Senin, 09 Juni 2008

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

Kumpulan Artikel Islami

Tata Cara Melakukan Ibadah Haji

>> Pertanyaan :

Kami sangat berharap jika Syaikh yang mulia menjelaskan bagaimana tatacara melakukan ibadah haji?

>> Jawaban :

Kita akan menjelaskan sekilas dan secara singkat tata cara melakukanibadah haji, yaitu: apabila seseorang hendak melakukan ibadah hajiataupun umrah, maka hendaknya ia berangkat ke Mekkah pada bulan-bulanhaji, dan afdhalnya adalah berihram di miqat untuk umrah agar hajiyang dilakukannya adalah haji tamattu. Ia memulai ihram umrahnya darimiqat, dan sesaat sebelum berihram hendaknya mandi terlebih dahuluseperti mandi dari janabat, rambut kepala dan jenggot dioles denganminyak wangi [farfum], lalu berpakaian ihram. Sebaiknya memulaiihramnya setelah usai melakukan shalat fardhu, jika memang waktunyatelah masuk, atau sesudah melakukan shalat sunnah wudhu; sebab tidakada shalat sunnat khusus untuk ihram dan tidak pernah dilakukan olehRasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Kemudian bertalbiyah denganmengucapkan:

.

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah,Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah aku penuhi; aku penuhi panggilan-Mutiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu; Sesungguhnya segalapuji dan kenikmatan adalah milik-Mu dan begitu pula kerajaan, tiadasektu bagi-Mu.

Talbiyah tersebut terus dilakukan hingga tiba di Mekkah.

Talbiyah dihentikan apabila akan memulai thawaf; thawaf dimulai denganmengusap dan mengecup Hajar Aswad jika hal itu memungkinkan, namunjika tidak, maka cukup dengan berisyarat saja kepadanya sambilmengucapkan:

Dengan menyebut nama Allah, dan Allah Mahabesar; Ya Allah, karenaiman kepada-Mu, percaya kepada kitab suci-Mu, dan karena memenuhijanji-Mu serta mengikuti sunnah nabi-Mu Nabi Muhammad Shalallaahualaihi wasalam.

Posisi Kabah harus berada pada posisi sebelah kiri dan berputarmengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiripada Hajar Aswad. Bagi laki-laki disunnatkan berlari-lari kecil padaputaran ketiga pertama dengan cara mempercepat jalan dan memperpendeklangkah serta melakukan idhthiba selama thawaf, yaitu membiarkanpundak kanan terbuka sedangkan pundak kiri tertutup oleh kain ihram [diselendangkan].Dan setiap kali berada pada posisi sejajar dengan Hajar Aswadbertakbir [mengucapkan: Allahu Akbar], dan di saat berada di antarasudut Rukun Yamani dan Hajar Aswad berdoa dengan membaca:

Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepada kami kebaikandi dunia ini dan kebaikan di akhirat kelak, dan hindarkanlah kami dariadzab api Neraka.

Untuk selebihnya boleh berdzikir dan berdoa dengan dzikir atau doa apasaja yang kita kehendaki.

Dalam thawaf tidak ada doa tertentu pada setiap putarannya, maka dariitu hendaknya kita waspada terhadap berbagai buku kecil yang ada ditangan para jamaah haji, yang di dalam buku itu ditulis doa khususuntuk setiap putaran thawaf; itu semua adalah bidah tidak pernahdilakukan atau diajarkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam,sementara beliau sudah menegaskan: Setiap bidah itu adalah kesesatan.

Ada satu perkara yang wajib diperhatikan oleh orang yang melakukanthawaf, yaitu kesalahan yang dilakukan oleh sebahagian jamaah padawaktu ramai [berdesak-desakan]; mereka thawaf masuk lewat pintu HijirIsmail dan keluar dari pintu yang lain. Mereka tidak menyertakanHijir Ismail itu sebagai bagian Kabah yang wajib di thawafi. Iniadalah suatu kesalahan, sebab Hijir Ismail itu sebagian besarnyatermasuk bagian Kabah, maka barangsiapa yang thawaf dengan meneroboslewat pintu Hijir itu, maka berarti tidak memutari [thawaf] Kabah danthawafnya tidak shah.

Seusai melakukan thawaf hendaklah shalat dua rakaat di belakang MaqamIbrahim, jika hal itu memungkinkan; namun jika tidak memungkinkan,maka hendaklah shalat di mana saja di dalam Masjidil Haram itu.Setelah itu pergi menuju Shafa dan apabila telah mendekatinya membaca:

...

tanpa mengulanginya kembali sesudah itu. Kemudiannaik ke atas Shafa, menghadap ke Qiblat [Kabah] lalu mengangkat keduatangan dan bertakbir serta bertahmid, lalu mengucapkan:

Kemudian berdoa, lalu mengulang dzikir tersebut, lalu berdoa lagi,berdzikir yang ketiga kalinya.

Setelah itu turun menuju Marwa dengan berjalan kaki biasa hinggasampai pada tanda hijau [tiang hijau], dari tanda hijau itu berjalancepat [lari-lari kecil] jika hal uitu memungkinkan dan tidakmengganggu orang lain, hingga sampai pada tanda hijau berikutnya, laluberjalan seperti biasa hingga sampai di Marwa. Apabila telah sampai diMarwa, naik ke atasnya dan menghadap ke Qiblat sambil mengangkat keduatangan dan membaca bacaan seperti yang dibaca di Shafa. Maka dengandemikian selesailah satu putaran.

Kemudian, dari Marwa kembali berjalan menuju Shafa, ini adalah putaranyang kedua. Bacaan yang dibaca sama dan yang dikerjakan pun samadengan yang dikerjakan pada putaran pertama tadi. Apabila telahsempurna melakukan tujuh putaran, [dari Shafa ke Marwa dihitung satuputaran dan dari Marwa ke Shafa satu putaran] yang berakhir di Marwa,maka hendaklah menggunting seluruh bagian rambut kepala [memendekkannya]hingga benar-benar tampak pendek. Sedangkan kaum wanita cukup memotongujung rambutnya sepanjang ujung jari kemudian bertahallul dariihramnya secara sempurna, melakukan apa saja yang dihalalkan olehAllah Subhannahu wa Ta'ala seperti mencampuri istri, berwangi-wangiandan berpakaian biasa serta lain-lainnya.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram kembali untuk ibadah haji. Dimulaidengan mandi, memakai wangi-wangian dan mengenakan pakaian ihram.Setelah itu pergi menuju Mina dan melakukan shalat Zhuhur, Ashar,Maghrib, Isya dan Shubuh di sana [shalat lima waktu]. Shalat Zhuhur,Ashar dan Isya dilaksanakan secara qashar [dipersingkat menjadi duarakaat] masing-masing pada waktunya dengan tidak men-jamanya. Jadihanya mengqashar saja selama berada di Mina.

Pada keesokan harinya [tanggal 9, hari Arafah] setelah matahariterbit, berangkat lagi menuju padang Arafah, dan jika memungkinkantinggal di [masjid] Namirah. Tetapi jika tidak memungkinkan makalangsung menuju kawasan Arafah kemudian singgah di sana, lalu apabilamatahari sudah condong ke arah barat, lakukanlah shalat Zhuhur danAshar dengan cara qashar dan taqdim, setelah itu habiskanlah sisawaktu untuk dzikir mengingat Allah, berdoa kepada-Nya, membacaAl-Quran dan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada AllahSubhannahu wa Ta'ala. Dan hendaklah saat-saat akhir hari itu digunakanuntuk berdoa kepada Allah secara serius, karena saat-saat itumerupakan saat-saat mustajab.

Apabila matahari telah terbenam, berangkatlah menuju Muzdalifah,setibanya di sana lakukanlah shalat Maghrib dan Isya secara jamaqashar takhir, dan hendaknya tetap berada di Muzdalifah hingga shalatSubuh. Setelah itu berdoa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala hinggacahaya tampak terang sekali, kemudian berangkat melanjutkan perjalananmenuju Mina. Bagi orang-orang yang tidak mampu menghadapi desakan parajamaah [di waktu melontar Jumrah] boleh berangkat dari Muzdalifahsebelum fajar Subuh terbit, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalamtelah memberikan keringanan [rukhshah] untuk hal yang demikian.

Apabila telah sampai di Mina bergegaslah melontar Jumrah Aqabahdengan tujuh lontaran [lemparan] dengan menggunakan tujuh biji batukerikil kecil, pada setiap lontaran dibarengi dengan takbir [membaca:Allahu akbar], setelah itu menyembelih hewan hady yang telah disiapkansebelumnya, lalu mencukur habis rambut kepala. Mencukur habis rambutkepala itu lebih baik dan lebih utama daripada memendekkannya saja,tetapi jika hanya dipendekkan saja, maka tidak mengapa. Bagi wanitacukup memotong ujung rambutnya saja kira-kira seujung jari. Dengandemikian selesailah melakukan tahallul pertama, maka boleh baginyamelakukan semua larangan ihram kecuali jima [bersetubuh].

Setelah itu pergi ke tempat peristirahatan [kemah] untuk berbersihdiri [mandi dll], berwangi-wangian dan memakai pakaian biasa, setelahitu berangkat menuju Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah sebanyaktujuh putaran dan sai di Shafa dan Marwa sebanyak tujuh putaran juga.Thawaf dan sai tersebut adalah untuk thawaf dan sai haji,sebagaimana thawaf dan sai yang dilakukan di waktu pertama datang keMekkah sebagai thawaf dan sai umrah. Maka dengan [melakukan thawafifadhah dan sai tersebut] boleh melakukan apa saja, termasukbersetubuh dengan istri.

Mari kita perhatikan apa yang harus dilakukan oleh jamaah haji padahari Idul Adha [10 Dzulhijjah] Jamaah haji pada hari Idul Adhamelakukan: melontar jumrah Aqabah, lalu menyembelih hady [hewankurban], lalu mencukur atau memendekkan rambut kepala, lalu thawaf,dan kemudian sai. Itulah lima manasik haji yang dikerjakan secaraberurutan, namun jika dilakukan tidak secara berurutan maka tidaklahmengapa, karena pada suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihiwasalam ditanya tentang mendahulukan yang satu dan menunda yang lain,maka setiap pertanyaan tentang mendahulukan dan mengakhirkan salahsatu dari lima macam manasik tersebut beliau jawab, Lakukanlah dantidak mengapa.

Karena itu, jika dari Muzdalifah langsung menuju Mekkah, lalu di sanamelakukan thawaf dan sai kemudian ke Mina dan melontar, maka tidakmengapa; seandainya melontar lalu mencukur rambut sebelum menyembelihhady juga tidak mengapa; jika melontar lalu pergi ke Mekkah danmengerjakan thawaf dan sai, juga tidak mengapa; dan jikalau setelahmelontar, menyembelih dan mencukur rambut lalu pergi ke Mekkah danmelakukan sai sebelum melakukan thawaf, juga tidak mengapa. Yangpenting adalah bahwa mendahulukan salah satu di antara lima macammanasik tersebut terhadap yang lainnya boleh-boleh saja, karena setiappertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalamtentang hal tersebut beliau jawab, Lakukan dan tidak mengapa. Ituterhadap #61513;semua merupakan bagian dari kemudahan dan belas kasihdari Allah hamba-hamba-Nya.

Amalan-amalan ibadah haji yang masih tersisa sesudah itu adalah mabit[bermalam] di Mina pada malam tanggal 11, 12 dan 13 bagi yang pulanglebih akhir, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,

Dan berdzikirlah [dengan menyebut nama] Allah dalam beberapa hariyang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat [dari Mina]sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang inginmenangguhkan [keberangkatannya dari dua hari itu], maka tidak ada dosabaginya, bagi orang yang bertaqwa. [Al-Baqarah: 203].

Maka hendaklah bermalam [mabit] di Mina pada malam ke 11 dan 12;bermalam pada dua malam itu boleh dengan cara berdiam di sana dalamukuran malam yang lebih banyak.

Apabila matahari telah tergelincir pada hari ke 11 [tanggal 11] makamelontar tiga Jumrah, dimulai dari Jumrah Shughra, yaitu Jumrah yangpertama yang terletak paling timur dibanding jumrah yang lain.Melontar dilakukan sebanyak 7 kali dengan 7 kerikil secara berurutan,pada setiap lontaran [lemparan] dibarengi dengan takbir [membaca:Allhu akbar], setelah itu beralih sedikit dari keramaian dan menghadapKiblat dengan mengangkat kedua tangan seraya berdoa [memohon] kepadaAllah Subhannahu wa Ta'ala secukupnya. Kemudian maju menuju JumrahWustha lalu melontarnya sebanyak 7 kali secara berurutan, pada setiaplontaran dibarengi dengan takbir, kemudian maju sedikit keluar darikeramaian manusia dan berdoa secukupnya sambil mengangkat kedua tangandengan menghadap Kiblat; sesudah itu menuju Jumrah Aqabah danmelontarnya dengan 7 kerikil secara berurutan dan setiap lontarandibarengi dengan takbir. Di sini tidak perlu berdoa karena mencontohRasulullah .

Pada hari ke-12 [tanggal 12] melontar tiga Jumrah sebagaimana harisebelumnya, demikian pula pada hari ke-13 jika menangguhkankeberangkatannya hingga hari ke-13.

Tidak boleh bagi siapa saja melontar pada hari ke-11, 12 dan 13sebelum zawal [sebelum matahari tergelincir], sebab RasulullahShalallaahu alaihi wasalam tidak pernah melontar kecuali sesudah zawal,dan beliau bersabda, Mencontohlah kamu kepadaku dalam caramelaksanakan manasik haji.

Para shahabat Nabi pun selalu menunggu waktu zawal untuk melontar,maka apabila waktu zawal tiba mereka pun melontar. Kalau sekiranyamelontar sebelum zawal itu boleh, niscaya Nabi n telah menjelaskannyakepada umatnya, baik itu melalui praktek beliau sendiri, ucapannyaataupun melalui iqrar-nya, dan niscaya Nabi Shalallaahu alaihi wasalamtidak memilih waktu siang hari, yaitu waktu terik panas matahari untukmelontar; apalagi di pagi hari itu lebih memudahkan jamaah.

Dengan demikian jelaslah bahwa melontar di pagi hari itu tidak boleh,sebab sekiranya melontar di pagi hari itu termasuk ajaran Allah Ta'ala,niscaya Dia ajarkan kepada hamba-hamba-Nya, karena waktu pagi itulebih mudah, di mana kita ketahui bahwasanya Allah Subhannahu waTa'ala biasanya menetapkan hukum yang termudah bagi hamba-hamba-Nya.

Namun demikian, boleh bagi seseorang yang tidak mampu menahan desakanorang banyak atau berangkat menuju Jamarat [pelontaran] pada sianghari untuk menunda waktu melontarnya hingga di malam hari, karenamalam hari masih termasuk waktu melontar; dan tidak ada dalil yangmenegaskan bahwa melontar pada malam hari itu tidak sah. Dalil yangada adalah bahwasanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah menetapkankapan waktu melontar boleh dimulai dan beliau tidak menetapkan bataswaktu melontar berakhir, sedang hukum yang menjadi pegangan adalahbahwa perkara yang mempunyai makna mutlaq harus diberlakukankemutlakannya, kecuali apabila ada dalil lain yang membatasinya dengansuatu sebab atau waktu.

Hendaknya setiap jamaah haji selalu bersikap hati-hati dan tidakmenganggap remeh masalah melontar Jamarat; karena banyak jamaah yangmeremehkannya sampai rela mewakilkannya kepada orang lain untukmelontarkan bagi dirinya, padahal dia masih mampu melontar sendiri!Yang demikian itu tidak boleh dan tidak sah, karena Allah Subhannahuwa Ta'ala telah berfirman di dalam Kitab Suci-Nya:

Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah. [Al-Baqarah: 196].

Melontar Jumrah itu termasuk amalan haji, maka tidak boleh diabaikan;dan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pun tidak pernah mengizinkankeluarganya yang lemah untuk mewakilkan kewajiban melontar merekakepada orang lain, beliau hanya mengizinkan kepada mereka berangkatdari Muzdalifah pada dini hari supaya mereka dapat melontar sendirisebelum keramaian manusia. Dan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam puntidak mengizinkan para pengembala unta [yang beribadah haji] yangharus meninggalkan Mina karena ternak mereka untuk mewakilkan lontaranmereka kepada orang lain. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hanyamengizinkan mereka agar sehari melontar dan sehari tidak, lalu merekamelontar pada hari ketiga. Semua itu menunjukkan betapa pentingnyaseorang jamaah haji melontar sendiri dan tidak mewakilkannya kepadasiapa pun. Ya, kacuali jika dalam keadaan terpaksa, maka bolehdiwakilkan kepada orang lain, seperti karena sakit atau sudah lanjutusia, tidak mampu datang ke tempat pelontaran, atau karena hamil [bagiwanita] yang khawatir akan keselamatan diri dan bayi dalamkandungannya, maka dalam kondisi seperti itu melontar boleh diwakilkan.

Kalau sekiranya tidak karena ada riwayat dari sebahagian shahabat NabiShalallaahu alaihi wasalam yang menyatakan bahwa mereka melontarkanuntuk anak-anak mereka, niscaya kami katakan, Sesungguhnya orang yanglemah, gugur kewajiban melontarnya, karena melontar adalah kewajibanyang ia tidak mampu melakukannya, oleh karena itu, kewajiban itu gugurkarena ketidakmampuannya, akan tetapi karena ada riwayat jenisperwakilan melontar bagi anak-anak, maka tidak mengapa kalau orangyang tidak mampu melontar sendiri disamakan dengan anak-anak kecil.

Yang penting adalah, kita wajib mengagungkan syiar-syiar Allah,tidak meremehkannya, dan berusaha semaksimal mungkin melakukannyadengan diri kita sendiri, karena hal tersebut adalah ibadah,sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

Sesungguhnya thawaf di Baitullah dan di antaraShafa dan Marwa serta melontar Jumarat itu diperintahkan untukmenegakkan dzikir kepada Allah. [Dikeluarkan oleh Abu Daud [no. 1888]dalam kitab Al-Manasik, At-Tirmidzi [no. 902] dalam kitab Al-Hajj, Iamengatakan hasan shahih.]

Apabila haji telah selesai dilakukan, maka seseorang tidak bolehmeninggalkan kota Mekkah menuju negerinya sebelum melakukan thawafwada [thawaf perpisahan]. Ibnu Abbar Radhiallaahu anhu berkata, Padasuatu saat orang-orang pada pulang dari segala arah, maka NabiShalallaahu alaihi wasalam bersabda, Jangan ada seorang pun yangpulang sebelum akhir urusannya adalah di Baitullah [thawaf].[ kitabAl-Hajj ]

Kecuali kalau wanita haid atau nifas dan telah melakukan thawafifadhah, maka thawaf wada menjadi gugur darinya. Di dalam hadits IbnuAbbas Radhiallaahu anhu ia menuturkan, Para jamaah hajidiperintahkan agar akhir urusan mereka adalah di Baitullah [thawaf],hanya saja thawaf tersebut digugurkan bagi wanita haid[ Dikeluarkanoleh Al-Bukhari [no. 1755] dalam kitab Al-Hajj, Muslim [no. 380] dalamkitab Al-Hajj.].

Dan juga, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tatkala dikatakankepadanya, bahwa Shafiyah [istri beliau] telah melakukan thawafifadhah, beliau bersabda, Jika begitu hendaklah ia berangkat.[Dikeluarkan oleh Al-Bukhari [no. 1757, 1758, 1759] dalam kitabAl-Hajj, Muslim [no. 382-387] dalam kitab Al-Hajj.] Pada saat ituShafiyah dalam keadaan haid.

Thawaf wada tersebut harus [wajib] menjadi sesuatu yang paling akhir[dari keberadaan kita di Mekkah]. Dan dengannya kita dapat mengetahuibahwa apa yang dilakukan oleh sebagian jamaah di saat mereka turun keMekkah, di sana mereka melakukan thawaf wada, lalu kembali ke Mina,dan di Mina mereka melontar lalu berangkat menuju negeri mereka dariMina adalah salah besar, thawaf wada yang mereka lakukan tidakmencukupinya, karena mereka tidak menjadikan thawaf sebagai amalanterakhir yang mereka lakukan, melainkan melontar jumrah yang merekajadikan sebagai amalan akhir haji mereka.

Artikel Tata Cara Melakukan Ibadah Haji diambil dari http://www.asofwah.or.id
Tata Cara Melakukan Ibadah Haji.

Tidak ada komentar: