Sabtu, 24 Mei 2008

Bermula Dari Pengkafiran, Akhirnya Peledakan 4/4

Kumpulan Artikel Islami

Bermula Dari Pengkafiran, Akhirnya Peledakan 4/4 Bermula Dari Pengkafiran, Akhirnya Peledakan 4/4

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Jumat, 10 September 2004 23:33:29 WIBBERMULA DARI PENGKAFIRAN, AKHIRNYA PELEDAKANBAYAN HAI’AH KIBAR AL-ULAMA FI DZAMMI AL-GHULUWWI FI AT-TAKFIR [Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia Tentang Celaan Terhadap Sikap Ghuluw –ekstrim- Dalam Mengkafirkan Orang Lain]Markaz Al-Imam Al-Albani YordaniaSyaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Alhalabi Al-AtsariBagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4]PENJELASAN HAI’AH KIBAR AL-ULAMALembaga Perkumpulan Tokoh-Tokoh Ulama Saudi Arabia [1]Sesungguhnya Majelis Hai’ah Kibar Al-Ulama, pada pertemuannya yang ke 49 di Thaif, yang dimulai tanggal 2/4/1419H [2] telah mengkaji apa yang kini berlangsung di banyak negeri-negeri Islam dan negeri-negeri lain, tentang takfir [penetapan hukum kafir terhadap seseorang] dan tafjir [peledakan] serta konsekwensi yang diakibatkannya, berupa penumpahan darah dan perusakan fasilitas-fasilitas umum.Karena berbahayanya persoalan ini, begitu pula akibat yang ditimbulkannya, berupa melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah, perusakan harta benda yang mestinya terpelihara, menimbulkan rasa takut bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan bagi keamanan serta ketentraman orang banyak, maka majelis Hai’ah memandang perlu untuk menerbitkan penjelasan ini, guna menerangkan hukum sebenarnya dari persoalan tersebut. Sebagai nasihat bagi Allah, bagi hamba-hambaNya dan sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah, serta sebagai upaya menghilangkan kerancuan pemahaman di kalangan orang-orang yang kacau pemahamannya.Maka dengan taufik Allah kami katakan.KETIGASesungguhnya jika sebuah majlis menyatakan ketetapan hukum kafir terhadap manusia –tanpa bukti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tanpa menyebutkan bahayanya penyebutan hukum itu karena mengandung akibat buruk dan dosa, berarti majelis tersebut tengah mengumumkan kepada dunia, bahwa Islam berlepas diri dari keyakinan yang salah ini. Begitu pula apa yang tengah berlangsung di bebagai negeri berupa penumpahan darah orang yang tidak bersalah, peledakan tempat-tempat hunian, kendaraan-kendaraan, fasilitas-fasilitas umum maupun khusus, serta perusakan bangunan-bangunan, semua itu merupakan tindakan kriminal. Islam berlepas diri dari tindakan semacam itu.Demikian juga setiap muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhirat-pun berlepas diri dari tindakan seperti itu. Tindakan-tindakan tersebut tidak lain hanyalah tindakan orang yang mempunyai pemikiran menyimpang dan aqidah sesat. Dia sendirilah yang memikul dosa dan kejahatannya. Tindakannya itu tidak bisa dibebankan kepada Islam dan tidak pula kepada kaum muslimin yang berpegang pada petunjuk Islam, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah dan berpegang teguh pada tali Allah yang kokoh.Tindakan-tindakan tersebut murni merupakan perusakan dan kejahatan. Syari’at serta fitrah menolaknya. Oleh karenanyalah, nash-nash syari’at telah datang untuk mengharamkannya dan memperingatkan agar tidak mempergauli para pelaku tindakan demikian.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah [atas kebenaran] isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling [dari kamu], ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya, â€Å"Bertaqwalah kepada Allah !”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah [balasannya] nerakah Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya” [Al-Baqarah : 204-206][Intinya] kewajiban seluruh kaum muslimin –dimanapun mereka berada- ialah saling ingat-mengingatkan dalam hal kebenaran, saling menasihati, saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan ketaqwaan, amar ma’ruf nahi munkar- dengan cara hikmah [bijaksana] serta nasihat yang baik, dan memberikan bantahan dengan cara yang lebih baik. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.â€Å"Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya” [Al-Ma’idah : 2]Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.â€Å"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh [mengerjakan] yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” [At-Taubah : 71]Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menepati kesabaran” [Al-Ashri : 1-3]Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Agama adalah nasihat” [Rasullullah mengatakannya tiga kali]. Ditanyakan oleh sahabat : â€Å"Bagi siapa, wahai Rasulullah ”. Beliau menjawab, â€Å"Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi RasulNya, bagi para pemimpin umat Islam dan bagi umumnya umat Islam” [Hadits Riwayat Muslim dari Tamim Ad-Dari. Imam Bukhari meriwayatkannya secara mu’allaq dalam kitab Shahih-nya, tanpa menyebutkan sahabat]Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Perumpamaan kaum mukminin dalam [hubungan] saling cinta, saling kasih sayang dan saling lemah lembutnya, ibarat satu tubuh, apabila salah satu anggauta tubuh mengeluh karena sakit, maka seluruh anggauta tubuh lainnya akan ikut tidak bisa tidur dan merasa demam”[Muttafaq ‘Alaih, dari An-Num’an bin Basyir][Demikianlah], ayat-ayat serta hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak.Akhirnya, kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala –dengan nama-namaNya yang husna dan dengan sifat-sifatNya yang mulia- agar Dia mencegah seluruh kaum muslimin dari kesengsaraan.Kami memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq kepada seluruh pemegang kendali kekuasaan kaum muslimin untuk melakukan apa yang baik bagi umat dan negara, serta melakukan pemberantasan terhadap segala kerusakan serta para perusaknya.Kami memohon agar Allah memenangkan agamaNya dan meninggikan kalimatNya melalui para pemegang kendali kekuasaan itu. Juga agar Allah memperbaiki keadaan seluruh umat Islam di manapun mereka berada, serta memenangkan kebenaran melalui mereka. Sesungguhnya Allah adalah pemilik semua itu dan Maha Kuasa untuk melakukannya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat serta salamNya kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.[Disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 12/Tahun VII/1424H hal. 45-50]________Foote Note.[1] Sebab banyak di antara persoalan itu yang bagi sebagian orang hanya persoalan ‘mana suka’. Jika sesuai dengan hawa nafsu disebar luaskan. Dan jika tidak sesuai, disembunyikan dan ditimbun. Fatwa-fatwa ulama yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, maka akan dikatakan bahwa ulama yang berfatwa itu tidak mengerti [bodoh terhadap] realitas, situasi dan kondisi atau dikatakan bahwa ulama itu terkontaminasi dengan pemikiran Murji’ah. Demi Allah, ini merupakan bencana besar.[2] Penjelasan ini termasuk penjelasan dan fatwa ilmiah dari Hai’ah Kibar Ulama yang paling akhir dibawah kepemimpinan Syaikh Abdul Azi bin Baz Rahimahullah. Penjelasan [fatwa] ini dikeluarkan kurang dari sembilan bulan sebelum beliau wafat. Dan penjelasan ini dimuat di majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, Edisi 56 Safar 1420H, langsung setelah beliau wafat.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1017&bagian=0


Artikel Bermula Dari Pengkafiran, Akhirnya Peledakan 4/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bermula Dari Pengkafiran, Akhirnya Peledakan 4/4.

Qadha Shalat Yang Tertinggal

Kumpulan Artikel Islami

Qadha Shalat Yang Tertinggal Qadha Shalat Yang Tertinggal

Kategori Shalat

Senin, 17 Oktober 2005 16:00:55 WIBQADHA SHALAT YANG TERTINGGALOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam"Artinya : Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dia berkata. 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berrsabda, 'Barangsiapa lupa shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika mengingatnya, tiada kafarat baginya kecuali yang demikian itu'. Lalu beliau membaca firman Allah. 'Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku'".Dalam riwayat Muslim disebutkan. â€Å"Barangsiapa lupa shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kafaratnya ialah mengerjakannya selagi mengingatnya".MAKNA HADITSShalat memiliki waktu tertentu dan terbatas, awal dan akhirnya, tidak boleh memajukan shalat sebelum waktunya dan juga tidak boleh mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya.Namun jika seseorang tertidur hingga tertinggal mengerjakannya atau dia lupa hingga keluar dari waktunya, maka dia tidak berdosa karena alasan itu. Dia harus langsung mengqadha'nya selagi sudah mengingatnya dan tidak boleh menundanya, karena kafarat pengakhiran ini ialah segera mengqadha'nya. Maka Allah berfirman."Artinya : Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku" [Thaha : 14]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat ini ketika menyebutkan hukum ini, mengandung pengertian bahwa pelaksanaan qadha' shalat itu ialah ketika sudah mengingatnya.PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN ULAMAPara ulama saling berbeda pendapat, apakah boleh menundanya ketika sudah mengingatnya ataukah harus langsung mengerjakannya .Jumhur ulama mewajibkan pelaksanaannya secara langsung. Mereka yang berpendapat seperti ini ialah tiga imam, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan para pengikut mereka. Sementara Asy-Syafi'i mensunatkan pelaksanaannya secara langsung dan boleh menundanya.Asy-Syafi'i berhujjah bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat tertidur, mereka tidak melaksanakan qadha' shalat di tempat mereka tidur. Tapi beliau memerintahkan agar mereka menghela hewan-hewan mereka ke tempat lain, lalu beliau shalat di tempat tersebut. Sekiranya qadha' ini wajib dilaksanakan secara langsung seketika itu pula, tentunya mereka juga shalat di tempat mereka tertidur.Adapun jumhur berhujjah dengan hadits dalam bab ini, yang langsung menyebutkan shalat secara langsung. Mereka menanggapi hujjah Asy-Syafi'i, bahwa makna langsung di sini bukan berarti tidak boleh menundanya barang sejenak, dengan tujuan untuk lebih menyempurnakan shalat dan memurnikannya. Boleh menunda dengan penundaan yang tidak seberapa lama untuk menunggu jama'ah atau memperbanyak orang yang berjama'ah atau lainnya.Masalah ini dikupas tuntas oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab 'Ash-Shalat' dan dia menegaskan pendapat yang menyatakan pembolehan penundaannya.Mereka saling berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan secara sengaja hingga keluar waktunya, apakah dia harus mengqadha'nya ataukah tidak..Kami akan meringkas topik ini dari uraian Ibnul Qayyim di dalam kitab 'Ash-Shalat', karena uaraiannya di sana disampaikan secara panjang lebar.Para ulama telah sepakat bahwa orang yang menunda shalat tanpa alasan hingga keluar dari waktunya, mendapat dosa yang besar. Namun empat imam sepakat mewajibkan qadha' di samping dia mendapat hukuman, kecuali dia memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya itu.Ada segolongan ulama salaf dan khalaf yang menyatakan, siapa menunda shalat hingga keluar dari waktunya tanpa ada alasan, maka tidak ada lagi qadha' atas dirinya sama sekali, bahwa qadha'nya tidak akan diterima, dan dia harus bertaubat dengan 'taubatan nashuha', harus memperbanyak istighfar dan shalat nafilah.Orang-orang yang mewajibkan qadha' berhujjah bahwa jika qadha' ini diwajibkan atas orang yang lupa dan tertidur, yang keduanya di ma'afkan, maka kewajibannya atas orang yang tidak dima'afkan dan orang yang durhaka jauh lebih layak. Disamping itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat pernah shalat Ashar setelah masuk waktu Maghrib pada perang Khandaq. Sebagaimana yang diketahui, mereka tidak tertidur dan tidak lupa, meskipun sebagian di antara mereka benar-benar lupa, tapi toh tidak mereka semua lupa. Yang ikut mendukung kewajiban qadha' ini ialah Abu Umar bin Abdul-Barr.Adapun di antara orang-orang yang tidak mewajibkan qadha' bagi orang yang sengaja menunda shalat ialah golongan Zhahiriyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Di dalam kitab Ash-Shalat, Ibnul Qayim menyebutkan berbagai macam dalil untuk menolak alasan yang tidak sependapat dengannya. Di antaranya ialah apa yang dapat di pahami dari hadits ini, bahwa sebagaimana yang dituturkan, kewajiban qadha' ini tertuju kepada orang yang lupa dan tertidur. Berati yang lainnya tidak wajib. Perintah-perintah syari'at itu dapat dibagi menjadi dua macam : Tidak terbatas dan temporal seperti Jum'at hari Arafah. Ibadah-ibadah semacam ini tidak diterima kecuali dilaksanakan pada waktunya. Yang lainnya ialah shalat yang ditunda hingga keluar dari waktunya tanpa alasan.Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Barangsiapa mendapatkan satu raka'at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar", sekiranya shalat Ashar itu dikerjakan setelah Maghrib, justru lebih benar dan mutlak, tentu orangnya lebih mendapatkan shalat Ashar, baik dia mendapatkan satu raka'at atau kurang dari satu raka'at atau dia sama sekali tidak mendapatkan sedikitpun darinya. Orang-orang yang berperang juga diperintahkan shalat, meski dalam situasi yang genting dan rawan. Semua itu menunjukkan tekad pelaksanannya pada waktunya. Sekiranya di sana ada rukhsah, tentunya mereka akan menundanya, agar mereka dapat mengerjakannya lengkap degan syarat dan rukun-rukunnya, yang tidak mungkin dapat dipenuhi ketika perang sedang berkecamuk. Hal ini menunjukkan pelaksanaannya pada waktunya, di samping mengerjakan semua yang diwajibkan dalam shalat dan yang disyaratkan di dalamnya.Tentang tidak diterimanya qadha' orang yang menunda shalat hingga keluar dari waktunya, bukan berarti dia lebih ringan dari orang-orang yang diterima penundaannya. Mereka ini tidak berdosa. Kalaupun qadha'nya tidak diterima, hal itu dimaksudkan sebagai hukuman atas dirinya. Ibnul Qayyim menguaraikan panjang lebar masalah ini. Maka siapa yang hendak mengetahuinya lebih lanjut, silakan lihat kitabnya.Uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini disampaikan di dalam 'Al-Ikhiyarat'. Dia berkata, "Orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, tidak disyari'atkan qadha' bagi dirinya dan tidak sah qadha'nya. Tapi dia harus memperbanyak tathawu'. Ini juga merupakan pendapat segolongan orang-orang salaf seperti Abu Abdurrahman rekan Asy-Syafi'i, Daud dan para pengikutnya. Tidak ada satu dalil pun yang bertentangan dengan pendapat ini dan bahkan sejalan dengannya. Yang condong kepada pendapat ini ialah Syaikh Shiddiq hasan di dalam kitabnya, 'Ar-Raudhatun Nadiyyah'.Inilah yang dapat kami ringkas tentang masalah ini, dan Allah-lah yang lebih mengetahui mana yang lebih benar.KESIMPULAN HADITS DAN HUKUM-HUKUMNYA[1]. Kewajiban qadha' shalat bagi orang yang lupa dan tertidur, yangdilaksanakan ketika mengingatnya.[2]. Kewajiban segera melaksanakannya, karena penundaannya setelahmengingatkannya sama dengan meremehkannya.[3]. Tidak ada dosa bagi orang yang menunda shalat bagi orang yang mempunyai alasan, seperti lupa dan tertidur, selagi dia tidak mengabaikannya, seperti tidur setelah masuk waktu atau menyadari dirinya tidak memperhatikan waktu, sehingga dia tidak mengambil sebab yang dapat membangunnkannya pada waktunya. Kafarat yang disebutkan di sini bukan karena dosa yang dilakukan, tapi makna kafarat ini, bahwa karena meninggalkan shalat itu dia tidak bisa mengerjakannya yang lainnya, seperti memberi makan, memerdekakan budak atau ketaatan lainnya. Berarti dia tetap harus mengerjakan shalat itu.[Disalin dari kitab Taisirul-Allam Syarh Umdatul Ahkam, Edisi Indonesia Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, Pengarang Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Penerbit Darul Fallah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1613&bagian=0


Artikel Qadha Shalat Yang Tertinggal diambil dari http://www.asofwah.or.id
Qadha Shalat Yang Tertinggal.

Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera,Ataukah Dapat Ditunda

Kumpulan Artikel Islami

Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera,Ataukah Dapat Ditunda

>> Pertanyaan :

Apakah kewajiban menunaikan ibadah haji itu segera ataukah bolehditunda?

>> Jawaban :

Yang benar adalah bahwa kewajiban menunaikan ibadah haji itu adalahsegera, maka seseorang yang telah mempunyai kemampuan untuk pergi hajike tanah suci Mekkah tidak boleh menunda kewajiban ibadah haji itu;dan demikian pula halnya ibadah-ibadah syariyah yang lain wajibdilakukan dengan segera, apabila tidak terikat dengan waktu atau sebabtertentu.

[ Fatwa Syaikh Muhammad bin shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera,Ataukah Dapat Ditunda diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji Itu Segera,Ataukah Dapat Ditunda.

Pernyataan Para Imam untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 4/4

Kumpulan Artikel Islami

Pernyataan Para Imam untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 4/4 Pernyataan Para Imam untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 4/4

Kategori As-Sunnah

Kamis, 9 Desember 2004 12:54:19 WIBPERNYATAAN PARA IMAM UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MENINGGALKAN YANG MENYALAHI SUNNAHOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniBagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4][4]. AHMAD BIN HANBALAhmad bin Hanbal merupakan seorang imam yang paling banyak menghimpun Hadits dan berpegang teguh padanya, sehingga beliau benci menjamah kitab-kitab yang memuat masalah furu' dan ra'yu [1].Beliau menyatakan sebagai berikut :[a] "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil [2]. Pada riwayat lain disebutkan : "Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya [menolak atau menerima]" Kali lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih". [3][b] " Pendapat Auza'i, Malik dan Abu Hanifah adalah ra'yu [pikiran]. Bagi saya semua ra'yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar [Hadits]" [4][c] "Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di jurang kehancuran" [5]Demikianlah pernyataan para imam dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadits dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua hadits yang shahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalahi madzhab mereka dan keluar dari metode mereka, bahkan sikap itulah yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan Hadits-hadits yang shahih karena dipandang menyalahi pendapat mereka. Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas. Allah berfirman."Artinya : Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka, kemudian mereka tidak berkeberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati". [An-Nisa' : 65]Allah juga berfirman."Artinya : Orang-orang yang menyalahi perintahnya hendaklah takut fitnah akan menerima mereka atau azab yang pedih akan menimpa mereka". [An-Nur : 63]Imam Hafizh Ibnu Rajab berkata :"Kewajiban orang yang telah menerima dan mengetahui perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menyampaikan kepada ummat, menasihati mereka, dan menyuruh mereka untuk mengikutinya sekalipun bertentangan dengan pendapat mayoritas ummat. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak untuk dimuliakan dan diikuti dibandingkan dengan pendapat tokoh mana pun yang menyalahi perintahnya, yang terkadang pendapat mereka itu salah. Oleh karena itulah, para sahabat dan para tabi'in selalu menolak pendapat yang menyalahi Hadits yang shahih dengan penolakan yang keras [6] yang mereka lakukan bukan karena benci, tetapi karena rasa hormat. Akan tetapi, rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh lebih tinggi daripada yang lain dan kedudukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh diatas mahluk lainnya. Bila perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata berlawanan dengan perintah yang lain, perintah beliau lebih utama didahulukan dan diikuti, tanpa sikap merendahkan orang yang berbeda dengan perintah beliau, sekalipun orang itu mendapatkan ampunan dari Allah. [7] Bahkan orang yang mendapat ampunan dari Allah, yang pendapatnya menyalahi perintah Rasuluallah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak merasa benci bila seseorang meninggalkan pendapatnya, ketika ia mendapati bahwa ketentuan Rasulullah berlawanan dengan pendapatnya. [8]Komentar saya : Bagaimana mereka [para imam] membenci sikap semacam itu, padahal mereka sendiri menyuruh para pengikutnya untuk berbuat begitu, seperti yang telah disebut keterangannya di atas. Mereka mewajibkan para pengikutnya untuk meninggalkan pendapat-pendapat mereka, bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan Imam Syafi'i menyuruh para muridnya untuk mengatasnamakan dirinya terhadap setiap Hadits yang shahih, sekalipun beliau tidak meriwayatkannya, atau bahkan pendapatnya bertentangan dengan Hadits itu. Oleh karena itu, Ibnu Daqiq Al-'Id mengumpulkan berbagai Hadits yang dikategorikan bertentangan dengan pendapat dari salah satu atau seluruh imam yang empat, dalam sebuah buku besar. Beliau mengatakan pada pendahulunya :"Mengatasnamakan para imam mujtahid tentang berbagai masalah yang bertentangan dengan Hadits shahih adalah haram". Para ahli fiqih yang taqlid kepada mereka wajib mengetahui bahwa tidak boleh mengatasnamakan masalah itu kepada mereka. sehingga berdusta atas nama mereka. [9][Disalin dari Muqaddimah Shifatu Shalati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama min At-takbiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Media Hidayah hal. 60-63, penerjemah Muhammad Thalib]_________Foote Note1] Ibnu Jauzi dalam Al-Manaqib hal. 192[2] Al-Filani hal. 113 dan Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam [II/302][3] Abu Dawud dalam Masa'il Imam Ahmad hal. 276-277[4] Ibnu Badul Barr dalam Al-Jami' [II/149][5] Ibnul Jauzi hal. 142[6] Komentar saya : "Bahkan bapak-bapak dan ulama-ulama mereka juga begitu, sebagaimana diriwayatkan oleh Thahawi dala Syarah Ma'anil Atsar [I/372]. Abu Ya'la dalam Musnad-nya [III/1317] dengan sanad jayyid dan rawi-rawinya orang kepercayaan, dari Salim bin Abdullah bin Umar, ujarnya :"Saya pernah duduk bersama Ibnu 'Umar di dalam masjid. Tiba-tiba salah seorang laki-laki dari penduduk Syam datang kepadanya, lalu menanyakan masalah umrah dalam haji tamattu". Ibnu Umar menjawab :"Baik". Orang itu bertanya lagi : "Benarkan bapakmu dahulu melarang melakukan hal ini" Jawabnya "Celakalah engkau. Sekiranya bapakku dulu pernah melarang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya dan menyuruh berbuat seperti itu. Apakah engkau akan mengambil ucapan bapakku ataukah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam " Orang itu berkata : "Mengambil perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam". Ibnu Umar berkata : "Pergilah dari aku" [Hadits Riwayat Ahmad, Hadits No. 5700]. Semakna dengan riwayat ini disebutkan oleh Tirmidzi pada Syarah Tahfah [II/82] dan disahkan olehnya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir [VII/51/1] dari Ibnu Abu Dzi'ib. Ia berkata : "Sa'ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin 'Auf pernah menjatuhkan hukuman kepada seseorang berdasarkan pendapat Rabi'ah bin Abi Abdurrahman, lalu saya sampaikan kepadanya riwayat dari Rasulullah yang berlainan dengan hukum yang telah ditetapkannya. Sa'ad berkata kepada Rabi'ah : 'Orang ini adalah Ibnu Abi Dzi'ib, seorang yang saya pandang dapat dipercaya. Dia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam riwayat yang berlainan dengan ketetapan yang aku putuskan. 'Rabi'ah berkata kepadanya : 'Anda telah berijtihad dan keputusan Anda ada lebih dulu'. Sa'ad berkata :'Duhai, apakah ketetapan Saad terus berlaku dan ketetapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak diberlakukan Mestinya aku menolak ketetapan Sa'ad bin Ummi Sa'ad dan aku jalankan ketetapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam'. Lalu Sa'ad meminta surat keputusannya, kemudian merobeknya dan membuat ketetapan baru ini kepada orang yang dikenai putusan".[7] Komentar saya : "Bahkan orang seperti itu mendapat pahala sebagaimana sabda Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam : "Apabila seorang hakim berijtihad dalam menetapkan suatu hukum dan ijtihadnya benar, ia mendapat dua pahala ; jika ia berijtihad dalam menetapkan hukum dan ijtihadnya salah, ia mendapat satu pahala". [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dan lain-lain].[8] Beliau nukil dalam Kitab Ta'liq 'ala Iqazhul Humam hal. 93[9] Al-Filani hal. 99

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1219&bagian=0


Artikel Pernyataan Para Imam untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 4/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pernyataan Para Imam untuk Mengikuti Sunnah Dan Meninggalkan Yang Menyalahi Sunnah 4/4.

Ucapan Ini Tidak Benar

Kumpulan Artikel Islami

Ucapan Ini Tidak Benar

>> Pertanyaan :

Ada ucapan yang populer di tengah-tengah manusia dari sebagian kabilahyang mempunyai firasat dan kemampuan untuk menemukan jejak danmengetahui anggotanya. Konon, hal itu karena salah seorang nenekmoyang mereka telah menikah de-ngan jin. Inilah sebabnya merekamendapatkan kemampuan ini; lalu sejauh mana kebenaran hal itu?

>> Jawaban :

Ini tidak benar, dan saya tidak pernah tahu bahwa manusia dilahirkanoleh perkawinan antara manusia dan jin. Karena jin tidak mempunyaijasad dan hanya memiliki ruh, meskipun me-reka mampu merubah wujuddalam berbagai bentuk.

Adapun mereka yang mengetahui jejak dan sejenisnya maka mereka adalahahli firasat dan kekuatan kecerdasan, pengetahuan, kepandaian danpengalaman. Allah telah membuat perbedaan-perbedaan antara jejak-jejakdan tempat berpijaknya kaki, sebagaimana membuat perbedaan-perbedaanyang nyata di antara manusia dalam hal tinggi, pendek, hitam, putih,kecil dan besar. Anda melihat 100 ribu manusia, maka Anda tidakmelihat pada mereka dua orang pun yang serupa dalam segala sifat.Inilah penyebab yang membe-dakan mereka dengan manusia lainnya, danmereka mengetahui jejak-jejak dan sejenisnya. Wallahu a'lam.

Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tanda tangani

Artikel Ucapan Ini Tidak Benar diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ucapan Ini Tidak Benar.

Kisah Syahid Dari Iraq Yang Jasadnya Dimutilasi

Kumpulan Artikel Islami

Kisah Syahid Dari Iraq Yang Jasadnya Dimutilasi Sebenarnya kisah ini berupa berita yangdipublikasikan di salah satu situs Islam berbahasa Arab terkemuka,namun karena sifat berita yang paling tidak, harus terus diup-datesetiap hari sementara kisah ini penting untuk dijadikan pelajaran danrenungan kita, maka kami memuatnya dalam versi kisah islami sehinggadapat ditampilkan untuk beberapa lama.

Sebuah kisah tewasnya seorang anggota kelompok perlawanan Islam, diIraq [al-Muqaawamah al-Islaamiyyah] yang menunjukkan masihadanya kelompok perlawanan yang benar-benar murni berjuang danberjihad untuk meninggikan Kalimatullah dan membuka mata kitalebar-lebar betapa dengki dan dendamnya musuh-musuh Islam.

Kisah seorang syahid yang berasal dari Arab Saudi, namanya Sa’id,kelahiran tahun 1975. Ia dijuluki rekan-rekan seperjuangannya dariwarga asli Iraq dengan Abu Samrah. Dan sejak itu, ia bangga dan lebihsenang dipanggil dengan julukan itu ketimbang nama aslinya.

Sebenarnya, Abu Samrah ini seorang yang hidup berkecukupan dinegerinya. Maklum, sebagai warga negara Arab Saudi tentulah kehidupansosialnya jauh lebih baik daripada saudara-saudaranya di Iraq yanghidup memprihatinkan karena dilanda peperangan dan sekarang ini masihterjajah. Ia ingin memberikan pesan kepada saudara-saudaranya, rakyatIraq bahwa dien Muhammad adalah amanah yang bukan hanya diembankan keatas pundak orang-orang Iraq saja tetapi juga ke atas kaum Musliminselain mereka.

Ia terpanggil untuk berjihad membela agama Allah sekali pun sebelumnyatidak pernah mengikuti latihan militer apa pun yang seyogyanyadimiliki oleh orang yang ingin memasuki medan perang.

Menurut penuturan Syaikh ‘Awad, salah seorang pemimpin kelompokperlawanan, Sa’id menolak untuk bergabung dengan kelompok mana pun diIraq yang di mata publik Iraq masih mengundang pro dan kontra. Dalamkesehariannya, ia dikenal sebagai seorang yang suka bercanda, banyakmenghibur rekan-rekan seperjuangannya, memiliki ghirah yang tinggi dantak rela kehormatan kaum Muslimin diinjak-injak. Setiap kali iamelihat bangunan dan rumah-rumah yang tinggi di kawasan Ramadi, iaselalu berhasrat untuk naik ke loteng-loteng rumah tersebut lalu darisitu, ia akan menjadi snipper dengan membidik 40 orang Amerika setiapharinya andaikata bukan karena khawatir tentara pendudukan Amerikaakan menggeledah rumah-rumah penduduk di situ, melecehkan kehormatankaum wanitanya dan menerobos masuk ke dalam rumah-rumah mereka. Karenakekhawatirannya itu, ia malah menolak untuk menyerang tentarapendudukan bila mereka masih berada di lorong-lorong dan dijalan-jalan padahal sangat memungkinkan sekali baginya untukmenimbulkan korban yang lebih banyak di pihak tentara pendudukantersebut. Ia pernah berkata, “Bagi saya, kehormatan wanita-wanitaSaudi tidak lebih mahal dari kehormatan wanita-wanita Iraq, sebabmereka semua adalah Muslimat dan semuanya adalah saudara-saudara kitadi dalam dienullah.

Syaikh ‘’Awad menuturkan bahwa pada malam sebelum Abu Samrah gugursebagai syahid, ia betul-betul telah memperlihatkan perjuangan yangtulus dan begitu gagah di medan pertempuran. Karena itu, beliau danrekan-rekan seperjuangannya begitu yakin bahwa ia akan meninggalkanmereka malam itu untuk selama-lamanya.

Pada malam syahidnya itu, ia bergerak maju padahal tentara pendudukansudah menarik mundur pasukannya. Ini ia lakukan untuk membuka celahsehingga para mujahidin dapat mematahkan kekuatan musuh secara totaldi dekat rumah sakit Ramadi, yang letaknya agak jauh dari kota dibagian utara. Ternyata, hari itu adalah hari terakhir ia bertemudengan para rekan seperjuangannya. Sebuah tembakan mengenai dadanyadan ia pun jatuh tersungkur dengan posisi masih memegang senjataseraya mengucapkan, “Semoga jual beli ini mendapat keuntungan, semogaperjalanan ini mendapat keuntungan. Alhamdulillah, Ya Allah,pertemukanlah aku dengan saudara-saudaraku, Ya Allah, aku titipkanpada-Mu orang-orang yang aku tinggalkan di rumah-rumahku sebab akuhanya keluar demi-Mu, bukan demi siapa-siapa.”

Syaikh ‘Awad menambahkan, “Sekali pun tembakan yang dialaminya cukupparah, tetapi suaranya ketika mengucapkan itu sangat jelas terdengar.Kami menyaksikan dan mendengarkannya hingga saat-saat terakhir ajalmenjemputnya, hanya saja tidak dapat mendekat lebih dekat lagi karenatentara pendudukan berhasil naik ke lokasi-lokasi yang tinggi danmulai menembaki dari sebagai sniper. Untung saja, kami berhasilmembawa lari empat orang rekan kami lainnya yang juga gugur sebagaisyuhada. Sementara tentara pendudukan itu menyongsong jasadnya yangsudah terlentang dan melakun mutilasi terhadap jasanya lalumelemparnya ke badan jalan. Abu Asmar sang pahlawan turun dari kudanyadengan berjalan kaki setelah datang dari negeri tempat turunnya wahyu.Orang-orang Amerika dan sekutu mereka kemudian memperlakukan jasadnyadengan cara yang belum pernah dilakukan terhadap siapa pun sebelum itu.Ini menjelaskan kepada kita betapa kedengkian orang-orang Amerikaterhadapnya.”

Yah, tentara pendudukan itu telah melakukan mutilasi terhadap jasadnya.Berdasarkan penjelasan dan kesaksian salah seorang dokter di rumahsakit umum Ramadi sebelum jasad Abu Samrah dikuburkan, bahwa menemukanjasad seorang warga negara Arab Saudi yang gugur dalam kontak senjatadengan tentara pendudukan seminggu lalu [hari selasa lalu,08-03-2005], ia mendapati dadanya sudah tersobek menganga, ususnyaterburai keluar, beberapa tusukan dalam mengenai lambungnya. Tusukanini jelas berasal dari mata tombak. Demikian pula, mutilasi jugadilakukan terhadap bagian bawah pusarnya di mana anggota kemaluannyadilobangi dengan cara yang mengenaskan sekali, yang tidak dapatdiungkapkan dengan kata-kata. Kepalanya juga dipukul dengan tombak danalat-alat yang terbuat dari besi. Di kepalanya terdapat beberapa bekasbakar akibat letupan moncong senjata api yang ditembakkan ke tubuhnya.Selain itu, terdapat pula tulisan di atas dadanya yang digores denganmenggunakan mata tombak yang tajam. Tulisan tersebut berbahasainggeris yang artinya kurang lebih ‘Tidak akan ada lagi orang yangberani setelah anda.’

Dokter tersebut mengatakan bahwa ia sudah menjahit perut dan dadajasad Abu Samrah tersebut atas permintaan rekan-rekan seperjuangannya.

Syaikh ‘Awad mengakhiri kisah sang pejuang, “Beliau rahimahullahdikuburkan setelah sebelumnya beberapa potongan anggota badannya yangrobek oleh tombak musuh kami kumpulkan terlebih dahulu. Seakan kamimenguburkan umat secara keseluruhan. Sa’id masuk dalam rombongan parasyuhada. Semoga, mata para pengecut tidak akan pernah terlelap lagi.”

[Sumber: sebuah situs islam berbahasa Arab, tertanggal 14-03-2005]

Artikel Kisah Syahid Dari Iraq Yang Jasadnya Dimutilasi diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kisah Syahid Dari Iraq Yang Jasadnya Dimutilasi.

Berpoligami Bagi Orang Yang Mempunyai Tanggungan Anak-Anak Yatim

Kumpulan Artikel Islami

Berpoligami Bagi Orang Yang Mempunyai Tanggungan Anak-Anak Yatim Berpoligami Bagi Orang Yang Mempunyai Tanggungan Anak-Anak Yatim

Kategori Pernikahan

Rabu, 26 Januari 2005 12:53:16 WIBBERPOLIGAMI BAGI ORANG YANG MEMPUNYAI TANGGUNGAN ANAK-ANAK YATIMOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Ada sebagian orang yang berkata, sesungguhnya menikah lebih dari satu itu tidak dibenarkan kecuali bagi laki-laki yang mempunyai tanggungan anak-anak yatim dan ia takut tidak dapat berlaku adil, maka ia menikah dengan ibunya atau dengan salah satu putrinya [perempuan yatim]. Mereka berdalil dengan firman Allah.â€Å"Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap [hak-hak] perempuan yatim [bilamana kamu mengawininya], maka kawinilah wanita-wanita [lain] yang kamu senangi : dua, tiga atau empat” [An-Nisa : 3]Kami berharap syaikh menjelaskan yang sebenarnya mengenai masalah ini.Jawaban.Ini adalah pendapat yang bathil. Arti ayat suci di atas adalah bahwasanya jika seorang anak perempuan yatim berada di bawah asuhan seseorang dan ia merasa takut kalau tidak bisa memberikan mahar sepadan kepadanya, maka hendaklah mencari perempuan lain, sebab perempuan itu banyak dan Allah tidak mempersulit hal itu terhadapnya.Ayat diatas memberikan arahan tentang boleh [disyari’atkan]nya menikahi dua, tiga atau empat istri, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam menjaga kehormatan, memalingkan pandangan mata dan memelihara kesucian diri, dan karena merupakan pemeliharaan terhadap kehormatan kebanyak kaum wanita, perbuatan ikhsan kepada mereka dan pemberian nafkah kepada mereka.Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya perempuan yang mempunyai separoh laki-laki [suami], sepertiganya atau seperempatnya itu lebih baik daripada tidak punya suami sama sekali. Namun dengan syarat adil dan mampu untuk itu. Maka barangsiapa yang takut tidak dapat berlaku adil hendaknya cukup menikahi satu istri saja dengan boleh mempergauli budak-budak perempuan yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan oleh praktek yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana saat beliau wafat meninggalkan sembilan orang istri. Dan Allah telah berfirman.â€Å"Artinya : Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan yang baik” [Al-Ahzab : 21]Hanya saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat Islam [dalam hal ini adalah kaum laki-laki, pent] bahwa tidak seorangpun boleh menikah lebih dari empat istri. Jadi, meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menikah adalah menikah dengan empat istri atau kurang, sedangkan selebihnya itu merupakan hukum khusus bagi beliau.[Fatwa Ibnu Baz, di dalam Majalah Al-Arabiyah, edisi 83][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 430-431 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1318&bagian=0


Artikel Berpoligami Bagi Orang Yang Mempunyai Tanggungan Anak-Anak Yatim diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berpoligami Bagi Orang Yang Mempunyai Tanggungan Anak-Anak Yatim.

Waktu Puasa 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Waktu Puasa 1/2 Waktu Puasa 1/2

Kategori Puasa

Kamis, 14 Oktober 2004 16:08:12 WIBWAKTU PUASAOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidBagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2Pada awalnya, para sahabat Nabiyul Ummi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam jika berpuasa dan hadir waktu berbuka mereka makan serta menjima'i isterinya selama belum tidur. Namun jika seseorang dari mereka tidur sebelum menyantap makan malamnya [berbuka], dia tidak boleh melakukan sedikitpun perkara-perkara di atas. Kemudian Allah dengan keluasan rahmat-Nya memberikan rukhshah [keringanan] hingga orang yang tertidur disamakan hukumnya dengan orang yang tidak tidur. Hal ini diterangkan dengan rinci dalam hadits berikut."Dahulu sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam jika salah seorang diantara mereka puasa dan tiba waktu berbuka, tetapi tertidur sebelum berbuka, tidak diperbolehkan makan malam dan siangnya hingga sore hari lagi. Sungguh Qais bin Shirmah Al-Anshari pernah berpuasa, ketika tiba waktu berbuka beliau mendatangi isterinya kemudian berkata : "Apakah engkau punya makanan " Isterinya menjawab : "Tidak, namun aku akan pergi mencarikan untukmu" Dia bekerja pada hari itu hingga terkantuk-kantuk dan tertidur, ketika isterinya kembali dan melihatnya isterinyapun berkata " Khaibah"[1] untukmu" Ketika pertengahan hari diapun terbangun, kemudian menceritakan perkara tersebut kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga turunlah ayat ini."Artinya : Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur [berjima'] dengan isteri-isterimu" [Al-Baqarah : 187]Dan turun pula firman Allah."Artinya : Dan makan minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam yaitu fajar" [Al-Baqarah : 187] [2]Inilah rahmat Rabbani yang dicurahkan oleh Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang berkata : "Kami mendengar dan kami taat wahai Rabb kami, ampunilah dosa kami dan kepada-Mu lah kami kembali" [yakni] dengan memberikan batasan waktu puasa : dimulainya puasa dan waktu berakhirnya. [Puasa] dimulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam, dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk.[1]. Benang Putih Dan Benang Hitam.Ketika turun ayat tersebut sebagian sahabat Nabi Shalallalahu 'alaihi wa sallam sengaja mengambil iqal [tali] hitam dan putih[3] kemudian mereka letakkan di bawah bantal-bantal mereka, atau merka ikatkan di kaki mereka. Dan mereka terus makan dan minum hingga jelas dalam melihat kedua iqal tersebut [yakni dapat membedakan antara yan putih dari yang hitam-pent].Dari Adi bin Hatim Radhiyallahu'anhu berkata : Ketika turun ayat."Artinya : Sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam yaitu fajar" [Al-Baqarah : 187]Aku mengambil iqal hitam digabungkan dengan iqal putih, aku letakkan di bawah bantalku, kalau malam aku terus melihatnya hingga jelas bagiku, pagi harinya aku pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kuceritakan padanya perbuatanku tersebut. Baliaupun bersabda."Maksud ayat tersebut adalah hitamnya malam dan putihnya siang" [4]Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Ketika turun ayat."Makan dan minumlah hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam"Ada seorang pria jika ingin puasa, ia mengikatkan benang hitam dan putih di kakinya, dia terus makan dan minum hingga jelas dalam melihat kedua benang tersebut. Kemudian Allah menurunkan ayat : "[Karena] terbitnya fajar" , mereka akhirnya tahu yang dimaksud adalah hitam [gelapnya] malam dan terang [putihnya] siang. [Hadits Riwayat Bukhari 4/114 dan Muslim 1091]Setelah penjelasan Qur'ani, sungguh telah diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabatnya batasan [untuk membedakan] serta sifat-sifat tertentu, hingga tidak ada lagi ruang untuk ragu atau tidak mengetahuinya.Bagi Allah-lah mutiara penyair.Tidak benar sedikitpun dalam akal jikalau siang butuh bukti.[2]. Fajar Ada DuaDiantara hukum yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penjelasan yang rinci, bahwasanya fajar itu ada dua.[a]. Fajar Kadzib : Tidak dibolehkan ketika itu shalat shubuh dan belum diharamkan bagi yang berpuasa untuk makan dan minum.[b]. Fajar Shadiq : Yang mengharamkan makan bagi yang puasa, dan sudah boleh melaksanakan shalat shubuh.Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Fajar itu ada dua : Yang pertama tidak mengharamkan makan [bagi yang puasa], tidak halal shalat ketika itu, yang kedua mengharamkan makan dan telah dibolehkan shalat ketika terbit fajar tersebut" [5]Dan ketahuilah -wahai saudara muslim- bahwa :[a]. Fajar Kadzib adalah warna putih yang memancar panjang yang menjulang seperti ekor binatang gembalaan.[b]. Fajar Shadiq adalah warna yang memerah yang bersinar dan tampak di atas puncak bukit dan gunung-gunung, dan tersebar di jalanan dan di jalan raya serta di atap-atap rumah. Fajar inilah yang berkaitan dengan hukum-hukum puasa dan shalat.[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.]_________Foote Note.[1] Dari Al-Khaibah yaitu yang diharamkan, dikatakan khoba yakhibu jika tidak mendapat permintaannya mencapai tujuannya[2] Hadits Riwayat Bukhari 4/911[3] Iqal yaitu tali yang dipakai untuk mengikat unta, Mashabih 2/422[4] Hadits Riwayat Bukhari 4/113 dan Muslim 1090, dhahir ayat ini bahwa Adi dulunya hadirs ketika turun ayat ini, berarti telah Islam, tetapi tidak demikian, karena diwajibkannya puasa tahun kedua dari hijrah, Adi masuk Islam tahun sembilan atau kesepuluh, adapun tafsir Adi ketika turun : yakni ketika aku masuk Islam dan dibacakan surat ini kepadaku, inilah yang rajih sebagaimana riwayat Ahmad 4/377 : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari shalat dan puasa, beliau berkata : "Shalatlah begini dan begini dan puasalah, jika terbenam matahri makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, puasalah tiga puluh hari, kecuali kalau engkau melihat hilal sebelum itu, aku mengambil dua benang dari rambut hitam dan putih....hadits" Al-Fathul 4/132-133 denan perubahan[5] Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/210, Al-Hakim 1/191 dan 495, Daruquthni 2/165, Baihaqi 4/261 dari jalan Sufyan dari Ibnu Juraij dari Atha dari Ibnu Abbas, Sanadnya SHAHIH. Juga ada syahid dari Jabir, diriwayatkan oleh Hakim 1/191, Baihaqi 4/215, Daruquthni 2/165, Diikhtilafkan maushil atau mursal, dan syahid dari Tsauban, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 3/27.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1097&bagian=0


Artikel Waktu Puasa 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Waktu Puasa 1/2.

Ahli Hadits Dan Siapakah Salaf Ahli Hadits ?

Kumpulan Artikel Islami

Ahli Hadits Dan Siapakah Salaf Ahli Hadits ? Ahli Hadits Dan Siapakah Salaf Ahli Hadits

Kategori Al-Manhaj As-Salafy

Kamis, 8 April 2004 09:21:44 WIBAS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH [GOLONGAN YANG SELAMAT] DAN THAIFATUL MANSHURAH [KELOMPOK YANG MENANG]OlehSyaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-HilaalyBagian Kelima dari Tujuh Tulisan [5/7][3]. Ahli HaditsPembahasan "Ahli Hadits" dilihat dari beberapa sisi :Pertama.Kesepakatan ahlil ilmu dan iman dalam menafsirkan Al-Firqayun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Masnhurah dengan Ahlil Hadits.Ketahuilah wahai pencari kebenaran, sesungguhnya para Ulama telah bersepakat pendapat bahwa Ahlil Hadits adalah Ath-Thoifah Al-Manshurah dan Al-Firqatun Najiyah.Disini saya paparkan di hadapanmu sejumlah besar dari mereka sehingga kamu tidak akan mendapatkan jalan kecuali mengikuti jalan mereka dan meniti jejak langkah mereka serta mengikuti pemahaman mereka. Karena merekalah pembawa agama Rabb semesta alam yaitu orang-orang yang berbicara dengan apa yang disampaikan Al-Kitab dan menegakkan apa yang ditegakkan oleh As-Sunnah. Barangsiapa yang tidak mengikuti jalan mereka berarti telah memperbodoh diri mereka sendiri.[1] Abdullah bin Al-Mubaarok, wafat tahun 181H[2] Ali bin Almadiniy, wafat tahun 234H[3] Hamad bin Hambal, wafat tahun 241H[4] Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy, wafat tahun 256H[5] Ahmad bin Sinaan, wafat tahun 258H[6] Abdullah bin Muslim, wafat tahun 267H[7] Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, wafat tahun 276H[8] Muhammad bin Hibban, wafat tahun 354H[9] Muhammad bin Al-Husein Al-Ajuriy, wafat tahun 360H[10] Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An-Naisaaburiy, wafat tahun 405H[11] Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khotib An-Naisaaburiy, wafat tahun 463H[12] Al-Husein bin Mas'ud Al-Baghawiy, wafat tahun 516H[13] Abdurrahman bin Al-Jauziy, wafat tahun 597H[14] Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy, wafat tahun 676H[15] Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah Syaikhul Islam, wafat tahun 728H[16] Ishaaq bin Ibarahim Asy-Syaatibiy, wafat ahun 790H[17] Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqaalaaniy, wafat tahun 881H [1]Semua iman-imam tersebut -dan yang lainnya pun banyak- telah menegaskan bahwa Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah Ahlil Hadits dan tidaklah tersesat orang yang mengambil teladan perkataan dan meniti jejak langkah mereka. Bagaimana tidak, sedang mereka adalah satu kaum yang tidak memcelakakan orang-orang yang duduk bersamanya.An-Nawawiy telah menukilkan kesepakatan ahli ilmu dalam hal ini dalam kitabnya Tahdzib Al-Asma' wal Lughat, lalu berkata ; padahal mereka sendiri memiliki keutamaan yang besar dan dalam menjaga ilmu merupakan bukti kebesaran, sehingga dalam Shahihain diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina"Seluruh ulama atau mayoritasnya berpendapat bahwa mereka adalah pemikul ilmu.Kedua.Siapakah Salaf Ahli Hadits Mereka adalah orang yang berjalan di atas manhaj para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah serta mendahulukannya atas sekalian pendapat baik dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik atau perkara apa saja dari perkara-perkara kehidupan yang kecil ataupun yang besar.Dan mereka adalah orang-orang yang komitmen [kokoh pendiriannya] dalam pokok-pokok agama dan cabangnya di atas wahyu yang Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan kepada hamba dan RasulNya serta orang pilihan dari makhlukNya Muhammad bin Abdillah.Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan dakwah kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, -baik perkataan, amalan maupun perbuatan- dengan segala kesungguhan, tekad, jujur dan istiqomah.Merekalah orang-orang yang menghunus pedang ilmu dan menegakkan kebenaran yang telah asing sebagai upaya untuk menghilangkan penyimpangan orang-orang yang keterlaluan, ajaran orang-orang yang sesat dan ta'wilnya orang-orang bodoh dari agama dan pemeluknya.Mereka orang-orang yang berjihad menhadapi semua kelompok-kelompok yang telah menyimpang dari manhaj para sahabat baik dia itu Mu'tazilah atau Khawarij atau Syi'ah Rafidhah atau Murji'ah atau Shufiyah atau Bathiniyah dan semua orang yang menimpang dari petunjuk dan mengikuti hawa nafsu pada setiap zaman dan tempat tidaklah mereka menghiraukan celaan orang yang mencela dalam hal itu.Merekalah orang-orang yang bergerak mewujudkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali [agama] Allah, dan janganlah kamu bercerai berai" [Ali-Imron : 103]Merekalah orang-orang yang mempraktekkan firman Allah Subhnahu wa Ta'ala :"Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih" [An-Nur : 63]Dan firman-Nya."Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak [pula] bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain] tentang urusan mereka" [Al-Ahzab : 36]Sehingga mereka menjadi orang yang paling jauh dari menyelisihi perintah Allah Subhnahu wa Ta'ala dan RasulNya dan menjadi orang yang paling jauh dari fitnah-fitnah yang tampak atau yang tidak tampak.Merkalah orang-orang yang menjadikan jalan hidup mereka."Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka [pada hakekatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" [An-Nisaa : 65]Sehingga mereka mengagungkan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah dengan benar dan mengedepankannya atas semua perkataan manusia, berhukum kepadanya dengan penuh keridhoan dan kelapangan dada tanpa ada kesempitan dan keengganan. Mereka berserah diri penuh kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan semua sisi kehidupan mereka.Salaf Ahli Hadits dengan makna ini sangat luas cakupannya, sampai mencakup ribuan para Ulama amilin [yang beramal dengan ilmunya] yang telah termuat nama-nama mereka di dalam catatan sejarah dan buku-buku telah penuh dalam menyebut mereka. Mereka telah mengangkat kejayaan zaman dengan ilmu, keutamaan dan amal mereka.Barangsiapa yang ingin mengetahui hakekatnya tidak ada pilihan baginya kecuali kembali kepada buku-buku dan karya-karya yang ada, dan disini saya jelaskan tingkatan-tingkatan mereka [thabaqat mereka] :Mereka para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seluruhnya yang telah beriman, melihat beliau dan mati dalam keadaan Islam, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Khulafa'ur Rasyidin, kemudian sepuluh orang yang telah dipersaksikan sebagai ahli syurga.Mereka tokoh-tokoh tabi'in, diantara tokoh-tokoh mereka Uwais Al-Qorniy, Said bin Al-Musayyib, Urwah bin Az-Zubair, Saalim bin Abdillah bin Umar, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas'ud, Muhammad bin Al-Hanafiyah, Ali bin Al-Hasan Zainal Abidin, Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, Al-Hasan Al-Bashriy, Muhammad bin Sirin, Umar bin Abil Aziz dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.Mereka Atbaut Tabi'in, diantara mereka tokoh-tokoh mereka Malik bin Anas, Al-Auzza'iy, Sufyan Ats-Tsauriy, Sufyan bin Uyainah Al-Hilaliy dan Al-Laits bin Saad.Kemudian orang yang mengikuti mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Abdullah bin Al-Mubaarok, Waki', Asy-Syafi'i, Abdurrahman bin Mahdiy dan Yahya bin Said Al-Qathan.Kemudian para murid mereka yang mengikuti manhaj mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in dan Ali bin Al-Madiniy.Kemudian murid-murid mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Bukhariy, Muslim, Abu Hatim, Abu Zur'ah, At-Tirmidiziy, Abu Daud dan An-Nasa'i.Kemudian orang-orang yang berjalan dengan jalan mereka selanjutnya dari generasi-generasi yang menyusul mereka seperti Ibnu Jarir Ath-Thabariy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy, Al-Khatib Al-Baghdadiy, Ibnu Abdil Barr An-Namiriy, Abdul Ghaniy Al-Maqdisiy, Ibnu Ash-Sholaah, Ibnu Taimiyah, Al-Mizziy, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabiy, Ibnul Qayim Al-Jauziyah dan Ibnu Rajab Al-Hambaliy.Kemudian orang yang menyusul dan mengikuti jejak langkah mereka dalam bepegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan memahaminya dengan pemahaman para sahabat sampai tegaknya hari kiamat dan orang yang terkahir dari mereka memerangi Dajjal. Mereka inilah yang kami maksudkan dengan As-Salaf Ahlul Hadits.Dan tidak diragukan lagi bahwa penisbatan ini tidak dianggap benar kecuali kalau amalan orang yang mengakunya sesuai dengan manhaj Nabi.Apakah terbayangkan dalam pikiran seorang yang berakal bahwa penisbatan ini adalah omong kosong atau diragukan atau ada tapi sekedar pengakuan atau tidak jelas manhajnya tergantung hawa nafsu pengikutnya.Penisbatan ini megharuskan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya untuk benar-benar ber-Islam sebagai bukti kebenaran pengakuannya sehingga pengakuannya betul-betul benar. Siapapun juga di sepanjang kurun waktu dan pergantian generasi yang ada tidak akan benar penisbatannya kepada Ahlul Hadits ini kecuali dia bersesuaian dengan manhaj nabawi dalam aqidah, suluk dan ibadahnya dan tidak mengerjakannya kecuali dari itu dan tidak tunduk kecuali kepadanya sampai dia menjumpai Rabbnya.Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati Ibnu Taimiyah yang telah mejelaskan seluruhnya dalam kata-kata yang indah dalam Majmu' Fatawa 4/95, beliau berkata : Dan kami tidak memaksudkan dengan Ahlul Hadits hanya terbatas pada mendengar, menulis atau meriwayatkan hadits akan tetapi kami maksudkan dengan mereka adalah setiap orang yang benar-benar menjaga hadits, mengenal dan memahaminya serta mengikutinya secara lahir dan batin, dan demikian juga Ahlul Qur'an. Mereka paling tidak memilki sifat mencintai Al-Qur'an dan As-Sunnah, meneliti dan mengenal makna-maknanya serta beramal dengan apa yang telah mereka ketahui dari konsekwensi-konsekwensinya, sehingga Ahlul Fiqih dari Ahlul Hadits lebih mengetahui Rasulullah dari Ahlul Fiqih lainnya, shufinya [2] mereka lebih mencontoh Rasulullah dari pada shufi-shufi yang lainnya dan para penguasa mereka lebih pantas berpolitik nabawi daripada yang lainnya serta orang awam mereka lebih loyal [wala'] kepada Rasulllah dari yang lainnya.[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf [Studi Kritis Solusi Problematika Umat] oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]_________Foote Note.[1] Telah saya paparkan perkataan-perkataan mereka dengan disertai referensinya dalam kitab saya Al-Alaali' Al-Mantsurah Fi Aushofi Ath-Thoifah Al-Manshuroh, demikian juga Syaikh Abu Muhammad Rbi' bin Hadi Al-Madkhaliy telah memaparkannya dalam kitabnya : Ahlul Hadits Hum Ath-Thoifah Al-Manshuroh wa Al-Firqatun Najiyah.[2] Bukanlah maksudnya shufi-shufi sebagai satu kelompok yang memiliki aqidah dan pemikiran yang menyimpang dari Islam sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab saya Al-Jamaat Al-Islamiyah fi Dhuil Kitab Was Sunnah bi Fahmi Salaful Umat hal.82-152 dan yang dimaksud adalah Adz-Dzuhad [orang-orang zuhud] Wallahu 'alam

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=603&bagian=0


Artikel Ahli Hadits Dan Siapakah Salaf Ahli Hadits ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ahli Hadits Dan Siapakah Salaf Ahli Hadits ?.

Persatuan Harus Diatas Manhaj Bukan Diatas Pribadi-Pribadi Dan Berpisahpun Harus Diatas Manhaj

Kumpulan Artikel Islami

Persatuan Harus Diatas Manhaj Bukan Diatas Pribadi-Pribadi Dan Berpisahpun Harus Diatas Manhaj Persatuan Harus Diatas Manhaj Bukan Diatas Pribadi-Pribadi Dan Berpisahpun Harus Diatas Manhaj

Kategori Bai'at Sunnah Dan Bid'ah

Senin, 16 Februari 2004 17:41:59 WIBAL-BAI'AH BAINA AS-SUNNAH WAL AL-BID'AH 'INDA AL-JAMA'AH AL-ISLAMIYAH[BAI'AT ANTARA SUNNAH DAN BID'AH]OlehSyaikh Ali Hasan Ali Abdul HamidBagian Ketiga dari Sembilan Tulisan [3/9]PENGANTAR [3/3]Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen harus dengan manhaj Islam, fikrah dan syari'at Allah. Bahkan terhadap individu, tanzhim-tanzhim, jama'ah-jama'ah atau pemerintah-pemerintah yang semuanya sebagai tempat salah dan benar. Karena bencana, kesenjangan, penyakit dan wabah akan menyusup dalam kehidupan Islam dari celah penyimpangan terhadap barometer ini atau usaha merampasnya dari tangan seorang muslim.Dari sana dapat dipahami bahwa kemaksuman semu diberikan atas sebagian orang, rekomendasi-rekomendasi yang menggelikan yang dibuat untuk berbuat semaunya adalah awal keruntuhan. Karena, ini adalah permulaan praktik penggunaan tujuan-tujuan dan bukan mengemban tanggung jawab. Kadang-kadang hal ini merupakan sifat manusia tatkala dikuasai masa-masa tak berdaya atau menimpa kepada mereka keadaan-keadaan genting, intimidasi pemikiran secara terus menerus, atau rusaknya suasana politik, sehingga hukum dibeda-bedakan menurut orangnya, dan dibentuk penipuan terhadap syariat dalam bentuk sesuatu yang diada-adakan. Serta menumbuh tingkatkan ahli fikih penguasa, baik penguasa harta, pemerintah atau jabatan. Lalu ditakwilkan hadits-hadits dan ayat-ayat menurut kemauan hawa nafsunya. Akibatnya seseorang tidak boleh mengetahui bahwa mengajak untuk komitmen dengan manhaj merupakan barometer dan standard kebenaran dan kebatilan. Sedang tidak iltizam [komitment] dengan seseorang dituduh sebagai sikap ragu terhadap pribadi, merusak perjuangan dan menjauhkan diri dari jama'ah kaum muslimin secara keseluruhan.Hal ini bukan perkara yang seorang muslim boleh memilihnya. Tetapi pada hakekatnya merupakan pembenaran terhadap langkah kehidupan kaum muslimin dalam berjama'ah dan menghilangkan terisolirnya seseorang dari kehidupan manusia serta upaya berpegang teguh dengan Islam. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya."Artinya : Dan dua orang yang saling bercinta karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah di atas keadaan yang demikian" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah]Maka persatuan harus di atas manhaj, bukan di atas pribadi-pribadi. Berpisahpun harus di atas manhaj, bukan di atas pribadi-pribadi. Kecuali dalam keadaan hilang akal, dan tidak mampu menlihat kebenaran [al-haq] dengan benar disebabkan fanatik golongan, pribadi, ikatan dan kaum. Atau pada keadaan tidak adanya kemauan yang kuat untuk ber-iltizam dengan agama ini. [1]Ringkasnya ialah : Termasuk pandangan yang salah adalah keyakinan bahwa praktik mengkritik, saling menasehati, amar ma'ruf dan nahi mungkar akan menimbulkan kekacauan di barisan Islam dan kegoncangan dalam beramal. Padahal suatu barisan atau jama'ah yang takut untuk berdialog dengan pobhi untuk saling memberi nasehat, apalagi setan memberi kerancuan kepada sebagian anggotanya bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar akan merusak keberdayaannya adalah jamaah yang tidak dapat dipercaya, tidak berhak untuk langgeng dan tidak punya keahlian untuk mengemban risalah Islam yang tuntunan utamanya adalah amar ma'ruf dan nahi mungkar. Maka orang yang tidak punya sesuatu, tidak mungkin akan memberikan sesuatu tersebut.Sesungguhnya membuang praktik saling menasehati, menahannya dan menghempaskannya, akan menimbulkan bahaya besar yang akan menimpa pada permasalahan pokok bagi keberlangsungan bentuk amalan dan dakwah. Karena sarana [yaitu saling menolong di dalam perjalanan suatu jama'ah untuk sampai kepada kebaikan yang lebih besar] berubah menjadi tujuan menurut batasan jama'ah tersebut. Sesungguhnya sifat egois dan intimidasi pemikiran yang ada pada sebagian aktifis Islam, merupakan akibat dari hilangnya medan perbuatan keimanan yang kokoh yang dapat melahirkan sifat tawadhu', lemah lembut dan akhlak yang mulia. Pada akhirnya muncul kelompok-kelompok kecil, semacam sekte-sekte baru, sehingga terpecahlah kemampuan berpikir, timbul golongan-golongan dan hilang persatuan, menjadi goncang tangga menuju keutamaan, hilang tempat menghimpun permasalahan-permasalahan, berhenti pekerjaan yang menghasilkan. Sarana-sarana berubah menjadi tujuan [sebagaimana kami telah jelaskan]. Gambaran Islam hanya berkisar pada figur-figur yang permasalahan Islam tidak dilihat kecuali dari mereka. Kesungguhan beramal berubah menjadi pekerjaan untuk mendapatkan rekomendasi, lalu pekerjaan memperoleh rekomendasi ini menjadi dominan pada saat memahami studi sebab-sebab terjadinya kemunduran.Permasalahan ini tidak akan bisa diobati kecuali dengan cara membiasakan berfikir, berdialog dan berpegang teguh dengan adab berselisih yang Islami. Menjadikan amalan yang disyari'atkan sebagai prinsip-prinsip, sedang pemikiran-pemikiran bukan untuk sarana bagi figur-figur tertentu. Karena akidah tempatnya adalah di hati. Tidak ada kekuasaan bagi seorangpun kecuali kekuasaan dalil. Dan menerima sesuatu dengan apa adanya hendaknya dibiasakannya [berhenti pada dalil]. Allah subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa tujuan diutusnya beliau adalah memberikan rahmat kepada alam semesta. Allah berfirman."Artinya : Tidaklah engkau diutus kecuali sebagai rahmat bagi semua alam" [Al-Anbiya' : 107]Dan berfirman."Artinya : Engkau bukanlah sebagai penguasa bagi mereka" [Al-Ghasyiyah : 22]Dan Allah berfirman kepada Nabi-Nya juga."Artinya : Apakah kamu memaksa manusia agar mereka menjadi orang yang beriman " [Yunus : 99]Dan berfirman."Artinya : Seandainya engkau kasar dan keras hati, niscaya mereka lari darimu" [Ali-Imran : 159]Inilah sebagian langkah-langkah utama dalam berdakwah kepada Allah dan menyebarkan rahmat bagi semua alam. [2][Disalin dari kitab Al-Bai'ah baina as-Sunnah wa al-bid'ah 'inda al-Jama'ah al-Islamiyah, edisi Indonesia Bai'at antara Sunnah dan Bid'ah oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, terbitan Yayasan Al-Madinah, penerjemah Arif Mufid MF.]_________Foote Note.[1] Nadzarat fi Masirah al-Amal al-Islami, hal. 21-22, Umar Ubaid Hasanah[2] Idem, hal. 36-37, Umar Ubaid Hasanah

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=221&bagian=0


Artikel Persatuan Harus Diatas Manhaj Bukan Diatas Pribadi-Pribadi Dan Berpisahpun Harus Diatas Manhaj diambil dari http://www.asofwah.or.id
Persatuan Harus Diatas Manhaj Bukan Diatas Pribadi-Pribadi Dan Berpisahpun Harus Diatas Manhaj.

Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram

Kumpulan Artikel Islami

Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram

>> Pertanyaan :

Seorang wanita dari Saba' dan dikenal sebagai wanita yang baik/shalihah,berusia menjelang usia lanjut; saat ini hendak melakukan ibadah hajiIslam akan tetapi dia tidak mempunyai mahram. Di negerinya/tempatnyaada orang terpandang yang dikenal sebagai orang yang baik/shalih jugaakan melakukan haji bersama wanita-wanita mahramnya; apakah shah bagiwanita tadi melakukan haji bersama orang yang baik tersebut danwanita-wanita mahramnya alias dia bersama-sama dengan parawanita-wanita mahramnya sedangkan orang tersebut bertindak sebagaipengawas Ataukah kewajiban haji baginya gugur karena tidak mempunyaimahram tersebut meskipun dia mampu dari sisi finansial/biaya. Mohonkami diberikan fatwa berkaitan dengan hal tersebut, semoga Allahmemberkahi anda. Hal ini kami ajukan lantaran terjadi perbedaanpendapat antara kami dan sebagian ikhwan.?

>> Jawaban :

Seorang wanita dari Saba' dan dikenal sebagai wanita yang baik/shalihah,berusia menjelang usia lanjut; saat ini hendak melakukan ibadah hajiIslam akan tetapi dia tidak mempunyai mahram. Di negerinya/tempatnyaada orang terpandang yang dikenal sebagai orang yang baik/shalih jugaakan melakukan haji bersama wanita-wanita mahramnya; apakah shah bagiwanita tadi melakukan haji bersama orang yang baik tersebut danwanita-wanita mahramnya alias dia bersama-sama dengan parawanita-wanita mahramnya sedangkan orang tersebut bertindak sebagaipengawas Ataukah kewajiban haji baginya gugur karena tidak mempunyaimahram tersebut meskipun dia mampu dari sisi finansial/biaya. Mohonkami diberikan fatwa berkaitan dengan hal tersebut, semoga Allahmemberkahi anda. Hal ini kami ajukan lantaran terjadi perbedaanpendapat antara kami dan sebagian ikhwan.

Artikel Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum wanita yang melakukan haji tanpa mahram.

Apakah Tubuh Orang Yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Mandi Junub

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Tubuh Orang Yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Mandi Junub Apakah Tubuh Orang Yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Mandi Junub

Kategori Wanita - Thaharah

Senin, 5 Juli 2004 21:20:43 WIBAPAKAH TUBUH ORANG YANG SEDANG JUNUB ITU NAJIS SEBELUM IA MANDI JUNUBOlehLajnah Ad-Daimah Lil IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Jika terjadi persetubuhan antara pria dan wanita, apakah dibolehkan bagi keduanya sebelum mandi menyentuh sesuatu Dan jika ia menyentuh sesuatu, apakah sesuatu itu akan menjadi najis atau tidak JawabanYa, dibolehkan bagi seseorang yang sedang junub menyentuh sesuatu, seperti pakaian piring, gelas serta perkakas rumah tangga lainnya, baik ia seorang pria maupun seorang wanita, karena orang yang sedang junub itu bukanlah najis dan sesuatu yang disentuhnya tidak akan menjadi najis.Begitu pula orang yang sedang dalam keadaan haidh ataupun nifas, kedua orang itu bukanlah orang yang najis, bahkan badan serta keringat kedua orang itu adalah suci, begitu pula dengan sesuatu yang disentuh oleh tangan kedua orang itu, yang najis itu adalah darah yang keluar dari mereka.[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 5/377]APAKAH PENGGUNAAN INAI PADA MASA HAID AKAN MEMPENGARUHI SAHNYA MANDI SETELAH MASA HAIDS Pertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah penggunaan inai pada masa haidh akan berpengaruh pada sah atau tidak sahnya mandi haidh JawabanPenggunaan inai tidak akan berpengaruh apapun pada mandi wajib atau pada wudhu, karena inai tidak memiliki ketebalan dan juga tidak memiliki ketinggian sehingga tidak menghalangi mengalirnya air pada kulit seseorang.Namun jika inai itu memiliki bentuk yang bisa diraba, maka wajib menghilangkan inai itu sebelum mandi agar tidak menghalangi air untuk sampai di kulit.[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 5/222][Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan terbitan Darul Haq hal 32-33 Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=887&bagian=0


Artikel Apakah Tubuh Orang Yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Mandi Junub diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Tubuh Orang Yang Sedang Junub Itu Najis Sebelum Mandi Junub.

Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji

Kumpulan Artikel Islami

Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji

>> Pertanyaan :

Kami sangat senang kalau tuan guru yang mulia menjelaskan tentangperwakilan sebagian amalan haji?

>> Jawaban :

Perwakilan sebagian amalan haji artinya adalah seseorang mewakilkankepada orang lain untuk mengerjakan sebagian amalan hajinya, sepertimenyuruh orang lain untuk melakukan thawaf untuk dirinya, mensaikan,mewuqufkan, memabitkan atau melontarkan dan lain-lainnya. Pendapatyang kuat adalah bahwasanya tidak boleh bagi seseorang mewakilkansalah satu amalan haji atau umrah kepada orang lain, baik itu hajiwajib atau haji sunnat. Yang demikian itu karena di antara kekhasanibadah haji dan umrah adalah bahwasanya apabila seseorang telahberihram untuk menunaikan haji dan umrah, maka hal itu berubah menjadifardhu [wajib] sekali pun haji atau umrah yang dilakukan adalah hajisunnat atau umrah sunnat. Sebab Allah Subhannahu wa Ta'ala telahberfirman,

[Musim] haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yangmenetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidakboleh rafats, berbuat fasik dan bantah-bantahan di dalam masamengerjakan haji. [Al-Baqarah: 197].

Ayat di atas diturunkan sebelum diwajibkannya ibadah haji, yaitusebelum firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagiorang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. [Ali Imran:97]

Itu semua menunjukkan bahwasanya apabila seseorang telah berihram hajiatau umrah, maka apa yang dilakukannya menjadi fardhu [wajib] dandemikian pula apabila seseorang telah memulai haji atau umrah, karenaAllah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badanmereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka danhendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu [Baitullah].[Al-Hajj: 29].

Ayat ini menunjukkan bahwa memulai melakukan rangkaian ibadah haji itusama dengan harus menunaikan nadzar. Maka berdasar-kan hal tersebut,tidak boleh bagi seseorang mewakilkan salah satu dari rangkaian amalanhaji kepada orang lain; dan saya belum menemukan di dalam Sunnah bahwamewakilkan salah satu amalan haji kepada orang lain itu pernah terjadi,kecuali adanya beberapa shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yangmewakili anak-anak mereka dalam melontar. Lebih dipertegas lagi olehriwayat bahwasanya Ummu Salamah Radhiallaahu anha ketika akan keluarberkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin keluar [untuk haji],namun aku sedang sakit. Maka Nabi menjawab, Lakukanlah thawaf dibelakang orang banyak dengan menaiki kendaraan.[ Dikeluarkan oleh Al-Bukhari[no. 1619] dalam kitab Al-Hajj, Muslim [no. 257] dalam kitab Al-Hajj.]Hadits ini menunjukkan bahwa mewakilkan salah satu dari rangkaianamalan haji itu tidak boleh.

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Arti Mewakili Sebagian Amalan Haji.

Apakah Hukumnya Televisi Haram Atau Makruh Atau Boleh

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Hukumnya Televisi Haram Atau Makruh Atau Boleh Apakah Hukumnya Televisi Haram Atau Makruh Atau Boleh

Kategori Media Dan Sarana

Rabu, 19 Oktober 2005 07:19:22 WIBAPAKAH HUKUMNYA TELEVISI HARAM ATAU MAKRUH ATAU BOLEHOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Segala puji hanya bagi Allah, rahmat dan kesejahteraan semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya. Wa ba’du : Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta telah meneliti pertanyaan yang diajukan dari Hifzhi bin Ali Zaini kepada pimpinan umum dan dipindahkan kepadanya dari sekretaris umum no. 1006 dan tanggal 19/12/1398HDan isinya adalah : Istri saya meminta dibelikan televisi dan saya tidak menyukainya. Saya berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian kepada kalian penjelasan tentang televisi. Apakah hukumnya haram atau makruh atau boleh. Di mana saya tidak menyukai membeli keperluan yang haram JawabanPesawat televisi itu sendiri tidak bisa dikatakan haram, dan tidak pula makruh dan tidak pula boleh. Karena ia adalah benda yang tidak berbuat apapun. Sesungguhnya hukumnya sangat tergantung dengan perbuatan hamba, bukan dengan dzat sesuatu. Maka membuat televisi dan menjadikannya [sebagai alat] untuk menyebarkan hadits atau program sosial yang baik, hukumnya boleh. Jika yang ditampilkan adalah gambar-gambar yang menggiurkan lagi membangkitkan syahwat, seperti gambar-gambar wanita telanjang, gambar laki-laki yang menyerupai perempuan dan yang sama pengertian dengan hal tersebut. Atau yang didengar adalah yang diharamkan, seperti lagu-lagu cabul, kata-kata yang tidak bermoral, suara para artis kendati dengan lagu-lagu yang tidak cabul. Nanyian laki-laki yang melembutkan suara dalam nyanyian mereka, atau menyerupai wanita padanya, maka ia diharamkan.Dan inilah kebiasaan dalam penggunaan televisi di masa sekarang, karena kuatnya kecenderungan manusia kepada hiburan dan kekuasaan hawa nafsu atas jiwa kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sangat sedikit sekali.Sebagai kesimpulan : Duduk di depan tetevisi atau mendengarkannya atau melihat acaranya, selalu mengikuti dalam penentuan hukum halal dan haram dari apa yang dilihat atau yang didengar. Terkadang sesuatu yang diperbolehkan untuk didengar dan untuk duduk di depannya menjadi dilarang karena faktor menyia-nyiakan waktu senggang dan berlebihan padanya, yang kadang kala manusia sangat membutuhkan kesibukan yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan umatnya dengan manfaat yang merata dan kebaikan yang banyak. Wajib bagi setiap muslim menurut agama, untuk tidak membelinya, mendengarkannya dan melihat yang ditayangkan di dalamnya ; karena merupakan sarana kepada mendengarkan dan melihat yang diharamkan.Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.[Fatwa ini diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1616&bagian=0


Artikel Apakah Hukumnya Televisi Haram Atau Makruh Atau Boleh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Hukumnya Televisi Haram Atau Makruh Atau Boleh.

SANG PENGUNJUNG TERAKHIR

Kumpulan Artikel Islami

SANG PENGUNJUNG TERAKHIR Saudaraku, tahukah kamu siapa pengunjung terakhirmuTahukah kamu apa tujuan ia berkunjung dan menemuimu Apa saja yangdimintanya darimu

Sungguh! Ia tak datang karena haus akan hartamu, karena ingin ikutnimbrung makan, minum bersamamu, meminta bantuanmu untuk membayarhutangnya, memintamu memberikan rekomendasi kepada seseorang atauuntuk memuluskan upaya yang tidak mampu ia lakukan sendiri.!!

Pengunjung ini datang untuk misi penting dan terbatas serta dalammasalah terbatas. Kamu dan keluargamu bahkan seluruh penduduk bumi initidak akan mampu menolaknya dalam merealisasikan misinya tersebut!

Kalau pun kamu tinggal di istana-istana yang menjulang, berlindung dibenteng-benteng yang kokoh dan di menara-menara yang kuat, mendapatkanpenjagaan dan pengamanan yang super ketat, kamu tidak dapatmencegahnya masuk untuk menemuimu dan menuntaskan urusannya denganmu!!

Untuk menemuimu, ia tidak butuh pintu masuk, izin, dan membuatperjanjian terlebih dahulu sebelum datang. Ia datang kapan sajawaktunya dan dalam kondisi bagaimanapun; dalam kondisimu sedang sibukataupun sedang luang, sedang sehat ataupun sedang sakit, semasa kamumasih kaya ataupun sedang dalam kondisi melarat, ketika kamu sedangbepergian atau pun tinggal di tempatmu.!!

Saudaraku! Pengunjungmu ini tidak memiliki hati yang gampang luluh. Iatidak bisa terpengaruh oleh ucapan-ucapan dan tangismu bahkan olehjeritanmu dan perantara yang menolongmu. Ia tidak akan memberimukesempatan untuk mengevaluasi perhitungan-perhitunganmu dan meninjaukembali perkaramu!

Kalau pun kamu berusaha memberinya hadiah atau menyogoknya, ia tidakakan menerimanya sebab seluruh hartamu itu tidak berarti apa-apabaginya dan tidak membuatnya mundur dari tujuannya!

Sungguh! Ia hanya menginginkan dirimu saja, bukan orang lain! Iamenginginkanmu seutuhnya bukan separoh badanmu! Ia inginmembinasakanmu! Ia ingin kematian dan mencabut nyawamu! Menghancurkanraga dan mematikan tubuhmu! Dia lah malaikat maut!!!

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya:

“Katakanlah, ‘Malaikat Maut yang diserahi untuk [mencabut nyawa]muakan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akandikembalikan.” [QS. As-Sajadah: 11]

Dan firman-Nya, artinya:

“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antarakamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikatKami itu tidak melalaikan kewajibannya.” [QS. Al-An'am: 61]

Kereta Usia

Tahukah kamu bahwa kunjungan Malaikat Maut merupakan sesuatu yangpasti Tahukah kamu bahwa kita semua akan menjadi musafir ke tempatini Sang musafir hampir mencapai tujuannya dan mengekang kendaraannyauntuk berhenti

Tahukah kamu bahwa perputaran kehidupan hampir akan terhenti dan 'keretausia' sudah mendekati rute terakhirnya Sebagian orang shalihmendengar tangisan seseorang atas kematian temannya, lalu ia berkatadalam hatinya, “Aneh, kenapa ada kaum yang akan menjadi musafirmenangisi musafir lain yang sudah sampai ke tempat tinggalnya”

Berhati-hatilah!

Semoga Anda tidak termasuk orang yang Allah subhanahu wata’alasebutkan, artinya:

“Bagaimanakah [keadaan mereka] apabila Malaikat [Maut] mencabutnyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka” [QS.Muhammad: 27]

Atau firman-Nya, artinya:

“[Yaitu] orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalamkeadaan berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri, lalu merekamenyerah diri [sambil berkata], ‘Kami sekali-kali tidak adamengerjakan sesuatu kejahatan pun.” [Malaikat menjawab], “Ada,sesungguh-nya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan.“Maka masuklah ke pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya.Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombong-kan diri itu.”[QS. An-Nahl: 28-29]

Tahukah kamu bahwa kunjungan Malaikat Maut kepadamu akan mengakhirihidupmu Menyudahi aktivitasmu Dan menutup lembaran-lembaran amalmu

Tahukah kamu, setelah kunjungan-nya itu kamu tidak akan dapat lagimelakukan satu kebaikan pun Tidak dapat melakukan shalat dua raka'atTidak dapat membaca satu ayat pun dari kitab-Nya Tidak dapatbertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, beristighfar walau punsekali Tidak dapat berpuasa sehari Bersedekah dengan sesuatumeskipun sedikit Tidak dapat melakukan haji dan umrah Tidak dapatberbuat baik kepada kerabat atau pun tetangga

‘Kontrak' amalmu sudah berakhir dan engkau hanya menunggu perhitungandan pembalasan atas kebaikan atau keburukanmu!!

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya:

“[Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu], hingga apabila datangkematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku,kembalikan lah aku [ke dunia].” Agar aku berbuat amal yang salehterhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguh-nyaitu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka adadinding sampai hari mereka dibangkitkan.” [QS. Al-Mu'minun:99-100]

Persiapkan Dirimu!

Mana persiapanmu untuk menemui Malaikat Maut Mana persiapanmumenyongsong huru-hara setelahnya; di alam kubur ketika menghadapipertanyaan, ketika di Padang Mahsyar, ketika hari Hisab, ketikaditimbang, ketika diperlihatkan lembaran amal kebaikan, ketikamelintasi Shirath dan berdiri di hadapan Allah Al-Jabbar

Dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah

shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

“Tidak seorang pun dari kamu melainkan akan diajak bicara olehAllah pada hari Kiamat, tidak ada penerjemah antara dirinya dan Dia,lalu ia memandang yang lebih beruntung darinya, maka ia tidak melihatkecuali apa yang telah diberikannya dan memandang yang lebih sialdarinya, maka ia tidak melihat selain apa yang telah diberikannya.Lalu memandang di hadapannya, maka ia tidak melihat selain neraka yangberada di hadapan mukanya. Karena itu, takutlah api neraka walau pundengan sebelah biji kurma dan walau pun dengan ucapan yang baik.”[Muttafaqun 'alaih]

Berhitunglah Atas Dirimu!

Saudaraku, berhitunglah atas dirimu di saat senggangmu, berpikirlahbetapa cepat akan berakhirnya masa hidupmu, bekerjalah dengansungguh-sungguh di masa luangmu untuk masa sulit dan kebutuhanmu,renungkanlah sebelum melakukan suatu pekerjaan yang kelak akandidiktekan di lembaran amalmu.

Di mana harta benda yang telah kau kumpulkan Apakah ia dapatmenyelamatkanmu dari cobaan dan huru-hara itu Sungguh, tidak! Kamuakan meninggalkannya untuk orang yang tidak pernah menyanjungmu danmaju dengan membawa dosa kepada Yang tidak akan memberikan toleransipadamu! [Abu Shofiyyah]

Sumber: Az-Zâ'ir Al-Akhîr karya Khalid bin Abu Shalih

Artikel SANG PENGUNJUNG TERAKHIR diambil dari http://www.asofwah.or.id
SANG PENGUNJUNG TERAKHIR.

Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang IhramMenunaikan Manasik

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang IhramMenunaikan Manasik

>> Pertanyaan :

Yang diterangkan di atas adalah bagi orang yang tidak mampumenyempurnakan manasik haji, lalu bagaimana kalau jamaah meninggal disaat sedang melakukan ibadah haji, bagaimana hukumnya?

>> Jawaban :

Apabila seorang jamaah haji meninggal dunia di saat melakukan manasik[ibadah haji] maka di antara ulama ada yang mengatakan: Kalau hajinyaadalah haji wajib, maka amalan-amalan haji yang belum ia kerjakanharus dikerjakan oleh yang lain [digantikan]. Dan di antara merekajuga ada yang berpendapat: Tidak perlu diselesaikan oleh orang lain.Pendapat yang terakhir ini yang rajih [kuat]. Dalilnya adalah haditsyang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu yang menceritakantentang seorang lelaki yang dihempaskan oleh untanya di saat ia sedangwuquf di Arafah, maka Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara,kafankanlah dengan dua pakaian [ihram]nya, jangan kamu tutup kepalanyadan jangan kamu memberinya wewangian, karena kelak di hari Kiamat iaakan dibangkit-kan dalam keadaan bertalbiyah.

Dan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tidak menyuruh seorang pundi antara mereka untuk menyelesaikan manasik haji orang itu; dan kalaukita melakukan penyempurnaan terhadap manasik haji orang yangmeninggal tersebut, maka berarti orang yang menyelesaikan [pengganti]manasik orang yang meninggal tadi menanggalkan si janazah dariihramnya, maka ia kelak tidak akan dibangkitkan dalam keadaanbertalbiyah karena telah ditahallulkan oleh orang yang menyempurnakanhajinya. Yang jelas, pendapat yang kuat yang tidak diragukan adalahyang mengatakan bahwa apabila ada seseorang meninggal di saatmenunaikan ibadah [manasik] maka tidak perlu diselesaikan ibadahnya,apakah haji yang dilakukan itu haji wajib ataupun haji sunnat.

>> Pertanyaan : Namun, apakah hukum tersebut terbatas pada waktu orangitu masih bertalbiyah, yakni sebelum melontar Jumrah Aqabah, ataukahmeliputi semua amalan haji?

>> Jawaban : Meliputi semua amalan haji, baik itu sebelum melaku-kantahallul pertama atau sesudahnya, tetap tidak perlu diselesaikanhajinya [oleh orang lain].

[ Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ]

Artikel Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang IhramMenunaikan Manasik diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Orang yang Wafat di Saat Sedang IhramMenunaikan Manasik.

AL-QASIM IBN MUHAMMAD IBN ABI BAKAR (Satu Dari TujuhAhli Fiqih Kota Madinah)

Kumpulan Artikel Islami

AL-QASIM IBN MUHAMMAD IBN ABI BAKAR (Satu Dari TujuhAhli Fiqih Kota Madinah) “Sekiranya ada bagiku kekuasaan dalam urusanini, sungguh aku akan mengangkat al-Qasim ibn Muhammad menjadikhalifah” [Umar ibn Abdul Aziz]

Sudahkah datang kepadamu berita tentang tabi’i yang mulia ini

Ia adalah seorang pemuda yang telah mengumpulkan kemuliaan dariseluruh ujungnya, hingga tidak ada yang terlewatkan olehnya sedikitpun...

Ayahnya adalah Muhammad ibn Abi Bakar ash-Shiddiq...

Ibunya adalah putri Kaisar “Yazdajurda” raja Persia yang terakhir...

Bibinya adalah ‘Aisyah ummul mukminin...

Di atas itu semua, ia telah memasang mahkota takwa dan ilmu di ataskepalanya.

Apakah kamu mengira bahwa di atas kemuliaan ini ada kemuliaan lainyang orang-orang saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya

Dialah al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar ash-Shiddiq, satu daritujuh ahli fiqih kota Madinah [al-Fuqaha’ as-Sab’ah]*...Pendudukzamannya yang paling afdlol dalam hal ilmu...paling tajam akalnya danpaling wara’.

Maka, marilah kita mulai kisah kehidupannya dari awal.

Al-Qasim ibn Muhammad dilahirkan pada akhir-akhir dari kekhalifahanUtsman ibn Affan RA...akan tetapi belum lagi anak kecil ini mampuberjalan di sarangnya sehingga angin fitnah yang kencang berhembus ditengah-tengah kaum muslimin.

Maka, syahidlah khalifah yang ahli ibadah lagi zuhud yaitu Dzunnurrainsedangkan tulang sulbinya condong ke depan mendekap al-Qur`an.

Dan bergolaklah perselisihan yang besar antara amirul mukminin Ali ibnAbi Thalib dengan Muawiyah ibn Abi Sufyan amir negeri Syam...

Dan di dalam rantai yang menakutkan dan membingungkan darikajadian-kejadian yang berkesinambungan ini...anak kecil inimendapatkan dirinya dibawa bersama saudara perempuannya dari Madinahmenuju ke Mesir...Adalah merupakan keharusan bagi mereka berdua untukmenyusul ayah mereka setelah diangkat menjadi wali atas Mesir olehamirul mukminin ‘Ali ibn Abi Thalib.

Kemudian, ia melihat kuku-kuku fitnah yang merah memanjang hinggasampai kepada ayahnya yang kemudian membunuhnya dengan cara yangpaling jahat.

Kemudian, ia menemukan dirinya dipidahkan kali yang lain dari Mesirmenuju Madinah setelah para pembela Muawiyah menguasainya...dan iatelah menjadi anak yatim yang ditinggal oleh kedua orang tuanya.

Al-Qasim menceritakan sendiri tentang perjalanan penuh derita ini danyang setelahnya. Ia menuturkan, “Ketika ayahku terbunuh di Mesir,datanglah pamanku Abdurrahman ibn Abi Bakar, kemudian ia membawaku danadik perempuanku...ia lalu berangkat bersama kami menuju Madinah.

Belum lama kami sampai di Madinah, hingga bibiku ‘Aisyah RA datangkepada kami dan membawa kami dari rumah pamanku menuju rumahnya...dania mendidik kami di bawah asuhannya.

Aku tidak pernah melihat seorang ibu dan seorang ayah sekalipun yanglebih banyak berbuat kebajikan dan tidak pula lebih banyak kasihsayangnya dari pada dia.

Ia menyuapi kami dengan tangannya dan ia tidak ikut makan bersama kami...apabilaada sedikit makanan kami yang tersisa ia pun memakannya.

Ia mandekap [mengasihi] kami sebagaimana seroang ibu menyusuimengasihi bayi yang disapihnya. Ia mamandikan kami dan menyisir rambutkami. Ia juga memakaikan baju putih bersih kepada kami.

Ia tidak pernah berhenti menganjurkan kami atas kebaikan dan melatihkami melakukannya...ia melarang kami dari kejahatan dan membawa kamiuntuk meninggalkannya.

Ia membiasakan mentalqin kitab Allah kepada kami sekemampuan kami...danmenjadikan kami meriwayatkan hadits Rasul SAW apa yang kami hafal.

Pada dua hari raya ia bertambah kebajikannya dan hadiahnya kepada kami...

Di sore hari Arafah ia mencukur rambutku...memandikan aku dan adikperempuanku...dan apabila pagi telah tiba ia pun memakaikan baju barukepada kami, dan mengirim kami ke masjid untuk menunaikan shalat ‘id.Dan apabila kami telah pulang, ia lantas mengumpulkan aku dan adikperempuanku lalu memotong kurban di hadapan kami.

Pada suatu hari, ia memakaikan kami baju putih, lalu mendudukkan akudi salah satu lututnya dan adik perempuanku di lutut yang lain.

Dan sebelumnya ia telah memanggil pamanku Abdurrahman...ketika ia [pamanku]masuk menemuinya, ia [bibiku] menyalaminya kemudian berkata. Ia memujiAllah AWJ dan menyanjung-Nya dengan pujian yang sesuai dengan-Nya.

Maka, aku tidak pernah melihat seorang laki-laki atau perempuan punyang berbicara sebelumnya dan tidak pula setelahnya yang lebih fasihlisanya dan lebih manis ucapannya dari pada dia.

Ia [bibiku] kemudian berkata, “Wahai saudaraku...aku masih melihatmuberpaling dariku sejak kedua anak ini aku ambil darimu dan aku dekapdalam pelukanku. Demi Allah tidaklah aku melakukan hal itu karenamerasa lebih tinggi darimu dan tidak pula su’u dzan kepadamu sertamenuduhmu lalai terhadap hak mereka berdua. Akan tetapi engkau adalahseorang laki-laki yang memiliki banyak istri. Sedangkan mereka berduaadalah anak kecil yang belum mampu mengurusi diri mereka. Sehingga akumerasa takut kalau istri-istrimu melihat dari keduanya apa-apa yangmereka merasa jijik darinya sehingga mereka tidak merasa senang. Danaku dapatkan diriku lebih berhak dari pada mereka untuk mengurusikeduanya dalam keadaan ini. Nah...keduanya sekarang telah tumbuh besardan telah mampu untuk mengurusi dirinya sendiri. Maka, ambillahkeduanya dan bawalah tinggal bersamamu.”

Pamanku Abdurrahman mengambil kami dan menempatkan kami di rumahnya.

Hanya saja, anak “al-Bakriy” [dari keturunan Abu Bakar] ini, hatinyaselalu bergantung dengan rumah bibinya ‘Aisyah ummul mukminin RA...Diatas tanah rumahnya yang harum dengan parfum-parfum nubuwwah ia telahtumbuh...Di bawah asuhan shabatnya ia telah terdidik dan tumbuh...Dandari kasih sayangnya yang terpancar ia minum hingga puas.

Maka ia pun membagi waktunya antara [mengunjungi] rumah [bibi]nya danrumah pamannya.

Kenangan-kenangan rumah bibinya yang harum, jernih dan gemerlap selauhidup dalam benaknya sepanjang hidup.

Dengarkanlah beberapa cerita tentang kenangan-kenangannya. Iamenuturkan, “Pada suatu hari aku berkata kepada bibiku ‘Aisyah RA,“Wahai Ibu, singkaplah kuburan Nabi SAW untukku dan kuburan duasahabatnya...sesungguhnya aku ingin melihatnya.”

Adalah ketiga kuburan tersebut masih berada di dalam rumahnya. Iatelah menutupnya dengan sesuatu yang dapat menghalanginya daripandangan. Ia lalu menyingkap untukku ketiga kuburan tersebut yangtidaklah menggunduk tinggi dan tidak pula lengkaui. Dan telahdihampari dengan kerikil merah yang ada di halaman masjid.

Aku berkata, “Manakah kuburan Rasulullah SAW”

Dengan tangannya ia menunjuk seraya berkata, “Ini.”

Kemudian meneteslah dua air mata besar di pipinya. Ia segeramengusapnya hingga aku tidak melihatnya.

Adalah kuburan Nabi SAW berada di depan kuburan kedua sahabatnya.

Aku berkata, “Manakah kuburan kakekku Abu Bakar”

“Yang itu” katanya.

Adalah Abu Bakar dikubur di sisi kepala Nabi SAW.

Aku berkata, “Dan yang ini kuburan Umar”

“Ya” jawabnya.

Dan adalah kepala Umar RA berada di sisi pinggang kakekku dekat dengankaki Nabi SAW.

Saat pemuda bakriy ini tumbuh dewasa, ia telah hafal kitab Allah AWJ.

Ia telah mengambil [belajar] hadits Rasulullah SAW dari bibinyaapa-apa yang Allah kehendaki untuk ia mengambilnya.

Kemudian ia mendatangi al-Haram an-Nabawi [masjid nabawi] yang mulia,dan duduk pada halaqoh-halaqoh ilmu yang tersebar di setiap pojok daripojok-pojok masjid sebagaimana tersebarnya bintang-bintang yanggemerlap di hamparan langit.

Sehingga ia meriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar,Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn az-Zubair...Abdullah ibn Ja’far,Abdullah ibn Khabbab, Rafi’ ibn Khudaij, Aslam budak Umar ibn al-Khaththaab,serta yang lainnya dan yang lainnya.

Sehingga ia menjadi penduduk jamannya yang paling tahu tentang as-Sunnah[apa-apa yang shahih dari Rasulullah SAW ].

Adalah seseorang tidak dianggap menjadi orang alim di sisi merekahingga ia kokoh dalam hal Sunnah.

Setelah perangkat ilmu pemuda bakriy ini menjadi sempurna, mulailahorang-orang mendatanginya untuk mencari ilmu darinya dengan penuhantusias dan rasa rindu. Dan ia pun mendatangi mereka memberikan ilmukepada mereka dengan penuh derma.

Ia mendatangi masjid Rasulullah SAW pada setiap pagi hari pada waktuyang tidak pernah ia langgar...Ia shalat dua rakaat tahiyatul masjid.

Ia lantas mengambil tempatnya di depan khaukhah Umar [cendela kecil]di Raudlah yang mulia antara kuburan Nabi SAW dan mimbarnya**.

Maka para thulabul ilmi dari segala tempat berkumpul kepadanya.

Mereka meminum dari sumber-sumbernya yang tawar dan jernih sehinggamemuaskan jiwa-jiwa yang haus.

Tidak berselang waktu yang lama sehingga al-Qasim ibn Muhammad dananak bibinya [dari pihak ibu] yaitu Salim ibn Abdullah ibn Umar telahmenjadi dua imam Madinah yang terpercaya. Dua penghulu yang ditaatidan dua orang yang didengar ucapannya, walaupun wilayah dan kekuasaantidak berada dalam genggaman kedua tangannya.

Orang-orang telah mengangkatnya menjadi pemimpin disebabkan olehketakwaan dan wara’ yang mereka berdua berhias dengannya, dan karenailmu serta fiqih [pemahaman] yang tersimpan dalam dadanya, serta apayang mereka berhias dari kezuhudan terhadap apa yang ada pada manusia,serta raghbah [antusias/cinta] dengan apa yang ada di sisi Allah AWJ.

Dan telah sampai dari ketinggian kedudukan keduanya di dalam jiwa,hingga para khalifah Bani Umayyah dan para walinya tidaklah memutuskansuatu perkara penting dari urusan Madinah kecuali dengan mengambilpendapat mereka berdua.

Di antaranya, bahwa al-Walid ibn Abdul Malik bertekad untuk meluaskanal-Haram an-Nabawi yang mulia.

Dan ia tidak memiliki keluasan untuk merealisasikan angan-angannyayang mahal ini kecuali dengan menghancurkan masjid yang lama darikeempat sisinya...dan menghilangkan rumah-rumah istri Nabi SAW danmemasukkannya ke masjid.

Ini adalah perkara yang terasa memberatkan manusia...

Dan mereka tidak merasa senang dengannya...

Lantas ia menulis surat kepada Umar ibn Abdul Aziz gubernurnya ataskota Madinah, ia berkata, “Aku berpendapat untuk meluaskan masjidRasulullah SAW hingga luasnya menjadi dua ratus hasta kali dua ratushasta. Maka hancurkanlah keempat temboknya dan masukkanlah kamar-kamaristri Nabi SAW ke dalamnya. Dan belilah rumah-rumah yang ada disekitarnya. Dan majukanlah kiblatnya bila kamu mampu. Dan sesungguhnyakamu mampu melakukannya karena kedudukan paman-pamanmu ali al-Khaththaab[keluarga al-Khaththaab] dan kedudukan mereka dalam hati manusia.

Apabila penduduk Madinah enggan menjalankan perintahmu itu, makamintalah bantuan kepada al-Qasim ibn Muhammad dan Salim ibn Abdullahibn Umar, ikutkanlah mereka berdua dalam urusan ini...

Bayarlah harga rumah-rumah mereka dengan penuh kedermawanan...sesungguhnyakamu memiliki dua pendahulu yang jujur/benar dalam hal tersebut,mereka yaitu Umar ibn al-Khaththaab dan Utsman ibn Affan.”

Umar ibn Abdul Aziz lalu mengundang al-Qasim ibn Muhammad dan Salimibn Abdullah serta sejumlah tokoh penduduk Madinah. Ia membacakansurat amirul mukminin kepada mereka...mereka dibuat gembira dengantekad khalifah dan bersegera melaksanakannya.

Tatkala manusia melihat dua ‘alim Madinah dan dua imamnya yang besarbersegera menghancurkan masjid dengan tangannya, mereka lantas bangkitbersama keduanya secara bersama-sama. Dan melaksanakan isi suratamirul mukminin.

Dan adalah pada waktu itu, pasukan kaum muslimin yang mendapatkemenangan mendobrak pintu-pintu benteng yang menguhubungkan ke kotaKostantinopel dan menguasainya satu demi satu dengan kepemimpinan amiryang gagah berani yaitu Maslamah ibn Abdul Malik ibn Marwan...dan ituadalah tamhid [pendahuluan dan pengantar] untuk penaklukkan kotaKostantinopel itu senidri.

Tatkala raja Romawi mengetahui tekad amirul mukminin untuk meluskanmasjid nabawi yang mulia, ia ingin merayunya dan mendekat kepadanyadengan apa yang ia senangi...

Ia [raja Romawi] lalu mengirim seratus ribu mitsqol [batu timbangan]dari emas dan mengutus bersamanya seratus pekerja dari ahli bangunanyang paling mahir di negeri Romawi.

Dan ia membekali para pekerja dengan empat puluh muatan dari al-fusaifisaa***...

Lalu al-Walid mengirim itu semua kepada Umar ibn Abdul Aziz gunamembantunya dalam membangun masjid...maka, Umar mendistribusikannyasetelah bermusyawarah dengan al-Qasim ibn Muhammad dan sahabatnya.

Al-Qasim ibn Muhammad adalah orang yang paling menyerupai kakeknyayaitu ash-Shiddiq RA, hingga orang-orang berkata, “Abu Bakar tidakmelahirkan seorang anak yang lebih mirip dengannya dari pemuda ini.”

Ia [al-Qasim] telah menyerupainya dalam kemuliaan kepribadiannya danketinggian sifatnya, keteguhan imannya dan kebesaran wara’nya sertakedermawanan jiwa dan tangannya.

Telah diriwayatkan darinya banyak perkataan-perkataan dan perbuatanyang mempersaksikan akan hal ini.

Di antaranya, bahwa ada seorang badui yang mendatanginya ke masjid, iaberkata, “Siapakah yang lebih alim, kamu atau Salim ibn Abdullah”

Ia [al-Qasim] lalu pura-pura menyibukkan diri darinya...

Badui tersebut mengulangi pertanyaannya kepadanya.

Ia menjawab, “Subhaanallah.”

Badui itu mengulanginya kali yang ketiga, lalu ia [al-Qasim] berkatakepadanya, “Itu Salim duduk di sana wahai anak saudaraku.”

Orang yang ada dalam majlisnya berkata,

“Lillahi abuuhu****...”, ia tidak senang mengatakan, “Aku lebih alimdarinya” sehingga ia mentazkiyah [merekomendasi] dirinya...dan ia jugatidak senang mengatakan, “Dia lebih alim dariku” sehingga ia berdusta

Karena memang ia lebih alim dari Salim.

Suatu kali ia pernah terlihat di Mina. Dan para penduduk negeri dariorang-orang yang berhaji ke baitullah mengerumuninya dari segala sisidan menanyainya.

Ia menjawabi mereka dengan apa yang ia tahu, dan pada apa yang iatidak tahu, ia mengatakan, “Aku tidak tahu...aku tidak mengerti...akutidak faham.” Mereka pun dibuat heran dengannya.

Ia lalu berkata, “Aku tidak tahu seluruh apa yang kalian tanyakan...kalauaku mengetahuinya, niscaya aku tidak akan menyembunyikannya...dantidak halal bagiku untuk menyembunyikannya. Dan [ketahuilah] seseoranghidup dalam keadaan bodoh â€"setelah mengetahui hak Allah atasnya-adalah lebih baik baginya daripada ia mengatakan apa yang ia tidakmengetahuinya.”

Pada suatu kali, ia diberi amanat untuk membagi zakat kepada paramustahiknya, ia pun berijtihad semampunya, dan memberi setiap orangakan haknya. Hanya saja salah seorang dari mereka tidak ridla denganbagiannya yang telah diberikan kepadanya.

Ia lalu mendatanginya di masjid sedangkan al-Qasim sedang berdirishalat. Ia lalu mulai berbicara tentang zakat.

Maka putra al-Qasim berkata kepadanya, “Demi Allah, sesungguhnya kamumembicarakan seseorang yang tidak mengambil dari zakat kalian satudirham pun dan tidak pula satu daanik [seperenam dirham]...dan tidakmerasakan satu korma pun darinya.”

Al-Qasim lalu mempercepat shalatnya dan menoleh ke arah anaknya serayaberkata, “Wahai anakku, janganlah kamu berkata setelah hari ini apayang kamu tidak tahu.”

Orang-orang berkata, “Sesuungguhnya anaknya telah benar [dalamperkataannya]....”

Akan tetapi al-Qasim berkeinginan untuk mendidiknya dan menjagalisannya dari mengatakan sesuatu yang tidak ada faidahnya.

Al-Qasim ibn Muhammad telah diberi umur hingga lebih dari tujuh puluhdua tahun. Akan tetapi matanya menjadi buta di saat ia berusia lanjut.

Pada akhir tahun dari kehidupannya, ia menuju ke Mekkah menginginkanhaji...dan di tengah perjalanan kematian menjemputnya.

Ketika ajalnya sudah dekat, ia menoleh kepada anaknya dan berkata,“Bila aku mati, kafanilah aku dengan pakaianku yang aku shalatdengannya, yaitu gamisku...sarungku...dan kainku...itu adalah kafankakekmu Abu Bakar. Kemudian ratakan kuburanku dan pulanglah kepadakeluargamu. Dan hati-hatilah [janganlah kamu] berdiri di ataskuburanku dan berkata, “Dahulu ia begini...dan dulu ia begitu....”,karena aku bukanlah siapa-siapa”.

RUJUKAN

Sebagai tambahan tentang kisah al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar,lihat:

Hilyatul Auliyaa: 2/183

Shifatus shafwah [cet. Al-Halabiyah]: 2/88

Tahdziibut Tahdziib: 8/333

Wifyaatul A’yaan oleh Ibn Khalqan: 4/59-60 dan [lihat footnote padajuz ke 8]

Ath-Thabaqatul Kubra oleh Ibn Sa’d: 5/187

CATATAN:

* Fuqoha Madinah yang tujuh mereka adalah: Said ibn al-Musayyab, Urwahibn az-Zubair, Abu Bakar ibn Abdurrahman al-Makhzuumi, Khaarijah ibnZaid, Sulaiman ibn Yasaar, Ubaidullah ibn Abdillah ibn Utbah dan al-Qasimibn Muhammad ibn Abi Bakar

** Antara kuburan Nabi SAW dan mimbarnya adalah tempat yang berkah,dimana Nabi SAW bersabda, “Antara rumahku dan mimbarku ada Raudlah [taman/kebun]dari taman-taman surga.” Dan rumah beliau telah menjadi kuburannya SAW

*** Al-Fusaifisaa adalah potongan kecil dari marmer yang berwarnaindah, sebagiannya disusun dengan yang lain dalam bentuk yangmengagumkan dan indah. Dengannya tembok-tembok istana dihiasi

**** Kalimat ini diucapakan dalam konteks pujian dan pengagungan

Artikel AL-QASIM IBN MUHAMMAD IBN ABI BAKAR (Satu Dari TujuhAhli Fiqih Kota Madinah) diambil dari http://www.asofwah.or.id
AL-QASIM IBN MUHAMMAD IBN ABI BAKAR (Satu Dari TujuhAhli Fiqih Kota Madinah).