Sabtu, 31 Mei 2008

Menangisi Kematian Dalam Tinjauan Islam

Kumpulan Artikel Islami

Menangisi Kematian Dalam Tinjauan Islam Dari Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu ia pernahberkata: Pada peperangan Uhud ayahku terbunuh, akupun menyingkap kaindari wajahnya dan menangis. Orang-orang melarangku namun RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak melarang, kemudian bibikuFathimah ikut menangis lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda: Engkau tangisi atau tidak malaikat akan terusmenaunginya dengan sayap-sayap mereka sampai kalian mengusungnya. [Muttafaq 'alaih].

Kemudian dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa ia berkata: Saad binUbadah pernah sakit keras. Nabi datang menjenguknya bersamaAbdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash serta Abdullah bin Mas'udRadhiallaahu anhu. Ketika beliau masuk Saad sudah dikerubungikeluarganya, beliau lalu bertanya: Apakah ia sudah tiada merekamenjawab: Belum wahai Rasulullah. Maka beliaupun menangis dan ketikaorang-orang melihat Nabi menangis merekapun menangis. Beliau bersabda,yang artinya: Sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa karena tetesanair mata kesedihan hati, tetapi Allah hanya akan menyiksa karena ini,[beliau menunjuk kearah lidahnya] atau Allah akan mengampuninya. [HR.Al-Bukhari]

Sementara itu shahabat Anas bin Malik Radhiallaahu anhu juga pernahmeriwayatkan ketika putra Rasulullah Ibrahim akan meninggal, ia datangmenemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedangkan Ibrahimnafasnya sudah terengah-engah, maka kedua mata beliaupun berlinang airmata.

Dalam riwayat lain disebutkan beliau mengambilnya dan meletakkannya diatas pangkuan sambil berkata: Wahai anakku! Aku tidak memiliki hakkuasa apapun yang dapat kuberikan kepadamu di sisi Allah . MelihatNabi menangis Abdurrahman bin Auf dan Anas radhialallhuanhu lalubertanya: Wahai Rasulullah mengapa Anda menangis Bukankah Anda telahmelarang menangis' Beliau menjawab : Wahai Ibnu Auf, sesungguhnyatangisan itu adalah rahmat, dan barangsiapa tidak memiliki kasihsayang maka ia tidak mendapatkan kasih sayang , kemudian beliaumelanjutkan sabdanya: Sesungguhnya mata bisa berlinang, hati jugabisa berduka namun kita hanya bisa mengucapkan yang diridhai Rabb kita.Wahai Ibrahim, sungguh kami sangat bermuram durja karena berpisahdenganmu. [HR. Al-Bukhari dan Mus-lim]

Dalam riwayat lain Anas menutur-kan bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihiwa Sallam pernah bersabda, artinya : Zaid mengambil panjipeperangan kaum muslimin kemudian ia terbunuh, lalu panji diambil aliholeh Abdullah bin Rawahah dan iapun terbunuh, kemudian diambil alihlagi oleh Ja'far dan ia juga terbunuh. Kedua mata RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam berlinang air mata. Setelah itu panjidiambil alih oleh Khalid bin Walid tanpa adanya penyerahan sebelumnya,namun melalui tangannya Allah Subhannahu wa Ta'ala memberi kemenangan. [HR Al Bukhari].

Dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu disebutkan bahwa ketikaZainab putri Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wafat makasebagian kaum wanita ada yang menangis, maka ketika Umar Radhiallaahuanhu mau memukul para wanita itu dengan cemetinya, RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam mencegahnya kemudian beliau bersabda,artinya: Sabar wahai Umar! Kemudian kalian semua para wanitahendaklah berhati-hati terhadap teriakan setan! Beliau lalumelanjutkan sabda-nya, artinya: Apabila hanya berasal dari mata danhati maka itu dari Allah dan merupakan rahmat, namun jika itu daritangan dan mulut maka ia dari setan. [HR. Ahmad]

Aisyah Radhiallaahu anha pernah meriwayatkan bahwa ketika Sa'ad binMuadz meninggal, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam , Abu Bakardan Umar melayatnya. Aisyah berkata: Demi dzat yang jiwaku beradadi tangan-Nya, sungguh aku bisa membedakan antara tangisan Abu Bakardengan tangisan Umar sementara aku berada di kamarku. [Diriwayatkanoleh Imam Ahmad].

Ada riwayat lain tentang kisah meninggalnya putra RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam yang bernama Ibrahim, yakni sebagaimanadisampaikan oleh Asma' binti Yazid Radhiallaahu anha, dia bercerita: KetikaIbrahim putra Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wafat, beliaumenangis. Kemudian Abu bakar -atau mungkin Umar- bertanya: WahaiRasulullah, Engkau adalah orang yang paling berhak untuk dimuliakanhaknya oleh Allah. Maka beliau bersabda: Mata bisa menangis, hatiboleh bersedih, namun kita hanya mengucapkan yang diridhai Ilahi.Kalaulah bukan janji yang benar, tempat kembali yang sempurna danakherat yang pasti datang setelah berlalunya dunia, pasti kami sudahmendapatkan hal yang paling berat dengan kepergianmu. Sungguh kamiamat berduka karenamu. [HR. Ibnu Majah]

Dalil-dalil di atas merupakan alasan bagi mereka yang membolehkanmenangis atas orang yang akan meninggal maupun yang telah meninggal.Demikian pendapat madzhab Ahmad bin Hambal dan Abu Hanifah. SedangkanImam Syafi'i dan banyak kalangan shahabat melarang menangisi mayitsetelah meninggalnya, dan membolehkan menangis ketika belum meninggal.

Alasan yang digunakan adalah riwayat Jabir bin Atik Radhiallaahu anhu,ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjenguk Abdullahbin Tsabit Radhiallaahu anhu beliau mendapatinya sudah hampirmeninggal dunia. Rasulullah memanggilnya namun Abdullah sudah tidakmenjawab lagi, kemudian beliau mengucap istirja' [Inna lillahi wa innailaihi raji'un] seraya bersabda, artinya: Kami terlambatmendatangimu wahai Abu Rabi. Maka kalangan wanitapun menangis,dan Ibnu Atik berusaha untuk mendiamkan mereka, namun RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, artinya: Biarkan saja mereka.Apabila datang kepastian maka janganlah ada yang menangis lagi. IbnuAtik bertanya: Apa kepastian itu wahai Rasulullah Beliau menjawab: Kematian [HR. Ahmad dan Abu Dawud, hadits ini sesuai lafazh AbuDawud]. Ini menujukkan larangan menangisi orang yang telah meninggaldan kebolehannya sebelun meninggal. Larangan tersebut diperkuat denganhadits shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu UmarRasulullah Shalallahu'alahi wassalam bersabda: Sesungguhnya orangmeninggal akan tersiksa oleh tangisan keluarganya. [HR. Al-Bukharidan Muslim]

Kata al-mayit di sini menunjukkan bahwa ia telah meninggal duniakarena orang yang belum meninggal tidak bisa dikatakan sebagai mayit.Selain itu Ibnu Umar Radhiallaahu anhu juga meriwayatkan bahwa ketikaRasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang dari Uhud pernahmendengar kalangan wanita dari Bani Asyhal menangisi orang yangmeninggal, maka beliau bersabda: Tetapi Hamzah tidak ada yangmenangisinya. Maka datanglah kalangan wanita dari Al-Anshar lalumenangisi Hamzah di sisi Nabi. Maka Rasulullah bangkit dan bersabda,artinya: Celaka mereka, mengapa mereka menangis di sini, sungguhmereka telah membikin susah diri sendiri. Suruh mereka semua pulangkemudian janganlah mereka menangisi orang yang meninggal setelah hariini. [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

Bagaimana kita menyikapi masalah ini

Kedua pendapat di atas sama-sama menyampaikan dalil dan alasan yangshahih, oleh karena itu kita tetap harus menerimanya tanpa menyalahkanpihak manapun. Mereka adalah para imam mujtahid yang sudah diakuikredibilitasnya. Yang terpenting kita bisa me-nempatkan masalah inisesuai porsinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa padadasarnya menangisi orang yang meninggal tidaklah mengapa baik itusebelum meninggal maupun setelahnya dengan syarat bahwa tangisantersebut masih dalam batas-batas yang dibolehkan oleh syariat. Yaitutidak disertai dengan teriakan-teriakan atau raungan, ratapan, memukulwajah, merobek pakaian dan sikap-sikap lain yang disebut oleh Nabiberasal dari syetan. Ia hanya sekedar ungkapan rasa sedih dalam hatikemudian diiringi tetesan air mata atau isakan yang tidak ada unsurtidak ridha atau menolak takdir Allah. Adapun dalil tentang laranganmenangis yang dikemukakan kita pahami sebagai larangan dari tangisanyang disertai ratapan serta sikap-sikap sebagaimana yang telahdisebutkan. Hal ini juga diperkuat dengan riwayat lain yangmenyebutkan bahwa sesungguhnya mayit itu akan tersiksa disebabkanratapan keluarganya , di samping yang menggunakan lafazh tangisan.

Hanya saja perlu dicatat bahwa kesedihan itu tidaklah diperintahkanmeski dibolehkan dan jika kesedihan itu menjurus kepada kelemahan hatidan menjauhkan dari melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya maka iaadalah tercela. Sebaliknya jika kesedihan itu diiringi denganperbuatan-perbuatan terpuji yang mengandung pahala maka ia menjadiperbuatan terpuji, hanya saja pahala tersebut bukan disebabkankesedihan itu namun karena perbuatan baik yang ia kerjakan.

Dalam banyak ayat Allah menyuruh kita agar jangan bersedih sepertidalam firman-Nya,artinya: Janganlah kamu bersikap lemah danjanganlah [pula] kamu bersedih, padahal kamulah orang-orang yangpaling tinggi [derajatnya]. [Ali Imran: 139]. Dan masih banyakayat-ayat lain yang senada dengan ayat di atas. Wallahu a'lam.

[Rujukan: Hiburan bagi orang yang tertimpa musibah, Darul Haq [FatkurIsma'il]]

Artikel Menangisi Kematian Dalam Tinjauan Islam diambil dari http://www.asofwah.or.id
Menangisi Kematian Dalam Tinjauan Islam.

Tidak ada komentar: