Rabu, 28 Mei 2008

Ketika Allah Mencintai Hambanya

Kumpulan Artikel Islami

Ketika Allah Mencintai Hambanya “Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, dia berkata:Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: ‘ Sesungguhnya AllahTa’ala berfirman: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh!Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hambabertaqarrub [mendekatkan diri dengan beribadah] kepada-Ku dengansesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkankepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku [konsisten] bertaqarrub kepada-Kudengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telahmencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untukmendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dantangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yangdigunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Akuakan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Kuniscaya Aku akan melindunginya”. [H.R.al-Bukhâriy]

Riwayat Singkat Periwayat Hadits

Dia adalah sayyid al-Huffâzh, seorang shahabat yang agung, AbuHurairah radhiallaahu 'anhu . Mengenai nama aslinya, demikian puladengan nama ayahnya banyak sekali pendapat tentang hal itu dan masihdiperselisihkan oleh para ulama. Namun pendapat yang paling rajih/kuat,bahwa namanya adalah ‘Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausiy. Beliau masukIslam pada tahun penaklukan Khaibar, yakni permulaan tahun 7 H.

Imam adz-Dzahabiy berkata: “Dia banyak menimba ilmu yang baik danpenuh berkah dari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam. Tidak ada orangyang mendapatkan kelebihan seperti itu seperti dirinya. Juga, tidakada orang yang lebih banyak dalam meriwayatkan hadits dari NabiShallallâhu 'alaihi wasallam darinya. Hal ini dikarenakan dirinyasenantiasa ber-mulâzamah dengan Rasulullah Shallallâhu 'alaihiwasallam [mengikuti beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam danbersama-sama dengannya]. Hadit-hadits yang diriwayatkannya mencapai5374 hadits”.

Imam al-Bukhâriy meriwayatkan dari Abu Hurairah juga bahwa dia berkata:“sesungguhnya kalian pernah berkata: ‘sesungguhnya Abu Hurairah banyaksekali meriwayatkan hadits dari Rasululullah Shallallâhu 'alaihiwasallam. Kalau begitu, kenapa orang-orang Muhajirin dan Anshar tidakmeriwayatkan dari Rasulullah sebanyak yang diriwayatkan oleh AbuHurairah’. Sesungguhnya saudara-saudaraku dari kaum Muhajirintersebut disibukkan oleh aktivitas jual-beli mereka di pasar-pasar,sementara aku senantiasa ber-mulâzamah dengan beliau untuk mengisiperutku. Jadi, aku bisa hadir manakala mereka tidak hadir dan akuingat manakala mereka lupa. Demikian pula dengan saudara-saudarakudari kaum Anshar, mereka sibuk mengurusi harta-harta perdaganganmereka sementara aku ini adalah seorang miskin yang terdaftar dalamderetan orang-orang miskin ash-Shuffah [sebutan buat kaum papa yangtinggal di masjid Nabawiy dimana ada suatu tempat khusus buat mereka-red]sehingga aku selalu tanggap dan mengingat manakala mereka lupa.

Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam telah bersabda dalam suatuhadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâriy dari Abu Hurairahsendiri: “Sesungguhnya tidak akan ada seseorang yang membentangkanpakaiannya hingga aku menyelesaikan semua ucapanku ini, kemudian diamengumpulkan pakaiannya tersebut [menempelkannya ke tubuhnya]melainkan dia telah menangkap semua apa yang aku katakan”. Lalu akumembentangkan kain diatasku hingga bilamana Rasulullah menyelesaikanucapannya, aku telah mengumpulkannya [menempelkannya] ke dadaku,lantas aku tidak lagi lupa sedikitpun dari ucapan beliau tersebut.

Abu Hurairah wafat pada tahun 57 H.

Catatan: Kisah ini menegaskan bahwa Rasulullah Shallallâhu 'alaihiwasallam tidak berbicara karena dorongan hawa nafsu tetapi adalahkarena wahyu yang diwahyukan kepadanya [Q.,s. 53/an-Najm: 3-4], makaucapan beliau tersebut sudah pasti benar dan terjadi -atas izin Allah-serta keistimewaan semacam ini hanya dimiliki oleh RasulullahShallallâhu 'alaihi wasallam saja dan tidak dimiliki oleh siapapunsetelah beliau. Disamping itu, kisah ini juga menunjukkan bahwa parashahabat adalah generasi yang merupakan sebaik-baik abad dimana merekaselalu berlomba-lomba di dalam berbuat kebajikan apalagi dalammembenarkan dan melakukan suatu janji yang dijanjikan oleh Rasulullahyang sudah pasti benar dan terjadi. Banyak peristiwa yang menunjukkanhal itu, salah satunya adalah apa yang ditunjukkan oleh Abu Hurairahdiatas. Jadi, tidak lebih dari itu. Wallahu a’lam -red].

Penjelasan Kebahasaan

ýUngkapan : [Innallâha Ta’âla Qâla: Sesungguhnya Allah Ta’alaberfirman] ; ini merupakan salah satu redaksi Hadîts Qudsiy.

ýUngkapan : [man ‘âdâ lî waliyyan: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku..]: terdapat variasi lafazh, diantaranya: “man âdzâ lî waliyyan” ; “manahâna lî waliyyan faqad bârazanî bi al-Muhârabah” . Kata “al-Waliy”diambil dari kata al-Muwâlâh , makna asalnya adalah al-Qurb [dekat]sedangkan makna asal kata “al-Mu’âdâh” [ kata benda dari kata kerja‘âdâ ] adalah al-Bu’d [jauh]; Jadi, kata “al-Waliy” artinya orang yangdekat kepada Allah, melakukan keta’atan dan meninggalkan perbuatanmaksiat.

ýUngkapan : [faqad âdzantuhû bi al-Harb: maka sungguh! Akutelah mengumumkan perang terhadapnya] : yakni maka sungguh Aku telahmemberitahukan kepadanya bahwa Aku akan memeranginya sebagaimana diamemerangi-Ku dengan cara memusuhi para wali-Ku.

ýýUngkapan : ý [wa mâ taqarraba ilayya ‘abdî bisyay-in ahabbuilayya mimmaf taradltuhû ‘alaihi: Dan tidaklah seorang hambabertaqarrub [mendekatkan diri dengan beribadah] kepadaKu dengansesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkankepadanya] : manakala Dia Ta’ala menyebutkan bahwa memusuhi parawali-Nya berarti memusuhi-Nya, maka Dia juga menyebutkan setelah itukriteria-kriteria para wali-Nya yang haram dimusuhi dan wajib loyalterhadapnya [dijadikan wali]; yaitu bahwa para wali Allah adalahorang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan sarana yang dapatmendekatkan diri mereka kepada-Nya dimana sarana utamanya adalahmelaksanakan farâ-idl [ibadah-ibadah wajib].

ýýUngkapan : ý [fa idzâ ahbabtuhû kuntu sam’ahu al-Ladzîyasma’u bihî, wa basharahu al-Ladzî yubshiru bihî, wa yadahu al-Latîyabthisyu bihâ wa rijlahu al-Latî yamsyî bihâ: bila Aku telahmencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untukmendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dantangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yangdigunakannya untuk berjalan] : maksudnya adalah bahwa barangsiapa yangbersungguh-sungguh dalam bertaqarrub kepada Allah dengan melaksanakanibadah-ibadah wajib yang diembankan kepadanya, kemudian menambahnyadengan ibadah-ibadah sunnah, maka Allah akan mendekatkan dirinyakepada-Nya, meningkatkan derajat iman nya kepada derajat ihsân ; makaketika itu, dia dalam beribadah kepada Allah menjadi selaluber-murâqabah [menjadikan dirinya selalu di bawah pengawasan Allah]seakan-akan dia melihat-Nya. Karenanya pula, hatinya menjadi penuholeh ma’rifat kepada Allah, mahabbah [mencintai]-Nya, mengagungkan-Nya,takut kepada-Nya, senang dekat dengan-Nya dan merindukan-Nya. Maka,jadilah orang yang sedemikian terisi ma’rifah kepada Allah di hatinyamelihat-Nya dengan ‘ain bashîrah [pandangan batin]-nya; maka jika diabicara, dia berbicara karena Allah, sesuai dengan yang diridlaioleh-Nya dan atas taufiq-Nya; jika mendengar, dia mendengar karena-Nyasesuai dengan yang diridlai-Nya dan atas taufiq-Nya; jika melihat, diamelihat karena-Nya sesuai dengan yang diridlai-Nya dan atas taufiqNyadan jika memukul/melakukan kekerasan, maka dia memukul/melakukankekerasan karena-Nya dalam hal yang diridlai-Nya dan atas taufiq-Nya.

ýýUngkapan : ý [wa la-in sa-alanî la-u’thiannahû …: jika diameminta kepadaKu niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia memintaperlindungan kepadaKu niscaya Aku akan melindunginya] : yakni bahwaorang yang dicintai dan dekat di sisi Allah memiliki kedudukan khususyang konsekuensinya bila dia meminta sesuatu kepada-Nya, pasti akanDia berikan untuknya; jika meminta perlindungan kepada-Nya darisesuatu, pasti Dia melindungi dirinya darinya dan jika dia berdoakepada-Nya, pasti Dia mengabulkannya; dengan demikian dia menjadiorang yang selalu terkabul doanya karena kemuliaan dirinya di sisiAllah.

Beberapa Pelajaran Dan Hukum Terkait

Melakukan perbuatan-perbuatan ta’at baik yang wajib-wajib maupunyang sunnah-sunnahnya dan menjauhi diri dari semua bentuk maksiatbaik yang kecil maupun yang besar akan membuat seorang hamba pantasmenjadi salah seorang wali Allah yang dicintai-Nya dan mencintai-Nya,Dia Ta’ala mencintai orang yang dicintai oleh para wali-Nya,mengumumkan perang terhadap orang yang memusuhi, mengganggu,membenci, memojokkan dan menghadang mereka dengan suatu kejahatanatau gangguan. Allah-lah yang akan menolong dan membantu parawali-Nya tersebut.

Wajib menunjukkan sikap loyal terhadap para wali Allah danmencintai mereka serta haram memusuhi mereka. Demikian pula, wajibmemusuhi musuh-musuh-Nya dan haram menunjukkan sikap loyal terhadapmereka. Allah berfirman: “…janganlah kamu mengambil musuh-Ku danmusuhmu menjadi teman-teman setia…”. [Q.,s. al-Mumtahanah: 1] , DanfirmanNya: “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya danorang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnyapengikut [agama] Allah itulah yang pasti menang”. [Q.,s. al-Mâ-idah:56]

Dalam kedua ayat tersebut, Allah memaparkan bahwa sifat dariorang-orang yang dicintai dan mencintai-Nya adalah bahwa mereka itumerasa hina dihadapan orang-orang beriman dan merasa bangga danpenuh percaya diri [‘izzah] dihadapan orang-orang Kafir.

Hadits diatas juga menunjukkan bahwa para wali Allah ada duamacam:

Pertama, mereka yang bertaqarrub kepada-Nya dengan melaksanakanibadah-ibadah wajib ; ini merupakan derajat kaum Muqtashidûn, Ashhâbal-Yamîn [orang-orang yang menempuh jalan yang lurus dan menjadigolongan kanan]. Melaksanakan ibadah-ibadah wajib merupakan amalanyang paling utama sebagaimana diucapkan oleh ‘Umar bin al-Khaththabradhiallaahu 'anhu : “seutama-utama amalan adalah melaksanakan apayang diwajibkan oleh Allah, menjauhi apa yang diharamkan-Nya sertaniat yang jujur semata-mata mengharap ridla-Nya”.

Kedua, mereka yang bertaqarrub kepadaNya, disamping melaksanakanibadah-ibadah wajib tersebut, juga bersungguh-sungguh dalammelaksanakan ibadah-ibadah sunnah dan keta’atan dan menghindarisemua yang dilarang; hal-hal inilah yang memastikan seorang hambamendapatkan mahabbah Allah [kecintaan dari-Nya] sebagaimana dalamsabda Rasulullah diatas: “dan senantiasalah hamba-Ku [konsisten]bertaqarrub kepadaKu dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya”.

Orang yang dicintai oleh Allah, maka Dia akan menganugerahinyamahabbah terhadap-Nya, mena’ati-Nya, bergiat dalam berzikir danberibadah kepada-Nya, menenteramkan hatinya untuk selalu melakukanamalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada-Nya. Dengan anugerahitu, maka orang tersebut berhak menjadi orang yang dekat dengan-Nyadan mendapatkan keberuntungan di sisi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:‘Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang mutaddari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yangAllah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikaplemah-lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap kerasterhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yangtidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karuniaAllah, diberikan-Nya kepada siap yang dihendaki-Nya, dan Allah MahaLuas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui”. [Q.,s. al-Mâ-idah: 54].

Hal yang paling penting dan menjadi tuntutan setiap hamba adalahmendapatkan mahabbah dari-Nya sebab orang yang mendapatkannya makadia akan mendapatkan dua kebaikan; dunia dan akhirat. Sebagaiseorang mukmin sejati yang sangat ingin untuk menjadi salah seorangdari para wali Allah tentu berupaya mendapatkan tuntutan yang amatberharga ini tetapi untuk merealisasikannya diperlukan beberapa hal:

Melaksanakan ibadah-ibadah wajib yang sudah diwajibkan olehAllah Ta’ala sebagaimana yang terdapat dalam penggalan haditsdiatas: “Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub [mendekatkan diridengan beribadah] kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintaidaripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya”. Yaitu, denganmembetulkan dan meluruskan at-Tauhîd, melaksanakan shalat wajib,zakat wajib, puasa Ramadlan, haji ke Baitullah al-Haram, birr al-Wâlidain[berbakti kepada kedua orangtua], menyambung rahim [silaturrahim],berakhlaq yang mulia seperti jujur, dermawan, bertutur kata yangmanis, tawadlu’ dan lain-lainnya.

Menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan, baik kecilmaupun besar, dan dari apa saja hal-hal makruh yang sebenarnyamampu dilakukannya.

Bertaqarrub kepada Allah dengan ibadah-ibadah sunnah mulaidari shalat, sedekah, puasa, amalan-amalan kebajikan, dzikir,membaca al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain-lainnya.Diantara yang patut disinggung berkenaan dengan ibadah-ibadahtersebut adalah:

1.memperbanyak baca al-Qur’an diiringi dengan tafakkur danrenungan, mendengarnya diiringi dengan tadabbur dan pemahaman,menghafal ayat-ayatnya yang mudah, mengulang-ulanginya sertasenantiasa menjaganya agar tidak lupa. Tentunya, tidak ada suatuucapanpun yang lebih manis bagi para pencinta selain ucapan orangyang dicintainya; maka Kalamullah adalah lebih utama untukdicintai karena memberikan kenyamanan tersendiri bagi hati merekadan merupakan puncak dari sumua tuntutan mereka. Diantara saranayang dapat membantu terlaksananya hal tersebut -disamping doa,tekad bulat dan keinginan keras- adalah konsistensi dalam membacaal-Qur’an sebanyak satu juz di dalam sehari semalam dan semampunyaberupaya agar tidak lalai dari konsistensi tersebut.

2.memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala baik melalui lisanmaupun hati sebagaimana terdapat dalam hadits yang shahih dariNabi Shallallâhu 'alaihi wasallam: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku [selalu]di sisi sangkaan [baik] hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku [selalu]bersamanya manakala dia mengingat-Ku; jika dia mengingat-Ku didalam dirinya, maka Aku mengingatnya di dalam diri-Ku; jika diamengingat-Ku di hadapan khalayak [orang banyak], maka Akumengingatnya pula di hadapan khalayak yang lebih baik dari mereka[malaikat]”. Allah berfirman: “…maka ingatlah kamu kepada-Kuniscaya Aku akan ingat kepadamu”.[Q.,s. al-Baqarah: 152]

Bahwa adalah bohong belaka bila ada pengakuan yang menganggapselain cara berbuat keta’atan dan berloyalitas kepada Allah yangdisyariatkanNya melalui lisan Rasul-Nya, dapat menyampaikanseseorang kepada mahabbah Allah dan menjadi wali-Nya sepertihalnyaorang-orang Musyrik yang menyembah selain Allah dengan anggapanbahwa mereka semata hanya ingin mendekatkan diri mereka kepada Allahdengan cara tersebut sebagai yang dikisahkan oleh Allah tentangmereka dalam firman-Nya [artinya]: Kami tidak menyembah merekamelainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengansedekat-dekatnya . [Q.,s.az-Zumar: 3]. Demikian pula, sebagai yangdiceritakan oleh Allah berkenaan dengan orang-orang Yahudi danNashrani, bahwa mereka berkata dalam firman-Nya [artinya] : Kamiini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya . [Q.,s. al-Mâ-idah:18] padahal mereka ngotot mendustai para Rasul-Nya, melanggarlarangan-Nya serta meninggalkan kewajiban-kewajiban yangdiembankan-Nya kepada mereka.

Jadi, setiap orang yang menempuh selain jalan yang sudahdisyari’atkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka dia tidak akanmencapai wilâyatullâh [kewalian yang dianugerahkan oleh Allah] danmahabbah-Nya.

Setiap Muslim sangat menginginkan agar doanya dikabulkan,amalannya diterima, permintaannya diberi serta mendapatkanperlindungan dari-Nya. Hal ini semua adalah tuntutan yang amatberharga dan anugerah yang agung yang tidak akan dapat dicapaikecuali oleh orang yang menempuh jalan menuju wilâyatullâh, yaitumelaksanakan ibadah-ibadah yang diwajibkan-Nya plus ibadah-ibadahsunnah seoptimal mungkin diiringi dengan niat yang tulus [an-Niyyahal-Khâlishah], mengikuti Nabi serta berjalan diatas manhajnya [al-Mutâba’ah].

[Disadur dari tulisan berjudul asli: “Taqarrab yuhibbukallâh” karyaSyaikh Nâshir asy-Syimâliy]

Artikel Ketika Allah Mencintai Hambanya diambil dari http://www.asofwah.or.id
Ketika Allah Mencintai Hambanya.

Tidak ada komentar: