Senin, 16 Juni 2008

Menikahi Wanita Hamil

Kumpulan Artikel Islami

Menikahi Wanita Hamil Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah,terkadang orang justru sering menutupinya dengan maksiat lagi yangberlipat-lipat dan berkepanjangan. Bila seorang laki-laki menghamiliwanita, dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil ataumeminjam orang untuk menikahi-nya dengan dalih untuk menutupi aib, nahapakah pernikahan yang mereka lakukan itu sah dan apakah anak yangmereka akui itu anak sah atau dia itu tidak memiliki ayah Mari kitasimak pembahasannya !!

Status Nikahnya :

Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baikdengan laki-laki yang menghamilinya atau pun dengan laki-laki lainkecuali bila memenuhi dua syarat :*1

Pertama; Dia dan si laki-laki taubat dari perbuatanzinanya.*2 Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta'ala telahmengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, DiaSubhanahu wa Ta'ala berfirman,

Artinya “Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuanyang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzinatidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-lakimusyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mu’min.”3

Syaikh Al-Utsaimin berkata, “Kita mengambil dari ayat ini satu hukumyaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahkanlaki-laki yang berzina, dengan arti, bahwa seseorang tidak bolehmenikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang [wali]menikahkannya kepada putri-nya.4

Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukannamun dia memaksakan dan melang-garnya, maka pernikahannya tidak sahdan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinah-an.5Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-lakiitu atau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak.6 Orang yangmenghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa AllahSubhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya, maka dia dihukumi sebagaiorang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

Artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan [sekutu] selainAllah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkanAllah” 7

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan orang-orangyang membuat syari’at bagi hamba-hamba-Nya sebagai sekutu, berartiorang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum taubatadalah orang musyrik.*8

Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bilasyarat ke dua berikut terpenuhi.*9

Ke dua : Dia harus beristibra’ [menunggu kosongnya rahim]dengan satu kali haidl, bila tidak hamil, dan bila ternyata hamil,maka sampai melahir-kan kandungannya.*10

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda : Artinya, “Tidakboleh digauli [budak] yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan [tidakboleh digauli] yang tidak hamil, sampai dia beristibra’ dengan satukali haid.*11

Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallammelarang menggauli budak dari tawanan perang yang sedang hamil sampaimelahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahalbudak itu sudah menjadi miliknya.

Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam : Artinya, “Tidak halalbagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkanair [maninya] pada semaian orang lain.*12

Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa yang dirahim itu adalah anakyang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendakmenikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam MuhammadIbnu Ibrahim Al Asyaikh , “Tidak boleh menikahi-nya sampai dia taubatdan selesai dari ‘iddahnya dengan melahirkan kandungannya, karenaperbedaan dua air [mani], najis dan suci, baik dan buruk dan karenabedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.” 13

Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah menga-takan, “Danbila dia [laki-laki yang menzinainya setelah dia taubat] inginmenikahinya, maka dia wajib menung-gu wanita itu beristibra’ dengansatu kali haidl sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata diahamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecualisetelah dia melahirkan kandungannya, berdasar-kan hadits NabiShallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorang menuangkan air [maninya]di persemaian orang lain.”*14

Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpaberistibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itutidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa ituadalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanyamelakukan hubung-an badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat danpernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satukali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.

Status Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah.

Semua madzhab yang empat [Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi’i dan Hambali]telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab daripihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun silaki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengakubahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anaktersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama sajabaik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.*15Jadi anak itu tidak berbapak.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam :Artinya “Anak itu bagi [pemilik] firasy dan bagi laki-laki pezinaadalah batu [kerugian dan penyesalan].” 16

Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yangpernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya,keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinyaatau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itudinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukansuami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanyamendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.17

Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, “Seorang laki-laki mengakuberzina dengan seorang wanita merdeka dan [dia mengakui] bahwa anakini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab [sianak itu] tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda RasulullahShalallahu 'alaihi wa sallam : Artinya “Anak itu bagi pemilikfirasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu [kerugian dan penyesalan]”18

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah menjadikan kerugian danpenyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada haknasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian [peniadaan] nasabitu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.19

Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,“Dan bagi laki-laki pezina adalah batu [kerugian dan penyesalan]” Makabeliau menafikan [meniadakan] adanya nasab anak zina di dalam Islam.20

Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-lakiyang berzina maka :

Anak itu tidak berbapak.

Anak itu tidak saling mewarisi de-ngan laki-lakiitu.

Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa inginmenikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidakmemiliki wali.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, Artinya “Makasulthan [pihak yang berwenang] adalah wali bagi orang yang tidakmemiliki wali”21

Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yangdizinahi itu dinikahi sebelum beristibra’ dengan satu kali haidh, laludigauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil,kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamillagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahanini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baruterlahir itu

Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karenataqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahuibahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahirakibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya,sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahanwanita di masa ‘iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwapernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwawanita itu sedang dalam masa ‘iddahnya, maka anak yang terlahir itutetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa ‘iddah itubatal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahandi atas adalah lebih berhak.22

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa,beliau berkata, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang diayakini pernikahan [yang sah], maka nasab [anak] diikutkan kepadanya,dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah [kekerabatan] dengankesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnyapernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu jugasetiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnyaharam, [maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya].23

Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubatkepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Dia Maha luasampunannya dan Maha berat siksanya. [Abu Sulaiman].

Endnote :

[1]Minhajul Muslim. [2]Taisiril Fiqhi Lijami'il Ikhtiyarat AlFiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/584,Fatawa Islamiyyah 3/247, Al Fatawa Al Jami'ah Lil Mar'ah Al Muslimah2/5584. [3]An Nur : 3. [4]Fatawa Islamiyyah 3/246. [5]Ibid. [6]Ibid33/245. [7]Asy Syruraa : 21. [8]Syiakh Al Utsaimin di dalam FatawaIslamiyyah 3/246. [9]Ibid 3/247. [10]Taisiril Fiqhi Lijami'ilIkhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, AhmadMuwafii 2/583, Majmu Al Fatawa 32/110. [11]Lihat Mukhtashar Ma'alimisSunan 3/74, Kitab Nikah, Bab : Menggauli Tawanan [yang dijadikan budak],Al Mundziriy berkata : Di Dalam isnadnya ada Syuraik Al Qadliy, dan AlArnauth menukil dari Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish : Bahwaisnadnya hasan, dan dishahihkan oleh Al Hakim sesuai syarat Muslim.Dan hadits ini banyak jalurnya sehingga dengan semua jalan-jalannyamenjadi kuat dan shahih.[ Lihat Taisir Fiqhi catatan kakinya 2/851.][12]Abu Dawud, lihat, Artinya: 'alimus Sunan 3/75-76. [13]Fatawa WaRasail Asy Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim 10/128. [14]Majallah Al BuhutsAl Islamiyyah 9/72. [15]Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir 3/412, AlKharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44. dikutip dariTaisiril Fiqh 2/828. [16]Al-Bukhari dan Muslim. [17]Taud-lihul Ahkam5/103. [18]Al Bukhari dan Muslim. [19]Al Mabsuth 17/154. [20]At Tamhid6/183 dari At Taisir. [21]Hadits hasan Riwayat Asy Syafi'iy, Ahmad,Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[22]Al-Mughniy 6/455.[23]Dinukil dari nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104.

Artikel Menikahi Wanita Hamil diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menikahi Wanita Hamil.

Tidak ada komentar: