Rabu, 14 Mei 2008

Balasan Sesuai Dengan Perbuatan

Kumpulan Artikel Islami

Balasan Sesuai Dengan Perbuatan Salah seorang pemuda mengisahkan cerita dirinyayang dapat dikata ‘aneh tapi nyata’. Cerita ini menyangkut setiap anakyang menyia-nyiakan hak orangtuanya dan setiap orangtua yang hanyamendapatkan kedurhakaan dari anak-anaknya.

Pemuda ini bertutur,

“Aku tidak tahu darimana harus memulai cerita yang mengenaskan dansekarang aku alami ini sementara usiaku sekarang sudah mencapai 70tahun. Apakah zaman kembali terulang bersamaku sehingga ibarat senjatamakan tuan berbalik kepada diriku dan aku meneguk air dalam cangkiryang dulu pernah aku suguhkan kepada ibundaku saat aku masih muda.Agar Anda memahami kisahku ini, baiklah kiranya aku ajak Anda kembalike masa 50 tahunan yang lalu. Ketika itu, aku terpukul karenaayahandaku yang seorang Bisnisman kaya meninggal dunia. Karena akumerupakan anak tunggal, maka semua harta peninggalannya beralih ketanganku; uang sekian banyak, emas dan tiga kios dagang yang menjualmodel furniture yang paling baik.

Ibundaku â€"rahimahallah- kala itu menyetujui peralihan kekayaanayahku ke tanganku karena beliau seorang yang amat zuhud terhadapgemerlap dunia. Yang diperlukannya hanyalah sedikit makanan danminuman yang dapat menyumbal perutnya. Aku hidup bersama ibundaku ituuntuk beberapa masa hingga akhirnya beliau memilihkan seorang isteriuntukku dari kalangan kerabatku sendiri. Pada awal mulanya, akumerasakan betapa baik dan mulia akhlaknya akan tetapi nampaknyaibundaku tersebut tidak menyadari bahwa di balik sikap baiknya yangberlebih-lebihan itu terdapat rencana jahat dan kebusukan di dalamhatinya. Maka, begitu anak pertamaku lahir, dia sudah menuntut agardibelikan rumah tersendiri buat kami, jauh dari ibundaku. Alasannya,dia ingin bisa lebih bebas di dalam mengatur kehidupannya sehinggabisa menjadi ibu rumah tangga di rumahnya sendiri.

Pada mulanya, aku berusaha menentang keinginan itu namun dia tetapngotot dengan klaim bahwa ibundaku selalu ikut campur dalam urusanpribadinya sehingga akhirnya aku setuju untuk membangun rumah barubuat kami, jauh beberapa mil dari rumah ibundaku. Ketika itu, akutidak menggubris keberatan ibundaku yang sudah tua renta dan denganmemelas menyatakan bahwa dirinya butuh sekali orang yang bisa merawatdan melayani keperluannya serta secara kontinyu bersamanya di rumah.Aku malah menuruti saja keinginan isteriku agar bisa mandiri dirumahnya.

Pada awal-awal perpindahanku, aku rajin mengunjungi ibundaku itu tiappekan guna membelikan keperluan makan dan minumnya namun di bawahtekanan isteriku dan kengototannya, aku akhirnya mengurangi frekuensikunjunganku itu menjadi sebulan sekali saja mengingat jarak yang cukupjauh antara rumah baru kami dan rumah ibundaku, disamping waktu itualat transportasi cepat belum ada, yang ada hanya onta dan tungganganlainnya.

Rupanya ibundaku menderita sakit parah. Maka, waktu itu aku tawarkankepada isteriku akan pentingnya kami kembali pulang dan hidup bersamaibunda lagi guna menyiapkan makanan untuknya dan mengontrol perawatanmedisnya. Ternyata dia menolaknya dengan alasan bahwa dia bukanpembantu ibundaku ataupun alasan lainnya. Demikianlah, sehingga akukembali tidak menggubris lagi keinginan dan keluhan ibundaku agar kamitetap tinggal bersamanya. Aku hanya cukup dengan menitip pesan kepadapara tetangganya agar memperhatikan kondisinya. Dan pada beberapa hariberikutnya, telah sampai berita kepadaku dari salah seorang tentanggaibundaku bahwa ibundaku itu telah wafat.

Setelah itu, hari demi hari dan tahun demi tahun pun berlangsung tanpaterasa sehingga kejadian yang menimpa ibundaku itu seolah terlupakandan aku meneruskan kehidupan keluargaku bersama isteriku dan anakkudengan bahagia. Namun setelah wafatnya isteriku dua tahun lalu, akukembali merasakan kesendirian.

Aku kemudian berterus terang kepada kedua anakku agar mengizinkankumenikah lagi dengan wanita lain, namun keduanya menolak. Sekalipunpenolakan mereka itu, aku tetap bertekad ingin menikah namun betapakagetnya aku dengan perubahan sikap keduanya terhadapku. Perubahansikap yang tidak pernah terbayang di benakku. Aku rupanya sudah lupabahwa diriku telah menyerahkan pengurusan manajemen dan pengelolaanyayasan yang aku miliki dalam hidupku itu kepada keduanya. Begitumelihat perubahan sikap keduanya tersebut, aku mengancam akan mencabutperwakilan yang telah aku serahkan kepada mereka, namun lagi-lagi akudikagetkan dengan sikap keduanya yang malah semakin tidak baikterhadapku bahkan sampai kepada batas memutus hubungan denganku dantidak lagi mengirimkan sejumlah uang yang biasanya cukup untukmenghidupi kebutuhanku sehari-hari sebagaimana yang mereka lakukansebelum itu.

Setiap kali aku mengingat apa yang dulu pernah aku lakukan terhadapibundaku, berlinanglah air mataku. Kejadian yang mengenaskan di dalamkehidupanku yang dulu pernah aku lakukan terhadap ibundaku, kiniterulang kembali dan menimpa diriku. Aku takut bila di saat kematiankusama dengan kondisi ibundaku dulu, tanpa kehadiran anak-anakku disisiku. Yang aku harapkan sekarang hanyalah keluasan rahmat Allahpadaku dan ampunan-Nya terhadap dosa-dosaku sehingga aku tidak matidalam kesendirian sebagaimana yang terjadi terhadap ibundaku dulu…”

[SUMBER: Qashash Wa Mawâqif Dzât ‘Ibar, disusun oleh ‘Adil binMuhammad ‘Ali ‘Abdil ‘Aly, h.37-40, sebagai dinukil dari Harian

‘Okâzh, Vol.31]

Artikel Balasan Sesuai Dengan Perbuatan diambil dari http://www.asofwah.or.id
Balasan Sesuai Dengan Perbuatan.

Tidak ada komentar: