Jumat, 20 Juni 2008

Adab Buang Hajat 1/2

Kumpulan Artikel Islami

Adab Buang Hajat 1/2 Adab Buang Hajat 1/2

Kategori Fiqih Ibadah

Sabtu, 15 Mei 2004 07:44:45 WIBADAB BUANG HAJATOlehSyaikh Abdul Aziz Muhammad As-SalmanBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Pertanyaan.Tolong jelaskan hukum menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat berserta dalilnya. Jelaskan pula tentang perbedaan pendapat di antara ulama dalam masalah ini dan mana yang benar [rajih] Jawaban.Ada dua pendapat mengenai masalah ini.Pendapat Pertama.Menyatakan keharamannya, baik dilakukan di dalam bangunan [WC] ataupun diluar bangunan , berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.â€Å"Artinya : Apabila salah seorang diantara kalian duduk untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya” [Hadits Riwayat Muslim no. 265 dan ini lafalnya, dan Ahmad V/414,417, 421]Begitu pula hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.â€Å"Artinya : Apabila kalian datang ke tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat..” [1]Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu berkata, â€Å"[Ketika] kami sampai di Syam lalu kami mendapati WC-WC di sana di bangun dengan posisi menghadap Ka’bah, maka kami pun menyerongkan posisi duduk dan kami pun beristighfar [mohon ampun] kepada Allah” [Bukhari no. 386 dan Muslim no 264]Muslim no. 262 meriwayatkan dari Salman Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.â€Å"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh-sungguh telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat besar dan kecil”.Pendapat Kedua.Menyatakan bahwa harus dibedakan antara buang hajat di dalam bangunan [WC] dengan di tempat yang terbuka. Diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat di tempat terbuka dan dibolehkan ketika berada di dalam bangunan [WC] berdasarkan hadits berikut.Hadits Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.â€Å"Artinya : Pada suatu hari aku naik ke atas rumah Hafshah lalu terlihat olehku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang buang hajat dengan menghadap ke Syam dan membelakangi Ka’bah” [Hadits Riwayat Jama’ah] [2]Hadits dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.â€Å"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kencing menghadap kiblat, akan tetapi setahun sebelum beliau wafat aku melihat beliau kencing menghadap kiblat” [Hadits Riwayat Lima kecuali Nasa’i] [3]Dan hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, â€Å"Disampaikan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada sebagian orang [sahabat] tidak suka menghadapkan kemaluan mereka ke arah kiblat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.â€Å"Artinya : Atau banar-benara mereka telah melakukan hal itu. Maka ubahlah tempat duduk-ku [di WC] dengan menghadap kiblat” [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah] [4]Begitu pula hadits dari Marwan Al-Ashfar, dia berkata, â€Å"Aku melihat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu menderumkan [mendudukkan] untanya menghadap kiblat lalu beliau kencing sedang beliau juga menghadap kiblat, maka aku bertanya, ‘Wahai Abu Abdurrahman, bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal itu ’ Beliau menjawab, ‘Memang betul, tetapi beliau melarang hal itu [dilakukan] di tanah yang lapang. Kalau di antara kamu dan kiblat itu ada sesuatu yang menutupi, maka tidak mengapa” [Hadist Riwayat Abu Daud no 11. Lihat Shahih Abu Daud no.8]Adapun pendapat yang rajih [benar] menurut saya [Syaikh Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salman] adalah mengamalkan hadits Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu karena itu yang lebih berhati-hati, yaitu menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil di dalam bangunan atau di luar bangunan [tempat terbuka] adalah haram.[Pendapat in juga telah dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Al-Qayyim menjelasakan bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [buang hajat dengan menghadap kiblat] adalah merupakan kekhususan beliau. Disamping itu, ada kaidah yang berbunyi, â€Å"Apabila bertentangan antara ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perbuatan beliau, maka yang didahulukan adalah ucapannya”. Contoh yang lain adalah beliau membatasi umatnya menikah tidak boleh lebih dari empat [yaitu lewat ucapannya], padahal beliau sendiri menikah dengan sembilan wanita [dan ini adalah perbuatannya], maka yang didahulukan adalah ucapannya][Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 04/I/Dzulqa’adah 1423H -2003M]_________Foote Note.[1] Di Indonesia, menghadap ke Utara dan Selatan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan hadits ini di Madinah yang kiblatnya [Ka’bah] ada di arah Selatan, -Red[2] Bukhari no. 147 dan 2935, Muslim no.266, Abu Daud no.12, At-Tirmidzi no.11, An-Nasa’i no. 23, Ibnu Majah no. 322, Ahmad II/12,13, Malik dalam Al-Muwaththa’ no. 456 dan Ad-Darimi I/179[3] Ahmad II/360, Abu Daud no.13 At-Tirmidzi no.9 dan Ibnu Majah no 324. Lihat Shahih Abu Daud no. 10 dan Shahih Ibnu Majah no. 261[4] Ahmad VI/219,227, Ibnu Majah no.324, Lihat Dha’if Ibnu Majah no. 68 dan Adh-Dhaifah no.947

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=724&bagian=0


Artikel Adab Buang Hajat 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Adab Buang Hajat 1/2.

Tidak ada komentar: