Jumat, 11 Juli 2008

Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Kumpulan Artikel Islami

Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

Kategori Puasa - Fiqih Puasa

Minggu, 24 Oktober 2004 08:30:19 WIBHIKMAH DARI DIWAJIBKAN MENGQADHA PUASA TANPA MENGQADHA SHALAT BAGI WANITA HAIDHOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaaAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta diatanya : Apakah hikmah yang terkandung dalam ketetapan syari'at bahwa wanita haidh wajib mengqadha puasa tanpa diwajibkan mengqadha shalat .JawabanPertama : Telah diketahui bahwa kewajiban seorang muslim adalah melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah kepadanya dan menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang Allah, baik ia tahu ataupun tidak tahu hikmah dari perintah dan larangan itu, yang disertai dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan memerintahkan hamba-Nya melainkan dalam perintah itu terdapat kebaikan bagi mereka, dan Allah tidak akan melarang mereka dari sesuatu melainkan karena yang dilarang itu mengandung bahaya bagi mereka. Semua ketetapan yang terdapat dalam syari'at Allah pasti memiliki hikmah yang telah diketahui Allah, yang diantaranya ditampakkan kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hama-Nya. Demikian ini agar seorang mukmin menjadi bertambah imannya kepad Allah, dan agar Allah bisa merahasiakan dengan apa yang dikehendaki-Nya agar seorang mukmin bertambah keimanannya dengan kepasrahan terhadap perintah Allah.Kedua : Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat itu banyak dan berulang-ulang, yaitu lima kali dalam sehari semalam sehinga untuk mengqadhanya adalah sesuatu hal yang sulit bagi wanita haidh, walaupun haidnya itu hanya satu atau dua hari, Allah berfirman."Artinya : Allah hendak memberikan keringan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah" [An-Nisaa : 18].[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah, 5/397]TIDAK BERPUASA SELAMA DUA BULAN RAMADHAN KARENA SAKIT, KEMUDIAN PADA RAMADHAN KETIGA IA BERPUASA, APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK DUA RAMADHAN YANG TELAH LEWATOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Seorang wanita menderita sakit parah, ketika datang bulan Ramadhan dan dia tak sanggup berpuasa, lalu ketika datang bulan Ramadhan kedua ia pun belum sanggup berpuasa, kemudian datang bulan Ramadhan ketiga, saat itu kesehatannya lebih baik dari sebelumnya maka ia berpuasa, apakah wajib baginya untuk berpuasa untuk dua bulan yang ditinggalkannya itu, ataukah cukup bersedekah saja sebagai penggantinya, perlu diketahui bahwa wanita itu berpuasa selama tiga hari pada setiap bulannya dalam setiap tahun JawabanYang wajib baginya adalah mengqadha puasa yang dua bulan itu berdasarkan keumuman dalil yang terdapat dalam firman Allah."Artinya : ..Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain". [Al-Baqarah : 185]Adapun mengenai puasanya wanita tersebut selama tiga hari setiap bulannya sebagaimana disebutkan oleh penanya, jika niatnya untuk mengqadha puasa yang telah ia tinggalkan selama dua kali bulan Ramadhan, maka niatnya ini sah, dan hendaknya ia melaksanakan sisa puasa dari dua bulan itu, akan tetapi jika niatnya itu hanya sekedar untuk puasa sunat maka kewajiban mengqadha puasanya berarti belum terlaksana, dan karena itu hendaknya ia berpuasa selama dua bulan penuh dan tidak ada kewajiban baginya untuk memberi makan orang miskin, karena wanita itu memiliki udzur dalam menunda qadha puasanya, yaitu karena sakit.[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 14/114-115]MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN SELAMA EMPAT TAHUN KARENA GANGGUAN KEJIWAANOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Ada seorang wanita yang terkena gangguan kejiwaan, demam, kejang dan sebagainya, akibat penyakit itu ia meninggalkan puasa selama kurang lebih empat tahun, apakah dalam keadaan seperti ini wajib baginya untuk mengqadha puasa atau tidak, dan bagaimana hukumnya .JawabanJika ia meninggalkan puasa karena ketidakmampuannya untuk berpuasa, maka wajib baginya untuk mengqadha hari-hari puasa yang telah ditinggalkan selama empat kali bulan Ramadhan itu di saat ia memiliki kesanggupan untuk mengqadhanya, Allah berfirman."Artinya : .. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" [Al-Baqarah : 185]Akan tetapi jika penyakitnya dan ketidakmampuannya untuk berpuasa tidak bisa hilang menurut para dokter, maka ia harus memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yang ia tinggalkan sebanyak setengah sha' berupa gandum atau korma atau beras atau makanan pokok lainnya yang bisa disimpan orang di rumahnya. Sama halnya dengan orang tua renta dan jompo yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, tidak ada keharusan qadha.[Fatawa Ash-Shiyam, halaman 76]IBU SAYA TELAH LANJUT USIA, IA BERPUASA SELAMA LIMA BELAS HARI KEMUDIAN TIDAK BERPUASA KARENA TAK SANGGUP PUASAOlehAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil IftaPertanyaanAl-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Ibu saya sakit, tepatnya beberapa hari sebelum bulan Ramadhan, penyakit itu cukup menyiksanya sementara ia telah lanjut usia sehingga hanya mampu berpuasa selama lima belas hari di bulan Ramadhan itu, kemudian untuk menyempurnakan puasa di bulan itu ia tidak sanggup, dan juga tidak mampu untuk mengqadhanya. Apakah boleh ia bersedekah sebagai pengganti puasa yang ditinggalkannya, dan berapakah besarnya sedekah itu untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Perlu diketahui bahwa saat ini saya bertanggung jawab atas nafkahnya, dan apakah boleh saya membayar sedekahnya itu di saat ia tidak mampu untuk bersedekah JawabanBarangsiapa yang tidak sanggup berpuasa karena usianya yang telah lanjut atau karena sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka ia harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya, Allah berfirman."Artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] membayar fidyah, [yaitu] memberi makan seorang miskin". [Al-Baqarah : 184]Ibnu Abbas berkata : "Ayat ini diturunkan untuk memberi rukhshah [keringanan] kepada orang tua yang telah lanjut usia baik pria maupun wanita yang tidak sanggup berpuasa, maka keduanya harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari [yang ditinggalkannya] " [Hadits Riwayat Bukhari].Dengan demikian, wajib bagi ibu Anda memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya, yaitu sebanyak setengah sha' yang berupa makanan pokok setempat, jika wanita itu tidak memiliki sesuatu yang harus ia berikan untuk menebus dirinya, maka tidak ada kewajiban apapun baginya. Jika Anda ingin memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan itu atas nama ibu Anda, maka hal itu termasuk perbuatan yang baik, dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.[Ibid, halaman 58][Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=1135&bagian=0


Artikel Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh.

Tidak ada komentar: