Kamis, 19 Juni 2008

Implikasi Suap

Kumpulan Artikel Islami

Implikasi Suap Implikasi Suap

Kategori Mu'amalat Dan Riba

Kamis, 18 Maret 2004 07:08:41 WIBIMPLIKASI SUAPOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa implikasi dari budaya suap dalam merusak kepentingan kaum muslimin, perilaku dan ineteraksi sesama mereka Jawaban.Jawaban atas pertanyaan ini tampak dari hasil jawaban pertanyaan sebelumnya, ditambah lagi implikasinya terhadap kepentingan kaum muslimin, yaitu kezhaliman terhadap kaum lemah, lenyap atau hilangnya hak-hak mereka, paling tidak, tertundanya mereka mendapatkan hak-hak tersebut tanpa cara yang benar [haq], bahkan semua ini demi suap.Di antara implikasinya yang lain, bejatnya akhlaq orang yang mengambil suap tersebut, baik dari kalangan hakim, pegawai ataupun selain mereka ; takluknya diri orang tersebut terhadap hawa nafsunya ; lenyapnya hak orang yang tidak membayar dengan menyuap atau hilangnya haknya tersebut secara keseluruhan, ditambah lagi iman si penerima suap akan menjadi lemah dan dirinya terancam mendapatkan kemurkaan Allah dan adzab yang amat pedih di dunia maupun akhirat.Sesungguhnya Allah mengulur-ngulur tetapi Dia tidak pernah lalai. Bisa jadi, Allah mempercepat adzab di dunia terhadap si pelaku kezhaliman sebelum dia mendapatkannya di akhirat kelak sebagaimana terdapat di dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda.â€Å"Artinya : Tidak ada dosa yang paling pantas untuk disegerakan siksaannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap pelakunya di dunia, di samping apa yang Dia simpan baginya di akhirat kelak, seperti ‘al-baghyu’ [perbuatan melampui batas seperti kezhaliman, dsb] dan memutuskan silaturrahim” [Hadits Riwayat Abu Dawud, kitab Al-Adab 4902, At-Tirmidzi, kitab Shifatul Qiyamah 25111]Tidak dapat diragukan lagi bahwa budaya suap dan seluruh bentuk kezhaliman adalah termasuk ‘al-baghyu’ [perbuatan melampui batas] yang telah diharamkan Allah.Di dalam kitab Ash-Shahihaian dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengulur-ngulur bagi orang yang zhalim ; maka bila Dia mengadzabnya, tidak akan melenceng sama sekali”Kemudian, beliau membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesunguhnya adzabNya itu adalah sangat pedih lagi keras” [Hud : 102][Kitab Ad’Da’wah dari Fatwa Syaikh ibn Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 4-5 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=493&bagian=0


Artikel Implikasi Suap diambil dari http://www.asofwah.or.id
Implikasi Suap.

Hukum Zakat Emas Yang Dipakai Secara Berlebihan

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Zakat Emas Yang Dipakai Secara Berlebihan Hukum Zakat Emas Yang Dipakai Secara Berlebihan

Kategori Zakat

Kamis, 13 Oktober 2005 15:46:08 WIBHUKUM ZAKAT EMAS YANG DIPAKAI SECARA BERLEBIHANOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Ada sebagian wanita mengenakan emas secara berlebihan, sementara mengenakannya memang halal, lalu bagaimana hukum zakat emas bila demikian .JawabanEmas dan sutera dihalalkan bagi kaum wanita tapi tidak bagi kaum pria, sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda."Artinya : Telah dihalalkan emas dan sutera bagi kaum wanita umatku, dan diharamkan bagi kaum pria"Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi dan dishahihkannya, dari hadits Abu Musa bin Al-Ays'ari Radhiallahu 'anhuma.Para ulama berbeda pendapat tentang zakat perhiasan, apakah wajib mengeluarkan zakat perhiasan atau tidak . Sebagian ulama berpendapat bahwa emas harus dizakatkan kecuali emas yang digunakan untuk perhiasan, maka menurut mereka tidak ada kewajiban zakat pada emas perhiasan, baik yang dikenakan maupun yang disimpan.Ulama lainnya berpendapat bahwa wajib zakat pada emas perhiasan, dan inilah pendapat yang benar, yaitu wajib zakat pada emas perhiasan jika telah mencapai nishab dan telah mencapai haul karena dalilnya yang bersifat umum.Nisab emas adalah sembilan puluh dua gram, jika emas perhiasan telah mencapai sembilan puluh dua gram maka emas perhiasan itu wajib dizakati, dan zakatnya itu adalah dua setengah persennya pada setiap tahun. Jadi jika jumlah emas itu seribu gram maka yang dizakatkan adalah dua puluh lima gramnya setiap tahun.Dan telah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa seorang wanita datang menemui beliau dan di tangan putrinya melingkar dua gelang emas, maka beliau bersabda."Artinya : Apakah engkau mengeluarkan zakat ini [gelang emas]". wanita itu menjawab : "Tidak", maka beliau bersabda. : "Apakah engkau senang jika Allah melingkarkan gelang padamu di hari Kiamat dengan dua gelang yang terbuat dari api ." Perawi hadits ini, yaitu Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiallahu 'anhu berkata : Lalu wanita tersebut melepaskan kedua gelang itu dan memberikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambil berkata : "Kedua gelang ini untuk Allah dan Rasul-Nya". Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan An-Nasa'i dengan sanad yang Shahih.Berkata Ummu Salamah Radhiallahu 'anha, ia seorang wanita yang menggunakan kalung emas. "Wahai Rasulullah, apakah ini simpanan yang terlarang " beliau menjawab :"Artinya : Jika harta itu telah mencapai nishab dan haul untuk dikeluarkan zakatnya maka zakatilah, sebab itu bukan barang simpanan". Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ad-Daruquthni dan dishahihkan oleh Al-Hakim.Dan telah dikeluarkan oleh Abu Daud dari hadits Aisyah Radhiallahu 'anha dengan sanad yang shahih, ia berkata : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menemuiku dan ditanganku terdapat perhiasan yang terbuat dari perak, maka beliau bersabda."Artinya : Apa ini wahai Aisyah " Aku menjawab : "Aku membuatnya sendiri agar aku berhias untukmu wahai Rasulullah", beliau bersabda. : 'Apakah engkau mengeluarkan zakat untuk hartamu itu " Aku menjawab : "Tidak atau apa yang Allah kehendaki", beliau bersabda : "Zakat yang engkau keluarkan itu dapat menyelamatkan engkau dari Neraka". Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Bulughul Maram.Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak berzakat maka harta itu menjadi barang simpanan yang mana pemiliknya akan disiksa pada hari Kiamat, Na'udzu Billah.[Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baaz, 4/124][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 205- 207, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1605&bagian=0


Artikel Hukum Zakat Emas Yang Dipakai Secara Berlebihan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Zakat Emas Yang Dipakai Secara Berlebihan.

Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Kumpulan Artikel Islami

Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Kategori Syarhu Ushulil Iman

Rabu, 7 Juli 2004 11:10:08 WIBIMAN KEPADA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin[4] Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala yakni menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif [penyelewengan], ta'thil [penghapusan], takyif [menanyakan bagaimana], dan tamsil [menyerupakan].Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Allah mempunyai asmaaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam [menyebut] nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjaklan." [Al A'raaf: 180]"Artinya : … Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [An Nahl : 60]"Artinya : … Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." [Asy Syuura : 11]Dalam perkara ini ada dua golongan yang tersesat, yaitu:[1]. Golongan Muaththilah, yaitu mereka yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut perkiraan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat itu kepada Allah dapat menyebabkan tasybih [penyerupaan], yakni penyerupaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya.Pendapat ini jelas keliru karena:[a]. Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan sifat-sifat, serta telah menafikan sesuatu yang serupa dengan-Nya. Andaikata menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu menimbullkan adanya penyerupaan, berarti ada pertentangan dalam kalam Allah serta sebagian firman-Nya akan menyalahi sebagian yang lain.[b]. Kecocokan antara dua hal dalam nama atau sifatnya tidak mengharuskan adanya persamaan. Anda melihat ada dua orang yang keduanya manusia, mendengar, melihat, dan berbicara, tetapi tidak harus sama dalam makna-makna kemanusiaannya, pendengarannya, poenglihatannya, dan pembicaraannya. Anda juga melihat beberapa binatang yang punya tangan, kaki, dan mata, tetapi kecocokannya itu tidak mengharuskan tangan, kaki, dan mata mereka sama. Apabila antara makhlluk-makhluk yang cocok dalam nama atau sifatnya saja jelas memiliki perbedaan, maka tentu perbedaan antara Khaliq [Pencipta] dan makhluk [yang diciptakan] akan lebih jelas lagi.[2]. Golongan Musyabbihah, yaitu golongan yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhlulk-Nya. Mereka mengira hal ini sesuai dengan nash-nash Al Qur'an, karena Allah berbicara dengan hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat dipahaminya. Anggapan ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal, antara lain:[a]. Menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya jelas merupakan sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syara'. Padahal tidak mungkin nash-nash kitab suci Al Qur'an dan Sunnah rasul menunjukkan pengertian yang bathil[b]. Allah Ta'ala berbicara dengan hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat dipahami dari segi asal maknanya. Hakikat makna sesuatu yang berhubungan dengan zat dan sifat Allah adalah hal yang hanya diketahui oleh Allah saja.Apabila Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu sudah maklum dari segi maknanya, yaitu menemukan suara-suara. Tetapi hakikat hal itu dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak maklum, karena hakikat pendengaran jelas berbeda, walau pada makhluk sekalipun. Jadi perbedaan hakikat itu antara Pencipta dan yang diciptakan jelas lebih jauh berbeda.Apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitakan tentang diri-Nya bahwaDia bersemayam di atas Arasy-Nya, maka bersemayam dari segi asal maknanya sudah maklum, tetapi hakikat bersemayamnya Allah itu tidakdapat diketahui.Buah Iman kepada Allah:[1]. Merealisasikan pengesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut kepada yang lain, dan tidak menyembah kepada selain-Nya.[2]. Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang MahaTinggi.[3]. Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.[Disalin dari kitab Syarhu Ushulil Iman, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. EdisiIndonesia: Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Penerjemah: Ali Makhtum Assalamy. Penerbit: KSA Foreigners Guidance Center In Gassim Zone, halaman: 30-32]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=891&bagian=0


Artikel Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Mayoritas Kaum Muslimin Tidak Memahami Makna Laa Ilaaha Illallah Dengan Pemahaman Yang Baik

Kumpulan Artikel Islami

Mayoritas Kaum Muslimin Tidak Memahami Makna Laa Ilaaha Illallah Dengan Pemahaman Yang Baik Mayoritas Kaum Muslimin Tidak Memahami Makna Laa Ilaaha Illallah Dengan Pemahaman Yang Baik

Kategori Mabhats

Sabtu, 7 Februari 2004 01:09:37 WIBMAYORITAS KAUM MUSLIMIN SEKARANG INI TIDAK MEMAHAMI MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH DENGAN PEMAHAMAN YANG BAIKOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniMayoritas kaum muslimin sekarang ini yang telah bersaksi Laa Ilaaha Illallah [Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah] tidak memahami makna Laa Ilaaha Illallah dengan baik, bahkan barangkali mereka memahami maknanya dengan pemahaman yang terbalik sama sekali. Saya akan memberikan suatu contoh untuk hal itu : Sebagian di antara mereka [Dia adalah Syaikh Muhammad Al-Hasyimi, salah seorang tokoh sufi dari thariqah Asy-Syadziliyyah di Suriah kira-kira 50 tahun yang lalu] menulis suatu risalah tentang makna Laa Ilaaha Illallah, dan menafsirkan dengan "Tidak ada Rabb [pencipta dan pengatur] kecuali Allah" !! Orang-orang musyrik pun memahami makna seperti itu, tetapi keimanan mereka terhadap makna tersebut tidaklah bermanfaat bagi mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :"Artinya : Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi ' Tentu mereka akan menjawab : 'Allah'. " [Luqman : 25].Orang-orang musyrik itu beriman bahwa alam semesta ini memiliki Pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, tetapi mereka menjadikan tandingan-tandingan bersama Allah dan sekutu-sekutu dalam beribadah kepada-Nya. Mereka beriman bahwa Rabb [pengatur dan pencipta] adalah satu [esa], tetapi mereka meyakini bahwa sesembahan itu banyak. Oleh karena itu, Allah membantah keyakinan ini yang disebut dengan ibadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada Allah melalui firman-Nya :"Artinya :Dan orang-orang yang mengambil perlindungan selain Allah [berkata] : 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya'". [Az-Zumar : 3].Kaum musyrikin dahulu mengetahui bahwa ucapan Laa Ilaaha Illallah mengharuskannya untuk berlepas diri dari peribadatan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Adapun mayoritas kaum muslimin sekarang ini, menafsirkan kalimat thayyibah Laa Ilaaha Illallah ini dengan : "Tidak ada Rabb [pencipta dan pengatur] kecuali Allah". Padahal apabila seorang muslim mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan dia beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah, maka dia dan orang-orang musyrik adalah sama secara aqidah, meskipun secara lahiriah adalah Islam, karena dia mengucapkan lafazh Laa Ilaaha Illallah, sehingga dengan ungkapan ini dia adalah seorang muslim secara lafazh dan secara lahir. Dan ini termasuk kewajiban kita semua sebagai da'i Islam untuk menda'wahkan tauhid dan menegakkan hujjah kepada orang-orang yang tidak mengetahui makna Laa Ilaaha Illallah dimana mereka terjerumus kepada apa-apa yang menyalahi Laa Ilaaha Illallah. Berbeda dengan orang-orang musyrik, karena dia enggan mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, sehingga dia bukanlah seorang muslim secara lahir maupun batin. Adapun mayoritas kaum muslimin sekarang ini, mereka orang-orang muslim, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Artinya : Apabila mereka mengucapkan [Laa Ilaaha Illallah], maka kehormatan dan harta mereka terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka atas Allah Subhanahu wa Ta'ala". ]Hadits Shahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari [25] dan pada tempat lainnya, dan Muslim [22], dan selainnya, dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhum]Oleh karena itu, saya mengatakan suatu ucapan yang jarang terlontar dariku, yaitu : Sesungguhnya kenyataan mayoritas kaum muslimin sekarang ini adalah lebih buruk daripada keadaan orang Arab secara umum pada masa jahiliyah yang pertama, dari sisi kesalahpahaman terhadap makna kalimat tahyyibah ini, karena orang-orang musyrik Arab dahulu memahami makna Laa Ilaaha Illallah, tetapi mereka tidak mengimaninya. Sedangkan mayoritas kaum muslimin sekarang ini mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka yakini, mereka mengucapkan : 'Laa Ilaaha Illallah' tetapi mereka tidak mengimani -dengan sebenarnya- maknanya. [Mereka menyembah kubur, menyembelih kurban untuk selain Allah, berdo'a kepada orang-orang yang telah mati, ini adalah kenyataan dan hakikat dari apa-apa yang diyakini oleh orang-orang syi'ah rafidhah, shufiyah, dan para pengikut thariqah lainnya. berhaji ke tempat pekuburan dan tempat kesyirikan dan thawaf di sekitarnya serta beristighatsah [meminta tolong] kepada orang-orang shalih dan bersumpah dengan [nama] orang-orang shalih adalah merupakan keyakinan-keyakinan yang mereka pegang dengan kuat].Oleh karena itu, saya meyakini bahwa kewajiban pertama atas da'i kaum muslimin yang sebenarnya adalah agar mereka menyeru seputar kalimat tauhid ini dan menjelaskan maknanya secara ringkas. Kemudian dengan merinci konsekuensi-kosekuensi kalimat thayyibah ini dengan mengikhlaskan ibadah dan semua macamnya untuk Allah, karena ketika Allah Azza wa Jalla menceritakan perkataan kaum musyrikin, yaitu :"Artinya : Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". [Az-Zumar : 3]Allah menjadikan setiap ibadah yang ditujukan bagi selain Allah sebagai kekufuran terhadap kalimat thayyibah Laa Ilaaha Illallah.Oleh karena itu, pada hari ini saya berkata bahwa tidak ada faedahnya sama sekali upaya mengumpulkan dan menyatukan kaum muslimin dalam satu wadah, kemudian membiarkan mereka dalam kesesatan mereka tanpa memahami kalimat thayyibah ini, yang demikian ini tidak bermanfaat bagi mereka di dunia apalagi di akhirat !.Kami mengetahui sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa mati dan dia bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dengan ikhlas dari hatinya, maka Allah mengharamkan badannya dari Neraka" dalam riwayat lain : "Maka dia akan masuk Surga". [Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad [5/236], Ibnu Hibban [4] dalam Zawa'id dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah [3355]].Maka mungkin saja orang yang mengucapkan kalimat thayyibah dengan ikhlas dijamin masuk Surga. meskipun setelah mengucapkannya menerima adzab terlebih dahulu. Orang yang meyakini keyakinan yang benar terhadap kalimat thayyibah ini, maka mungkin saja dia diadzab berdasarkan perbuatan maksiat dan dosa yang dilakukannya, tetapi pada akhirnya tempat kembalinya adalah Surga.Dan sebaliknya barangsiapa mengucapkan kalimat tauhid ini dengan lisannya, sehingga iman belum masuk kedalam hatinya, maka hal itu tidak memberinya manfaat apapun di akhirat, meskipun kadang-kadang memberinya manfaat di dunia berupa kesalamatan dari diperangi dan dibunuh, apabila dia hidup di bawah naungan orang-orang muslim yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Adapun di akhirat, maka tidaklah memberinya manfaat sedikitpun kecuali apabila :[1] Dia mengucapkan dan memahami maknanya.[2] Dia meyakini makna tersebut, karena pemahaman semata tidaklah cukup kecuali harus dibarengi keimanan terhadap apa yang dipahaminya.Saya menduga bahwa kebanyakan manusia lalai dari masalah ini ! Yaitu mereka menduga bahwa pemahaman tidak harus diiringi dengan keimanan. Padahal sebenarnya masing-masing dari dua hal tersebut [yaitu pemahaman dan keimanan] harus beriringan satu sama lainnya sehingga dia menjadi seorang mukmin. Hal itu karena kebanyakan ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani mengetahui bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang rasul yang benar dalam pengakuannya sebagai seorang rasul dan nabi, tetapi pengetahuan mereka tersebut yang Allah Azza wa Jalla telah mepersaksikannya dalam firman-Nya."Artinya : Mereka [ahlul kitab dari kalangan Yahudi dan Nashara] mengenalnya [Muhammad] seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri ...." [Al-Baqarah : 146 & Al-An'am : 20]Walaupun begitu, pengetahuan itu tidak bermanfaat bagi mereka sedikitpun ! Mengapa Karena mereka tidak membenarkan apa-apa yang diakui oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berupa nubuwah [kenabian] dan risalah [kerasulan]. Oleh karena itu keimanan harus didahului dengan ma'rifah [pengetahuan]. Dan tidaklah cukup pengetahuan semata-mata, tanpa diiringi dengan keimanan dan ketundukan, karena Al-Maula Jalla Wa' ala berfirman dalam Al-Qur'an :"Artinya : Maka ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan mohon ampunlah atas dosa mu ......." [Muhammad : 19].Berdasarkan hal itu, apabila seorang muslim mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan lisannya, maka dia harus menyertakannya dengan pengetahuan terhadap kalimat thayyibah tersebut secara ringkas kemudian secara rinci. Sehingga apabila dia mengetahui, membenarkan dan beriman, maka dia layak untuk mendapatkan keutamaan-keutamaan sebagaimana yang dimaksud dalam hadits-hadits yang telah saya sebutkan tadi, diantaranya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai isyarat secara rinci :"Artinya : Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka bermanfaat baginya meskipun satu hari dari masanya". [Hadits Shahih. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah [1932] dan beliau menyandarkan kepada Sa'id Al-A'rabi dalam Mu'jamnya, dan Abu Nu'aim dalam Al-Hidayah [5/46] dan Thabrani dalam Mu'jam Al-Ausath [6533], dan daia dari Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu]Yaitu : Kalimat thayyibah ini -setelah mengetahui maknanya- akan menjadi penyelamat baginya dari kekekalan di Neraka. Hal ini saya ulang-ulang agar tertancap kokoh di benak kita.Bisa jadi, dari tidak melakukan konsekuensi-konsekuensi kalimat thayyibah ini berupa penyempurnaan dangan amal shalih dan meninggalkan segala maksiat, akan tetapi dia selamat dari syirik besar dan dia telah menunaikan apa-apa yang dituntut dan diharuskan oleh syarat-syarat iman berupa amal-amal hati -dan amal-amal zhahir/lahir, menurut ijtihad sebagian ahli ilmu, dalam hal ini terdapat perincian yang bukan disini tempat untuk membahasnya- [Ini adalah aqidah Salafus Shalih, dan ini merupakan batas pemisah kita dengan khawarij dan murji'ah]. Da dia berada dibawah kehendak Allah, bisa jadi dia masuk ke Neraka terlebih dahulu sebagai balasan dari kemaksiatan-kemaksiatan yang dia lakukan atau kewajiban-kewajiban yang ia lalaikan, kemudian kalimat thayyibah ini menyelamtkan dia atau Allah memaafkannya dengan karunia dan kemuliaan-Nya. Inilah makna sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu :Artinya : Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka ucapannya ini akan memberi manfaat baginya meskipun satu hari dari masanya". [Hadits Shahih. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah [1932] dan beliau menyandarkan kepada Sa'id Al-A'rabi dalam Mu'jamnya, dan Abu Nu'aim dalam Al-Hidayah [5/46] dan Thabrani dalam Mu'jam Al-Ausath [6533], dan daia dari Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu]Adapun orang yang mengucapkan dengan lisannya tetapi tidak memahami maknanya, atau memahami maknanya tetapi tidak mengimani makna tersebut, maka ucapan Laa Ilaaha Illaallah-nya tidak memberinya manfaat di akhirat, meskipun di dunia ucapan tersebut masih bermanfaat apabila ia hidup di bawah naungan hukum Islam.Oleh karena itu, harus ada upaya untuk memfokuskan da'wah tauhid kepada semua lapisan masyarakat atau kelompok Islam yang sedang berusaha secara hakiki dan bersungguh-sungguh untuk mencapai apa yang diserukan oleh seluruh atau kebanyakan kelompok-kelompok Islam, yaitu merealisasikan masyarakat yang Islami dan mendirikan negara Islam yang menegakkan hukum Islam di seluruh pelosok bumi manapun yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan.Kelompok-kelompok tersebut tidak mungkin merealisasikan tujuan yang telah mereka sepakati dan mereka usahakan dengan sungguh-sungguh, kecuali memulainya dengan apa-apa yang telah dimulai oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, agar tujuan tersebut bisa menjadi kenyataan.[Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 16-26, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=144&bagian=0


Artikel Mayoritas Kaum Muslimin Tidak Memahami Makna Laa Ilaaha Illallah Dengan Pemahaman Yang Baik diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mayoritas Kaum Muslimin Tidak Memahami Makna Laa Ilaaha Illallah Dengan Pemahaman Yang Baik.

Mengkafirkan Kaum Yahudi Dan Nashrani 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Mengkafirkan Kaum Yahudi Dan Nashrani 2/2 Mengkafirkan Kaum Yahudi Dan Nashrani 2/2

Kategori Fokus Utama

Minggu, 6 Nopember 2005 05:56:33 WIBMENGKAFIRKAN KAUM YAHUDI DAN NASHRANIOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminBagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]Kepada penceramah ini saya [Syaikh Utsaimin] serukan agar bertobat kepada Rabbnya dari perkatan-nya yang sangat menyimpang itu. Hendaknya ia mengumumkan dengan terbuka bahwa kaum Yahudi dan Nasrani adalah kafir, mereka termasuk golongan penghuni nereka. Mereka harus mengikuti Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, karena nama beliau [Shalallahu alaihi wa sallam] telah termaktub didalam kitab taurat mereka. Allah berfirman:"Artinya : [Yaitu] orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang [namanya] mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya [Al Qur'an], mereka itulah orang-orang yang beruntung"[ Al A’raaf:157]Hal itu merupakan kabar gembira ‘Isa bin Maryam. Isa bin Maryam berkata sebagaimana Allah kisahkan pada firmanNya:"Artinya : Dan [ingatlah] ketika Isa Putra Maryam berkata:"Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab [yang turun] sebelumku,yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan [datangnya] seorang Rasul yang akan datang sesudahku,yang namanya Ahmad [Muhammad] 'Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti kebenaran,mereka berkata' Ini adalah sihir yang nyata". [Ash Shaff:6]Kalimat :” Maka tatkala ia datang kepada mereka,” siapakah gerangan orang ini Ia tidak lain adalah orang yang khabarnya telah disampaikan oleh Isa [Alaihi salam] ,yaitu Ahmad. Tatkala ia datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti kebenaran kerasulan, maka mereka menyambutnya dengan perkataan :"Ini adalah sihir yang nyata".Kami katakan tentang firman Allah :”Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti kebenaran” bahwa sesungguhnya tidak ada seorang rasul yang datang sesudah ‘Isa [Alaihi salam] selain Ahmad, yang merupakan lafadz tafdhil dari kata Muhammad. Akan tetapi, Allah telah memberikan ilham kepada ‘Isa untuk menyebut Muhammad dengan Ahmad sebab kata â€Å"Ahmad” adalah isim tafdhil dari kata-kata â€Å"alhamdu”, artinya orang yang banyak memuji Allah dan mahluk yang paling terpuji karena sifat-sifatnya yang sempurna. Jadi,beliau adalah orang yang paling banyak memuji Allah, sehingga digunakanlah lafazh Tafdhil untuk menyebut sifat orang yang paling banyak memuji dan memiliki sifat terpuji. Beliau adalah seorang manusia yang paling berhak diberi pujian karena â€Å"Ahmad” merupakan isim tafdhil dari kata hamid ataupun mahmud,artinya orang yang banyak memuji Allah dan banyak dipuji manusia.Saya [Syaikh Utsaimin] katakan bahwa setiap orang yang beranggapan bahwa didunia ini ada agama yang diterima oleh Allah diluar dari Agama Islam, maka ia telah kafir dan tidak perlu diragukan kekafirannya itu. Karena Allah telah menyatakan dalam firmanNya:"Artinya : Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima [agama itu] daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi".[Ali Imraan : 85]"Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu,…[Al Maidah:3]Oleh karena itu, disini saya [Syaikh Utsaimin] ulangi untuk yang ke-3 kalinya bahwa penceramah seperti itu wajib bertobat kepada Allah dan menerangkan kepada semua manusia bahwa kaum Yahudi dan Nasrani adalah kaum kafir.Hal ini karena penjelasan telah sampai kepada mereka dan risalah kenabian Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam telah sampai kepada mereka pula, namun mereka kafir dan menolaknya.Kaum Yahudi telah dinyatakan sifatnya sebagai kaum yang dimurkai Allah karena mereka telah mengetahui kebenaran kerasulan Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam dan Al Qur’an tetapi mereka menentangnya. Kaum Nashrani disebutkan sifatnya sebagai kaum yang sesat karena menginginkan kebenaran,tetapi ternyata menyimpang dari kebenaran itu.Adapun sekarang, kedua kaum ini telah mengetahui kebenaran Muhammad sebagai rasul dan mengenalnya, tetapi mereka tetap menentangnya. Oleh sebab itu, kedua kaum ini berhak menjadi kaum yang dimurkai Allah. Saya [Saikh Utsaimin] serukan kepada kaum Yahudi dan Nasrani untuk beriman kepada Allah, semua RasulNya dan mengikuti Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam karena hal inilah yang diperintahkan kepada mereka didalam kitab-kitab mereka, sebagaimana firman Allah :"Artinya : Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali [bertobat] kepada Engkau. Allah berfirman : "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. [Yaitu] orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang [namanya] mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya [Al Qur'an], mereka itulah orang-orang yang beruntung" [Al-A'raf : 156 -157]"Artinya : Katakanlah :"Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua,yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi ; tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] selain Dia,Yang menghidupkan dan mematikan,maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya [kitab-kitab-Nya] dan ikutilah dia,supaya kamu mendapat petunjuk". [Al A’raaf :158]Inilah yang menguatkan keterangan kami pada awal jawaban diatas. Masalah ini sedikit-pun tidak sulit dipahami.Wallahu Al Musta’an [Hanya kepada Allah tempat kita memohon pertolongan][Majmu’ Fataawa wa rasaail,juz 3 halaman 18-23][Disalin dari kitab Al Fatawaa Asy Syar’iyyah Fil Masaail Al ‘Ashriyyah Min Fatawaa Ulamaa’ Al Balaadil Haraami, edisi Indonesia Fatwa Kontenporer Ulama Besar Tanah Suci, Penyusun Khalid al Juraisy, Terbitan Media Hidayah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1655&bagian=0


Artikel Mengkafirkan Kaum Yahudi Dan Nashrani 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mengkafirkan Kaum Yahudi Dan Nashrani 2/2.

Wasiat Al-Albani Untuk Segenap Kaum Muslimin

Kumpulan Artikel Islami

Wasiat Al-Albani Untuk Segenap Kaum Muslimin Wasiat Al-Albani Untuk Segenap Kaum Muslimin

Kategori Nasehat

Sabtu, 19 Juni 2004 07:36:25 WIBWASIAT AL-ALBANI UNTUK SEGENAP KAUM MUSLIMINOlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-AlbaniSebagai ulama besar yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap umat ini. Imam al-Albani rahimahullah telah menyampaikan wasiat berupa nasihat dan bimbingan yang diperuntukkan kepada kaum Muslimin di seluruh dunia. Nasihat ini disampaikan pada bulan-bulan terakhir kehidupannya di dunia fana ini.Isi wasiat, sebagai berikut :Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Jalla Jalaluhu, kami memujiNya, memohon ampunan dan pertolonganNya. Kami berlindung kepadaNya dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Siapa yang ditunjuki Allah Jalla Jalaluhu niscaya tiada yang menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkanNya tiada pula yang menunjukinya, Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah satu-stunya, tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan RasulNya.Wasiatku kepada setiap muslim di belahan bumi manapun berada, lebih khusus kepada saudara-saudara kami yang ikut berpartisapasi bersama kami dalam penisbatan kepada dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah kepada al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih.Aku wasiatkan kepada mereka dan terutama diriku agar bertakwa kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala.Kemudian agar membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat sebagaimana firman Allah Jalla Jalaluhu."Artinya : Dan bertakwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu" [Al-Baqarah : 282]Hendaknya mereka ketahui bahwa ilmu yang baik atau benar menurut pandangan kami tidak keluar dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang sesuai dengan manhaj dan pemahaman Salafush Shalih.Hendaknya mereka padukan antara ilmu yang dimiliki dan pengamalannya sedapat mungkin. Dengan demikian ilmu tidak menjadi hujjah yang justru mencelakakan mereka, yang mana pada hari itu harta benda dan anak keturunan tidak bermanfaat kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.Aku ingatkan, agar waspada dari segala bentuk kerjasama dan persekutuan dengan orang-orang yang dalam banyak hal telah keluar dan menyimpang dari jalur Salafi. Penyimpangan-penyimpangan itu sangat banyak. Bilamana dipadukan akan identik dengan sikap khuruj [keluar] yang berarti memberontak terhadap kaum Muslimin dan jama'ah mereka.Kami hanya perintahkan agar mereka mewujudkan sebuah komunitas seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih."Artinya : Dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara" [Hadits Riwayat Muslim, lihat Mukhtashar Shahiih Muslim no. 1775]Hendaknya kita bergaul dengan cara yang baik dan ramah dalam berdakwah mengajak orang-orang yang menyelisihi dakwah kita. Agar sesuai dengan manhaj dan pemahaman Salafush Shalih.Dan selamanya kita harus berpegang teguh pada firman Allah Jalla Jalaluhu."Artinya : Serulah [manusia] kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik" [An-Nahl : 125]Orang yang paling berhak diperlakukan dengan cara hikmah adalah orang yang paling keras menentang kita dalam prinsip dan aqidah kita. Hal ini kita lakukan agar tidak tertumpu pada kita dua beban yang berat, beratnya dakwah haq yang telah dianugrahkan Allah Jalla Jalaluhu kepada kita kemudian dibebani lagi dengan jeleknya cara dakwah kita kepada Allah 'Azza wa Jalla.Aku berharap dari semua saudara-saudaraku yang berada di setiap negeri Islam, agar melaksanakan adab-adab yang Islami ini, semata-mata karena mengharap wajah Allah 'Azza wa Jalla dan tidak mengharap balasan dan tidak pula ucapan terima kasih dari manusia.Semoga apa yang sampaikan ini telah mencukupi.Walhamdulillahi Rabbil 'aalamin. [1][Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim Lc dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i.]_________Foote Note.1. Lihat Muhadditsul 'Ashri hal. 74-75

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=835&bagian=0


Artikel Wasiat Al-Albani Untuk Segenap Kaum Muslimin diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wasiat Al-Albani Untuk Segenap Kaum Muslimin.

Bagaimana Allah Menetapkan Yang Tidak Disukainya

Kumpulan Artikel Islami

Bagaimana Allah Menetapkan Yang Tidak Disukainya Bagaimana Allah Menetapkan Yang Tidak Disukainya

Kategori Qadha Dan Qadar

Senin, 15 Maret 2004 09:08:34 WIBBAGAIMANA ALLAH MENETAPKAN YANG TIDAK DISKUAINYAOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-'UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : Bagaimana Allah menetapkan suatu keadaan yang Dia tidak menyukainya Jawaban.Sesuatu yang dicintai itu ada dua macam.[1] Dicintasi karena dzatnya.[2] Dicintai karena ada faktor lainnyaYang dicintai karena ada faktor lain terkadang dzatnya dibenci, akan tetapi ia dicintai karena di dalamnya terdapat kemaslahatan. Ketika demikian, ia dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya.Contoh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan telah kami tetapkan kepada Bani Israil di dalam al-Kitab ; Sesunguhnya kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar" [Al-Israa : 4]Kerusakan di muka bumi dzatnya dibenci oleh Allah Ta'ala karena Allah tidak menyukai kerusakan dan orang-orang yang melakukannya. Tetapi hukum yang dikandungnya disukai oleh Allah Azza wa Jalla dari satu sisi, demikian juga berlaku sombong di muka bumi. Misalnya kekurangan hujan, paceklik, sakit dan fakir yang ditetapkan Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya tidak disukai oleh Allah pada dzatnya, karena Allah tidak suka menyakiti hamba-hamba-Nya dengan sesuatu dari hal-hal itu, sebaliknya Dia menghendaki kemudahan bagi hamba-hamba-Nya. Tetapi Dia mentaqdirkan hukum yang timbul karena musibah tadi, sehingga dicintai Allah dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain. Allah Ta'ala berfirman."Artinya : Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan-tangan manusia, agar Dia merasakan kepada mereka sebahagian yang mereka kerjakan mudah-mudahan mereka kembali"Jika ada yang bertanya : bagaimana bentuk sesuatu yang disitu sisi dicintai sedangkan di sisi lainnya dibenci Saya jawab : Perkara ini benar-benar terjadi, akal tidak menolaknya dan perasaanpun tidak menyangkalnya. Contohnya, orang yang sakit, ia diberi seteguk obat yang pahit rasanya dan baunya tidak enak serta warnanya tidak menarik. Orang sakit itu meminumnya meskipun ia tidak menyukainya karena pahit, warnanya jelek dan bau tidak sedap.Ia menyukainya karena obat itu dapat menyembuhkan. Demikian pula seorang tabib yang meng-kay [salah satu cara pengobatan tradisional] orang sakit dengan besi yang dipanaskan di atas api. orang yang sakit itu tentu merasakan sakitnya akibat di-'kay' ini. Rasa sakit itu dibenci di satu sisi, disukai dari sisi lainnya.[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=474&bagian=0


Artikel Bagaimana Allah Menetapkan Yang Tidak Disukainya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bagaimana Allah Menetapkan Yang Tidak Disukainya.

Wasiat : Menuntut Ilmu Adalah Pondasi Dalam Memperbaiki Taubatmu

Kumpulan Artikel Islami

Wasiat : Menuntut Ilmu Adalah Pondasi Dalam Memperbaiki Taubatmu Wasiat : Menuntut Ilmu Adalah Pondasi Dalam Memperbaiki Taubatmu

Kategori Nasehat

Sabtu, 2 Oktober 2004 08:00:45 WIBWASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAFOleh :Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad asy-Syihhi -Hafidhahullahu-Bagian Ketiga dari Enam Tulisan [3/6]WASIAT KEDUA :MENUNTUT ILMU ADALAH PONDASI DALAM MEMPERBAIKI TAUBATMUIlmu adalah pondasi/asas dalam memrperbaiki taubatmu, yang demikian itu karena dua perkara :Pertama : Syubhat itu kebanyakan menempel di relung hati dan akalmu, jika kamu tidak menghilangkannya dengan ilmu yang bermanfaat maka kamu akan senantiasa dibayangi oleh syubhat tersebut dalam setiap perkataan, perbuatan dan keadaaanmu, bahkan dalam dakwahmu sebagaimana ini adalah fakta kebanyakan dari manusia yang meloncat dari taubat langsung berdakwah, mereka menyeru kepada dakwah salafiyah tapi dicampuri dengan syubhatnya Ikhwanul Muslimin yang menyeru kepada persatuan [seluruh kelompok sesat-pent], atau kepada quthbiyah yang menyeru kepada pengkafiran [kaum muslimin-pent], atau kepada sururiyah hizbiyah, bungkusnya salafiyah tapi bau dan rasanya tidak demikian, maka dakwah mereka kepada salafiyah tercampur dengan manhaj/metode tertentu dengan dasar syubhat yang senantiasa menemaninya sebelum bertaubat dan belum dimusnahkan :Yang ini menyeru kepada kepemimpinan dalam berdakwah ….Yang lain menghancur leburkan sebagian pokok manhaj salafi dengan alasan hal tersebut menyebabkan kerasnya hati, atau memutuskan hubungan persaudaraan …Yang lain lagi mengikrarkan pemikiran-pemikiran quthbiyah …..Yang lain lagi menyeru kepada hizbiyah …..Yang lain lagi membawa pemikiran tahyijiyah [seperti khowarij yang menyeru untuk keluar dari daulah islam atau demontrasi -pent] ….Dan yang lain menggembar-ngemborkan persatuan ….Semua itu diatas namakan salafiyah, kepada Allahlah aku mengeluh, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.Kedua : Kadang-kadang syubhat itu mengombang ambingkanmu, lalu merubah arahmu dalam bertaubat/kembali ke salafiyah, sehingga kamu menjadi bingung atau kamu menyeru kepada syubhat itu sedang kamu merasa benar padahal itu adalah kebatilan yang jelas.Berapa banyak orang yang mengaku-ngaku salafi dan berilmu yang mempermainkan/mengombang-ambingkan para pemuda yang baru bertaubat kepada Allah. Yang demikian itu karena mereka tidak menuntut ilmu yang bermanfaat, atau tidak bertanya kepada ahli ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.Maka wajib bagimu wahai orang yang bertaubat –semoga Allah memberimu taufik- untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, karena hal itu dapat memperbaiki taubatmu, meluruskan jalanmu, denganyalah kamu akan selamat dari syubhat dan dari ketergelinciran, dan kamu akan terhindar dari jaring-jaring perangkap dengan seidzin Allah dan taufik-Nya.Adapun dalil-dalil mengenai keutamaan ilmu dan ulama’ maka hal ini sangatlah dikenal, aku akan sebutkan sebagiannya yaitu :Firman Allah ta’ala : Allah menyatakan bahwasannya tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. Tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana [Ali Imron : 18]Dan firman Allah ta’ala : Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-Nya adalah para ulama’ [Fathir : 28]Dan firman-Nya : Allah mengangkat orang-orang beriman diantara kalian dan yang memiliki ilmu beberapa derajat [Al-Mujadilah : 11]Dan firman Allah ta’ala ketika Dia memberi nikmat kepada Nabi-Nya –shallallahu alaihi wa sallam- dengan diturunkan kepadanya al-Qur’an dan as-Sunnah, serta penjagaan Allah bagi beliau dari menyesatkan manusia : Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan juga karena Allah telah menurunkan kitab dan hikmah [sunnah] kepadamu, dan telah mengajarkanmu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu [An-Nisa’ : 113]Jika kamu –wahai oang yang bertaubat- telah mengetahui pentingnya ilmu dan keutamaannya, serta bahayanya melalaikan ilmu. Maka ketahuilah bahwa ilmu yang [harus] kamu pelajari pertama kali adalah :[Dialihbahasakan dari : al-Washayya as-Saniyyah lit-Ta`ibi as-Salafiyyah Oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad asy-Syihhi -Hafidhahullahu-, Alih Bahasa :Abu Abdirrahman as-Salafy, Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1059&bagian=0


Artikel Wasiat : Menuntut Ilmu Adalah Pondasi Dalam Memperbaiki Taubatmu diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wasiat : Menuntut Ilmu Adalah Pondasi Dalam Memperbaiki Taubatmu.

Kisah Maling Yang Ahli Fiqih

Kumpulan Artikel Islami

Kisah Maling Yang Ahli Fiqih Mukaddimah

Sejenak sebelum membaca semua isinya, barangkali dari judulnya sajasudah mengundang keingin-tahuan anda, benarkah ada maling yang ahlifiqih.

Kedengarannya aneh, kok ada maling yang bisa jadi ahli fiqih Kenapaia bisa melakukana hal itu Siapakah ia sebenarnya

Untuk menjawabnya, silahkan simak kisahnya!

Dikisahkan bahwa suatu malam, seorang Qadli dari Anthokia pergi kesawah miliknya namun tatkala baru berjalan beberapa langkah, tiba-tibaia dihadang oleh seorang maling yang membentak, “Serahkan semua yangengkau miliki.! Kalau tidak, aku tidak akan segan-segan berbuat kasarterhadapmu.!”

“Semoga Allah menolongmu. Sesungguhnya para ulama itu memilikikehormatan. Dan aku adalah seorang Qadli negeri ini, karena itulepaskan aku,” kata Qadli

“Alhamdulillah, karena Dia telah memberikan kesempatan kepadaku untukbertemu dengan orang sepertimu. Aku sangat yakin bahwa kamu bisakembali ke rumah dengan pakaian dan kendaraan yang serba berkecukupan.Sementara orang selainmu barangkali kondisinya lemah, faqir dan tidakmendapatkan sesuatu pun,” jawab si maling

“Menurutku, kamu ini orang yang berilmu,” selidik Qadli

“Benar, sebab di atas setiap orang yang ‘alim ada yang lebih ‘Alim,”jawabnyatenang

“Kalau begitu, apa katamu tentang hadits yang diriwayatkan dariRasulullah SAW, ‘Dien itu adalah Dien Allah, para hamba adalah parahamba Allah dan as-Sunnah adalah sunnah-Ku; barangsiapa yangmembuat-buat sesuatu yang baru [bid’ah], maka atasnya laknat Allah.’Maka, memalak dan merampok adalah perbuatan bid’ah dan akumenyayangkan bila kamu masuk dalam laknat ini,” kata Qadlimengingatkan

“Wahai tuan Qadli, ini hadits Mursal [bagian dari hadits Dla’if],periwayatnya tidak pernah meriwayatkan dari Nafi’ atau pun dari Ibn‘Umar. Kalau pun aku mengikuti kamu bahwa hadits itu shahih atauterputus, maka bagaimana dengan nasib si maling yang amat membutuhkan,tidak memiliki makanan pokok [keseharian] dan tidak dapat pulangdengan berkecukupan. Sesungguhnya harta yang bersamamu itu halalbagiku. Malik meriwayatkan dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar bahwasanyaRasulullah SAW bersabda, ‘Andaikata dunia itu ibarat darah segar,niscaya ia halal menjadi makanan pokok kaum Mukminin.’ Tidakterdapat perbedaan pendapat di kalangan seluruh ulama bahwa seseorangboleh menghidupi dirinya dan keluarga [tanggungan]-nya dengan hartaorang selainnya bila ia khawatir binasa. Demi Allah, aku takut dirikubinasa sementara harta yang ada bersamamu dapat menghidupiku dankeluargaku, maka serahkanlah ia lalu pergilah dari sini dengan selamat,”ujar si maling

“Kalau memang demikian kondisimu, biarkan aku pergi dulu ke sawahkuagar singgah ke penginapan para budak dan pembantuku untuk mengambilsesuatu yang dapat menutupi auratkku. Setelah itu, aku akan serahkankepadamu semua apa yang bersamaku ini,”kata Qadli beralasan

“Tidak mungkin, tidak mungkin.! Orang sepertimu ini ibarat burung didalam sangkar; bila sudah terbang ke udara, lepaslah ia dari genggamantangan. Aku khawatir bila membiarkanmu pergi, kamu tidak bakalmemberikan sesuatu pun kepadaku,” kata si maling lagi

“Aku bersumpah untukmu bahwa aku akan melakukan itu,” kata Qadlimempertegas

“Malik menceritakan kepada kami dari Nafi’, dari Ibn ‘Umar bahwaRasulullah SAW bersabda, ‘Sumpah orang yang dipaksa [terpaksa]tidak menjadi kemestian [tidak berlaku].’ Allah Ta’ala berfirman,‘Kecuali orang yang dipaksa sementara hatinya mantap dengan keimanan.’Aku khawatir nanti kamu menakwil-nakwil terhadap perkaraku ini, karenaitu serahkan saja apa yang ada bersamamu itu.!” tegas si maling seakantidak mau berkompromi

Maka, sang Qadli pun memberinya kendaraan dan pakaian tetapi tidakmenyerahkan celananya. Lalu si maling berkata,

“Serahkan juga celana itu, ini harus.!”

“Sesungguhnya sekarang sudah waktunya shalat padahal Rasulullah SAWbersabda, ‘Celakalah orang yang melihat aurat saudaranya.’Sekarang ini, sudah waktunya shalat sementara orang yang telanjangtidak boleh shalat sebab Allah berfirman, ‘Ambillah hiasan kamusetiap pergi ke masjid.’ Dikatakan bahwa tafsir ‘hiasan’ tersebutadalah pakaian ketika akan shalat,” sang Qadli mulai berargumentasi

“Adapun mengenai shalat kamu itu, maka hukumnya sah. Malikmenceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Ibn ‘Umar bahwasanyaRasulullah SAW bersabda, ‘Orang-orang yang bertelanjang melakukanshalat dengan berdiri sedangkan imam mereka berada di posisi tengah.’Malik berkata, ‘Mereka tidak boleh shalat dengan berdiri tetapi shalatsecara terpisah-pisah dan saling berjauhan hingga salah seorang darimereka tidak bisa melihat kepada aurat sebagian yang lainnya.Sedangkan menurut Abu Hanifah, ‘mereka shalat dengan duduk.’ Sementaramengenai hadits yang kamu sebutkan itu, maka ia adalah hadits

Mursal dan andaikata aku menyerah kepada dalilmu, maka itu dapatdiarahkan kepada makna ‘memandang dengan syahwat.’ Sedangkan kondisimusaat ini adalah kondisi terpaksa bukan bebas, dapat memilih. Bukankahengkau tahu bahwa wanita boleh mencuci farji [kemaluan]-nya dari najispadahal tidak dapat menghindar dari melihatnya. Demikian juga denganseorang laki-laki yang mencukur bulu kemaluannya, orang yang menyunatdan dokter. Bila demikian keadaannya, maka ucapan sang Qadli tidakberlaku,” sanggah si maling yang ahli fiqih ini

“Kalau begitu, kamulah Qadli sedangkan aku hanyalah seorang yangdisidang [mustaqdla], kamulah Ahli Fiqih sedangkan aku hanya orangyang meminta fatwa dan kamulah Mufti sebenarnya. Ambillah celana danpakaian ini.” aku sang Qadli mengakhiri debat itu

Lalu si maling yang ahli fiqih itu mengambil celana dan pakaiantersebut, kemudian berlalu. Sementara Qadli masih berdiri di tempatnyahingga akhirnya ada orang yang mengenalnya.

Qadli berkata, “Sesungguhnya ia adalah seorang ahli fiqih yangdisanjung. Namun masa membuatnya pensiun hingga akhirnya melakukan apayang telah dilakukannya tersebut.”

Akhirnya, sang Qadli mengutus seorang utusan kepadanya, memuliakannyaserta menyuplai kebutuhan hidupnya.

[SUMBER: Mi`ah Qishsshah Wa Qishshah Fii Aniis ash-Shaalihiin WaSamiir al-Muttaqiin karya Muhammad Amin al-Jundy, juz.II, h.62-65]

Artikel Kisah Maling Yang Ahli Fiqih diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kisah Maling Yang Ahli Fiqih.

Tempat Ihram Orang Yang Bertempat Tinggal Kurang Dari Miqat Dan Ihram Sebelum Miqat

Kumpulan Artikel Islami

Tempat Ihram Orang Yang Bertempat Tinggal Kurang Dari Miqat Dan Ihram Sebelum Miqat Tempat Ihram Orang Yang Bertempat Tinggal Kurang Dari Miqat Dan Ihram Sebelum Miqat

Kategori Hajji Dan Umrah

Rabu, 22 Desember 2004 12:00:10 WIBTEMPAT IHRAM ORANG YANG BERTEMPAT TINGGAL KURANG DARI MIQATOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Orang yang bertempat tinggal kurang dari miqat, dari manakah ia berihram JawabanBagi orang yang tempat tinggalnya kurang dari miqat, maka ihram dari tempat dia berada. Seperti penduduk Ummu Salam dan penduduk Bahrah, maka mereka ihram dari tempat mereka, dan penduduk Jeddah ihram dari daerah mereka. Sebab dalam hadits dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa yang kurang dari itu -maksudnya kurang dari tempat-tempat miqat itu-, maka tempat ihramnya dari mana dia berada" [Muttafaqun a'laih]Dalam redaksi lain disebutkan'"Artinya : Maka tempat ihramnya dari mana dia berada, termasuk penduduk Mekkah, maka mereka ihram dari Mekkah" [Muttafaqun a'laih]IHRAM ORANG YANG DI MINAOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang di Mina sebelum hari tarwiyah, apakah memasuki Mekkah terlebih dahulu dan ihram di Mekkah, ataukah dia berihram dari Mina JawabanOrang yang berada di Mina dia juga berihram di Mina dan tidak perlu masuk ke Mekkah, bahkan dia berihram haji di tempatnya jika telah masuk waktunya.IHRAM PADA HARI TARWIYAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Dari manakah ihram orang haji pada hari tarwiyah JawabanIhram dari tempatnya sebagaimana ihramnya para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari rumah mereka masing-masing di Al-Abthah dalam haji wada' atas perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian juga ihram orang yang bertempat tinggal di Mekkah. Ia ihram dari rumahnya sendiri berdasarkan hadits Ibnu Abbas tersebut dan sabda nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa yang [rumahnya] kurang dari itu -maksudnya setelah melewati tempat-tempat miqat-, maka tempat ihramnya dari tempat dia berada, meskipun penduduk Mekkah maka mereka berihram dari Mekkah" [Muttafaqun a'laih]IHRAM SEBELUM MIQAT DAN SEBELUM BULAN-BULAN HAJIOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah hukum ihram sebelum miqat Dan apakah sah ihram haji sebelum bulan-bulan haji JawabanTidak mengapa ihram sebelum miqat makani, seperti Anda ihram dari Thaif dengan cara mandi, memakai pakaian ihram, niat dan membaca talbiyah. Bagi penduduk Madinah boleh berihram dai rumah mereka. Juga diperbolehkan bagi penduduk Mesir jika mereka bertujuan pergi haji untuk ihram ketika keluar dari rumahnya atau ketika naik pesawat terbang menuju Jeddah. Akan tetapi yang demikian itu kurang utama. Adapun ihram haji sebelum bulan-bulannya, seperti ihram haji pada bulan Ramadhan maka demikian itu tidak boleh menurut sebagian ulama karena menganggapnya seperti takbiratulihram dalam shalat sebelum masuk waktu shalat. Barangkali yang lebih mendekati kebenaran adalah bahwa ihram seperti itu sah hukumnya. Sebab mendahulukan ihram tidak membatalkan haji. Hanya saja demikian itu memberatkan orang yang ihram karena panjangnya masa ihram, dimana dia harus ihram sampai hari Arafah dan hari Nahar. Dan demikian ini adalah suatu yang berat. Wallahu a'lam.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1252&bagian=0


Artikel Tempat Ihram Orang Yang Bertempat Tinggal Kurang Dari Miqat Dan Ihram Sebelum Miqat diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tempat Ihram Orang Yang Bertempat Tinggal Kurang Dari Miqat Dan Ihram Sebelum Miqat.

Wanita Dinikahkan Dengan Lelaki Yang Tidak Disukai

Kumpulan Artikel Islami

Wanita Dinikahkan Dengan Lelaki Yang Tidak Disukai

>> Pertanyaan :

Syaikh Abdurrahman Sady ditanya: Apakah boleh memaksa anak perempuanmenikah dengan orang yang tidak disukai?

>> Jawaban :

Tidak dibolehkan baik bapak atau ibu memaksa anaknya untuk menikahdengan laki-laki yang tidak disukainya walaupun si bapak dan si ibuitu simpati akan agama laki-laki itu.

Artikel Wanita Dinikahkan Dengan Lelaki Yang Tidak Disukai diambil dari http://www.asofwah.or.id
Wanita Dinikahkan Dengan Lelaki Yang Tidak Disukai.

Masalah Al-Hakimiyah Merupakan Perkara Yang Baru

Kumpulan Artikel Islami

Masalah Al-Hakimiyah Merupakan Perkara Yang Baru Masalah Al-Hakimiyah Merupakan Perkara Yang Baru

Kategori Tauhid

Rabu, 3 Maret 2004 13:42:46 WIBMASALAH AL-HAKIMIYAH MERUPAKAN PERKARA YANG BARUOlehSyaikh Dr Nashir bin Abdul Karim Al'AqlSyaikh Dr Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, guru dalam bidang aqidah dan madzhab-madzhab Al-Mua'asharah Fakultas Ushuluddin di Riyadh, cabang Universitas Al-Imam Muhammad bin Su'ud Al-Islamiyah, mengatakan bahwa pembicaraan tentang masalah Al-Hakimiyah termasuk perkara-perkara baru yang tidak pernah disebut di kalangan Salaf dengan istilah ini. Apabila kita sodorkan permasalahan ini dengan kaidah-kadiah Salaf dalam hal nama-nama dan sifat-sifat Allah serta perbuatanNya, maka kita ketahui bahwa Al-hakimiyah dengan lafadh ini tidak ada asalnya secara syari'at. Tinggal sebagai lafadh global yang mengandung pengertian banyak. Hal itu karena nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya adalah perkara 'taufiqiyah' [yang hanya ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya], tidak boleh menamai Allah Ta'ala atau mensifati-Nya kecuali dengan apa-apa yang Allah mensifati diri-Nya dengannya atau yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mensifati-Nya dengannya. begitu juga ucapan bahwasanya 'al-hakimiyah' merupakan bagian tauhid keempat tidaklah benar karena masalah hakimiyah mempunyai dua makna.Pertama.Kembali pada makna tasyri' dan perkara syar'i. Hal ini masuk ke dalam tauhid ilahiyah [tauhid ibadah wa tha'ah]. Seperti firman Allah."Artinya : Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari'at dari urusan [agama], maka ikutilah syari'at itu..." [Al-Jatsiyah : 18]Juga firman-Nya."Artinya : Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi kaum yang yakin" [Al-Maidah : 50]Kedua.Kembali kepada hukum qadha dan qadar. Hal ini termasuk ke dalam tauhidrububiyah. Seperti firman Allah."Artinya : Akan tetapi milik Allah-lah semua perintah" [Ar-Ra'd : 31]Juga firman-Nya."Artinya : Maka bersabarlah dengan hukum Rabbmu" [Al-Qalam : 48]Demikian pula sangkaan bahwa 'al-hakimiyah' adalah kekhususan ilahiyah yang paling khusus, tidak ada asalnya dan ini adalah sangkaan yang diada-adakan. 'al-hakimiyah' kadang dimungkinkan untuk makna yang benar, yaitu dikembalikan kepada lafadh syar'i dan nama-nama Allah dan siafat-sifatNya yang warid dalam kitab dan sunnah. Dan kadang mungkin untuk makna yang tidak ada dalil atasnya, maka yang demikian ditolak. Karena dalam makna ini 'al-hakimiyah' merupakan lafadh yang diada-adakan sebagaimana lafadh-lafadh yang diada-adakan oleh Jahmiyah, Mu'tazilah dan dasar ilmu kalam seperti 'wajibul wujud, al-qadim, at-takwin' as-shani' dan lafadh-lafadh lain yang kadang-kadang mengandung makna haq atau batil atau keduanya sehingga lafadh-lfadah ini merupakan lafadh yang 'musykilah' [mengandung permasalahan]. Maka makna-maknanya yang hak diterima dan dikembalikan kepada lafadh-lafadh syar'i, dan kita tidak butuh dengan lafadh 'al-hakimiyah' atau lainnya. Sedangkan makna yang batil kita tolak lafadh maupun maknanya.Tidak boleh memaksakan lafadh-lafadh tersebut khususnya yang berkaitandengan Allah Azza wa Jalla, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya, selama tidak tersebut dalam kitab dan sunnah. Maka kalau begitu 'al-hakimiyah' merupakan lafadh yang bermasalah yang tidak dibutuhkan agama ini dan akidah tida tegak di atasnya serta pemahaman mereka tidak lepas dari sikap yang melampaui batas dalam makna yang dimaksud menurut mereka. Maka penggunaan kata 'al-hakimiyah' lebih utama untuk ditinggalkan.[Disalin dari Harian Al-Muslimun, Kuwait, no 639, Jum’at , 25 Dzulhijjah 1417H, Majalah Salafy, Edisi XXI/1418/1997 hal. 30 - 31]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=359&bagian=0


Artikel Masalah Al-Hakimiyah Merupakan Perkara Yang Baru diambil dari http://www.asofwah.or.id
Masalah Al-Hakimiyah Merupakan Perkara Yang Baru.

Tabdzir Dan Berlebih-Lebihan Dalam Pesta Pernikahan

Kumpulan Artikel Islami

Tabdzir Dan Berlebih-Lebihan Dalam Pesta Pernikahan Tabdzir Dan Berlebih-Lebihan Dalam Pesta Pernikahan

Kategori Pernikahan

Sabtu, 10 Desember 2005 06:11:55 WIBTABDZIR DAN BERLEBIH-LEBIHAN DALAM PESTA PERNIKAHANOlehSyaikh Abdul Aziz Bin BazKewajiban Mensyukuri Segala Kenikmatan Dan Tidak Menggunakannya Bukan Pada Tempatnya.Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga Allah mencurahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du.Adakalanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji hambaNya dengan kefakiran dan kemiskinan, sebagaimana terjadi pada penduduk negeri ini [Saudi Arabia] pada awal abad 14 Hijriah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.â€Å"Artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan â€Å"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepadaNya lah kami kembali” [Al-Baqarah : 155-156]Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan cobaanNya berupa kenikmatan dan kelapangan rizki, sebagaimana realita kita saat ini, untuk menguji iman dan kesyukuran mereka. Dia berfirman sebagai berikut.â€Å"Artinya : Sesungguhnya harta dan anak-anak kamu adalah cobaan. Dan Allah di sisiNya ada pahala yang sangat besar” [A-Taghabun : 15]Kesudahan yang terpuji di dalam semua cobaan itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang amal perbuatan mereka sejalan dengan apa yang disyari’atkan Allah, seperti sabar dan hanya mengharap pahala di dalam kondisi fakir, bersyukur kepada Allah atas segala karuniaNya dan menggunakan harta pada penggunaan yang tepat di waktu kaya dan sederhana di dalam membelanjakan harta kekayaan pada tempatnya, baik untuk keperluan makan dan minum, dengan tidak pelit terhadap diri dan keluarga, dan tidak pula israf [berlebih-lebihan] di dalam menghabiskan harta kekayaan pada sesuatu yang tidak ada perlunya.Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang sikap buruk tersebut, seraya berfirman.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu [kikir] dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya [israf] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal” [Al-Isra : 29]Dan firmanNya.â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka [yang dalam kekuasaanmu] yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” [An-Nisa : 5]Pada ayat di atas Allah melarang menyerahkan harta kekayaan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, sebab mereka akan membelanjakannya bukan pada tempatnya. Maka hal itu berarti bahwa membelanjakan harta kekayaan bukan pada tempatnya [yang syar’i] adalah merupakan perkara yang dilarang.Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.â€Å"Artinya : Hai anak Adam [manusia], pakailah pakaianmu yang indah di setiap [memasuki] masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A’raf : 31]â€Å"Artinya : Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan” [Al-Isra : 26-27]Israf adalah membelanjakan harta kekayaan melebihi kebutuhan yang semestinya. Sedangkan tabdzir adalah membelanjakannya bukan pada tempat yang layak.Sungguh, banyak sekali manusia saat ini yang diberi cobaan, yaitu berlebih-lebihan di dalam hal makanan dan minuman, terutama ketika mengadakan pesat-pesta dan resepsi pernikahan, mereka tidak puas dengan sekedar kebutuhan yang diperlukan, bahkan banyak sekali diantara mereka yang membuang makanan yang tersisa dari makanan yang telah dimakan orang lain, dibuang di dalam tong sampah dan di jalan-jalan. Ini merupakan kufur nikmat dan merupakan faktor penyebab hilangnya kenikmatan.Orang yang berakal adalah orang yang mampu menimbang semua perkara dengan timbangan kebutuhan, maka apabila ada sedikit kelebihan makanan dari yang dibutuhkan, ia segera mencari orang yang membutuhkannya, dan jika ia tidak mendapatkannya, maka ia tempatkan sisa tersebut jauh dari tempat yang menghinakan, agar dimakan oleh binatang melata atau siapa saja yang Allah kehendaki, dan supaya terhindar dari penghinaan. Maka wajib atas setiap muslim berupaya semaksimal mungkin menghindari larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi orang yang bijak di dalam segala tindakannya seraya mengharap keridhaan Allah, mensyukuri karuniaNya, agar tidak meremehkan atau menggunakannya bukan pada tempat yang tepat.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.â€Å"Artinya : Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah [ni’mat] kepadamu, dan jika kamu mengingkari [ni’mat-Ku], maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [Ibrahim : 7]â€Å"Artinya : Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan jangan kamu mengingkari [ni’mat]-Ku” [Al-Baqarah : 152]Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menginformasikan bahwa bersyukur [terima kasih] itu haruslah dengan amal, tidak hanya sekedar dengan lisan. Dia berfirman.â€Å"Artinya : Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur [kepada Allah] Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” [Saba : 13]Jadi bersyukur kepada Allah itu dilakukan dengan hati, lisan dan perbuatan. Barangsiapa yang bersyukur kepadaNya dalam bentuk ucapan dan amal perbuatan, niscaya Allah tambahkan kepadanya sebagian dari karuniaNya dan memberinya kesudahan [nasib] yang baik, dan barangsiapa yang mengingkari ni’mat Allah dan tidak menggunakannya pada yang benar, maka ia berada dalam posisi bahaya yang sangat besar, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengancamnya dengan adzab yang sangat pedih.Semoga Allah berkenan memperbaiki kondisi kaum muslimin dan membimbing kita serta mereka untuk bisa bersyukur kepadaNya dan mempergunakan semua karunia dan ni’matNya untuk ketaatan kepadaNya dan kebaikan bagi hamba-hambaNya. Hanya Dialah yang Maha Kuasa melakukan itu semua. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad, keluarganya dan para shabatnya.[Ibnu Baz, Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah jilid 4, hal. 37][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1693&bagian=0


Artikel Tabdzir Dan Berlebih-Lebihan Dalam Pesta Pernikahan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tabdzir Dan Berlebih-Lebihan Dalam Pesta Pernikahan.

Anda Mempunyai Dua Pilihan

Kumpulan Artikel Islami

Anda Mempunyai Dua Pilihan

>> Pertanyaan :

Syaikh yang mulia, sebagaimana Syaikh ketahui, karena cuaca yangbegitu panas dan harus banyak melakukan jalan kaki, maka sebagianorang ada yang terkena luka bakar pada kedua pahanya. Jika demikian,apakah boleh bagi laki-laki yang terkena hal seperti itu memakaicelana atau yang serupa dengannya untuk melindungi kulit pahanya agarterjaga, sebab kami melihat sendiri adanya sebagian orang yangdarahnya mengucur karena luka bakar terik panas itu dan ia merasakankesakitan. Bagai-mana nasehat dan bimbingan Syaikh?

>> Jawaban :

Dalam kondisi seperti itu, seseorang boleh membalut pahanya dengankain yang diikatkan dari bagian atasnya agar tidak terkena luka bakar[karena panasnya cuaca], dan jika tidak memungkinkan, maka ia bolehmemakai celana, namun ia harus memberikan makan, menurut pendapat yangkuat, kepada enam orang miskin, masing-masing sebanyak setengah sha,atau berpuasa sebanyak 3 hari, atau menyembelih seekor domba danmembagi-bagikan dagingnya kepada kaum fuqara. Sebab Allah telahberfirman,

Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya [laluia bercukur], maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: ber-puasa ataubersedekah atau berkorban. [Al-Baqarah: 196].

Dalam kondisi seperti ini ia tidak berdosa, karena ia melakukannyabaerdasarkan adanya udzur.

[ Ibnu Utsaimin: al-Liqa as-Syahri, vol. 16, hal. 36. ] [ 06122003 /10101424 ]

Artikel Anda Mempunyai Dua Pilihan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Anda Mempunyai Dua Pilihan.

Bila Kamu Sakit, Maka Dia-lah Yang Maha Menyembuhkan

Kumpulan Artikel Islami

Bila Kamu Sakit, Maka Dia-lah Yang Maha Menyembuhkan Masih terlintas di benakku saat aku baru berusiaempat belas tahun. Ketika itu, aku selalu mencari-cari kesempatan danmenjauh dari pandangan mata orang, kenapa Yah, agar aku dapatmenenggak khamar dan menikmatinya hingga teler.

Beberapa tahunpun aku lalui dalam kondisi yang mengenaskan itu. Kiniaku sudah tua dan mencapai usia empat puluh tahun. Pada suatu hari,aku merasa sangat letih sekali dan sepertinya penyakit telahmenggerogotiku dari seluruh tubuh akibat minuman yang laknat itu,dedengkotnya semua barang busuk.

Aku pergi mendatangi seorang dokter untuk memeriksakan kesehatan.Ketika itu, aku sudah tidak lagi minum-minum seperti dulu. Aku telahbertaubat sejak beberapa waktu yang lalu. Ketika sang dokter melihatkudan mengetahui apa yang terjadi terhadap diriku, dia berkata,

“Tidak ada obatnya, kecuali mengkonsumsi barang yang dulu pernahengkau konsumsi.!”

Aku memandanginya sementara letupan emosi mulai menggambar di wajahku.Namun aku ingat betapa kasih sayang Allah terhadap para hamba-Nya,karenanya aku berkata kepadanya,

“Tidak mungkin, pasti ada obatnya!!!.”

Dokter itu berdiri dari tempat duduknya karena tercengang denganucapanku. Kemudian dia meninggalkanku dan tidak memberikan sepatahjawaban pun.

Akhirnya aku keluar dari situ sementara di dalam diriku telah berjanjikepada Allah untuk bertaubat dengan sebenar-benarnya dan kembalikepada-Nya.

Aku tidak berfikir yang lain-lainnya selain harus pergi ke Masjid al-Haram,di Mekkah.

Aku mengenakan pakaian ihram dan ketika itu waktu zhuhur. Aku himpunsemua kekuatan dengan tekad yang bulat menuju kota Mekkah â€"semogaAllah memuliakannya-. Beberapa rekanku mengkhawatirkan kondisiku danlisan mereka menunjukkan keanehan.

Dengan mengendarai mobil, aku menuju ke tempat tujuanku. Perjalananberlangsung selama tiga malam hingga akhirnya aku tiba di masjid al-Haram.Aku kemudian melakukan thawaf dan berdoa kepada Allah agarmenyembuhkan penyakitku, kemudian aku meminum air Zam-Zamsembari berkata,

“Ya Allah, Engkau perkenankan aku sembuh atau Engkau panggil aku kehadlirat-Mu!.”

Tatkala aku meminumnya hingga kenyang, aku merasa rongga mulutkubergetar dan seluruh tubuhku bergoncang-goncang. Setelah itu, akumerasa perlu untuk mengosongkan apa yang ada di dalam perutku. Laluaku ke luar menuju pintu Masjid al-Haram. Ternyata, beberapa bongkahdarah keluar dari rongga mulutku. Ketika sudah berhenti, aku merasakanseakan-akan aku baru dilahirkan kembali. Hal ini membuat imanku kepadarahmat Allah semakin bertambah. Aku kembali ke tempat sumur Zam-Zamdan meminumnya lagi hingga kenyang. Setelah itu, aku merasakan ronggamulutku bergetar kembali dan secepatnya aku keluar menuju pintu al-Haram.Ternyata beberapa bongkah darah keluar lagi, demikianlah hinggaterjadi sebanyak tiga kali. Kemudian aku merasakan perlunya untukmengendurkan otot, beristirahat dan tidur. Begitulah yang terjadi, akumenginap di Masjid al-Haram selama tiga hari, tidak minum selain air

Zam-Zam. Kemudian setelah itu, aku pulang ke Madinah, tempatkediamanku.

Aku kembali menemui dokter itu untuk check up. Begitu dia memeriksaku,tiba-tiba tangannya bergetar lalu membelalakkan kedua matanyalebar-lebar kepadaku sembari berkata dengan terserak, “Wahai Fulan,sungguh Allah telah memberimu karunia-Nya.”

Yah, Allah berfirman, “Allah menentukan rahmat-Nya [kenabian]kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yangbesar.” [Q.s.,Âli’Imrân:74]

[SUMBER: Qashash Wa Mawâqif Dzât ‘Ibar, disusun oleh ‘Adil binMuhammad Ali ‘Abdul ‘Aliy, h.47-49]

Artikel Bila Kamu Sakit, Maka Dia-lah Yang Maha Menyembuhkan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bila Kamu Sakit, Maka Dia-lah Yang Maha Menyembuhkan.

Prioritas Dan Pokok-Pokok Utama Dakwah Tidak Berubah

Kumpulan Artikel Islami

Prioritas Dan Pokok-Pokok Utama Dakwah Tidak Berubah Prioritas Dan Pokok-Pokok Utama Dakwah Tidak Berubah

Kategori Manhaj

Kamis, 13 Mei 2004 08:37:21 WIBPRIORITAS DAN POKOK-POKOK UTAMA DAKWAH TIDAK BERUBAHOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah prioritas dakwah Islamiyah berubah-ubah dari masa ke masa dan dari suatu masyrakat ke masyarakat lainnya Lalu apakah menyerukan aqidah yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah Shallallau ‘alaihi wa sallam, harus pula dilakukan oleh para da’i di setiap zaman Jawaban.Tidak diragukan lagi, bahwa prioritas dan pokok-pokok dakwah Islamiyah sejak diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari Kiamat tetap sama, tidak berubah karena perubahan zaman. Adakalanya sebagian pokok-pokok itu telah terealisasi pada suatu kaum dan tidak ada hal yang menggugurkannya atau mengurangi bobotnya, pada kondisi seperti ini, sang da’i harus membahas perkara-perkara lainnya yang dipandang masih kurang. Kendati demikian, pokok-pokok dakwah Islamiyah sama sekali tidak berubah. Ketika Rasulullah Shallallahu a’laihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda.â€Å"Artinya : Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan [yang berhak disembah] selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka pelaksanaan lima kali shalat dalam sehari semalan. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari yang kaya untuk disalurkan kepada yang miskin di antara mereka” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Az-Zakah 1458, Muslim dalam Al-Iman 19]Itulah pokok-pokok dakwah yang harus diurutkan seperti demikian ketika kita mendakwahi orang lafir. Tapi jika kita mendakwahi kaum muslimin yang telah mengetahui pokok pertama, yaitu tauhid dan tidak ada hal-hal yang menggugurkan atau menguranginya, maka kita menyerukan kepada mereka pokok-pokok selanjutnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits tadi.[Kitabud Da’wah 5, Syaikh Ibnu Utsaimin 2/154-155][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 265-266 Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=717&bagian=0


Artikel Prioritas Dan Pokok-Pokok Utama Dakwah Tidak Berubah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Prioritas Dan Pokok-Pokok Utama Dakwah Tidak Berubah.

Dengan Apakah Hujjah Itu Dapat Ditegakkan ?

Kumpulan Artikel Islami

Dengan Apakah Hujjah Itu Dapat Ditegakkan ? Dengan Apakah Hujjah Itu Dapat Ditegakkan

Kategori Mabhats

Kamis, 8 September 2005 12:32:00 WIBDENGAN APAKAH HUJJAH ITU DAPAT DITEGGAKAN OlehSyaikh DR Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily HafidzohullahPertanyaanSyaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah ditanya : Semoga Allah memberikan kebaikan pada Anda. Dengan apakah hujjah itu dapat ditegakkan?

>> Jawaban :Hujjah itu tegak apabila seorang yang bersalah mengetahui kesalahan dalam suatu masalah dan tahu sebesar apa kesalahannya. Artinya dia tahu bahwa dia salah dan tahu sebesar apa kesalahan itu dengan dalil-dalilnya. Jika orang tersebut mengetahui kesalahannya maka telah tegak pada dia hujjah, contohnya adalah orang yang meninggalkan shalat, jika orang yang meninggalkan shalat ini belum tahu hukumnya, maka belum tegak hujjah itu pada dia. Lantas jika kita terangkan pada dia dalil-dalil dan hukumnya, maka hujjah telah tegak pada dia.Tapi terkadang orang tersebut hanya memahami sebagian hujjah, seperti dia tahu bahwa meninggalkan shalat itu haram hukumnya dan tahu bahwa itu maksiat, tapi dia tidak tahu kadar maksiat itu sehingga tidak mengira bahwa meninggalkan shalat karena meremehkan itu menjadikan pelakunya kafir misalnya-, maka orang semacam ini harus diberitahu bahwa dia itu salah, yaitu bahwa meninggalkan shalat itu kekufuran, dan dijelaskan kepadanya kadar kesalahan itu, inilah proses-proses yang harus dilalui. Dan hal ini tidak diketahui kecuali dengan dalil-dalil, yaitu bahwa orang yang bersalah memahami nash dan dalil yang menunjukkan kesalahan dia, maka jika dia telah faham, telah tegaklah hujjah pada dia, adapun jika dia mempunyai syubhat [kesamaran] atau ada penghalang tegaknya hujjah pada dia, maka tidak bias kita katakan bahwa hujjah telah ditegakkan pada dia.Penilaian tentang tegak atau tidaknya hujjah atas seseorang itu dikembalikan kepada ulama besar, dengan merekalah hujjah bisa tegak. Maka jika ulama tadi mendebat orang yang menyimpang dan menjelaskan pada dia kebenaran, pada waktu itulah kita memperkirakan apakah dia faham atau tidak. Tidak disyaratkan orang yang menyimpang itu mengakui bahwa hujjah telah tegak pada dia, tapi kapan saja kita tahu bahwa fulan telah tahu kebenaran dan jelas pada dia dalilnya, maka bisa kita katakan bahwa hujjah telah tegak pada dia. Hujjah tidak bisa ditegakkan oleh setiap orang, tapi ulamalah yang menegakkan hujjah, hujjah tidak bisa tegak dengan perkataan seseorang : Ketahuliah bahwa meninggalkan shalat adalah kufur, jika kamu terus tidak mau shalat, maka kamu kafir. Hujjah bisa tegak dengan menerangkan pada dia dalil-dalil dan menjawab syubhat-syubhat dia serta menghilangkan syubhat tersebut dan menghapuskan ketidaktahuan serta kejahilan yang ada pada dia sampai kita yakin bahwa orang yang menyimpang itu telah faham tapi terus melakukan kesalahannya karena menolak kebenaran dan sombong, pada waktu itulah kita dapat menghukuminya.Sebagian orang ada yang hujjah itu tidak bisa tegak dengannya, seperti orang jahil atau orang yang tidak bisa menegakkan hujjah dengan baik, misalnya; tidak bisa menjelaskan dalil dengan baik atau tidak berlemah lembut dalam dakwahnya, karena orang yang keras dalam dakwahnya tidak bias tegak hujjah dengannya, Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Harun."Artinya : Pergilah kalian berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut" [Thahaa : 43-44]Padahal Allah tahu bahwa Firaun akan mati dalam keadaan kafir, tapi Allah tetap memerintahkan untuk berkata dengan lemah lembut padanya, karena hujjah tak akan tegak kecuali dengan ar-rifqu dan al-liin [lemah lembut], adapun tanfir [cara yang membuat orang lari] tidak akan bisa hujjah itu tegak dengannya.Kemudian hujjah itu tidak bisa tegak kecuali dengan kesabaran dan penjelasan terhadap orang yang bersalah.Juga seorang alim yang menegakkan hujjah haruslah dipercayai keilmuannya oleh orang yang ditegakkan padanya hujjah, adapun jika penegak hujjah tidak dipercaya olehnya, maka terkadang tidak membuahkan hasil.Tidak ada suatu masalahpun yang dapat kita katakan: Bahwa penegakkan hujjah tidak disyaratkan di dalamnya [dalam masalah itu]. Apabila orang yang bersalah itu tidak tahu hukumnya, maka Allah akan memberikan udzur padanya, ketika dia datang kepada Rabbnya di hari kiamat dan mengatakan: Saya jahil tentang masalah ini, dan Allah tahu kejujuran perkataannya, maka Allah memberikan udzur kepadanya. Walaupun sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ada hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh [yang tidak-bisa-tidak pasti diketahui oleh semua orang] tapi ini menurut perkiraan kita, karena pada dasarnya hal-hal yang seperti itu kebanyakan tidak dilanggar kecuali oleh orang yang sombong atau keras kepala, tapi pada hakikatnya kalau kita katakan bahwa ini adalah masalah darurat yang harus diketahui dalam agama tapi ternyata si Fulan jahil terhadap hal ini, maka tidak bisa kita hukumi dengan kekafiran, karena Allah memberikan udzur dengan kejahilannya itu.Firman Allah Subhanahu wa Taala."Artinya : Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya" [Al-Baqarah : 286]Dan ketidakfahaman dia diluar kemampuannya, dan manusia tidak sama [tidak satu tingkatan] dalam hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh. Hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh ini bagi para ulama berbeda dengan hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh bagi para penuntut ilmu, dan hal-hal ini berbeda antara penuntut ilmu dan orang awwam, negara yang tersebar di dalamnya sunnah dan ilmu berbeda dengan negara yang jauh dari sunnah dan ilmu.Kaidah dalam hal ini adalah bahwa bagaimanapun kesalahan itu harus kita minta penjelasan. Ketika Muadz Radhiallaahu anhu datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kemudian sujud padanya, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Apa ini yaa Muadz , padahal Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengutusnya untuk mengajarkan ilmu dan agama dan beliaupun seorang sahabat yang faqih, tapi ternyata hukum masalah ini tidak beliau ketahui, beliau melakukan hal itu kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam karena takwil [karena beliau melihat ahli kitab bersujud pada rahib mereka, Beliaupun berpandangan bahwa kaum muslimin lebih berhak untuk bersujud kepada Nabinya]. Demikian pula Hatib radhiallaahuanhu, tersembunyi dari beliau masalah itu, padahal hukumnya jelas, sebagaimana dalam kisahnya [ketika Rasulullah menyiapkan pasukan besar untuk fathu Mekah, Hatib mengirimkan surat memberitahukan salah seorang kerabatnya yang ada di Mekah, melalui seorang wanita yang kemudian Allah beritahukan dengan wahyu-Nya, kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun memaafkan beliau [Lihat Shahih Bukhari 3/1095 no. 2845, Shahih Muslim 4/1941 no.2394 --pent]Kerena syubhat itu menghalangi seseorang dari al-haq, walaupun itu seorang ulama, maka harus kita minta penjelasan sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukannya, kita katakan: Apa yang membuat Anda berbuat demikian.Jika ternyata alasannya bisa diterima ketika itulah kita terangkan pada dia ilmu dan menjawab syubhatnya dan tidak boleh kita menghukumi dia hanya karena kesalahan.[Diterjemahkan dari Nasehat Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzohullah, dan risalah ini disusun oleh Abu Abdirrahman Abdullah Zaen dan Abu Bakr Anas Burhanuddin dkk Mahasiswa Universitas Islam Madinah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1568&bagian=0


Artikel Dengan Apakah Hujjah Itu Dapat Ditegakkan ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Dengan Apakah Hujjah Itu Dapat Ditegakkan ?.

Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid

Kumpulan Artikel Islami

Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid

Kategori Wanita - Fiqih Wanita

Rabu, 25 Februari 2004 15:14:02 WIBKERINGANAN BERDZIKIR KEPADA ALLAH BAGI WANITA HAIDOlehAmr Bin Abdullah Mun'imZikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah. Sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa Jalla."Artinya : Karena itu, berdzikirlah [ingat] kalian kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepada kalian, dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kalian mengingkari [nikmat]-Ku". [Al-Baqarah : 152]"Artinya : Dan sesungguhnya berdzikir [mengingat] Allah adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain]". [Al-Ankabut : 45]Dalam mengisahkan Yunus 'Alaihi al-Salam, Dia berfirman."Artinya : Maka kalau sekiranya dia [Yunus] tidak termasuk orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di dalam perut ikan itu sampai hari berbangkit". [Al-Shaffat : 143-144]Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati". [Diriwayatkan oleh Muttafaqun 'alaih dari hadits Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu].Diantara bentuk kemurahan Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap kaum wanita adalah memberikan keringanan kepada kaum wanita untuk berdzikir kepada-Nya selama menjalani masa haid, meski pada saat itu mereka tidak boleh mengerjakan shalat dan puasa.Ummu Athiyah Radhiyallahu 'anha menceritakan."Artinya : Kami diperintahkan keluar pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, juga wanita pingitan dan gadis".'Wanita-wanita haid keluar rumah dan menempati posisi di belakang jama'ah yang mengerjakan shalat, dan bertakbir bersama-sama mereka', Lanjut Ummu Athiyyah". [Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih].Imam Nawawi Rahimahullah juga mengatakan."Ucapan Ummu Athiyyah, 'Wanita-wanita haid itu bertakbir bersama jama'ah menunjukkan dibolehkannya zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi wanita haid dan wanita sedang junub. Yang diharamkan baginya adalah membaca Al-Qur'an.[Disalin dari buku 30 Keringanan Bagi Wanita oleh Amr Bin Abdullah Mun'im, terbitan Pustaka Azzam - Jakarta]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=291&bagian=0


Artikel Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid diambil dari http://www.asofwah.or.id
Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid.

Orang Yang Dikabulkan Doanya 2/2

Kumpulan Artikel Islami

Orang Yang Dikabulkan Doanya 2/2 Orang Yang Dikabulkan Doanya 2/2

Kategori Do'a Dan Dzikir

Kamis, 29 Januari 2004 09:00:23 WIBORANG YANG DIKABULKAN DO'ANYAOlehIsmail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-RumaihBagian terakhir dari Dua Tulisan [2/2][3]. Orang Yang TeraniayaDari Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniyaya, sebab tidak ada hijab antaranya dengan Allah [untuk mengabulkan]". [Shahih Muslim, kitab Iman 1/37-38]Dari Abu Hurairah bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah bersabda."Artinya : Doanya orang yang teraniaya terkabulkan, apabila dia seorang durhaka, maka kedurhakaannya akan kembali kepada diri sendiri". [Musnad Ahmad 2/367. Dihasankan sanadnya oleh Mundziri dalam Targhib 3/87 dan Haitsami dalam Majma' Zawaid 10/151, dan Imam 'Ajluni No. 1302][4] & [5]. Doa Orang Tua Terhadap Anaknya Dan Doa Seorang Musafir.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda."Artinya : Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan ; doa orang yang teraniyaya;doa seorang musafir dan doa orang tua terhadap anaknya". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Do'a bi Dhahril Ghaib 2/89. Sunan At-Tirmidzi, kitab Al-Bir bab Doaul Walidain 8/98-99. Sunan Ibnu Majah, kitab Doa 2/348 No. 3908. Musnad Ahmad 2/478. Dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 596][6]. Doa Orang Yang Sedang PuasaDari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Tiga doa yang tidak ditolak ; doa orang tua terhadap anaknya ; doa orang yang sedang berpuasa dan doa seorang musafir". [Sunan Baihaqi, kitab Shalat Istisqa bab Istihbab Siyam Lil Istisqa' 3/345. Dishahihkan oelh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 1797].[7]. Doa Orang Dalam Keadaan Terpaksa.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman."Artinya : Atau siapakah yang memperkenankan [doa] orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu [manusia] sebagai khalifah di bumi Apakah disamping Allah ada tuhan [yang lain] Amat sedikitlah kamu menginga[Nya]". [An-Naml : 62]Imam As-Syaukani berkata bahwa ayat diatas menjelaskan betapa manusia sangat membutuhkan Allah dalam segala hal terlebih orang yang dalam keadaan terpaksa yang tidak mempunyai daya dan upaya. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang terpaksa adalah orang-orang yang berdosa dan sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud terpaksa adalah orang-orang yang hidup dalam kekurangan, kesempitan atau sakit, sehingga harus mengadu kepada Allah. Dan huruf lam dalam kalimat Al-Mudhthar untuk menjelaskan jenis bukan istighraq [keseluruhan]. Maka boleh jadi ada sebagian orang yang berdoa dalam keadaan terpaksa tidak dikabulkan dikarenakan adanya penghalang yang menghalangi terkabulnya doa tersebut. Jika tidak ada penghalang, maka Allah telah menjamin bahwa doa orang dalam keadaan terpaksa pasti dikabulkan. Yang menjadi alasan doa tersebut dikabulkan karena kondisi terpaksa bisa mendorong seseorang untuk ikhlas berdoa dan tidak meminta kepada selain-Nya. Allah telah mengabulkan doa orang-orang yang ikhlas berdoa meskipun dari orang kafir, sebagaimana firman Allah."Artinya : Sehingga tatkala kamu di dalam bahtera, dan meluncurkan bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan [apabila] gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung [bahaya], maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan keta'atan kepada-Nya semata-mata'. [Mereka berkata] : 'Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". [Yunus : 22]Dan Allah berfirman dalam ayat lain"Artinya : Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Alla]". [Al-Ankabut : 65].Dari ayat di atas Allah mengabulkan doa mereka, padahal Allah tahu bahwa mereka pasti akan kembali kepada kesyirikan. [Fathul Qadir 4/146-147]Imam Ibnu Katsir berkata bahwa Imam Hafizh Ibnu 'Asakir mengisahkan seorang yang bernama Abu Bakar Muhammad bin Daud Ad-Dainuri yang terkenal dengan kezuhudannya. Orang tersebut berkata : "Saya menyewakan kuda tunggangan dari Damaskus ke negeri Zabidany, pada satu ketika ada seorang menyewa kuda saya dan meminta untuk melewati jalan yang tidak pernah saya kenal sebelumnya", Dia berkata : "Ambillah jalan ini karena lebih dekat". Saya bertanya : "Bolehkah saya memilih jalan ini", Dia berkata : "Bahkan jalan ini lebih dekat". Akhirnya kami berdua menempuh jalan itu sehingga kami sampai pada suatu tempat yang angker dan jurangnya yang sangat curam yang di dalamnya terdapat banyak mayat. Orang tersebut berkata : "Peganglah kepala kudamu, saya akan turun". Setelah dia turun dan menyingsingkan baju lalu menghunuskan golok bermaksud ingin membunuh saya, lalu saya melarikan diri darinya, akan tetapi dia mampu mengejarku. Saya katakan kepadanya : "Ambillah kudaku dan semua yang ada padanya". Dia berkata : "Kuda itu sudah milikku, tetapi aku ingin membunuhmu". Saya mencoba menasehati agar dia takut kepada Allah dan siksaan-Nya tetapi ternyata dia seorang yang tidak mudah menerima nasehat, akhirnya saya menyerahkan diri kepadanya.Saya berkata kepadanya : "Apakah Anda mengizinkan saya untuk shalat" Dia berkata : "Cepat shalatlah!" Lalu saya beranjak untuk shalat akan tetapi badan saya gemetar sehingga saya tidak mampu membaca ayat Al-Qur'an sedikitpun dan hanya berdiri kebingungan. Dia berkata : "cepat selesaikan shalatmu!", maka setelah itu seakan-akan Allah membukakan mulut saya dengan suatu ayat yang berbunyi."Artinya : Atau siapakah yang memperkenankan [doa] orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan". [An-Naml : 62]Tidak terduga muncul dari mulut bukit seorang satria datang ke arah kami dengan menggemgam tombak di tangannya, lalu melempar tombak tersebut ke arah orang tadi dan tombak pun mengenai jantungnya lalu seketika itu orang tersebut langsung mati terkapar. Setelah itu, maka saya memegang erat-erat satria tersebut dan saya bertanya : "Demi Allah siapakah engkau sebenarnya" Dia mejawab : "Saya adalah utusan Dzat Yang Maha Mengabulkan permohonan orang-orang yang dalam keadaan terpaksa tatkala dia berdoa dan menghilangkan segala malapetaka". Kemudian saya mengambil kuda dan semua harta lalu pulang dalam keadaan selamat. [Tafsir Ibnu Katsir 3/370-371][Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam berdoa oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 174-180 terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=99&bagian=0


Artikel Orang Yang Dikabulkan Doanya 2/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Orang Yang Dikabulkan Doanya 2/2.