Sabtu, 14 Juni 2008

Pak Haji Dan Bu Haji

Kumpulan Artikel Islami

Pak Haji Dan Bu Haji Sebuah sisi Jama'ah Haji Kita

Suatu fenomena telah terjadi di kalangan jamaah haji khususnya darinegara kita, ketika telah selesai bertahalul maka ada sedikitperubahan dalam panggilan nama mereka yakni penambahan gelar Haji didepannya dan Hajjah bagi para wanita. Demikian pula setelah kepulanganmereka ke tanah air gelar kehormatan tersebut masih terus melekatdengan namanya, sehingga rasanya tidak afdhal jika kita memanggilnyatanpa mendahului dengan gelar itu.

Hal ini dikarenakan mulianya perjalanan ibadah tersebut yang merupakanparipurnanya rukun Islam yang lima, di samping memang membutuhkanpengorbanan yang besar baik tenaga, biaya maupun waktu sehingga tidaksemua orang Islam mampu menunaikannya. Panggilan itu boleh jadi adalahsebagai penghormatan karena telah sukses melakukan acara ritual yangagung, atau mungkin juga bermula dari panggilan yang biasa digunakanoleh penduduk asli Arab ketika memanggil jamaah haji dengan Ya Hajj karena memang tidak tahu siapa namanya.

Bagi mereka yang memiliki latar belakang ilmu syar'i insya Allah gelaratau panggilan haji tersebut bukanlah masalah besar yang harusdipersoalkan. Artinya dia tidak akan peduli apakah orang lain nantinyaakan memanggilnya dengan pak haji, bu haji atau tetap sebagaimanapanggilan semula sebelum ia menjalankan ibadah haji, toh tujuan danniatnya adalah semata-mata beribadah menuju keridhaan Allah. Danmemang demikianlah hendaknya setiap jamaah haji berniat dalamperjalanan hajinya, sebab jika niatnya lain, misalnya agar disebutsebagai bapak atau ibu haji maka ia tidak akan memperoleh apa-apakecuali gelar dan panggilan tersebut, sedang di sisi Allah ia takmemperoleh bagian apa-apa. Hal ini dikarenakan Allah tidak akanmenerima amalan kecuali yang dilakukan secara ikhlash semata-matakarenaNya di samping dilakukan menurut tuntunan yang disyari'atkanAllah dan diajarkan oleh NabiNya Shallallaahu 'alaihi wa sallam. [FikihNasehat, Fariq Gasim Anuz, Pustakan Azam, h. 61]

Firman Allah dalam surat Al Bayyinah ayat 5, artinya: Padahal merekatidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikanketa'atan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama yang lurus, dan supayamereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulahagama yang lurus.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, artinya: Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami makaamalan tersebut tertolak.

Dalam hadits lain, khusus berkenaan dengan haji beliau bersabda:Hendaklah kalian mengambil dariku manasik [cara-cara] kalian dalamberhaji. [HR. Muslim]

Namun jika kita berbicara soal realita dan kenyataan maka teori diatas tidak sepenuhnya terpraktekkan sebab sudah barang tentu tidaksemua orang faham dan mengetahui apa tujuan haji yang sebenarnya.Bahkan orang yang sebenarnya sudah tahupun terkadang masih terkalahkanoleh hawa nafsunya sehingga ketika ada orang lain menyebut namanyatanpa menambahkan gelar haji di depannya, maka dadanya agak terasasempit dan telinga sedikit merah karena kurang suka, lebih-lebih jikaitu di depan khalayak ramai. Bahkan mungkin di antara mereka ada yangketika dipanggil namanya atau disapa tidak menjawab sebagaimanamestinya tapi malah berujar: Saya sudah dua kali pergi haji lho! Yakni menghendaki agar orang lain memanggilnya dengan gelar haji.

Dalam kasus ini perlu digaris bawahi bahwa kita bukannya bermaksudmelarang orang menghormati orang lain dengan memberi gelar haji. Yangperlu diluruskan adalah bahwa perjalanan haji adalah perjalanan ibadahuntuk menuju Allah dan mengharap keridhaanNya, bukan untuk mendapatkanembel-embel tersebut. Adapun setelah itu ada orang yang memanggildengan bapak atau ibu haji maka itu adalah persoalan lain dan bukannyatujuan, hanya saja jika kebiasaan tersebut [harus memanggil haji]tidak dibudayakan bisa jadi itu akan memperbaiki niat orang yang akanmelakukan rukun Islam kelima ini.

Makna haji yang sebenarnya

Al Allamah Abu Abdillah Muham-mad bin Abdir Rahman Al Bukhari AlHanafi menjelaskan bahwa haji [al hajj] maknanya adalah bermaksud ataumenuju [al qashdu]. Niat dan maksud adalah pekerjaan yang paling utamasebab ia hanya dilakukan oleh anggota badan termulia yaitu hati.Karena ibadah haji ini merupakan ibadah yang besar dan sangat utama,juga memuat ketaatan yang sangat berat maka disebutlah ia al hajj yangberarti al qashdu [dinisbatkan kepada amalan hati karena keutamaannya,red]. Dan mengenai pentingnya niat dalam haji dan umrah Allah telahberfirman:Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah. [Al-Baqarah:196].

Oleh karena itu seseorang yang akan pergi haji meskipun pergi menujubaitullah [ka'bah] namun sebenarnya yang jadi tujuan adalah RabbulKa'bah Allah Rabb seru sekalian alam. Maka ketika seorang haji tiba diKa'bah, dan sebelumnya ia tahu bahwa pemilik rumah tersebut tidak adadi sana, berputar-putarlah ia mengelilingi rumah itu yakni thawaf, danini merupakan isyarat bahwa ka'bah bukanlah maksud dan tujuan namunAllah pemilik Ka'bahlah tujuannya.

Begitu pula ketika mencium hajar aswad bukanlah berarti dan bertujuanuntuk mengagungkan atau menyembah batu, tapi semata-mata karenamengikuti sunnah Rasul. Dan inilah yang membedakan antara seorangmuslim dan musyrik. Dulu kaum musyrikin menciumnya karena benar-benarmenyembahnya, sedang seorang muslim melakukan itu adalah karenamengikuti sunnah. [Khutbah Jum'at Setahun, Yayasan Al-Sofwa, h. 238].

Ibnu Abbas mengibaratkan bahwa menyentuh atau mencium hajar aswadseolah-olah ia menjabat atau mencium tangan kanan Allah, sehinggaketika seorang haji menyentuhnya hendaknya tertanam dalam benak bahwaia sedang berbai'at kepada Allah, pencipta dan pemilik hajar aswadyang telah memerintahkan untuk melakukan itu. Berbai'at disinimaknanya berjanji untuk selalu taat dan tunduk kepada Allah, kemudianselalu ingat bahwa jika mengkhianati bai'at tersebut akan berhadapandengan murka dan adzabNya.

Dari sini para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calonhaji adalah bertaubat, memperbaiki ketakwaan dan inilah sebaik-baikbekal. Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman:Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. [Al-Baqarah:197].

Dan tak mungkin seseorang akan membawa bekal takwa ini jika tidakbertaubat dan meninggalkan segala jenis kemaksiatan. [Ibid, h.238-239]

Jika orang yang berhaji telah memahami apa makna dan tujuannya dalamberhaji maka ketika melantunkan talbiyah akan meresap dalam jiwa bahwaseolah olah ia sedang meninggalkan segala atribut keduniaan dan menujuAllah seraya mengatakan: Ya Allah aku datang, aku datang memenuhipanggilanMu, aku berdiri di pintuMu, aku singgah di sisiMu. Aku pegangerat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dariadzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri danberkiblat kepadaMu. MilikMu segala ciptaan, bagimu segala aturan danperundang-undangan, bagiMu seluruh hukum dan hukuman, tiada sekutubagiMu. Tak peduli aku berpisah dengan sanak keluarga, ku tinggalkanprofesi dan pekerjaan, kulepas segala atribut dan jabatan karenatujuanku hanyalah wajah dan keridhaanMu, bukan dunia yang fana bukannafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu. [Ibid, h. 239].

Setelah Para Haji Pulang

Banyak oleh-oleh yang dibawa pulang oleh para jama'ah haji, namun adasatu oleh-oleh yang sangat besar dan berharga, dan hanya bisa disimpandalam hati dan dada. Oleh-oleh yang tak akan habis jika dibagi-bagikankepada orang lain bahkan malah kian bertambah dan semua orang pastisuka untuk menerimanya. Tak lain adalah kebersihan jiwa dan akhlak.Inilah barang termahal yang selayaknya dibawa pulang oleh mereka yangmenunaikan haji. Alangkah indahnya jika sepulang haji yang kikirmenjadi dermawan, penjahat menjadi penebar salam, bandar judi menjadiketua majlis ta'lim, dan ribuan bahkan jutaan orang merubah jalanhidupnya bersama-sama satu tujuan menuju Allah. Tak ada lagi pejabatpenerima sogok, hakim berat sebelah, pengusaha ataupun pedagang licik,curang dan lain-lain.

Apalah artinya pergi haji jika hanya sekedar untuk menambah gelarnamun yang korup tetap korup, yang lintah darat tetap lintah darat,yang bakhil malah makin menjadi-jadi. Padahal perbuatan jahat danfasik itu harus ditinggalkan kapan saja bukan hanya ketika melakukanhaji. Jika seseorang masih sama buruk dan jahatnya antara sebelum dansesudah haji bahkan malah lebih parah, maka suatu pertanda bahwakepergiannya ke tanah suci hanyalah sia-sia sebab ia tak mampumengambil sesuatu yang paling berharga dari perjalanan tersebut.

Sebagai khatimah hendaknya setiap orang yang akan melakukan ibadahhaji sadar dan mengetahui bahwa perjalanan yang akan ia tempuh adalahperjalanan ibadah yang agung dan mulia sehingga harta yang digunakanuntuk itu adalah dari penghasilan yang baik dan halal. Di samping ituia harus mempelajari tata cara manasik yang benar, sesuai dengantuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam.Dengan demikian diharapkan haji yang ia lakukan akan menjadi haji yangmabrur yang diterima di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala bukannyamaghrur [tertipu] atau mabur[bahasa Jawa] yang hanya sekedar terbangnaik pesawat saja.

Janganlah sekali-kali kita punya niat hanya agar mendapat gelar pakhaji dan bu haji saja, lalu bangga jika orang memanggil dengan sebutanitu, sekali-kali jangan. Kalau seandainya orang satu kampung tidak adayang memanggil kita dengan gelar itu maka sesungguhnya Allah Maha Tahubahwa kita telah menunaikannya dan akan memberi balasan sesuai denganniat dan usaha kita. Wallahu a'lam. [Ibnu Djawari]

Bahan rujukan: Khutbah Jum'at Pilihan Setahun, Yayasan Al-Sofwa,Fikih Nasehat, Fariq Gassim Anuz, Pustakan Azam, sumber-sumber lain.

Artikel Pak Haji Dan Bu Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Pak Haji Dan Bu Haji.

Tidak ada komentar: