Jumat, 09 Mei 2008

Hukum Menggerutu (Mendongkol) Terhadap Musibah YangMenimpa

Kumpulan Artikel Islami

Hukum Menggerutu (Mendongkol) Terhadap Musibah YangMenimpa

>> Pertanyaan :

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya mengenai orang yang menggerutu [mendongkol]bila ditimpa suatu musibah; apa hukumnya?

>> Jawaban :

Kondisi manusia dalam menghadapi musibah ada empat tingkatan:

Tingkatan pertama, menggerutu [mendongkol] terhadapnya. Ting-katan iniada beberapa macam:

Pertama: Direfleksikan dengan hati, seperti seseorang yang menggerututerhadap Rabb-nya dan geram terhadap takdir yang dialaminya; perbuatanini hukumnya haram dan bisa menyebabkan kekufuran. Allah Taalaberfirman,

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada ditepi; maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu,dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang.Rugilah ia di dunia dan di akhirat. [Al-Hajj: 11].

Kedua: Direfleksikan dengan lisan, seperti berdoa dengan umpatan celaka,hancurlah dan sebagainya; perbuatan ini haram hukumnya.

Ketiga: Direfleksikan dengan anggota badan, seperti menampar pipi,menyobek kantong baju, mencabut bulu dan sebagainya; semua ini adalahharam hukumnya karena menafikan kewajiban bersabar.

Tingkatan kedua, bersabar atasnya. Hal ini senada dengan ung-kapanseorang penyair,

Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya

Akan tetapi hasilnya lebih manis daripada madu.

Orang yang dalam kondisi ini beranggapan bahwa musibah ter-sebutsebenarnya berat baginya akan tetapi dia kuat menanggungnya, dia tidaksuka hal itu terjadi akan tetapi iman yang bersemayam di hatinyamenjaganya dari menggerutu [mendongkol]. Terjadi dan tidak terjadinyahal itu tidak sama baginya.

Perbuatan seperti ini wajib hukumnya karena Allah Taala memerintahkanuntuk bersabar sebagaimana dalam firman-Nya,

Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.[Al-Anfal: 46].

Tingkatan ketiga, ridha terhadapnya seperti keridhaan seseorangterhadap musibah yang dialaminya di mana baginya sama saja; ada dantidak adanya musibah tersebut. Adanya musibah tidak membuatnya sesakdan menanggungnya dengan perasaan berat. Sikap seperti ini dianjurkantetapi bukan suatu kewajiban menurut pendapat yang kuat.

Perbedaan antara tingkatan ini dengan tingkatan sebelumnya amat jelassekali, sebab dalam tingkatan ini ada dan tidak adanya musibah samasaja bagi orang yang mengalaminya sementara pada tingkatan sebelumnya,adanya musibah dirasakan sulit baginya tetapi dia bersabar atasnya.

Tingkatan keempat, bersyukur atasnya. Ini merupakan tingkatan palingtinggi. Hal ini direfleksikan oleh orang yang mengalaminya denganbersyukur kepada Allah atas musibah apa saja yang dialami. Dalam halini, dia mengetahui bahwa musibah ini merupakan sebab [sarana] untukmenghapus semua kejelekan-kejelekannya [dosa-dosa kecilnya] danbarangkali bisa menambah kebaikannya. Rasulullah SAW bersabda,

Tiada suatu musibah pun yang menimpa seorangMuslim, melain-kan dengannya Allah hapuskan [dosa-dosa kecil] darinyasampai-sampai sebatang duri pun yang menusuknya.[ Shahih Al-Bukhari,kitab Al-Mardla, no. 5640; Shahih Muslim, kitab Al-Birr wa Ash-Shilah,no. 2572.]

[ Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Juz II, hal.109-111. ]

Artikel Hukum Menggerutu (Mendongkol) Terhadap Musibah YangMenimpa diambil dari http://www.asofwah.or.id
Hukum Menggerutu (Mendongkol) Terhadap Musibah YangMenimpa.

Tidak ada komentar: