Minggu, 11 Mei 2008

MUHAMMAD IBN WAASI’ AL-AZDIY-[2-2] (Bersama Qutaibahbin Muslim: Kemesraan Ulama Dan Penguasa)

Kumpulan Artikel Islami

MUHAMMAD IBN WAASI’ AL-AZDIY-[2-2] (Bersama Qutaibahbin Muslim: Kemesraan Ulama Dan Penguasa) “Sesungguhnya jemari-jemari Muhammad ibn Waasi’al-Azdiy lebih aku cintai daripada seribu pedang yang terhunus yangdibawa oleh seribu pemuda yang gagah” [Qutaibah ibn Muslim]

Kita sekarang berada pada tahun 87 H...

Inilah kebanggaan kaum muslimin seorang panglima al-Faatih[yang telah menaklukkan banyak kota] yaitu Qutaibah ibn Muslim al-Bahili,ia berangkat bersama pasukannya yang banyak dari kota Marwa* mengarahke daerah Bukhara.**

Ia bertekad untuk menaklukkan apa yang tersisa dari negeri-negeri

Maa Waraa’ an-Nahri***...dan memerangi ujung Cina dan mewajibkan

jizyah [upeti] kepada para penduduknya.

Akan tetapi belum sampai Qutaibah ibn Muslim menyeberangi sungai“Sihuun “**** penduduk Bukhara sudah mengetahui dan bersiap-siap [menghadapinya].Berhamburlah mereka memukul genderang pertempuran di setiap tempat.

Mereka mulai memanggil kaum-kaum yang berada di sekitar mereka dari

ash-Shughd,***** Turki, Cina dan yang lainnya.

Maka, terhimpunlah pasukan besar dari berbagai kulit dan asal, jugabahasa dan agama...hingga jumlah mereka sampai berlipat-lipat melebihikaum muslimin baik dari segi perbekalan maupun jumlahnya.

Mereka segera menutup mulut-mulut jalan di hadapan kaum muslimin...merekajuga menutup perbatasan dan jalan-jalan.

Sampai-sampai Qutaibah ibn Muslim tidak mampu menyusupkan detasemenkecil dari detasemen-detasemennya kepada mereka untuk mencuri beritatentang keadaan mereka dan datang dengan membawa beritanya...Sebagaimanatidak seorangpun dari mata-matanya yang disebar di antara mereka mampuuntuk menembusnya.

Qutaibah ibn Muslim membangun perkemahan bersama pasukannya dekatdengan kota “Bailand”, ia menetap di sana tidak maju dan tidak pulamundur.

Bersama terbitnya pagi, mulailah musuh muncul [menyerangnya] denganfront terdepannya, dan mencoba kekuatan pasukannya sepanjang siang.Apabila malam telah gelap mereka kembali ke benteng-benteng merekayang kokoh lagi aman.

Keadaan seperti ini terus berlanjut selama dua bulan berturut-turut.Dan Qutaibah bingung dibuatnya. Ia tidak tahu apakah akan mundur ataumaju.

Tidak berselang lama, hingga berita tentang Qutaibah dan tentaranyasampai ke telinga kaum muslimin di setiap tempat.

Orang-orang pun bersedih terhadap pasukan besar yang belum pernahterkalahkan...dan panglima agung yang belum terkalahkan.

Pengarahan-pengarahan berdatangan kepada para wali di seluruh kotauntuk mendoakan pasukan muslimin yang sedang berjuang keras di negeriMaa Waraa’ an-Nahri setiap selesai shalat.

Masjid-masjid mulai bergema dengan doa untuk mereka...

Menara-menara adzan terus bergaung dengan doa dan permohonan.

Para imam bersungguh-sungguh melakukan qunut nazilah pada setiapshalat.

Berhamburanlah jumlah yang banyak untuk menolong pasukan yang kuat itu.Dan adalah yang memimpin mereka seorang tabi’in mulia Muhammad ibnWaasi’ al-Azdiy.

Adalah Qutaibah ibn Muslim al-Bahili memiliki seorang mata-mataketurunan ‘ajam [non Arab], ia orang yang diakui pengalamannya,hikmahnya dan kecerdikannya. Ia biasa dipanggil “Taidzar.”

Para musuh kemudian merayu dan memikatnya agar mau bergabung denganmereka. Mereka memberikan kepadanya harta secara royal.

Mereka meminta kepadanya untuk mempergunakan muslihat dankecerdikannya guna melemahkan kekuatan muslimin, dan membawa merekauntuk meninggalkan negeri tersebut tanpa peperangan.

“Taidzar” masuk menemui Qutaibah ibn Muslim al-Bahiliy, majlisnya padasaat itu penuh dengan para pembesar panglimanya dan para tentaranya.Ia lalu mengambil tempat di dekatnya, kemudian memiringkan badannyadan membisikkan ke telinganya, “Wahai amir, kosongkanlah majlismu bilaengkau kehendaki.”

Qutaibah memberikan isyarat kepada orang yang berada di majlisnya agarberanjak, semuanya beranjak pergi kecuali Dlirar ibn al-Hushain yangdiminta Qutaibah untuk tetap tinggal.

Di saat itulah “Taidzar” menoleh kepada Qutaibah dan berkata, “Akumemiliki berita untukmu wahai amir...”

“Sampaikanlah,” Qutaibah berkata dengan penasaran.

Taidzar berkata, “Sesungguhnya amirul mukminin di Damaskus telahmemecat al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi...dan memecat para panglimayang dipimpinnya...engkau termasuk salah satunya. Ia telah mengangkatpara panglima baru untuk pasukannya dan mengerahkan mereka ketempat-tempat kerja mereka. Dan sesungguhnya orang yang akanmenggantikanmu akan datang dalam waktu yang tidak lama lagi. Dan akumengusulkan agar engkau segera meninggalkan negeri ini bersamapasukanmu. Dan hendaklah engkau kembali ke Marwa untuk memikirkanurusanmu jauh dari medan pertempuran.

Belum selesai “Taidzar” menyempurnakan perkataannya hingga Qutaibahibn Muslim memanggil budaknya “Siyaah”, ketika ia telah berada didepannya, Qutaibah berkata kepadanya, “Penggallah leher pengkhianatini wahai Siyaah!.”

Siyaah kemudian memenggal lehernya dan kembali ke tempatnya semula.

Lalu Qutaibah menoleh kepada Dlirar ibn al-Hushain dan berkata, “Tidakada seorangpun di bumi ini yang mendengar berita tersebut selain akudan kamu, sungguh aku bersumpah demi Allah Yang Maha Tinggi lagi MahaAgung, apabila perkara ini diketahui oleh seseorang sebelumberakhirnya perang kita ini, sungguh-sungguh aku akan menyusulkanmudengan pengkhianat ini [memenggalmu]. Apabila kamu memiliki hajatdalam dirimu, maka sembunyikanlah perkara ini dan jangan engkauceritakan kepada siapapun. Ketahuilah bahwa tersebarnya pembicaraanini akan melemahkan kekuatan pasukan...dan akan menimpakan kekalahanyang menyakitkan kepada kita.”

Qutaibah kemudian mengijinkan orang-orangnya masuk menemuinya.

Tatkala mereka melihat “Taidzar” terkapar di tanah, tenggelam dalamdarahnya...mereka berdiri kaget, diam dan ketakutan.

Maka, Qutaibah berkata kepada mereka, “Apa yang menjadikan kaliantakut dengan kematian seorang pengkhianat”

Mereka menjawab, “Kami [dahulu] menganggapnya seorang pemberi nasihatbagi kaum muslimin.”

“Bahkan ia adalah seorang penipu bagi mereka [muslimin], sehinggaAllah mengadzabnya dengan sebab dosanya,” kata Qutaibah

Ia kemudian mengangkat suaranya seraya berkata, “Sekarang berangkatlahuntuk memerangi musuh kalian...dan hadapilah dengan hati yang berbedadengan hati yang kalian gunakan untuk menghadapi mereka sebelumnya.”

Para pasukan melaksanakan perintah panglima mereka Qutaibah ibnMuslim. Mereka menyeberangi perbatasan untuk menghadapi musuh.

Ketika kedua pasukan saling berhadapan, kaum muslimin melihat jumlahmusuh yang banyak dan perlengkapan serta persiapan mereka yang cukup,hal ini menjadian hati mereka dipenuhi rasa takut dan gentar.

Qutaibah merasakan apa yang berputar dalam pikiran pasukannya, ia punberkeliling di antara pleton-pleton dan meneguhkan niat sertamenguatkan tekad mereka.

Ia menoleh kepada orang-orang di sekelilingnya dan berkata, “DimanaMuhammad ibn Waasi’ al-Azdiy.”

“Ia berada di sayap kanan, wahai amir,” jawab mereka

“Apa yang ia lakukan,” katanya

Mereka menjawab, “Ia sedang bersandar pada tombaknya, matanya terbukadan ia menggerakkan jemarinya ke arah langit...apakah kamimemanggilnya untukmu wahai amir”

“Biarkan ia,” katanya, kemudian ia menyambung perkataannya, “DemiAllah, sesungguhnya jari-jari itu lebih aku cintai dari pada seribupedang yang terhunus dibawa oleh seribu pemuda yang gagah...biarkan iaberdoa...kami tidak mengenalnya kecuali orang yang terkabulkan doanya.”

Pasukan muslimin dan pasukan musuh saling bergerak menerjang sepertisinga-singa yang akan menyergap buruannya.

Bertemulah dua pasukan laksana bertemunya gelombang samudera yangberkejaran sambung-menyambung di waktu badai.

Allah menurunkan ketenangan di hati kaum muslimin...dan Allah membantumereka dengan pertolongan dari sisi-Nya. Mereka terus membabatkanpedang ke arah musuh sepanjang siang, hingga ketika malam telah datang,Allah menggetarkan kaki-kaki kaum musyrikin dan melemparkan rasa takutke dalam hati mereka, sehingga mereka lari tunggang langgangmeninggalkan kaum muslimin. Para mujahidin mengungguli mereka denganmembunuh, menawan dan mengusir.

Di saat itulah mereka meminta perdamaian dan fidyah [tebusan]kepada Qutaibah...ia pun menerima perdamaian dari mereka.

Di antara tawanan musuh ada seorang yang buruk jiwanya, sangat jahatperangainya dan memiliki pengaruh yang kuat untuk menggerakkan kaumnyamelawan kaum muslimin...ia berkata kepada Qutaibah ibn Muslim, “Akuakan menebus diriku wahai amir.”

Maka dikatakan kepadanya “Berapa yang akan kamu berikan [sebagaitebusan].”

Ia menjawab, “Lima ribu [kain] sutra Cina yang berharga satu juta.”

Qutaibah menoleh ke arah pasukannya dan berkata, “Apa pendapatkalian”

Mereka menjawab “Kami melihat bahwa harta ini akan menambah

ghanimah kaum muslimin...kemudian setelah menjaga kemenangan ini,kita tidak merasa takut terhadap kejahatan orang ini dan yangsemisalnya...”

Qutaibah lalu menoleh kepada Muhammad ibn Waasi’ dan berkata, “Apapendapatmu wahai Abu Abdillah”

Ia menjawab, “Wahai amir, sesungguhnya kaum muslimin tidak keluar darirumah-rumah mereka untuk mengumpulkan ghanimah dan memperbanyakharta, akan tetapi mereka keluar mengharap ridla Allah...danmenyebarkan agama-Nya di muka bumi...serta [untuk] menghajar musuhnya.”

“Jazakallah khairan...demi Allah, aku tidak akan membiarkannyamenakut-nakuti seorang muslimah setelah ini, walaupun ia memberikanharta dunia sebagai tebusan untuk dirinya...” kata Qutaibah.

Kemudian ia memerintahkan untuk membunuhnya.

Hubungan antara Muhammad ibn Waasi’ al-Azdiy dengan para penguasa BaniUmayyah tidak terbatas dengan Yazid ibn al-Muhallab dan Qutaibah ibnMuslim al-Bahiliy...akan tetapi berlanjut kepada selain mereka berduadari para wali dan umara. Adalah di antara yang paling menonjol yangmemiliki hubungan dengannya adalah wali Bashrah yaitu Bilal ibn AbiBurdah.

Ada kisah-kisah yang [diceritakan] turun temurun dan masyhur antaradirinya dengan guberner tersebut, juga cerita-cerita yang diriwayatkandan terjaga...di antaranya adalah, bahwa ia suatu hari masukmenemuinya dengan mengenakan midra’ah****** kasar yang terbuatdari wool. Maka Bilal berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu untukmengenakan pakaian kasar ini wahai Abu Abdillah”

Syaikh pun [Muhammad bin Waasi’] menyibukkan dirinya dan tidakmenjawabnya.

Bilal memegangnya dan berkata kepadanya, “Mengapa engkau tidakmenjawabku wahai Abu Abdillah!”

Ia menjawab, “Aku benci untuk mengatakan [bahwa aku] zuhud sehinggaaku mensucikan diriku...dan aku benci untuk mengatakan bahwa aku fakirsehingga aku mengeluh kepada Tuhanku...dan aku tidak menginginkan [jawaban]yang ini tidak juga yang itu.”

“Lalu apakah kamu punya hajat sehingga kami akan menunaikannya wahaiAbu Abdillah” tanya Bilal.

Ia menjawab, “Adapun aku, maka aku tidak punya hajat yang akumemintanya kepada seorang pun dari manusia...hanyalah aku mendatangimupada suatu hajat untuk saudara muslim...apabila Allah mengijinkanuntuk menunaikannya maka engkau menunaikannya, dan engkau terpuji...namunbila Allah tidak mengijinkannya maka engkau tidak menunaikannya danengkau termaafkan.”

“Bahkan aku akan menunaikannya dengan ijin Allah” katanya. Kemudian iamenoleh kepadanya dan berkata, “Apa yang kamu katakan tentang qadladan qadar wahai Abu Abdillah”

Ia menjawab, “Wahai amir...sesungguhnya Allah AWJ tidak akan menanyaihamba-Nya tentang qadla dan qadar pada hari kiamat...Diahanyalah menanyai tentang amalan mereka.”

Sang gubernur pun malu terhadapnya dan memilih diam.

Dan di saat syaikh sedang duduk di sisinya, tibalah waktu makan siang,maka wali mengundangnya untuk makan tetapi ia menolaknya...walimemaksanya, sehingga ia mulai beralasan dengan bermacam-macam alasan...

Gubernur sedikit marah kepadanya, dan berkata, “Aku melihatmu tidaksuka menyantap makanan kami wahai Abu Abdillah!!!”

Ia berkata kepadanya “Engkau jangan berkata begitu wahai amir...demiAllah, sungguh orang terbaik di antara kalian -wahai sekalian parapenguasa- benar-benar lebih aku cintai daripada anak-anak kami dankeluaga kami yang terdekat.”

Muhammad ibn Waasi’ al-Azdiy telah diminta untuk menduduki jabatanQadla [pengadilan] lebih dari sekali namun ia menolaknya dengan keras...dandisebabkan karena penolakannya ia telah menyebabkan siksa untukdirinya...

Di antarnya, bahwa Muhammad ibn al-Mundzir pejabat keamanan Bashrohtelah mengundangnya, dan ia berkata, “Sesungguhnya penguasa Irakmeminta dariku untuk memanggilmu agar menduduki jabatan Qadla.”

Ia menjawab, “Maafkan aku dari hal tersebut, semoga Allah memaafkanmu.”

Ia [Muhammad ibn al-Mundzir] memintanya kembali untuk yang kedua danketiga kalinya, namun ia terus menolaknya.

Ia berkata kepadanya, “Demi Allah, sungguh-sungguh kamu harusmenduduki jabatan Qadla, atau aku akan mencambukmu sebanyak tiga ratuscambukan, dan sungguh-sungguh aku akan mempermalukanmu.”

“Kalau engkau mau melakukannya, sesungguhnya engkau adalah orang yangbebas...dan sesungguhnya diadzab di dunia lebih baik daripada diadzabdi akhirat” jawabnya.

Ia [Muhammad ibn al-Mundzir] merasa malu [mendengar jawaban] darinyadan ia pun melepaskannya dan memperlakukannya dengan baik.

Majlis Muhammad ibn Waasi’ di masjid Bashrah merupakan tempatbernaungnya para penuntut ilmu dan tempat berkumpulnya para pencarihikmah dan mau’idzah.

Kitab-kitab tarikh dan sirah penuh dengan cerita-cerita tentangmajlisnya ini.

Di antaranya, bahwa salah seorang dari mereka berkata kepadanya,“Berilah wasiat kepadaku wahai Abu Abdillah.”

“Aku wasiatkan kepadamu agar menjadi raja di dunia dan di akhirat”jawabnya.

Si penanya terheran, dan berkata, “Bagaimana aku mendapatkan itu wahaiAbu Abdillah!”

“Zuhudlah terhadap dunia yang fana ini, niscaya kamu akan menjadi rajadi sini dengan kamu merasa cukup [tidak membutuhkan] terhadap apa yangada di tangan manusia...dan kamu akan menjadi raja di sana denganmendapatkan kemenangan memperoleh pahala yang baik di sisi Allah”jawab syaikh.

Orang lain lagi berkata kepadanya, “Sungguh aku mencintaimu karenaAllah wahai Abu Abdillah.”

“Semoga Allah mencintaimu yang telah mencintaiku karena-Nya” jawabsyaikh.

Kemudian ia [syaikh] pergi seraya berkata, “Ya Allah, aku berlindungkepada-Mu dari aku dicintai karena-Mu sedangkan Engkau membenciku.”

Dan setiap kali ia mendengar pujian manusia kepadanya dan sanjunganmereka terhadap ketakwaan dan ibadahnya, ia berkata kepada mereka,“Seandainya dosa-dosa mempunyai bau busuk yang menyengat, maka tidakada seorang pun dari kalian yang mampu mendekat kepadaku karena iaakan merasa terganggu dengan bauku.”

Muhammad ibn Waasi’ senantiasa mendorong murid-muridnya untuk selaluberpegang teguh dengan kitab Allah AWJ dan hidup di bawah petunjuknya.Ia berkata, “Al-Qur’an adalah kebunnya orang muslim...di manapun iamenempatinya, maka ia singgah di taman...”

Sebagaimana ia juga mewasiati mereka untuk sedikit makan, ia berkata,“Barangsiapa yang sedikit makannya akan faham dan bisa memahamkan [oranglain]...ia akan suci dan menjadi lembut [hatinya]...karenasesungguhnya banyak makan akan membikin orang berat untuk melakukanbanyak hal yang ia inginkan.”

Muhammad ibn Waasi’ telah sampai kepada tingkat ketakwaan dan wara’yang begitu agung. Banyak sekali cerita yang telah diriwayatkanbaginya akan hal tersebut...

Di antaranya, ia pernah terlihat berada di pasar, ia menawarkan

himarnya [keledainya] untuk dijual, maka ada seseorang yangmemintanya, “Apakah engkau ridla ia untukku wahai syaikh”

“Apabila aku meridlainya untuk diriku maka aku tidak akan menjualnya,”jawabnya.

Muhammad ibn Waasi’ telah menjalani seluruh hidupnya dengan perasaantakut terhadap dosa-dosanya dan takut terhadap dipaparkannya amalan dihadapan Tuhannya.

Apabila ditanya, “Bagaimana keadaanmu pagi ini wahai Abu Abdillah

Ia menjawab, “Aku bangun dalam keadaan telah dekat ajalku...jauhangan-anganku...dan buruk amalanku.”

Apabila ia melihat suatu keheranan yang nampak dari pancaran wajahorang-orang yang menanyainya, ia berkata, “Apa prasangka kalianterhadap orang yang setiap hari memutus satu tingkatan ke akhirat!”

Ketika Muhammad ibn Waasi’ jatuh sakit yang menjadi sebab akhirhayatnya, orang-orang berdatangan membesuknya hingga rumahnyatenggelam oleh banyaknya orang yang keluar masuk...yang berdiri danduduk di rumahnya...

Ia kemudian memiringkan badannya kepada salah seorang kerabatnya danberkata, “Kabarkan kepadaku, bahwa mereka tidak akan mampu menolongkuapabila esok [di hari kiamat] telah di pegang ubun-ubun dan kaki kita!Dan mereka tidak akan bermanfaat untukku bila aku dilemparkan keneraka!

Kemudian ia menghadap kepada Tuhannya dan mulai berkata, “Ya Allah,aku memohon ampun kepadamu dari setiap tempat buruk yang aku berdiripadanya...dari setiap tempat duduk yang buruk yang aku duduki...darisetiap tempat masuk yang buruk yang aku masuki...dari setiap tempatkeluar yang buruk yang aku keluar darinya...dari setiap amalan burukyang aku kerjakan...dari setiap perkataan buruk yang aku ucapkan. YaAllah, aku memohon ampun kepada-Mu dari itu semua, maka ampunilah aku.Aku bertaubat kepada-Mu, maka terimalah taubatku...dan aku sampaikansalam kepada-Mu sebelum aku dihisab.”

Kemudian lepaslah ruhnya.

REFERENSI

Sebagai tambahan tentang kisah Muhammad ibn Waasi’ al-Azdiy, lihat:

· Tarikh al-Bukhari: 1/255

· At-Tarikh ash-Shaghir: 1/318-319

· Al-Jarh wat Ta’dil: 8/113

· Hilyatul Auliyaa: 2/345-357

· Al-Waafi bil Wifyaat: 5/272

· Tahdzibut Tahdziib: 9/499-500

CATATAN:

* “Marwa ar-Ruudz” salah satu ibukota Persia dimana al-Muhallab ibnAbi Shufrah mati di sana.

** kota di Uzbekistan terletak di persimpangan jalan antara Persia danRusia serta India dan Cina

*** negeri yang terletak di seberang sungai “Jiihuun” di Khurasan

**** sungai besar dan terkenal terletak setelah Samarqondi

***** umat yang masuk dalam ketaatan Persia

****** jubah yang sobek bagian depannya, jamaknya Madaari’

Artikel MUHAMMAD IBN WAASI’ AL-AZDIY-[2-2] (Bersama Qutaibahbin Muslim: Kemesraan Ulama Dan Penguasa) diambil dari http://www.asofwah.or.id
MUHAMMAD IBN WAASI’ AL-AZDIY-[2-2] (Bersama Qutaibahbin Muslim: Kemesraan Ulama Dan Penguasa).

Tidak ada komentar: