Kamis, 22 Mei 2008

Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah

Kumpulan Artikel Islami

Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah “Yang aku tahu, hanya Muhammad bin al-Hanafiyyahyang banyak menimba ilmu dari ‘Ali.” [Ibn al-Junaid]

Telah terjadi percekcokan antara Muhammad ibn al-Hanafiyyah dansaudaranya al-Hasan ibn Ali, maka Ibn al-Hanafiah mengirim suratkepada saudaranya itu, isinya, “Sesungguhnya Allah telah memberikankelebihan kepadamu atas diriku...Ibumu Fathimah binti Muhammad ibnAbdullah SAW, sedangkan ibuku seorang wanita dari Bani “Haniifah.”Kakekmu dari garis ibu adalah utusan Allah dan makhluk pilihannya,sedangkan kakekku dari garis ibu adalah Ja’far ibn Qais. Apabilasuratku ini sampai kepadamu, kemarilah dan berdamailah denganku,sehingga engkau memiliki keutamaan atas diriku dalam segala hal.”

Begitu surat itu sampai ke tangan al-Hasan...ia segera ke rumahnya danberdamai dengannya. Siapakah Muhammad ibn al-Hanafiyyah, seorang adib[ahli adab/pujangga], seorang yang pandai dan berakhlak lembut ini

Marilah, kita membuka lembaran hidupnya dari awal.

Kisah ini bermula sejak akhir kehidupan Rasulullah SAW.

Pada suatu hari, Ali ibn Abi Thalib duduk bersama Nabi SAW, maka iaberkata, “Wahai Rasulullah...apa pendapatmu apabila aku dikarunianiseorang anak setelah engkau meninggal, [bolehkah] aku menamainyadengan namamu dan memberikan kun-yah [sapaan yang biasanya diungkapkandengan ‘Abu fulan…’] dengan kunyah-mu.”

“Ya” jawab beliau.

Kemudian hari-hari pun berjalan terus. Dan Nabi yang mulia SAW bertemudengan ar-Rafiiqul al-A’laa [berpulang ke sisi Allah]...dan setelahhitungan beberapa bulan Fathimah yang suci, Ibunda al-Hasan dan al-Husainmenyusul beliau [wafat].

Ali lalu menikahi seorang wanita Bani Haniifah. Ia menikahi Khaulahbinti Ja’far ibn Qais al-Hanafiyyah, yang kemudian melahirkan seoranganak laki-laki untuknya. Ali menamainya “Muhammad” dan memanggilnyadengan kun-yah “Abu al-Qaasim” atas izin Rasulullah SAW. Hanya sajaorang-orang terlanjur memanggilnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah, untukmembedakannya dengan kedua saudaranya al-Hasan dan al-Husain, duaputra Fathimah az-Zahra. Kemudian iapun dikenal dalam sejarah dengannama tersebut.

Muhammad ibn al-Hanafiyyah lahir di akhir masa khilafah ash-Shiddiq[Abu Bakar] RA. Ia tumbuh dan terdidik di bawah perawatan ayahnya, Alibin Abi Thalib, ia lulus di bawah didikannya.

Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnya...mewarisi kekuatan dankeberaniannya...menerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga iamenjadi pahlawan perang di medan pertempuran...singa mimbar diperkumpulan manusia...seorang ahli ibadah malam [Ruhbaanullail]apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saatmata-mata tertidur lelap.

Ayahnya RA telah mengutusnya ke dalam pertempuran-pertempuran yang iaikuti.

Dan ia [Ali] telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yangtidak ia pikulkan kepada kedua saudaranya yang lain; al-Hasan dan al-Husain.Ia pun tidak terkalahkan dan tidak pernah melemah keteguhannya.

Pada suatu ketika pernah dikatakan kepadanya, “Mengapakah ayahmumenjerumuskanmu ke dalam kebinasaan dan membebankanmu apa yang kamutidak mampu memikulnya dalam tempat-tempat yang sempit tanpa keduasaudaramu al-Hasan dan al-Husain”

Ia menjawab, “Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempatikedudukan dua mata ayahku...sedangkan aku menempati kedudukan duatangannya...sehingga ia [Ali] menjaga kedua matanya dengan keduatangannya.”

Dalam perang “Shiffin” yang berkecamuk antara Ali ibn Abi Thalib danMuawiyah ibn Abi Sufyan RA. Adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah membawapanji ayahnya.

Dan di saat roda peperangan berputar menggilas pasukan dari duakelompok, terjadilah sebuah kisah yang ia riwayatkan sendiri. Iamenuturkan, “Sungguh aku telah melihat kami dalam perang “Shiffin”,kami bertemu dengan para sahabat Muawiyah, kami saling membunuh hinggaaku menyangka bahwa tidak akan tersisa seorang pun dari kami dan jugadari mereka. Aku menganggap ini adalah perbuatan keji dan besar.

Tidaklah berselang lama hingga aku mendengar seseorang yang berteriakdi belakangku, “Wahai kaum Muslimin...[takutlah kepada] Allah, [takutlahkepada Allah]...wahai kaum Muslimin...

Siapakah yang akan [melindungi] para wanita dan anak-anak...

Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan...

Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami*...

Wahai kaum Muslimin...takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dansisakan kaum muslimin, wahai ma’syarol muslimin.”

Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk tidak mengangkatpedangku di wajah seorang Muslim.

Kemudian Ali RA mati syahid di tangan pendosa yang dzalim [di tanganAbdurrahman ibn Miljam ]

Kekuasaan pun berpindah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammadibn al-Hanafiyyah membaiatnya untuk selalu taat dan patuh dalamkeadaan suka maupun benci karena keinginannya hanya untuk menyatukansuara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islamdan Muslimin.

Muawiyah RA merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasabenar-benar tentram kepada sahabatnya, hal mana menjadikannyamengundang Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk mengunjunginya.

Maka, ia pun mengunjunginya di Damaskus lebih dari sekali...dan lebihdari satu sebab.

Di antaranya, bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah. Iamengatakan, “Sesungguhnya raja-raja di sini saling berkorespondendengan raja-raja yang lain. Sebagian mereka bersenang-senang denganyang lainnya dengan hal-hal aneh yang mereka miliki...sebagin merekasaling berlomba dengan sebagian yang lain dengan keajaiban-keajaibanyang ada di kerajaan-kerajaan mereka. Maka, apakah kamu mengizinkanaku untuk mengadakan [perlombaan] antara aku dan kamu seperti apa yangterjadi di antara mereka”

Maka, Muawiyah mengiyakannya dan mengizinkannya.

Kaisar Romawi mengirim dua orang pilih-tandingnya. Salah seorangdarinya berbadan tinggi dan besar sekali sehingga seakan-akan iaibarat pohon besar yang menjulang tinggi di hutan atau gedung tingginan kokoh. Adapun orang yang satu lagi adalah seorang yang begitu kuat,keras dan kokoh seakan-akan ia ibarat binatang liar yang buas. Sangkaisar menitipkan surat bersama keduanya, ia berkata dalam suratnya,“Apakah di kerajaanmu ada yang menandingi kedua orang ini, tingginyadan kuatnya.”

Muawiyah lalu berkata kepada ‘Amr ibn al-‘Aash, “Adapun orang yangberbadan tinggi, aku telah menemukan orang yang sepertinya bahkanlebih darinya...ia Qais ibn Sa’d ibn ‘Ubadah. Adapun orang yang kuat,maka aku membutuhkan pendapatmu.”

‘Amr berkata, “Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya sajakeduanya jauh darimu. Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah danAbdullah ibn az-Zubair.”

“Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita,”kata Muawiyyah.

“Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesarankemuliaannya dan ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatanorang dari Romawi ini dengan ditonton manusia,” tanya ‘Amr.

Muawiyah berkata, “Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu dan lebihbanyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya.”

Kemudian Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sa’d dan Muhammad ibnal-Hanafiyyah.

Ketika majelis telah dimulai, Qais ibn Sa’d berdiri dan melepaskansirwal-sirwal-nya [celana yang lebar] lalu melemparkannya kepada al-‘Ilj**dari Romawi dan menyuruhnya untuk memakainya. Ia pun memakainya...maka,sirwalnya menutupi sampai di atas kedua dadanya sehingga orang-orangketawa dibuatnya.

Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya,“Katakan kepada orang Romawi ini...apabila ia mau, ia duduk dan akuberdiri, lalu ia memberikan tangannya kepadaku. Entah aku yang akanmendirikannya atau dia yang mendudukkanku...Dan bila ia mau, dia yangberdiri dan aku yang duduk...”

Orang Romawi tadi memilih duduk.

Maka Muhammad memegang tangannya, dan [menariknya] berdiri...dan orangRomawi tersebut tidak mampu [menariknya] duduk...

Kesombongan pun merayap dalam dada orang Romawi, ia memilih berdiridan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan menariknyadengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknya...danmendudukkannya di tanah.

Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaankalah dan terhina.

Hari-hari berputar lagi...

Muawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah berpindahke rahmatullah...Kepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada AbdulMalik ibn Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin danpenduduk Syam membaiatnya.

Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibnaz-Zubair***.

Setiap dari keduanya mulai menyeru orang yang belum membaiatnya untukmembaiatnya...dan mendakwakan kepada manusia bahwa ia yang palingberhak dengan kekhalifahan daripada sahabatnya. Barisan kaum musliminpun terpecah lagi...

Di sinilah Abdullah ibn az-Zubair meminta kepada Muhammad ibn al-Hanafiyyahuntuk membaiatnya sebagaimana penduduk Hijaz telah membaiatnya.

Hanya saja Ibn al-Hanafiyyah memahami betul bahwa baiat akanmenjadikan hak-hak yang banyak di lehernya bagi orang yang ia baiat.Di antaranya adalah menghunus pedang untuk menolongnya dan memerangiorang-orang yang menyelisihinya. Dan para penyelisihnya hanyalahorang-orang muslim yang telah berijtihad, lalu membaiat orang yangtidak ia bai’at.

Tidaklah orang yang berakal sempurna lupa akan kejadian di hari “Shiffin.”

Tahun yang panjang belum mampu menghapus suara yang menggelegar darikedua pendengarannya, kuat dan penuh kesedihan, dan suara itumemanggil dari belakangnya, “Wahai kaum Muslimin...[takutlah kepada]Allah, [takutlah kepada] Allah...wahai kaum Muslimin...

Siapakah yang akan [melindungi] para wanita dan anak-anak...

Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan... Siapakah yang akanmenjaga serangan Romawi dan ad-Dailami.”..

Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua.

Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn az-Zubair, “Sesungguhnya engkaumengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa dalam perkara ini aku tidakmemiliki tujuan dan tidak pula permintaan...hanyalah aku ini seseorangdari kaum muslimin. Apabila kalimat [suara] mereka berkumpul kepadamuatau kepada Abdul Malik, maka aku akan membaiat orang yang suaramereka berkumpul padanya. Adapun sekarang, aku tidak membaiatmu...jugatidak membaiatnya.”

Mulailah Abdullah mempergaulinya dan berlemah lembut kepadanya dalamsatu kesempatan. Dan dalam kesempatan yang lain ia berpaling darinyadan bersikap keras kepadanya.

Hanya saja, Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidak berselang lama hinggabanyak orang yang bergabung dengannya ketika mereka mengikutipendapatnya. Dan mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepadanya,hingga jumlah mereka sampai tujuh ribu orang dari orang-orang yangmemilih untuk memisahkan diri dari fitnah. Dan mereka enggan untukmenjadikan diri mereka kayu bakar bagi apinya yang menyala.

Setiap kalii pengikut Ibn al-Hanafiyyah bertambah jumlahnya,bertambahlah kemarahan Ibn az-Zubair kepadanya dan ia terusmendesaknya untuk membaiatnya.

Ketika Ibn az-Zubair telah putus asa, ia memerintahkannya danorang-orang yang bersamanya dari Bani Hasyim dan yang lainnya untukmenetap di Syi’b [celah di antara dua bukit] mereka di Mekkah, dan iamenempatkan mata-mata untuk mengawasi mereka.

Kemudian ia berkata kepada mereka, “Demi Allah, sungguh-sungguh kalianharus membaiatku atau benar-benar aku akan membakar kalian dengan api...

Kemudian ia menahan mereka di rumah-rumahnya dan mengumpulkan kayubakar untuk mereka, lalu mengelilingi rumah-rumah dengannya hinggasampai ujung tembok. Sehingga seandainya ada satu kayu bakar menyalaniscaya akan membakar semuanya.

Di saat itulah, sekelompok dari para pengikut Ibn al-Hanafiyyahberdiri kepadanya dan berkata, “Biarkan kami membunuh Ibn az-Zubairdan menenangkan manusia dari [perbuatan]nya.”

Ia berkata, “Apakah kita akan menyalakan api fitnah dengantangan-tangan kita yang karenanya kita telah menyepi [memisahkan diri]...dankita membunuh seorang sahabat Rasulullah SAW dan anak-anak darisahabatnya! Tidak, demi Allah kita tidak akan melakukan sedikitpunapa yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya murka.”

Berita tentang apa yang diderita oleh Muhammad ibn al-Hanafiyah danpara pengikutnya dari kekerasan Abdullah ibn az-Zubair sampai ketelinga Abdul Malik ibn Marwan. Ia melihat kesempatan emas untukmenjadikan mereka condong kepadanya.

Ia lantas mengirim surat bersama seorang utusannya, yang seandainya iamenulisnya untuk salah seorang anaknya tentunya ‘dialek’nya tidak akansehalus itu dan redaksinya tidak selembut itu.

Dan di antara isi suratnya adalah, “Telah sampai berita kepadaku bahwaIbn az-Zubair telah mempersempit gerakmu dan orang-orang yangbersamamu...ia memutus tali persaudaraanmu...dan merendahkan hakmu.Ini negeri Syam terbuka di depanmu, siap menjemputmu dan orang-orangyang bersamamu dengan penuh kelapangan dan keluasan...singgahlah disana dimana engkau mau, niscaya engkau akan menemukan penduduknyamengucapkan selamat kepadamu dan para tetangga yang mencintaimu...danengkau akan mendapatkan kami orang-orang yang memahami hakmu...menghormatikeutamaanmu...dan menyambung tali persaudaraanmu Insya Allah...

Muhammad ibn al-Hanafiyah dan orang-orang yang bersamanya berjalanmenuju negeri Syam...sesampainya di “Ublah”, mereka menetap di sana.

Penduduknya menempatkan mereka di tempat yang paling mulia dan menjamumereka dengan baik sebaga tetangga.

Mereka mencitai Muhammad ibn al-Hanafiyah dan mengagungkannya, karenaapa yang mereka lihat dari kedalaman [ketekunan] ibadahnya dankejujuran zuhudnya.

Ia mulai menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dariyang munkar. Ia mendirikan syi’ar-syi’ar di antara mereka danmengadakan ishlah dalam perselisihan mereka. Ia tidak membiarkanseorang pun dari manusia mendzalimi orang lain.

Di saat berita itu sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan, haltersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian bermusyawarah denganorang-orang terdekatnya. Mereka berkata kepadanya, “Kami tidakberpendapat agar engkau memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu.Sedangkan sirahnya sebagaimana yang engkau ketahui...entah iamembaiatmu...atau ia kembali ke tempatnya semula.”

Maka, Abdul Malik menulis surat untuknya dan berkata, “Sesungguhnyaengkau telah mendatangi negeriku dan engkau singgah di salah satuujungnya. Dan ini peperangan yang terjadi antara diriku dan Abdullahibn az-Zubair. Dan engkau adalah seseorang yang memiliki tempat dannama di antara kaum Muslimin. Dan aku melihat agar engkau tidaktinggal di negeriku kecuali bila engkau membaiatku. Bila engkaumembaiatku, aku akan memberimu seratus kapal yang datang kepadaku dari“al-Qalzom” kemarin, ambillah beserta apa yang ada padanya. Bersamaitu engkau berhak atas satu juta dirham ditambah dengan jumlah yangkamu tentukan sendiri untuk dirimu, anak-anakmu, kerabatmu,budak-budakmu dan orang-orang yang bersamamu. Bila engkau menolaknyamaka pergilah dariku ke tempat yang aku tidak memiliki kekuasaanatasnya.”

Muhammad ibn al-Hanafiyah kemudian menulis balasan, “Dari Muhammad ibnAli, kepada Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu ‘alaika...Sesungguhnyaaku memuji kepada Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembahselain Dia, [aku berterima kasih] kepadamu. Amma ba’du...Barangkaliengkau menjadi ketakutan terhadapku. Dan aku mengira engkau adalahorang yang paham terhadap hakikat sikapku dalam perkara ini. Aku telahsinggah di Mekkah, maka Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untukmembaiatnya, dan tatkala aku menolaknya ia pun berbuat jahat terhadappertentanganku. Kemudian engkau menulis surat kepadaku, memanggilkuuntuk tinggal di negeri Syam, lalu aku singgah di sebuah tempat diujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh dari markaz [pusat]pemerintahanmu. Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang telah engkautuliskan. Dan kami Insya Allah akan meninggalkanmu.”

Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganyameninggalkan negeri Syam, dan setiap kali ia singgah di suatu tempatia pun di usir darinya dan diperintahkan agar pergi darinya.

Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allahberkehendak mengujinya dengan kesusahan lain yang lebih besarpengaruhnya dan lebih berat tekanannya...

Yang demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalanganorang-orang yang hatinya sakit dan yang lainnya dari kalanganorang-orang lalai. Mereka mulai berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAWtelah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak sekalirahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat.Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidakmengetahuinya.”

Orang yang ‘alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yangdiusung oleh ucapan ini dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yangmungkin diseretnya atas Islam dan Muslimin. Ia pun mengumpulkanmanusia dan berdiri mengkhutbahi mereka...ia memuji Allah AWJ danmenyanjungnya dan bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad SAW...kemudianberkata, “Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Baitmempunyai ilmu yang Rasulullah SAW mengkhususkan kami dengannya, dantidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami â€"demiAllah- tidaklah mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada diantara dua lembaran ini, [dan ia menunjuk ke arah mushaf]. Dansesungguhnya barangsiapa yang beranggapan bahwa kami mempunyai sesuatuyang kami baca selain kitab Allah, sungguh ia telah berdusta.”

Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, merekaberkata, “Assalamu’alaika wahai Mahdi.”

Ia menjawab, “Ya, aku adalah Mahdi [yang mendapat petunjuk] kepadakebaikan...dan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allah...akantetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku,maka hendaklah menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata,“Assalamu’alaika ya Muhammad.”

Tidak berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentangtempat yang akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanya...Allahtelah berkehendak agar al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpasAbdullah ibn az-Zubair...dan agar manusia seluruhnya membaiat AbdulMalik ibn Marwan.

Maka, tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada AbdulMalik, ia berkata, “Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin,dari Muhammad ibn Ali. Amma ba’du...Sesungguhnya setelah aku melihatperkara ini kembali kepadamu, dan manusia membaiatmu. Maka, akuseperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz. Akumengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamu’alaika.”

Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya,mereka berkata, “Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan [baca:keluar dari ketaatan] dan membikin perpecahan dalam perkara ini,niscaya ia mampu melakukannya, dan niscaya engkau tidak memiliki jalanatasnya...Maka tulislah kepadanya dengan perjanjian dan keamanan sertaperjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak diusir dan diusik, ia danpara sahabatnya.”

Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya sajaMuhammad ibn al-Hanafiyyah tidak hidup lama setelah itu. Allah telahmemilihnya untuk berada di sisi-Nya dalam keadaan ridla dan diridlai.

Semoga Allah memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah dikuburnya, dan semoga Allah mengindahkan ruhnya di surga...ia termasukorang yang tidak menginginkan kerusakan di bumi tidak pula ketinggiandi antara manusia.

CATATAN KAKI:

* Ad-Dailami adalah masyarakat besar yang berada di utara Qazwain,muslimin memerangi mereka kemudian mereka memeluk Islam

** Al-‘Ilj adalah orang yang kuat dan besar dari orang-orang kafir nonArab

*** Ia adalah putra Asma binti ash-Shiddiq yamg berhasil menaklukkankawasan Afrika

SUMBER BACAAN:

Sebagai tambahan tentang kisah Muhammad Ibn al-Hanafiyyah, lihat:

- Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nu’aim, III: 174

- Tahdziib at-Tahdziib, IX:354

- Shifah ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi [cet. Halab], II: 77-79

- Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sa’d, V:91

- Al-Waafi bi al-Wafayaat [terjemah]: 1583

- Wafayaat al-A’yaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169

- Al-Kamil, III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H

- Syadzarat adz-Dzahab, I:89

- Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89

- Al-Bad’u Wa at-Tarikh, V:75-76

- Al-Ma’arif oleh Ibnu Qutaibah: 123

- Al-‘Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, tahqiq al-‘Urayyan, JuzII,III,V dan VII

Artikel Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah diambil dari http://www.asofwah.or.id
Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib (Lebih Dikenal DenganMuhammad Ibn al-Hanafiah; Jauhi Kekuasaan Demi Menjaga PertumpahanDarah.

Tidak ada komentar: