Kamis, 12 Juni 2008

Selektif Mengambil Ilmu dan Fatwa

Kumpulan Artikel Islami

Selektif Mengambil Ilmu dan Fatwa Selama ini dari sumber mana Anda mengambil danmengamalkan agama Islam Sebuah pertanyaan penting. Perhatikankenyataan di masyarakat kita! Ada sebagian orang yang hanya mengikutihal-hal yang ringan dan yang gampang saja, mereka bergembira denganfatwa-fatwa yang cocok dengan seleranya. Bahkan sebagian mereka jikamendengar fatwa yang cocok dengan hawa nafsunya langsung bergembiradan memuji sang Mufti setinggi langit, “Ini Syaikh benar-benar alim,ini Syaikh yang paham terhadap waqi' [kondisi], dialah obat penawarbagi kaum muslimin dan lain sebagainya.”

Dia katakan demikian fatwa itu, meskipun isinya bertentangan denganKitabullah dan Sunnah, atau merupakan pembodohan terhadap umat, yangtermasuk bentuk meremehkan nash-nash syari'at, atau siasat untukmemilih pendapat yang enteng dan lemah belaka. Pokoknya menurut merekanamanya fatwa, ya fatwa.

Padahal Allah subhanahu wata’ala pada hari Kiamat nanti akanbertanya dengan sebuah pertanyaan,

“Dan [ingatlah] hari [di waktu] Allah menyeru mereka, serayaberkata, “Apakah jawabanmu kepada para rasul” [QS. Al-Qashas: 65]

Dia tidak bertanya tentang Syaikh Fulan dan Fulan tetapi tentang

ittiba' terhadap Kitab dan Sunnah. Maka sekali lagi perluditegaskan pertanyaan, “Apa yang menjadi sumber kita dalam beragamaApakah setiap orang yang mengenakan jubah dan sorban lalu tampil ditelevisi, memulai dengan alhamdulillah menutup pembicaraannya denganwallahu a'lam maka berarti dia seorang mufti

Apakah semua orang dapat kita jadikan sebagai sumber dalam beragamaSesungguhnya ukuran yang selayaknya digunakan untuk menilai sebuahfatwa adalah kesesuaiannya dengan Kitabullah dan Sunnah. Allah

subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

“Maka berilah keputusan [perkara] di antara manusia dengan adil danjanganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamudari jalan Allah.” [QS. Shaad: 26]

Seorang Syaikh menuturkan, Aku pernah menyampaikan muhadharah [ceramah]di sebuah masjid, lalu salah seorang hadirin mendatangiku dan berkata, Wahai Syaikh mengapa Anda bersikap ketat dalam hal ikhtilat,sedangkan Syaikh Doktor Fulan di dalam siaran televisi mengatakanbahwa ikhtilath [campur baur] antara laki-laki dan wanita itudibolehkan, baik dalam walimah, dan berbagai acara lainnya jika denganniat yang baik dan melihat dengan tanpa syahwat.”

Kemudian di tempat lainnya aku menyampaikan kajian, lalu salah seorangdari hadirin bertanya, “Apa hukum riba” Maka aku menjawab, “Haramdengan keseluruhan corak dan bentuknya.” Maka dia lalu berkata,“Sesungguhya Syaikh Fulan di televisi mengatakan bahwa riba merupakansalah satu di antara hal yang darurat di masa kini, sehingga ia tidakmengapa.” Ada pula yang datang kepadaku bertanya tentang hukum musik,aku jawab: “Haram”. Namun dia berkata, “Syaikh fulan telah berfatwabahwa musik hukumnya halal.”

Janganlah Anda menjadikan agama Anda sebagai bahan permainan bagiorang yang ingin merendahkan atau merusaknya, karena Anda akan dihisabdan ditanya sendirian, “…Dan berhati-hatilah, jangan sampai andamenjadi salah seorang pengikut pemimpin yang menyesatkan. Karena Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

“Sesungguhnya aku mengkhawatirkan atas ummatku pemimpin-pemimpinyang menyesatakan [al-aimmah al-mudhillin].” [HR. At-Tirmidzi danAd-Darimi]

Inti permasalahannya adalah bahwa: “ucapan para pemberi fatwa yangmenggampang-gampangkan agama [bukan pada tempatnya] tidak akan lakukecuali bagi orang-orang yang bodoh.” Adapun orang yang berakal tentutidak akan mengikuti omongan setiap orang, tanpa menyeleksinya lebihdahulu.

Ada baiknya mari kita sama-sama menyimak dua perumpamaan berikut ini:

Pertama; Ada seorang yang bernama Ghayats bin Ibrahim, ia dikenalpendusta dan suka mengarang hadits, namun berpenampilan layaknya ahliilmu. Dia disangka sebagai seorang yang banyak menghafalkan danmeriwayatkan hadits. Dia juga dikenal tampan dan bagus tutur katanya,sehingga orang-orang berdatangan dan berkumpul di sekelilingnya untukmendengarkan ucapannya yang sungguh mengagumkan, dan merekapunmembenarkan apa saja yang dia ucapkan.

Pada suatu hari ada seseorang melihatnya melakukan perbuatan yangtidak pantas, maka orang tersebut menegurnya, “Apakah engkau tidakmalu kepada orang-orang Maka Ghayats menjawab, “Orang mana yang kaumaksudkan Lalu dia jawab, “Orang-orang yang berkumpul untukmendengarkan ceramahmu.” Ghayats lalu menjawab, “Oh orang-orang ituyang kau maksudkan, mereka itu sebenarnya bukanlah manusia tetapi sapi.Jika kamu ingin membuktikan ucapanku ini mari ikutlah aku!”

Keduanya kemudian berangkat bersama, lalu duduklah Ghayats dalammajlisnya, dia pun berbicara kepada orang-orang yang hadir tentangsurga, segala sifat dan kelezatannya, sedangkan orang-orang diammendengarkan dengan khusyu'. Tatkala melihat sikap orang-orangtersebut, terlintaslah di dalam benaknya untuk mengarang sebuah hadits,lalu dia pun berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamtelah bersabda, “Barang siapa di antara kalian yang mampu untukmenjilat ujung hidungnya dengan lidahnya maka dia akan masuk surga.”

Mendengar penuturan Ghayats demikian, maka spontan orang-orang yanghadir pun menjulurkan lidahnya dan berusaha untuk menyentuhkannya keujung hidung mereka masing-masing. Maka Ghayats lalu menoleh kepadalaki-laki yang menemaninya tersebut seraya berbisik, “Bukankah akutelah mengatakan kepadamu bahwa mereka semua adalah sapi”

Sedangkan pelajaran yang ke dua adalah sebagai berikut:

Ada seseorang yang diklaim memiliki ilmu yang sangat banyak, dan diadikenal bisa menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada-nya,tidak pernah sekalipun terucap dari mulutnya, “Aku tidak tahu” namundia selalu dapat mencari-cari jawaban dan mengarang dalil untukjawabannya tersebut lalu mengemukakannya di hadapan manusia.

Maka beberapa orang yang dikenal cerdik pun berkumpul dan merekaberkata, “Orang ini kalau bukan seorang yang paling pandai di duniamaka dia hanyalah seorang yang memanfaatkan orang-orang yang bodoh diantara kita.” Mereka akhirnya bersepakat untuk menguji orang tersebutdengan sebuah pertanyaan. Caranya adalah dengan menyusun sebuah katayang terdiri dari enam huruf secara acak [yakni khanfasyar], lalumereka datang kepada orang tersebut seraya mencium kepalanya danmemberikan penghormatan. Mereka berkata, “Wahai Syaikh, kami inginbertanya, kami semua mendapatkan kesulitan dan ingin jawaban yangjelas dari anda.”

Maka Syaikh ini menjawab, “Kalian semua datang kepada orang yang tepatdan ahlinya, ada apa dengan kalian Kalian semua saling cekcok padahalaku masih hidup

Orang-orang berkata, “Apakah yang dimaksudkan dengan khanfasyar ituMaka Syaikh menjawab, “Khanfasyar yaitu sejenis tanaman yang tumbuh dibagian selatan Yaman, ada rasa pahit pada tanaman tersebut, dan jikadia dimakan oleh unta maka susunya menjadi tertahan di bagian teteknya.Tanaman tersebut sering digunakan oleh para pedagang unta untukmengelabuhi orang, tujuannya agar para pembeli menyangka bahwa untatersebut menghasilkan susu yang melimpah, padahal tidak demikian.

Lalu Syaikh ini duduk sambil bersandar atau bertelekan, kemudianmelanjutkan pembicaraannya, “Khan-fasyar masyhur di kalangan orangArab, mereka menyebutkannya di dalam syair-syair mereka, dan Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam pun telah menjelaskan di dalamsunnahnya. Seorang penyair telah berkata, mencandai kekasihnya,

Rasa cintaku kepadamu telah menawan hatiku.

Sebagaimana khanfasyar telah menahan air susu.

Lalu Syaikh ini berdehem dan melanjutkan pembicaraannya, “Adapun dalildari sunnah maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telahbersabda.......

Belum selesai Syaikh ini melanjut-kan bicaranya orang-orang segeramemutusnya, dengan nada tinggi mereka berkata, “Cukup, cukup!”Bertakwalah engkau kepada Allah hai pendusta! Engkau telah berdustadengan bahasa Arab, engkau telah berdusta dengan syair dan engkau punmasih ingin berdusta dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.Maka orang tersebut akhirnya diusir dari tengah-tengah mereka.

Oleh karena itu janganlah kita menjadikan agama sebagai bahanpermainan setiap orang, yang bisa dipermainkan sesuka hati. Seorangmufti harus memenuhi dua persyaratan, yaitu berilmu dan wara'.Berilmu maksudnya paham dan mampu mengambil dalil secara benar darinash-nash al-Qur'an dan Sunnah sedangkan wara' yaitu takut kepadaAllah subhanahu wata’ala di dalam berfatwa, dan tidak tertipuoleh iming-iming harta atau kehormatan, tetapi berkata yang haq dantidak takut dicela oleh orang yang mencela. Demikianlah ciri-ciriulama rabbaniyyin yang keberadaan mereka kini sudah semakinlangka. [Kholif Muttaqin]

Sumber: Hal tabhatsu 'an wazhifah Dr. Muhmammad bin Abdur Rahmanal Arifi, hal 54-56.

Artikel Selektif Mengambil Ilmu dan Fatwa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Selektif Mengambil Ilmu dan Fatwa.

Tidak ada komentar: