Kumpulan Artikel Islami
Silaturrahim 1/2 Silaturrahim 1/2
Kategori Mafatiihur Rizq
Sabtu, 7 Agustus 2004 10:13:40 WIBSILATURRAHIMOlehSyaikh Dr. Fadhl IlahiBagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]Diantara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembicaraan masalah ini -dengan memohon pertolongan Allah- akan saya bahas melalui empat point berikut.Pertama : Makna SilaturrahimKedua : Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Diantara Pintu-Pintu RizkiKetiga : Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim .Keempat : Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat.Pertama : Makna SilaturrahimMakna 'ar-rahim' adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : "Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab [keturunan], baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak".Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim [para kerabat dekat yang haram dinikahi] saja.Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian. [Fathul Bari, 10/414]Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah [ungkapan/sindiran] tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. [Lihat, Murqatul Mafatih, 8/645]Kedua : Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci RizkiBeberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Diantara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah.[1]. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya [dipanjangkan umurnya] [1] maka hendaklah ia menyambung [tali] silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5985, 10/415][2]. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya [dipanjangkan umurnya], hendaklah ia menyambung silaturrahim". [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5986, 10/415]Dalam dua hadits yang mulia diatas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh mahluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu silaturrahim. Demikian, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, 10/415].Artinya, dengan sebab silaturrahim. ['Umdatul Qari, 22/91]]Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu dalam Kitab Shahihnya dan beliau memberi judul dengan "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim". [Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birri wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, 2/180][3]. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda."Artinya : Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah [sebab adanya] kecintaan terhadap keluarga [kerabat dekat], [sebab] banyak - nya harta dan bertambahnya usia" [2]Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu 'laihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturrahim itu membuahkan tiga hal, diantaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.[4]. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda."Artinya :Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim" [3]Dalam hadits yang mulia ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang jujur dan terpercaya, mejelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat ; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.[5]. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu ia berkata."Artinya : Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya, dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya" [Al-Adabul Mufrad, Bab Man Washala Rahimahu Ahbbahu Allah, no. 59, hal. 37][6]. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam berkembangnya harta dan benda dan menjauhkan kemiskinan, sampai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena karunia Allah Ta'ala.Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda."Artinya : Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maksiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan [kekurangan]". [Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birr wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, no. 440, 2/182-183. Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth menshahihkan hadits ini ketika menyebutkan dalil-dalil pada catatan kaki Al-Ihsan. [Lihat, 2/183-184]].[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Syiakh Dr Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah hal. 45-51 terbitan Darul Haq, Penerjemah Ainul Haris Arifin Lc]_________Foote Note.[1] Catatan : "Para ahli hadits mengangkat persoalan seputar bertambahnya umur karena silaturrahim dan mereka memberikan jawabannya. Misalnya, dalam Fathul Bari disebutkan, Ibnu At-Tin berkata, 'Secara lahiriah, hadits ini beterntangan dengan firman Allah : "Artinya ; Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat [pula] memajukannya" [Al-A'raf : 34]. Untuk mencari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, bahwasanya tambahan [umur] yang dimaksud adalah kinayah dari usia yang diberi berkah karena mendapat taufiq untuk menjalankan keta'atan, ia menyibukkan waktunya dengan apa yang bermanfa'at di akhirat, serta menjaga dari menyia-nyiakan waktunya untuk hal lain [yang tidak bermanfa'at]. Kedua, tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Dan itu berkaitan dengan malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditujukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta'ala. Umpamanya dikatakan kepada malaikat, 'Sesungguhnya umur fulan dalah 100 tahun jika dia menyambung silaturrahim dan 60 tahun jika ia memutuskannya'. Dalam ilmu Allah telah diketahui bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturrahim. Dan apa yang ada di dalam ilmu Allah itu tidak akan maju atu mundur. Adapun yang ada dalam ilmu malaikat maka hal itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh firman Allah :"Artinya : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan [apa yang Dia kehendaki], dan di sisiNya lah terdapat Ummul Kitab [Lauh Mahfuzh]". [Ar-Ra'd : 39] . Jadi, yang dimaksudkan dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu adalah apa yang ada dalam ilmu malaikat. Sedangkan apa yang ada di dalam Lauh Mahfuzh itu merupakan ilmu Allah, yang tidak akan ada penghapusan [perubahan] selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al-qadha' al-mubram [taqdir/ putusan yang pasti], sedang yang pertama [dalam ilmu malaikat] disebut al-qadha' al-mu'allaq [taqdir / putusan yang masih menggantung]. [Fathul Bari, 10/416 secara ringkas. Lihat pula, Syarah Nawawi, 16/114, 'Umdatul Qari, 22/91][2] Al-Musnad, no. 8855, 17/42 ; Jami'ut Tirmidzi, Abwabul Birri wash Shihah, Bab Ma Ja'a fi Ta'limin Nasab, no. 2045, 6/96-97, dan lafazh ini miliknya ; Al-Mustadrak 'alash Shahihain, Kitabul Birr wash Shilah, 4/161. Imam Al-Hakim berkata. 'Hadits ini sanad-nya shahih, tetapi tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim [Op.cit, 4/161]. Hal ini juga disepakati oleh Adz-Dzahabi [Lihat, Al-Talkhish, 4/161]. Syaikh Ahmad Muhammad Syakir menyatakan sanad-nya shahih. [Lihat, Hamisyul Musnad, 17/42]. Dan ia dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani. [Lihat, Shahih Sunan At-Tirmidzi, 2/190].[3] Al-Musnad, no. 1212, 2/290 ; Majma'uz Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, Kitabul Birri wash Shihah, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, 8/152-153. Tentang hadits ini, Al-Hafizh Al-Haitsami berkata : 'Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath. Para perawi Al-Bazzar adalah perawi-perawi Shahih Muslim, selain Ashim bin Hamzah, dia adalah orang tsiqah [terpercaya]. [Op.cit, 8/153]. Disebutkan Ashim bin Hamzah, yang benar adalah Ashim bin Dhamrah. Penulisan Hamzah adalah salah cetak. [Lihat, Hamisyul Musnad, 2/290]. Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata. 'Sanad hadits ini Shahih. [Op.cit. 2/290]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.phpaction=more&article_id=964&bagian=0
Artikel Silaturrahim 1/2 diambil dari http://www.asofwah.or.id
Silaturrahim 1/2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar