Rabu, 18 Juni 2008

Berdiri Untuk Menyambut Yang Datang

Kumpulan Artikel Islami

Berdiri Untuk Menyambut Yang Datang Berdiri Untuk Menyambut Yang Datang

Kategori Adab Dan Perilaku

Jumat, 13 Mei 2005 15:12:38 WIBBERDIRI UNTUK MENYAMBUT YANG DATANGOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Ketika seseorang masuk, sementara kami sedang duduk di suatu majlis, para hadirin berdiri untuknya, tapi saya tidak ikut berdiri. Haruskah saya ikut berdiri, dan apakah orang-orang itu berdosa JawabanBukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang, hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya [menyalaminya] dan menuntunnya, lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang-orang tertentu. Yang demikian itu termasuk kesempurnaan etika. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri untuk menyambut Fathimah, Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau [1]. Para sahabat Radhiyallahu ‘anhum juga berdiri untuk menyambut Sa’ad bin Mu’adz atas perintah beliau, yaitu ketika Sa’ad tiba untuk menjadi pemimpin Bani Quraizah.Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu ‘anhu juga berdiri dan beranjak dari hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu datang setelah Allah menerima taubatnya, hal itu dilakukan Thalhah untuk menyalaminya dan mengucapkan selamat kepadanya, kemudian duduk kembali [3]. [Peristiwa ini disaksikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak mengingkarinya]. Hal ini termasuk kesempurnaan etika. Permasalahannya cukup fleksible.Adapun yang mungkar adalah bediri untuk pengagungan. Namun bila sekedar berdiri untuk menyambut tamu dan menghormatinya, atau menyalaminya atau mengucapkan selamat kepadanya, maka hal ini disyari’atkan. Sedangkan berdirinya orang-orang yang sedang duduk untuk pengagungan, atau sekedar berdiri saat masuknya orang dimaksud, tanpa maksud menyambutnya atau menyalaminya, maka hal itu tidak layak dilakukan. Yang buruk dari itu adalah berdiri untuk menghormat, sementara yang dihormat itu duduk. Demikian ini bila dilakukan bukan dalam rangka menjaganya tapi dalam rangka mengagungkannya.Bediri untuk seseorang ada tiga macamPertama.Berdiri untuknya sebagai penghormatan, sementara yang dihormat itu dalam keadaan duduk, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat jelata terhadap para raja dan para pembesar mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa hal ini tidak boleh dilakukan, karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para sahabatnya untuk duduk ketika beliau shalat sambil duduk, beliau menyuruh mereka supaya duduk dan shalat bersama beliau sambil duduk{4]. Sesuai shalat beliau bersabda.â€Å"Artinya : Hampir saja tadi kalian melakukan seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Persia dan Romawi, mereka [biasa] berdiri untuk para raja mereka sementara para raja itu duduk” [5]Kedua.Berdiri untuk seseorang yang masuk atau keluar tanpa maksud menyambut/mengantarnya atau menyalaminya, tapi sekedar menghormati. Sikap seperti ini minimal makruh. Para sahabat Radhiyallahu ‘anhu tidak pernah berdiri untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau datang kepada mereka, demikian ini karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukai hal itu.Ketiga.Berdiri untuk menyambut yang datang atau menuntunnya ke tempat atau mendudukannya di tempat duduknya dan sebagainya. Yang demikian ini tidak apa-apa, bahkan termasuk sunnah, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka.[Majmu’ Fatawa Ibn Baz, Juz 4, hal.396][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]_________Foote Note[1].Hadits Riwayat Abu Daud dalam Al-Adab 5217, At-Tirmidzi dalam Al-Manaqib 3871[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Jihad 3043, Muslim dalam Al-Jihad 1768[3]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Maghazi 4418, Muslim dalam At-Taubah 2769[4].. Silakan lihat, di antaranya pada riwayat Al-Bukhari dalam Al-Adzan 689, Muslim dalam Ash-Shalah 411 dari hadits Anas[5]. Hadits Riwayat Muslim dalam Ash-Shalah 413 dari hadits Jabir.

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1430&bagian=0


Artikel Berdiri Untuk Menyambut Yang Datang diambil dari http://www.asofwah.or.id
Berdiri Untuk Menyambut Yang Datang.

Bagaimana Amal Perbuatan Itu Ditimbang

Kumpulan Artikel Islami

Bagaimana Amal Perbuatan Itu Ditimbang Bagaimana Amal Perbuatan Itu Ditimbang

Kategori Fatawa 'Arkanil Islam

Selasa, 2 Maret 2004 07:41:16 WIBBAGAIMANA AMAL PERBUATAN ITU DITIMBANGOlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : â€Å"Bagaimana amal perbuatan itu ditimbang sedangkan ia adalah sekedar sifat bagi yang melakukan amalan tersebut Jawaban.Kaedah dalam menghadapi masalah semacam ini adalah - - sebagaimana telah kita kemukakan juga di atas- - kita pasrah dan menerima apa adanya saja. Kita tidak perlu menanyakan bagaimana dan mengapa. Namun ada juga ada ulama –Rahimahullah- yang berusaha memberikan jawaban atas pertanyaan diatas.Mereka mengatakan bahwa amal perbuatan tersebut itu dirubah menjadi suatu bentuk sehingga ia memiliki jism lalu ditaruh dalam timbangan sehingga dapat diketahui berat atau ringannya amal tersebut.Mereka mengambil contoh dari hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : â€Å"Pada hari kiamat kematian itu dijadikan dalam bentuk kibas [domba], kemudian memanggil penghuni jannah, â€Å"Wahai penghuni jannah!” Lalu merekapun muncul dan menjulurkan lehernya untuk melihat. Kemudian ia memanggil. ‘Wahai penghuni naar !” Lalu merekapun muncul dan menjulurkan lehernya untuk melihat. â€Å"Apa yang terjadi ” Lalu kematian itu didatangkan dalam bentuk domba, lalu ditanyakan, â€Å"Apakah kalian tahu ini ” Mereka menjawab â€Å"Ya”. Kematian itu akhirnya disembelih antara jannah dan naar, lalu dikatakan, â€Å"Wahai penghuni jannahm kekallah dan tiada kematian. Dan wahai penghuni naar, kekallah dan tiada kematian!”.Kita semua tahu bahwa kematian merupakan sifat, akan tetapi Allah menjadikannya sebagai suatu bentuk yang berdiri sendiri. Demikian jugalah amal perbuatan itu menjadi suatu bentuk lalu ditimbang. Wallahu ‘alam.[Disalin dari kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=348&bagian=0


Artikel Bagaimana Amal Perbuatan Itu Ditimbang diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bagaimana Amal Perbuatan Itu Ditimbang.

Cara Yang Baik Untuk Mengingkari Kemungkaran

Kumpulan Artikel Islami

Cara Yang Baik Untuk Mengingkari Kemungkaran Cara Yang Baik Untuk Mengingkari Kemungkaran

Kategori Ma'ruf Nahi Mungkar

Senin, 27 Desember 2004 07:22:11 WIBCARA YANG BAIK UNTUK MENGINGKARI KEMUNGKARANOlehSyaikh Abdul Aziz bin Baz

>> Pertanyaan :Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Kami perhatikan banyak sekali para pemuda yang antusias mengingkari kemungkaran, tapi mereka kurang baik dalam mengingkarinya. Apa saran dan petunjuk Syaikh untuk mereka, dan bagaimana cara terbaik untuk mengingkari kemungkaran?

>> Jawaban :Saran saya untuk mereka agar mengkaji masalahnya dan pertama-tama mempelajarinya sampai yakin benar bahwa masalah tersebut baik atau mungkar berdasarkan dalil syar'i, sehingga dengan demikian pengingkaran mereka itu berdasarkan hujjah yang nyata, hal ini berdasarkan firman Allah."Katakanlah: 'Inilah jalan [agama]ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak [kamu] kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf: 108].Di samping itu, saya juga menyarankan kepada mereka, hendaknya pengingkaran itu dengan cara yang halus, tutur kata dan sikap yang baik agar mereka bisa menerima sehingga lebih banyak berbuat perbaikan daripada kerusakan, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Serulah [manusia] kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." [An-Nahl: 125]Dan firmanNya.â€Å"Artinya : Disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. " [Ali Imran: 159]Serta sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Barangsiapa tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya."[1]Dan sabdanya."Artinya : Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan mem-perindahnya, dan tidaklah [kelembutan] itu tercabut dari sesuatu kecuali akan memburukkannya."[2]Serta berdasarkan hadits-hadits shahih lainnya.Di antara yang harus dilakukan oleh seorang da'i yang menyeru manusia ke jalan Allah serta menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, adalah menjadi orang yang lebih dahulu melakukan apa yang diserukannya dan menjadi orang yang paling dulu menjauhi apa yang dilarangnya, sehingga ia tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dicela Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya."Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain [mengerjakan] kebaktian, sedang kamu melupakan diri [kewajiban]mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab [Taurat] Maka tidakkah kamu berpikir." [Al-Baqarah: 44]Dan firmanNya."Artinya : Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." [Ash-Shaf: 2-3].Di samping itu, agar ia tidak ragu dalam hal itu danagar manusia pun melaksanakan apa yang dikatakan dan dilakukannya.Wallahu waliyut taufiq.[Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 5 hal. 75-76, Syaikh Ibn Baz][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]_________Foote Note[1]. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Birr wash Shilah [2592].[2]. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Birr wash Shilah [2594].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1259&bagian=0


Artikel Cara Yang Baik Untuk Mengingkari Kemungkaran diambil dari http://www.asofwah.or.id
Cara Yang Baik Untuk Mengingkari Kemungkaran.

Hukum Menerbitkan Majalah Ada Gambar Wanita

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Menerbitkan Majalah Ada Gambar Wanita Hukum Menerbitkan Majalah Ada Gambar Wanita

Kategori Media Dan Sarana

Minggu, 15 Februari 2004 19:11:12 WIBHUKUM MENERBITKAN MAJALAH YANG DI DALAMNYA ADA GAMBAR WANITA YANG MEMBUKA WAJAHOlehSyaikh Abdul Aziz bin BazPertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukum menerbitkan majalah yang menampakkan gambar perempuan dalam keadaan terbuka wajahnya dengan cara yang merangsang, dan hanya mementingkan berita tentang bintang film. Apa hukumnya bekerja di majalah ini atau membantu memasarkannya dan hukum membelinya.JawabanTidak boleh menerbitkan majalah yang menampakkan gambar-gambar perempuan yang mengundang pada perbuatan zina, kekejian, homosek, minum-minuman keras dan sebagainya, yang mengajak kepada kebatilan dan membantu penerbitannya.Tidak boleh pula bekerja pada majalah semacam ini, tidak boleh menulis makalah atau memasarkannya, karena perbuatan itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran serta menyebabkan kerusakan di muka bumi, serta upaya merusak masyarakat dan menyebarkan kehinaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman."Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya" [Al-Maidah : 2]Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahal seperti pahala yang mengikutinya tanpa sama sekali mengurangi pahala orang yang mengerjakannya dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sama sekali dosa yang mengerjakannya" [ Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya].Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Ada dua golongan dari Ahli Neraka, belum pernah saya lihat sebelumnya ; para lelaki di tanganya ada cambuk seperti ekor sapi dipakai untuk memukul manusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, sesat dan menyesatkan, kepalanya seperti punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk Surga juga tidak mencium bau Surga. Sesungguhnya bau Surga bisa dicium dari jarak sekian dan sekian" [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahih-nya].Ayat-ayat Al-Qur'an yang semakna dengan hal ini sangat banyak. Kita berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan taufikNya kepada kaum muslimin untuk mengerjakan sesuatu yang didalamnya ada maslahat buat mereka dan keselamatan mereka serta memberi petunjuk kepada orang-orang yang bekerja di media massa, untuk berbuat sesuatu yang menyelamatkan masyarakat, serta semoga Allah melindungi mereka dari kesesatan nafsu mereka dan dari tipuan setan. Sesunguhnya Dia Maha Baik dan Maha Mulia.[Fatawa Mar'ah, 2/95][Disalin dari kitab 'Al-Fatawa al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal.296-298, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=211&bagian=0


Artikel Hukum Menerbitkan Majalah Ada Gambar Wanita diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Menerbitkan Majalah Ada Gambar Wanita.

Sifat-Sifat Dajjal Dan Hadits-Hadits Yang Berkenaan Dengannya

Kumpulan Artikel Islami

Sifat-Sifat Dajjal Dan Hadits-Hadits Yang Berkenaan Dengannya Sifat-Sifat Dajjal Dan Hadits-Hadits Yang Berkenaan Dengannya

Kategori As-Saa'ah - Ad-Dajjal

Kamis, 7 Oktober 2004 07:38:34 WIBSIFAT-SIFAT DAJJAL DAN HADITS-HADITS YANG BERKENAAN DENGANNYAOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MADajjal adalah seorang laki-laki dari anak Adam yang memiliki sejumlah sifat sebagaimana dalam beberapa hadits agar manusia mengetahuinya dan berhati-hati terhadapnya, sehingga apabila kelak ia muncul maka orang-orang mukmin dapat me-ngenalnya serta tidak terfitnah olehnya.Sifat-sifat inilah yang membedakannya dari manusia lainnya sehingga tidak tertipu olehnya kecuali orang yang jahil yang bakal celaka. Kita memohon keselamatan kepada Allah.DI ANTARA SIFAT-SIFAT DAJJALDia adalah seorang muda yang berkulit merah, pendek, berambut keriting, dahinya lebar, pundaknya bidang, matanya yang sebelah kanan buta, dan matanya ini tidak menonjol keluar juga tidak tenggelam, seolah-oleh buah anggur yang masak [tak bercahaya] dan matanya sebelah kiri ditumbuhi daging yang tebal pada sudutnya. Di antara kedua matanya terdapat tulisan huruf kaf, fa', ra' secara terpisah, atau tulisan "kafir" secara bersambung / berangkai, yang dapat dibaca oleh setiap muslim yang bisa menulis maupun yang tidak bisa menulis. Dan di antara tandanya lagi ialah mandul, tidak punya anak.Berikut ini beberapa hadits shahih yang menyebutkan ciri-ciri tersebut, yang juga merupakan dalil akan munculnya Dajjal:[1]. Dari Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Ketika saya sedang tidur, saya bermimpi melakukan thawaf di Baitullah.... " Lalu beliau mengatakan bahwa beliau melihat Isa Ibnu Maryam 'alaihissalam, kemudian melihat Dajjal dan menyebutkan ciri-cirinya dengan sabdanya: "Dia itu seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak' [tak bersinar]. " Para sahabat berkata, "Dajjal ini lebih menyerupai Ibnu Qathn [1] , seorang laki-laki dari Khuza'ah." [Shahih Bukhari, Kitabul Fitan, Bab Dzikrid.Dajjal 13: 90: Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Dzikril Masih Ibni Maryam 'alaihissalam wal-Masihid Dajjal 2: 237].[2]. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut-nyebut Dajjal di hadapan orang banyak, lalu beliau bersabda:"Artinya : Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak buta sebelah matanya. Ketahuilah. sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal itu buta.sebelah matanya yang kanan, seakan-akan matanya itu buah anggur yang tersembul. " [Shahih Bukhari, Kitabul Fitan. Bab Dzikrid Dajjal 13: 90; dan Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asy-rothis Sa'ah, Bab Dzikrid Dajjal 18: 59].[3]. Dalam hadits An-Nawwas bin Sam'an Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah saw bersabda dalam menyifati Dajjal, bahwa dia adalah seorang muda yang berambut sangat keriting [kribo], sebelah matanya tak bercahaya, mirip dengan Abdul 'Uzza bin Qathan. [Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrothis Sa'ah, Bab Dzikrid Dajjal 18: 65].[4]. Menurut hadits yang diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Sesungguhnya Masih Dajjal itu seorang lelaki yang pendek dan gemuk, berambut kribo, buta sebelah matanya, dan matanya itu tidak menonjol serta tidak tenggelam. Jika ia memanipulasi kamu, maka ketahuilah bahwa Rabbmu tidak buta sebelah matanya." [Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abi Dawud 11: 443. Hadits ini derajatnya shahih. Periksa: Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 2: 317-318, hadits nomor 2455].[5]. Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Adapun Masih kesesatan itu adalah buta sebelah matanya. Lebar jidatnya, bidang dadanya bagian atas dan bengkok " [Musnad Imam Ahmad 15: 28-30 dengan tahqiq dan syarah Ahmad Syakir. Dia berkata, "Isnadnva shahih. " hadits ini juga dihasankan oleh Ibnu Katsir. Periksa: An-Nihayah Fil Fitan wai Malahim 1: 130 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini].[6]. Dalam hadits Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Dajjal itu buta matanya sebelah kiri dan lebat rambutnya. " [Shahih Muslim. Kitabul Fitan wa Asyrothis Sa'ah, Bab Dzikrid Dajjal 18: 60-61].[7]. Dalam hadits Anas Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Artinya : Dan di antara kedua matanya termaktub tulisan "kafir" [Shahih Bukhari, Kitabul Fitan, Bab Dzikrid Dajjal 13: 91; dan Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrothus Sa'ah, Bab sa’ah, bab Dzikrid Dajjal 18: 59].Dan dalam satu riwayat disebutkan:"Kemudian beliau mengejanya –kaf fa ra- yang dapat dibaca oleh setiap muslim. " [Shahih Muslim 18: 59].Dan dalam satu riwayat lagi dari Hudzaifah:"Dapat dibaca oleh setiap orang mukmin, baik ia tahu tulis baca maupun tidak. " [Shahih Muslim 18: 61].Tulisan ini [yang ada di antara kedua mata Dajjal] adalah hakiki, sesuai dengan lahirnya, dan tidak sukar untuk diketahui oleh sebagian orang [yang muslim] dan tidak diketahui oleh sebagian orang lagi [yakni orang kafir] [2] bahkan orang muslim yang buta huruf pun dapat membacanya. Hal ini disebabkan kemampuan memandang itu diciptakan oleh Allah bagi hamba-Nya bagaimana dan kapan saja ia berkehendak. Tulisan ini dapat diketahui oleh mukmin dengan pandangan matanya, meskipun dia tidak kenal tulis- menulis, dan tidak dapat diketahui oleh kafir sekalipun dia tahu baca tulis. sebagaimana halnya orang mukmin dapat mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah dengan pandangan matanya sedangkan orang kafir tidak mengetahuinya. Maka Allah menciptakan pengetahuan bagi orang mukmin tanpa mengalami proses belajar mengajar. sebab pada zaman itu memang terjadi hal-hal yang luar biasa. [Fathul-Bari 13: 100].Imam Nawawi berkata, "Pendapat yang dipegang oleh para muhaqiq ialah bahwa tulisan ini nampak secara lahir dan hakiki [sebenamya] sebagai suatu tanda dan alamat yang diciptakan oleh Allah di antara sejumlah alamat atau tanda-tanda yang menunjukkan dengan qath’i akan kekafiran, kebohongan, dan kebatilannya [Dajjal]. Dan tanda-tanda ini dinampakkan oleh Allah kepada setiap orang muslim yang tahu tulis baca maupun yang tidak tahu tulis baca, dan disembunyikannya untuk orang yang dikehendaki-Nya akan celaka dan terfitnah. Dan hal ini tidak dapat dihalangi sama sekali. " [Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi 18: 60][8]. Dan di antara sifat-sifatnya [ciri-cirinya] lagi ialah seperti yang disebutkan dalam hadits Fathimah binti Qais ra mengenai kisah Al-Jasasah yang di dalam kisah [riwayat] itu Tamim Ad-Dari ra berkata. ".... Lain kami berangkat dengan segera sehingga ketika kami sampai di biara tiba-tiba di sana ada seorang yang sangat besar [hebat] dan diikat sangat erat...." [Shahih Muslim. Kitabul Fitan wa Asy-rothis Sa'ah, Bab Qishshotil Jasasah 18: 81].[9]. Dalam hadits Imron bin Husein Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:"Artinya : Semenjak diciptakannya Adam hingga datangnya hari kiamat tidak ada makhluk yang lebih besar[3] daripada Dajjal. " [Shahih Muslim 18: 86-87].[10]. Dajjal tidak punya keturunan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abi Sa'ad Al-Khudri ra dalam kisahnya bersama Ibnu Shayyad. Kata Ibnu Shayyad kepada Abu Sa'id, "Saya bertemu orang banyak dan mereka mengira saya ini Dajjal. Bukankah Anda pernah mendengar Rasulullah saw bersabda bahwa Dajjal tidak punya anak [keturunan]" Abu Sa'id menjawab, "Betul" Ibnu Shayyad berkata lagi," Padahal saya punya anak...." [Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrothis Sa'ah, Bab Dzikri Ibnu Shayyad 18: 50].Perlu diperhatikan bahwa dalam riwayat-riwayat di muka disebutkan bahwa Dajjal itu buta matanya yang sebelah kanan. sedangkan pada riwayat yang lain disebutkan bahwa matanya yang butanya adalah sebelah kiri. padahal semua riwayat itu shahih ini merupakan suatu kemusykilan. Ibnu Hajjar berpendapat bahwa hadits Ibnu Umar yang tercantum dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang menyifati Dajjal buta matanya yang sebelah kanan adalah lebih kuat daripada riwayat Muslim yang mengatakan bahwa yang buta adalah matanya sebelah kiri, sebab hadits yang disepakati shahihnya oleh Bukhari dan Muslim Iebih kuat daripada lainnya. [Fathul-Bari 13: 97]Al-Qadhi‘ Iyadh berpendapat bahwa kedua belah mata Dajjal itu cacat. sebab semua riwayatnya shahih. Yang satu tidak bercahaya [ath-thafi’ah, dengan memakai huruf hamzah] yakni buta, dan ini untuk mata yang sebelah kanan sebagaimana. disebutkan dalam hadits Ibnu Umar. Dan matanya yang sebelah kiri ditumbuhi oleh daging pada sudutnya yang dapat menutupi sebagian atau seluruh lensanya [ath-thafiyah] dengan menggunakan huruf ya'], dan ini yang dimaksud dengan buta matanya sebelah kiri. Jadi masing-masing mata Dajjal itu cacat. yang satu tidak dapat melihat sama sekali dan satunya cacat dengan ditumbuhi daging. Imam Nawawi mengomentari jalan jama' [kompromi] seperti yang dikemukakan Qadhi 'iyadh itu sangat bagus [Syarah Muslim 2: 235] dan dikuatkan pula oleh Abu Abdillah Al-Qurthubi [At-Tadzkirah: 663].[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]_________Foote Note[1]. Ibnu Qathan: namanya Abdul 'Uzza bin Qathan bin Amr Al- Khuza'i. Ada yang mengatakan bahwa dia itu berasal dari kalangan Bani Musthaliq dari suku Khuza'ah. Ibunya bernama Halah binti Khuwailid. Ibnu Qathan tidak memiliki hubungan kesahabatan dengan Rasululiah saw karena dia telah meninggal pada zaman jahiliah. Adapun tambahan riwayat yang mengatakan bahwa dia pemah bertanya kepada Nabi saw, "Apakah keserupaannya denganku itu membahayakan bagiku" Lalu Nabi menjawab, "Tidak, engkau muslim sedang dia kafir" adalah tambahan yang dha'if dari riwayat Al-Mas'udi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang dicampur dengan hadits lain. Periksa: Ta'liq Ahmad Syakir atas musnad Ahmad 15: 30-31; Al-lshobah Fi Tamyizish-Shahabah 4: 239, dan Fathul-Bari 6: 488 dan 13: 101].[2]. Berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa ini adalah majaz sebagai penanda zaman. Dan ini adalah pendapat yang lemah. Periksa: Syarah Muslim oleh An-Nawawi 18: 60-61; dan Fat-hul-Bari 13: 100.[3]. Dalam Catalan kaki Shahih Muslim 4: 2267 terbitan Maktabah DaWan -Indonesia dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "lebih besar" di sini ialah lebih besar fitnah dan bahayanya / perusakannya. [Penj].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1071&bagian=0


Artikel Sifat-Sifat Dajjal Dan Hadits-Hadits Yang Berkenaan Dengannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Sifat-Sifat Dajjal Dan Hadits-Hadits Yang Berkenaan Dengannya.

Mandi Sebelum Shalat Ied

Kumpulan Artikel Islami

Mandi Sebelum Shalat Ied Mandi Sebelum Shalat Ied

Kategori Hari Raya = Ied

Minggu, 18 Januari 2004 19:20:44 WIBMANDI SEBELUM SHALAT IEDOlehSyaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-AtsariDari Nafi' ia berkata : "Abdullah bin Umar biasa mandi pada hari idul Fithri sebelum pergi ke mushallah"[1]Imam Said Ibnul Musayyib berkata :"Artinya : Sunnah Idul Fithri itu ada tiga : berjalan kaki menuju ke mushalla, makan sebelum keluar ke mushalla dan mandi" [2].Aku katakan : Mungkin yang beliau maksudkan adalah sunnahnya para sahabat, yakni jalan mereka dan petunjuk mereka, jika tidak, maka tidak ada sunnah yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal demikian.Berkata Imam Ibnu Qudamah :"Disunnahkan untuk bersuci dengan mandi pada hari raya. Ibnu Umar biasa mandi pada hari Idul Fithri dan diriwayatkan yang demikian dari Ali Radhiyallahu 'anhu. Dengan inilah Alqamah berpendapat, juga Urwah, 'Atha', An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Qatadah, Abuz Zinad, Malik, Asy-Syafi'i dan Ibnul Mundzir" [Al-Mughni 2/370]Adapun yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mandi ini maka haditsnya dhaif [lemah] [3][Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]_________Foote Note.[1]. Diriwayatkan Malik 1/177, Asy-Syafi'i 73 dan Abdurrazzaq 5754 dan sanadnya Shahih[2].Diriwayatkan Al-Firyabi 127/1 dan 2, dengan isnad yang shahih, sebagaimana dalam 'Irwaul Ghalil' 2/104][3]. Ini diriwayatkan dalam 'Sunan Ibnu Majah' 1315 dan dalam isnadnya ada rawi bernama Jubarah Ibnul Mughallas dan gurunya, keduanya merupakan rawi yang lemah. Diriwayatkan juga dalam 1316 dan dalam sanadnya ada rawi bernama Yusuf bin Khalid As-Samti, lebih dari satu orang ahli hadits yang menganggapnya dusta [kadzab].

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=55&bagian=0


Artikel Mandi Sebelum Shalat Ied diambil dari http://www.asofwah.or.id
Mandi Sebelum Shalat Ied.

Jika Orang Yang Shaum Mimpi Basah Di Siang Hari Ramadhan, Apakah Shaumnya Batal ?

Kumpulan Artikel Islami

Jika Orang Yang Shaum Mimpi Basah Di Siang Hari Ramadhan, Apakah Shaumnya Batal ? Jika Orang Yang Shaum Mimpi Basah Di Siang Hari Ramadhan, Apakah Shaumnya Batal

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Jumat, 14 Oktober 2005 15:26:57 WIBJIKA ORANG YANG SHAUM MIMPI BASAH DI SIANG HARI RAMADHAN, APAKAH SAHUMNYA BATAL OlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika orang yang shaum mimpi basah di siang hari Ramadhan, apakah membatalkan shaumnya ataukah tidak Haruskah dia bersegera untuk mandi JawabanMimpi basah tidak membatalkan shaum, karena hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan dari orang yang shaum tersebut. Dan dia wajib mandi janabah ketika melihat keluarnya air mani.Jika seseorang mimpi basah setelah shalat shubuh lalu dia mengakhirkan mandinya hingga menjelang dhuhur maka tidak apa-apa. Demikian pula jika seseorang menggauli istrinya di waktu malam dan dia belum mandi hingga terbitnya fajar, hal itu tidak mengapa, karena disebutkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ketika subuh Nabi masih dalam keadaan junub karena jima [di malam hari], kemudian beliau mandi dan shaum.Demikian pula halnya dengan orang yang haidh dan nifas, seandainya keduanya telah suci di malam hari lalu baru mandi setelah terbit fajar, hal itu tidak mengapa, shaumnya tetap sah. Akan tetapi tidak boleh bagi keduanya maupun bagi yang junub untuk mengakhirkan mandi atau shalatnya hingga terbit matahari. Wajib bagi mereka untuk bersegera mandi sebelum terbit matahari untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya.Bagi seorang laki-laki hendaknya bersegera untuk mandi janabah sebelum shalat subuh sehingga memungkinkan baginya untuk menghadiri shalat jama’ah. Wallahu waliyut Taufiq[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, terbitan At-Tibyan – Solo]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1606&bagian=0


Artikel Jika Orang Yang Shaum Mimpi Basah Di Siang Hari Ramadhan, Apakah Shaumnya Batal ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Jika Orang Yang Shaum Mimpi Basah Di Siang Hari Ramadhan, Apakah Shaumnya Batal ?.

Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah]

Kumpulan Artikel Islami

Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah] Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah]

Kategori Shalat

Kamis, 17 Juni 2004 11:18:32 WIBMEMAKMURKAN MASJID DAN MENDATANGI MASJID [UNTUK BERIBADAH]OlehDr Shalih bin Ghanim bin Abdillah As-Sadlani.Masjid merupakan Baitullah, di dalamnya Ia disembah dan senantiasa disebut nama-Nya. Masjid merupakan menara petunjuk dan bendera Islam. Allah memuliakan serta mengagungkan orang yang mengikatkan dirinya dengan masjid.Allah berfirman."Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping [menyembah] Allah" [Al-Jin : 18]Masjid-masjid itu dibangun agar manusia mengerjakan shalat dan berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an dan taqarrub kepada-Nya, merendah di hadapan-Nya dan mengharapkan pahala di sisi-Nya.Sesungguhnya memakmurkan masjid adalah bagian terbesar untuk taqarub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di antara bagian dari memakmurkan masjid adalah membangun, membersihkan, membentangkan permadani, meneranginya dan masih banyak lagi bagian-bagian dari pemerliharaan masjid. Adapula memakmurkan masjid dengan i'tikaf di dalamnya, shalat dan senantiasa mendatanginya dengan berjama'ah, mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, membaca Al-Qur'an, belajar dan mengajarkannya. As-Sunnah telah menjelaskan keutamaan dan balasan yang besar dalam memakmurkan, membangun dan memelihara masjid.Diriwayatkan dalam shahih Muslim, Utsman Radhiyallahu 'anhu telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barangsiapa telah membangun masjid karena Allah Subhanahu wa Ta'ala [Bukair berkata : Saya menyangka beliau berkata dengan mengharap wajah Allah], maka Allah akan membangunkannya rumah di Jannah" [Shahih Muslim 1/378 no. 533 urutan 24 kitab al-Masajid bab 4]Maksudnya karena ikhlas dengan mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala semata serta mengharap keridhaan-Nya, tidak riya, sum'ah dan tidak pula karena mencari pujian manusia serta bukan karena satu tujuan atau tujuan-tujuan yang lain.Seperti telah dijelaskan tentang keutamaan memakmurkan masjid, dijelaskan pula tentang keutamaan menyiapkan masjid untuk shalat dan pujian bagi orang yang melaksanakannya. Dalam shahih Muslim, Abu Hurairah berkata : Sesungguhnya ada seorang wanita berkulit hitam yang berkhidmat pada masjid [dalam riwayat lain ; seorang pemuda]. Suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melihatnya, maka beliau bertanya tentang dia, para shahabat menjawab, Ia telah meninggal. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Apakah tidak ada kemampuan bagimu untuk memberitahukan kepadaku [tentang kematiannya, ada yang menjawab, sepertinya mereka menganggap kecil masalah itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Tunjukkan padaku kuburannya, maka ditunjukkanlah beliau pada kuburan tersebut, beliau mendo'akannya kemudian bersabda:"Artinya : Sesungguhnya ahli kubur ini dipenuhi kegelapan dan Allah meneranginya dengan shalatku terhadap mereka" [Shahih Muslim 2/658 no 956 urutan 71 Kitab al-Janaiz bab ash-shalat 'ala al-Kubur]Telah ada beberapa nash sharih lagi shahih yang menjelaskan keutamaan mendatangi masjid untuk menunaikan shalat, dzikir dan qira'ah Qur'an. Orang yang menziarahi masjid itu berada dalam penjagaan Allah dan mendapatkan rahmat-Nya selagi ia duduk didalamnya, menjaga adab-adabnya dan selalu menghubungkan hatinya dengan Allah.Sesungguhnya shalat seseorang di dalam masjid dilebihkan dari shalat yang dilakukan di rumah atau di pasar dengan 25 derajat atau 27 derajat. Beberapa nash telah menjelaskan bahwa orang yang mendatangi masjid dalam gelap, maka Allah akan meneranginya dengan sempurna pada hari kiamat, seperti orang yang pergi ke masjid di pagi hari atau di malam hari, Allah akan menyediakan baginya rumah di jannah. Ini merupakan fadhilah yang besar, takkan ada orang yang melampui batas atau meremehkannya kecuali orang yang lalai atau pemalas, maka haram baginya mendapatkan kebaikan saudaranya semuslim.Lihat beberapa hadits yang telah menjelaskan apa yang telah saya katakana ini, supaya menjadi ilmu, bashirah dan petunjuk, dengan itu pula supaya kalian melaksanakan rukun ini sebagai ilham dari syi'ar-syi'ar Islam di masjid bersama jama'ah lain untuk mendapatkan ridha dan balasan dari Allah di dunia dan di akhirat.Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Shalat seseorang [di masjid dengan berjama'ah] itu dilebihkan dengan 25 derajat dari shalat yang dikerjakan di rumah dan di pasar, sesungguhnya salah seorang di antara kalian jika berwudlu kemudian menyempurnakannya lalu mendatangi masjid, tak ada keinginan yang lain kecuali untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah pun kecuali Allah mengangkatnya satu derajat, dan terhapus darinya satu kesalahan hingga ia masuk masjid ..." [Muttafaqun 'alaih, Lu'lu wal Marjan, yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim 1/131 no. 387]Orang yang menziarahi masjid berada dalam perlindungan dan rahmat dari Allah selagi tetap dalam duduk dan menjaga adab-adabnya dengan menghadapkan hati kepada Allah semata.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang menyebabkan Allahmenghapuskan kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat .. para shahabat menjawab ; Ya wahai Rasulullah, beliau bersabda, "Menyempurnakan wudlu meski dalam keadaan susah dan banyak-banyak mendatangi masjid, menunggu shalat setelah shalat.... itulah ribat, itulah ribat, itulah ribat" [Shahih Muslim 1/219 no 251 urutan 41 bab 14 kitab At-Thaharah]Allah berfirman."Artinya : Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak [pula] oleh jual beli dari mengingat Allah, dan [dari] mendirikan sembahyang, dan [dari] membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang [di hari itu] hati dan penglihatan menjadi goncang. [Mereka mengerjakan yang demikian itu] supaya Allah memberi balasan kepada mereka [dengan balasan] yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas" [An-Nur : 36-38]Banyak sekali ayat dan hadits-hadits dalam bab ini, maka bagi orang yang berkhidmat di masjid dan bertanggung jawab atas masjid baik atas nama pribadi, jama'ah, yayasan atau yang lain haruslah menghidupkan masjid dengan membangun, membersihkan, menghamparkan permadani, penerangan dan kesinambungan pemenuhan air serta lainnya yang termasuk di dalamnya demi kemudahan dan kelancaran hamba Allah untuk melaksanakan amal-amal yang besar di dalam masjid.[Disalin dari kitab Shalat Al-Jama'ah Hukmuha Wa Ahkamuha Wat Tanbih 'Ala Ma Yaqa'u Fiiha Min Bid'ain Wa Akhthain edisi Indoensia Shalat Berjama'ah, Panduan Hukum, Adab, Hikmah. hal 61-65, Pustaka Arafah]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=829&bagian=0


Artikel Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah] diambil dari http://www.asofwah.or.id
Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah].

Hukum Para Penjual Yang Melakukan Kepemilikan Uang Muka

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Para Penjual Yang Melakukan Kepemilikan Uang Muka Hukum Para Penjual Yang Melakukan Kepemilikan Uang Muka

Kategori Fatawa Jual Beli

Kamis, 10 Nopember 2005 08:28:08 WIBHUKUM PARA PENJUAL YANG MELAKUKAN KEPEMILIKAN UANG MUKAOlehAl-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal IftaPertanyaan.Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Banyak dari para penjual melakukan kepemilikan uang muka pada saat jual beli tidak terjadi. Apa hukumnya JawabanJual beli dengan uang muka itu boleh. Yaitu, pembeli membayarkan uang kepada penjual atau wakilnya, yang jumlahnya lebih sedikit dari harga yang harus dibayarkan setelah transaksi jual beli ditetapkan, untuk mejamin barang dagangan tersebut, agar tidak diambil orang lain. Dan jika pembeli itu mengambil tersebut maka uang muka itu sudah masuk dalam hitungan harga.Dan jika dia tidak mengambil barang tersebut, maka penjual boleh mengambil dan menjadikannya sebagai hak milik. Jual beli dengan uang muka ini dibenarkan, baik diberi batasan waktu pembayaran sisa harga yang harus dibayarkan atau tidak diberikan batasan waktu. Dan yang menujukkan dibolehkannya jual beli dengan uang muka ini adalah apa yang dilakukan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Imam Ahmad pernah berbicara mengenai uang muka ini : â€Å"Tidak ada masalah dengannya”.Dan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dimana dia membolehkan hal tersebut. Sedangkan Sa’id bin Al-Musyyab dan Ibnu Sirin mengatakan : â€Å"Tidak ada masalah dengannya”. Dia memakruhkan dikembalikannya barang dagangan yang disertai dengan sesuatu.Adapun hadits yang diriwayatkan dai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau melarang jual beli dengan uang muka [1] adalah hadits dhaif, yang dinilai dha’if oleh Imam Ahmad dan yang lainnya. Sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke 2 dan ke 3 dari Fatwa Nomor 19637. Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]_________Foote Note[1]. HR Malik di dalam kitab Al-Muwaththa’ II/609, Ahmad II/183, Abu Dawud III/768 nomor 3502, Ibnu Majah II738 dan 739 Nomor 2192 dan 2193, Al-Baihaqi V/342, Ibnu ‘Adi [Al-Kaamil] IV/15 Terjemah Nomor 977, Al-Baghawi di dalam Syarhus Sunnah VIII/135 Nomor 2106

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1659&bagian=0


Artikel Hukum Para Penjual Yang Melakukan Kepemilikan Uang Muka diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Para Penjual Yang Melakukan Kepemilikan Uang Muka.

Banyak Perdagangan

Kumpulan Artikel Islami

Banyak Perdagangan Banyak Perdagangan

Kategori Hadits

Kamis, 11 Agustus 2005 06:39:32 WIBBANYAK PERDAGANGANOlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-WabilMUKADIMAHArtikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro [kecil] ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.________________________________Diantara tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat lainnya ialah banyaknya perdagangan yang dilakukan manusia, sehingga kaum wanitapun ikut berdagang bersama laki-laki.Imam Ahmad dan Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.â€Å"Artinya : Menjelang datangnya hari kiamat para pembesar sama menyerah dan perdagangan merebak ke mana-mana sehingga kaum wanita pun ikut serta berdagang dengan suaminya” [Musnad Ahmad 5 : 333 dengan syarah Ahmad Syakir, katanya , â€Å"Isnadnya shahih”, dan Mustadrak Al-Hakim 4 : 445-446]An-Nasa’i meriwayatkan dari Amr bin Taghlab, katanya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat ialah melimpahnya harta dan meluasnya perdagangan” [Sunnah Nasa’i 7 : 2444 dengan syarah Sayuti. Hadits ini diriwayatkan dari Al-Hasan dari Amr bin Taghlab, dan Al-Hasan ini adalah seorang mudallis [suka menyamarkan perawi/hadits], sedang hadits ini diriwayatkan secara mu’an’an ; tetapi di dalam riwayat Ahmad dia menyatakan secara tegas bahwa Amr bin Taghlab menyampaikan kepadanya. Periksa : Musnad Ahmad 5 : 69 dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul Ummal, dan lihat pula Silsilah Ahaditsi Shahihah oleh Al-Albani 2 : 252-252]Apa yang disinyalir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, kini telah menjadi kenyataan. Perdagangan telah meluas dan menyebar ke mana-mana, kaum wanita pun ikut serta berkecimpung dalam dunia perdagangan, manusia sibuk mengumpullkan harta dan berlomba menumpuk kekayaan. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa beliau tidak takut ummat beliau ditimpa kemiskinan, tetapi beliau merasa takut kalau ummat beliau dimudahkan [dihamparkan kepada mereka] kekayaan dunia, lantas mereka berebutan memperolehnya. Dalam sebua hadits beliau bersabda.â€Å"Artinya : Demi Allah, bukan kefakiran [kemiskinan] yang aku khawatirkan atas kamu tetapi yang kukhawatirkan atas kamu ialah apabila dunia ini dibentangkan [dilapangkan] untuk kamu sebagaimana dilapangkan untuk orang-orang sebelum kamu, lantas kamu berlomba-lomba memperebutkannya, lantas kamu binasa karenanya sebagaimana mereka binasa karenanya” [Shahih Bukhari, kitab Al-Jizyah wal Muwada’ah, bab Al-Jizyah wal Muuwada’ah ma’a Ahlidz-Dzimmah wal harbi 6 : 257-258. Shahih Muslim, kitab Az-Zuhdi 18 : 95]Dan dalam riwayat Muslim dengan lafal :â€Å"Artinya : …. Dan menjadikan kamu lalai sebagaimana menjadikan mereka lalai” [Shahih Muslim 18 : 896]Dan dalam hadits lain beliau bersabda.â€Å"Artinya : Apabila negeri Parsi dan Rum telah dibukakan untuk kamu [dapat kamu kalahkan], akan menjadi kaum apakah kamu : Abdur Rahman bin Auf menjawab, â€Å"Kami akan berkata [berbuat] sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada kami, â€Å"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpali, â€Å"Atau yang lain lagi yang kamu lakukan, yaitu kamu saling berlomba [berebut], kemudian saling iri dan dengki, kemudian saling membelakangi, kemudian saling membenci, dan sebagainya” [Shahih Muslim, kitab Az-Zuhdi 18 : 96]Munafasah atau berlomba-lomba untuk memperoleh kekayaan dan kedudukan duniawi menyebabkan lemahnya kehidupan beragama dan rusaknya umat secara silang sengketanya kalimat mereka sebagaimana telah terjadi tempo dulu dan masa kini.[Disalin dari buku Asyratus Sa'ah. Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, terbitan Pustaka Mantiq, penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1529&bagian=0


Artikel Banyak Perdagangan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Banyak Perdagangan.

Kisah Sedih Si Gadis Miskin

Kumpulan Artikel Islami

Kisah Sedih Si Gadis Miskin Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaanberupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah bertahun-tahun iarasakan. Ini adalah cerita kisah seorang gadis yang bernama Muha.Kisah ini diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan burung danratapan ranting pepohonan.

Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik. Sebagaimana yang telahkami katakan, sejak kecil ia sudah mengidap penyakit yang kronis.Sejak usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain, bercanda danbersiul seperti burung sebagaimana anak-anak yang seusianya. Bukankahia juga berhak merasakannya

Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat menjalankan kehidupandengan normal seperti orang lain, walaupun ia tetap berada dalampengawasan dokter dan bergantung dengan obat.

Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang dideritanya. Ia menjadiseorang remaja yang cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taatberagama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untukmendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernahhabis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yangmemaksanya berbaring di tempat tidur selama berhari-hari.

Selang beberapa waktu atas kehendak Allah seorang pemuda tampan datangmeminang, walaupun ia sudah mendengar mengenai penyakitnya yang kronisitu. Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi kecantikan, agamadan akhlaknya...kecuali kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu halyang sangat penting. Tetapi mengapa

Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan melahirkan anak-anak yangakan mengisi dan menyemarakkan kehidupannya sebagaimana layaknyawanita lain

Demikianlah hari berganti hari bulan berganti bulan si pemudamemberikan bantuan materi agar si gadis meneruskan pengobatannya disalah satu rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi dorongan morilyang selalu ia berikan.

Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya persiapan pesta pernikahandan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

Beberapa hari sebelum pesta pernikahan, calonnya pergi untukmenanyakan pengerjaan gaun pengantin yang masih berada di tempat sipenjahit. Gaun tersebut masih tergantung di depan toko penjahit. Gauntersebut mengandung makna kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang punyang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat gaun tersebut.

Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang mengepakkan sayapputihnya mendekap langit dan memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangatbahagia bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa hari lagi iaakan memasuki hari yang terindah di dalam kehidupannya. Ia akan merasaada ketenangan jiwa, kehidupan mulai tertawa untuknya dan ia melihatadanya kecerahan dalam kehidupan.

Bila gaun yang indah itu dipakai Muha, pasti akan membuatpenampilannya laksana putri salju yang cantik jelita. Kecantikannyayang alami menjadikan diri semakin elok, anggun dan menawan.

Walau gaun tersebut terlihat indah, namun masih di perlukan sedikitperbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih ditinggal di tempat sipenjahit. Sang calon berniat akan mengambilnya besok. Si penjahitmeminta keringanan dan berjanji akan menyelesaikannya tiga hari lagi.Tiga hari berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan,hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun lebih cepat dansebenarnya malam itu ia tidak tidur. Kegembiraan membuat matanya takterpejam. Yaitu saat malam pengantin bersama seorang pemuda yangterbaik akhlaknya.

Si pemuda menelepon calon pengantinnya, Muha memberitahukan bahwasetengah jam lagi ia akan pergi ke tempat penjahit untuk mengambilgaun tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih meyakinkan bahwa gaunitu pantas untuknya. Pemuda itu pergi ke tempat penjahit danmengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi terdorong perasaanbahagia dan gembira akan acara tersebut yang merupakan peristiwaterpenting dan paling berharga bagi dirinya, demikian juga halnya bagidiri Muha.

Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil tersebut keluar daribadan jalan dan terbalik berkali-kali. Setelah itu mobil ambulansdatang dan melarikannya ke rumah sakit. Namun kehendak Allah berada diatas segalanya, beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal dunia.Sementara telepon si penjahit berdering menanyakan tentang pemuda itu.Si penjahit mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum juga sampai kerumah padahal sudah sangat terlambat.

Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon pengantin wanita. Sekalipun begitu, pihak keluarga tidak mempermasalahkan sebabketerlambatannya membawa gaun itu. Mereka malah memintanya agarmemberitahu si pemuda bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarangsedang dilarikan ke rumah sakit. Kali ini sakitnya tidak memberi Muhabanyak kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih berbelas kasihkepadanya, tidak ingin Muha merasa sakit. Sekarang rasa sakit itubenar-benar membuat derita dan kesengsaraan yang melebihi penderitaanyang ia rasakan sepanjang hidupnya yang pendek.

Beberapa menit kemudian datang berita kematian si pemuda di rumahsakit dan setelah itu datang pula berita meninggalnya sang calonpengantinnya, Muha.

Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja, bunga-bunga telah layu danmati, burung-burung berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malamyang diangan-angankan akan menjadi paling indah dan berkesan itu,berubah menjadi malam kesedihan dan ratapan, malam pupusnyakegembiraan.

Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan toko penjahit. Tiadayang memakai dan selamanya tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaunitu bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang melihatnya pastiakan bertanya-tanya, siapa pemiliknya.

[SUMBER: Serial Kisah Teladan, Muhammad bin Shalih al-Qahthani,seperti dinukilnya dari Mausu’ah al-Qishshash al-Waqi’iyyahdengan perubahan semestinya, Penerbit DARUL HAQ, telp.021-4701616]

Artikel Kisah Sedih Si Gadis Miskin diambil dari http://www.asofwah.or.id
Kisah Sedih Si Gadis Miskin.

Tidak Mengkafirkan Seorangpun Dari Kaum Muslimin Kecuali Dia Membatalkan Keislamannya

Kumpulan Artikel Islami

Tidak Mengkafirkan Seorangpun Dari Kaum Muslimin Kecuali Dia Membatalkan Keislamannya Tidak Mengkafirkan Seorangpun Dari Kaum Muslimin Kecuali Dia Membatalkan Keislamannya

Kategori Ushul Aqidah Ahlissunnah

Jumat, 17 September 2004 09:28:49 WIBTIDAK MENGKAFIRKAN SEORANGPUN DARI KAUM MUSLIMIN KECUALI APABILA DIA MELAKUKAN PERBUATAN YANG MEMBATALKAN KEISLAMANNYA.OlehSyaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-FauzanDan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku [dosa besar tersebut] tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..." [An-Nisaa : 48]Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma'shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta'at dengan adanya kekafiran.[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, penerjemah Abu Aasia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1029&bagian=0


Artikel Tidak Mengkafirkan Seorangpun Dari Kaum Muslimin Kecuali Dia Membatalkan Keislamannya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tidak Mengkafirkan Seorangpun Dari Kaum Muslimin Kecuali Dia Membatalkan Keislamannya.

Tempat Niat Dalam Hati Dan Sunnah Mengucapkan Ketika Dalam Haji

Kumpulan Artikel Islami

Tempat Niat Dalam Hati Dan Sunnah Mengucapkan Ketika Dalam Haji Tempat Niat Dalam Hati Dan Sunnah Mengucapkan Ketika Dalam Haji

Kategori Hajji Dan Umrah

Selasa, 21 Desember 2004 13:38:21 WIBTEMPAT NIAT DALAM HATI DAN SUNNAH MENGUCAPKAN KETIKA DALAM HAJIOlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaanSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah niat ihram harus diucapkan dengan lidah Dan bagaimana cara niat haji karena mewakili orang lain JawabanTempat niat di dalam hati, bukan di lisan. Caranya adalah agar sesorang niat dalam hatinya bahwa dia akan haji atas nama fulan bin fulan. Demikian itulah niat. Namun untuk itu dia disunnahkan melafazkan seperti dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fullan " [Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama fulan], atau "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan " [Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah atas nama Fulan] hingga apa yang ada dalam hati dikuatkan dengan kata-kata. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melafazkan haji dan juga melafazkan umrah. Maka demikian ini sebagai dalil disyari'atkannya melafalkan niat karena mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana para sahabat juga melafazkan demikian itu seperti diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka mengeraskan suara mereka. Ini adalah sunnah. Tapi jika seseorang tidak melafazkan dan cukup niat dalam hati dan melaksanakan semua rukun haji seperti apa yang dilakukan untuk dirinya sendiri dengan talbiyah secara mutlak dan mengulang-ngulang talbiyah secara mutlak tanpa menyebutkan fulan dan fulan sebagaimana dia talbiyah untuk dirinya sendiri, maka seakan dia haji untuk dirinya sendiri. Tapi jika menentukan nama orang dalam talbiyahnya, maka demikian itu talbiyah yang utama, kemudian dia melanjutkan talbiyah sebagaimana dilakukan orang-orang yang haji dan umrah, yaitu :"Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah dan tiada sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu. Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, Rabb kebenaran"Maksudnya, dia membaca talbiyah sebagaimana dia membaca talbiyah untuk dirinya sendiri dengan tanpa menyebutkan seseorang yang diwakili kecuali dalam awal ibadah dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fulan " [Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama Fulan], atau : "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan " [ Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah si Fulan], atau : "Labbaikallahumma hajjan wa 'umratan 'an Fulan " [Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji dan umrah atas nama Fulan]. Niat-niat seperti ini yang utama dilakukan pada awal niatnya ketika ihram.[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1249&bagian=0


Artikel Tempat Niat Dalam Hati Dan Sunnah Mengucapkan Ketika Dalam Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tempat Niat Dalam Hati Dan Sunnah Mengucapkan Ketika Dalam Haji.

Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan

Kumpulan Artikel Islami

Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan

>> Pertanyaan :

Saya pernah membaca di dalam beberapa kitab Fiqh, di sana dinyatakanbahwa boleh bagi orang yang berihram menyembelih binatang hadyu-nyasesudah melakukan umrah, dan ini bersifat anjuran saja. Apakah initermasuk salah satu sunnah yang dilupakan di jaman sekarang Sayaberharap Syaikh menjelaskan kepada kita semua tentang sunnah ini jikamemang benar merupakan sunnah. Semoga Allah memberikan pahala bagiSyaikh.?

>> Jawaban :

Ya. Ini termasuk Sunnah yang dilupakan. Namun tidak termasuk sunnahapabila Anda menunaikan umrah lalu membeli seekor kambing kemudianmenyembelihnya. Yang Sunnah adalah Anda menggiring kam-bing itu darinegeri Anda atau paling tidak, dari miqat atau dari luar tanah harammenurut sebagian ulama. Ini disebut sauqul hadyi. Adapun kalau andamenyembelih [kambing] seusai melakukan umrah tanpa menggiringnyasebelumnya ke Mekkah, maka ini tidak termasuk sunnah.

[Ibnu Utsaimin: al-Liqa as-Syahri, jilid 7, hal. 54.]

Artikel Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ini Termasuk Sunnah Yang Dilupakan.

Hukum Proses Penjualan Melalui Jaringan Internet

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Proses Penjualan Melalui Jaringan Internet Hukum Proses Penjualan Melalui Jaringan Internet

Kategori Media Dan Sarana

Rabu, 10 Agustus 2005 13:04:47 WIBHUKUM PROSES PENJUALAN MELALUI JARINGAN INTERNETOlehSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-JibrinPertanyaanSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Beberapa hari belakangan ini sering dilakukan proses penjualan melalui jaringan internet, apa hukumnya menurut syari’at kami mohon diberi fatwa mengenai hal itu, semoga Anda diganjar pahala oleh Allah.JawabanDi antara syarat-syarat penjualan adalah mengetahui harga dan mengetahui barang sehingga ketidaktahuan terhadap imbalan [harga] dan barang tersebut lenyap sebab ketidaktahuan ini dapat menimbulkan perbedaan dan peselisihan yang memiliki dampak yang luar biasa terhadap munculnya permusuhan antara sesama kaum muslimin, saling tidak berteguran, memutus silaturrahim dan saling membelakangi [tidak peduli] yang kesemua ini dilarang dan diperingatkan oleh AllahManakala mengetahui barang hanya bisa terealisir melalui proses melihat atau kriteria yang jelas, maka kami memandang bahwa hal tersebut tidak akan menjadi jelas kecuali dengan cara bertemu dan berbicara langsung, menyaksikan barang serta mengetahui manfaat dan jenisnya. Terkadang, hal itu tidak akan dapat terealisir dengan sempurna bilamana proses akad dilaksanakan melalui monitor atau pembicaraan via telepon yang biasanya sering terjadi pengabaian dalam menjelaskan dan berlebih-lebihan dalam memuji produk serta menyebutkan keunggulan-keunggulan produknya tersebut sebagaimana yang tampak jelas dalam berbagai bentuk iklan dan promosi yang dipublikasikan melalui surat-surat kabar dan majalah-majalah padahal tidak terbukti atau kebanyakannya tidak terbukti ketika digunakan.Apapun alasannya, bila memang terealisasi syarat di dalam menjelaskan, mengetahui harga dan barang serta ketidaktahuan akan hal itu telah lenyap ; maka boleh melakukan transaksi dan akad jual-beli melalui telepon, monitor, internet atau sarana-sarana lainnya yang memang dapat dimanfaatkan, menjamin dari kerusakan, manipulasi, merugikan kepentingan dan mendapatkan harta dengan cara yang tidak haq. Bila salah satu dari dampak-dampak negative ini ada pada transaksi jual-beli tersebut, maka jual beli dengan sarana-sarana tersebut tidak dibolehkan.Betapa banyak terjadi kerugian yang fatal dan kebangkrutan yang dialami oleh pemilik mdal besar karena hal itu, belum lagi ditambah dengan terjadinya perselisihan dan perseteruan yang membuat sibuk para Qhadi dan Hakim dalam menyelesaikannya.Wallahu ‘alam[Fatwa ini diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, pada tanggal 24-7-1420H][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1528&bagian=0


Artikel Hukum Proses Penjualan Melalui Jaringan Internet diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Proses Penjualan Melalui Jaringan Internet.

Macam-Macam Ikhtilaf 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Macam-Macam Ikhtilaf 1/2 Macam-Macam Ikhtilaf 1/2

Kategori Akhlak

Senin, 12 Juli 2004 23:09:30 WIBMACAM-MACAM IKHTILAFOlehSalim bin Shalih Al-MarfadiBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Para ulama telah meneliti dalil-dalil tentang ikhtilaf, sehingga nampak jelas bahwa ikhtilaf itu ada dua macam, masing-masing terdiri dari beberapa jenis.1. IKHTILAF TERCELAJenis-jenisnya adalah sebagai berikut :[a]. Ikhtilaf yang kedua belah pihak dicela, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang ikhtilafnya orang-orang Nashara."Artinya : Maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat" [Al-Maidah : 14]Firman Allah dalam menerangkan ikhtilaf nya orang-orang Yahudi"Artinya : Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya" [Al-Maidah : 64]Demikian juga ikhtilaf nya ahlul ahwa [pengikut hawa nafsu] dan ahlul bid'ah dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Allah berfirman."Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka [terpecah] menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka" [Al-An'am : 159]Juga termasuk kedalam ikhtilaf jenis ini adalah ikhtilaf antara dua kelompok kaum muslim dalam masalah ikhtilaf tanawwu' [fariatif] dan masing-masing mengingkari kebenaran yang dimiliki oleh kelompok lain.[b]. Ikhtilaf yang salah satu pihak dicela dan satu lagi dipuji [karena benar].Ini disebut dengan ikhtilaf tadhadh [kontradiktif] yaitu salah satu dari dua pendapat adalah haq dan yang satu lagi adalah bathil. Allah telah berfirman"Artinya : Akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka yang beriman dan ada [pula] diantara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan" [Al-Baqarah : 253]Ini [ayat di atas] adalah pembeda antara al-haq [kebenaran] dengan kekufuran. Adapun pembeda antara al-haq [kebenaran] dengan bid'ah adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits iftiraq."Artinya : Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 firqah [kelompok], kaum Nashara menjadi 72 firqah, dan ummat ini akan terpecah menjadi 73 firqah, semuanya [masuk] didalam neraka kecuali satu. Ditanyakan : "Siapakah dia wahai Rasulullah " Beliau menjawab : "orang yang berada diatas jalan seperti jalan saya saat ini beserta para sahabatku" dalam sebagian riwayat : "dia adalah jama'ah" [Lihat "Silsilah Ash-Shahihah 204 Susunan Syaikh Nashiruddin Al-Albani]Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa semua firqah ini akan binasa, kecuali yang berada diatas manhaj salaf ash-shaleh. Imam Syathibi berkata : "Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [illa waahidah] telah menjelaskan dengan sendirinya bahwa kebenaran itu hanya satu, tidak berbilang. Seandainya kebenaran itu bermacam-macam, Rasul tidak akan mengucapkan ; [illa waahidah] dan juga dikarenakan bahwa ikhtilaf itu di-nafi [ditiadakan] dari syari'ah secara mutlak, karena syari'ah itu adalah hakim antara dua orang yang berikhtilaf. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al-Qur'an] dan Rasul [Sunnahnya]". [An-Nisaa : 59]Jenis ikhtilaf inilah yang dicela oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.2. IKHTILAF YANG BOLEHIni juga ada dua macam yaitu :[a]. Iktilafnya dua orang mujtahid dalam perkara yang diperbolehkan ijtihad di dalamnya.Sesungguhnya termasuk rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada umat ini. Dia menjadikan dien [agama] ummat ini ringan dan tidak sulit. Dia juga telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa hanifiyah [agama lurus] yang lapang. Allah berfirman."Artinya : Dia [Allah] sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan" [Al-Hajj : 78]Diantara rahmat ini adalah tidak memberikan beban dosa kepada seorang mujtahid yang salah bahkan ia mendapatkan pahala karena kesungguhannya dalam mencari hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman."Artinya : Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu salah padanya" [Al-Ahzab : 5]Dari Amr bin Al-'Ash Radhiyallahu 'anhu, berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Apabila ada seorang hakim mengadili maka ia berijtihad, lalu ia benar [dalam ijtihadnya] maka ia mendapatkan dua pahala, apabila ia mengadili maka ia berijtihad, lalu ia salah maka ia mendapatkan satu pahala" [Hadits Riwayat Imam Bikhari]Sebagai penjelas terhadap apa yang telah lewat, saya katakan :"Banyak para ulama yang membagi masalah-masalah agama ini menjadi Ushul Kulliyah [pokok-pokok yang mendasar serta bersifat meliputi] dan Furu' Juz'iyah [cabang-cabang yang bersifat parsial], masalah-masalah. Ushul [pokok] dan masalah-masalah ijtihad 1 baik dalam masalah ilmiyah ataupun amaliyah. Pendapat inilah yang ditempuh oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Imam Syathibi Rahimahullah. Syaikhul Islam berkata : "Akan tetapi yang benar, bahwa masalah yang besar [pokok] dari dua katagori itu adalah masalah ushul, sedangkan rinciannya adalah masalah furu".Di dalam fatwa Lajnah Daimah terdapat pernyataan mereka [para ulama] bahwa : "Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki Ushul yang kokoh berdasarkan dalil-dalilnya, yang di atas Ushul tersebut mereka membangun furu'. Mereka berpedoman kepada masalah-masalah Ushul dalam mencari dalil terhadap masalah-masalah Juz'iyah dan dalam menerapkan hukum bagi diri mereka sendiri dan bagi orang lain".Dari sini tampak jelas bagi kita bahwa permasalahan-permasalahan yang diperbolehkan berijtihad di dalamnya adalah masalah yang bersifat rinci [detail] dari masalah ilmiyah ataupun masalah amaliyah. Adapun masalah ushul [pokok] maka tidak boleh berijtihad didalamnya.Diantara contoh permasalahan yang besar [pokok] dalam kaitannya dengan khabariyah [masalah iman dan khabar wahyu] adalah : mengesakan Allah dengan segala hak-Nya, adanya para malaikat, jin, hari kebangkitan kembali, azab kubur, shirath [jembatan yang membentang di atas Jahanam untuk di lalui manusia di hari kiamat setelah hisab], dan persoalan-persoalan nyata lainnya yang disebut sebagai USHUL [persoalan ini tidak boleh diperselisihkan -ed]. Adapun FURU' dalam kaitannya dengan masalah khabariyah [masalah iman dan khabar wahyu] ialah setiap rincian [detail dari masalah-masalah ushul di atas -ed]. Misalnya :Apakah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Rabbnya [ketika Mi'raj], apakah orang mati di kuburnya mendengar pembicaraan orang yang masih hidup, apakah sampai pahala amal orang yang masih hidup [selain do'a] kepada mayit dan lain-lainnya.Syaikhul Islam berkata : "Oleh karenanya para imam sepakat untuk membid'ahkan orang yang [pendapatnya] menyelisihi masalah-masalah ushul seperti ini. Berbeda dengan orang yang [pendapatnya] menyelisihi masalah-masalah ijtihad, yang peringkatnya belum sampai tingkat ushul dalam kemutawatiran sunnah mengenainya, seperti perselisihan mereka berkaitan dengan hukum seorang saksi, sumpah, pembagian [harta warisan], dalam undian, dan perkara-perkara lain yang tidak sampai derajat ushul". [Majmu' Fatawa IV/425][Disalin dari Majalah Al-Ashalah tgl. 15 Dzul Hijjah 1416H, edisi 17/Th.III hal 78-89, karya Salim bin Shalih Al-Marfadi, dan dimuat Majalah As-Sunnah edisi 06/Tahun V/1422H/2001M hal. 25-29 penerjemah Ahmad Nusadi. Tulisan ini merupakan Bagian Kedua dari Tiga Tulisan.]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=904&bagian=0


Artikel Macam-Macam Ikhtilaf 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Macam-Macam Ikhtilaf 1/2.

Syaikh Hamud Bin Abdullah at-Tuwaijiri (Salah SeorangImam Dakwah Salafiyah Abad Ini)

Kumpulan Artikel Islami

Syaikh Hamud Bin Abdullah at-Tuwaijiri (Salah SeorangImam Dakwah Salafiyah Abad Ini) Nama dan Nasabnya

Beliau adalah Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits al-Faqih Hamud binAbdullah bin Abdurrahman at-Tuwaijiri, dari Alu Jabbarah, pecahan darikabilah ‘Anazah Arabiyah yang masyhur.

Kelahirannya

Beliau rahimallah dilahirkan pada tahun 1334 H di kota Majma’ah,ibukota Sudair, Saudi Arabia, dalam lingkungan keluarga yang dikenaldengan keilmuan dan keutamaan mereka.

Rihlah Ilmiah Dan Guru-Gurunya

Pada tahun 1342 H, beliau rahimallah mulai belajar dasar-dasar bacatulis dan al-Qur’an kepada syaikh Ahmad ash-Sha’igh. Sebelum usia 11tahun, beliau telah hafal al-Qur’an.

Pada usia yang sangat dini beliau telah mempelajariringkasan-ringkasan kitab-kitab ilmiah dalam bidang tauhid, hadits,fiqh, fara’idh dan nahwu.

Diantara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan SyaikhAhmad ash-Sha’igh adalah Ushuuluts Tsalaatsah oleh Syaikh al-MujaddidMuhammad bin Abdul Wahhab.

Ketika mulai beranjak dewasa, beliau menghadiri halaqah Syaikh al-FaqihAbdullah bin Abdul Aziz al-‘Anqari, Qadhi Sudair. Beliau belajarkepada Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Anqari berbagaimacam disiplin ilmu seperti tauhid, tafsir, hadits, fiqh, fara’idh,nahwu, sirah, tarikh, adab dan yang lainnya selama 25 tahun.

Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan Syaikhal-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Anqari adalah: Fathul Bari olehibnu Hajar, al-Mughni oleh ibnu Qudamah, Minhajus Sunnah, Dar-uTa’arudhilAql wa Naql dan Fatawa Kubra; ketiganya karya Syaikhul Islam ibnuTaimiyah, Zadul Ma’ad oleh Ibnu Qayyim dan kitab-kitab Syaikhul IslamIbnu Taimiyah dan para imam dakwah.

Beliau diberi ijazah sanad oleh Syaikh al-‘Anqari untuk kitab-kitabShahih, Masanid dan Sunan, berikut kitab-kitab Syaikhul Islam ibnuTaimiyah, Ibnul Qayyim dan kitab-kitab fiqh Hanbali secara umum.Demikian juga seluruh riwayat Syaikh al-‘Anqari dari kitab-kitabatsbat.

Beliau juga belajar fiqh, fara’idh dan lughah [bahasa] kepada SyaikhAbdullah bin Muhammad bin Humaid ketika ia [syaikh Ibn Humaid] masihmenjabat Qadhi Sudair.

Beliau berguru kepada Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdul Muhsin al-Khayyal,Qadhi Madinah, dalam bidang nahwu dan fara’idh.

Beliau juga belajar kepada Syaikh Sulaiman bin Hamdan, salah seorangqadhi Makkah, dan mendapat ijazah sanad dari Syaikh Sulaiman.

Jabatan Yang Pernah Dipegang

Pada tahun 1368 H beliau ditugaskan sebagai Qadhi Rahimah. Setengahtahun kemudian beliau dipindah ke Zulfi hingga tahun 1372 H. Kemudianbeliau mengundurkan diri dari jabatan Qadhi.

Kehidupan Ilmiahnya

Beliau rahimallah memiliki kemauan yang sangat kuat dalammenuntut ilmu sehingga mencurahkan semua waktunya untuk itu. Beliaubanyak menulis kitab-kitab yang bermanfaat bagi kaum muslimin. Beliautekankan penulisan beliau kepada masalah-masalah terlarang yang banyakdilakukan oleh manusia, atau syubhat-syubhat di masyarakat dan perkarabaru yang diada-adakan. Beliau jelaskan dengan dalil-dalil kuat danargumen-argumen yang gamblang sehingga bisa diterima dan memberimanfaat yang besar kepada setiap pembaca tulisan beliau.

Sejak terbit matahari hingga Isya’ beliau isi waktu beliau denganpembahasan ilmu dan menulis. Kadang setelah Isya’ beliau lanjutkan apayang beliau mulai pada awal harinya. Adapun malam harinya beliau isidengan tahajjud baik waktu menetap maupun dalam perjalanan.

Kegigihan Beliau Dalam Membela Sunnah

Beliau begitu gigih dalam meluruskan penyimpangan-penyimpangan orangyang menyeleweng dari jalan Alloh. Beliau bantah penyelewengantersebut dengan pena sebagai pembelaan terhadap Sunnah Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wasallam dan aqidah shahihah, aqidah ahliSunnah wal Jama’ah, kadang-kadang beliau sebarkan bantahan-bantahantersebut ke media cetak dalam dan luar negeri Saudi.

Sebagian diantara bantahan-bantahan beliau kepada pemikiran yangmenyeleweng beliau paparkan kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim AluSyaikh. Hal itu menjadikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim begitumenghargai perjuangan beliau membantah pemikiran-pemikiran yangmenyeleweng sehingga murid Syaikh Muhammad bin Ibrahim menyebutkanbahwa suatu saat Syaikh Hamud membacakan kepada Syaikh Muhammad binIbrahim sebuah bantahan Syaikh Hamud kepada ahli bid’ah.

Ketika Syaikh Hamud selesai membacakannya dan beranjak pergi makaSyaikh Muhammad bin Ibrahim berkata, “ Syaikh Hamud adalah seorangmujahid, semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan.”

Kalimat yang agung dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim ini senada denganapa yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Orangyang membantah ahli bid’ah adalah seorang mujahid.” Sampai-sampaiYahya bin Yahya mengatakan, “Membela Sunnah lebih afdhal dibandingkanberjihad.” [Naqdhul Manthiq hal. 12 ]

Murid-Muridnya

Di antara murid-murid beliau adalah ketujuh putranya: Syaikh Abdullah,Syaikh Muhammad, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Abdul Karim, Syaikh Shalih,Syaikh Ibrahim dan Syaikh Khalid, kemudian Syaikh Abdullah Ar-Rumi,Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Hamud dan selain mereka.

Beliau memberi ijazah sanad kepada beberapa ulama, di antaranya:Syaikh Ismail al-Anshari, Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid,Syaikh Abdul Aziz bin Ibrahim al-Qasim, Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali,Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Abdullah bin AbdurRahman al-Firiwa’i dan yang lainnya.

Tulisan-Tulisannya

Tulisan-tulisan beliau mencapai lebih dari 50 tulisan, yaitu:

Ittihaful Jama’ah bima Ja’afil Fitan wal malahim wa Asyrathis Sa’ah,Ihtijaj bil Atsar ‘ala man Ankara al-Mahdi al-Muntazhar, ItsbatuUluwwillah wa Mubayatuhu li Kahlqihi, Tuhfatu Ikhwan bima Ja’a filMuwalati wal Mu’aadati wal Hubbi wal Bughdhi wal Hajran, Qaul Muharrarfil Amr bil Ma’ruf wa Nahyi ‘anil Munkar, Raddu ‘ala man abaha ar-Ribaal-Jari fi Ba’dhil Bunuk, Taghlizhu Malam ‘ala Mutasarri’in fil Futyawa Taghyiril Ahkam, Idhah wa Tabyin lima Waqa’a fihil Aktsarun minMusyabahatil Musyrikin, Qashashul Uqubat wal ‘Ibar wal Mawa’izh,Idhahul Mahajjah fir Raddi ‘ala Shahibi Thanjah, Raddul Qawi ‘alaRifa’I wal Majhul wal Ibnu Alawi wa Bayanu akhta’ihim fil MaulidNabawi, Intishar ‘ala man Azraal Muhajirin wal Anshar, Sirajul Wahhaj‘ala Abathil Ahmad Syalaby ‘anil Isra’ wal Mi’raj, Inkaru TakbirJama’I wa Gahirihi, ittihafun Nubala’ bir Riwayah ‘anil A’lam Fudhala,’Ijabah Jaliyyah ‘an As’ilah Kuwaitiyyah, I’lanun Nakir ‘alal Maftuninbit Tashwir, Iqamatul Burhan fir Raddi ‘ala man Ankara Khurujal Mahdiwa Dajjal wa Nuzulal Masih fi akhiri Zaman, Tahdzirul Ummah Islamiyahminal Muhdatsat Allati Da’at ilaiha Nadwatul Ahillah Kuwaitiyyah,Tahrimur Shuwar wa Raddu ‘ala man Abahahu, Tanbihul Ikhwan ‘alalAkhtha’ fi Khalqil Qur’an, Dala’il Wadhihat ‘ala Tahrimil Muskirat walMuftirat, Dzail Shawa’iq li mahwil Abathil wal Makhariq, Raddul Jamil‘ala Akhta’I Ibni Aqil, Raddu ‘alal Katibil Maftun, Raddu ‘ala manAjaza Tahdzibal Lihyah, Raddul Qawim ‘alal Mujrimil Atsim, ar-Ru’ya,Sharimul Battar lil Ijhaz ‘ala man Khalafal Kitaba was Sunnata walAatsar, Sharimul Masyhur ala Ahli Tabarruji was Sufur, Shawa’iqSyadidah ‘ala Atba’il Haiahil Jadidah, Aqidatu Ahlil Iman fi KahlqiAdam ‘ala Shuratir Rahman, Fathul Ma’bud fi Raddi ‘ala Ibni Mahmud,Fashlul Khithab fir Raddi ‘ala Abi Turab, Qaulul Baligh fit Tahdzirmin Jama’ati Tabligh, Tanbihat ‘ala Risalatil Albani fish Shalat,Iqamatu Dalil ‘alal Man’I Minal Anasyid Mulahhanah wa Tamtsil,Syuhubul Marmiyyah li mahqil Ma’azif wal Mazamiri wa sairil Malahi bilAdillah Naqliyyah, Dala’ilul Atsar ‘ala Tahrimi Tamtsil bisy Syi’r,Tabri’atul Khalifah al-‘Adil wa Raddu ‘alal Mujadil bil Bathil, danRisalah Badi’ah fir Raddi ‘ala Ahlil Majallatil Khali’ah.

Di samping Tulisan-tulisan diatas, beliau juga menulis Ta’liq [komentar/catatankaki] yang banyak atas Musnad Ahmad yang dicetak dengan tahqiq SyaikhAhmad Syakir, demikian juga Ta’liq atas Fathul Bari, danbeberapa komentar atas al-Mustadrak karya al-Hakim.

Banyak dari tulisan-tulisan beliau yang diberi pengantar oleh paraulama besar seperti Syaikh Muhammad bin ibrahim Alu Syaikh, SyaikhAbdullah bin Muhammad bin Humaid, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah binBaz dan Syaikh Abdur Razzaq Afifi.

Hubungan Beliau Dengan Syaikh al-Albani

Beliau memiliki beberapa bantahan terhadap tulisan-tulisan Syaikh al-Albanidan terjadi beberapa perbedaan pendapat antara beliau dengan Syaikhal-Albani. Kendatipun demikian, tetap terjalin ukhuwwah imaniyyahantara beliau dengan Syaikh al-Albani sebagaimana dalamhubungan-hubungan yang baik antara keduanya, diantaranya:

ü Syaikh Hamud di dalam bantahannya kepada Syaikh al-Albani tetapberusaha menjaga kedudukan Syaikh al-Albani. Suatu misal ketika beliausudah hampir mencetak bantahan beliau, tiba-tiba ada seorang yangsimpati kepada Syaikh al-Albani datang kepada beliau memprotesterhadap beberapa kalimat dalam bantahan tersebut, maka seketika itujuga beliau menghapus kalimat-kalimat tersebut.

ü Ketika Syaikh al-albani mengunjungi tempat beliau di Riyadh padatahun 1410 H, beliau begitu bersungguh-sungguh di dalam menjamu danmenghormati Syaikh al-Albani.

ü Di dalam bantahan beliau kepada Syaikh al-Albani, beliau banyakmenyertakan pujian beliau kepada Syaikh al-Albani dalam kegigihannyamembela Sunnah dan melawan bid’ah seperti pernyataan beliau, “Syaikhal-Albani sekarang adalah lambang dari Sunnah. Mencela beliau akanmemudahkan cela pada Sunnah.” Pujian ini jelas hanya berlaku bagi paraimam Ahli Sunnah, bukan kepada para gembong ahli bid’ah sebagaimanayang dikehendaki oleh para pencetus manhaj muwazanah! Demikianlah duaimam dakwah salafiyah ini mencontohkan salah satu gambaran yang hidupdari manhaj salaf dalam menjelaskan kesalahan diantara para ulama ahliSunnah.

Sifat Dan Akhlaknya

Orang-orang yang mengenal beliau menyebutnya sebagai orang yang taqwa,shalih dan banyak beribadah. Beliau banyak bertahajjud, banyak tilawahKitabullah, selalu berpaling dari hal-hal yang tidak memberi faedahdan manfaat.

Beliau tidak dijumpai kecuali dalam keadaan beribadah atau membahasilmu. Beliau sangat jauh dari mencari ketenaran dan pengikut. Beliauadalah seorang yang berpenampilan wibawa, tenang, tawadhu’ danberakhlak baik.

Beliau tidak suka menggantungkan diri dalam segala sesuatu kepadaorang lain, meskipun orang tersebut adalah kerabat yang paling dekat.Putra-putra beliau mengatakan, “Syaikh Hamud tidak pernah memintabantuan apa pun kepada seorang pun, walaupun di saat pisik beliausudah lemah, beliau menyiapkan teh dan kopi seorang diri, meskipunputra-putranya begitu sangat melarangnya untuk melakukan hal itu demikesehatannya.” Ketika bepergian, beliau yang melayani kebutuhanrekan-rekannya, meskipun usia beliau sudah lanjut dan meskipunrekan-rekan perjalanan beliau sangat menghormati beliau. Beliausiapkan makanan untuk mereka dan tetap beliau shalat malam sebagaimanabiasanya, kemudian berbaring sejenak hingga waktu shubuh, kemudianbeliau mempersiapkan air wudhu bagi rekan-rekan seperjalanannya.

Beliau menutupi kebutuhan kesehariannya dengan sebagian usaha dagangbeliau yang diwakilkan kepada orang lain. Beliau dikenal zuhudterhadap dunia. Sebelum wafat, beliau serahkan semua kekayaan beliau-yang tidak begitu banyak- kepada putra tertuanya untuk dishadaqahkansemuanya.

Ketika wafat beliau tidak meninggalkan apa pun kecuali rumah tempatbeliau tinggal bersama putra-putranya.

Wafatnya

Syaikh Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri wafat di Riyadh tanggal 5Jumada Tsaniyah tahun 1413 H dan dimakamkan di pekuburan Nasim,Riyadh. Semoga Alloh meridhainya dan menempatkannya dalam keluasanjannah-Nya

Rujukan

Sirah al-Allamah Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri oleh SyaikhAbdullah bin Abdur Rahman

[Disadur dari Majalah Al-Furqon, Edisi 6 Tahun V / Muharram 1427 H,disusun oleh Abu Aisyah, dengan perubahan seperlunya]

Artikel Syaikh Hamud Bin Abdullah at-Tuwaijiri (Salah SeorangImam Dakwah Salafiyah Abad Ini) diambil dari http://www.asofwah.or.id
Syaikh Hamud Bin Abdullah at-Tuwaijiri (Salah SeorangImam Dakwah Salafiyah Abad Ini).

Apakah Orang Mati Dapat Mendengar Panggilan Orang Yang Memanggilnya ?

Kumpulan Artikel Islami

Apakah Orang Mati Dapat Mendengar Panggilan Orang Yang Memanggilnya ? Apakah Orang Mati Dapat Mendengar Panggilan Orang Yang Memanggilnya

Kategori Tauhid

Kamis, 7 Juli 2005 14:08:26 WIBAPAKAH ORANG MATI DAPAT MENDENGAR PANGGILAN ORANG YANG MEMANGGILNYA OlehLajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal IftaPertanyaan.Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah para wali yang shalih mendengar panggilan orang-orang yang memanggilnya Apa makna sabfda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.â€Å"Artinya : Demi Allah sesungguhnya orang yang telah meninggal dari kalian [di dalam kuburnya] mendengar bunyi langkah terompah kalian”.Mohon penjelasan !Jawaban.Pada dasarnya bahwa orang yang telah meninggal dunia baik yang shalih atau yang tidak shalih, mereka tidak mendengar perkataan manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu ; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang maha Mengetahui” [Fathir : 14]Begitu juga firmanNya Subhanahu wa Ta’ala.â€Å"Artinya : Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar” [Fathir : 22]Akan tetapi terkadang Allah memperdengarkan kepada mayit suara dari salah satu rasulnya untuk suatu hikmah tertentu, seperti Allah memperdengarkan suara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang kafir yang terbunuh di perang Badar, sebagai penghinaan dan penistaan untuk mereka, dan kemuliaan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada para sahabatnya ketika sebagian mereka mengingkari hal tersebut.â€Å"Artinya : Tidaklah kalian lebih mendengar apa yang aku katakana daripada mereka, akan tetapi mereka tidak mampu menjawab” [1]Lihat pembahasan ini di kitab â€Å"An-Nubuwat”, kitab â€Å"At-Tawassul Wa-al-Wasilah” dan kitab â€Å"Al-Furqan”, seluruhnya karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Maka kitab-kitab tersebut cukup memadai dalam mengupas pembahasan ini.Adapun mayat yang mendengar suara langkah orang yang mengantarnya [ketika berjalan meninggalkan kuburnya] setelah dia dikubur, maka itu adalah pengengaran khusus yang ditetapkan oleh nash [dalil], dan tidak lebih dari itu [tidak lebih dari sekedar mendengar suara terompah mereka], karena hal itu diperkecualikan dari dalil-dalil yang umum yang menunjukkan bahwa orang yang meninggal tidak bisa mendengar [suara orang yang masih hidup], sebagaimana yang telah lalu.Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan sahabat-shabatnya.[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah I/151-152 dari Fatwa no. 7366 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 7/I/ 1424H]_________Foote Note[1] Hadits Riwayat Ahmad –dan ini lafalnya- [I/27 : III/104, 182, 263 dan 287], Bukhari II/101 dan Nasa’i IV/110

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1477&bagian=0


Artikel Apakah Orang Mati Dapat Mendengar Panggilan Orang Yang Memanggilnya ? diambil dari http://www.asofwah.or.id
Apakah Orang Mati Dapat Mendengar Panggilan Orang Yang Memanggilnya ?.

Akad Nikah Lewat Telpon

Kumpulan Artikel Islami

Akad Nikah Lewat Telpon

>> Pertanyaan :

Lajnah Daimah Ditanya: Apabila seluruh syarat dan rukun nikahterpenuhi hanya saja wali dan calon suami saling berjauhan karenatempat tinggalnya jauh, apakah boleh akad nikah dilakukan lewat telpon?

>> Jawaban :

Pada zaman sekarang banyak terjadi penipuan dan pemalsuan sehinggasuara atau percakapanpun bisa dipalsu dan ditiru bahkan satu orangterkadang mampu menirukan beberapa percakapan atau suara baik suaralaki-laki atau perempuan, anak kecil ataupun orang dewasa dan parapende-ngar menyangka bahwa suara-suara tersebut keluar dari banyakmulut, ter-nyata suara-suara tersebut hanya dari satu lisan saja.Karena dalam syariat Islam menjaga kemaluan dan kehormatan menjadiskala prioritas dan untuk selalu bersikap hati-hati, maka Lajnahmelihat bahwa akad nikah dari mulai ijab, kabul dan mewakilkan lewattelpon sebaiknya tidak disahkan. Demi kemurnian syariat dan menjagakemaluan dan kehormatan agar orang-orang jahil dan para pemalsu tidakmempermainkan kesucian Islam dan harga diri manusia.

Artikel Akad Nikah Lewat Telpon diambil dari http://www.asofwah.or.id
Akad Nikah Lewat Telpon.

Bepergian Yang Boleh Melakukan Shalat Qashar

Kumpulan Artikel Islami

Bepergian Yang Boleh Melakukan Shalat Qashar Bepergian Yang Boleh Melakukan Shalat Qashar

Kategori Shalat

Selasa, 17 Februari 2004 17:20:05 WIBBEPERGIAN YANG BOLEH MELAKUKAN SHALAT QASHAROlehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani"Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam manakala keluar sejauh tiga mil atau tiga farskah [Syu'bah ragu], dia mengqashar shalat. [Dalam suatu riwayat] : Dia shalat dua rakaat".Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad [3/129] dan Al-Baihaqi [2/146].Susunan kalimat darinya adalah dari Muhammad bin Ja'far : " Telah bercerita kepadaku Syu'bah, dari Yahya bin Yazid Al-Hanna'i yang menuturkan :"Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang mengqashar shalat. Sedangkan aku pergi ke Kufah maka aku shalat dua raka'at hingga aku kembali. Kemudian Anas berkata : [Lalu dia menyebutkan hadits ini]".Saya menilai hadits ini sanadnya jayyid [bagus]. Semua perawinya tsiqah,yakni para perawi Asy-Syaikhain, kecuali Al-Hanna'i dimana dia adalah perawi Muslim. Namun segolongan orang-orang tsiqah juga telah meriwayatkan darinya.Sementara itu Ibnu Abi Hatim [4/2/198] menceritakan dari bapaknya yangmemberiatahukan : "Al-Hanna'i adalah seorang yang telah lanjut usia". Hal ini juga disinggung oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat [1/257] dimana dia menyebutkan kakeknya dengan nama Murrah. Ibnu Hibban menandaskan :"Barangsiapa mengatakan, 'Yazid bin Yahya atau Ibnu Abi Yahya", makasesungguhnya dia salah mendunga".Dan hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Muslim [2/145], Abu Dawud [1201], Ibnu Abi Syaibah [2/108/1/2]. Juga diriwayatkan darinya oleh Abu Ya'la dalam Musnad-nya [Q. 99/2] dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad bin Ja'far, tanpa dengan ucapan Al-Hanna'i : "Sedangkan aku pergi ke Kufah....sampai aku kembali". Meskipun ini tambahan yang benar. Bahkan oleh karenanya hadits ini berlaku. Demikian pula hadits ini juga dikeluarkan oleh Abu Awannah [2/346] dari jalur Abu Dawud [dia adalah Ath-Thayalisi], dia berkata : "Telah bercerita kepadaku Syu'bah. Namun Ath-Thayalisi tidak meriwayatkannya dalam Musnad-nya".[Al-Farsakh] berarti tiga mil. Dan satu mil adalah sejauh mata memandang ke bumi, dimana mata akan kabur ke atas permukaan tanah sehingga tidak mampu lagi menangkap pemandangan. Demikianlah penjelasan Al-Jauhari. Namun dikatakan pula ; batas satu mil adalah jika sekira memandang kepada seseorang di kejauhan, kemudian tidak diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan dan dia hendak pergi atau hendak datang, seperti keterangan dalam Al-Fath [2/467]. Dan menurut ukuran sebagian ulama sekarang adalah sekitar 1680 meter.Kandungan Hukumnya.Hadits ini menjelaskan bahwa jika seseorang pergi sejauh tiga farsakh [satu arsakh sekitar 8 km], maka dia boleh mengqashar shalat. Al-Khuththabi telah mnjelaskan dalam Ma'alimus Sunan [2/49] : "Meskipun hadits ini telah menetapkan bahwa jarak tiga farsakh merupakan batas dimana boleh melakukan qashar shalat, namun sungguh saya tidak mengetahui seorangpun dari ulama fiqih yang berpendapat demikian".Dalam hal ini ada beberapa pertimbanganPertama : Bahwa hadits ini memang tetap seperti semula, namun Imam Muslim mengeluarkannya dan tidak dinilai lemah oleh lainnya.Kedua : Hadits ini tidak berbahaya dan boleh saja diamalkan. Soal tidakmengetahui adanya seorangpun ulama fiqih yang mengatakan demikian, itu tidak menghalangi untuk mengamalkan hadits ini. Tidak menemukan bukan berarti tidak ada.Ketiga : Sesungguhnya perawinya telah mengatakan demikian, yaitu Anas bin Malik. Sedang Yahya bin Yazid Al-Hanna'i, sebagai perawinya juga telah berfatwa demikian, seperti keterangan yang telah lewat. Bahkan telah berlaku pula dari sebagian sahabat yang melakukan shalat qashar dalam perjalanan yang lebih pendek daripada jarak itu. Maka Ibnu Abi Syaibah [2/108/1] telah meriwayatkan pula dari Muhammad bin Zaid bin Khalidah, dari Ibnu Umar yang menuturkan."Shalat itu boleh diqashar dalam jarak sejauh tiga mil".Hadits ini sanadnya shahih. Seperti yang telah saya jelaskan dalam Irwa'ul Ghalil [no. 561].Kemudian diriwayatkan dari jalur lain yang juga berasal dari Ibnu Umarbahwa dia berkata :"Sesunguhnya aku pergi sesaat pada waktu siang dan aku mengqashar [shalat]".Hadits ini sanadnya juga shahih, dan dishahihkan pula oleh Al-Hafidz dalam Al-Fath [2/467]. Kemudian dia meriwayatkan dari Ibnu Umar [2/111/1]."Sesunngguhnya dia mukim di Makkah dan manakala dia keluar ke Mina, diamengqashar [shalat]".Hadits ini sanadnya juga shahih, dan dikuatkan. Apabila penduduk Makkahhendak keluar bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ke Mina, dalam haji Wada', maka mereka mengqashar shalat juga sebagaimana sudah tidak ada lagi dalam kitab-kitab hadits. Sedangkan jarak antara Makkah dan Mina hanya satu farsakh. Ini seperti keterangan dalam Mu'jamul Buldan.Sementara itu Jibilah bin Sahim memberitahukan : "Aku mendengar Ibnu Umar berkata :"Kalau aku keluar satu mil, maka aku mengqashar shalat"Hadits ini disebutkan pula oleh Al-Hafidz dan dinilainya shahih.Hal ini tidak menafikan terhadap apa yang terdapat dalam Al-Muwatha maupun lainnya dengan sanad-sanadnya yang shahih, dari Ibnu Umar, bahwa dia mengqashar dalam jarak yang jauh daripada itu. Juga tidak menafikan jarak perjalanan yang lebih pendek daripada itu. Nash-nash yang telah saya sebutkan adalah jelas memperbolehkan mengqashar shalat dalam jarak yang lebih pendek daripada itu. Ini tidak bisa disanggah, terlebih lagi karena adanya hadits yang menunjukkan lebih pendek lagi daripada itu.Al-Hafidzh telah menandaskan di dalam Al-Fath [2/467-468]."Sesunguhnya hadits itu merupakan hadits yang lebih shahih dan lebih jelas dalam menerangkan soal ini. Adapun ada yang berbeda dengan nya mungkin soal jarak diperbolehkannya mengqashar, dimana bukan batas akhir perjalanannya.Apalagi Al-Baihaqi juga menyebutkan bahwa Yahya bin Yazid bercerita : "Saya bertanya kepada Anas tentang mengqashar shalat. Saya keluar Kufah, yakni Bashrah, saya shalat dua raka'at dua raka'at, sampai saya kembali. Maka Anas berkata ; [kemudian menyebutkan hadits ini]".Jadi jelas bahwa Yahya bin Yazid bertanya kepad Anas tentang diperbolehkannya mengqashar shalat dalam bepergian bukan tentang tempatdimana dimulai shalat qashar. Kemudian yang benar dalam hal ini adalah bahwa soal qashar itu tidak dikaitkan dengan jarak perjalanan tetapi dengan melewati batas daerah dimana seorang telah keluar darinya. Al-Qurthubi menyanggahnya sebagai suatu yang diragukan, sehingga tidak dapat dijadikan pegangan. Jika yang dimaksudkannya adalah bahwa jarak tiga mil itu tidak bisa dijadikan pegangan adalah bagus. Akan tetapi tidak ada larangan untuk berpegang pada batas tiga farsakh. Karena tiga mil memang terlalu sedikit maka diambil yang lebih banyak sebagai sikap berhati-hati.Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Hatim bin Ismail, dari Abdurrahman bin Harmilah yang menuturkan : "Aku bertanya kepada Sa'id bin Musayyab :"Apakah boleh mengqashar shalat dan berbuka di Burid dari Madinah " Dia menjawab : "Ya". Wallahu a'lam.Saya berkata : Sanad atsar ini, menurut Ibnu Abi Syaibah [2/15/1] adalah shahih.Diriwayatkan dari Allajlaj, dia menceritakan."Kami pergi bersama Umar Radhiyallahu 'anhu sejauh tiga mil, maka kamidiberi keringanan dalam shalat dan kami berbuka".Hadits ini sanadnya cukup memadai untuk perbaikan. Semua adalah tsiqah,kecuali Abil Warad bin Tsamamah, dimana hanya ada tiga orang meriwayatkan darinya. Ibnu Sa'ad mengatakan : "Dia itu dikenal sedikit haditsnya".Atsar-atsar itu menunjukkan diperbolehkan melakukan shalat qashar dalamjarak yang lebih pendek daripada apa yang terdapat dalam hadits tersebut.Ini sesuai dengan pemahaman para sahabat Radhiyallahu anhum. Karena dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, kata safar [bepergian] adalah mutlak, tidak dibatasi oleh jarak tertentu, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Dan apabila kamu berpergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat...." [An-Nisaa : 101]Dengan demikian maka tidak ada pertentangan antara hadits tersebut dengan atsar-atsar ini. Karena ia memang tidak menafikan diperbolehkannya qashar dalam jarak bepergian yang lebih pendek daripada yang disebutkan di dalam hadits tersebut.Oleh karena itu Al-Allamah Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad Fi Hadyi Khairil 'Ibad [juz I, hal. 189] mengatakan : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membatasi bagi umatnya pada jarak tertentu untuk mengqashar shalat dan berbuka. Bahkan hal itu mutlak saja bagi mereka mengenai jarak perjalanan itu. Sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mempersilahkan kepada mereka untuk bertayamum dalam setiap bepergian. Adapun mengenai riwayat tentang batas sehari, dua hari atau tiga hari, sama sekali tidak benar. Wallahu 'alam".Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan : "Setiap nama dimana tidak ada batas tertentu baginya dalam bahasa maupun agama, maka dalam hal itu dikembalikan kepada pengertian umum saja, sebagaimana 'bepergian" dalam pengertian kebanyakan orang yaitu bepergian dimana Allah mengaitkannya dengan suatu hukum".Para ulama telah berbeda pendapat mengenai jarak perjalanan diperbolehkannya qashar shalat. Dalam hal ini ada lebih dari dua puluh pendapat. Namun apa yang kami sebutkan dari pendapat Ibnul Qayyim dan Ibnu Taimiyah adalah yang paling mendekati kebenaran, dan lebih sesuai dengan kemudahan Islam.Pembatasan dengan sehari, dua hari, tiga hari atau lainnya, seolah jugamengharuskan mengetahui jarak perjalanan yang telah ditempuh, yang tentu tidak mampu bagi kebanyakan orang. Apalagi untuk jarak yang belum pernah ditempuh sebelumnya.Dalam hadits tersebut juga ada makna lain, yakni bahwa qashar itu dimulai dari sejak keluar dari daerah. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama.Sebagaimana dalam kitab Nailul Authar [3/83] dimana penulisnya mengatakan :"Sebagian ulama-ulama Kufah, manakala hendak berpergian memilih shalat dua raka'at, meskipun masih di daerahnya. Sebagian mereka ada yang berkata :"Jika seseorang itu naik kendaraan, maka qashar saja kalau mau".Sementara itu Ibnul Mundzir lebih cenderung kepada pendapat yang pertama. Dimana mereka sepakat bahwa boleh qashar setelah meninggalkan rumah. Namun mereka berbeda mengenai sesuatu sebelumnya. Tapi hendaknya seseorang menyempurnakan sesuatu yang perlu disempurnakan sehingga dia diperbolehkan mengqashar shalat. Ibnul Mundzir berkata lagi :"Sungguh saya tidak mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengqashar shalat dalam suatu perjalanannya, kecuali setelah keluar dari Madinah".Saya menemukan : Sesungguhnya hadits-hadits yang semakna dengan hadits ini adalah banyak. Saya telah mengeluarkan sebagian darinya dalam Al-Irwa' yaitu dari hadits Anas, Abi Hurairah, Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Silahkan periksa no. 562 ![Disalin dari buku Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah Wa Syaiun Min Fiqhiha Wa Fawaaidiha, edisi Indonesia Silsilah Hadits Shahih dan Sekelumit Kandungan Hukumnya, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan CV. Pustaka Mantiq, hal. 362-367 penerjemah Drs.H.M.Qadirun Nur]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=227&bagian=0


Artikel Bepergian Yang Boleh Melakukan Shalat Qashar diambil dari http://www.asofwah.or.id
Bepergian Yang Boleh Melakukan Shalat Qashar.