Jumat, 11 Juli 2008

Yang Perlu Anda Ketahui Dari Hadits-1

Kumpulan Artikel Islami

Yang Perlu Anda Ketahui Dari Hadits-1 Mukaddimah

Dalam kajian ini kami ketengahkan beberapa hal yang berkenaan denganilmu hadits, yang kirannya perlu kita ketahui untuk menambah wawasandan kami kemas dalam bentuk tanya jawab sehingga lebih mudah untukdipahami.

[1]-

TANYA:

Kenapa kita harus menuntut ilmu Hadits

JAWAB:

1. Karena ia merupakan ilmu yang paling mulia

2. Karena para penuntutnya adalah orang-orang yang menjadi lenterakegelapan. Kalau kita melihat keempat imam madzhab, tiga orang darimereka [selain Abu Hanifah] dikenal sebagai ahli hadits.

Imam Malik memiliki kitab al-Muwaththa` yang berisi banyakhadits. Imam asy-Syafi’i memiliki kitab al-Umm yang banyakberisi hadits-hadits yang beliau ketengahkan sendiri dengan sanadnya,demikian juga dengan bukunya yang terkenal ar-Risalah. Bahkan salahseorang muridnya mengarang Musnad Imam asy-Syafi’i yangdiringkasnya dari hadits-hadits yang diriwayatkan beliau di dalamkitab-kitabnya sehingga kitab tersebut lebih dikenal dengan nama

Musnad asy-Syafi’i, begitu pula kitab as-Sunnan.

Sedangkan Imam Ahmad memang dikenal sebagai tokoh utama Ahli haditsdan justeru tidak diketahui kalau beliau ada mengarang buku dalammasalah fiqih. Hanya saja perlu diketahui, bahwa beliau juga terhitungsebagai Ahli fiqih. Beliau melarang para muridnya menulis sesuatudengan hanya berpedoman pada akal semata dan menganjurkan merekamenulis hadits.

[SUMBER: Fataawa Hadiitsiyyah karya Syaikh Dr. Sa’d bin‘Abdullah al-Humaid, hal.5]

[2]-

TANYA:

Apa perbedaan antara ungkapan “Haddatsana” [[Fulan] telahmenceritakan kepada kami] dan “Akhbarana” [[Fulan] telahmemberitahukan kepada kami]

JAWAB:

Di dalam tata cara Talaqqi [mentransfer, menerima] hadits, paraulama hadits membedakan antara lafazh yang ditransfer langsung dariSyaikh [Guru] dan yang dibacakan kepada syaikh. Bila Syaikhmenceritakan tentang hadits, baik dari hafalannya atau pun dari kitab[tulisan]-nya dan membacakan kepada para murid sementara merekamenyalin hadits-hadits yang dibicarakan Syaikh tersebut; maka inidinamakan dengan as-Samaa’ yang sering diungkapkan dengankalimat “Yuhadditsuni” atau “Haddatsani.” Bila seorangpenuntut ilmu mentransfer hadits tersebut di majlis seperti ini, makaia harus menggunakan bentuk plural [jamak], yaitu “Haddatsanaa”

karena berarti ia mentrasfer hadits itu bersama peserta yang lainnya.Dan jika ia mentransfernya secara pribadi [sendirian] dari Syaikhlangsung, maka ia mengungkapkannya dengan “Hadtsani” yaknisecara sendirian.

Adapun bila hadits tersebut dibacakan kepada Syaikh [dengan metodeQiraa`ah], seperti misalnya, Imam Malik menyerahkan kitabnya

“al-Muwaththa`” kepada salah seorang muridnya, lalu ia [si murid]membaca dan beliau mendengar; jika si murid ini salah, maka iamenjawab dan meluruskan kesalahannya, bila tidak ada yang salah, iaterus mendengar. Metode ini dinamai oleh para ulama hadits denganmetode “al-‘Ardh” [pemaparan] dan “Qiraa`ah ‘Ala asy-Syaikh”

[membaca kepada Syaikh]. Mereka [para ulama hadits] mengungkapdengan lafazh seperti ini secara lebih detail manakala seseorang inginmenceritakan [meriwayatkan] hadits, maka ia harus mengungkapkan dengan

“Akhbarani” bukan dengan “Haddatsani” . Maksudnya bahwaia menerima [Mentransfer] hadits tersebut bukan dari lafazh Syaikhsecara langsung tetapi melalui murid yang membacakannya kepada Syaikhtersebut.

Inilah sebabnya kenapa mereka membedakan antara penggunaan lafazh

“Haddatsana” dan lafazh “Akhbarana.” Sebagian Ahli Haditsmengatakan bahwa keduanya sama saja, baik dibacakan kepada Syaikh atauSyaikh sendiri yang membacakannya, semua itu sama saja. Akan tetapiImam Muslim Rahimahullah tidak menilai hal itu sama saja.Beliau membedakan antara keduanya. Karena itu, dalam banyak haditsnya,kita menemukan beliau memuat hal tersebut. Beliau selalu mengatakan,

“Haddatsana….Wa Qaala Fulan, ‘Akhbarana” [[Si fulanmenceritakan begini….Dan si Fulan [periwayat lain] mengatakan,

‘telah memberitahu kami’ [Akhbarana] , demikian seterusnya.

[SUMBER: Fataawa Hadiitsiyyah karya Syaikh Dr. Sa’d bin‘Abdullah al-Humaid, hal.61-62]

Artikel Yang Perlu Anda Ketahui Dari Hadits-1 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Yang Perlu Anda Ketahui Dari Hadits-1.

Wasiat Berbuat Baik Kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut

Kumpulan Artikel Islami

Wasiat Berbuat Baik Kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut Wasiat Berbuat Baik Kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut

Kategori Birrul Walidain

Senin, 8 Maret 2004 13:26:45 WIBWASIAT BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA TATKALA KEDUANYA BERUSIA LANJUTOlehUstadz Yazid bin Abdul Qadir JawasBerbuat baik kepada kedua orang tua hukumnya wajib, baik waktu kita masih kecil, remaja atau sudah menikah dan sudah mempunyai anak bahkan saat kita sudah mempunyai cucu. Ketika kedua orang tua kita masih muda atau sudah lanjut usianya bahkan pikun kita tetap wajib berbakti kepada keduanya. Bahkan lebih ditekankan lagi apabila kedua orang tua sudah tua dan lemah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Isra' ayat 23 dan 24 dalam pembahasan sebelumnya.Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa Rabb [Allah] telah memerintahkan kepada manusia agar tidak beribadah melainkan hanya kepada Allah saja. Kemudian hendaklah manusia berbuat sebaik-baiknya kepada kedua orang tuanya. Jika salah seorang atau kedua-duanya ada di sisinya dalam usia lanjut maka jangan katakan kepada keduanya perkataan 'uh' serta tidak boleh membentak keduanya, memukulkan tangan, menghentakkan kaki karena hal itu termasuk durhaka kepada kedua orang tua. Dan katakanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia.Pada ayat ini Allah mengatakan 'kibara', kibar atau kibarussin artinya berusia lanjut, sedangkan 'indaka' berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya. Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan tentang lebih ditekankannya berbuat baik pada kedua orang tua pada usia lanjut karena :PertamaKeadaaan usia lanjut adalah keadaan dimana keduanya membutuhkan perlakuan yang lebih baik karena keadaannya pada saat itu sangat lemah.KeduaSemakin tua usia orang tua berarti semakin lama orang tua bersama anak. Hal ini dapat menyebabkan 'Si Anak' merasa berat sehingga dikhawatirkan akan berkurang berbuat baiknya, karena segala sesuatunya diurusi oleh anak dan keluarlah perkataan 'ah' atau membentak atau dengan ucapan, "Orang tua ini menyusahkan", atau yang lain. Apalagi apabila orang tuanya sudah pikun, akan membuat anak mudah marah atau benci kepadanya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berwasiat agar manusia selalu ingat untuk berbakti kepada kedua orang tua.Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan tentang ruginya seseorang yang tidak berbakti kepada kedua orang tua pada waktu orang tua masih berada di sisi kita. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat yaitu :"Artinya : Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi [dengan itu] dia tidak masuk syurga" [Hadits Riwayat Muslim 2551, Ahmad 2:254, 346]Kemudian hadits berikut ini :"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin". [Hadits Riwayat Bazzar dalama Majma'uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 [Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah]Pada umumnya seorang anak merasa berat dan malas memberi nafkah dan mengurusi kedua orang tuanya yang masih berusia lanjut. Namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa keberadaan kedua orang tua yang berusia lanjut itu adalah kesempatan paling baik untuk mendapatkan pahala dari Allah, dimudahkan rizki dan jembatan emas menuju surga. Karena itu sungguh rugi jika seorang anak menyia-nyiakan kesempatan yang paling berharga ini dengan mengabaikan hak-hak orang tuanya dan dengan sebab itu dia tidak masuk surga.Jika kita mencoba membandingkan antara berbakti kepada kedua orang tua dengan jalan mengurusi kedua orang tua yang sudah lanjut usia atau bahkan sudah pikun yang berada di sisi kita dengan ketika kedua orang tua kita mengurusi dan mebesarkan serta mendidik kita sewaktu masih kecil, maka berbakti kepada keduanya masih terbilang labih ringan. Mungkin kita mengurusnya hanya beberapa tahun saja. Sedangkan mereka mengurus kita membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Dari mulai hamil, hingga dilahirkan kemudian disekolahkan. Kedua orang tua kita memberikan segala yang kita minta mungkin lebih dari 10 tahun bahkan sampai 25 tahun.Ketika orang tua mengurusi kita, dia mendo'akan agar si anak hidup dengan baik dan menjadi anak yang shalih, tetapi ketika orang tua ada di sisi kita, di do'akan supaya cepat meninggal. Bahkan ada di antara mereka yang menyerahkan keduanya ke panti jompo. Ini adalah perbuatan dari anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.Bagaimanapun keadaannya, kedudukan mereka tetaplah sebagai orang tua kita, walaupun mereka bodoh, kasar atau bahkan jahat kepada kita. Dialah yang melahirkan dan mengurusi kita, bukan orang lain. Maka kita wajib berbakti kepada keduanya bagaimanapun keadaannya. Seandainya dia berbuat syirik atau bid'ah, kita wajib mendakwahkan kepadanya dengan baik supaya dia kembali, kita do'akan supaya mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, bukan diperlakukan dengan tidak baik, berbuat kasar atau pun yang lainnya.[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=417&bagian=0


Artikel Wasiat Berbuat Baik Kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wasiat Berbuat Baik Kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut.

Rukun Iman

Kumpulan Artikel Islami

Rukun Iman Rukun Iman

Kategori Aqidah Ahlus Sunnah

Senin, 22 Agustus 2005 22:44:13 WIBRUKUN IMANOlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasIman kepada Allah Azza wa Jalla, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-KitabNya, Rasul-RasulNya, dan dibangkitkannya manusia setelah mati, serta iman kepada qadar yang baik maupun buruk.Di dalam surat al-Baqarah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:"Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi...” [Al-Baqarah: 177] [1]Di samping ayat-ayat di atas, hadits-hadits yang shahih pun banyak sekali yang menegaskan hal yang sama. Di antara sejumlah hadits-hadits tersebut, terdapat sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Iman, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab.â€Å"Artinya : Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-RasulNya, dan Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik maupun buruk.” [2]Keenam prinsip keimanan tersebut adalah rukun iman, maka tidak sempurna iman seseorang kecuali apabila ia mengimani seluruhnya menurut cara yang benar yang ditunjukan oleh al-Qur-an dan as-Sunnah, maka barangsiapa yang mengingkari satu saja dari rukun iman ini, maka ia telah kafir. [3]Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beri’tiqad dan beramal dengannya, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluuhiyyah dan Tauhid Asma’ wa Shifat. [4][Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Lihat juga dalam surat al-Baqarah: 285, an-Nisaa’: 136 dan al-Qamar: 49-50.â€Å"Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” [ Al-Qamar: 49-50][2]. HR. Muslim [no. 8], Abu Dawud [no. 4695], at-Tirmidzi [no. 2610], an-Nasa-i [VIII/97], Ibnu Majah [no. 63]. Hadits ini shahih.[3]. Syarah ‘Aqiidah Wasithiyah [hal 62] oleh Khalil Hirras, tahqiq ‘Alawiy Saqqaf.[4]. Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1544&bagian=0


Artikel Rukun Iman diambil dari http://www.asofwah.or.id
Rukun Iman.

Tanaman Habis Dirusak Badai, Karena Sabar Dia DigantiDengan yang Lebih Baik

Kumpulan Artikel Islami

Tanaman Habis Dirusak Badai, Karena Sabar Dia DigantiDengan yang Lebih Baik Al-Barqy[1 ] berkata:Saya melihat seorang perempuan di dusun. Saat itu, salju sudah turundan semua tanamannya habis, rusak karena salju tersebut. Banyak orangyang datang untuk menghibur dan menampakkan rasa prihatin. Tiba-tibaperempuan tersebut menengadahkan pandangannya ke langit dan berdo'a: 'YaAllah, Engkaulah satu-satunya yang dapat diharapkan oleh makhluk[Mu]yang terbaik [yaitu manusia]. Berada di tangan-Mulah pengganti dariapa-apa [tanaman] yang telah rusak. Maka, berbuatlah untuk kami sesuaidengan sifat yang Engkau miliki [Pengasih, Penyayang]. Sungguh, rizkikami ada pada-Mu, harapan kami pun hanya kepada-Mu.'

Tak lama setelah itu, datang seorang kaya dan dermawan dari daerahtersebut. Dan setelah mendapat informasi tentang apa yang terjadi,orang tersebut memberikan uang untuk si perempuan tadi sebesar limaratus dinar. [ 2]

[1] Dia adalah Abu Abdillah Ahmad bin Ja’far bin Abdu Rabbih binHassan. Seorang penulis yang dikenal dengan Al-Barqy. Lihat Al-KhatibAl-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya 4/69.

[2] Al-faraj ba’das-Syiddah 1/181.

Artikel Tanaman Habis Dirusak Badai, Karena Sabar Dia DigantiDengan yang Lebih Baik diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tanaman Habis Dirusak Badai, Karena Sabar Dia DigantiDengan yang Lebih Baik.

Bekerja Di Bank

Kumpulan Artikel Islami

Bekerja Di Bank Bekerja Di Bank

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Kamis, 27 Mei 2004 08:34:14 WIBBEKERJA DI BANKOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Sepupu saya bekerja sebagai pegawai bank, apakah boleh hukumnya dia bekerja di sana atau tidak Tolong berikan kami fatwa tentang hal itu –semoga Allah membalas kebaikan anda- mengingat, kami telah mendengar dari sebagian saudara-saudara kami bahwa bekerja di bank tidak boleh.Jawaban.Tidak boleh hukumnya bekerja di bank ribawi sebab bekerja di dalamnya masuk ke dalam kategori bertolong-menolong di dalam berbuat dosa dan melakukan pelanggaran. Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.â€Å"Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Sesungguhnya Allah amat pedih siksaan-Nya” [Al-Ma’idah : 2]Sebagaimana dimaklumi, bahwa riba termasuk dosa besar, sehingga karenanya tidak boleh bertolong-menolong dengan pelakunya. Sebab, terdapat hadits yang shahih bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : melaknat pemakan riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya.Beliau mengatakan.â€Å"Artinya : Mereka itu sama saja”[Kitabut Da’wah, Juz I, hal.142-143, dari fatwa Syaikh Ibn Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 26-27 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=755&bagian=0


Artikel Bekerja Di Bank diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bekerja Di Bank.

Kadar Nafkah Yang Wajib Atas Suami

Kumpulan Artikel Islami

Kadar Nafkah Yang Wajib Atas Suami

>> Pertanyaan :

Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ditanya: Kebanyakan para istrimenuntut suami dengan tuntutan di luar kemampuan-nya dengan anggapanbahwa demikian itu adalah hak para istri. Apakah hal tersebutdibenarkan?

>> Jawaban :

Sikap dan tindakan tersebut sangat tidak dibenarkan, berdasar-kanfirman Allah : Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurutkemampuan-nya. Dan orang yang disempitkan rizkinya kendaklah memberinafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidakmemikulkan beban kepada seseorang melainkan [sekedar] apa yang Allahberikan kepadanya. [Ath-Thalaq: 7]. Tidak boleh wanita menuntutsesuatu di luar kemampuan suaminya dan tidak dibolehkan menuntutsesuatu yang di luar kewajaran walaupun suami-nya mampu, berdasarkanfirman Allah : Dan bergaullah dengan mereka secara patut. [An-Nisa:19]. Dan juga firman Allah: Dan para wanita mempunyai hak yangseimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf. [Al-Baqarah:228]. Sebaliknya suami tidak boleh menahan harta dan tidak memberinafkah kepada istri secara wajar sebab sebagian suami yang bakhilmenahan harta-nya dan tidak mau memberi nafkah kepada istrinya, dalamkondisi seperti ini istri boleh mengambil nafkah dari harta suaminyawalaupun tanpa sepenge-tahuannya. Dalam suatu riwayat Hindun bintiUtbah mengeluh kepada Rasulullah bahwa suaminya, Abu Sofyan bakhil [pelit/kikir]tidak memberi nafkah secara wajar kepada keluarganya, beliau bersabda: Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupikebutuhanmu dan keluargamu.

Artikel Kadar Nafkah Yang Wajib Atas Suami diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kadar Nafkah Yang Wajib Atas Suami.

Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Kumpulan Artikel Islami

Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Minggu, 24 Oktober 2004 08:30:19 WIBHIKMAH DARI DIWAJIBKAN MENGQADHA PUASA TANPA MENGQADHA SHALAT BAGI WANITA HAIDHOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaaAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta diatanya : Apakah hikmah yang terkandung dalam ketetapan syari'at bahwa wanita haidh wajib mengqadha puasa tanpa diwajibkan mengqadha shalat .JawabanPertama : Telah diketahui bahwa kewajiban seorang muslim adalah melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah kepadanya dan menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang Allah, baik ia tahu ataupun tidak tahu hikmah dari perintah dan larangan itu, yang disertai dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan memerintahkan hamba-Nya melainkan dalam perintah itu terdapat kebaikan bagi mereka, dan Allah tidak akan melarang mereka dari sesuatu melainkan karena yang dilarang itu mengandung bahaya bagi mereka. Semua ketetapan yang terdapat dalam syari'at Allah pasti memiliki hikmah yang telah diketahui Allah, yang diantaranya ditampakkan kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hama-Nya. Demikian ini agar seorang mukmin menjadi bertambah imannya kepad Allah, dan agar Allah bisa merahasiakan dengan apa yang dikehendaki-Nya agar seorang mukmin bertambah keimanannya dengan kepasrahan terhadap perintah Allah.Kedua : Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat itu banyak dan berulang-ulang, yaitu lima kali dalam sehari semalam sehinga untuk mengqadhanya adalah sesuatu hal yang sulit bagi wanita haidh, walaupun haidnya itu hanya satu atau dua hari, Allah berfirman."Artinya : Allah hendak memberikan keringan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah" [An-Nisaa : 18].[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah, 5/397]TIDAK BERPUASA SELAMA DUA BULAN RAMADHAN KARENA SAKIT, KEMUDIAN PADA RAMADHAN KETIGA IA BERPUASA, APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK DUA RAMADHAN YANG TELAH LEWATOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Seorang wanita menderita sakit parah, ketika datang bulan Ramadhan dan dia tak sanggup berpuasa, lalu ketika datang bulan Ramadhan kedua ia pun belum sanggup berpuasa, kemudian datang bulan Ramadhan ketiga, saat itu kesehatannya lebih baik dari sebelumnya maka ia berpuasa, apakah wajib baginya untuk berpuasa untuk dua bulan yang ditinggalkannya itu, ataukah cukup bersedekah saja sebagai penggantinya, perlu diketahui bahwa wanita itu berpuasa selama tiga hari pada setiap bulannya dalam setiap tahun JawabanYang wajib baginya adalah mengqadha puasa yang dua bulan itu berdasarkan keumuman dalil yang terdapat dalam firman Allah."Artinya : ..Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain". [Al-Baqarah : 185]Adapun mengenai puasanya wanita tersebut selama tiga hari setiap bulannya sebagaimana disebutkan oleh penanya, jika niatnya untuk mengqadha puasa yang telah ia tinggalkan selama dua kali bulan Ramadhan, maka niatnya ini sah, dan hendaknya ia melaksanakan sisa puasa dari dua bulan itu, akan tetapi jika niatnya itu hanya sekedar untuk puasa sunat maka kewajiban mengqadha puasanya berarti belum terlaksana, dan karena itu hendaknya ia berpuasa selama dua bulan penuh dan tidak ada kewajiban baginya untuk memberi makan orang miskin, karena wanita itu memiliki udzur dalam menunda qadha puasanya, yaitu karena sakit.[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 14/114-115]MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN SELAMA EMPAT TAHUN KARENA GANGGUAN KEJIWAANOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Ada seorang wanita yang terkena gangguan kejiwaan, demam, kejang dan sebagainya, akibat penyakit itu ia meninggalkan puasa selama kurang lebih empat tahun, apakah dalam keadaan seperti ini wajib baginya untuk mengqadha puasa atau tidak, dan bagaimana hukumnya .JawabanJika ia meninggalkan puasa karena ketidakmampuannya untuk berpuasa, maka wajib baginya untuk mengqadha hari-hari puasa yang telah ditinggalkan selama empat kali bulan Ramadhan itu di saat ia memiliki kesanggupan untuk mengqadhanya, Allah berfirman."Artinya : .. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" [Al-Baqarah : 185]Akan tetapi jika penyakitnya dan ketidakmampuannya untuk berpuasa tidak bisa hilang menurut para dokter, maka ia harus memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yang ia tinggalkan sebanyak setengah sha' berupa gandum atau korma atau beras atau makanan pokok lainnya yang bisa disimpan orang di rumahnya. Sama halnya dengan orang tua renta dan jompo yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, tidak ada keharusan qadha.[Fatawa Ash-Shiyam, halaman 76]IBU SAYA TELAH LANJUT USIA, IA BERPUASA SELAMA LIMA BELAS HARI KEMUDIAN TIDAK BERPUASA KARENA TAK SANGGUP PUASAOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Ibu saya sakit, tepatnya beberapa hari sebelum bulan Ramadhan, penyakit itu cukup menyiksanya sementara ia telah lanjut usia sehingga hanya mampu berpuasa selama lima belas hari di bulan Ramadhan itu, kemudian untuk menyempurnakan puasa di bulan itu ia tidak sanggup, dan juga tidak mampu untuk mengqadhanya. Apakah boleh ia bersedekah sebagai pengganti puasa yang ditinggalkannya, dan berapakah besarnya sedekah itu untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Perlu diketahui bahwa saat ini saya bertanggung jawab atas nafkahnya, dan apakah boleh saya membayar sedekahnya itu di saat ia tidak mampu untuk bersedekah JawabanBarangsiapa yang tidak sanggup berpuasa karena usianya yang telah lanjut atau karena sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka ia harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya, Allah berfirman."Artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] membayar fidyah, [yaitu] memberi makan seorang miskin". [Al-Baqarah : 184]Ibnu Abbas berkata : "Ayat ini diturunkan untuk memberi rukhshah [keringanan] kepada orang tua yang telah lanjut usia baik pria maupun wanita yang tidak sanggup berpuasa, maka keduanya harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari [yang ditinggalkannya] " [Hadits Riwayat Bukhari].Dengan demikian, wajib bagi ibu Anda memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya, yaitu sebanyak setengah sha' yang berupa makanan pokok setempat, jika wanita itu tidak memiliki sesuatu yang harus ia berikan untuk menebus dirinya, maka tidak ada kewajiban apapun baginya. Jika Anda ingin memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan itu atas nama ibu Anda, maka hal itu termasuk perbuatan yang baik, dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.[Ibid, halaman 58][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1135&bagian=0


Artikel Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh.

Syuraih Al-Qadli

Kumpulan Artikel Islami

Syuraih Al-Qadli [Sisi-Sisi Keadilan Islam Nan Membuat Air MataMenitik Terharu]Ada orang yang bertanya kepada Syuraih, 'Bagaimana andamendapatkan ilmu ini.' Dia menjawab, 'Dengan bermudzakarah bersamapara ulama; Aku mengambil dari mereka dan mereka mengambil dariku [Sufyanal-Ausi]

Amirul mu'minin, Umar bin Al-Khaththab membeli seekor kuda dariseorang laki-laki Badui, dan membayar kontan harganya, kemudianmenaiki kudanya dan pergi.

Akan tetapi belum jauh mengendarai kuda, beliau menemukan luka padakuda itu yang membuatnya terganggu ketika berpacu, maka beliau segerakembali ke tempat dimana beliau berangkat, lalu berkata kepada orangBadui tersebut,Ambillah kudamu, karena ia terluka.

Maka orang itu menjawab, Aku tidak akan mengambilnya -wahai Amirulmu'minin- karena aku telah menjualnya kepada Anda dalam keadaan sehattanpa cacat sedikitpun.

Lalu Umar berkata, Tunjuklah seorang hakim yang akan memutus antaramudan aku.

Lalu orang itu berkata, Yang akan menghakimi di antara kita adalahSyuraih bin al-Harits al-Kindi.

Lalu Umar berkata, Baiklah, aku setuju.

Amirul mu'minin Umar bin al-Khathab dan pemilik kuda pun menyerahkanperkaranya kepada Syuraih. Ketika Syuraih mendengar perkataan orangBadui, dia menengok ke arah Umar bin al-Khaththab dan berkata,Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirulmu'minin. Ya. Jawab 'Umar

Syuraih berkata, Simpanlah apa yang Anda beli- wahai Amirul mu'minin-atau kembalikanlah sebagaimana Anda menerima.

Maka Umar melihat kepada Syuraih dengan pandangan kagum dan berkata,

Beginilah seharusnya putusan itu; ucapan yang pasti dan keputusanyang adil. Pergilah Anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagaihakim [Qadli] di sana.

Pada saat diangkat sebagai hakim, Syuraih bin al-Harits bukanlahseorang yang tidak dikenal oleh masyarakat Madinah atau seorang yangkedudukannya tidak terdeteksi oleh ulama dan Ahli Ra'yi dari kalanganpara pembesar Sahabat dan Tabi'in.

Orang-orang besar dan generasi dahulu, telah mengetahui kecerdasan dankecerdikan Syuraih yang sangat tajam, akhlaknya yang mulia danpengalaman hidupnya yang lama dan mendalam.

Dia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan keturunan Kindah, mengalamihidup yang tidak sebentar pada masa Jahiliyah.

Ketika jazirah Arab telah bersinar dengan cahaya hidayah, dan sinarIslam telah menembus bumi Yaman, Syuraih termasuk orang-orang pertamayang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayahdan kebenaran.

Waktu itu mereka telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dankeistimewaannya.

Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita andaikata dia ditakdirkanuntuk datang ke Madinah lebih awal sehingga bertemu Rasulullah SAWsebelum beliau kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliauyang jernih bersih secara langsung, bukan melalui perantara dan supayaberuntung mendapatkan predikat sahabat setelah mengenyam nikmatnyaiman. Dengan begitu, dia akan dapat menghimpun segala kebaikan.

Akan tetapi dia sudah ditakdirkan untuk tidak bertemu denganRasulullah.

Umar al-Faruq radliyallâhu 'anhu tidaklah tergesa-gesa, ketikamenempatkan seorang Tabi'in pada posisi besar di peradilan, sekalipunpada waktu itu langit-langit Islam masih bersinar-sinar denganbintang-bintang sahabat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.Waktu telah membuktikan kebenaran firasat Umar dan ketepatantindakannya dimana Syuraih menjabat sebagai hakim di tengah kaummuslimin sekitar enam puluh tahun berturut-turut tanpa putus.

Pengakuan terhadap kapasitasnya dalam jabatan ini dilakukan secarasilih berganti sejak dari pemerintahan Umar, Utsman, Ali hinggaMuawiyah radliyallâhu 'anhum.

Begitu pula dia diakui oleh para khalifah Bani Umayyah pasca Muawiyah,hingga akhirnya pada zaman pemerintahan al-Hajjaj dia meminta dirinyadibebaskan dari jabatan tersebut.

Dan pada waktu itu dia telah berumur seratus tujuh tahun, dimanahidupnya diisi dengan segala keagungan dan kebesaran.

Sejarah Peradilan Islam telah bergelimang dengan sikap Syuraih yangmenawan dan berkibar dengan ketundukan kalangan elit dan awam kaumMuslimin terhadap syari'at Allah yang ditegakkan Syuraih danpenerimaan mereka terhadap hukum-hukum-Nya.

Buku-buku induk penuh dengan keunikan, berita, perkataan dan tindakantokoh langka satu ini.

Di antara contohnya adalah, bahwa suatu hari Ali bin Abi Thalib RAkehilangan baju besinya yang sangat disukainya dan amat berhargabaginya.

Tidak lama dari itu, dia menemukannya berada di tangan orang kafirdzimmi. Orang itu sedang menjualnya di pasar Kufah.

Ketika beliau melihatnya, beliau mengetahui dan berkata,Ini adalah baju besiku yang jatuh dari ontaku pada malam anu, itempat anu.

Lalu kafir Dzimmi itu berkata, Ini adalah baju besiku dan sekarangada di tanganku, wahai Amirul mu'minin.

Lalu Ali berkata,Itu adalah baju besiku, aku belum pernah menjualnya ataumemberikannya kepada siapapun, hingga kemudian bisa jadi milik kamu.

Lalu orang kafir itu berkata, Mari kita putuskan melalui seorangHakim kaum Muslimin.

Lalu Ali berkata, Kamu benar, mari kita ke sana.

Kemudian keduanya pergi menemui Syuraih al-Qadli, dan ketika keduanyatelah berada di tempat persidangan, Syuraih berkata kepada Ali RA, Adaapa wahai Amirul mu'minin.

Lalu Ali menjawab, Aku telah menemukan baju besiku di bawa orang ini,baju besi itu telah terjatuh dariku pada malam anu dan di tempat anu.Kini ia telah berada di tangannya tanpa melalui jual beli ataupunhibah.

Lalu Syuraih berkata kepada orang kafir itu, Dan apa jawabmu, wahaiorang laki-laki.

Lalu dia menjawab, Baju besi ini adalah milikku dan ia ada ditanganku tapi aku tidak menuduh Amirul mu'minin berdusta.

Maka Syuraih menoleh ke arah Ali dan berkata,Aku tidak meragukan bahwa Anda adalah orang yang jujur dalamperkataanmu, wahai Amirul mu'minin, dan bahwa baju besi itu adalahmilikmu, akan tetapi Anda harus mendatangkan dua orang saksi yang akanbersaksi atas kebenaran apa yang Anda klaim tersebut.

Lalu Ali berkata, Baiklah! Budakku Qanbar dan anakku al-Hasan akanbersaksi untukku.

Maka Syuraih berkata,Akan tetapi kesaksian anak untuk ayahnya tidak boleh, wahai Amirulmu'minin.

Lalu Ali berkata, Ya Subhanallah!! Orang dari ahli surga tidakditerima kesaksiannya!! Apakah Anda tidak mendengar bahwasanyaRasulullah SAW bersabda, al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemudaahli surga.

Lalu Syuraih berkata, Benar wahai Amirul mu'minin! namun aku tidakmenerima kesaksian anak untuk ayahnya.

Setelah itu Ali menoleh ke arah orang kafir itu dan berkata,Ambillah, karena aku tidak mempunyai saksi selain keduanya.

Maka kafir Dzimmi itu berkata,Akan tetapi aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu, wahaiAmirul mu'minin.

Kemudian dia meneruskan perkataannya,Ya Allah! Kok ada Amirul mu'minin menggugatku di hadapan hakim yangdiangkatnya sendiri, namun hakimnya malah memenangkan perkarakuterhadapnya!! Aku bersaksi bahwa agama yang menyuruh ini pastilahagama yang haq. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yangberhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Hamba danutusan Allah.

Ketahuilah wahai Qadli, bahwa baju besi ini adalah benar milik Amirulmu'minin. Aku mengikuti tentara yang sedang berangkat ke Shiffin [Suatudaerah di Siria, di sana terjadi peperangan besar antara Ali danMuawiyah RA] lalu menemukan baju besi terjatuh dari onta berwarnaabu-abu, lalu memungutnya.

Maka Ali RA berkata kepadanya,Karena engkau telah masuk Islam, maka aku menghibahkannya kepadamu,dan aku memberimu juga seekor kuda.

Dan belum lama dari kejadian ini, orang kafir itu ternyata ditemukanmati syahid saat ikut berperang melawan orang-orang Khawarij di bawahbendera Ali, pada perang Nahrawan. Orang itu amat bersemangat dalamberperang hingga dia mati syahid.

Di antara sikap menawan yang ditunjukkan juga oleh Syuraih adalahbahwa pernah suatu hari, putranya berkata kepadanya, Wahai ayahku,sesungguhnya antara aku dan kaum kita ada perselisihan, maka telitilahperkaranya; jika kebenaran ada di pihakku, aku akan menggugat merekake pengadilan dan jika kebenaran ada di pihak mereka, aku akanmengajak mereka berdamai. Kemudian sang putra menuturkan kisahnyakepada ayahnya.

Lalu ayahnya berkata kepadanya, Kalau begitu, pergilah dan ajukanmereka ke pengadilan.

Lalu putranya menemui lawannya dan mengajak mereka memperkarakannya kepengadilan. Mereka pun menyetujuinya.

Dan ketika mereka telah berada di hadapan Syuraih, Syuraih memenangkanperkara mereka terhadap putranya.

Ketika syuraih dan putranya telah pulang ke rumah, sang putra berkatakepada ayahnya, Engkau telah mempermalukanku, wahai ayahku! DemiAllah seandainya aku tidak mengkonsultasikannya terlebih dahulukepadamu, tentu aku tidak akan mengecammu seperti ini.

Maka syuraih berkata, Wahai anakku, Sungguh engkau memang lebih akucintai daripada bumi dan seisinya, akan tetapi Allah 'Azza wa Jallalebih Mulia dan berharga bagiku daripada dirimu. Bila aku beritahukankepadamu bahwa kebenaran berada di pihak mereka, aku khawatir engkauakan mengajak mereka berdamai dimana hal ini akan menghilangkansebagian hak mereka. Karenanya, aku mengatakan kepadamu seperti itutadi.

Pernah terjadi bahwa anak Syuraih menjadi jaminan seseorang, danSyuraih menerimanya, ternyata orang itu kabur dari pengadilan. MakaSyuraih memenjarakan anaknya sebagai ganti jaminan orang yang kaburitu.

Akhirinya, Syuraih sendiri yang mengirimi makanannya setiap hari kepenjara.

Terkadang, Syuraih meragukan sebagian saksi. Namun dia tidakmendapatkan jalan untuk menolak kesaksiannya, karena syarat keadilantelah mencukupi mereka, maka dia berkata kepada mereka sebelum merekamenyatakan kesaksiannya,Dengarkanlah aku -mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada andasemua- Sesungguhnya yang menghakimi orang ini adalah kalian sendiri.Dan sesungguhnya aku hanya menjaga diri dari api neraka melaluikalian. Karena itu, bila kalian sendiri yang berlindung darinya adalahlebih utama lagi.

Sekarang memungkinkan bagi kalian untuk tidak memberikan kesaksian danberlalu.

Jika mereka bersikeras untuk bersaksi, Syuraih menoleh kepada orangyang mereka bersaksi untuknya, seraya berkata,Ketahuilah, wahai tuan, sesungguhnya aku mengadili Anda melaluikesaksian mereka. Dan sesungguhnya aku melihat Anda adalah orang yangdzalim. Akan tetapi aku tidak boleh memberikan putusan berdasarkansangkaan, tetapi berdasarkan kesaksian para saksi. Dan sesungguhnyakeputusanku, tidak menghalalkan sama sekali apa yang diharamkan Allahterhadapmu.

Dan ungkapan yang sering diulang-ulang oleh Syuraih di ruang sidangnyaadalah perkataannya,Besok orang dzalim akan mengetahui siapa yang rugi. Sesungguhnyaorang yang dzalim sedang menunggu siksa. Sedangkan orang yangteraniaya menunggu keadilan. Dan sesungguhnya aku bersumpah kepadaAllah, bahwa tidak ada seorangpun yang meninggalkan sesuatu karenaAllah Azza wa Jalla, kemudian dia merasa kehilangannya.

Syuraih bukan hanya sebagai penasehat karena Allah, Rasul-Nya danKitab-Nya saja, akan tetapi dia juga penasehat untuk kalangan awam dankalangan khusus kaum muslimin semua.

Salah seorang dari mereka meriwayatkan, Syuraih memperdengarkankepadaku suatu ucapan saat aku mengadukan sebagian sesuatu yangmeresahkanku karena ulah seorang kawanku.

Lantas Syuraih memegang tanganku dan menarikku ke pinggir serayaberkata,Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengadu kepada selain Allah Azzawa Jalla. Karena sesungguhnya orang yang kamu mengadu kepadanya, bisajadi dia adalah kawanmu atau musuhmu. Kalau dia kawan, berarti kamuakan membuatnya bersedih. Dan kalau dia musuh, maka kamu akanditertawakannya.

Kemudian dia berkata, Lihatlah mataku ini- dan dia menunjuk ke salahsatu matanya- Demi Allah, aku tidak bisa melihat seseorang dan jalankarenanya sejak lima belas tahun lalu. Sekalipun demikian, aku tidakceritakan kepada siapapun mengenainya, kecuali kepadamu sekarang ini.Tidakkah kamu mendengar ucapan seorang hamba yang shaleh [yakni NabiYa'qub a.s], 'Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukankesusahan dan kesedihanku.'[Yusuf:86]. Maka jadikanlah Allah Azza waJalla sebagai tempat mengadu dan melampiaskan kesedihanmu setiap kalimusibah menimpamu.

Karena Dia adalah Dzat Yang paling Dermawan dan Yang paling dekatuntuk diseru.

Pada suatu hari, dia melihat ada seseorang sedang meminta sesuatukepada orang lain, lalu dia berkata kepadanya,Wahai anak saudaraku, siapa yang memohon hajat kepada manusia, makadia telah menjerumuskan dirinya ke dalam perbudakan. Jika orang yangdiminta itu memberinya, maka dia telah menjadikannya budak karenapemberian itu.

Dan jika orang itu tidak memberinya, maka keduanya akan kembali dengankehinaa. Yang satu, hina karena bakhil sedangkan yang satu lagi hinakarena ditolak.

Maka jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohonpertolongan, memohonlah pertolongan kepada Allah.

Dan ketahuilah, bahwa tidak ada upaya, kekuatan dan pertolongankecuali dengan Allah.

Saat suatu ketika, di Kufah telah mewabah penyakit Tha'un, lalu salahseorang sahabat Syuraih kabur dari sana menuju ke Najef untukmenyelamatkan diri dari penyakit tersebut, maka Syuraih mengirim suratkepadanya,Amma ba'du, Sesungguhnya daerah yang kamu tinggalkan tidakmendekatkan kematianmu dan tidak juga merampas hari-harimu.

Dan sesungguhnya daerah yang kamu pindah ke sana adalah berada dalamgenggaman Dzat Yang tidak bisa dikalahkan dengan usaha dan tidak akanluput pelarian itu dari-Nya.

Dan sesungguhnya kami dan kamu juga berada di atas hamparan Raja YangSatu.

Dan sesungguhnya Najef adalah sangat dekat dari Dzat Yang Maha Kuasa.

Di samping hal itu semua, Syuraih juga seorang penyair, mudah dicerna,manis penyampaiannya dan tema-temanya begitu memikat.

Menurut suatu riwayat, dia mempunyai seorang anak berumur sekitarsepuluh tahun, dan anak itu lebih suka meghabiskan waktu untuk bermaindan berhura-hura.

Pada suatu hari dia kehilangan anak itu, dan ternyata anak itu tidakmasuk sekolah dan menggunakan wakut tersebut untuk melihatanjing-anjing.

Dan ketika anak itu pulang, dia bertanya kepadanya, Apakah kamu sudahshalat

Maka anak itu menjawab, Belum.

Lalu Syuraih meminta kertas dan pena, lalu menulis surat kepada guruanak itu dalam untain berikut:

Anak ini meninggalkan shalat karena mencari anjing-anjing

Mengincar kejelekan bersama anak-anak nakal

Sungguh dia akan menemuimu besok membawa secarik lembaran

Dituliskan untuknya seperti lembaran pemohon [minta dieksekusi]

Jika dia datang kepadamu, maka obatilah dengan celaan

Atau nasehati dengan nasehat orang bijak lagi cerdik

Jika ingin memukulnya, maka pukullah dengan alat

Jika pukulan telah sampai tiga kali, maka hentikanlah

Ketahuilah bahwa Anda tidak akan mendapatkan sepertinya

Apapun yang diperbuatnya, ia adalah jiwa yang paling berharga bagiku

Mudah-mudahan Allah meridhai Umar al-Faruq yang telah menghias wajahperadilan Islam dengan permata yang mulia lagi asli. Mutiara yangputih dan tampak menawan.

Beliau telah memberikan lentera terang kepada kaum muslimin yanghingga sekarang mereka masih mengambil sinar kefiqihannya terhadapsyariat Allah.

Berpetunjuk dengan cahaya kefahamannya terhadap Sunnah Rasulullah.

Dan berbangga dengannya terhadap umat-umat lain pada hari kiamat.

Mudah-mudahan Allah merahmati Syuraih aql-Qadhli.

Dia telah menegakkan keadilan di tengah manusia selama enam puluhtahun, tidak pernah berbuat dzalim terhadap siapapun, tidak pernahmelenceng dari kebenaran serta tidak pernah membedakan antara raja danmasyarakat biasa.

CATATAN:

Sebagai bahan tambahan biografi Syuraih al-Qadli, silahkan baca:

ath-Thabaqat al-Kubra, oleh Ibnu Sa'd, 6/11, 34, 94, 108, 109,170, 206, 268, dan 7/151, 194, 453 dan 8/ 494.

Shifat ash-Shafwah, oleh Ibnu Al-Jauzi [cetakan Halb], 3/38.

Hilyatu al-Auliya, oleh Al-Ashfahani, 4/256-258.

Tarikh ath-Thabari, oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jilid 4,5,6 [Lihatdaftar isi di jilid 10]

Tarikh Khalifah Ibnu Khayyath, 129, 158, 184, 217, 251, 266,298, 304.

Syadzarat adz-Dzahab, 1/85-86.

Fawat al-Wafayat, 2/167-169.

Kitab al-Wafayat, oleh Ahmad bin Hasan bin Ali bin Al-Khathib,80-81.

al-Muhabbar, oleh Muhammad bin Habib, 305, 387.

Dairatu al-Ma'arif, oleh farid Wajdi, 5/373-473.

Artikel Syuraih Al-Qadli diambil dari http://www.asofwah.or.id
Syuraih Al-Qadli.

Q a d h a

Kumpulan Artikel Islami

Q a d h a Q a d h a

Kategori Puasa

Jumat, 22 Oktober 2004 14:42:10 WIBQ A D H AOlehSyaikh Salim bin 'Ied Al-HilaalySyaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid[1]. Qadha' Tidak Wajib Segera DilakukanKetahuilah wahai sauadaraku se-Islam -mudah-mudahan Allah memberikan pemahaman agama kepada kita- bahwasanya mengqdha' puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan segera, kewajibannya dengan jangka waktu yang luas berdasarkan satu riwayat dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha."Artinya : Aku punya hutang puasa Ramadhan dan tiak bisa mengqadha'nya kecuali di bulan Sya'ban" [Hadits Riwayat Bukhari 4/166, Muslim 1146] [1]Berkata Al-Hafidz di dalam Al-Fath 4/191 : "Dalam hadits ini sebagai dalil atas bolehnya mengakhirkan qadha' Ramadhan secara mutlak, baik karena udzur ataupun tidak".Sudah diketahui dengan jelas bahwa bersegera dalam mengqadha' lebih baik daripada mengakhirkannya, karena masuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan untuk bersegera dalam berbuat baik dan tidak menunda-nunda, hal ini didasarkan ayat dalam Al-Qur'an."Artinya : Bersegeralah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian" [Ali Imran : 133]"Artinya : Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya" [Al-Mu'minuun : 61][2]. Tidak Wajib Berturut-Turut Dalam Mengqadha' Karena Ingin Menyamakan Dengan Sifat Penunaiannya.Berdasarkan firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 185."Artinya : Maka [wajiblah baginya berpuasa] sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain"Dan Ibnu Abbas berkata :"Artinya : Tidak mengapa dipisah-pisah [tidak berturut-turut]" [2]Abu Hurairah berkata : "Diselang-selingi kalau mau" [Lihat Irwaul Ghalil 4/95]Adapun yang diriwayatkan Al-Baihaqi 4/259, Daruquthni 2/191-192 dari jalan Abdurrahman bin Ibrahim dari Al'Ala bin Abdurrahman dari bapaknya dan Abu Hurairah secara marfu'."Artinya : Barangsiapa yang punya hutang puasa Ramadhan, hendaknya diqadha' secara berturut-turut tidak boleh memisahnya"Ini adalah riwayat yang Dhaif. Daruquthni bekata : Abdurrahman bin Ibrahim Dhaif.Al-Baihaqi berkata : Dia [Abdurrahman bin Ibrahim] di dhaifkan oleh Ma'in, Nasa'i dan Daruquthni".Ibnu Hajar menukilkan dalam Talkhisul Habir 2/206 dari Abi Hatim bahwa beliau mengingkari hadits ini karena Abdurrahman.Syaikh kami Al-Albany Rahimahullah telah membuat penjelasan dhaifnya hadits ini dalam Irwa'ul Ghalil no. 943. Adapun yang terdapat dalam Silsilah Hadits Dhaif 2/137 yang terkesan bahwa beliau menghasankannya dia ruju' dari pendapatnya.Peringatan.Kesimpulannya, tidak ada satupun hadits yang marfu' dan shahih -menurut pengetahuan kami- yang mejelaskan keharusan memisahkan atau secara berturut-turut dalam mengqadha', namun yang lebih mendekati kebenaran dan mudah [dan tidak memberatkan kaum muslimin, -ed] adalah dibolehkan kedua-duanya. Demikian pendapatnya Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. Abu Dawud berkata dalam Al-Masail-nya hal. 95 : "Aku mendengar Imam Ahmad ditanya tentang qadha' Ramadhan" Beliau menjawab : "Kalau mau boleh dipisah, kalau mau boleh juga berturut-turut". Wallahu 'alam.Oleh karena itu dibolehkannya memisahkan tidak menafikan dibolehkannya secara berturut-turut.[3]. Ulama Telah Sepakat Bahwa Barangsiapa yang Wafat dan Punya Hutang Shalat, Maka Walinya Apa Lagi Orang Lain Tidak Bisa Mengqadha'nya.Begitu pula orang yang tidak mampu puasa, tidak boleh dipuasakan oleh anaknya selama dia hidup, tapi dia harus mengeluarkan makanan setiap harinya untuk seorang miskin, sebagaimana yang dilakukan Anas dalam satu atsar yang kami bawakan tadi.Namun barangsiapa yang wafat dalam keadaan mempunyai hutang nadzar puasa, harus dipuasakan oleh walinya berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Barangsiapa yang wafat dan mempunyai hutang puasa nadzar hendaknya diganti oleh walinya" [Bukhari 4/168, Muslim 1147]Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : "Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata : "Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat dan dia punya hutang puasa setahun, apakah aku harus membayarnya" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Ya, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar" [Bukhari 4/168, Muslim 1148]Hadits-hadits umum ini menegaskan disyariatkannya seorang wali untuk puasa [mempuasakan] mayit dengan seluruh macam puasa, demikian pendapat sebagian Syafi'iyah dan madzhabnya Ibnu Hazm [7/2,8].Tetapi hadits-hadits umum ini dikhususkan, seorang wali tidak puasa untuk mayit kecuali dalam puasa nadzar, demikian pendapat Imam Ahmad seperti yang terdapat dalam Masa'il Imam Ahmad riwayat Abu Dawud hal. 96 dia berkata : Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata : "Tidak berpuasa atas mayit kecuali puasa nadzar". Abu Dawud berkata, "Puasa Ramadhan ". Beliau menjawab, "Memberi makan".Inilah yang menenangkan jiwa, melapangkan dan mendinginkan hati, dikuatkan pula oleh pemahaman dalil karena memakai seluruh hadits yang ada tanpa menolak satu haditspun dengan pemahaman yang selamat khususnya hadits yang pertama. Aisyah tidak memahami hadits-hadits tersebut secara mutlak yang mencakup puasa Ramadhan dan lainnya, tetapi dia berpendapat untuk memberi makan [fidyah] sebagai pengganti orang yang tidak puasa Ramadhan, padahal beliau adalah perawi hadits tersebut, dengan dalil riwayat 'Ammarah bahwasanya ibunya wafat dan punya hutang puasa Ramadhan kemudian dia berkata kepada Aisyah : "Apakah aku harus mengqadha' puasanya " Aisyah menjawab : "Tidak, tetapi bersedekahlah untuknya, setiap harinya setengah gantang untuk setiap muslim".Diriwayatkan Thahawi dalam Musykilat Atsar 3/142, Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/4, ini lafadz dalam Al-Muhalla, dengan sanad sahih.Sudah disepakati bahwa rawi hadits lebih tahu makna riwayat hadits yang ia riwayatkan. Yang berpendapat seperti ini pula adalah Hibrul Ummah Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata : "Jika salah seorang dari kalian sakit di bulan Ramadhan kemudian wafat sebelum sempat puasa, dibayarkan fidyah dan tidak perlu qadha', kalau punya hutang nadzar diqadha' oleh walinya" Diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/7, beliau menshahihkan sanadnya.Sudah maklum bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma adalah periwayatan hadits kedua, lebih khusus lagi beliau adalah perawi hadits yang menegaskan bahwa wali berpuasa untuk mayit puasa nadzar. Sa'ad bin Ubadah minta fatwa kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam " Ibuku wafat dan beliau punya hutang puasa nadzar" Beliau bersabda : "Qadha'lah untuknya". Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta lainnya.Perincian seperti ini sesuai dengan kaidah ushul syari'at sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam I'lamul Muwaqi'in dan ditambahkan lagi penjelasannya dalam Tahdzibu Sunan Abi Dawud 3/279-282. [Wajib] atasmu untuk membacanya karena sangat penting. Barangsiapa yang wafat dan punya hutang puasa nadzar dibolehkan diqadha' oleh beberapa orang sesuai dengan jumlah hutangnya.Al-Hasan berkat : "Kalau yang mempuasakannya tiga puluh orang seorangnya berpuasa satu hari diperbolehkan"[2] Diperbolehkan juga memberi makan kalau walinya mengumpulkan orang miskin sesuai dengan hutangnya, kemudian mengenyangkan mereka, demikian perbuatan Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.]_________Foote Note.[1]. Dikatakan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Tamamul Minnah hal.422. setelah membawakan hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim bahwasanya beliau [yakni Aisyah] tidak mampu dan tidak dapat mengqadha' pada bulan sebelum Sya'ban, dan hal ini menunjukkan bahwa beliau kalaulah mampu niscaya dia tidak akan mengahhirkan qadha' [sampai pada ucapan Syaikh] maka menjadi tersamar atasnya bahwa ketidak mampuan Aisyah adalah merupakan udzur [alasan] Maka perhatikanlah, -pent[2]. Bukhari 4/112 secara mu'allaq, dimaushulkan oleh Daruquthni dalam Kitabul Mudabbij, dishahihkan sanadnya oleh Syaikhuna Al-Albany dalam Mukhtashar Shahih Bukhari 1/58

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1130&bagian=0


Artikel Q a d h a diambil dari http://www.asofwah.or.id
Q a d h a.

Terlaknatnya Orang Yang Suka Menyebarkan Fitnah

Kumpulan Artikel Islami

Terlaknatnya Orang Yang Suka Menyebarkan Fitnah

>> Pertanyaan :

Apa hukum laki-laki yang melarang istrinya berkunjung ke rumahkeluarganya jika memang keluarganya itu selalu menyebarkan konflik danikut campur dalam kehidupan rumah tangganya Apa pula batas minimalyang dituntut dari seorang istri dalam bersilaturrahmi dengankeluarganya. Apakah cukup dengan surat dan pembicaraan lewat teleponsaja?

>> Jawaban :

Benar. Seorang laki-laki berhak melarang istrinya berkunjung ke rumahkeluarganya jika kunjungan tersebut merusak agamanya dan menimbulkankerusakan pada hak suaminya. Karena mencegahnya berarti tindakanpreventif terhadap hal-hal yang bisa merusak di samping masih ada caralain bagi si istri untuk menghubungi keluarganya selain denganberkunjung ke rumah mereka, yaitu dengan mengirim surat atau berbicaralewat telepon jika itu tidak menimbulkan kekhawatiran lain,berdasarkan firman Allah Taala,

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. [At-Taghabun:16].

Ada ancaman keras terhadap orang yang berusaha merusak pan-danganseorang istri terhadap suaminya dan membuat si istri berfikiran burukterhadap suaminya. Disebutkan dalam sebuah hadits,

Bukanlah dari golongan kami orang yang sukamembual kepada seorang wanita tentang keburukan-keburukan suaminya.

Maksudnya adalah merusak perilakunya terhadap suaminya danmenyebabkannya berbuat nusyuz terhadapnya. Yang wajib atas keluarga siistri adalah memelihara kedamaian antara mereka berdua, karena hal itumerupakan kemaslahatannya dan kemaslahatan mereka juga.

[ Kitab Ad-Dawah [7], Syaikh Al-Fauzan, hal. 156.]

Artikel Terlaknatnya Orang Yang Suka Menyebarkan Fitnah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Terlaknatnya Orang Yang Suka Menyebarkan Fitnah.

Seorang Ayah Berkewajiban Mendakwahi Anak-Anaknya Dengan Cara Yang Terbaik

Kumpulan Artikel Islami

Seorang Ayah Berkewajiban Mendakwahi Anak-Anaknya Dengan Cara Yang Terbaik Seorang Ayah Berkewajiban Mendakwahi Anak-Anaknya Dengan Cara Yang Terbaik

Kategori Keluarga

Selasa, 19 April 2005 07:51:30 WIBSEORANG AYAH BERKEWAJIBAN MENDAKWAHI ANAK-ANAKNYA DENGAN CARA YANG TERBAIKOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang tua yang patuh beragama sering menghadapi kesulitan disebabkan ketidak patuhan anak-anak mereka secara sempurna terhadap hukum-hukum Islam. Misalnya dalam menjaga shalat dan dasar-dasar Islam lainnya, bahkan melakukan beberapa perbuatan maksiat, seprti menonton film, memakan riba, terkadang tidak menghadiri shalat berjama'ah –kadang-kadang-, mencukur jenggot serta kemungkaran-kemungkaran lainnya. Maka apakah sikap seorang ayah yang muslim dan taat [mustaqim] terhadap anak-anak tersebut Dan apakah ia harus bersikap keras terhadap mereka atau bersikap lembut Jawaban.Menurut pandagan saya hendaknya [seorang ayah] mendakwahi mereka dengan cara yang terbaik sedikit demi sedikit. Apabila mereka terjatuh dalam beberapa maksiat maka hendaknya ia melihat [maksiat] yang paling berat, lalu memulai [dakwah –pen] dengannya dan mengulang-ulangi diskusi dengan mereka hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala memudahkan urusan ini dan merekapun meninggalkannya. Namun jika mereka tidak mungkin meresponnya maka perbuatan-perbuatan maksiat berbeda-beda, sebagian di antaranya tidak mungkin membiarkan anak bersama Anda sementara ia melakukannya, dan sebagian ada yang dibawahnya. Maka bila seorang menghadapi pertentangan antara dua mafsadah, sementara keduanya pasti harus terjadi atau salah satunya pasti terjadi, maka melakukan yang lebih ringan [mafsadah]nya itulah yang adil dan itulah yang hak.Akan tetapi problem yang juga terjadi adalah kebalikan dari pertanyaan ini, yaitu bahwa sebagian pemuda menemui kesulitan disebabkan penyimpangan ayahnya, dimana sang pemuda itu adalah seorang yang multazim namun ayahnya justru berbeda dari itu. Maka Anda akan menemukan ayahnya selalu menentangnya dalam banyak masalah. Kini nasehat saya kepada para bapak tersebut adalah hendaknya mereka takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap diri mereka dan anak-anak mereka, hendaknya mereka memandang arah [perilaku] anak-anak mereka dan istiqomahnya itu sebagai suatu nikmat yang patut mereka syukuri kepada Allah baginya, karena keshalihan anak-anak mereka itu akan bermanfaat bagi mereka ketika masih hidup dan ketika telah mati. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Apabila seorang insan mati maka terputuslah semua amalannya, kecuali dari tiga hal : sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo'akannya" [1]Saya juga mengarahkan pembicaraan kepada para putra dan putri, bahwa ayah ataupun ibu mereka jika memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak ada keataatan dalah hal itu, tidak wajib taat kepada mereka[2], dan menyelisihi mereka –walaupun mereka marah- tidaklah termasuk kedurhakaan, bahkan itu termasuk berbakti dan berbuat baik pada keduanya agar dosa dan kejahatan mereka tidak bertambah disebabkan kalian melakukan maksiat yang mereka perintahkan. Maka apabila kalian menolak berbuat maksiat yang mereka perintahkan, maka sebenarnya kalian telah berbakti pada mereka, karena kalian telah menghalangi mereka untuk tidak menambah dosa. Maka kalian jangan menta'ati mereka dalam kemaksiatan selama-lamanya.Adapun dalam ketaatan yang itu meninggalkannya bukan termasuk maksiat, maka seyogyanya seseorang melihat apakah yang lebih mengandung maslahat. Jika ia melihat yang lebih maslahat adalah menyelisihi mereka, maka hendaknya ia menyelisihi mereka. Akan tetapi hendakanya menyiasatinya jika ketaatan tersebut termasuk yang boleh ditolak dan disembunyikan dari mereka, maka hendaklah ia menolak dan menyembunyikannya dari mereka, maka hendaklah ia menolak dan menyembunyikannya dari mereka. Dan jika [ketaatan] tersebut termasuk [yang mungkin di tolak namun] tidak mungkin disembunyikan maka ia dapat menampakkannya dan berusaha untuk menjelaskan dengan tuntas kepada mereka [para orang tua] bahwa hal itu tidaklah membawa mudharat jika dilakukan, atau dengna ungkapan yang semacamnya yang dapat memuaskan [orang tua].[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]_________Foote Note[1] Hadits Riwayat Muslim No. 1631 dalam kitab Al-Wshiyah, bab Maa Yalhaqul Insan Min Ats-Tsawaab Ba'da Wafatihi, dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu[2] Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidak ada keta'atan bagi makhluq dalam bermaksiat kepada Khaliq" Dikeluarkan oleh Ahmad [1/131]. Al-Arna'uth berkata : "sanadnya lemah, akan tetapi mempunyai syahid dari hadits Al-Hakam bin Amr Al-Ghifari dan Imran bin Hushain Radhiyallahu 'anhu pada Ahmad [5/66,67] dan Ath-Thayalisi 856 dan sanadnya shahih, dishahihkan oleh Al-Hakam [2/443] dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Ia juga mempunyai syahid [dari] apa yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari no. 7145, Muslim no. 1840 dari Ali Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, keta'atan itu hanya pada yang ma'ruf" Lihat Silsilah Ash-Shahihah oleh Al-Albani [179-181].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1408&bagian=0


Artikel Seorang Ayah Berkewajiban Mendakwahi Anak-Anaknya Dengan Cara Yang Terbaik diambil dari http://www.asofwah.or.id
Seorang Ayah Berkewajiban Mendakwahi Anak-Anaknya Dengan Cara Yang Terbaik.

Putri-Putri Saudara Kandung Tidak Mewarisi Warisan Paman Yang Meninggal Jika Ada Laki-Laki

Kumpulan Artikel Islami

Putri-Putri Saudara Kandung Tidak Mewarisi Warisan Paman Yang Meninggal Jika Ada Laki-Laki Putri-Putri Saudara Kandung Tidak Mewarisi Warisan Paman Yang Meninggal Jika Ada Laki-Laki

Kategori Waris Dan Wasiat

Selasa, 14 Juni 2005 07:17:59 WIBPUTRI-PUTRI SAUDARA KANDUNG TIDAK MEWARISI WARISAN PAMAN YANG MENINGGAL JIKA ADA LAKI-LAKIOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Seorang laki-laki meninggal dunia, ia tidak mempunyai istri tidak pula anak, tapi ada keponakan dari saudara kandungnya yang telah meninggal. Apakah keponakan-keponakan itu, baik laki-laki maupun perempuan, mewarisi harta pamannya yang meninggal itu JawabanJika kenyataannya seperti yang disebutkan oleh penanya, maka seluruh warisan itu menjadi hak anak-anak laki-laki saudaranya itu, adapun anak-anak perempuannya tidak mewarisi, demikian menurut ijma’ kaum Muslimin berdasrkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamâ€Å"Artinya : Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahli warisnya, adapun selebihnya menjadi hak kerabat laki-laki yang paling dekat hubungannya [dengan si mayat]” [Disepakati keshahihannya]Karena keponakan-keponakan perempuan itu tidak termasuk ashabul furudh dan tidak juga ashabah tapi termasuk dzawil arham menurut ijma’ para ahlul ilmi.[Ibnu Baz, Fatawa Islamiyah, Juz 3, hal. 56]BAGIAN WARISAN BAGI YANG TELAH MENINGGAL KETIKA AYAHNYA MASIH HIDUPOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaan.Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa hukum syari’at tentang mencegah seorang laki-laki yang meninggal ketika ayahnya masih hidup dari harta warisan, walaupun yang meninggal itu mempunyai banyak anak yang masih kecil-kecil dan juga miskin Apakah kita boleh memberikan sedikit bagian kepada mereka [anak-anaknya] walaupun tidak disukai oleh para ahli waris Jawaban.Disyari’atkan bagi seseorang, bila anaknya meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anak, ketika ia masih hidup, untuk mewasiatkan bagi mereka [cucu-cucunya itu] bagian yang kurang dari sepertiganya walaupun paman-paman mereka tidak menyukai hal ini. Karena seseorang itu berhak menggunakan sepertiga hartanya setelah ia meninggal dunia. Jika cucu-cucu itu tidak ikut mewarisi maka dianjurkan untuk mewasiatkan bagian ayah mereka jika sebanyak sepertiganya atau kurang, sesuai dengan ijtihadnya. Kalau ia tidak berwasiat, maka cucu-cucunya itu tidak mendapatkan apa-apa kecuali jika paman-paman mereka mengizinkannya.[Syaikh Ibnu Jibrin, Fatawa Islamiyah, Juz 3, hal. 54][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1456&bagian=0


Artikel Putri-Putri Saudara Kandung Tidak Mewarisi Warisan Paman Yang Meninggal Jika Ada Laki-Laki diambil dari http://www.asofwah.or.id
Putri-Putri Saudara Kandung Tidak Mewarisi Warisan Paman Yang Meninggal Jika Ada Laki-Laki.

Pendahuluan : Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Pendahuluan : Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah 1/2 Pendahuluan : Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah 1/2

Kategori Rifqon Ahlassunnah

Kamis, 29 April 2004 07:57:56 WIBPENDAHULUAN : RIFQON AHLASSUNNAH BI AHLISSUNNAHOlehSyaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-BadrBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]RIFQON AHLASSUNNAH BI AHLISSUNNAH [Menyikapi Fenomena TAHDZIR & HAJR]Segala puji hanya milik Allah, yang telah mempersatukan hati orang-orang beriman, yang mendorong mereka untuk berkumpul dan bersatu, serta memperingatkan mereka dari perpecahan dan perselisihan. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, yang menciptakan dan menentukan, menetapkan syari’at dan memudahkannya. Allah Maha Penyayang terhadap hama-hambaNya yang beriman. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, yang memerintahkan untuk memberikan kemudahan dan kabar gembira. Beliau bersabda.â€Å"Artinya : Mudahkanlah dan jangan kalian persulit. Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari”Semoga shalawat, salam dan keberkahan senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga beliau yang disucikan, serta para sahabat beliau yang disebutkan oleh Allah sebagai orang-orang keras terhadap orang-orang kafir dan amat lemah lembut terhadap sesama mereka. Semoga shalawat, salam, dan keberkahan tadi juga tercurah kepada orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dan benar sampai hari kiamat.Ya Allah berilah aku petunjuk, dan tunjukkanlah [kebenaran] padaku serta jadikanlah aku sebagai sebab bagi orang lain untuk mendapatkan petunjuk.Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari rasa dengki dan luruskanlah lisanku dalam menyampaikan kebenaran.Ya Allah, aku berlindung kepadaMu agar tidak menjadi orang yang menyesatkan atau disesatkan, orang yang menggelincirkan atau yang digelincirkan, orang yang mendzalimi atau didzalimi, membodohi atau dibodohi.Amma ba’du.Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Mereka menisbatkan [menyandarkan] diri kepada Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk berpegang teguh kepada Sunnahnya.Beliau bersabda.â€Å"Artinya : Wajib bagi kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah sesudahku yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah kalian dengan Sunnah tersebut, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian”Beliau juga telah memperingatkan kita agar tidak menyelisihi sunnah beliau. Dalam hal ini beliau bersabda.â€Å"Artinya : Hati-hatilah kalian terhadap segala perkara yang baru [dalam masalah agama], karena setiap perkara yang baru seperti itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”Dalam hadits yang lain beliau bersabda.â€Å"Artinya : Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku”Keadaan Ahlus Sunnah ini berbeda dengan kelompok lainnya, yaitu kalangan para pengikut hawa nafsu dan para pelaku bid’ah. Para pengikut hawa nafsu dan para pelaku bid’ah menempuh jalan yang tidak ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.Akidah Ahlus Sunnah tampak sejak Nabi diangkat menjadi rasul dan selama beliau masih hidup, sedangkan akidah ahli hawa [para pengikut hawa nafsu] muncul setelah beliau wafat. Ada yang muncul pada akhir generasi sahabat; ada yang muncul setelah generasi sahabat.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberitakan kepada para sahabat beliau bahwa barangsiapa di antara mereka berumur panjang niscaya akan menjumpai perpecahan dan perselisihan. Rasulullah bersabda.â€Å"Artinya : Dan sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang berumur panjang maka dia akan melihat perselisihan”Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi tuntunan kepada mereka untuk menempuh jalan yang lurus, yaitu dengan mengikuti sunnah beliau dan sunnah para Khalifahnya yang mendapatkan petunjuk [Khulafa’ Ar-Rasyidah]. Rasulullah juga telah memperingtkan kita agar menjauhi perkara-perkara yang baru dalam agama, dan memberitahukan bahwa semua itu adalah sesat.Suatu hal yang sangat tidak masuk akal bila para sahabat tidak mengetahui kebenaran dan petunjuk [dengan jelas dan gamblang] sementara orang-orang yang datang setelah mereka lebih mengetahui kebenaran dan petunjuk. Sesungguhnya bid’ah yang diada-adakan orang-orang setelah generasi sahabat itu tidak lain dalah keburukan. Seandainya bid’ah yang mereka ada-adakan itu lebih baik, niscaya para sahabat akan melakukannya terlebih dahulu.[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir & Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, hal 7-16, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=670&bagian=0


Artikel Pendahuluan : Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pendahuluan : Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah 1/2.

Hukum Orang Yang Berpuasa Ramadhan Selama Tiga Puluh Hari Terus Menerus

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Orang Yang Berpuasa Ramadhan Selama Tiga Puluh Hari Terus Menerus Hukum Orang Yang Berpuasa Ramadhan Selama Tiga Puluh Hari Terus Menerus

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Senin, 10 Oktober 2005 11:48:28 WIBHUKUM ORANG YANG BERPUASA RAMADHAN SELAMA TIGA PULUH HARI TERUS MENERUSOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada sekelompok kaum muslimin yang setiap kali Ramadhan selalu berpuasa selama 30 hari. Bagaimana hukumnya JawabanBerdasarkan hadits-hadits shahih yang sangat terkenal dan berdasarkan ijma’ para shahabat Radhiyallahu anhum dan para ulama yang mengikuti mereka dengan baik, jumlah hari dalam satu bulan adalah kadang-kadang 30 dan kadang-kadang 29.Maka barangsiapa yang [setiap tahun] terus menerus berpuasa Ramadhan selama 30 hari tanpa melihat hilal ; maka dia telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sunnah dan ijma’ dan dia telah mengada-adakan bid’ah dalam agama ini yang tidak pernah diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Ikutilah apa yang telah diturunkan dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti selain itu” [Al-A’raaf : 3]Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Katakanlah : ‘Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku [Muhammad] niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian” [Ali-Imran : 31]Firman Allah Subhanahu wa Ta’alaâ€Å"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya” [Al-Hasyr : 7]Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Itulah hudud [hukum-hukum] Allah. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya niscaya Allah akan masukkan dia ke dalam Surga [taman-taman] yang didalamnya mengalir sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya serta melannggar batasan-batasan [larangan-larangan]Nya niscaya Allah akan memasukkan dia kedalam Neraka dan dia kekal di dalamnya dan baginya azab yang menghinakan” [An-Nisaa : 13-14]Dan ayat-ayat yang semakna dengan ini jumlahnya cukup banyak.Disebutkan di dalam dua kitab shahih dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Brpuasalah kalian kalau kalian melihat hilal [bulan] dan jika mendung maka perkirakanlah”Di dalam riwayat Muslim disebutkan.â€Å"Artinya : ….. Maka genapkanlah 30 hari”Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain disebutkan.â€Å"Artinya : Jika kalian melihat hilal [Ramadhan] maka berpuasalah. Dan jika kalian melihat hilal [Syawal] maka berhentilah puasa. Dan jika mendung genapkanlah 30 hari”Di dalam shahih Bukhari diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Berpuasalah kalian ketika kalian melihat hilal dan berhentilah berpuasa ketika kalian melihat hilal. Dan jika mendung, maka berpuasalah selama 30 hari”Dalam riwayat lain disebutkan.â€Å"Artinya : … Maka sempurnakanlah bilangannya menjadi 30 hari”Dalam riwayat lain disebutkanâ€Å"Artinya : … Maka sempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari”Dalam riwayat Hudzaifah Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersanda.â€Å"Artinya : Janganlah kalian berpuasa sebelum kalian melihat hilal [Ramadhan] atau kalian sempurnakan bilangannya [Sya’ban menjadi 30 hari]. Dan janganlah kalian berhenti berpuasa [Ramadhan] sebelum kalian melihat hilal [Syawal] atau kalian sempurnakan bilangannya [Ramadhan menjadi 30 hari]” [Hadits Riwayat Abu Dawud dan An-Nasaa’i] dengan sanad shahihDalam beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.â€Å"Artinya : Sesunnguhnya dalam sebulan itu terdapat 29 hari. Maka janganlah kalian berpuasa sebelum melihat hilal [Ramadhan] dan janganlah kalian berhenti berpuasa sebelum kalian melihat hilal [Syawal]. Jika cuaca mendung, maka genapkanlah [30 hari]”Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Bulan itu sekian dan sekian dan sekian, sambil beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan 10 jarinya tiga kali, yang terakhir dengan melipat satu ibu jarinya, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan : ‘Bulan itu sekian dan sekian dan sekian, sambil beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan 10 jari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiga kali tanpa melipat salah satu jarinya”.Dalam hadits tersebut beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menunjukkan bahwa di dalam satu bulan itu kadang-kadang 30 hari dan kadang-kadang 29 hari.Hal ini telah diterima secara bulat oleh orang-orang yang berilmu dan beriman, dari kalangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik berdasarkan hadits-hadits yang shahih. Mereka semua mengamalkan sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang satu ini, yaitu melihat hilal pada bulan Sya’ban, Ramadhan dan Syawal. Oleh karena itu wajib bagi seluruh kaum muslimin mengikuti jalan dan cara yang telah mereka contohkan ini dengan menggenapkan bulan atau menguranginya. Kaum muslimin harus meninggalkan sesuatu yang bertentangan dengan hal itu, yang hanya merupakan pendapat-pendapat manusia dan perbuatan bid’ah yang diada-adakan dalam agama.Jika kita menentukan awal dan akhir Ramadhan dengan cara melihat hilal [bukan dengan cara hisab, -pent] berarti kita telah menempuh dan meniti jalan orang-orang yang dijamin masuk Surga dan dijamin mendapat ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanâ€Å"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama [masuk Islam] di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Dan inilah kemenangan yang besar” [At-Taubah : 100][Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, terbitan At-Tibyan – Solo]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1598&bagian=0


Artikel Hukum Orang Yang Berpuasa Ramadhan Selama Tiga Puluh Hari Terus Menerus diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Orang Yang Berpuasa Ramadhan Selama Tiga Puluh Hari Terus Menerus.

Mengakhirkan Penguburan Mayat Karena Menunggu Datangnya Kerabat

Kumpulan Artikel Islami

Mengakhirkan Penguburan Mayat Karena Menunggu Datangnya Kerabat Mengakhirkan Penguburan Mayat Karena Menunggu Datangnya Kerabat

Kategori Jenazah

Selasa, 10 Mei 2005 06:32:12 WIBMENGAKHIRKAN PENGUBURAN MAYAT KARENA MENUNGGU DATANNYA KERABATOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana pendapat Syaikh tentang mengakhirkan penguburan mayat karena menunggu datangnya sebagian kerabat mayit dari tempat yang jauh Jawaban.Disyariatkan untuk menguburkan mayat sesegera mungkin, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Segerakanlah [pengurusan] jenazah, apabila ia orang yang baik maka itu adalah kebaikan yang kalian segerakan terhadapnya, tetapi jika tidak demikian maka ia adalah kejelekan yang kalian letakkan dari punggung kalian” [1]Tidak selayaknya mengaakhirkan penguburan mayat karena menunggu sebagian keluarganya, kecuali jika hanya sebentar saja. Jika tidak maka menyegerakannya adalah lebih utama. Jika keluarganya datang maka mereka bisa menshalati di atas kuburannya sebagaimana yang diperbuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau shalat di atas kuburan seorang perempuan yang suka membersihkan masjid, lalu mereka menguburkannya tanpa memberitahu beliau, maka beliau bersabda :” Tunjukkanlah kuburannya kepadaku”. Maka merekapun menunjukkannya lalu beliau shalat di atsa kuburannya. [2]Pertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Mengabarkan kematian seseorang kepada keluarga atau kerabatnya dengan tujuan mengumpulkan mereka untuk menshalatinya, apakah termasuk undangan yang terlarang ataukah ia dibolehkan Jawaban.Ini adalah termasuk undangan kematian yang dibolehkan,oleh karenanya Nabi mengumpulkan orang-orang atas kematian Najasyi, [3] dan beliau berkata tentang wanita yang membersihkan masjid yang dikuburkan para sahabat tanpa memberi tahu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda.â€Å"Artinya : Mengapa kalian tidak memberi tahu aku”Jadi tidak mengapa mengkhabarkan kematian seseorang dengan tujuan memperbanyak orang yang menshalatinya, karena hal itu ada riwayat yang mirip dengannya dalam sunnah. Demikian pula memberi tahu keluarganya dan anak keturunannya untuk berkumpul menshalatinya tidaklah mengapa.[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah Oleh Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]_________Foote Note.[1]. Bukhari, Kitab Al-Janaiz, bab mempercepat prosesi jenazah 1315, dan Muslim, Al-Janaiz, bab bersegera dalam mengurus mayat 944[2]. Bukhari, Kitab Al-Janaiz, bab shalat di atas kubur setelah dimakamkan 1337, dan Muslim, Kitab Al-Janaiz, bab shalat di atas kubur 956[3]. Bukhari, Kitab Al-Janaiz, bab seseorang yang mengundang keluarga mayat 245 dan Muslim, Al-Janaiz, bab bertakbir untuk jenazah 951

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1427&bagian=0


Artikel Mengakhirkan Penguburan Mayat Karena Menunggu Datangnya Kerabat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengakhirkan Penguburan Mayat Karena Menunggu Datangnya Kerabat.

Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 3/4

Kumpulan Artikel Islami

Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 3/4 Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 3/4

Kategori Akhlak

Jumat, 3 Desember 2004 06:54:27 WIBBERAKHLAK BAIK DAN PENTINGNYA BAGI PENUNTUT ILMUOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahBagina Ketiga dari Empat Tulisan 3/4ADAPUN PERKARA KETIGA DALAM PEMBAHASAN BERAKHLAK BAIK KEPADA ALLAH ADALAH :Ridha dan sabar pada taqdir-taqdir Allah, dan kita semua telah mengetahui bahwa taqdir-taqdir Allah yang Allah timpakan kepada mahluk-Nya, sebagiannya sesuai dan sebagiannya tidak disukai.Apakah sakit disukai manusia [tidak sama sekali]. Manusia menyukai sehat.Apakah kefakiran disukai manusia Tidak, manusia menyukai menjadi orang kaya.Apakah bodoh disukai manusia tidak, manusia menyukai menjadi seorang yang pandai [alim].Akan tetapi taqdir Allah dengan hikmah-Nya bermacam-macam, sebagiannya ada yang disukai manusia dan ia lapang dada dengan taqdir sesuai dengan tabiatnya, dan sebagiannya tidak demikian halnya. Maka bagaimanakah berakhlak baik kepada kepada Allah terhadap taqdir-taqdir-Nya Berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan taqdir-taqdir-Nya adalah dengan sikap engkau ridha dengan apa yang Allah taqdirkan bagimu, dan hendaknya engkau merasa tenang pada taqdir itu, dan hendaknya engkau mengetahui bahwa tidaklah Allah mentakdirkan bagimu melainkan dengan hikmah dan tujuan yang terpuji serta patut dipuji dan syukur. Dan berdasarkan hal ini, berakhlak baik kepada Allah berkenaan dengan taqdir-taqdir-Nya adalah ridha, menyerah dan merasa tenang. Oleh karena itu Allah memuji orang-orang yang sabar yaitu orang –orang yang apabila ditimpa dengan suatu musibah mereka berkata :"Artinya : Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita kembali” [Al-Baqarah : 156]Dan Allah berfirman :"Artinya : Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" [Al Baqarah : 155]Dan kita meringkas pembahasn yang di atas bahwa berakhlak baik sebagaimana terjadi kepada makhluk juga terjadi kepada Al Khalik [Allah], dan yang dimaksud berakhlak baik kepada Allah adalah menerima Al Qur’an dengan membenarkannya, dan â€Å"menemui” hukum-hukumnya dengan menerima serta mengamalkannya, dan menerima taqdir-taqdir-Nya dengan sabar, dan ridha, inilah yang dimaksud berakhlak baik terhadap Allah.Adapun berakhlak baik terhadap mahluk, sebagian ulama menerangkan dan menyebutkan dari Hasan Al Basri bahwa berakhlak baik adalah : mencegah gangguan, mengerahkan kedermawanan, dan berwajah ceria.Tiga perkara :[1]. Mencegah gangguan [Kaffu Al-Adzdzaa][2]. Dermawan [Badzlu An-Nadaa][3]. Berwajah ceria [Tholaaqotu Al-wajhi]Pertama : MENCEGAH GANGGUAN [Kaffu Al-Adzdzaa]Apakah makna "Mencegah gangguan " Maknanya adalah bahwa seseorang mencegah [dirinya] untuk mengganggu orang lain, baik itu gangguan yang berhubungan dengan harta, jiwa, atau kehormatan. Barangsiapa tidak menahan dirinya dari mengganggu orang lain, maka ia tidak mempunyai akhlak yang baik, dan ia berakhlak jelek. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memberitahukan dihadapan sejumlah besar umat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam [ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan haji wada’]"Artinya : Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, pada bulan kalian ini, dinegeri kalian ini” [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim]Jika seseorang berbuat aniaya kepada manusia dengan melakukan pengkhianatan, atau berbuat aniaya dengan memukul, dan kejahatan, atau berbuat aniaya kepada manusia dalam kehormatannya, atau mencela, atau ghibah [menggunjing hal-hal yang jelek], maka hal ini bukanlah termasuk berakhlak baik kepada manusia, karena ia tidak menahan [dirinya] dari mengganggu orang. Dan dosanya semakin besar manakala perbuatan aniaya itu dilakuakan kepada seseorang yang mempunyai hak paling besar padamu. Berbuat jahat kepada kedua orangtua misalnya, lebih besar [dosanya] dari berbuat jahat kepada selain keduanya, dan berbuat jahat kepada karib kerabat lebih besar [dosanya] dari berbuat jahat kepada orang yang lebih jauh, dan berbuat jahat kepada tetangga lebih besar dosanya dari berbuat jahat kepada selain tetanggamu, oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Demi Allah, demi Allah, demi Allah, tidaklah beriman, ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Siapa wahai Rasulullah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya".Dalam riwayat Muslim :"Artinya : Tidak akan masuk surga, seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”Kedua : DERMAWAN[Badzlu An-Nadaa]Makna "Dermawan" [Badzlu An-Nadaa] : Yaitu engkau mendermawakan kedermawanan. Dan Kedermawan itu artinya bukanlah sebagaimana yang difahami oleh sebagian manusia, yaitu engkau mendermakan harta [hanya bermakna ini], tetapi yang dimaksud dermawan adalah mendermakan jiwa, kedudukan dan harta.Jika kita melihat seseorang memenuhi kebutuhan manusia, membantu mereka, membantu mengarahkan mereka kepada seseorang yang mereka tidak mampu [menemuinya kecuali dengan perantaraannya] hingga berhasil [menemui] nya, atau menyebarkan ilmu diantara manusia, mendermakan hartanya kepada manusia, maka kami mensifatinya sebagai orang yang berakhlak baik, karena ia mendermakan kedermawanan, oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kalian berada, ikutilah perbuatan jahat dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan perbuatan jahat, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik" [Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Darimi]Dan makna hal itu adalah jika engkau dianiaya atau dipergauli dengan perbuatan buruk maka engkau memaafkan. Dan sungguh Allah telah memuji orang-orang yang memaafkan kesalahan manusia, Allah berfirman tentang penghuni surga :"Artinya : [Yaitu] orang-orang yang menafkahkan [hartanya], baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan [kesalahan]orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" [Ali Imran :134]Dan Allah berfirman"Artinya : Dan pema`afan kamu itu lebih dekat kepada takwa” [Al Baqarah : 237]"Artinya : Dan hendaklah mereka mema`afkan dan berlapang dada" [An Nur : 22]Dan Allah berfirman :"Artinya : Maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas [tanggungan] Allah" [Asy Syuura : 40]Seseorang yang berhubungan dengan manusia lainnya, mesti akan mengalami suatu gangguan, maka sepatutnya sikapnya dalam menghadapi gangguan ini adalah hendaknya memaafkan dan berlapang dada. Dan hendaknya ia mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa sikap pemaaf dan lapang dadanya dan harapannya untuk mendapatkan balasan kebaikan kelak di akhirat [dapat mengakibatkan] permusuhan antara dia dengan saudaranya menjadi kasih sayang dan persaudaraan. Allah berfirman :"Artinya : Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah [kejahatan itu] dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia" [Al Fushilat : 34]Maka apakah yang lebih baik bersikap buruk atau baik [tentu] bersikap baik, dan perhatikanlah wahai orang yang mengerti bahasa Arab, bagaimana datang hasil yang diperoleh dengan â€Å"idza Al fujaiyyah” yang menunjukkan kejadian langsung dalam hasil yang diperolehnya :"Artinya : Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia" [Al Fushilat : 34]Akan tetapi apakah setiap orang mendapatkan petunjuk untuk mengamalkan hal ini Tidak, :"Artinya : Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar" [Al Fushilat : 35]Dan disini terdapat masalah :Apakah kita memahami dari keterangan ini memaafkan orang yang berbuat jahat secara mutlak [merupakan tindakan] terpuji dan diperintahkan Akan tetapi, hendaknya kalian ketahui bahwa memaafkan itu akan terpuji, jika sikap memaafkan itu lebih terpuji. Maka jika sikap memaafkan lebih terpuji, maka sikap itu lebih utama. Oleh Karena itu Allah berfirman :"Artinya : Maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas [tanggungan] Allah" [Asy Syuura : 40]Allah menjadikan sikap memaaf diiringi dengan [kata] berbuat baik [pada ayat di atas]. Maka apakah mungkin sikap memaafkan tanpa diiringi berbuat baik Jawabannya : Ya, mungkin, terkadang seseorang berani dan berbuat aniaya padamu, dan ia seorang yang dikenal jahat dan berbuat kerusakan oleh manusia. Kalau engkau memaafkannya ia akan terus dalam perbuatan jahatnya dan berbuat kerusakan. Maka sikap apakah yang lebih utama dalam kondisi ini kita maafkan atau kita membalas kejahatannya yang lebih utama adalah membalas kejahatannya. Karena dengan sikap ini terdapat sikap berbuat baik.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : "Memperbaiki itu wajib, dan memaafkan itu dianjurkan".Maka jika dalam sikap memaaf itu terlewatkan sikap berbuat baik, maka maknanya bahwa kita mendahulukan anjuran daripada kewajiban, dan hal ini tidak ada dalam syariat. Dan Ibnu Taimiyyah benar [semoga Allah merahmatinya][Disalin dari Majalah Adz-Dzakhirah Al-Islamiyah Th I/No.06/1424/2003]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1206&bagian=0


Artikel Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 3/4 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berakhlak Baik Dan Pentingnya Bagi Penuntut Ilmu 3/4.

Penjelasan Penting Tentang : Peringatan Dari Bahaya Gerakan Kristenisasi Dan Wasilah-Wasilahnya 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Penjelasan Penting Tentang : Peringatan Dari Bahaya Gerakan Kristenisasi Dan Wasilah-Wasilahnya 2/2 Penjelasan Penting Tentang : Peringatan Dari Bahaya Gerakan Kristenisasi Dan Wasilah-Wasilahnya 2/2

Kategori Propaganda Sesat

Jumat, 24 Desember 2004 07:18:47 WIBPENJELASAN PENTING TENTANG : PERINGATAN DARI BAHAYA GERAKAN KRISTENISASI DAN WASILAH-WASILAHNYA.OlehLajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Ilmiah Wal IftaBagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2Diantaranya juga adalah : Kristenisasi melalui jasa pendidikan. Yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah dan universitas-universitas Kristen atau lembaga-lembaga pendidikan yang secara lahiriyah adalah pendidikan murni namun membawa misi Nasrani secara terselubung. Akibatnya banyak diantara kaum muslimin menyerahkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan tersebut hanya dengan harapan anaknya dapat mempelajari bahasa asing atau mata pelajaran tertentu. Maka jangan tanya seberapa besar kesempatan yang diberikan kaum muslimin kepada umat Nasrani tatkala mereka telah menyerahkan buah hati mereka yang masih kanak-kanak atau mendekati usia baligh, masa yang ketika itu akal mereka masih kosong dan siap menerima apa saja ! Ya, apa saja!.Dianataranya juga adalah kristenisasi melalui media-media informasi, yaitu melalui siaran-siaran radio dan televisi yang diarahkan ke negeri-negeri Islam. Disamping siaran-siaran langsung melalui satelit akhir-akhir ini, ditambah lagi majalah-majalah, surat kabar, selebaran-selebaran yang dicetak dalam jumlah yang sangat banyak.Media-media informasi ini, mulai dari audio, visual dan tulisan, seluruhnya merupakan katalis penyebaran kristenisasi melalui cara-cara berikut :[a] Seruan kepada agama Nasrani dengan menonjolkan keutamaannya, kasih sayang dan kesantunannya yang semu kepada seluruh umat manusia.[b] Melemparkan syubhat ke dalam aqidah dan syiar kaum muslimin serta syubhat tentang hubungan kaum muslimin terhadap mereka.[c] Menyebarkan pornogarafi dan barang-barang pembangkit syahwat dengan tujuan merusak orang-orang yang melihatnya, merobohkan pilar akhlak mereka dan mengotori kehormatan diri mereka serta menghilangkan rasa malu dari diri mereka. Pada akhirnya menggiring mereka kepada penghambaan diri mereka kepada syahwat dan kenikmatan sesaat yang rendah. Melalui cara tersebut mereka dengan mudah dapat melancarkan dakwah kepada apa saja ! Hingga kepada kemurtadan dan kekufuran kepada Allah sekalipun ! Wal iyadzubillah! Yaitu setelah tercabut akar keimanan dari hati dan hilangnya fanatisme kepada Islam di dalam jiwa![*]. Masih banyak cara lain lagi yang dapat diketahui oleh setiap orang yang sering memperhatikan kondisi negeri-negeri Islam. Kami akan sebutkan secara ringkas saja karena tujuan di sini adalah memberi peringatan bukan membahasnya panjang lebar, karena Allah Subhanahu wa ta'ala juga telah menyatakan."Artinya : Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu dya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya" [Al-Anfal : 30]Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Mereka ingin memadamkan cahaya [agama] Allah dengan mulut [ucapan-ucapan mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci" [Ash-Shaf : 8]Itulah makar orang-orang Nasrani untuk menyesatkan kaum muslimin, lalu apakah kewajiban kaum muslimin dalam menghadapinya ! Bagaimanakah caranya menghadapi serangan yang ditujukan secara membabi buta terhadap Islam dan kaum muslimin !Tentu saja tanggung jawab besar ada di pundak kaum muslimin, baik secara individu maupun kelompok, rakyat maupun pemerintah dalam menghadapi arus kristenisasi yang memangsa setiap individu umat ini, yang besar maupun kecil, lelaki maupun wanita ! 'Hasbunallah wa ni'mal wakil!'. Boleh kita katakan bahwa kewajiban itu berlaku secara menyeluruh meskipun harus kita akui bahwa ada solusi dan pemecahan syar'i secara khusus bagi setiap kondisi dan peristiwa, berikut perinciannya.[1]. Menancapkan kembali dasar-dasar aqidah Islamiyah di hati kaum muslimin. Melalui kurikulum-kurikulum pendidikan dan tarbiyah dalam skala umum. Dan lebih memusatkan penanaman dasar-dasar aqidah ini bagi generasi muda, khususnya anak-anak, di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal, negeri maupun swasta.[2]. Membangkitkan fanatisme beragama yang positif di segala lapisan umat dan menumbuhkan keasadaran membela kesucian dan kehormatan Islam.[3]. Menutup seluruh saluran masuknya produk-produk kristenisasi, seperti film, selebaran, majalah dan lainnya. Yaitu dengan tidak memberi izin masuk dan menetapkan hukuman keras bagi yang melanggarnya.[4]. Memberikan penyuluhan kepada kaum muslimin tentang bahaya-bahaya kristenisasi serta wasilah-wasilahnya, menjauhkan kaum muslimin darinya serta mencegah mereka agar tidak terjerat jaring-jaringnya.[5]. Memperhatikan seluruh bidang yang menjadi kebutuhan primer kaum muslimin, diantaranya adalah pelayanan kesehatan dan pendidikan secara khusus. Berdasarkan realita yang ada dua perkara tersebut merupakan sarana yang vital bagi kaum Nasrani untuk mengambil simpati kaum muslimin dan menguasai akal pikiran mereka.[6]. Hendaknya setiap muslim dimana saja ia berada berpegang teguh kepada agama dan aqidah Islam walau bagaimanapun kondisi dan kesulitan yang dihadapi. Hendaklah mereka memegang teguh syiar-syiar Islam dalam diri mereka dan orang-orang yang berada di bawah penguasaannya sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing, dan hendaknya setiap keluarga muslim memiliki benteng yang kokoh dalam menghadapi setiap usaha yang ingin merusak aqidah dan akhlak mereka.[7]. Hendaknya setiap pribadi maupun keluarga muslim tidak melakukan perjalanan ke negeri-negeri kafir kecuali untuk kepentingan yang sangat darurat, seperti untuk berobat atau menuntut ilmu yang sangat vital yang tidak dapat dipelajari di negeri-negeri Islam dibekali dengan kesiapan dalam menghadapi berbagai syubhat dan fitnah yang dibidikkan kepada kaum muslimin.[8]. Menggugah kesadaran sosial diantara kaum muslimin dan semangat tolong menolong diantara mereka. Orang-orang berada hendaknya memperhatikan kaum fuqara', mengulurkan tangan kedermawanan mereka dalam hal-hal kebaikan dan program-program yang bermanfaat untuk mencukupi kebutuhan kaum muslimin. Sehingga tangan-tangan kotor Nasrani tidak terulur kepada mereka dan memanfaatkan kemiskinan dan kefakiran untuk memurtadkan mereka!.Akhirnya, kami memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dengan asma-Nya yang husna dan sifat-Nya yang 'Ula agar menyatukan barisan kaum muslimin, menautkan hari mereka, mendamaikan diantara mereka, menunjuki mereka jalan-jalan kebaikan, melindungi mereka dari makar dan kejahatan musuh-musuh mereka serta menjauhkan mereka dari kekejian dan fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi, sesunguhnya Dia Maha Pengasih.Ya Allah, siapa saja yang menginginkan kejahatan terhadap Islam dan kaum muslimin maka sibukanlah ia dengan urusan dirinya sendiri, dan tolaklah makar dan rencana busuknya itu serta timpakanlah keburukan atas dirinya, sesunguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.Maha Suci Rabbmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.[Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta tentang Peringatan dari Bahaya Gerakan Kristenisasi dan Wasilah-Wasilahnya, No. 20096 Tanggal 22/12/1418H]Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta'Ketua.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazWakil Ketua.Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Ali SyaikhAnggotaSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-GhudayyanSyaikh Bakr bin Abdillah Abu ZaidSyaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan[Disalin dari kitab Al-Ibthalu Linazhariyyatil Khalthi Baina Diinil Islaami Wa Ghairihii Minal Adyan, edisi Indonesia Propaganda Sesat Penyatuan Agama, Oleh Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid, Terbitan Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1257&bagian=0


Artikel Penjelasan Penting Tentang : Peringatan Dari Bahaya Gerakan Kristenisasi Dan Wasilah-Wasilahnya 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Penjelasan Penting Tentang : Peringatan Dari Bahaya Gerakan Kristenisasi Dan Wasilah-Wasilahnya 2/2.