkas][5]. Kemudian terdapat pendapat kelima yang dikemukakan oleh Al-Hafidzh Ibnu katsir rahimahullah, yaitu budak-budak perempuan pada akhir zaman memperoleh kedudukan yang terhormat, yaitu mendampingi seorang pembesar. Karena itulah hal ini dirangkaikan penyebutannya dalam sabda beliau : â€Å"Dan engkau akan melihat orang-orang yang dahulunya berkaki telanjang, berpakaian compang-camping lagi miskin, pada saat itu berlomba-lomba membangun perumahan [dan sebagainya]” [An-Nihayah Fil Fitan Wal Malahin 1 : 177 dengan tahqiq Dr Thaha Zaini]Disalin dari buku Asyratus Sa'ah. Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat hal. 132 -133, 154-155 terbitan Pustaka Mantiq, penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi]_________Foote Note[1]. Ibnu Katsir juga menganggap pendapat pertama ini sebagai pendapat yang tidak tepat [Vide : An-Nihaya Fil Fitan Wal Malahim 1 : 177-178]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1371&bagian=0


Artikel Budak Wanita Melahirkan Tuannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Budak Wanita Melahirkan Tuannya.

Syaikh Bin Baz

Kumpulan Artikel Islami

Syaikh Bin Baz Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman binMuhammad bin Abdullah bin Baaz rahimahullah dilahirkan di kota Riyadhpada tanggal 12 Dzul Hijjah tahun 1330 H, dari keluarga yang sebagianbesar kaum lelakinya bergelut dalam dunia keilmuan.

Pada mulanya beliau bisa melihat, kemudian pada tahun 1336 H, keduamatanya menderita sakit, dan mulai melemah hingga akhirnya pada bulanMuharram tahun 1350 kedua matanya mulai buta.

Pendidikannya lebih banyak tertuju pada pelajaran Al-Qur'an dan HaditsRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau tumbuh dalampeliharaan salah seorang keluarganya. Al-Qur'an merupakan pelita yangmenerangi hidupnya, sehingga umurnya dipergunakan untuk menimba ilmuAl-Qur'an, dan beliau hafal Al-Qur'an secara menyeluruh ketikabeliaumasih kecil,belum mencapai usia baligh.

Beliau belajar ilmu-ilmu syar'i dari para ulama besar di Riyadh,seperti Syaikh Sa'd binb athiq dan Syaikh Hamd bin Faris dan SyaikhSa'd bin Waqqash Al-Bukhari dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh-semoga Allah merahmati mereka-, beliau terus menimba ilmu hinggamulai terpandang di kalangan para ulama.

Beliau pernah menjadi Qadhi mulai bulan Jumadats Tsaniah tahun 1357hingga tahun 1371.

Selanjutnya pada tahun 1372 beliau mengajar di Ma'had Ilmi di Riyadhselama setahun kemudian pindah ke Fakultas Syariat Di Riyadh mengajarIlmu Fiqih, Tauhid dan Hadits selama tujuh tahun, semenjakdidirikannya fakultas ini hingga tahun 1380.

Pada tahun 1381 beliau ditunjuk menjadi wakil rektor Jamiah Islamiyahdi Madinah Al Munawwarah, dan menempati posisinya tersebut hinggatahun 1390. Selanjutnya pada mulai tahun itu hingga tahun 1395 beliaumenjadi rektor Jami'ah Islamiyah.

Pada tanggal 14/10/1395 terbit keputusan kerajaan yang menunjuk SyaikhAbdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah sebagai mufti besar [Semacamketua MUI] untuk negara Saudi Arabia dan sebagai ketua ikatan paraulama serta ketua idarah buhuts ilmiyah wal ifta' yang setingkatdengan kedudukan mentri, hingga beliau meninggal.

Beliau juga banyak berkecimpung di berbagai lembaga dan majlis ilmiahislamiyah, di antaranya sebagai ketua ikatan para ulama, ketua majlispendiri rabithah 'alam islamy, ketua lembaga internasional yangmengurusi masjid dan ketua mujamma' fiqhy islamy di Mekkah AlMukarramah. Beliau juga sebagai anggota lembaga tinggi Jami'ahIslamiyah di Madinah Al Munawwarah, anggota lembaga tinggi dakwahIslam, anggota majlis syuro untuk WAMY [Ikatan Pemuda IslamInternasional] dan beberapa keanggotaan yang lain.

Beliau juga beberapa kali mengetuai berbagai mu'tamar internasionalyang diadakan di negra Saudi Arabia, yang merupakan sarana bagi beliauuntuk saling tukar pendapat dan fikiran dengan beberapa ulama, da'idan pemikir lainnya dari berbagai belahan dunia.

Meski beliau disibukkan dengan berbagai kegiatan tersebut, beliautidak lupa tugas utamanya sebagai seorang alim dan da'i. Beliau telahmenulis berbagai karangan dan buku-buku, di antaranya: Al Fawa'id AlJaliyyah fil Mabahits Al Fardhiyyah, At Tahqiq wal Idhah likatsir minmasailil Hajj wal Umrah waz Ziyarah, At Tahdzir minal Bida', ArRisalatanil Mujazatani fiz Zakat wash Shiyam, Al Akidatul Mujazah,Wujubul Amal Bisunnatir Rasul, Ad Da'wah Ilal-llaah, Shifatud Da'iyah,Wujubu Tahkimi Syar'illaahi. Hukmus Sufur Wal Hijab, Nikahus Syighar,Tsalatsu Rasail Fish Shalat, Hukmul Islam Fiiman Tha'ana fil Qur'an AwFii Rasulillah, Hasyiyah Mufidah Ala Fathil Bari, Iqamatul Barahin alaHukmi Manista'ana Bighairillaah Aw Shaddaqal Kuhhan wal Arrafin, AlJihad fii Sabilillah, Wujubu Luzumis Sunnah Wal Hadzru Minal Bid'ah,dan berbagaimacam fatwa-fatwa dan tulisan-tulisan lainnya.

Beliau juga mempunyai berbagai kegiatan dakwah dan kepedualianterhadap berbagai urusan orang-orang muslimin, di antaranya sumbanganbeliau kepada berbagai yayasan-yayasan Islam dan lembaga-lembaga Islamlainnya yang ada di berbagai belahan dunia. Beliau juga sangat pedulidengan permasalahan tauhid dan berbagai kerancuan yang terjadi padamasyarakat muslim. Lebih khusus lagi, beliau sangat memperhatikanmengenai pangajaran hafalan Al-Qur'an dan senantiasa menganjurkankepada berbagai lembaga untuk mengadakan program tahfidz A-Qur'an.

Beliau telah banyak memberikan berbagai pelajaran dan muhadharahIslamiyah untuk menanamkan pemahaman Islam yang benar kepada kaummuslimin. Beliau juga telah menulis berbagai makalah dalam majallah AlBuhuts Al Islamiyah.

Pada tahun 1402 Yayasan Sosial Malik Faishal menganugerahkan trophyInternasional Raja Faishal kepada beliau atas jasa-jasa beliau kepadaIslam.

Artikel Syaikh Bin Baz diambil dari http://www.asofwah.or.id
Syaikh Bin Baz.

Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa

Kumpulan Artikel Islami

Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Minggu, 17 Oktober 2004 14:09:42 WIBBAGAIMANA HUKUMNYA JIKA WANITA MENYUSUI TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHANOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Istri saya belum mengqadha puasanya selama kurang lebih tiga atau empat kali Ramadhan, ia belum mampu melaksanakan puasa qadha itu karena hamil atau menyusui, dan kini ia dalam keadaan menyusui. Istri saya bertanya kepada Anda ; apakah ia bisa mendapat keringanan [rukhsah] dengan memberi makan kepada orang miskin, sebab ia menemukan kesulitan yang besar dalam mengqadha puasa sebanyak tiga atau empat kali Ramadhan .JawabanTidak ada masalah baginya untuk menunda qadha puasanya yang disebabkan adanya kesulitan pada dirinya karena hamil atau menyusui, dan kapan ia sanggup maka hendaklah ia bersegera melaksanakan qadha puasanya, karena ia dikenakan hukum sebagai orang sakit, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman."Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 184]Tidak ada kewajiban memberi makan orang miskin atasnya[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 10/221, fatwa nomor 6608]BOLEHKAH WANITA HAMIL TIDAK BERPUASAOlehAl-Lajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah ada rukhsah bagi wanita hamil di bulan Ramadhan untuk tidak berpuasa, jika rukhsah itu ada baginya, apakah itu berlaku pada bulan-bulan tertentu saja di masa hamil yang umumnya sembilan bulan itu, ataukah keringanan itu hanya berlaku pada masa hamil. Jika rukhsah itu ada baginya, apakah wajib qadha baginya ataukah boleh memberi makan orang miskin dan berapakah ukuran memberi makan itu Kemudian, karena kita tinggal di daerah yang panas, apakah puasa itu dapat berpengaruh terhadap wanita hamil .JawabanJika seorang wanita hamil khawatir adanya bahaya terhadap dirinya atau terhadap janinnya jika ia melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, maka hendaknya ia tidak berpuasa dan wajib baginya untuk mengqadha puasa itu, baik ia tinggal di daerah panas ataupun di daerah dingin. Hal itu tidak dibatasi pada umur kehamilan tertentu, karena ia sama kedudukannya dengan orang sakit, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman."Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebayak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 148][Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, halaman 222, fatwa nomor 7785][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 228 - 232, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1109&bagian=0


Artikel Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bolehkah Wanita Hamil Tidak Berpuasa.

Ciri Khas Pengikut Harokah 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Ciri Khas Pengikut Harokah 1/2 Ciri Khas Pengikut Harokah 1/2

Kategori Bahaya Hizbiyyah

Senin, 5 September 2005 10:48:31 WIBCIRI KHAS PENGIKUT HAROKAH [1]OlehSyaikh Abdul Malik Ramadhaaniy Al-JazaairyBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Orang-orang harokah adalah suatu kaum yang [kelihatannya] berjuang untuk Islam. Mereka berpendapat bahwa memahami agama ini tidaklah cukup untuk memperjuangkan Islam, sampai setiap individu bergabung di dalam suatu gerakan dakwah, yang didalamnya mereka diperintah dan dilarang, [mereka harus] mendengar dan taat. Kegiatan ini kebanyakan disertai dengan bai’at dan sumpah setia, meskipun mereka berada di dalam suatu negara yang dipimpin oleh penguasa muslim.Oleh karena itu, kita bisa memahami sebab penamaan diri mereka dengan sebutan â€Å"Para Pengikut Harokah”, yaitu karena persangkaan buruk mereka bahwa fikih agama ini tidak bisa menggerakkan [2], maksudnya tidak bisa menggerakkan [manusia] untuk memberontak singgasana para penguasa. Mereka menganggap para ulama tak ubahnya seperti gelandangan yang tidak diatur oleh suatu gerakan. Hal itu dikarenakan para ulama tersebut telah menjadi kaki tangan para penguasa, sedangkan mereka tidak sadar.Adapun harokah, bagi para pengikutnya merupakan suatu hal yang bisa menjadikan para ulama tersebut mengetahui rencana-rencana pemerintah, serta berbagai kelemahan peraraturan-peraturannya. Harokah juga membuka mata para ulama tersebut dari suatu fikih yang mereka masih buta terhadapnya, yang dinamakan ‘Fiqhul Waqi” [Fikih Kenyataan]. Mereka itulah orang-orang harokah yang sebenarnya, dimanapun mereka berada.Jadi, mereka [orang-orang harokah] itu bergerak atas nama Islam untuk menggulingkan singgasana para penguasa dan para pemimpin yang mereka anggap tidak berbuat adil [3]. Maka mereka secara lahir bergerak untuk Islam, tapi secara batin [mereka] sangat haus dengan kekuasaan. Bukti semua ini adalah : Mereka tidak memelihara hukum-hukum Allah di dalam pergerakan mereka. Jika perasaan mereka bertentangan dengan batasan-batasan syari’at, maka mereka akan mendahulukan perasaan mereka. Bukankah kalian telah melihat, bahwa mereka benar-benar menolak hukum Allah tentang haramnya memberontak terhadap penguasa muslim yang dholim [4], dan mereka memberikan opini kepada masyarakat, bahwa tindakan tersebut [5] merupakan bentuk penghinaan terhadap rakyat !!Kadang-kadang Anda akan menjumpai diantara orang-orang harokah tersebut, ada seseorang yang siap untuk menerima segala sesuatu yang bersumber dari aqidah salaf, kecuali di dalam satu permasalahan ini. Sungguh hati-hati mereka dengki terhadapnya, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa seorang mukmin hatinya suci dari rasa dengki terhadap para penguasa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Tiga hal yang hati seorang muslim.tidak akan dengki terhadapnya : Mengikhlaskan amal perbuatan karena Allah, menasehati para pemimpin kaum muslimin, serta menetapi jama’ah kaum muslimin, karena sesungguhnya do’a berada di belakang mereka” [Hadits ini diriwayatkan oleh At-Turmudzy [2582] dan lainnya, serta derajatnya shohih, asal hadits ini ada pada shahih Muslim [1715]][Tulisan ini dialihbahasakan dari buku â€Å"Khuroofah Harokiy” karangan Syaikh Abdul Malikj bin Ahmad bin Al-Mubaraak Ramadhaany Al-Jazaairy, halaman 16-18, Dan dimuat Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Isamiyyah Edisi 15 Th. III Rajab 1426H/Agustus 2005M. Penerjemah Abu Zahroh Imam Wahyudi Lc]_________Foote Note[1]. Tulisan ini dialihbahasakan dari buku â€Å"Khuroofatah Harokiy” karangan Syaikh Abdul Malik bin Ahmad bin Al-Mubaarok Romadhooniy Al-Jazaairy, halaman : 16-18. Beliau seorang penuntut ilmu agama yang disegani, berasal dari Aljazair, dan sempat menyaksikan sendiri tragedi pembantaian umat Islam di Aljazair. Sekarang beliau berdomisilli di Madinah dan belajar kepada ahli hadits Madinah, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Hafidhohullah.Bab ini, kami pilih untuk diangkat dengan harapan bisa menjadi bekal berharga bagi kaum muslimin yan sudah bermanhaj salaf, atau yang sudah mengenalnya, akan tetapi masih bingung dikarenakan syubhat yang dilontarkan oleh kelompok yang benci terhadap manhaj salaf, setelah melihat begitu besarnya antusias masyarakat untuk menerima dakwah yang diberkahi ini, mereka [para pengikut pergerakan] tidak memiliki pilihan lain untuk membendung dan menghancurkannya kecuali dengan cara masuk dan mengaku sebagai penganut manhaj salaf, lalu menyebarkan pemahaman kelompoknya dengan nama salaf.[2]. Karena, harokah di dalam bahasa arab bermakna : gerakan –pent[3]. Inilah yang selalu mereka gembar gemborkan dari zaman leluhur mereka yaitu Dzul Khuwaisiroh yang pernah memprotes/mengkritik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membagikan harta rampasan perang [lihat kitabus sunnah oleh Ibnu Abi ‘Ashim hadits [910] dengan takhrij Syaikh Al-Albani hal.430 [editor][4]. Ini adalah salah satu prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang amat mulia. Anda bisa mendapatkan pembahasannya dengan lebih luas dan terperinci di dalam buku-buku aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, di antaranya : buku â€Å"Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah” beserta penjelasan, jilid 2 halaman 576-579. Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang satu ini akan terlihat semakin berkilau dan bercahaya keagungannya, ketika kita merenungi kisah ketegaran Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah dalam mempertahankan salah satu aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang lain, yaitu bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, dan bukan makhlukNya, di hadapan kholifah bani Abbasiyah yang bergelar Al-Ma’mun. Sampai-sampai beliau dipenjara dan dicambuki, dan begitu banyak para ulama yang dibunuh pada masa itu. Jika seandainya Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang politkus sekuler, atau seorang pimpinan partai, atau seorang khawarij, atau seorang syi’ah, atau seorang yang haus dengan kekuasaan, niscaya beliau akan melakukan pemberontakan, atau minimal menyerukan demonstrasi menentang pemerintah.Akan tetapi bliau adalah seorang ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah [Salafiyyah] yang takut dan taat kepada Allah dan rasulNya, memiliki pandangan yang jauh, serta lebih mengutamakan keselamatan umat daripada diri sendiri, maka beliau tetap bersabar dan tidak memberontak sampai bergantinya kekhalifahan, kemudian beliau dibebaskan dan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikukuhkan lagi, serta umatpun diselamatkan aqidah dan jiwa mereka. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kami untuk menukilkan secara lengkap kisah emas tersebut dikemudian hari, amin. –pent[5]. Yaitu : tindakan tunduk dan tidak memberontak terhadap penguasa muslim yang dholim –pent

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1564&bagian=0


Artikel Ciri Khas Pengikut Harokah 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ciri Khas Pengikut Harokah 1/2.

Menikahnya Gadis Remaja Itu Lebih Penting Daripada Melanjutkan Studi

Kumpulan Artikel Islami

Menikahnya Gadis Remaja Itu Lebih Penting Daripada Melanjutkan Studi Menikahnya Gadis Remaja Itu Lebih Penting Daripada Melanjutkan Studi

Kategori Pernikahan

Kamis, 11 Maret 2004 07:40:42 WIBMENIKAHNYA GADIS REMAJA ITU LEBIH PENTING DARIPADA MELANJUTKAN STUDIOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saudari berinisial MZ dari kota Thanjah di Maroko melayangkan suratnya yang menyatakan keinginan untuk mengetahui pandangan Islam di dalam problem yang sedang ia hadapi, seraya berkata : ‘Ketika masih kecil saya sangat bahagia sekali dan banyak teman-teman yang iri karena kebahagian itu sampai saya menjadi remaja yang layak menikah.Kemudian ada sebagian lelaki yang ingin menikah datang ke rumah kami untuk melamar saya, namun kedua orang tua saya menolaknya dengan alasan saya harus menyelesaikan studi. Saya sudah sering berupaya meyakinkan kepada mereka bahwa saya mau menikah, dan [saya jelaskan] bahwa menikah tidak akan menggangu studi saya, namun mereka tetap bersikeras menolak untuk merestuinya.Lalu, apakah boleh saya menikah tanpa persetujuan mereka berdua Jika tidak, apa yang harus saya lakukan Berilah saya jawabnya, semoga Allah berbelas kasih kepada Syaikh.JawabanTidak diragukan lagi bahwa penolakan kedua orang tua Anda untuk menikahkan Anda dengan orang yang pantas adalah merupakan perbuatan haram, [sebab] menikah itu lebih penting daripada sekolah dan juga tidak menapikan sekolah, karena dapat dipadukan. Maka dalam kondisi seperti ini boleh Anda menghubungi Kantor Pengadilan Agama untuk menyampaikan apa yang telah terjadi, dan keputusan pada mereka [Kantor Pengadilan itu]. [Kalau Kantor Pengadilan Agama menyetujui Anda menikah, maka boleh Anda menikah tanpa persetujuan kedua orang tua, -pent][Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, Jilid 2, hal 754][Disalin dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 418-419 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=445&bagian=0


Artikel Menikahnya Gadis Remaja Itu Lebih Penting Daripada Melanjutkan Studi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menikahnya Gadis Remaja Itu Lebih Penting Daripada Melanjutkan Studi.

Hukum Shalat Wanita Di Masjid, Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Masjid

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Shalat Wanita Di Masjid, Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Masjid Hukum Shalat Wanita Di Masjid, Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Masjid

Kategori Wanita - Fiqih Shalat

Selasa, 10 Februari 2004 18:12:58 WIBHUKUM SHALAT WANITA DI MASJIDOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta'PertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Apakah zaman sekarang wanita dibolehkan melakukan shalat di masjid JawabanYa, dibolehkan bagi seorang wanita untuk melakukan shalat di masjid di zaman ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Janganlah kalian melarang kaum wanita untuk datang ke masjid-masjid Allah"Dalam hadits lain :"Artinya : Sebaik-baik shaf shalat kaum pria adalah shaf pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir, dan sebaik-baiknya shaf shalat kaum wanita adalah shaf yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama"[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta VII/330-332, fatwa nomor 3321]HARUSKAH WANITA MELAKSANAKAN SHALAT LIMA WAKTU DALAM MASJIDOlehSyaikh Abdul Aziz bin BaazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Seorang wanita muda yang menutup auratnya serta konsisten dengan pakaian Islam yang disyari'atkan yaitu menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, jika ia berkeinginan melaksanakan shalat lima waktu di masjid, apakah hal itu diperbolehkan baginya Dan apakah setiap pergi ke masjid ia harus disertai oleh suaminya .JawabanDibolehkan bagi seorang wanita untuk melaksanakan shalat di masjid jika ia menutup auratnya secara syar'i, yaitu menutup wajahnya serta kedua telapak tangannya serta menghindarkan dirinya dari penggunaan perhiasan dan wewangian, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Janganlah kamu melarang kaum wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah"Akan tetapi perlu diingat bahwa shalat di rumah adakah lebih baik baginya berdasarkan sabda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam pada akhir hadits yang telah disebutkan di atas :"Artinya : Namun rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka"[Kitab Ad-Da'wah min Fatawa Syaikh Ibnu Baaz, 1/63][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 142-1443 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=167&bagian=0


Artikel Hukum Shalat Wanita Di Masjid, Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Masjid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Shalat Wanita Di Masjid, Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu Di Masjid.

Hukum Meninggalkan Shalat

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Meninggalkan Shalat Hukum Meninggalkan Shalat

Kategori Shalat

Selasa, 16 Maret 2004 07:21:16 WIBHUKUM MENINGGALKAN SHALATOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniPertanyaan.Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa yang pertama kali di hisab dari seorang hamba adalah shalatnya, jika baik shalatnya maka baik pula seluruh amalannya, dan jika rusak shalatnya maka rusaklah seluruh amalannya. Apakah dapat dipahami dari hadits di atas bahwa orang yang tidak shalat karena malas, telah kafir kepada Allah Azza wa Jalla Jawaban.Saya tidak sependapat bahwa maksud dari kata kufur dalam hadits di atas adalah kafir keluar dari Islam. Karena belum tentu lafal kafir dalam Al-Qur’an dan hadits berarti kafir yang keluar dari Islam. Karena kekafiran itu dibagi menjadi.[1] Kufr I’tiqadi [kufur dalam hal keyakinan][2] Kufr Amaliy [kufur secara amalan]Dan mungkin kufur itu terbagi atas.[1] Kufr Qalbiy [kufur hati][2] Kufr Lafdziy [kufur dalam lafal]Terdapat banyak hadits yang menjelaskan, bahwa orang yang meninggalkan shalat maka ia telah kafir. Akan tetapi berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas tetapi dia tetap mempercayai tentang wajibnya shalat, serta mengakui kekurangannya dalam hal meninggalkan shalat, akan tetapi karena ia mengikuti hawa nafsunya, mengikuti syaithan, mengikuti kesibukannya, dan dia tidak menganggap bahwa meninggalkan shalat itu boleh dan tidak pula menentang wajibnya shalat maka ia adalah orang yang beriman kepada wajibnya shalat walaupun hanya dengan hati tetapi tidak beramal sesuai dengan apa yang dia imani.Ketika ia meninggalkan shalat berarti ia telah berserikat bersama orang-orang kafir dalam perbuatan itu. Dan kami mengatakan bahwa perbuatannya tersebut adalah perbuatan orang-orang kafir. Dan ini sama dengan orang yang mengimani haramnya zina tetapi ia berzina, atau mengimani haramnya mencuri tetapi ia mencuri dan setersunya.Akan tetapi jika orang yang meninggalkan shalat tadi berkata seperti perkataan sebagian pemuda yang mendapat pendidikan modern bahwa shalat itu kuno dan ketinggalan zaman, maka ia sungguh telah keluar dari dien [agama] secara keseluruhan.Dan sebagai patokan dalam hal ini adalah kita harus memandang bahwa Islam merupakan keyakinan dan amalan. Keyakinan adalah asal [pokok], sedangkan amalan mengikuti yang pokok.Karena itu kami katakana bahwa orang-orang yang meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini wajibnya, maka kekafirannya adalah kekafiran secara amalan [Kufr Amaliy], dan bukan Kufr I’tiqad yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam.Telah terjadi perselisihan di antara ulama dalam masalah ini. Imam Abu Hanifah memandang bahwa orang yang meninggalkan shalat [karena malas], harus dipenjara sampai ia bertobat atau sampai ia meninggal dunia.Imam As-Syafi’i dan beberapa imam lainnya memandang orang ini diperintahkan untuk shalat dahulu. Jika ia bertaubat [maka tidak ada satu hukumanpun baginya –pent] dan jika tidak mau bertaubat maka ia dibunuh, sebagai hadd [hukuman] baginya, dan ini bukan ia telah kafir, dan ia dikuburkan di pekuburan kaum muslimin.Dan sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa ia dibunuh karena dia telah kafir, bukan sebagai hadd [hukuman].Pada hakekatnya orang yang meninggalkan shalat ini jika dibawa ke tempat pemenggalan kepala dan diperlihatkan pedang, lalu dikatakan padanya : ‘Silakan memilih ; Bertaubat dan shalat atau kami akan membunuhmu!. Kemudian ia lebih memilih dibunuh dari pada bertaubat, maka tidak mungkin terbayangkan selamanya bahwa ia mati sebagai seorang muslim. Bahkan ia seorang kafir. Kafir dalam keyakinan ; jika tidak bagaimana mungkin ia lebih memilih kematian daripada bertaubat.Adapun tengtang hadits yang disebutkan pada soal diatas, maka saya memahami darinya bahwa amalan-amalan [orang yang rusak shalatnya ,-pent] tidak akan diterima.[Disalin dari buku Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Al-Bani hal 17-19, Penerjemah Adni Kurniawan, Pustaka At-Tauhid]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=479&bagian=0


Artikel Hukum Meninggalkan Shalat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Meninggalkan Shalat.